• Tidak ada hasil yang ditemukan

Diversi Terhadap Anak yang Berkonflik Dengan Hukum di Tingkat Penyidikan (Studi di Polresta Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Diversi Terhadap Anak yang Berkonflik Dengan Hukum di Tingkat Penyidikan (Studi di Polresta Medan)"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

PENGARUH DIVERSI TERHADAP ANAK YANG BERKONFLIK DENGAN HUKUM

A.Anak yang Berkonflik dengan Hukum

UNICEF mendefinisikan anak yang berkonflik dengan hukum (children in

conflict with the law) adalah seseorang yang berusia dibawah 18 tahun yang

berhadapan dengan sistem peradilan pidana dikarenakan yang bersangkutan disangka atau dituduh melakukan tindak pidana.52

Anak sebagai pelaku atau anak yang berkonflik dengan hukum adalah anak yang disangka, didakwa, atau dinyatakan terbukti bersalah melanggar hukum dan memerlukan perlindungan. Dapat juga dikatakan anak yang harus harus mengikuti prosedur hukum akibat kenakalan yang telah dilakukannya. Jadi dapat dikatakan disini bahwa anak yang berkonflik dengan hukum adalah anak yang melakukan kenakalan, yang kemudian akan disebut sebagai kenakalan anak yaitu kejahatan pada

Menurut UU No. 11 Tahun 2012, Anak yang Berkonflik dengan Hukum adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana. Istilah anak yang berkonflik dengan hukum merupakan pergantian istilah ‘kenakalan anak’ yang digunakan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak.

52

(2)

umumnya dan prilaku anak yang berkonflik dengan hukum atau anak yang melakukan kejahatan pada khususnya. 53

Kata konflik digunakan untuk menunjukkan adanya suatu peristiwa yang tidak selaras atau terdapat pertentangan dalam suatu peristiwa, sehingga dapat dikatakan sebagai permasalahan. Oleh karena itu pengertian anak yang berkonflik dengan hukum dapat juga diartikan dengan anak yang mempunyai permasalahan karena suatu perbuatan yang bertentangan dengan hukum, atau bisa juga dikatakan bahwa anak yang berkonflik dengan hukum adalah anak nakal.54

Perilaku delinkuen (nakal) anak (Juvenile delinquency) merujuk pada penyimpangan perilaku antisosial atau pelanggaran norma (delinquency) yang dilakukan oleh anak atau remaja (juvenile).

Sebelum lahir UU No. 11 Tahun 2012, penyebutan untuk anak sebagai pelaku tindak pidana (berkonfik dengan hukum) adalah anak nakal (Juvenile Deliquency).

55

53

Komisi Perlindunngan Anak Indonesia (KPAI), Implementasi Restorasi Justice dalam Penanganan Anak Bermasalah Dengan Hukum (7 April 2014)

Juvenile delinquency menurut Bryan A. Garner dalam Black’s Law Dictionary

yakni:

juvenile delinquency is a antisocial behavior by a minor, behavior that would be

criminally punishable if the actor were an adult, but instead in use punished by

sppecial laws pertainning only to minors-also termed delinquen minor

54

Ibid.

55

(3)

“Perbuatan yang melawan hukum di masyarakat yang dilakukan oleh orang yang belum memenuhi umur orang dewasa secara hukum. Khususnya perilaku yang merupakan kejahatan yang dikenakan hukuman bila dilakukan oleh orang dewasa, tapi diperlakukan dengan pengecualian hukum untuk yang belum dewasa.”56

Perilaku delinkuen (juvenile delinquency) yakni perbuatan yang bertentangan dengan norma yang ada di dalam masyarakat dimana ia hidup atau suatu perbuatan yang anti sosial yang didalamnya terkandung unsur-unsur normatif.57

Menurut Romli Atmasasmita Juvenile delinquency yakni tindakan atau perbuatan yang dilakukan oleh anak yang dianggap bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku di suatu negara dan oleh masyarakat ditafsirkan sebagai perbuatan yang tercela.58 Juvenile delinquency merupakan perbuatan atau tingkah laku seseorang anak di bawah 18 tahun dan belum kawin yang merupakan pelanggaran terhadap norma-norma hukum yang berlaku serta dapat membahayakan perkembangan pribadi si anak yang bersangkutan.59

Simanjuntak memberikan pendapat mengenai juvenile delinquency yakni perbuatan dan tingkah laku yang merupakan perbuatan perkosaan terhadap norma hukum pidana dan pelanggaran-pelanggaran terhadap kesusilaan yang dilakukan oleh anak atau remaja.

60

Anak menjadi delinkuen menurut Sutherland disebabkan partisipasinya ditengah suatu lingkungan sosial yang ide dan teknik delinkuen tertentu dijadikan

56

Marlina, Peradilan Pidana Anak..., Op. Cit. hal. 37.

57

Sudarsono, Kenakalan Remaja (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), hal 10. Dikutip dari M. Nasir Djamil, Op. Cit. hal. 35.

58

Marlina dan Widati Wulandari, Op. Cit, hal. 453

59

M. Nasir Djamil, Loc. Cit.

60

(4)

sebagai sarana yang efisien untuk mengatasi kesulitan hidupnya. Karena semakin luas anak bergaul semakin intensif relasinya dan semakin besar pula kemungkinan anak benar menjadi kriminal.61

Menurut Sudarsono, suatu perbuatan dikatakan delinkuen apabila perbuatan-perbuatan tersebut bertentangan dengan norma yang ada dalam masyarakat atau suatu yang anti sosial yang didalamnya terkandung unsur-unsur normatif.62

Juvenile delinquency muncul dari kajian kriminologis yang membedakan

penyimpangan perilaku (deviant behavior) anak atau remaja dari penyimpangan perilaku yang diperbuat orang dewasa. Reaksi hukum pidana terhadap kejahatan yang dilakukan orang dewasa harus berbeda dari reaksi hukum pidana terhadap kejahatan yang dilakukan oleh anak dan remaja.63 KPAI melihat perilaku delinkuen ini bisa berbentuk:64

1. Kebut-kebutan di jalanan yang mengganggu keamanan lalu lintas dan membahayakan jiwa sendiri dan orang lain;

2. Prilaku ugal-ugalan, berandal, urakan yang mengacaukan ketentraman lingkungan sekitarnya. Tingkah ini bersumber pada kelebihan energi dan dorongan primitif yang tidak terkendali serta kesukaan menteror lingkungan; 3. Perkelahian antar geng, antar kelompok, antar sekolah, antar suku (tawuran),

sehingga kadang-kadang membawa korban jiwa;

61

M. Nasir Djamil, Op. Cit, hal. 37.

62

Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia (Bandung: Refika Aditama, 2014), hal. 67.

63

Marlina dan Widati Wulandari, Loc. Cit.

