• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.11. Komponen Pencemar Udara Terhadap Kebauan di Peternakan 1. Amoniak

Amoniak atau NH3 adalah salah satu senyawa nitrogen hasil transformasi N-organik melalui proses amonifikasi (Jenie dan Rahayu, 1993). Amoniak bersifat racun, tidak berwarna, dapat menyebabkan karat pada beberapa bahan dan memiliki bau tajam yang khas. Menurut Davis dan Maston (2004), bentuk amoniak amat dipengaruhi oleh pH. Pada pH rendah atau netral, bentuk yang dihasilkan umumnya adalah ammonium (NH4+). Akan tetapi pada pH melebihi delapan, nitrogen yang terbentuk adalah amoniak (NH3).

Amoniak berasal dari pendegradasian senyawa protein menjadi polipeptida yang kemudian dirombak kembali menjadi asam – asam amino. Enzim yang berperan dalam proses ini adalah enzim protease. Asam – asam amino yag terbentuk kemudian diubah menjadi amoniak melalui proses amonifikasi. Contoh mikroorganisme yang berperan dalam proses amonifikasi antara lain adalah Streptomyces coelicolor,

Rhizopus sp.,dan Bacillus subtilis. Enzim yang berperan dalam proses ini adalah aminase dan deaminase (Sutedjo et al., 1991).

2.11.2. Proses Pembentukan Amoniak

Sebagian besar nitrogen yang terdapat pada tanah berupa organik. Organik pertama dihasilkan dari biodegradasi hewan dan tumbuhan yang telah mati. Pada akhirnya akan dihidrolisis menjadi NH4+ dan kemudian akan dioksidasi menjadi NO3 -oleh bakteri yang ada pada tanah. Nitrogen yang terikat pada tanah humus merupakan

komponen penting dalam menjaga kesuburan tanah. Nitrogen merupakan komponen yang penting dari protein dan materi penunjang untuk makhluk hidup. Nitrogen yang dibutuhkan untuk tumbuhan umumnya berbentuk ion nitrat (NO3-). Beberapa tumbuhan seperti padi membutuhkan ammonium nitrogen. Ketika nitrogen berada dalam tanah dalam bentuk ammonium maka akan terjadi proses nitrifikasi oleh bakteri menjadi ion nitrat. Nitrat dari peternakan berasal dari pakan ternak yang kemudian menjadi NH3 atau NH4+ karena proses dekomposisi mikroba. Proses dekomposisi terjadi karena nitrogen di dalam tubuh hewan bersifat racun. Pada perut hewan terdapat ruminan yang mengandung bakteri, bakteri ini mampu mereduksi ion nitrat menjadi ion nitrit (Manahan, 2005).

Kotoran hewan mengandung nitrogen amino. Hampir mendekati setengah dari urin hewan ternak mengandung nitrogen berbentuk gugus protein dan sebagian lainnya berbentuk urea. Pada proses degradasi, nitrogen amino akan dihidrolisis menjadi amoniak atau ion ammonium (Manahan, 2005).

2.11.3. Dampak Gas Amoniak Bagi Manusia

Suatu studi yang dilakukan oleh Hederik et. al (2000) pada petani yang bekerja pada tempat penyimpanan ternak, pada penelitian ini dilakukan pengukuran kadar amoniak, debu total, debu yang dapat dihirup, karbondioksida, endotoksin total, endotoksin yang dapat dihirup, jamur dan bakteri. Dari kesemua itu yang paling berhubungan dengan peningkatan gangguan pernapasan adalah amoniak dan debu dan gangguan pernapasan berkurang pada saat pemaparan dihilangkan. Kadar amoniak berkisar 1.60 mg/m3 dan debu 2.63 mg/m3. Efek pernapasan berupa

reaktifitas bronchial (hyperresponsiveness), inflamasi, batuk-batuk, susah bernapas, sesak napas, berkurangnya fungsi paru.

Pekerja dapat terpapar dengan amoniak dengan cara terhirup gas ataupun uapnya, tertelan, ataupun kontak dengan kulit, pada umumnya adalah melalui pernapasan (dihirup). Amoniak dalam bentuk gas sangat ringan, lebih ringan dari udara sehingga dapat naik dalam bentuk uap, lebih berat dari udara sehingga tetap berada di bawah (Imelda, 2007).

Gejala yang ditimbulkan akibat terpapar dengan amoniak tergantung pada jalan terpaparnya, dosis, dan lama pemaparannya. Gejala – gejala yang dialami dapat berupa mata berair dan gatal, hidung iritasi, gatal dan sesak, iritasi tenggorokan, kerongkongan dan jalan pernapasan terasa panas dan kering, batu – batuk. Pada dosis tinggi dapat mengakibatkan kebutaan, kerusakan paru – paru, bahkan kematian (Imelda, 2007).

