• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Kualitas Udara dan Keluhan Saluran Pernapasan serta Keluhan Iritasi Mata Pada Pekerja di Peternakan Sapi PT. Prima Indo Mandiri Sejahtera Berastagi Tahun 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisa Kualitas Udara dan Keluhan Saluran Pernapasan serta Keluhan Iritasi Mata Pada Pekerja di Peternakan Sapi PT. Prima Indo Mandiri Sejahtera Berastagi Tahun 2013"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISA KUALITAS UDARA DAN KELUHAN SALURAN PERNAPASAN SERTA KELUHAN IRITASI MATA

PADA PEKERJA DI PETERNAKAN SAPI PT. PRIMA INDO MANDIRI SEJAHTERA,

BERASTAGI, SUMATERA UTARA TAHUN 2013

SKRIPSI

OLEH :

RIZKI SARJANI NIM. 111021129

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)
(3)

ABSTRAK

Peternakan sapi perah merupakan usaha yang masih berkembang di Indonesia. Peternakan sapi perah terbesar di Sumatera Utara adalah peternakan sapi PT. Prima Indo Mandiri Sejahtera yang terletak di Berastagi Kabupaten Karo. Peternakan sapi dapat menimbulkan masalah terhadap lingkungan, salah satunya adalah kualitas udara.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas udara dan keluhan iritasi mata serta keluhan saluran pernapasan pada pekerja di peternakan sapi PT. Prima Indo Mandiri Sejahtera, Berastagi, Sumatera Utara tahun 2013.

Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Populasi dalam penelitian ini adalah 41 orang pekerja dengan menggunakan total sampling.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas udara amoniak dan hidrogen sulfida di peternakan sapi PT. Prima Indo Mandiri Sejahtera belum melebihi tingkat baku mutu yang tercantum dalam KepMenLH No 50 Tahun 1996. Titik tertinggi pada pengukuran yang dilakukan berada di kandang anak sapi, yakni sebesar 0,2002 untuk NH3 dan 0,01289 untuk H2S. Ada 12 pekerja yang mengalami keluhan iritasi mata dan 15 pekerja yang mengalami keluhan saluran pernapasan.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah kualitas udara berupa NH3 dan H2S

belum melebihi batas baku mutu. Berdasarkan karakteristik pekerja berupa umur, jenis kelamin, jam kerja per hari, masa kerja, dan merokok, ada 15 pekerja yang memiliki keluhan saluran pernapasan dan 12 orang yang memiliki keluhan iritasi mata. Oleh karena itu disarankan kepada PT. Prima Indo Mandiri agar memberikan alat pelindung diri bagi pekerja pada saat berada di sekitar kandang sapi, meningkatkan kebersihan kandang dan melakukan pemantauan udara secara berkelanjutan.

(4)

ABSTRACT

Dairy farm is one of the businesses that are still developing in Indonesia. The largest dairy farm in Northern Sumatra, is the dairy farms of PT Prima Indo Mandiri Sejahtera in Berastagi Karo Regency. Dairy farms can cause problems for the environment, one of which is the quality of the air.

This research aims to know the air quality and complaint irritated eyes and respiratory tract complaints on the workers in the dairy farms of PT Prima Indo Mandiri Sejahtera, Berastagi, Indonesia by 2013

The type of research used is descriptive. Population in this research is 41 people workers that is used in total sampling.

The results showed that the air quality of ammonia and hydrogen sulfide in dairy farms of PT Prima Indo Mandiri Sejahtera did not exceeded the level of the quality standard specified in KepMenLH No 50 in 1996. The highest point on range performed in a cage, they are 0,2002 for NH3 and H2S to 0,01289.

Conclusion of this research is the quality of the air in the form of NH3 and H2S have not exceeded the quality standards. Based on the characteristics of workers are age, gender, work hours per day, working period, and smoking, there are 15 workers who have respiratory tract complaints and 12 people who have complaints of eye irritation. Therefore it's recommended to PT Prima Indo Mandiri Sejahtera to give self protective tools for workers at the nearby cow cages, improving the cleanliness of the cages and conduct air monitoring on an ongoing basis.

.

(5)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Nama : Rizki Sarjani

Tempat dan Tanggal Lahir : Padangsidimpuan, 7 April 1990

Agama : Islam

Status Perkawinan : Belum Menikah Anak ke : 2 dari 2 bersaudara

Alamat Rumah : Jalan Sutan Soripada Mulia Gang Melati 11, Kota Padangsidimpuan.

Riwayat Pendidikan

1. Tahun 1996-2002 : SD Negeri No. 142419 Padangsidimpuan 2. Tahun 2002-2005 : MTs Negeri Model Padangsidimpuan 3. Tahun 2005-2008 : MAN 2 Model Padangsidimpuan 4. Tahun 2008-2011 : D3 Keperawatan USU

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas Kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Analisa Kualitas Udara dan Keluhan Saluran Pernapasan serta Keluhan Iritasi Mata Pada Pekerja di Peternakan Sapi PT. Prima Indo Mandiri Sejahtera Berastagi Tahun 2013”.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis banyak memperoleh bimbingan, bantuan dan dukungan dari beberapa pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utama.

2. Ibu Ir. Evi Naria, M.Kes, selaku Kepala Departemen Kesehatan Lingkungan

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak dr. Surya Dharma, MPH, selaku Dosen Pembimbing Skripsi I. 4. Ibu Ir. Indra Chahaya S, MSi, selaku Dosen Pembimbing Skripsi II. 5. Ibu Asfriyati, SKM, M.Kes, selaku Dosen Pembimbing Akademik.

6. Seluruh Dosen serta Staf Fakultas Kesehatan Masyarakat USU, khususnya Dosen

dan Staf Departemen Kesehatan Lingkungan yang telah memberikan bekal ilmu kepada penulis selama mengikuti perkuliahan.

(7)

8. Bapak Darmadi selaku direktur utama di PT. Prima Indo Mandiri Sejahtera, Berastagi

9. Orang Tuaku tercinta, Ayahanda “Khairul Saleh Hsb” dan Ibunda “Siti Amar Nst” yang telah memberikan dukungan, doa, dan segalanya kepada penulis. Kasih sayang yang telah diberikan kepada penulis tidak akan pernah tergantikan dan terlupakan.

10. Buat Kakakku “Uba Khairani” dan abang iparku “Syukri Habib” yang

memberikan dukungan dan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 11. Buat abangku “Ahmadyani Siregar” yang memberikan dukungan dan doa.

12. Buat teman dekatku “Dian Akhfiana, Marlina Sari, Dessy Irfi Jayanti, dan semua

teman-teman FKM yang selalu memberikan semangat dan senantiasa mendoakan penulis.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah berusaha semaksimal mungkin mencurahkan segala kemampuan yang ada pada diri penulis. Namun demikian, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, penulis menerima kritik dan saran yang bersifat membangun.

Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Juli 2013 Penulis,

(8)

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan ... i

Abstrak ... ii

Abstract ... iii

Riwayat Hidup Penulis ... iv

Kata Pengantar ... v

Daftar Isi ... vii

Daftar Tabel ... xi

Daftar Lampiran ... xiii

BAB I PENDAHULUAN………. ... 1

2.1 Definisi Pencemaran Udara………... 5

2.2 Sumber Pencemaran Udara……….. ... 5

2.3 Peternakan Sapi Perah Friesian Holstein ………. ... 6

2.4 Persyaratan Lokasi Ternak……….... ... 7

2.4.1 Ketinggian dan Suhu Udara ……… ... 7

2.4.1 Sumber Pakan Alami ………... ... 7

2.4.2 Sumber Air Bersih …..………... ... 8

2.5 Perkandangan ……… ... 8

2.6 Macam – Macam Kandang………... ... 10

2.6.1 Kandang Sapi Induk……….………... ... 10

2.6.2 Kandang Pedet……….……… ... 10

2.6.3 Kandang Pejantan….……….…………... ... 10

2.6.4 Kandang Isolasi………... ... 11

2.7 Tipe Kandang………... ... 11

2.7.1 Kandang Tipe Tunggal (Monopitch)……….………….. ... 11

2.7.2 Kandang Tipe Ganda (Pitch Roof)………. ... 11

2.8 Pengolahan Limbah………... ... 12

2.9 Penanganan Limbah Kandang....…….……….. ... 11

2.10 Komponen Pencemar Udara Terhadap Kebauan di Peternakan……….. ... 15

2.10.1 Amoniak….………... ... 15

2.10.2 Proses Pembentukan Amoniak ………..………... ... 15

2.10.3 Dampak Gas Amoniak Bagi Manusia…..………. ... 16

2.10.4 Hidrogen Sulfida……..………... ... 17

(9)

2.10.6 Dampak gas H2S pada Manusia………... ... 18

2.11 Dampak Pencemaran Udara Terhadap Gangguan Saluran Pernapasan… ... 19

2.11.1 Anatomi Pernapasan……… ... 19

2.11.2 Mekanisme Pernapasan………... ... 20

2.11.3 Gangguan Saluran Pernapasan……… ... 22

2.11.4 Gejala – gejala Gangguan Saluran Pernapasan………... ... 22

2.12 Dampak pencemaran Udara Terhadap Iritasi Mata………. ... 27

2.12.1 Anatomi Mata……….. ... 27

2.12.2 Mekanisme Penglihatan……….. ... 28

2.12.3 Iritasi Mata……….. ... 29

2.12.4 Gejala - gejala Iritasi Mata……….. ... 29

2.13 Kerangka Konsep………. ... 31

III. METODE PENELITIAN………. ... 33

3.1. Jenis Penelitian………... ... 33

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian……… ... 33

3.2.1. Lokasi Penelitian………... ... 33

3.2.2. Waktu Penelitian………... ... 33

3.3. Metode Pengumpulan Data………. ... 34

3.3.1 Data Primer……….………. ... 34

3.3.2 Data Sekunder………. ... 34

3.4. Parameter dan Subjek Penelitian………. ... 34

3.4.1 Parameter Penelitian…………...………. ... 34

3.4.2 Subjek Penelitian………...……….. ... 34

3.5 Populasi dan Sampel……….... ... 34

3.5.1 Populasi………...………... ... 34

3.5.2 Sampel…...………... ... 35

3.6 Titik Pengambilan Sampel………..………. ... 35

3.7 Definisi Operasional.……….………... ... 34

3.8 Aspek Pengukuran……….... ... 35

3.8.1 Kadar Hidrogen Sulfida dan Amoniak………. ... 36

3.8.2 Keluhan Gangguan Saluran Pernapasan………... ... 36

3.8.3 Keluhan Iritasi Mata………. ... 36

3.8.4 Sanitasi Lingkungan...37

3.9 Pengukuran Kadar H2S………. ... 37

3.9.1 Metode………. ... 37

3.9.2 Peralatan……….. ... 37

3.9.3 Bahan Regensia………... ... 37

3.9.4 Waktu Pengukuran………... ... 38

3.9.5 Prosedur Pengambilan Contoh……… ... 38

3.9.6 Pembuatan Kurva Kalibrasi………. ... 39

3.9.7 Cara Uji………... ... 39

3.9.8 Rumus Perhitungan………. ... 39

3.10 Pengukuran Kadar Amoniak……… . ... 40

(10)