64

(5)

4. Membolos sekolah lalu bergelandangan sepanjang jalan atau bersembunyi ditempat-tempat terpencil sambil melakukan eksperimen bermacam-macam kedurjanaan dan tindakan asusila;

5. Kriminalitas anak, remaja dan adolesens antara lain berupa perbuatan mengancam, intimidasi, memeras, mencuri, mencopet, merampas, menjambret, menyerang, merampok, menggangu, menggarong, melakukan pembunuhan dengan jalan menyembalih korbannya, mencekik, meracun, tindak kekerasan dan pelanggaran lainnya;

6. Berpesta-pora sambil mabuk-mabukan, melakukan hubungan seks bebas, atau orgi (mabuk-mabukan yang menimbulkan keadaan kacau balau) yang mengganggu sekitarnya;

7. Perkosaan, agresivitas seksual, dan pembunuhan dengan motif sosial atau didorong oleh reaksi-reaksi kompensatoris dari perasaan inferior, menuntut pengakuan diri, depresi, rasa kesunyian, emosi, balas dendam, kekecewaan ditolak cintanya oleh seseorang dan lain-lain;

8. Kecanduan dan ketagihan narkoba (obat bisu, drug, opium, ganja) yang erat berkaitan dengan tindak kejahatan;

9. Tindakan-tindakan imoral sosial secara terang-terangan tanpa tedeng aling-aling, tanpa malu dengan cara kasar. Ada seks dan cinta bebas tanpa kendali

(promiscuity) yang didorong oleh hyperseksualitas, dorongan menuntut hak,

(6)

10. Homoseksualitas, erotisme anak dan oral serta gangguan seksualitas lainnya pada anak remaja disertai dengan tindakan-tindakan sadis;

11. Perjudian dan bentuk-bentuk permainan lain dengan taruhan sehingga menimbulkan akses kriminalitas;

12. Komersialisasi seks, pengguguran janin oleh gadis-gadis delinkuen dan pembunuhan bayi-bayi oleh ibu-ibu yang tidak kawin;

13. Tindakan radikal dan ekstrim dengan jalan kekerasan, penculikan dan pembunuhan yang dilakukan oleh anak-anak remaja;

14. Perbuatan a-sosial yang disebabkan oleh gangguan kejiwaan pada anak-anak dan remaja psikopatik, neurotik, dan menderita gangguan kejiwaan lainnya; 15. Tindak kejahatan yang disebabkan oleh penyakit tidur (encephaletics

lethargoical) dan ledakan maningitis serta post-encephalitics, juga luka-luka

di kepala dengan kerusakan pada otak ada kalanya membuahkan kerusakan mental, sehingga orang yang bersangkutan tidak mampu melakukan kontrol diri;

16. Penyimpangan tingkah laku disebabkan oleh kerusakan pada karakter anak yang menuntut kompensasi, disebabkan adanya organ-organ yang inferior. Perilaku delinkuen menurut Bismar Siregar disebabkan modernisasi, masyarakat yang belum siap menerimanya, rumah tangga terbengkalai (karena orang tua saling menunjang mencari nafkah rumah tangga) yang berakibat anak tersia-sia.65

65

(7)

Menurut Bambang Mulyono, kedudukan keluarga sangat fundamental dan mempunyai peranan yang vital dalam mendidik anak. Apabila pendidikan dalam keluarga gagal, maka anak cenderung melakukan tindakan yang kenakalan dalam masyarakat dan bahkan menjurus ke tindakan kejahatan atau kriminal. Andi Mappiare menyatakan remaja ingin bebas menentukan tujuan hidupnya sendiri, sedang orang tua masih takut memberikan tanggung jawab kepada remaja. Yusuf Syamsu berpendapat bahwa remaja sedang berada dalam proses berekmbang ke arah kematangan atau kemandirian, remaja memerlukan bimbingan karena mereka belum memiliki pemahaman atau wawasan tentang diri dan lingkungannya juga pengalaman dalam menentukan arah hidupnya.66

B.Diversi Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak

Polisi Inggris telah lama melakukan diskresi dan mengalihkan kasus anak kepada proses non formal seperti pada kasus penanganan terhadap anak-anak yang mempergunakan barang yang membahayakan orang lain. Menurut Loraine Geltsthrope, pertama kali dilakukannya perlakuan khusus untuk anak atas tindak pidananya adalah tahun 1833 yakni dengan melakukan proses informal di luar peradilan. Selanjutnya dibuat pemisahan peradilan untuk anak dibawah umur yang diatur dalam Children Act tahun 1908. Menurut Children Act, polisi diberi tugas menangani anak sebelum masuk ke pengadilan dengan lebih memperhatikan pemberian kesejahteraan dan keadilan kepada anak pelaku tindak pidana. Pemberian

66

(8)

perlakuan khusus terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana ini termasuk program diversi.67

Menurut sejarah hukum di amerika Serikat pengertian diversi adalah memberikan jalan alternatif kepada anak yang diproses pada peradilan orang dewasa atau yang akan ditempatkan di lembaga pemasyarakatan. Diversi di Amerika Serikat menggunakan istilah neighborhood program, yakni program ini dirancang untuk mempertimbangkan anak yang beresiko tinggi berada dalam sistem peradilan pidana untuk memberikan tindakan alternatif diversi dari peradilan. Program ini dilakukan dengan tujuan mengurangi delinkuensi dengan menyediakan kegiatan konseling/bimbingan mental, tindakan kesehatan, kesempatan untuk bekerja, rekreasi dan aktivitas akademik dan sosial dalam beberapa model dan cara tertentu yang dianggap baik bagi anak. Program pelayanan masyarakat diberikan dengan memperhatikan prinsip perilaku yang sesuai bagi anak berdasarkan penelitian dan metode ilmiah. Penelitian tersebut bertujuan untuk mendapatkan jenis program yang tepat sesuai dengan kondisi masing-masing anak.68

Ide diversi yang dicanangkan dalam The Beijing Rules sebagai standard

international dalam penyelenggaraan peradilan anak pada pertemuan para ahli

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Children and Juvenile in Detention of

Human Rights Standards di Viena, Austria tanggal 30 Oktober – 4 November 1994.

Dalam hal ini, menghimbau seluruh negara bahwa mulai tahun 2000, untuk

67

Marlina, Pengantar Konsep Diversi..., Op. Cit. hal. 25.

68

(9)

mengimplementasikan The Beijing Rules, The Riyadh Guidelines and The United

Nations Rules for the Protection of Juveniles Deprived of Their Liberty.69

Anak yang melakukan pelanggaran hukum atau melakukan tindakan kriminal sangat dipengaruhi beberapa faktor lain diluar diri anak seperti pergaulan, pendidikan, teman bermain dan sebagainya. Untuk melakukan perlindungan terhadap anak dari pengaruh proses formal sistem peradilan pidana maka timbul pemikiran manusia atau para ahli hukum dan kemanusiaan untuk membuat aturan formal tindakan mengeluarkan (remove) seorang anak yang melakukan pelanggaran hukum atau melakukan tindak pidana dari proses peradilan pidana dengan memberikan alternatif lain yang dianggap lebih baik untuk anak. Berdasarkan pemikiran tersebut, maka lahirlah konsep diversion yang dalam istilah bahasa Indonesia disebut diversi atau pengalihan.70

69

R. Wiyono, Loc. Cit.

70

Marlina, Pengantar Konsep Diversi.... Op. Cit, hal. 1.

