• Tidak ada hasil yang ditemukan

S PAI 1206401 Chapter1

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "S PAI 1206401 Chapter1"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Manusia dilahirkan ke dunia ini dalam keadaan tidak berdaya, tidak dilengkapi naluri yang sempurna, masa penyesuaian untuk belajar memerlukan waktu yang cukup lama serta kemampuannya yang masih terbatas memerlukan bantuan, perlindungan dan perawatan. Di sisi lain manusia sebagai masyarakat perlu budaya kelompok, perlu warisan sosial budaya, perlu kehidupan beradab, dan perlu pendidikan.

Pertumbuhan dan perkembangan manusia tidak dapat diserahkan begitu saja kepada alam lingkungannya, dia memerlukan bimbingan dan pengarahan karena terbatasnya kondisi fisik serta kemampuan yang dimilikinya. Oleh karena itu, manusia adalah makhluk yang memerlukan pendidikan. Menurut Syahidin (2009, hlm. 46), manusia dibekali potensi untuk dapat dididik dan dapat pula mendidik orang lain.

Hasbullah (2008, hlm. 1) memaparkan dalam arti sederhana bahwa pendidikan sering diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan.

Orang tua merupakan pendidik pertama dan utama dalam pembentukan kepribadian anak. Alasannya karena (1) keluarga merupakan kelompok sosial pertama yang menjadi pusat identifikasi anak, (2) anak banyak menghabiskan waktunya di lingkungan keluarga, dan (3) para anggota keluarga merupakan “significant people” bagi pembentukan kepribadian anak (Yusuf & Nurihsan, 2008, hlm. 27).

(2)

pendidikan yang dilaksankan di sekolah, karena pendidikan dalam keluarga bersifat informal yang tidak terikat oleh waktu dan program pendidikan secara khusus.

Dorothy Law Nolte (dalam Yusuf & Nurihsan, 2008, hlm. 28) menggambarkan bagaimana pengaruh keluarga (orang tua) terhadap kepribadian anak, sebagai berikut:

“....

Jika anak dibesarkan dengan sebaik-baiknya perlakuan, ia akan belajar keadilan.

Jika anak dibesarkan dengan dukungan, ia belajar menyenangi dirinya.

Jika anak dibesarkan dengan kasih sayang dan persahabatan, ia akan menemukan cinta”.

Untuk itu, suasana keluarga yang memberikan kasih sayang, perhatian, dan bimbingan dalam bidang agama, maka perkembangan kepribadian anak tersebut cenderung positif, sehat. Sedangkan anak yang dikembangkan dalam lingkungan keluarga yang berantakan, tidak harmonis, keras terhadap anak dan tidak memperhatikan nilai-nilai agama, maka perkembangan kepribadiannya cenderung mengalami kelainan dalam penyesuaian dirinya.

Sebagaimana menurut pendapat Daradjat (dalam Majid & Andayani, 2004, hlm. 139) bahwa “Pada umumnya agama seseorang ditentukan oleh pendidikan, pengalaman dan latihan yang dilaluinya sejak kecil”.

Sebagai lingkungan pendidikan yang pertama, keluarga memainkan peran yang sangat besar dalam membentuk pola kepribadian anak. Baik buruk kepribadian anak-anak dimasa yang akan datang banyak ditentukan oleh pendidikan dan bimbingan orang tuanya. Oleh karena itu orang tua sebagai penanggungjawab atas kehidupan keluarga berupaya secara optimal untuk mendidik anaknya agar menjadi anak yang saleh. Orang tua berusaha mendidik anaknya secara langsung maupun tidak langsung dengan menitipkan anaknya ke sekolah-sekolah formal maupun ke pesantren tidak memberikan hasil yang sesuai dengan harapan.

(3)

“Pendidikan berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.

Degradasi moral yang terjadi di Indonesia telah menjadi bukti bahwa pendidikan tidak sesuai dengan harapan. Ditambah perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin hari semakin pesat, rasanya perlu diwaspadai, karena secara tidak langsung mengakibatkan dampak negatif yang lebih besar dari dampak positifnya, khususnya bagi anak-anak dan para remaja.