3.10.2 Peralatan……….. ... 40

3.10.3 Bahan Regensia………... ... 40

3.10.4 Larutan Baku NH3 ……….. ... 40

3.10.5 Larutan Sediaan NH3 ………... ... 41

3.10.6 Pembuatan Kurva Kalibrasi………. ... 41

3.10.7 Waktu Pengukuran……….. ... 41

3.10.8 Cara Pengambilan Contoh...41

3.10.9 Cara Uji...41

3.10.10 Rumus Perhitungan...………. ... 42

3.11 Teknik Pengolahan Data………... ... 42

3.12 Teknik Analisis Data………. ... 43

IV. HASIL PENELITIAN... ... 44

4.1 Gambaran Umum Peternakan Sapi PT. Prima Indo Mandiri... ... 44

4.2 Mekanisme Sistem Pembuangan Kotoran Sapi... ... 44

4.3 Kualitas Udara...45

4.4 Karakteristik Responden... .. ... 46

4.5. Riwayat Penyakit Responden... ... 48

4.6. Keluhan Saluran Pernapasan Responden... ... 48

4.7. Jenis Keluhan Saluran Pernapasan Responden...49

4.8. Keluhan Iritasi Mata...50

4.9. Jenis Keluhan Iritasi Mata Responden...51

4.10. Keluhan Saluran Pernapasan Berdasarkan Karakteristik Responden.... ... 52

4.10.1 Keluhan Saluran Pernapasan Berdasarkan Umur... ... 52

4.10.2 Keluhan Saluran Pernapasan Berdasarkan Jenis Kelamin... ... 53

4.10.3 Keluhan Saluran Pernapasan Berdasarkan Jam Kerja... ... 53

4.10.4 Keluhan Saluran Pernapasan Berdasarkan Masa Kerja... ... 54

4.10.5 Keluhan Saluran Pernapasan Berdasarkan Merokok... ... 55

4.10.6.Keluhan Saluran Pernapasan Berdasarkan Lama Kontak dengan Udara Peternakan... ... 55

4.11. Keluhan Iritasi Mata Berdasarkan Karakteristik Responden... 56

4.11.1 Keluhan Iritasi Mata Berdasarkan Umur... ... 56

4.11.2 Keluhan Iritasi Mata Berdasarkan Jenis Kelamin ... ... 57

4.11.3 Keluhan Iritasi Mata Berdasarkan Jam Kerja... ... 57

4.11.4 Keluhan Iritasi Mata Berdasarkan Masa Kerja... ... 58

4.12 Keluhan Terhadap Kebauan... ... 59

4.9.1 Bau Paling Menyengat... . ... 59

4.9.2 Responden yang Terganggu... . ... 59

V. PEMBAHASAN... ... 61

5.1 Karakteristik Responden... ... 61

5.2 Kandang dan Sanitasi Peternakan Sapi PT. Prima Indo Mandiri Sejahtera...63

5.2.1 Kandang...63

5.2.2 Sanitasi Kandang dan Lingkungan...64

(11)

5.4 Keluhan Saluran Pernapasan dan Iritasi Mata Pada Pekerja...67

VI. KESIMPULAN DAN SARAN... . ... 69

6.1 Kesimpulan... ... 69

6.2 Saran... ... 70

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Kualitas Udara di Peternakan Sapi PT. Prima Indo Mandiri Sejahtera Berastagi Sumatera Utara Tahun 2013

Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Suhu, Kecepatan Angin dan Kelembaban di Peternakan Sapi PT. Prima Indo Mandiri Sejahtera Berastagi Sumatera Utara Tahun 2013

Tabel 4.3 Distribusi Responden Berdasarkan Kelompok Umur, Jenis Kelamin, Jam Kerja, Masa Kerja, Riwayat Merokok dan Lama Kontak Dengan Udara Sekitar Peternakan Pada Pekerja di Peternakan Sapi PT. Prima Indo Mandiri Sejahtera Berastagi Tahun 2013

Tabel 4.4 Distribusi Responden Berdasarkan Riwayat TB Paru dan Asma Responden Pada Pekerja di Peternakan Sapi PT. Prima Indo Mandiri Sejahtera Berastagi Tahun 2013

Tabel 4.5 Distribusi Responden yang Memiliki Keluhan Saluran Pernapasan Pada Pekerja di Peternakan Sapi PT. Prima Indo Mandiri Sejahtera Berastagi Tahun 2013

Tabel 4.6 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Keluhan Saluran Pernapasan Pada Pekerja di Peternakan Sapi PT. Prima Indo Mandiri Sejahtera Berastagi Tahun 2013

Tabel 4.7 Distribusi Responden yang Memiliki Keluhan Iritasi Mata Pada Pekerja di Peternakan Sapi PT. Prima Indo Mandiri Sejahtera Berastagi Tahun 2013

Tabel 4.8 Distribusi Responden Berdasarkan Jenis Keluhan Iritasi Mata Pada Pekerja di Peternakan Sapi PT. Prima Indo Mandiri Sejahtera Berastagi Tahun 2013

Tabel 4.9 Tabulasi Silang Keluhan Saluran Pernapasan Berdasarkan Umur Pada Pekerja di Peternakan Sapi PT. Prima Indo Mandiri Sejahtera Berastagi Tahun 2013

(13)

Tabel 4.11 Tabulasi Silang Keluhan Saluran Pernapasan Berdasarkan Jam Kerja Pada Pekerja di Peternakan Sapi PT. Prima Indo Mandiri Sejahtera Berastagi Tahun 2013

Tabel 4.12 Tabulasi Silang Keluhan Saluran Pernapasan Berdasarkan Masa Kerja Pada Pekerja di Peternakan Sapi PT. Prima Indo Mandiri Sejahtera Berastagi Tahun 2013

Tabel 4.13 Tabulasi Silang Responden yang Merokok Berdasarkan Keluhan Saluran Pernapasan Pada Pekerja di Peternakan Sapi PT. Prima Indo Mandiri Sejahtera Berastagi Tahun 2013

Tabel 4.14 Tabulasi Silang Keluhan Saluran Pernapasan Berdasarkan Lama Kontak dengan Udara Peternakan Pada Pekerja di Peternakan Sapi PT. Prima Indo Mandiri Sejahtera Berastagi Tahun 2013

Tabel 4.15 Tabulasi Keluhan Iritasi Mata Berdasarkan Umur Pada Pekerja di Peternakan Sapi PT. Prima Indo Mandiri Sejahtera Berastagi Tahun 2013 Tabel 4.16 Tabulasi Silang Keluhan Iritasi Mata Berdasarkan Jenis Kelamin Pada

Pekerja di Peternakan Sapi PT. Prima Indo Mandiri Sejahtera Berastagi Tahun 2013

Tabel 4.17 Tabulasi Silang Keluhan Iritasi Mata Berdasarkan Jam Kerja Pada Pekerja di Peternakan Sapi PT. Prima Indo Mandiri Sejahtera Berastagi Tahun 2013

Tabel 4.18 Tabulasi Silang Keluhan Iritasi Mata Berdasarkan Masa Kerja Pada Pekerja di Peternakan Sapi PT. Prima Indo Mandiri Sejahtera Berastagi Tahun 2013

Tabel 4.19 Distribusi Responden Berdasarkan Bau yang Dirasakan Pekerja di Peternakan Sapi PT. Prima Indo Mandiri Sejahtera Berastagi Tahun 2013 Tabel 4.20 Distribusi Responden yang Terganggu Dengan Bau yang Dirasakan

(14)

DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Kuesioner

Lampiran 2. Master Data

Lampiran 3. Dokumentasi Penelitian

Lampiran 4. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 50 Tahun 1996 Lampiran 5. Permohonan Izin Penelitian

Lampiran 6. Hasil Uji Laboratorium

(15)

ABSTRAK

Peternakan sapi perah merupakan usaha yang masih berkembang di Indonesia. Peternakan sapi perah terbesar di Sumatera Utara adalah peternakan sapi PT. Prima Indo Mandiri Sejahtera yang terletak di Berastagi Kabupaten Karo. Peternakan sapi dapat menimbulkan masalah terhadap lingkungan, salah satunya adalah kualitas udara.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas udara dan keluhan iritasi mata serta keluhan saluran pernapasan pada pekerja di peternakan sapi PT. Prima Indo Mandiri Sejahtera, Berastagi, Sumatera Utara tahun 2013.

Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Populasi dalam penelitian ini adalah 41 orang pekerja dengan menggunakan total sampling.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas udara amoniak dan hidrogen sulfida di peternakan sapi PT. Prima Indo Mandiri Sejahtera belum melebihi tingkat baku mutu yang tercantum dalam KepMenLH No 50 Tahun 1996. Titik tertinggi pada pengukuran yang dilakukan berada di kandang anak sapi, yakni sebesar 0,2002 untuk NH3 dan 0,01289 untuk H2S. Ada 12 pekerja yang mengalami keluhan iritasi mata dan 15 pekerja yang mengalami keluhan saluran pernapasan.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah kualitas udara berupa NH3 dan H2S

belum melebihi batas baku mutu. Berdasarkan karakteristik pekerja berupa umur, jenis kelamin, jam kerja per hari, masa kerja, dan merokok, ada 15 pekerja yang memiliki keluhan saluran pernapasan dan 12 orang yang memiliki keluhan iritasi mata. Oleh karena itu disarankan kepada PT. Prima Indo Mandiri agar memberikan alat pelindung diri bagi pekerja pada saat berada di sekitar kandang sapi, meningkatkan kebersihan kandang dan melakukan pemantauan udara secara berkelanjutan.