Kebijakan legislatif tentang perlindungan hukum terhadap anak yang berkonflik dengan hukum melalui diversi dalam sistem peradilan pidana anak adalah dengan membentuk peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang diversi dalam sistem peradilan pidana anak. Dengan diundangkannya UU No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, maka metode diversi digunakan dalam upaya penyelesaian secara non penal dan dengan menggunakan pendekatan restoratif

(10)

Anak yang berkonflik dengan hukum ketika memasuki proses peradilan pidana akan menjalani rangkaian panjang dalam sistem peradilan pidana yang mencakup proses penyidikan, penuntutan, persidangan hingga proses penempatan di lembaga pemasyarakatan (apabila terbukti bersalah). Anak harus diberikan perlindungan khusus agar dampak negatif dari sistem peradilan pidana terhadap anak tersebut dapat dikurangi sejauh mungkin.71

Sistem peradilan pidana anak melibatkan anak dalam proses hukum sebagai subjek tindak pidana dengan tidak mengabaikan masa depan anak tersebut dan menegakkan wibawa hukum sebagai pengayom, pelindung serta menciptakan iklim yang tertib untuk memperoleh keadilan. Perlakuan yang harus diterapkan oleh aparat penegak hukum yang pada kenyataannya secara biologis, psikologis dan sosiologis, kondisi fisik, mental dan sosial anak yang menempatkan anak pada kedudukan khusus. Sistem peradilan pidana anak bertujuan memberikan yang terbaik bagi anak, tanpa mengorbankan kepentingan masyarakat dan tegaknya keadilan.72

Istilah sistem peradilan pidana menggambarkan suatu proses hukum yang diterapkan pada seseorang yang melakukan tindak pidana atau melanggar kesesuaian tindak pidana. Dengan demikian, istilah sistem peradilan pidana anak dipergunakan untuk menggambarkan sistem peradilan pidana yang dikonstruksikan pada anak.73

71

Marlina dan Widati Wulandari, Op. Cit. hal. 449.

72

Maidin Gultom, Op. Cit, hal. 92.

73

Inter-Parliamentary Union & UNICEF, Improving The Protection of Children in Conflict with the Law in South Asia: A Regional Parlimentary Guide on Juvenile Justice (UNICEF ROSA, 2006). Dikutip dari Angger Sigit Pramukti dan Fuady Primaharsya, Op. Cit. hal. 16.

(11)

yang berhadapan dengan hukum, yakni mulai dari tahap penyelidikan sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana.

Secara hukum internasional, maksud penyelenggaraan sistem peradilan anak adalah mengutamakan pada tujuan untuk kesejahteraan anak. Hal ini ditegaskan dalam United Nations Standard Minimum Rules for The Administration of Juvenile

Justice (SMRJJ) atau The Beijing Rules, bahwa tujuan peradilan anak (Aims of

juvenile Justice) adalah sebagai berikut:

The juvenile Justice System shall emphasize wel-being of the juvenile ang

shall ensure that any reaction to juvenile offenders shall always be in

proportion to the circumstances of both the offender and offence.

“Sistem peradilan pidana bagi anak atau remaja akan mengutamakan kesejahteraan anak dan akan memastikan bahwa reaksi apa pun atas pelanggaran hukum dalam usia anak-anak akan selalu sepadan dengan keadaan-keadaan baik pada para pelanggar hukum maupun pelanggaran hukumnya.”74

Sistem peradilan pidana anak adalah untuk mewujudkan kesejahteraan anak, karena itu hukum merupakan landasan, pedoman dan sarana tercapainya kesejahteraan dan kepastian hukum guna menjamin perlakuan maupun tindakan yang diambil khususnya bagi anak. Proses hukum yang melibatkan anak sebagai subjek delik, tidak mengabaikan masa depannya dan tetap menegakkan wibawa hukum demi keadilan.75

Menurut Barda Nawawi, Perlindungan hukum bagi anak dalam proses peradilan tidak dapat dilepaskan dari tujuan dan dasar pemikiran sistem peradilan pidana anak, dimana tujuan dasar pemikiran peradilan anak tidak dapat dilepaskan

74

Angger Sigit Pramukti dan Fuady Primaharsya. Op. Cit, hal. 2.

75

(12)

dari tujuan utama mewujudkan kesejahteraan anak sebagai bagian integral dari kesejahteraan sosial. Tujuan dan kepentingan anak harus didahulukan, hal ini ditegaskan dalam prinsip ke-2 Deklarasi PBB mengenai hak-hak anak yang juga tercantum dalam SMRJJ 1985 (The Beijing Rules). Prinsip ke-2 deklarasi PBB mengenai hak-hak anak tahun 1959, menyatakan:

the child shall enjoy special protection, and shall be given opportunities and

facilities, by law and by others means, to enable him to develop physically, mentally, morally, spiritually and socially in a healthy and normal manner and in conditions of freedom and dignity. In the enactment of laws this

purpose the best interest of the child shall be the paramount consideration.

“anak harus menikmati perlindungan khusus dan harus diberikan kesempatan serta fasilitas oleh hukum dan sarana lainnya untuk memungkinkan anak berkembang secara fisik, mental, moral, rohani dan sosial dengan cara yang sehat dan normal serta dalam kondisi yang bebas dan bermartabat. Diberlakukannya hal ini bertujuan bahwa kepentingan anak harus menjadi pertimbangan yang mutlak.”76

“sistem peradilan pidana anak akan mengutamakan kesejahteraan anak dan akan memastikan bahwa setiap reaksi terhadap anak sebagai pelaku harus sepadan dengan keadaan baik pada pelanggar hukumnya maupun pelanggaran hukumnya”

Tujuan dan dasar pemikiran untuk mengutamakan kesejahteraan anak ditegaskan juga dalam SMRJJ 1985 dalam Rule 5.1, yakni:

The Juvenile justice system shall emphasize the well being of the juvenile and shall ensure that any reaction to juvenile offenders shall always be in

proportion to the circumtances of both the offenders and the offence.

77

Fokus utama dalam sistem hukum yang menangani anak khususnya peradilan pidana harus lebih menekankan atau mengutamakan kesejahteraan anak dan prinsip untuk menghindar penggunaan sanksi yang semata-mata hanya bersifat menghukum

76

Setya Wahyudi, Op. Cit, hal 152.

77

(13)

(the avoidance of merely punitive sanctions). Terdapat pula prinsip yang merupakan alat untuk mengekang penggunaan sanksi yang bersifat menghukum dalam arti hanya pembalasan semata.78

1. Anak yang melakukan tindak pidana/kejahatan (juvenile offenders) janganlah dilihat sebagai seorang penjahat, tetapi harus dilihat sebagai orang yang memerlukan bantuan, pengertian dan kasih sayang.

Barda Nawawi berpendapat bahwa terdapat pendekatan khusus dalam menangani masalah hukum dan sistem peradilan anak, yakni:

2. Pendekatan yuridis terhadap anak hendaknya lebih mengutamakan pendekatan persuasif-edukatif dan pendekatan kejiwaan (psikologis) yang artinya untuk sejauh mungkin menghindari proses hukum yang semata-mata bersifat menghukum, yang bersifat degradasi mental dan penurunan semangat serta menghindari proses stigmatisasi yang dapat menghambat proses perkembangan kematangan dan kemandirian anak dalam arti wajar.79

Menurut Setyo Wahyudi, yang dimaksud dengan sistem peradilan pidana anak adalah sistem penegakan hukum peradilan pidana anak yang terdiri atas subsistem penyidikan anak, subsistem penuntutan anak, subsistem pemeriksaan hakim anak dan subsistem pelaksanaan sanksi hukum pidana anak yang berlandaskan hukum pidana materil anak dan hukum pidana formil anak dan pelaksanaan sanksi hukum pidana anak. Dalam hal ini, tujuan penegakan peradilan pidana anak menekankan pada tujuan kepentingan perlindungan dan kesejahteraan anak.80

Sistem peradilan pidana anak (juvenile justice system) meliputi segala aktivitas pemeriksaan dan pemutusan perkara pidana yang menyangkut anak,

78

Waluyadi, Kejahatan, Pengadilan dan Hukum Pidana (Cirebon: Mandar Maju, 2009), hal. 147.