Akibatnya banyak orang tua, baik di rumah maupun di sekolah serta masyarakat luas merasakan dampaknya. Dimana orang tua resah dengan keadaan anaknya yang berani mendurhakai orang tua seperti berbohong, acuh tak acuh terhadap seruan dan perkataan orang tua, tidak membantu pekerjaan rumah tangga, bahkan yang lebih parah lagi adalah adanya tindak penyiksaan terhadap orang tua, sebagaimana yang dilansir dalam situs citizen6.com (2015):

“Sosok anak yang semestinya wajib menghormati, menyayangi dan mengasihi orangtua apalagi seorang ibu yang susah payah melahirkannya ke dunia sama sekali tidak ditunjukkan oleh Siti Nur Redha khamis, wanita berusia 25 tahun ini begitu tega memperlakukan secara kasar ibu kandungnya sendiri seperti menampar, memukul dengan sapu dan bahkan terungkap tuduhan mengejutkan baru – baru ini bahwa ia pernah memberi ibunya makan (maaf) k*toran manusia”.

Peneliti berasumsi bahwa ada kesalahan dalam proses mendidik anak seperti orang tua yang selalu memanjakan anaknya. Dan juga ketika orang tua sudah menitipkan anaknya di sekolah, orang tua sudah merasa lepas dengan tanggung jawabnya sebagai pendidik. Padahal itu merupakan kekeliruan yang serius. Wijanarko (2012, hlm. 5) memaparkan bahwa alasan orang tua tidak bisa menyerahkan pendidikan anak sepenuhnya ke sekolah, karena sekolah bagaimanapun juga lebih banyak konsentrasi pada kepandaian atau otak anak dan bukan pada jiwa atau kepribadian anak.

(4)

seorang sosok yang memiliki budi pekerti yang tinggi dari keramahan, tenggang rasa, kesopanan, rendah hati, suka menolong, solidaritas sosial, mampu berinteraksi dengan Allah dan dengan sesama manusia.

Untuk itu, perlu adanya pembinaan kepribadian yang tangguh yang selalu ingin meningkatkan prestasi lebih baik dari yang telah dicapainya, mempunyai daya tahan mental untuk mengatasi persoalan kehidupan, dan mampu untuk mencari jalan penyelesaian bagi semua persoalan kehidupan dengan cara-cara yang positif.

Pembinaan kepribadian pada dasarnya merupakan suatu pembentukan kebiasaan yang baik dan serasi dengan nilai-nilai al-akhlāq al-karīmaħ. Untuk itu setiap muslim dianjurkan untuk belajar seumur hidup (life long education), dari mulai lahir dibesarkan dengan yang baik sampai di akhir hayat pun tetap dalam kebaikan.

Berdasarkan uraian di atas, pendidikan haruslah memiliki orientasi baru yang mampu menginternalisasikan karakter dan nilai religus dalam semua aspek kehidupan anak didik, yaitu pengetahuan dan nilai. Alquran merupakan dasar utama dalam pendidikan. Menjadikan alquran sebagai dasar dalam menggali informasi untuk suatu permasalahan merupakan suatu kewajiban, karena alquran sendiri menunjukkan kepada orang-orang yang beriman untuk kembali kepadanya ketika menemukan permasalahan, karena dalam alquran itu telah ada pokok-pokok agama, norma-norma, hukum-hukum, hikmah-hikmah dan pimpinan untuk kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat, dan kebahagiaan makhluk pada umumnya. Serta dalam alquran juga kita dapat menemukan nilai-nilai dalam Tuhanlah mereka dihimpunkan” (Q.S. Al-An’am [6]: 38)1

1

(5)

Dalam mentransformasikan nilai-nilai pendidikan, terkadang alquran munuturkan dalam bentuk kisah terutama kisah tentang bagaimana orang tua mendidik anaknya, seperti kisah Yakub kepada Yusuf, Lukman kepada anaknya, Ibrāhīm kepada Ismā’īl, dan lain-lain. Allah Swt. menciptakan manusia dan Dia pula yang mendidik manusia. Isi pendidikan itu telah termaktub dalam wahyu-Nya. Tidak ada persoalan, termasuk persoalan pendidikan, yang luput dari jangkauan alquran. Fadil (dalam Ramayulis, 2011, hlm. 123) memaparkan bahwa:

“Pada hakekatnya Alquran merupakan perbendaharaan yang besar untuk kebudayaan manusia, terutama bidang kerohanian. Kedudukan Alquran sebagai sumber dan dasar belajar yang paling utama yang dapat mengatasi permasalahan karakter bangsa pada saat ini”.