(16)

ABSTRACT

Dairy farm is one of the businesses that are still developing in Indonesia. The largest dairy farm in Northern Sumatra, is the dairy farms of PT Prima Indo Mandiri Sejahtera in Berastagi Karo Regency. Dairy farms can cause problems for the environment, one of which is the quality of the air.

This research aims to know the air quality and complaint irritated eyes and respiratory tract complaints on the workers in the dairy farms of PT Prima Indo Mandiri Sejahtera, Berastagi, Indonesia by 2013

The type of research used is descriptive. Population in this research is 41 people workers that is used in total sampling.

The results showed that the air quality of ammonia and hydrogen sulfide in dairy farms of PT Prima Indo Mandiri Sejahtera did not exceeded the level of the quality standard specified in KepMenLH No 50 in 1996. The highest point on range performed in a cage, they are 0,2002 for NH3 and H2S to 0,01289.

Conclusion of this research is the quality of the air in the form of NH3 and H2S have not exceeded the quality standards. Based on the characteristics of workers are age, gender, work hours per day, working period, and smoking, there are 15 workers who have respiratory tract complaints and 12 people who have complaints of eye irritation. Therefore it's recommended to PT Prima Indo Mandiri Sejahtera to give self protective tools for workers at the nearby cow cages, improving the cleanliness of the cages and conduct air monitoring on an ongoing basis.

.

(17)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Usaha peternakan menurut Peraturan Pemerintah RI No. 6 Tahun 2013 adalah kegiatan usaha budidaya ternak untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industry, dan kepentingan masyarakat lainnya di suatu tempat tertentu secara terus menerus. Sedangkan Usaha dan/atau kegiatan peternakan sapi dan babi menurut Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 11 Tahun 2009 adalah usaha peternakan sapi dan babi yang dilakukan di tempat yang tertentu 3 serta perkembangbiakan ternaknya dan manfaatnya diatur dan diawasi oleh peternak-peternak. Adapun Perusahaan Peternakan (Peraturan Pemerintah RI No. 6 Tahun 2013) adalah orang perorangan atau korporasi, baik yang berbentuk badan hokum, yang didirikan dan berkedudukan dalam wilayah Republik Indonesia yang mengelola usaha peternakan dengan kriteria dan skala tertentu.

(18)

Menurut Soehadji (1992), limbah peternakan meliputi semua kotoran yang dihasilkan dari suatu kegiatan usaha peternakan baik berupa limbah padat dan cairan, gas, maupun sisa pakan. Limbah padat merupakan semua limbah yang berbentuk padatan atau dalam fase padat (kotoran ternak, ternak yang mati, atau isi perut dari pemotongan ternak). Limbah cair adalah semua limbah yang berbentuk cairan atau dalam fase cairan (air seni atau urine, air dari pencucian alat-alat). Sedangkan limbah gas adalah semua limbah berbentuk gas atau dalam fase gas.

Perkembangan pemeliharaan sapi perah yang semakin meningkat dapat mempengaruhi kualitas lingkungan. Salah satunya adalah kualitas udara yang dapat menurun karena pencemaran yang ditimbulkan oleh peternakan sapi tersebut. Beberapa gas pencemar yang dihasilkan dari peternakan sapi adalah ammonia, hidrogen sulfat, karbon dioksida, dan metan. Gas tersebut dapat menimbulkan gangguan umum melalui penyebaran bau tak sedap.

Hasil penelitian Baliarti et al. (1994) dalam Juniarto bahwa bau yang ditimbulkan oleh NH3 dan H2S dapat mencapai radius 50 m dari kandang sapi perah.

Seidi (1999) dalam Juniarto menyatakan bahwa gas NH3 adalah gas yang mudah

menguap ke udara. Konsentrasi NH3 di udara yang tinggi akan diserap oleh stomata

daun yang dapat mengakibatkan tanaman kekurangan kalsium. Hidrogen sulfide atau H2S merupakan gas yang dapat mencemari lingkungan. Hal ini dinyatakan oleh Saeni

(1989) dalam Putra, bahwa di atmosfir hydrogen sulfide akan bereaksi dengan oksigen membentuk air (H2O) dan sulfur dioksida (SO2) yang mempunyai pengaruh

(19)

sehingga akan membahayakan bagi orang yang mempunyai pernapasan peka terhadap SO2.

PT. Putra Indo Mandiri merupakan salah satu peternakan sapi di daerah Berastagi, Sumatera Utara. Peternakan sapi ini digagas sekitar bulan Oktober 2005. Peternakan sapi PT. Putra Indo Mandiri memiliki luas 12 hektar yang terdiri dari peternakan sapi perah, sapi potong dan area pertanian. Jumlah sapi yang dimiliki adalah 215 ekor dengan bobot badan sekitar 400 – 500 kg per ekor sapi.

Pengelolaan limbah ternak peternakan sapi PT. Putra Indo Mandiri masih berupa limbah basah yang ditampung dalam bak besar terlebih dahulu sebelum diangkut, sedangkan limbah cair akan langsung dialirkan ke kebun jeruk yang terdapat di lereng area peternakan sapi. Adapun penampungan limbah sementara memiliki jarak <100 m dari kandang lain, dimana menurut SK Dirjenak No. 776/kpts/DJP/ Deptan/1982, tempat penampungnan limbah harus memiliki jarak

>100 m dari kandang lain. Pengolahan limbah tersebut menyebabkan bau yang

sangat menyengat sehingga diperkirakan limbah telah mencemari udara sekitar peternakan dan menyebabkan penurunan kualitas udara di daerah tersebut. Selain dari limbah yang tidak diolah dengan baik, bau juga bisa berasal dari pakan ternak sapi tersebut. Meskipun tidak terdapat masyarakat yang bertempat tinggal di daerah sekitar, udara yang tercemar akan menyebabkan gangguan kesehatan pada pekerja di PT Putra Indo Mandiri.

1.2. Perumusan Masalah

(20)

udara dan keluhan iritasi mata serta keluhan saluran pernapasan pekerja di Peternakan Sapi PT. Prima Indo Mandiri, Berastagi, Sumatera Utara Tahun 2013

1.3. Tujuan

1.3.1. Tujuan umum

Untuk menganalisa kualitas udara di kawasan peternakan sapi PT. Prima Indo Mandiri terhadap keluhan saluran pernapasan dan keluhan iritasi mata pekerja. 1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui kadar NH3 dan H2S di kawasan peternakan PT. Prima Indo

Mandiri.

2. Untuk mengetahui karakteristik pekerja yang bekerja di PT. Prima Indo Mandiri. 3. Untuk mengetahui adanya keluhan saluran pernapasan pada pekerja di PT. Prima

Indo Mandiri.

4. Untuk mengetahui adanya keluhan iritasi mata pekerja di PT. Prima Indo Mandiri. 1.4. Manfaat

1. Memberi masukkan kepada pihak peternakan sapi PT. Prima Indo Mandiri

tentang dampak negatif akibat gas NH3 dan H2S terhadap pekerja.

2. Memberikan informasi pada pekerja tentang efek gas NH3 dan H2S terhadap

keluhan gangguan saluran pernapasan dan iritasi pada mata.

3. Menambah pengalaman dan wawasan berpikir bagi penulis yang berhubungan dengan analisis kualitas udara (NH3 dan H2S ) dan keluhan saluran pernapasan

(21)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Pencemaran Udara

Udara merupakan campuran mekanis dari bermacam – macam gas. Komposisi normal udara terdiri atas gas nitrogen 78,1%, oksigen 20,93%, dan karbondioksida 0,03%, sementara selebihnya berupa gas argon, neon, krypton, xenon, dan helium. Udara juga mengandung uap air, debu, bakteri, spora, dan sisa tumbuh – tumbuhan (Chandra, 2007)

Polusi atau pencemaran udara adalah dimasukkannya komponen lain ke dalam udara, baik oleh kegiatan manusia secara langsung atau tidak langsung maupun akibat proses alam sehingga kualitas udara turun sampai ketingkatan tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai peruntukannya. Setiap substansi yang bukan merupakan bagian dari komposisi udara normal disebut sebagai polutan ( Chandra, 2007).

Definisi pencemaran udara menurut Peraturan Pemerintah RI No. 41 Tahun 1999 mengenai Pengendalian Pencemaran Udara adalah masuknya atau dimasukkan zat, energi dan atau komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia sehingga mutu udara ambien turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak memenuhi fungsinya.

2.2 Sumber Pencemaran Udara

(22)

1. Sumber pencemaran yang berasal dari proses atau kegiatan alam. Contoh: kebakaran hutan, kegiatan gunung berapi, dan lainnya.

2. Sumber pencemaran buatan manusia (berasal dari kegiatan manusia). Contoh:

a. Sisa pembakaran bahan bakar minyak oleh kendaraan bermotor berupa gas CO,

CO2, NO, karbon, hidrokarbon, aldehide dan Pb.

b. Limbah industri : kimia, metalurgi, tambang, pupuk dan minyak bumi.

c. Sisa pembakaran dari gas alam, batubara, dan minyak, seperti asap, debu, dan sulfurdioksida.

d. Lain – lain, seperti pembakaran sisa pertanian, hutan, sampah, dan limbah reaktor

nuklir.

Pencemaran udara pada suatu tingkat tertentu dapat merupakan campuran dari satu atau lebih bahan pencemar, baik berupa padatan, cairan atau gas yang masuk terdispersi ke udara dan kemudian menyebar ke lingkungan. Kecepatan penyebaran ini tentu akan tergantung pada keadaan geografi dan meteorologi setempat (Wardhana, 2004).

2.3 Peternakan Sapi Perah Friesian Holstein

(23)

di tempat baru. Di Indonesia populasi bangsa sapi FH ini juga yang terbesar di antara bangsa – bangsa sapi perah yang lain (AAK, 1995).