79

Setya Wahyudi, Op. Cit, hal. 153-154.

80

(14)

menekankan atau memusatkan pada “kepentingan anak” harus menjadi pusat perhatian dalam pemeriksaan perkara pidana anak. Soedarto menyatakan bahwa peradilan anak meliputi segala aktivitas pemeriksaan dan pemutusan perkara yang menyangkut kepentingan anak. Sistem peradilan pidana anak adalah sistem yang menangani penyidikan anak, penuntutan anak, pengadilan anak dan pemasyarakatan anak.81

1. Anak adalah potensi serta penerus cita-cita bangsa yang landasannya telah diletakkan oleh generasi sebelumnya.

Sistem Peradilan Pidana Anak diselenggarakan dengan memperhatikan kesejahteraan anak. Kesejahteraan itu penting karena:

2. Agar setiap anak mampu memikul tanggung jawab tersebut, maka ia perlu mendapat kesempatan untuk tumbuh, berkembang secara wajar.

3. Bahwa di dalam masyarakat terdapat anak yang mengalami hambatan kesejahteraan rohani, jasmani, sosial dan ekonomi.

4. Anak belum mampu memelihara dirinya.

5. Bahwa menghilangkan hambatan tersebut hanya akan dapat dilaksanakan dan diperoleh apabila usaha kesejahteraan anak terjamin.82

81

Maidin Gultom, Op. Cit, hal. 84.

82

(15)

Tujuan utama dalam sistem peradilan pidana anak adalah:

1. Pemajuan kesejahteraan anak, dengan adanya tujuan ini maka sistem peradilan pidana anak menghindari pemberian sanksi-sanksi yang sekedar menghukum semata.

2. Prinsip kesepadanan, yaitu bahwa reaksi terhadap pelanggar-pelanggar hukum yang berusia muda tidak hanya didasarkan pada pertimbangan beratnya pelanggaran hukum tetapi juga pada pertimbangan keadaan pribadinya, keadaan keluarganya, kerugian yang ditimbulkan atau faktor yang mempengaruhi keadaan pribadi.83

Negara memiliki kewenangan diskresional untuk melakukan pengalihan (diversi) anak yang berkonflik dengan hukum dari proses peradilan pidana formal ke proses perdamaian di luar persidangan. Sedapat mungkin anak dihindari dari tindakan penagkapan, penahanan dan pemenjaraan, hal tersebut seharusnya sebagai upaya terakhir.84

1. Pelaku anak yang baru pertama kali melakukan tindak pidana.

Ide dasar diversi pada The Beijing Rules adalah untuk menghindari efek negatif pemeriksaan peradilan pidana anak, baik efek negatif maupun efek cap jahat proses peradilan tersebut. Sehingga pemeriksaan tersebut dialihkan dengan menggunakan konsep diversi. Syarat-syarat yang tercantum dalam The Beijing Rules dalam proses diversi, yakni:

2. Umur anak relatif masih muda.

83

Setya Wahyudi, Op. Cit. hal 153.

84

(16)

3. Implementasi bentuk program-program diversi yang dikenakan pada anak mendapat persetujuan pada orang tua/wali, maupun anak yang bersangkutan. 4. Kejahatan yang dilakukaan dapat tindak pidana ringan ataupun yang berat

(dalam kasus tertentu).

5. Anak telah mengaku bersalah melakukan tindak pidana/kejahatan.

6. Masyarakat mendukung dan tidak keberatan atas pengalihan pemeriksaan ini. 7. Jika pelaksanaan program diversi gagal, maka pelaku anak tersebut

dikembalikan untuk diperiksa secara formal.85

Dalam penjelasan The Beijing Rules pada Rules 11 tentang diversi, dijelaskan bahwa:

1. Diversi sebagai suatu program yang menghilangkan proses peradilan formil bagi seseorang terdakwa dan menggantikannya dengan suatu kebijakan yang berbasis pola pelayanan sosial kemasyarakatan.

2. Maksud dari penerapan diversi ini adalah untuk menghilangkan efek negatif seperti yang timbul dari penerapan prosedur formil maupun administratif dalam sistem peradilan pidana konvensional sehingga dalam banyak kasus, bentuk kebijakan alternatif ini dianggap sebagai langkah yang paling tepat dan akan memberikan hasil optimal terutama dalam kasus-kasus anak melakukan tindak pidana yang tergolong ringan dan tidak serius, namun pihak keluarga, sekolah dan lingkungan masyarakatnya turut memberikan dukungan dan dapat bersikap sewajarnya (tidak membesar-besarkan masalah).

3. Diversi dapat diterapkan oleh aparat kepolisian, kejaksaan maupun lembaga lain yang berwenang dan terkait seperti pengadilan, tribunal lembaga maupun dewan (representasi dari kelompok masyarakat). Penerapan diversi tidak selalu dibatasi secara sempit yang hanya untuk kasus yang ringan saja.

4. Pelaksanaan diversi harus memperoleh persetujuan pelangar hukum berusia muda (orangtua/ wali) terhadap langkah-langkah diversi yang disarankan. Pelaku anak tidak boleh merasa tertekan atau ditekan agar menyetujui program-program diversi.

Menurut Barda Nawawi Arief, tindakan diversi dapat dilakukan oleh pihak kepolisian, kejaksaan, pihak pengadilan maupun pembina lembaga pemasyarakatan.

85

(17)

Penerapan diversi di semua tingkatan ini diharapkan mengurangi efek negatif

(negative effect) keterlibatan anak dalam proses peradilan tersebut.86

Diversi merupakan proses diskresi yang dilakukan komponen sistem peradilan pidana (Kepolisian, Kejaksaan, Pihak Pengadilan) yang ditujukan kepada anak yang berkonflik dengan hukum. Diversi merupakan kebijakan yang dilakukan untuk menghindarkan pelaku dari sistem peradilan pidana formal. Diversi dilakukan untuk memberikan perlindungan dan rehabilitasi (protection and rehabilitation) kepada pelaku sebagai upaya untuk mencegah anak menjadi pelaku kriminal dewasa.87

Diversi merupakan sebuah sistem yang memberikan kesempatan lebih baik lagi bagi para pelaku yang baru pertama kali menjalankan aksinya, dibanding dengan pemberian hukum berupa kurungan. Dengan adanya diversi maka masyarakat dapat turut serta dalam memantau perkembangan diri si pelaku serta kembali menerima anak tersebut sebagai warga yang baik. Diversi merupakan program bagi anak yang berkonflik dengan hukum yang masih berpotensi untuk dibina, bukan bagi mereka para residivis.88

Diversi sebagai alternatif penyelesaian untuk melindungi kepentingan-kepentingan sosial terutama anak dalam komunitas sosial masyarakat. Maka salah satunya adalah penggunaan metode pengalihan (diversi) untuk penanganan anak yang tersangkut tindak pidana, sehingga mengesampingkan proses formal.89

86

Ibid, hal. 15.

