• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Pelayanan Resep Di Puskesmas Stabat Kecamatan Stabat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Evaluasi Pelayanan Resep Di Puskesmas Stabat Kecamatan Stabat"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Puskesmas dan sebagai bahan masukan kepada Dinas Kesehatan Kota Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Puskesmas

Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja (Menkes RI, 2014). Puskesmas merupakan fasilitas pelayanan kesehatan dasar yang menyelenggarakan upaya kesehatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif), dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif), yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan (Menkes RI, 2014).

2.2 Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas

Menurut Permenkes No.30 Tahun 2014, standar pelayanan kefarmasian adalah tolak ukur yang dipergunakan sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan kefarmasian. Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien (Menkes RI, 2014).

2.2.1 Sumber Daya Manusia

(2)

dapat dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian sesuai kebutuhan. Jumlah kebutuhan apoteker di puskesmas dihitung berdasarkan rasio kunjungan pasien, baik rawat inap maupun rawat jalan. Rasio untuk menentukan jumlah apoteker di puskesmas adalah 1 (satu) Apoteker untuk 50 (lima puluh) pasien perhari. Semua tenaga kefarmasian harus memiliki surat tanda registrasi dan surat izin praktik untuk melaksanakan pelayanan kefarmasian di fasilitasi pelayanan kesehatan termasuk puskesmas, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Menkes RI,2014).

Semua tenaga kefarmasian di puskesmas harus selalu meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku dalam rangka menjaga dan meningkatkan kompetensinya. Semua tenaga kefarmasian di puskesmas melaksanakan pelayanan kefarmasian berdasarkan Standar Prosedur Operasional (SPO) yang dibuat secara tertulis, disusun oleh kepala ruang farmasi dan ditetapkan oleh kepala puskesmas. Pendidikan dan pelatihan adalah salah suatu proses atau upaya peningkatan pengetahuan dan keterampilan di bidang kefarmasian atau bidang yang berkaitan dengan kefarmasian secara berkesinambungan untuk mengembangkan potensi dan produktivitas tenaga kefarmasian secara optimal (Menkes RI,2014).

2.2.2 Sarana dan Prasarana

Sarana yang diperlukan untuk mendukung pelayanan kefarmasian di puskesmas meliputi:

(3)

Ruang penerimaan resep meliputi tempat penerimaan resep, jika memungkinkan ruang penerimaan resep ditempatkan pada bagian paling depan dan mudah terlihat oleh pasien.

b. Ruang pelayanan resep dan peracikan

Ruang pelayanan resep dan peracikan atau produksi sediaan secara terbatas meliputi rak obat sesuai kebutuhan dan meja peracikan. Di ruang peracikan disediakan peralatan peracikan, timbangan obat, air minum (air mineral) untuk pengencer, sendok obat, bahan pengemas obat, lemari pendingin, termometer ruangan, blanko salinan resep, etiket dan label obat, buku catatan pelayanan resep, buku-buku referensi/standar sesuai kebutuhan, serta alat tulis secukupnya. Ruang ini diatur agar mendapatkan cahaya dan sirkulasi udara yang cukup. Jika memungkinkan disediakan pendingin ruangan (air conditioner) sesuai kebutuhan.

c. Ruang penyerahan obat

Ruang penyerahan obat meliputi konter penyerahan obat, buku pencatatan penyerahan dan pengeluaran obat. Ruang penyerahan obat dapat digabungkan dengan ruang penerimaan resep.

d. Ruang konseling

Ruang konseling meliputi satu set meja dan kursi konseling, lemari buku, poster, alat bantu konseling, buku catatan konseling, serta 1 (satu) set komputer, jika memungkinkan.

(4)

Ruang penyimpanan yang baik perlu dilengkapi dengan rak/lemari obat, pendingin ruangan (AC), lemari pendingin, lemari penyimpanan khusus narkotika dan psikotropika, dan pengukur suhu.

f. Ruang arsip

Ruang arsip dibutuhkan untuk menyimpan dokumen yang berkaitan dengan pengelolaan obat dan bahan medis pakai dalam jangka waktu tertentu. 2.3 Pelayanan Farmasi Klinik

Pelayanan farmasi klinik merupakan bagian dari pelayanan kefarmasian yang langsung bertanggung jawab kepada pasien berkaitan dengan obat dan bahan medis habis pakai dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan pasien (Menkes RI, 2014).

Pelayanan farmasi klinik meliputi:

a. Pengkajian resep, penyerahan obat, dan pemberian informasi obat

Kegiatan pengkajian resep dimulai dari seleksi persyaratan administrasi, persyaratan farmasetik dan persyaratan klinis baik untuk pasien rawat inap maupun rawat jalan.