Sapi Peranakan Friesian Holstein (PFH) merupakan hasil persilangan antara sapi FH dengan sapi lokal, dengan ciri – ciri yang hampir menyerupai FH tetapi produksi susu relatif lebih rendah dari FH dan badannya juga lebih kecil (Siregar, 1995). Hasil dari persilangan tersebut mempunyai sifat diantara kedua induknya, dimana pertambahan bobot badan cukup tinggi serta mampu beradaptasi dengan lingkungan tropis secara baik (Syarief dan Sumoprastowo, 1990).

2.4 Persyaratan Lokasi Ternak 2.4.1 Ketinggian dan Suhu Udara

Lokasi peternakan sapi perah bisa di dataran rendah (100-500 meter di atas permukaan laut) hingga dataran tinggi (lebih dari 500 meter di atas permukaan laut). Namun akan lebih baik peternakan sapi di dataran tinggi dengan suhu udara yang rendah. Semakin dingin suhu di peternakan sapi perah semakin baik. Salah satu alasannya, karena suhu dingin dapat menekan pertumbuhan bakteri pada susu yang telah diperah. Lokasi peternakan sapi perah yang baik adalah daerah dengan suhu rata – rata di bawah 300 C (Syarif, Erif K. & Bagus H., 2011).

2.4.2 Sumber Pakan Alami

(24)

yaitu pemilik lahan yang menanam rumput kemudian dibeli oleh peternak (Syarif, Erif K. & Bagus H., 2011).

2.4.3 Sumber Air Bersih

Jumlah kebutuhan air tergantung keadaan suhu lingkungan, bangsa ternak, tipe ternak, dan tipe pakan. Lebih tinggi suhu lingkungan akan lebih banyak kebutuhan airnya. Sapi perah akan memerlukan air lebih banyak daripada sapi pedaging. Demikian pula sapi yang sedang laktasi akan memerlukan air lebih tinggi daripada sapi muda kebiri (steer) atau sapi dara (heifer). Sapi yang diberika pakan kering akan memerlukan air minum yang lebih banyak daripada sapi yang diberikan pakan segar (Santosa, 1997).

Kebutuhan air per hari untuk sapi induk sekitar 3-12 gallon (13,5 – 55 liter). Untuk pedet yang digemukkan, kebutuhan air 6 – 18 gallon (27 – 82 liter). Kebutuhan air untuk sapi induk lebih sedikit dibandingkan pedet karena sapi induk juga menerima air yang berasal dari pakan (terdiri dari satu bagian bahan kering dan 6 bagian air) (Santosa, 1997).

2.5 Perkandangan

Perkandangan merupakan suatu lokasi atau lahan khusus yang diperuntukkan sebagai sentra kegiatan peternakan yang di dalamnya terdiri atas bangunan utama (kandang), bagunan penunjang (kantor, gudang pakan, kandang isolasi) dan perlengkapan lainnya (Sugeng, 1998). Kandang sapi terdiri dari kandang induk, kandang pedet, kandang pejantan, dan kandang isolasi.

(25)

perah antara lain : angin kencang, terik matahari, air hujan, suhu udara malam hari yang dingin, gangguan binatang buas, dan pencuri. Di samping banguna kandang ini memberi jaminan terhadap kesehatan dan kenyamanan hidup sapi, kandang juga sangat menunjang tata laksana. Tanpa kandang peternak sangat sulit melakukan kontrol, pemberian makan, pengawasan, memerah, memandikan, mengumpulkan kotoran, usaha higienisasi, dan lain sebagainya (AAK, 1995).

Persyaratan kandang menurut SK Dirjenak No. 776/kpts/DJP/ Deptan/1982,

yaitu :

(1) Kandang memenuhi daya tampung, antara lain luas lantai yang tidak termasuk jalur jalan dan selokan kandang sekurang-kurangnya 2 x 1,5 m persegi tiap ekor dewasa.

(2) Ventilasi dan pertukaran udara didalam kandang harus terjamin. Udara segar dapat masuk leluasa ke dalam kandang dan sebaliknya udara kotor harus dapat keluar dari kandang.

(3) Bangunan kandang mengikuti persyaratan teknis, ekonomis dan permanen atau semipermanen. Lantai kandang terbuat dari beton atau kayu yang tidak licin. Lantai miring ke arah saluran pembuangan yang mudah dibersihkan.

(26)

2.6 Macam – Macam Kandang 2.6.1 Kandang Sapi Induk

Kandang sapi induk dewasa, pada umumnya adalah kandang sapi konvensional, sehingga setiap induk akan memperoleh ruangan dengan ukuran yang sama, panjang 1,75 meter dan lebar 1,2 meter serta dilengkapi tempat makan dan minum, masing masing dengan ukuran 80 x 50 cm dan 50 x 40 cm. Pada kandang konvensional ini setiap ruangan dibatasi dinding penyekat berupa tembok, pipa air dan lain sebagainya (AAK, 1995).

2.6.2 Kandang Pedet (Anak Sapi)

Kandang sangat penting bagi pedet (anak sapi), terutama untuk anak sapi yang baru lahir, karena mempunyai fungsi untuk melindungi ternak dari keadaan lingkungan yang merugikan. Secara umum, kandang ada dua macam, yaitu sistem barak dan sistem individual (per ekor). Luas kandang sistem barak biasanya lebih besar dari sistem individual karena dalam sistem ini pedet bebas bergerak. Luas kandang barak biasanya sekitar 2,0m2 per ekor untuk bobot badan sekitar 140 kg, sedangkan luas kandang individual untuk bobot badan yang sama cukup 1,7 m2 per ekor. Dengan demikian, kebutuhan luas kandangnya untuk bobot badan tertentu dapat ditentukan. Misalnya, pedet dengan bobot badan 280 kg memerlukan kandang seluas 4,0 m2 per ekor untuk kandang barak atau 3,4 m2 per ekor untuk kandang individual (Santosa, 1997).

2.6.3 Kandang Pejantan

(27)

secara khusus, dengan ukuran lebih luas dari kandang induk dan konstruksinya lebih kuat. Sedangkan perlengkapan lainnya sama dengan kandang induk (AAK, 1995). 2.6.4 Kandang Isolasi

Kandang isolasi adalah kandang yang khusus untuk sapi – sapi yang menderita sakit. Kandang isolasi ini letaknya harus terpisah jauh dari kandang sapi – sapi yang sehat. Tujuannya adalah agar infeksi penyakit yang diderita tidak mudah menular pada kelompok sapi yang sehat, dan penderita sendiri tidak terganggu oleh kelompok sapi yang sehat (AAK, 1995).

2.7 Tipe Kandang

2.7.1 Kandang Tipe Tunggal (Monopitch)

Konstruksi kandang tipe ini memiliki bentuk atap tunggal atau terdiri satu baris kandang. Dengan demikian sapi yang ditempatkan di kandang ini mengikuti bentuk atap yang hanya satu baris (AAK,1995).

Ruangan kandang model monopitch dapat dibagi menjadi beberapa sekatan kandang (pen). Terdapat empat buah pen dasar yang dapat dipilih untuk dibangun sesuai keperluan, yaitu A, B, C, dan D. Pen A dan B sama – sama kandang individual, bedanya hanya terletak dimodelnya saja. Adapun pen C dan D berupa barak yang berisi lebih dari satu pedet (Santosa, 1997).

2.7.2 Kandang Tipe Ganda (Pitch Roof)

(28)

diberi gang sebagai jalan pada saat memberi makan atau pada saat melakukan pengawasan dan lain sebagainya. Sedangkan sapi yang ditempatkan saling bertolak belakang, maka dihadapan sapi harus disediakan gang pula (AAK, 1995).

2.8 Pengolahan Limbah

Menurut Soehardji (1992), limbah adalah semua buangan yang bersifat padat, cair maupun gas, sejalan dengan definisi tersebut maka limbah peternakan adalah semua buangan dari usaha peternakan yang bersifat padat, cair maupun gas. Pengolahan limbah adalah suatu upaya pengurangan volume, konsentrasi dan tingkat bahaya limbah dengan jalan pengolahan fisik, kimia, hayati atau gabungan antara ketiganya. Kegiatan pengolahan limbah merupakan salah satu cara untuk mengendalikan pencemaran limbah, namun kegiatan untuk mengurangi jumlah limbah yang keluar juga merupakan salah satu langkah yang akan membantu menurunkan beban pencemaran.

Menurut Soehadji. (1992), cara – cara pengolahan limbah yang dapat dilakukan terdiri dari :

1. Reduksi limbah pada sumberdaya yaitu upaya preventif mereduksi volume, konsentrasi atau tingkat bahaya limbah yang dihasilkan dengan cara memperbaiki proses produksi, operasi dan pemeliharaan.

3 Pemanfaatan limbah yang terdiri terdiri atas dua cara yaitu :

a. Penggunaan kembali (reuse) yaitu pemanfaatan limbah yang

(29)

b. Daur ulang (recycle) yaitu pemanfaatan kembali melalui proses fisika atau kimiawi. Daur ulang dapat melalui dua cara yaitu kembali ke proses semula menghasilkan produk lain.

2.10. Penanganan Limbah Kandang

1. Penyimpanan waktu singkat

Agar tidak perlu melakukan pembuangan pada akhir pekan atau musim hujan sebaiknya dibuat tempat penampungan sementara. Limbah setengah padat yang terdiri dari cukup sisa pakan dan alas lantai dibuang menggunakan garu lalu ditampung di bak kecil. Setelah penuh, limbah disebarkan ke padang rumput. Limbah yang lebih banyak mengandung air ditampung pada bak atau lubang yang lebih besar. Pembuatan lubang harus memperhatikan agar jangan sampai menjadi penampung air. Setelah itu baru limbah dipindahkan ke tempat penyimpanan yang lebih permanen dengan usaha mengurangi kandungan air yang terdapat didalamnya.

Tempat penampungan sementara membutuhkan biaya pembuatan murah dan sedikit tenaga kerja diperlukan untuk mengosongkannya. Hanya sayangnya kerja menjadi rutin dan terjadi kerusakan pada padang rumput dan struktur tanah.