87

Marlina, Peradilan Pidana Anak.... Op. Cit, hal. 22.

88

Setya Wahyudi, Op. Cit, hal. 59.

89

(18)

Terdapat beberapa manfaat pelaksanaan program diversi bagi anak sebagai pelaku, yaitu:

1. Membantu anak belajar dari kesalahannya.

2. Memperbaiki luka karena kejadian tersebut, kepada korban dan masyarakat. 3. Kerjasama dengan para orang tua, pengasuh dan diberi nasihat.

4. Melengkapi dan membangkitkan anak-anak untuk membuat keputusan bertanggung jawab.

5. Memberikan rasa tanggung jawab atas perbuatannya dan memberikan pelajaran tentang kesempatan untuk mengamati akibat-akibat dan efek dari kejadian tesebut.

6. Mengurangi beban pada peradilan dan lemabaga pemasyarakatan.90

Hukuman penjara juga tidak terlalu efektif untuk menekan dan menangani kriminalitas yang dilakukan oleh anak, karena:91

1. Penjara tidak mengurangi angka kriminalitas. 2. Penjara melahirkan residivisme.

3. Penjara tidak pernah gagal melahirkan orang yang menyimpang.

4. Penjara memungkinkan bahkan menyokong lahirnya organisasi penyimpang yang loyal antara satu dengan yang lainnya, terhierarki dan siap untuk saling membantu tindakan kriminal di masa depan.

90

Setya Wahyudi, Op. Cit, hal. 60.

91

(19)

5. Penjara secara tidak langsung menghasilkan orang yang menyimpang dengan mengabaikan keluarga narapidana ke dalam lembah kemiskinan.

Penghindaran penangkapan dengan kekerasan dan pemaksaan menjadi salah satu tujuan dari pelaksanaan diversi. Tujuannya menegakkan hukum tanpa melakukan tindakan kekerasan dan menyakitkan dengan memberi kesempatan kepada seseorang untuk memperbaiki kesalahannya tanpa melalui hukuman pidana oleh negara yang mempunyai otoritas penuh. Diversi sebagai usaha mengajak masyarakat untuk taat dan menegakkan hukum negara. Pelaksanaannya tetap mempertimbangkan rasa keadilan sebagai prioritas utama disamping pemberian kesempatan kepada pelaku untuk menepuh jalur non penal seperti ganti rugi, kerja sosial atau pengawasan orang tuanya. Diversi tidak bertujuan mengabaikan hukum dan keadilan sama sekali, akan tetapi berusaha memakai unsur pemaksaan seminimal mungkin untuk membuat orang menaati hukum.92

1. Pelaksanaan kontrol secara sosial (social control orientation), yaitu aparat penegak hukum menyerahkan pelaku dalam tanggung jawab pengawasan atau pengamatan masyarakat dengan ketaatan pada pesetujuan atau peringatan yang diberikan. Pelaku menerima tanggung jawab atas perbuatannya dan tidak diharapkan adanya kesempatan kedua kali bagi pelaku oleh masyarakat.

Terdapat 3 (tiga) jenis pelaksanaan program diversi, yaitu:

2. Pelayanan sosial oleh masyarakat terhadap pelaku (social service orientation) yaitu melaksanakan fungsi untuk mengawasi, mencampuri, memperbaiki dan

92

(20)

menyediakan pelayanan pada pelaku dan keluarganya. Masyarakat dapat mencampuri keluarga pelaku untuk memberikan perbaikan atau pelayanan. 3. Menuju proses restorative justice atau perundingan (balanced or restorative

justice orientations), yaitu melindungi masyarakat, memberi kesempatan

kepada pelaku untuk bertanggung jawab langsung pada korban dan masyarakat dan membuat kesepakatan bersama antara korban, pelaku dan masyarakat. Dalam pelaksanaannya, semua pihak yang terkait dipertemukan untuk bersama-sama mencapai kesepakatan tindakan pada pelaku.93

Proses diversi dilakukan dalam upaya melakukan kesempatan untuk mengeluarkan atau mengalihkan suatu kasus tergantung landasan hukum atau kriteria yang ada dalam prakteknya. Keadaan ini merupakan satu tindakan untuk melakukan perubahan, pengembalian, penyembuhan pada korban dan pertanggungjawaban pelaku.94

Pelaksanaan diversi berupaya mengurangi penggunaan kekuatan hukum dan berusaha menyelesaikan dan mengakhiri pertikaian dan konflik. Penggunaan jalan penghukuman sebagai usaha paling akhir penyelesaian konflik. Penerapan diversi merupakan pengarahan penggunaan hak diskresi oleh petugas untuk mengurangi kekuatan hukum pidana dalam menangani perkara terutama perkara anak. Oleh karena itu, untuk menjalankan diversi diperlukan aturan dan cara pelaksanaan yang

93

Peter C. Kratcoski, Correctional Counseling and Treatment (USA: Waveland Press Inc., 2004), hal. 160. Dikutip dari Ibid, hal. 15-16.

94

(21)

benar-benar dibangun agar dapat menjadi sisi lain dari penegakan hukum yang tepat pada masyarakat.95

1. Diversi dalam bentuk peringatan, dengan cara anak yang berkonflik dengan hukum akan meminta maaf kepada korban.

Terdapat beberapa jenis program diversi, antara lain sebagai berikut:

2. Diversi informal, diterapkan terhadap pelanggaran ringan dikarenakan dirasa kurang pantas jika hanya memberikan peringatan kepada anak. Pihak korban diajak untuk memastikan pandangan mereka tentang diversi informal dan apa yang korban inginkan dalam rencana tersebut.

3. Diversi formal, diversi ini dilakukan dengan pendekatan restorative justice yang dilakukan dengan musyawarah kelompok keluarga (family group

conference), musyawarah keadilan restoratif (restorative justice conference)

dan musyawarah masyarakat (community conferencing).96

Prinsip utama pelaksanaan konsep diversi yaitu tindakan persuasif atau pendekatan dan pemberian kesempatan kepada pelaku untuk berubah. Petugas harus menunjukkan pentingnya ketaatan kepada hukum dengan cara pendekatan persuasif dan menghindarkan penangkapan dengan menggunakan kekerasan dan pemaksaan untuk melaksanakan diversi. Diversi sebagai usaha mengajak masyarakat untuk taat dan menegakkan hukum dengan tetap mempertimbangkan rasa keadilan sebagai

95

Wesley Cragg, The Practice of Punishment Toward a Theory of Restorative Justice (New York: Rouledge, 1992), hal. 132. Dikutip dari Marlina, Hukum Penitensier (Medan: Refika Aditama, 2011), hal. 73-74.