Persyaratan administrasi meliputi:

i. Nama, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien ii. Nama, dan paraf dokter

iii. Tanggal resep

(5)

i. Bentuk dan kekuatan sediaan ii. Dosis dan jumlah obat iii. Stabilitas dan ketersediaan iv. Aturan dan cara penggunaan

v. Inkompatibilitas (ketidakcampuran obat) Persyaratan klinis meliputi:

i. Ketepatan indikasi, dosis dan waktu penggunaan obat ii. Duplikasi pengobatan

iii. Alergi, interaksi dan efek samping obat iv. Kontra indikasi

v. Efek adiktif

Kegiatan penyerahan (Dispensing) dan pemberian informasi obat merupakan kegiatan pelayanan yang dimulai dari tahap menyiapkan/meracik obat, memberikan label/etiket, menyerahkan sediaan farmasi dengan informasi yang memadai disertai pendokumentasian (Menkes RI,2014).

b. Pelayanan informasi obat (PIO)

Merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh Apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, jelas dan terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien.

Kegiatan:

(6)

ii. Menjawab pertanyaan dari pasien maupun tenaga kesehatan melalui telepon, surat atau tatap muka.

iii. Menunjang penggunaan obat yang rasional.

iv. Melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan dan rawat inap, serta masyarakat.

v. Melakukan pendidikan dan/atau pelatihan bagi tenaga kefarmasian dan tenaga kesehatan lainnya terkait dengan obat dan bahan medis habis pakai.

c. Konseling

Merupakan suatu proses untuk mengidentifikasi dan penyelesaian masalah pasien yang berkaitan dengan penggunaan obat pasien rawat jalan dan rawat inap, serta keluarga pasien. Tujuan dilakukannya konseling adalah memberikan pemahaman yang benar mengenai obat kepada pasien/keluarga pasien antara lain tujuan pengobatan, jadwal pengobatan, cara dan lama penggunaan obat, efek samping, tanda-tanda toksisitas, cara penyimpanan dan penggunaan obat.

d. Ronde/Visite pasien

Merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan secara mandiri atau bersama tim profesi kesehatan lainnya terdiri dari dokter, perawat, ahli gizi, dan lain-lain.

Tujuan:

i. Memeriksa obat pasien.

(7)

iii. Memantau perkembangan klinis pasien yang terkait dengan penggunaan obat.

iv. Berperan aktif dalam pengambilan keputusan tim profesi kesehatan dalam terapi pasien.

e. Pemantauan dan pelaporan efek samping obat (ESO)

Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi.

f. Pemantauan terapi obat (PTO)

Merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan terapi obat yang efektif, terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping.

Kriteria pasien:

i. Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui ii. Menerima obat lebih dari 5 (lima) jenis

iii.Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati g. Evaluasi penggunaan obat

Merupakan kegiatan untuk mengevaluasi penggunaan obat secara terstruktur dan berkesinambungan untuk menjamin obat yang digunakan sesuai indikasi, efektif, aman dan terjangkau (rasional) (Menkes RI,2014).

(8)

Pelayanan resep adalah suatu proses pelayanan terhadap permintaan tertulis dokter, dokter gigi, kepada apoteker untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan perundangan yang berlaku (Menkes RI, 2014). 2.4.1 Resep

Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi kepada apoteker, baik dalam bentuk paper maupun elektronik untuk menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan yang berlaku (Menkes RI, 2014).

Resep harus ditulis secara jelas dan lengkap. Apabila resep tidak dapat dibaca dengan jelas atau tidak lengkap, apoteker harus menanyakan obat kepada dokter penulis resep.

2.4.2 Standar Penulisan Resep

Resep selalu dimulai dengan tanda R/ yang artinya Recipe (ambillah). Dibelakang tanda ini (R/) biasanya baru tertera nama dan jumlah obat. Suatu resep yang lengkap harus memuat:

a. Nama, alamat dan nomor izin praktek dokter atau dokter gigi b. Tanggal penulisan resep, nama setiap obat atau komposisi obat c. Memberi tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep

d. Tanda tangan atau paraf dokter penulisan resep sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku

e. Nama pasien, jenis kelamin, umur, serta alamat

f. Tanda seru dan paraf dokter untuk resep yang mengandung obat yang jumlahnya melebihi dosis maksimal.

(9)

Skrining resep adalah hasil evaluasi dengan cara membandingkan literatur dan ketentuan yang telah ditetapkan terhadap resep dokter. Tahapan proses skrining resep meliputi:

a. Melakukan pemeriksaan kelengkapan dan keabsahan resep yaitu : nama dokter, nomor izin praktek, alamat, tanggal penulisan resep, tanda tangan atau paraf dokter, nama pasien, alamat pasien, umur pasien, jenis kelamin dan berat badan pasien.

b. Melakukan pemeriksaan kesesuaian farmasetik yaitu : bentuk sediaan, dosis, frekuensi, kekuatan, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian obat.

c. Mengkaji aspek klinis yaitu : adanya alergi, efek samping, interaksi kesesuaian (dosis, jumlah obat dan kondisi khusus lainnya), membuat kartu pengobatan pasien.

d. Mengkonsultasikan ke dokter tentang masalah resep apabila diperlukan (Menkes RI, 2014).