2. Penyimpanan waktu lama

Seluruh limbah selama beberapa bulan dapat disimpan lama. Penampungannya dapat menggunakan silo menara atau bak rel.

a. Silo Menara

(30)

pengerakan tidak terlalu menjadi tebal. Kandungan alas dan lantai harus minimum. Dengan demikian, diperlukan pula tempat penyimpanan padatan lainnya. Silo menara dapat menyimpan limbah dalam kondisi campuran ideal dan penyebarannya dalam waktu optimum. Pembuatan silo menara mahal.

b. Bak rel

Rel disusun hingga menyerupai bak dapat digunakan menyimpan limbah. Lantainya dibuat miring. Limbah diletakkan dibagian yang tinggi sehingga cairan mengalir dan merembes celah-celah dinding. Cairan dikumpulkan dan disebarkan ke padang rumput. Setelah beberapa waktu, padatan dapat dipindah dan disebarkan.

c. Bak Tanah

Tanah digali sehingga membentuk bak tanah. Tanah galian digunakan lagi untuk membentuk dinding. Tanah digali dengan kedalaman 1,2 m dan dinding dibuat setinggi itu pula sehingga total ada 2,4 m. Dinding dibuat hati-hati jangan sampai mudah pecah.

Pada penyimpanan ini, bahan organik limbah dicerna oleh bakteri aerobik dan cenderung terjadi lapisan-lapisan limbah. Bahan berserat naik ke permukaan membentuk kerak tebal. Di bawahnya terdapat lapisan cairan bening. Paling bawah lumpur berpasir mengendap tenggelam.

(31)

mengalir. Cairan dapat dikeluarkan menggunakan pompa atau saluran pipa dan digunakan kembali. Padatan sisa mudah ditangani secara konvensional.

2.11. Komponen Pencemar Udara Terhadap Kebauan di Peternakan 2.11.1. Amoniak

Amoniak atau NH3 adalah salah satu senyawa nitrogen hasil transformasi

N-organik melalui proses amonifikasi (Jenie dan Rahayu, 1993). Amoniak bersifat racun, tidak berwarna, dapat menyebabkan karat pada beberapa bahan dan memiliki bau tajam yang khas. Menurut Davis dan Maston (2004), bentuk amoniak amat dipengaruhi oleh pH. Pada pH rendah atau netral, bentuk yang dihasilkan umumnya adalah ammonium (NH4+). Akan tetapi pada pH melebihi delapan, nitrogen yang

terbentuk adalah amoniak (NH3).

Amoniak berasal dari pendegradasian senyawa protein menjadi polipeptida yang kemudian dirombak kembali menjadi asam – asam amino. Enzim yang berperan dalam proses ini adalah enzim protease. Asam – asam amino yag terbentuk kemudian diubah menjadi amoniak melalui proses amonifikasi. Contoh mikroorganisme yang berperan dalam proses amonifikasi antara lain adalah Streptomyces coelicolor,

Rhizopus sp.,dan Bacillus subtilis. Enzim yang berperan dalam proses ini adalah aminase dan deaminase (Sutedjo et al., 1991).

2.11.2. Proses Pembentukan Amoniak

Sebagian besar nitrogen yang terdapat pada tanah berupa organik. Organik pertama dihasilkan dari biodegradasi hewan dan tumbuhan yang telah mati. Pada akhirnya akan dihidrolisis menjadi NH4+ dan kemudian akan dioksidasi menjadi NO3

(32)

komponen penting dalam menjaga kesuburan tanah. Nitrogen merupakan komponen yang penting dari protein dan materi penunjang untuk makhluk hidup. Nitrogen yang dibutuhkan untuk tumbuhan umumnya berbentuk ion nitrat (NO3-). Beberapa

tumbuhan seperti padi membutuhkan ammonium nitrogen. Ketika nitrogen berada dalam tanah dalam bentuk ammonium maka akan terjadi proses nitrifikasi oleh bakteri menjadi ion nitrat. Nitrat dari peternakan berasal dari pakan ternak yang kemudian menjadi NH3 atau NH4+ karena proses dekomposisi mikroba. Proses

dekomposisi terjadi karena nitrogen di dalam tubuh hewan bersifat racun. Pada perut hewan terdapat ruminan yang mengandung bakteri, bakteri ini mampu mereduksi ion nitrat menjadi ion nitrit (Manahan, 2005).

Kotoran hewan mengandung nitrogen amino. Hampir mendekati setengah dari urin hewan ternak mengandung nitrogen berbentuk gugus protein dan sebagian lainnya berbentuk urea. Pada proses degradasi, nitrogen amino akan dihidrolisis menjadi amoniak atau ion ammonium (Manahan, 2005).

2.11.3. Dampak Gas Amoniak Bagi Manusia

(33)

reaktifitas bronchial (hyperresponsiveness), inflamasi, batuk-batuk, susah bernapas, sesak napas, berkurangnya fungsi paru.

Pekerja dapat terpapar dengan amoniak dengan cara terhirup gas ataupun uapnya, tertelan, ataupun kontak dengan kulit, pada umumnya adalah melalui pernapasan (dihirup). Amoniak dalam bentuk gas sangat ringan, lebih ringan dari udara sehingga dapat naik dalam bentuk uap, lebih berat dari udara sehingga tetap berada di bawah (Imelda, 2007).

(34)

Efek yang ditimbulkan akibat pemaparan amoniak,

Tabel 2.1 Efek yang ditimbulkan akibat pemaparan amoniak

Konsentrasi Efek bagi manusia

0,5 – 1,0 ppm Bau mulai tercium

2,0 ppm Batas maksimal paparan kebauan di area permukiman secara terus – menerus (24 jam) Kepmen LH No. 50/MEN-LH/II/1996

25 ppm Merupakan nilai ambang batas yang dapat diterima (batas maksimal paparan di area kerja 8 jam, Surat Edaran Menaker No.02/MENAKER/1978

25 – 50 ppm Bau dapat ditandai, pada umumnya tidak menimbulkan dampak

50 – 100 ppm Mengakibatkan iritasi ringan pada mata, hidung dan tenggorokan, toleransi dapat terjadi dalam 1-2 minggu tanpa memberikan dampak

140 ppm Menimbulkan iritasi tingkat menengah pada mata, tidak menimbulkan dampak yang lebih parah selama kurang dari 2 jam

400 ppm Mengakibatkan iritasi tingkat menengah pada tenggorokan

500 ppm Merupakan kadar yang memberikan dampak bahaya langsung pada kesehatan

700 ppm Bahaya tingkat menengah pada mata 1000 ppm Dampak langsung pada jalan pernapasan 1700 ppm Mengakibatkan laryngospasm

2500 ppm Berakibat fatal setelah pemaparan selama setengah jam 2500 – 5000 ppm Mengakibatkan nekrosis dan kerusakan jaringan

permukaan jalan pernapasan, sakit pada dada, edema paru, dan bronchospasm

5000 ppm Berakibat fatal dapat mengakibatkan kematian mendadak

2.11.4. Hidrogen Sulfida

H2S dihasilkan oleh mikroorganisme dalam keadaan anaerob. H2S bersifat

racun, tidak berwarna, memiliki aroma yang tidak sedap, dan mudah terbakar. H2S

sering ditemukan pada kawasan pertambangan dan ketika terjadi ledakan gunung berapi (Lens dan Pol, 2000). Gas H2S dengan konsentrasi rendah dapat menyebabkan

(35)

menyebabkan sakit kepala, mual dan muntah, sampai pingsan, serta pada konsentrasi lebih dari seribu ppm akan menyebabkan kehilangan kesadaran sampai kematian (Jones et al., 2005).

2.11.5. Proses Pembentukan H2S

Hidrogen sulfida dibentuk dari reduksi bakteri sulfat dan dekomposisi kandungan sulfur organik pada kotoran dalam kondisi anaerob. Gas H2S merupakan

gas yang berwana lebih ringan dari pada udara, mudah larut dalam air dan mempunyai bau seperti telur busuk (Casey et al., 2006). Sulfur di dalam makhluk hidup berbentuk S- organik. Selanjutnya S- organik akan mengalami dekomposisi menjadi H2S. H2S kemudian dapat berubah menjadi sulfat. Melalui proses asimilasi

sulfat dapat berubah menjadi S- organik kembali. Sulfat juga dapat berubah menjadi H2S jika mengalami reduksi sulfat.

Menurut Imas (2001), mikroorganisme pengoksidasi sulfur dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu mikroorganisme kemoatutotrof (litotrof), fotoautotrof, dan kemoheterotraof. Bakteri litotrof yang dapat mengoksidasi sulfur adalah bakteri yang berasal dari genus Thiobacillus.

2.11.6. Dampak Gas H2S Pada Manusia

Gas H2S dengan konsentrasi rendah dapat menyebabkan iritasi pada mata dan

(36)

Ginanjar, 2005). Beberapa dampak negatif bagi manusia yang ditimbulkan oleh gas H2S dengan beberapa konsentrasi (ppm) dapat dilihat di Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Dampak negatif gas H2S bagi manusia

Konsentrasi Efek bagi manusia

0.03 ppm Bisa dicium. Aman dihirup dalam 8 jam.

4 ppm Bisa menyebabkan iritasi mata. Harus menggunakan masker karena bisa merusak metabolisme.

10 ppm Maksimum terhirup selama 10 menit. Bau membunuh dalam 3 sampai 15 menit. Menyebabkan gas mata dan luka pada tenggorokan. Bereaksi secara keras dengan campuran isi raksa gigi.

20 ppm Terhirup lebih dari satu menit menyebabkan beberapa kerusakan urat saraf mata.

30 ppm Hilang penciuman, kerusakan sampai darah ke otak diteruskan dengan kerusakan organ penciuman

100 ppm Kelumpuhan pernapasan dalam 30 sampai 45 menit. Pingsan dalam waktu singkat (maksimal 15 menit).

200 ppm Kerusakan mata serius dan kerusakan mata sampai pada saraf. Melukai mata dan tenggorokan.

300 ppm Kehilangan keseimbangan dan pikiran. Kelumpuhan pernapasan dalam 30 sampai 45 menit.