96

(22)

prioritas utama disamping pemberian kesempatan kepada pelaku untuk memperbaiki diri. Diversi tidak bertujuan mengabaikan hukum dan keadilan, tetapi diversi merupakan cara baru menegakkan keadilan dalam masyarakat.97

Pelaksanaan diversi menghindarkan penggunaan unsur pemaksaan untuk membuat orang menaati hukum. Prinsip keadilan dijunjung tinggi dalam prinsip pelaksanaan diversi. Keadilan konsep diversi merupakan upaya menempatkan nilai kejujuran, perlakuan yang sama terhadap semua orang yang menuntut petugas untuk tidak membedakan orang dengan tindakan yang berbeda. Pelaksanaan diversi bertujuan mewujudkan keadilan dan penegakan hukum secara benar dengan meminimalkan pemaksaan pidana.98

Petugas yang bekerja pada sistem peradilan pidana tidak diperkenankan menetapkan kebijakan yang seweang-wenang atau standar yang tidak sesuai sehingga menerapkan aturan yang bersifat memihak. Keputusan untuk melakukan diversi dari proses formal ke informal ditetapkan sebagai kebijakan yang didasarkan pada karakter khusus dari individu pelaku dan pengambil kebijakan. Setelah adanya proses pengalihan (diversi) yang dilakukan aparat penegak hukum, proses penyelesaiannya diarahkan dengan pendekatan restorative justice.99

Untuk meningkatkan perlindungan masyarakat, maka pelaku, korban, masyarakat dan profesional peradilan anak sangat diharapkan perannya. Pelaku harus terlibat secara konstruktif mengembangkan kompetensi dan keadilan restoratif dalam

97

Marlina, Peradilan Pidana Anak... Op. Cit, hal. 22.

98

Ibid, hal. 22.

99

(23)

program secara seimbang, mengembangkan kontrol internal dan komitmen dengan teman sebaya dan organisasi anak. Korban memberikan masukan yang berguna untuk melanjutkan misi perlindungan masyarakat dari rasa takut dan kebutuhan akan pengawasan pelaku dan melindungi korban kejahatan lain. Masyarakat memberikan bimbingan kepada pelaku dan berperan sebagai pemberi masukan terhadap proses diversi. Profesional peradilan anak mengembangkan skala intensif dan menjamin pemenuhan kewajiban pelaku dengan pengawasan, membantu sekolah dan keluarga dalam upaya mereka mengawasi dan mempertahankan pelaku tetap didalam masyarakat.100

1. Sifat avonturir (petualang) yang dimiliki anak;

Menurut Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengapa konsep diversi ini yang harus diterapkan adalah:

2. Penjatuhan hukuman terhadap anak bukan semata-mata untuk menghukum tetapi mendidik kembali dan memperbaiki kembali;

3. Menghindarkan anak dari eksploitasi dan kekerasan;

4. Hukum dan penjara bukan merupakan sarana yang efektif untuk kepentingan Anak.101

Hal ini dapat didasarkan kepada keuntungan pelaksanaan diversi tersebut bagi anak, yakni:

1. Anak tidak perlu ditahan (menghindari penahanan);

100

Setya Wahyudi, Op. Cit. hal. 164-165.

101

(24)

2. Menghindari stigma/cap sebagai penjahat;

3. Peluang bagi anak meningkatkan keterampilan hidup; 4. Peluang bagi anak bertanggung jawab atas perbuatannya; 5. Tidak melakukan pengulangan tindak pidana;

6. Mencegah memajukan intervensi-intervensi yang diperlukan; 7. Bagi korban dan pelaku tanpa harus melalui proses formal;

8. Menghindarkan anak mengikuti proses sistem peradilan menjauhkan anak-anak dari pengaruh dan implikasi negatif dari proses peradilan.102

Menurut Abintoro Prakoso, diversi harus bertujuan untuk memberdayakan anak, namun pada sisi lain harus mampu mengembangkan sikap anak untuk menghargai orang lain. Diharapkan setelah memalui program ini, anak memiliki kesempatan untuk memahami kesalahannya dan tidak mengulangi tindakannya lagi.103

102

Ibid.

103

(25)

Bagan I

Alur Pelaksanaan Diversi di Indonesia104

Dalam sistem peradilan pidana anak (the Juvenile Justice System) terdapat alur pelaksanaan diversi, yakni:

1. Sejak dalam masuknya perkara anak, penyidik melakukan proses diversi. Jika diversi berhasil, maka pemeriksaan dihentikan dengan penetapan dari pengadilan negeri. Jika diversi tidak dilakukan atau tidak berhasil, maka akan diteruskan ke penuntutan.

104

Sumber: PKPA Medan

Anak dan Orang Tua/Wali

Korban dan/atau Orang Tua

Korban

Pembimbing Kemasyarakatan

Pekerja Sosial Profesional

(26)

2. Pihak penuntut umum setelah menerima pelimpahan perkara dari kepolisian, kembali melakukan proses diversi. Jika diversi berhasil, maka pemeriksaan dihentikan dengan penetapan dari pengadilan negeri. Jika diversi tidak dilakukan atau tidak berhasil, maka akan diteruskan ke persidangan.

3. Pihak pengadilan (hakim) setelah menerima pelimpahan perkara dari kejaksaan, kembali melakukan proses diversi. Jika diversi berhasil, maka pemeriksaan dihentikan dengan penetapan dari pengadilan negeri. Jika diversi tidak dilakukan atau tidak berhasil, maka akan diteruskan ke tahap putusan (vonis).

Pelaksanaan diversi melibatkan semua aparat penegak hukum dari lini manapun. Diversi dilaksanakan pada seluruh tingkat proses peradilan pidana. Diversi merupakan konsep untuk mengalihkan suatu kasus dari proses formal ke informal. Proses pengalihan ditujukan untuk memberikan perlindungan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum.

C.Keadilan Restoratif (Restorative Justice) dalam Pelaksanaan Diversi

Diversi sangat berhubungan dengan konsep restorative justice dan dapat diterapkan apabila anak mau mengakui kesalahannya, sekaligus memberi peluang anak memperbaiki kesalahannya. Diversi adalah bentuk intervensi yang baik dalam mengubah perilaku anak, dengan adanya keterlibatan keluarga, komunitas dan polisi, maka anak dapat memahami dampak atas tindakannya yang telah dilakukan.105

105

KPAID, Loc. Cit.

(27)

semata dalam penyelesaian konflik, restorative justice setidaknya memberikan harapan baru untuk hukum yang berkeadilan dengan melibatkan pelaku, korban dan masyarakat.106

Konsep restorative justice menurut United Nations International Children's

Emergency Fund (UNICEF) menitikberatkan kepada keadilan yang dapat

memulihkan yaitu memulihkan bagi pelaku tindak pidana anak, korban dan masyarakat yang terganggu akibat adanya tindak pidana tersebut. Proses Pemulihan dengan pendekatan restorative justice tersebut yakni dengan diversi yakni pengalihan dari proses peradilan pidana ke dalam proses alternatif penyelesaian perkara yakni melalui musyawarah.107

Menurut Jeff Christian, restorative justice adalah sebuah penanganan tindak pidana yang tidak hanya dilihat dari kacamata hukum pidana, tetapi juga dikaitkan dengan aspek moral, sosial, ekonomi, agama dan adat istiadat lokal serta pertimbangan lainnya.108

Restorative Justice mempunyai cara berfikir dan paradigma dalam

memandang sebuah tindak kejahatan yang dilakukan oleh manusia tanpa semata-mata memberikan hukuman pidana. Penanganan terhadap tindak pidana dapat dilakukan dengan memperhitungkaan pengaruh yang lebih luas terhadap korban, pelaku dan masyarakat.109

106

Syamsul Fatoni, Op. Cit. hal. 143.