2.4.4 Indikator Mutu Pelayanan Resep

Untuk menjamin mutu pelayanan kefarmasian kepada masyarakat, digunakan tujuh indikator untuk evaluasi mutu pelayanan yaitu:

a. Peracikan

Merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas, dan memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis, dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar.

(10)

Etiket harus jelas dan dapat dibaca. c. Kemasan obat yang diserahkan

Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya.

d. Penyerahan obat

Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien.

e. Informasi obat

Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi.

f. Konseling

Apoteker harus memberikan konseling mengenai sediaan farmasi, pengobatan, dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan obat yang salah. Untuk penderita penyakit TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan.

(11)

Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya.

2.5Kepuasan Pasien

Kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang terjadi setelah membandingkan antara persepsi atau kesannya terhadap kinerja dan harapan-harapannya (Kothler, 2003).

Menurut Azwar (1996), pelanggan adalah seorang atau sekelompok orang yang menggunakan atau menikmati produk berupa barang atau jasa. Seorang pelanggan jika merasa puas dengan nilai yang diberikan oleh jasa pelayanan sangat besar kemungkinannya untuk menjadi pelanggan dalam waktu yang lama (Umar, 1996).

Tingkat kepuasan pelanggan terhadap pelayanan merupakan faktor yang penting dalam mengembangkan suatu sistem penyediaan pelayanan yang tanggap terhadap kebutuhan pelanggan, meminimalkan biaya dan waktu serta memaksimalkan dampak pelayanan terhadap populasi sasaran (Sari, 2008).

Kepuasan konsumen dapat mempengaruhi minat untuk kembali ke apotek yang sama. Hal ini akan merupakan promosi dari mulut ke mulut bagi calon konsumen lainnya yang diharapkan sangat positif bagi usaha apotek (Supranto, 2006).

Menurut Bustami (2011), terdapat lima penentuan mutu pelayanan yang akhirnya menjadi penentu tingkat kepuasan yang dapat dirincikan sebagai berikut: a. Kehandalan adalah kemampuan memberikan pelayanan dengan segera, tepat

(12)

b. Ketanggapan adalah keinginan para petugas membantu semua pasien serta berkeinginan dan melaksanakan pemberian pelayanan dengan tanggap. Dalam hal ini adalah sikap dari penyedia jasa yang penuh perhatian, cepat dan tepat dalam menghadapi permintaan.

c. Keyakinan adalah petugas memiliki kompetensi, kesopanan dan dapat dipercaya, bebas dari bahaya, serta bebas dari risiko dan keragu-raguan. Dalam hal ini adalah pengetahuan dan keterampilan dalam memberikan jasa. d. Empati adalah petugas mampu menempatkan dirinya pada pasien, dapat

berupa kemudahan dalam menjalin hubungan dan komunikasi termasuk perhatiannya terhadap para pasien serta dapat memahami kebutuhan dari pasien. Dalam hal ini adalah perhatian yang diberikan kepada pasien.

Referensi

Dokumen terkait

1) Struktur ruang Kabupaten / kota yang telah terbentuk (kawasan terbangun); 2) Pola jaringan infrastruktur utama yang telah ada (khususnya jaringan jalan). 3) Potensi dan

Manajer Investasi dapat menghitung sendiri Nilai Pasar Wajar dari Efek tersebut dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab berdasarkan metode yang menggunakan asas konservatif dan

Rencana jangka panjang dari kegiatan pengabdian masyarakat ini melalui kegiatan pelatihan untuk peningkatan rasa ingin tahu kemampuan keterampilan serta semangat belajar

Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penambahan kadar garam yang semakin tinggi pada daging kerbau mempengaruhi konsentrasi serta profil protein hal ini

Pengujian pengaruh logam Pb terhadap kada klorofil dilakukan menggunakan uji kenormalan, uji homogenitas dan uji hipotetsi (ANAVA) dua arah. Uji hipotesis

instalasi pada wilayah RW 03 ini hanya digunakan beberapa bangunan saja, karena kualitas air limbah dapat diturunkan atau diremoval sesuai dengan baku mutu yang

Berdasarkan PSAK No.5 (Revisi), “Pelaporan Informasi Keuangan Menurut Segmen”, Perusahaan yang telah go public diharuskan melaporkan informasi keuangannya berdasarkan segmen

“[237 Park Avenue] is a great example of what makes a building so much more attractive to ofice tenants, and RXR is a great example of a landlord who has both the willingness and