500 ppm Menimbulkan kelumpuhan dalam 3 sampai 5 menit. Dibutuhkan segera penyadaran buatan.

700 ppm Akan menimbulkan terhentinya napas dan kematian jika tidak segera ditolong. Kerusakan otak secara permanen jika tidak ada pertolongan cepat.

2.12. Dampak Pencemaran Udara Terhadap Gangguan Saluran Pernapasan 2.12.1. Anatomi Pernapasan

(37)

bersel goblet. Paru merupakan organ elastik berbentuk kerucut yang terletak dalam rongga toraks atau dada. Kedua paru saling terpisah oleh mediastum sentral yang di dalamnya terdapat jantung dan pembuluh darah besar. Setiap paru terdapat apeks dan basis. Jika arteri pulmonalis dan darah arteria bronkialis, bronkus, saraf, dan pembuluh limfe masuk ke setiap paru menunjukkan telah terjadi gangguan paru, yaitu terbentuknya hilus berupa akar paru. Paru kanan lebih besar dari paru kiri dan dibagi 3 lobus oleh fistrus interlobaris, sedangkan paru - paru kiri terbagi menjadi 2 lobus (Price dan Wilson,1994).

2.12.2. Mekanisme Pernapasan

Pernapasan adalah suatu proses yang terjadi secara otomatis walau dalam keadaan tertidur sekalipun, karena sistem pernapasan dipengaruhi oleh susunan saraf otonom. Menurut tempat terjadinya pertukaran gas maka pernapasan dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu pernapasan luar dan pernapasan dalam. Pernapasan luar adalah pertukaran udara yang terjadi antara udara dalam alveolus dengan darah dalam kapiler. Pernapasan dalam adalah pernapasan yang terjadi antara darah dalam kapiler dengan sel – sel tubuh. Masuk keluarnya udara dalam paru – paru dipengaruhi oleh perbedaan tekanan udara dalam rongga dada dengan tekanan udara di luar tubuh. Jika tekanan udara di rongga dada lebih besar, maka udara akan masuk. Sebaliknya, apabila tekanan udara dalam rongga dada lebih besar, maka udara akan keluar.

Sehubungan dengan organ yang terlibat dalam pemasukan udara (inspirasi) dan pengeluaran udara (ekspirasi) maka mekanisme pernapasan dibedakan menjadi dua macam, yaitu pernapasan dada dan pernapasan perut.

(38)

Pernapasan dada adalah pernapasan yang melibatkan otot antartulang rusuk. Mekanismenya dapat dibedakan sebagai berikut :

a. Fase inspirasi

Fase ini berupa berkontraksinya otot antartulang rusuk sehingga rongga dada mengembang. Pengembangan rongga dada menyebabkan volume paru – paru juga mengembang akibatnya tekanan dalam rongga dada menjadi lebih kecil daripada tekanan di luar sehingga udara luar yang kaya oksigen masuk.

b. Fase ekspirasi

Fase ini merupakan fase relaksasi atau kembalinya otot antartulang rusuk ke posisi semula yang diikuti oleh turunnya tulang rusuk sehingga rongga dada menjadi kecil. Rongga dada yang mengecil menyebabkan volume paru – paru juga mengecil sehingga tekanan di dalam rongga dada menjadi lebih besar daripada tekanan luar. Hal tersebut menyebabkan tekanan dalam rongga dada yang kaya karbon dioksida keluar.

2. Pernapasan Perut

Pernapasan perut merupakan pernapasan yang mekanismenya melibatkan aktifitas otot – otot diafragma yang membatasi rongga perut dan rongga dada. Mekanisme pernapasan perut dapat dibedakan menjadi dua fase, yakni :

a. Fase inspirasi

(39)

b. Fase ekspirasi

Fase ekspirasi merupakan fase relaksasi otot diafragma (kembali ke posisi semula) sehingga rongga dada mengecil dan tekanan udara di dalam paru – paru lebih besar daripada tekanan udara luar, akibatnya udara keluar dari paru – paru.

2.12.3. Gangguan Saluran Pernapasan

Saluran pernapasan adalah organ dimulai dari hidung sampai alveoli beserta organ adneks seperti sinus – sinus, rongga telinga tengah atau pleura. Gangguan saluran pernapasan adalah gangguan pada organ mulai dari hidung sampai alveoli serta organ – organ adneksnya seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura (Depkes RI, 1999).

Infeksi saluran pernapasan diartikan infeksi pada berbagai area saluran pernapasan termasuk hidung, telinga tengah, pharing, laring, trakea, bronchi dan paru (WHO, 1995). Sedangkan gangguan saluran pernapasan menurut Wardana (2001) adalah penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh adanya partikel atau debu yang masuk dan mengendap di dalam paru – paru dan polusi udara lainnya.

2.12.4. Gejala – gejala Gangguan Saluran Pernapasan a. Batuk

(40)

reseptor batuk. Selain itu, batuk juga dapat terjadi pada keadaan – keadaan psikogenik tertentu (Aditama, 1993).

Pada dasarnya mekanisme batuk dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase inspirasi, fase kompresi dan fase ekspirasi. Batuk biasanya bermula dari inhalasi sejumlah udara, kemudian glotis akan menutup dan tekanan di dalam paru akan meningkat yang akhirnya diikuti dengan pembukaan glotis secara tiba – tiba dan ekspirasi sejumlah udara dalam kecepatan tertentu (Rahmadani, 2011).

Fase inspirasi dimulai dengan inspirasi singkat dan cepat dari sejumlah besar udara, pada saat ini glottis secara refleks sudah terbuka. Volume udara yang diinspirasai sangat bervariasi jumlahnya, berkisar antara 200 sampai 3500 ml di atas kapasitas residu fungsional. Ada dua manfaat utama dihisapnya sejumlah besar volume ini. Pertama, volume yang besar akan memperkuat fase ekspirasi nantinya dan dapat menghasilkan ekspirasi yang lebih cepat dan lebih kuat. Manfaat kedua, volume yang besar akan memperkecil rongga udara yang tertutup sehingga pengeluaran sekret akan lebih mudah (Rahmadani, 2011).

(41)

Kemudian, secara aktif glotis akan terbuka dan berlangsung fase ekspirasi. Udara akan keluar dan menggetarkan jaringan saluran napas serta udara yang ada sehingga menimbulkan suara batuk yang kita ketahui. Arus udara ekspirasi yang maksimal akan tercapai dalam waktu 3050 detik setelah glotis terbuka, yang kemudian diikuti dengan arus yang menetap. Kecepatan udara yang dihasilkan dapat mencapai 16.000 sampai 24.000 cm per menit, dan pada fase ini dapat dijumpai pengurangan diameter trakea sampai 80% (Rahmadani, 2007).

b. Batuk darah

Batuk berdarah adalah batuk yang disertai darah. Jika darahnya sedikit dan tipis kemungkinan adalah luka lecet dari saluran napas, karena batuk yang terlalu kuat. Batuk berdarah dengan darah yang tipis dan sedikit bisa terjadi pada penderita maag kronis dimana maag penderita mengalami luka akibat asam lambung yang berlebih. Batuk berdarah dengan jumlah darah yang banyak biasanya terjadi pada penderita TB paru (tuberkulosis paru) yang sudah lama dan tidak diobati. Batuk berdarah pada penderita TBC merupakan suatu hal gawat darurat (emergency) karena dapat menyebabkan kematian dan harus mendapatkan pertolongan yang cepat. Pengobatan batuk berdahak adalah memberikan antibiotik, dicari penyebabnya jika karena TBC maka harus diberikan obat TBC, diberikan obat penekan batuk (Sani, 2007).

c. Sesak napas

(42)

yang menyerang saluran pernapasan. Penyakit yang bisa menyebabkan sesak napas sangat banyak sekali mulai dari infeksi, alergi, inflamasi bahkan keganasan.

Hal – hal yang bisa menyebabkan sesak napas antara lain : 1. Faktor psikis

2. Peningkatan kerja pernapasan

a. Peningkatan ventilasi (latihan jasmani, hiperkapnia, asidosis metabolik). b. Sifat fisik yang berubah (tahanan elastis paru meningkat, tahanan elastis

dinding paru meningkat, peningkatan tahanan bronchial). 3. Otot pernapasan yang abnormal

a. Penyakit otot (kelemahan otot, kelumpuhan otot, distrofi). b. Fungsi mekanis otot berkurang.

Dispnea atau sesak napas bisa terjadi dari berbagai mekanisme seperti jika ruang fisiologi meningkat maka akan dapat menyebabkan gangguan pada pertukaran gas antara O2 dan CO2 sehingga menyebabkan kebutuhan ventilasi makin meningkat

sehingga terjadi sesak napas. Pada orang normal ruang mati ini hanya berjumlah sedikit dan tidak terlalu penting, namun pada orang dalam keadaan patologis di saluran pernapasan maka ruang mati akan meningkat.

(43)

satunya adalah digantinya jaringan paru dengan jaringan ikat fibrosa akibat inhalasi asbeston atau iritan yang sama.

d. Nyeri dada

Salah satu bentuk nyeri dada yang paling sering ditemukan adalah angina pectoris yang merupakan gejala penyakit jantung koroner dan dapat bersifat progresif serta menyebabkan kematian, sehingga jenis nyeri dada ini memerlukan pemeriksaan yang lebih lanjut dan penanganan yang serius.

e. Sakit tenggorokan

Radang tenggorokan adalah infeksi pada tenggorokan (tekak) dan kadangkala amandel. Penyebab lainnya diantaranya adalah adanya polusi udara, alergi musiman dan merokok. Perubahan cuaca dan alergi musiman adalah penyebab yang paling sering terjadi. Terutama banyak terjadi pada anak – anak dan infeksi ini disebarkan melalui orang ke orang (person to person contact).

(44)

2.13. Dampak Pencemaran Udara Terhadap Iritasi Mata 2.13.1. Anatomi Mata

Mata manusia berbentuk bulat lonjong, berdiameter 2,5 cm (sebesar bola golf). Bagian depan dari mata dilindungi oleh membrane tipis dan transparan yang disebut konjungtiva. Membran berfungsi untuk melindungi kornea mata.