107

Wagiati Soetodjo dan Melani, Op. Cit. hal. 134-135.

108

R. Wiyono, Op. Cit. hal. 40.

109

(28)

Restorative justice merupakan proses penyelesaian yang dilakukan di luar sistem peradilan pidana (criminal justice system) dengan melibatkan korban, pelaku, keluarga korban dan pelaku, mesyarakat serta pihak-phak yang berkepentingan dengan suatu tindak pidana yang terjadi untuk mencapai kesepakatan dan penyelesaian. Restorative justice dianggap cara berpikir/paradigma baru dalam memandang sebuah tindak kejahatan yang dilakukan oleh manusia. Konsep

restorative justice mempunyai pengertian dasar bahwa kejahtan merupakan sebuah

tindakan melawan orang atau masyarakat dan berhubungan dengan pelanggaran sebagai suatu pengrusakan norma hukum.110

1. Membangun partisipasi bersama antara pelaku, korban serta kelompok masyarakat untuk menyelesaikan suatu peristiwa atau tindak pidana. Menempatkan pelaku, korban dan masyarakat sebagai stakeholder yang bekerja bersama dan langsung berusaha menemukan penyelesaian yang dipandang adil bagi semua pihak (win win solutions).

Menurut Bagir Manan, secara konseptual restorative justice berisi gagasan dan prinsip antara lain sebagai berikut:

2. Mendorong pelaku bertanggung jawab terhadap korban atau peristiwa atau tindak pidana yang telah menimbulkan cedera atau kerugian terhadap korban. Selanjutnya, membangun tanggung jawab untuk tidak mengulang lagi perbuatan pidana yang pernah dilakukannya.111

110

Allison Morris dan C. Brielle Maxwell, Loc. Cit.

111

(29)

Menurut Tony F. Marshall, restorative justice is a process whereby all the parties with a stake in a perticular offence come together to resolve collectivity haow

to deal with the aftermath of the offence and its implications for the future (keadilan

restoratif adalah sebuah proses dimana semua pihak yang berkepentingan dalam pelanggaran tertentu bertemu bersama untuk menyelesaikan bagaimana akibat dari pelanggaran tersebut demi kepentingan masa depan).112

Restorative justice yaitu konsep yang memandang kejahatan secara lebih luas

yang bukan sekedar urusan pelaku tindak pidana dengan negara yang mewakili korban dan meninggalkan proses penyelesaiannya hanya kepada pelaku dan negara.113

Restorative justice lebih mendekatkan antara korban dan pelaku karena

perbuatannya menimbulkan kerugian bagi korban serta adanya kompensasi sebagai penggantian kerugian yang ditimbulkannya mendapat dukungan dari masyarakat.114 Penerapan ganti kerugian oleh pelaku dan keluarganya kepada korban atau keluarganya untuk menghindari konsekuensi dari pembalasan dendam.115

Konsep restorative justice merupakan proses penyelesaian tindakan pelanggaran hukum yang terjadi dilakukan dengan membawa korban dan pelaku untuk duduk berbicara bersama dalam satu pertemuan. Dalam pertemuan tersebut, mediator memberikan kesempatan kepada pihak pelaku untuk memberikan gambaran

112

Marlina, Pengantar Konsep Diversi..., Op. Cit. hal. 28.

113

Syamsul Fatoni, Op. Cit, hal. 142.

114

Ibid, hal. 184.

115

(30)

yang sejelas-jelasnya mengenai tindakan yang telah dilakukannya. Dengan pemaparan tersebut, diharapkan pihak korban untuk dapat menerima dan memahami kondisi dan penyebab pelaku melakukan perbuatan tersebut dan pelaku bertanggung jawab terhadap korban dan masyarakat ata perbuatan yang telah dilakukannya.116

Keterlibatan tokoh masyarakat ataupun tokoh agama dalam diversi yang menggunakan pendekatan restorative justice, tidak saja membuat anak paham bahwa perbuatan yang dilakukannya merugikan korban dan masyarakat tetapi juga menghidupkan kembali nilai-nilai kearifan lokal bahwa keluarga dan masyarakat juga memliki tanggung jawab sosial untuk ikut berperan serta mengawasi dan mendidik anak agar tidak mengulangi kembali perbuatan jahat.117

D.Pengaruh Diversi Terhadap Anak

Konsep diversi didasarkan pada kenyataan proses peradilan pidana terhadap anak pelaku tindak pidana melalui sistem peradilan pidana lebih banyak menimbulkan bahaya daripada kebaikan. Alasan dasarnya yaitu pengadilan akan memberikan stigmatisasi terhadap anak atas tindakan yang dilakukannya, sehingga lebih baik menghindarkannya keluar sistem peradilan pidana.118

Richard L. Lundman melihat diversi sebagai bentuk pengalihan atau penyampingan penanganan kenakalan anak dari proses peradilan anak konvensional, ke arah penanganan anak yang bersifat pelayanan kemasyarakatan dan diversi

116

Marlina, Peradilan Pidana Anak... Op. Cit. hal. 180.

117

Edi Ikhsan, et. al., Op. Cit, hal. 114.

118

(31)

dilakukan untuk menghidarkan anak pelaku dari dampak negatif praktek penyelenggaraan peradilan anak.119

Tindakan diversi menurut Barda Nawawi Arief merupakan suatu mekanisme yang memungkinkan anak dialihkan dari proses peradilan menuju proses pelayanan sosial lainnya. Penerapan diversi di semua tingkat pemeriksaan akan mengurangi dampak negatif keterlibatan anak dalam proses peradilan pidana.120

1. Membantu anak belajar dari kesalahannya.

Terdapat beberapa manfaat pelaksanaan program diversi bagi anak sebagai pelaku, yaitu:

2. Memperbaiki luka karena kejadian tersebut, kepada korban dan masyarakat.

3. Kerjasama dengan para orang tua, pengasuh dan diberi nasihat.

4. Melengkapi dan membangkitkan anak-anak untuk membuat keputusan bertanggung jawab.

5. Memberikan rasa tanggung jawab atas perbuatannya dan memberikan pelajaran tentang kesempatan untuk mengamati akibat-akibat dan efek dari kejadian tesebut.

6. Mengurangi beban pada peradilan dan lemabaga pemasyarakatan.121

Menurut Riza Nizarli dalam konsep perlindungan anak, hukuman penjara bukanlah jalan penyelesaian terbaik dalam hal memutuskan anak yang berkonflik

119

Setya Wahyudi, Op. Cit. hal. 59

120

Ibid, hal. 155.