Efek yang ditimbulkan akibat pemaparan amoniak,

Tabel 2.1 Efek yang ditimbulkan akibat pemaparan amoniak

Konsentrasi Efek bagi manusia

0,5 – 1,0 ppm Bau mulai tercium

2,0 ppm Batas maksimal paparan kebauan di area permukiman secara terus – menerus (24 jam) Kepmen LH No. 50/MEN-LH/II/1996

25 ppm Merupakan nilai ambang batas yang dapat diterima (batas maksimal paparan di area kerja 8 jam, Surat Edaran Menaker No.02/MENAKER/1978

25 – 50 ppm Bau dapat ditandai, pada umumnya tidak menimbulkan dampak

50 – 100 ppm Mengakibatkan iritasi ringan pada mata, hidung dan tenggorokan, toleransi dapat terjadi dalam 1-2 minggu tanpa memberikan dampak

140 ppm Menimbulkan iritasi tingkat menengah pada mata, tidak menimbulkan dampak yang lebih parah selama kurang dari 2 jam

400 ppm Mengakibatkan iritasi tingkat menengah pada tenggorokan

500 ppm Merupakan kadar yang memberikan dampak bahaya langsung pada kesehatan

700 ppm Bahaya tingkat menengah pada mata 1000 ppm Dampak langsung pada jalan pernapasan 1700 ppm Mengakibatkan laryngospasm

2500 ppm Berakibat fatal setelah pemaparan selama setengah jam 2500 – 5000 ppm Mengakibatkan nekrosis dan kerusakan jaringan

permukaan jalan pernapasan, sakit pada dada, edema paru, dan bronchospasm

5000 ppm Berakibat fatal dapat mengakibatkan kematian mendadak

2.11.4. Hidrogen Sulfida

H2S dihasilkan oleh mikroorganisme dalam keadaan anaerob. H2S bersifat racun, tidak berwarna, memiliki aroma yang tidak sedap, dan mudah terbakar. H2S sering ditemukan pada kawasan pertambangan dan ketika terjadi ledakan gunung berapi (Lens dan Pol, 2000). Gas H2S dengan konsentrasi rendah dapat menyebabkan iritasi pada mata dan saluran pernafasan. Pada konsentrasi yang lebih tinggi dapat

menyebabkan sakit kepala, mual dan muntah, sampai pingsan, serta pada konsentrasi lebih dari seribu ppm akan menyebabkan kehilangan kesadaran sampai kematian (Jones et al., 2005).

2.11.5. Proses Pembentukan H2S

Hidrogen sulfida dibentuk dari reduksi bakteri sulfat dan dekomposisi kandungan sulfur organik pada kotoran dalam kondisi anaerob. Gas H2S merupakan gas yang berwana lebih ringan dari pada udara, mudah larut dalam air dan mempunyai bau seperti telur busuk (Casey et al., 2006). Sulfur di dalam makhluk hidup berbentuk S- organik. Selanjutnya S- organik akan mengalami dekomposisi menjadi H2S. H2S kemudian dapat berubah menjadi sulfat. Melalui proses asimilasi sulfat dapat berubah menjadi S- organik kembali. Sulfat juga dapat berubah menjadi H2S jika mengalami reduksi sulfat.

Menurut Imas (2001), mikroorganisme pengoksidasi sulfur dapat dibedakan menjadi tiga jenis yaitu mikroorganisme kemoatutotrof (litotrof), fotoautotrof, dan kemoheterotraof. Bakteri litotrof yang dapat mengoksidasi sulfur adalah bakteri yang berasal dari genus Thiobacillus.

2.11.6. Dampak Gas H2S Pada Manusia

Gas H2S dengan konsentrasi rendah dapat menyebabkan iritasi pada mata dan saluran pernapasan. Pada konsentrasi yang lebih tinggi dapat menyebabkan sakit kepala, mual dan muntah, sampai pingsan, serta pada konsentrasi lebih dari seribu ppm akan menyebabkan kehilangan kesadaran sampai kematian (Jones et al. dalam

Ginanjar, 2005). Beberapa dampak negatif bagi manusia yang ditimbulkan oleh gas H2S dengan beberapa konsentrasi (ppm) dapat dilihat di Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Dampak negatif gas H2S bagi manusia

Konsentrasi Efek bagi manusia

0.03 ppm Bisa dicium. Aman dihirup dalam 8 jam.

4 ppm Bisa menyebabkan iritasi mata. Harus menggunakan masker karena bisa merusak metabolisme.

10 ppm Maksimum terhirup selama 10 menit. Bau membunuh dalam 3 sampai 15 menit. Menyebabkan gas mata dan luka pada tenggorokan. Bereaksi secara keras dengan campuran isi raksa gigi.

20 ppm Terhirup lebih dari satu menit menyebabkan beberapa kerusakan urat saraf mata.

30 ppm Hilang penciuman, kerusakan sampai darah ke otak diteruskan dengan kerusakan organ penciuman

100 ppm Kelumpuhan pernapasan dalam 30 sampai 45 menit. Pingsan dalam waktu singkat (maksimal 15 menit).

200 ppm Kerusakan mata serius dan kerusakan mata sampai pada saraf. Melukai mata dan tenggorokan.

300 ppm Kehilangan keseimbangan dan pikiran. Kelumpuhan pernapasan dalam 30 sampai 45 menit.

500 ppm Menimbulkan kelumpuhan dalam 3 sampai 5 menit. Dibutuhkan segera penyadaran buatan.

700 ppm Akan menimbulkan terhentinya napas dan kematian jika tidak segera ditolong. Kerusakan otak secara permanen jika tidak ada pertolongan cepat.

2.12. Dampak Pencemaran Udara Terhadap Gangguan Saluran Pernapasan

Dokumen terkait