Pada konjungtiva mengalir air mata yang dihasilkan oleh kelenjar mata. Cairan air mata berguna untuk menjaga kelembapan mata. Pada cairan air mata terdapat suatu enzim yang disebut lisozim, yang dapat membunuh bakteri. Selain itu, cairan air mata juga berguna untuk membersihkan mata saat berkedip. Kelopak mata, alis mata, dan bulu mata mencegah masuknya kotoran (debu) dari udara atau keringan dari kepala (dahi).

Mata tersusun dari tiga lapisan, yaitu sclera, koroid, dan retina. 1. Sklera

Sklera merupakan lapisan terluar mata yang berwarna putih. Sebagian besar sclera dibangun oleh jaringan fibrosa. Pada bagian sklera terdapat kornea, yaitu bagian mata yang transparan dan tersusun dari selaput kolagen. Kornea dapat dianggap sebagai jendela mata.

2. Koroid

(45)

pigmen pada irirs. Iris berfungsi mengatur ukuran pupil atau banyaknya cahaya yang masuk ke mata.

3. Retina

Retina adalah bagian saraf mata, tersusun atas sel – sel saraf dan serat – seratnya. Sel – sel saraf bentuk batang dan kerucut. Sel saraf bentuk batang sangat peka cahaya tetapi tidak dapat membedakan warna, sedangkan sel saraf kerucut kurang peka cahaya tetapi dapat membedakan warna. Sel saraf bentuk batang tersebar sepanjang retina sedangkan sel saraf kerucut terkonsentrasi pada fofea dan mempunyai hubungan tersendiri dengan saraf optik.

2.13.2. Mekanisme Penglihatan

Proses kerja mata manusia diawali dengan masuknya cahaya melalui bagian kornea, yang kemudia dibiaskan oleh aquerus humour kea rah pupil. Pada bagian pupil, jumlah cahaya yang masuk ke dalam mata dikontrol secara otomatis, dimana untuk jumlah cahaya yang banyak, bukaan pupil akan mengecil sedangkan untuk jumlah cahaya yang sedikit bukaan pupil akan membesar.

(46)

misalnya pada malam hari. Sedangkan sel saraf kerucut bekerja untuk penglihatan dalam suasana terang misalnya pada siang hari (Mendrofa, 2003 dalam Hasty, 2009).

2.13.3. Iritasi mata

Iritasi mata bisa disebabkan oleh asap, asap atau debu di udara atau produk pembersih rumah tangga atau produk perawatan pribadi, seperti sampo atau sabun yang masuk mata. Memakai lensa kontak berkepanjangan juga menyebabkan iritasi yang menghasilkan mata merah. Alergi adalah penyebab yang sangat umum dari mata merah, dapat bersifat lokal, seperti reaksi alergi terhadap riasan mata, atau lebih umum, seperti demam . Penyebab umum lainnya mata merah adalah Blepharitis (radang kelopak mata margin), Konjungtivitis (radang permukaan mata), menangis, atau kelelahan. Kurang tidur dan reaksi alergi dari bulu hewan juga merupakan penyebab terjadinya mata merah.

2.13.4. Gejala - gejala iritasi mata 1. Mata merah

Mata akan terlihat merah bila selaput putih mata yang ditutupi oleh selaput lender tertutup oleh pembuluh darah ataupun darah. Pembuluh darah selaput lendir mata akan menjadi nyata atau melebar bila terjadi peradangan selaput lendir (konjungtivitis), peradangan selaput bening mata (keratitis), radang selaput hitam mata, peninggian tekanan bola mata mendadak, pecahnya pembuluh darah selaput lendir (hematoma subkonjungtiva) (Ilyas, 1989).

2. Mata berair

(47)

mata dan turun melewati bagian hidung. Tapi jika sistem aliran ini terhambat oleh sesuatu, akan menyebabka air mata menumpuk sehingga mata terus berair.

Banyak penyebab mata berair seperti kelelahan, sindrom mata kering, adanya infeksi di kelopak mata akibat debu, asap, bahan kimia, atau allergen lain. Keluhan mata berair sering ditemukan pada pasien usia lanjut dengan udara dingin atau panas, emosi, benda asing di kornea, erosi kornea, kelainan fungsi ekskresi lakrimal, kelelahan mata atau astenopia, radang kornea dan iris, glaukoma dan konjungtivitis (Ilyas, 2008).

3. Mata gatal

Setiap peradangan selaput lendir mata akan memberikan rasa gatal yang berat. Rasa gatal yang berat biasanya ditimbulkan oleh reaksi alergi selaput lendir mata. Radang alergi dan radang lainnya pada selaput lendir akan memberikan rasa gatal disertai dengan keluhan adanya belek atau kotoran mata (Ilyas, 2008).

4. Mata kotor atau belek

(48)

2.11 Kerangka Konsep

Berdasarkan latar belakang dan penelusuran pustaka, maka dapat digambarkan kerangka konsep sebagai berikut :

Kualitas udara (kebauan) :

- NH3 - H2S

- KepMenLH No. 50 Tahun 1996

Keluhan gangguan saluran pernapasan : - Batuk

- Batuk darah - Nyeri dada

- Sakit tenggorokan - Sesak napas

Karakteristik pekerja : - Umur

- Jenis kelamin - Jam kerja perhari - Masa kerja - Merokok

Keluhan iritasi mata : - Mata merah - Mata berair - Mata gatal - Mata kotor Sanitasi

(49)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian bersifat deskriptif, yaitu untuk mengetahui kualitas udara dan keluhan iritasi mata serta gangguan pernapasan pada pekerja di peternakan sapi PT. Prima Indo Mandiri Berastagi Sumatera Utara Tahun 2013.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di peternakan sapi PT. Prima Indo Mandiri Berastagi, Sumatera Utara. Adapun alasan penulis memilih lokasi tersebut sebagai tempat penelitian adalah karena :

1. Peternakan Sapi PT. Prima Indo Mandiri merupakan salah satu peternakan sapi terbesar di Berastagi.

2. Peternakan Sapi PT. Prima Indo Mandiri Belum memiliki pengolahan limbah cair

yang dapat mengurangi gas berbahaya yang disebabkan oleh limbah ternak. 3. Adanya pekerja yang bekerja di Peternakan Sapi PT. Prima Indo Mandiri yang

setiap hari berada dilokasi peternakan tersebut. 3.2.2. Waktu Penelitian

(50)

3.3. Metode Pengumpulan Data 3.3.1. Data Primer

Melalui observasi lapangan, pengukuran kualitas udara dan melakukan wawancara kepada pekerja dengan bantuan kuesioner.

3.3.2. Data Sekunder

Diperoleh dari Badan Lingkungan Hidup, dan data dari PT. Prima Indo Mandiri.

3.4. Parameter dan Subjek Penelitian 3.4.1. Parameter Penelitian

Adapun parameter yang diukur dalam penelitian adalah hidrogen sulfida (H2S) dan amoniak (NH3) dengan pertimbangan tingginya tingkat kebauan udara di

peternakan sapi PT. Prima Indo Mandiri Berastagi. 3.4.2. Subjek Penelitian

Adapun subjek penelitian ini adalah :

1. Pekerja atau karyawan yang bekerja di peternakan sapi PT. Prima Indo Mandiri

Berastagi

2. Kualitas udara yang akan diambil di 5 titik yaitu berada di tempat para karyawan

(51)

3.5. Populasi dan Sampel 3.5.1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh karyawan yang bekerja di peternakan sapi PT. Prima Indo Mandiri Berastagi, yang berjumlah 41 orang.

3.5.2. Sampel

Arikunto (2006) , apabila sampelnya kurang dari 100 lebih baik diambil semua, sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Jadi, jumlah sampel pada penelitian ini yaitu seluruh karyawan yang bekerja di peternakan sapi PT. Prima Indo Mandiri Berastagi, yang berjumlah 41 orang.

3.6. Titik Pengambilan Sampel

Titik pengambilan sampel dilakukan di kandang sapi induk, kandang sapi pedet (anak sapi), mess karyawan dan di depan ruang kantor karyawan peternakan sapi PT. Prima Indo Mandiri Berastagi.

3.7. Definisi Operasional

1. Kualitas udara adalah ada atau tidaknya bahan polutan udara di sekitar peternakan sapi yang terdiri dari hidrogen sulfida dan amoniak

2. Amoniak (NH3) adalah salah satu gas pencemar udara yang terdapat di peternakan

sapi yang tidak berwarna dengan titik didih 33,5 0C. Nilai baku mutu yang diperbolehkan berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 50 Tahun 1996 tentang baku mutu tingkat kebauan adalah 2,0 ppm.

3. Hidrogen sulfida (H2S) adalah salah satu gas pencemar udara yang terdapat di

(52)

berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 50 Tahun 1996 tentang baku tingkat kebauan adalah 0,02 ppm.

4. Melebihi baku mutu adalah apabila kualitas udara yang diukur melebihi dari nilai ambang batas yang diatur oleh Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 50 Tahun 1996 tentang baku tingkat kabauan.

5. Keluhan iritasi pada mata yang didasarkan pada subjektifitas yang dirasakan responden berupa mata merah, mata berair, mata gatal dan mata kotor atau belek. 6. Keluhan gangguan saluran pernapasan yang didasarkan pada subjektifitas yang

dirasakan responden berupa batuk, batuk darah, nyeri dada, sakit tenggorokan dan sesak napas.

3.8. Aspek Pengukuran

3.8.1. Kadar Hidrogen Sulfida dan Amoniak

Mengukur kadar partikel debu di udara dengan menggunakan alat Impinger Gas Sampler. Hasil pengukuran yang diperoleh dibandingkan dengan Keputusan Mentri Lingkungan Hidup No. 50 Tahun 1990 mengenai baku tingkat kebauan H2S

sebesar 0,02 ppm dan NH3 sebesar 2,0 ppm.

3.8.2. Keluhan Iritasi Mata

Untuk mengetahui keluhan iritasi mata, dilakukan dengan kuesioner dengan pengkategoriannya sebagai berikut :

1. Terjadi keluhan iritasi mata jika responden mengatakan adanya salah satu keluhan

(53)

2. Tidak terjadi gangguan pernapasan jika responden tidak mengatakan adanya salah satu keluhan mata merah, mata berair, mata gatal dan mata kotor atau belek saat pengambilan data.