121

(32)

dengan hukum melihat dampak negatif yang ditimbulkannya terhadap perkembangan anak sehingga diversi merupakan upaya yang terbaik saat ini. Penerapan diversi ini didasarkan pada pemikiran bahwa:

1. Anak adalah sosok yang belum matang baik secara fisik maupun psikhis; 2. Anak terhindar dari proses hukum lebih lanjut;

3. Anak tidak mengerti betul tentang kesalahan yang dilakukannya; 4. Anak mudah dibina dari pada orang dewasa;

5. Penjara dan Penghukuman adalah sekolah kriminal;

6. Penjara dan Penghukuman merupakan stigma, labelisasi seumur hidup yang dapat mengancurkan masa depan Anak;

7. Anak sangat tergantung pada orang lain baik secara ekonomi maupun sosial;

8. Anak adalah pewaris bangsa dan penerus masa depan kita; 9. Generasi penerus yang berkualitas tidak dilahirkan dibalik jeruji; 10. Hukuman adalah jalan terakhir.122

Diversi dilakukan untuk memberikan jaminan perlindungan hukum terhadap anak yang berkonflik dengan hukum dalam sistem peradilan pidana anak, dengan cara mengaplikasikan diversi di setiap tahap pemeriksaan. Pelaksanaan diversi dengan pendekatan restorative justice dimaksudkan untuk menghindari anak dari

122

(33)

proses peradilan sehingga menghindari stigmatisasi terhadap anak yang berkonflik dengan hukum.123

1. Anak tetap dapat berkomunikasi dengan lingkungannya sehingga tidak perlu beradaptasi sosial pasca terjadinya kejahatan.

Menurut Kusno Adi, diversi akan memberikan 2 (dua) keuntungan sekaligus terhadap individu anak, yakni:

2. Anak terhindar dari dampak negatif “prisonisasi” yang seringkali merupakan sarana transfer kejahatan.124

Tujuan dari proses diversi adalah untuk perlindungan terhadap anak yang berkonflik dengan hukum:

1. Menghindari penahanan terhadap anak sebagai pelaku.

2. Menghindari stigma sebagai penjahat kepada anak dan menjauhkan efek negatif proses peradilan bagi anak.

3. Menyatakan agar pelakunya bertanggung jawab atas perbuatannya.

4. Merupakan wujud tanggung jawab orang tua/wali dalam pembimbingan terhadap anak.

5. Merupakan wujud peran serta masyarakat dalam dukungan pembinaan anak.

6. Mencegah pengulangan tindak pidana.

123

Angger Sigit Pramukti dan Fuady Primaharsya, Op. Cit. hal. 69.

124

(34)

7. Memajukan intervensi yang diperlukan baik korban dan pelaku tanpa harus melalui proses formal.125

Dasar pemikiran pelaksanaan diversi adalah untuk perlindungan anak yang berkonflik dengan hukum yakni untuk menghilangkan efek negatif, seperti yang timbul dari prosedur formil maupun administratif dalam sistem peradilan pidana konvensional. Kebijakan alternatif ini dianggap sebagai langkah yang paling tepat dan akan memberikan hasil optimal.

Diversi merupakan upaya penyelesaian hukum terhadap anak yang berkonflik dengan hukum dengan cara non penal dengan cara mengalihkan proses formal menjadi informal dengan keadilan restoratif (restorative justice) dengan mengajak pihak seperti keluarga, tokoh masyarakat dan lain sebagainya. Diversi bertujuan melindungi kesejahteraan anak serta menghindari stigma negatif terhadap anak.

Terdapat beberapa pengaruh positif atas pelaksanaan diversi, yakni: 1. Anak terhindar dari proses hukum lebih lanjut.

2. Menghindari stigma sebagai penjahat kepada anak.

3. Menghidarkan anak pelaku dari dampak negatif praktek penyelenggaraan peradilan anak.

4. Keluarga dan masyarakat dilibatkan dalam penyelesaian masalah dengan cara musyawarah.

5. Memperbaiki luka karena kejadian tersebut, kepada korban dan masyarakat.

125

(35)

6. Memberikan rasa tanggung jawab atas perbuatannya dan memberikan pelajaran untuk mengamati efek dari kejadian tesebut, memahami kesalahannya serta berjanji untuk tidak mengulangi tindakannya lagi.

7. Anak tetap dapat berkomunikasi dengan lingkungannya sehingga tidak perlu beradaptasi sosial pasca terjadinya kejahatan.

8. Memberikan kesempatan kepada anak yang berkonflik dengan hukum kesempatan untuk menepuh jalur non penal seperti ganti kerugian dan kerja sosial.

9. Diversi menjadikan tindakan penangkapan, penahanan dan pemenjaraan sebagai upaya terakhir.

10. Mengurangi beban pada peradilan dan lembaga pemasyarakatan.

Selain memiliki pengaruh positif, diversi juga memiliki pengaruh negatif antara lain sebagai berikut:

1. Anak dinilai sebagai subyek hukum yang belum cakap dan tidak dapat memahami apa yang dilakukannya. Suatu perbuatan pidana yang dilakukan oleh anak yang berkonflik dengan hukum bisa jadi merupakan kehendaknya dan anak tersebut memahami apa akibat dari perbuatan yang dilakukannya itu. Bila tindak pidana yang dilakukan anak tersebut ancaman pidananya dibawah 7 tahun dan dilakukan diversi terhadapnya, maka dikuatirkan hal itu tidak memberi efek jera dan anak tersebut akan melakukannya lagi.126

126

Martina Peristyanti “Efektifkah Konsep Diversi dan Keadilan Restoratif pada Sistem Peradilan Anak di Indonesia?

(36)

2. Seiring perkembangan zaman, modus operandi kejahatan juga semakin bervariasi dan harus dianggap sebagai ancaman dan tantangan bagi penegakan hukum. Perkembangan zaman dan modernisasi membuat kejahatan tidak hanya dilakukan didalam negeri tetapi juga lintas batas (Transnasional) baik yang tidak terorganisir maupun yang terorganisir. Penerapan konsep Diversi ditakutkan akan menjadi celah bagi pelaku kejahatan yang mempergunakan anak sebagai subyek pelaku, diversi tidak memberi efek jera tersebut juga berpotensi akan menjadi celah bagi si anak yang berkonflik dengan hukum untuk melakukan kejahatan serupa lagi atau tindak pidana lainnya.127

diversi-dan-keadilan-restoratif-pada-sistem-peradilan-anak-di-indonesia_5517149b81331196669de1d4 diakses pada 17 Agustus 2016

127

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Keluaran dapat menjadi masukan untuk subsistem yang lainnya atau

carok , maka elemen permukiman yang termasuk dalam elemen permukiman tradisional Madura ( Madurese village structure ) tidak hanya tanean lanjang , tetapi juga kampong meji

Website ini dikembangkan dengan menggunakan perangkat lunak yakni Sublime Text 2, XAMPP yang merupakan gabungan dari Apache Web Server, bahasa pemrograman PHP, dan

Penelitian yang dilakukan di Tiga Nusa ini bertujuan mengetahui strategi pemasaran pariwisata Tiga Nusa (Pulau Nusa Penida, Nusa Lembongan dan Nusa Ceningan di

Pada tingkat pelayanan ini, tersedia ruang yang cukup bagi pejalan kaki untuk memilih kecepatan berjalan normal dan mendahului pejalan kaki lain terutama yang bergerak

DD Form 2 0 0 “DD Foti” 626 DD Form 805 DD Form 858 DD Form 1222 DD Form 1225 DD Form 1387-2 DD Form 1532 DD Form 1574 DD Form 1574-1 DD Form 1575 DD Form 1575-1 DD Form 1576 DD

Proses pada sistem e- Research Management dimulai dari pengajuan proposal oleh peneliti, persetujuan proposal oleh pihak pengelola penelitian di perguruan tinggi, pencatatan