3.8.3. Keluhan Saluran Pernapasan

Untuk mengetahui keluhan saluran pernapasan, dilakukan dengan kuesioner dengan pengkategoriannya sebagai berikut:

1. Terjadi keluhan saluran pernapasan jika responden mengatakan adanya salah satu

keluhan batuk, batuk berdahak, batuk berdarah, flu, sesak nafas, nyeri dada atau sakit tenggorokan saat pengambilan data.

2. Tidak terjadi keluhan saluran pernapasan jika responden tidak mengatakan

adanya salah satu keluhan batuk, batuk berdahak, batuk berdarah, flu, sesak napas, nyeri dada, atau sakit tenggorokan saat pengambilan data.

3.8.4. Sanitasi lingkungan peternakan

Untuk mengetahui sanitasi lingkungan di peternakan sapi PT. Prima Indo Mandiri Sejahtera.

3.9. Pengukuran Kadar H2S 3.9.1. Metode

Pengukuran kadar H2S dengan menggunakan metode Methylen Blue.

(54)

5. Spektrofotometer 6. Pipet volume 10 ml 3.9.3. Bahan Regensia

1. Pereaksi penyerap : 4,3 gr CdSO4, 8 H2O ditambah 0,3 gr NaOH dilarutkan dalam

air suling, sampai 1 liter.

2. Larutan induk H2SO4 – Amin : 12 gr NN dimethyl penylen diamin hidroksida

yang dilarutkan dalam campuran dingin dari 50 ml H2SO4 dalam 30 ml air suling.

3. Larutan uji amin : encerkan 2,5 ml larutan induk menjadi 100 ml dengan H2SO4

dengan perbandingan 1 : 1 (50 ml H2SO4 : 50 ml air suling).

4. Laruta feri klorida (FeCl3) 100 % : 10 gr FeCl3 6 H2O dilarutkan dengan air

suling sampai menjadi 10 ml. 5. Larutan amino fosfat

Larutkan 400 gr Amonium fosfat (NH4)2 HPO4 dengan aquades sampai 1 liter.

6. Larutan induk sulfide : 0,3 gr larutan Na2S anhidrat dilarutkan dengan NaOH 0,1

M yang baru dibuat (0,4 gr NaOH dalam 100 ml air suling) ditambah 100 ml dalam labu ukur.

7. Larutan sediaan : 1 ml larutan induk sulfida dilarutkan dengan air suling dalam

labu ukur sampai menjadi 100 ml. 3.9.4. Waktu Pengukuran

Waktu pengambilan contoh 30 menit dengan waktu pengukuran dalam satu hari.

3.9.5. Prosedur Pengambilan Contoh

(55)

2. Rangkai midget impinger dengan pompa hisap. Hisap udara selam 30 menit dengan laju alir 1,5 l/menit.

3. Setelah pengambilan contoh selesai, simpan dalam termos pendingin. 3.9.6. Pembuatan Kurva Kalibrasi

1. Masukkan 10 ml pereaksi penyerap ke dalam labu ukur 25 ml. Masing – masing

berisi larutan sediaan 0 ml, 1 ml, 2 ml, 3 ml.

2. Tambahkan 1,5 ml larutan uji Amin, kemudian kocok.

3. Tambahkan 1 tetes larutan FeCl3 (jika timbul warna kuning + Amonium phosphat

tetes demi tetes sampai warna hilang (40 gr (NH4)2 HPO4 dalam 100 ml AS))

encerkan dengan air suling sampai tanda batas dan diamkan selama 10 menit. 4. Baca absorbansi dengan λ = 670 nm.

5. Buat kurva kalibrasi yang menyatakan absorbansi dengan konstanta sulfide. 3.9.7. Cara Uji

1. Ambil 10 ml contoh dari midget impinger (suhu kamar) masukkan ke dalam labu ukur 25 ml.

2. Tambahkan 1,5 ml larutan uju Amin , kocok.

3. Tambahkan 1 tetes FeCl3 (jika timbul warna kuning + amonium phosphat tetes

demi tetes sampai warna kuning hilang). Encerkan sampai tanda batas dan diamkan selama 30 menit.

4. Baca absorbansi dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 670 nm 3.9.8. Rumus Perhitungan

H2S (ppm) = ����������

(µ�/�³) ����� ����� � ����� �

�1

(56)

Keterangan :

Faktor konversi H2S 1µg/l = 0,71 ppm

V1 = Volume dalam midget V2 = Volume yang diambil 3.10. Pengukuran Kadar Amoniak 3.10.1. Metode

Pengukuran kadar amoniak menggunaka metode Nessler. 3.10.2. Peralatan

1. Midget impinger 2. Pompa hisap 3. Flow meter 3.10.3. Bahan Regensia 1. Reaksi penyerap

Buatlah larutan penyerap H2SO4 1 U dengan cara mengambil 2,78 ml H2SO4

encerkan dengan aquadest sehingga menjadi 100 ml. Larutan dibuat lagi menjadi H2SO4 0,01 N dengan cara mengambil 5 ml larutan H2SO4 1 N encerkan dengan

aquadest sampai 500 ml. 2. Larutan Nessler

a. 10 gr HgI2 ditambah 7 gr KI dilarutkan dalam 50 ml aquadest.

b. 16 gr NaOH dilarutkan dalam 20 ml aquadest.

Larutan b dimasukkan perlahan ke dalam larutan a, aduk sampai merata dan tambahkan 100 ml dengan aquadest bebas NH3. Larutan ini disimpan dalam

(57)

3.10.4. Larutan Baku NH3

Timbang 0,31471 gr NH4Cl dan larutkan dengan 50 ml aquadest pindahkan

secara kuantitatif ke dalam labu ukur sampai 100 ml. 3.10.5. Larutan Sediaan NH3

- Ambil 1 ml larutan baku ke dalam labu takar 100 ml encerkan dengan pereaksi penyerap sampai tanda batas (1 ml : 10 µg NH3).

3.10.6. Pembuatan Kurva Kalibrasi

1. Ambil larutan sediaan 0 ml , 1 ml, 2 ml, 3 ml, 4 ml masukkan ke dalam labu ukur 25 ml, tambah pereaksi penyerap sampai tanda batas.

2. Tambahkan 1 ml reagen nessler, tutup, kocok, simpan di tempat gelap selama 20 menit.

3. Baca absorbansi pada λ = 440 nm.

4. Buat kurva kalibrasi yang menyatakan hubungan absorbansi dengan konsentrasi NH3.

3.10.7. Waktu Pengukuran

24 jam dengan interval waktu 6 jam, masing – masing 1 interval diambil 30 menit dianjurkan mulai dari jam 08.00.

3.10.8. Cara Pengambilan Contoh

1. Ambil 50 ml pereaksi penyerap masukkan ke dalam midget impinger.

2. Rangkai midget impinger dengan pompa hisap selama 30 menit dengan laju aliran 30 ml / menit.

(58)

3.10.9. Cara Uji 1. Atur pH larutan 7,4

2. Ambil 10 ml contoh, masukkan dalam labu ukur 25 ml + aquadest NH3 sampai

tanda batas

3. Tambah 1 ml reagen Nessler, tutup, kocok, simpan di tempat gelap selama 20

menit

4. Baca absorbansi pada λ = 440 nm

3.10.10. Rumus Perhitungan

Kadar NH3 (ppm) = = ����������

(µ�/�³) ���������������� �

�1

�2 � faktor konversi Keterangan :

V1 = Volume di midget V2 = Volume yang diambil

Faktor konversi = µgr/m3NH3 = 1,47 . 10-3 ppm

3.11. Teknik Pengolahan Data

Data yang dikumpulkan kemudian diolah dengan cara: 1. Editing

Memeriksa data terlebih dahulu apakah telah sesuai seperti yang diharapkan, misalnya memeriksa kelengkapan, kesinambungan dan keseragaman data.

2. Koding

(59)

3. Tabulasi

Mengelompokkan data dalam suatu tabel tertentu menurut sifat – sifat yang dimilikinya sesuai dengan tujuan penelitian.

4. Cleaning

Yaitu kegiatan pengecekan kembali data yang sudah dientri apakah ada kesalahan atau tidak saat memasukkan data ke komputer.

3.12. Teknik Analisis Data

Gambar

Tabel 2.1 Efek yang ditimbulkan akibat pemaparan amoniak
Tabel 2.2 Dampak negatif gas H2S bagi manusia
Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Kualitas Udara di Peternakan Sapi PT. Prima Indo Mandiri Sejahtera Berastagi Sumatera Utara Tahun 2013
Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Suhu, Kecepatan Angin dan Kelembaban di
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kegiatan pendidikan dan pengajaran yang pertama kali dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW di rumah al- Arqam (Dar al-Arqam) di Mekkah, dapat di sebut sebagai majelis

Bahan baku kelapa 10882,6kg dan air 10882,6kg dari proses awal santan dihasilkan dilanjutkan proses pemisahan antara skim dan krim,krim yang telah dipisahkan dimasukkan

Penelitian ini merupakan penelitian lapangan, peneliti melakukan penelusuran yang berkaitan dengan bagaimana respon masyarakat terhadap pendidikan Madrasah Diniyah

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan biourine sapi, pupuk kandang sapi dan pupuk Petroganik berpengaruh nyata pada jumlah anakan, jumlah daun, luas daun, indeks luas

Penelitian ini bertujuan (1) mendeskripsikan dampak revitalisasi Pasar Tradisional Kecamatan Muntok Kabupaten Bangka Barat terhadap Konsumen dan Pedagang,

Kepala madrasah beserta rekan-rekan kerja yang terlibat, saya rasa memiliki perhatian yang lebih terhadap perkembangan mutu pendidikan yang ada disekolah

Data sekunder tersebut berupa laporan keuangan yang lengkap untuk mendeteksi semua variabel dari perusahaan manufaktur yang go public yang terdaftar pada Bursa Efek

Program Capacity Building Indonesia untuk Negara Anggota Melanesian Spearhead Group diselenggarakan di SUPM Negeri Waiheru Ambon pada tanggal 1 Oktober 2014 yang