Kisah merupakan salah satu gaya yang digunakan alquran dalam memaparkan petunjuk-petunjuknya kepada manusia. Tidak diragukan lagi bahwa kisah yang baik dan cermat akan digemari dan menembus relung jiwa manusia dengan mudah. Jika direnungi dan diambil pelajaran, banyak yang bisa dipetik dalam kehidupan tidak terkecuali nilai-nilai pendidikan (al-Qaṭṭān, 2012, hlm. 441). Sebagaimana Firman Allah Swt. Dalam Q.S. Yusuf [12]: 111)



“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. alquran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman.” (Q.S. Yusuf [12]: 111)

Kisah Nabi Ibrāhīm merupakan kisah yang syarat dengan nilai-nilai pendidikan terutama pada kisah Nabi Ibrāhīm dan anaknya Ismā’īl yang telah berhasil menanamkan nilai-nilai pendidikan. Sifat nabi Ibrāhīm yang sabar, teguh pendirian, serta taqwa patut kita contoh terutama dalam mendidik anak untuk menjadi anak yang saleh. Sebagamana Firman Allah Swt.:

(6)

 dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!" ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku Termasuk orang-orang yang sabar, tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrāhīm membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya )." (Q.S. al-Ṣāffāt [37]: 102-103) menyerahkan nyawanya sekalipun untuk mematuhi perintah Allah melalui mimpi nabi Ibrāhīm.

Peneliti berasumsi bahwa dalam kisah Ibrāhīm dan Ismā’īl dalam Q.S. al-Ṣāffāt [37]: 99-111 ada sebuah proses pendidikan yang dinamis sehingga mampu mendidik anaknya menjadi pribadi yang saleh. Nabi Ibrāhīm telah berhasil menjalankan perannya sebagai seorang pendidik utama dan pertama bagi anaknya, ia tanamkan pada anaknya melalui contoh dan suri teladan yang ia perankan sendiri dari nilai-nilai baik, yang pada akhirnya mampu menjadikannya seorang yang memiliki keyakinan yang kuat, kepribadian yang baik, dan kesadaran yang tinggi untuk menimbang masalah seperti orang dewasa.

(7)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan pokok sebagai berikut: “Bagaimana Nilai-Nilai Pendidikan dalam Kisah Ibrāhīm dan Implementasinya dalam Pembinaan Kepribadian Anak?”

Dari masalah pokok tersebut, maka batas masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana penafsiran para mufasir tentang Q.S. al-Ṣāffāt [37]: 99-111? 2. Apa saja nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam Q.S. al-Ṣāffāt [37]:

99-111?

3. Bagaimana proses penanaman nilai pendidikan yang dilakukan oleh Nabi Ibrāhīm dalam Q.S. al-Ṣāffāt [37]: 99-111?

4. Bagaimana implemetasi nilai-nilai pendidikan dalam Q.S. al-Ṣāffāt [37]: 99 -111 dalam pembinaan kepribadian anak?

C. Tujuan Masalah

Sesuai dengan rumusan masalah yang telah dipaparkan di atas, maka tujuan umum yang ingin dicapai dalam penelelitian ini yaitu “Untuk mengetahui Nilai-Nilai Pendidikan dalam Kisah Ibrāhīm dan Implementasinya dalam Pembinaan Kepribadian Anak”.

Sedangkan secara khusus tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui penafsiran para mufasir tentang Q.S. al-Ṣāffāt [37]: 99 -111.

2. Untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam Q.S. al-Ṣāffāt [37]: 99-111.

3. Untuk mengetahui proses penanaman nilai pendidikan yang dilakukan oleh nabi Ibrāhīm dalam Q.S. al-Ṣāffāt [37]: 99-111.

4. Untuk mengetahui implementasi nilai-nilai pendidikan dalam Q.S. al-Ṣāffāt [37]: 99-111 dalam pembinaan kepribadian anak.

D. Manfaat Penilaian

a. Manfaat Teoritis

(8)

khususnya dalam bidang pendidikan agama Islam. Berupa nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam kisah Ibrāhīm pada Q.S. al-Ṣāffāt [37]: 99-111.

b. Manfaat Praktis

1. Mampu menumbuhkan sifat-sifat yang baik terhadap anak, dengan tertanamnya nilai-nilai pendidikan tersebut dalam dirinya, sehingga akan menjelma menjadi kepribadian yang utuh dan baik yang sesuai dengan tuntunan-tuntunan atau kaidah-kaidah di dalam agama Islam dan sesuai dengan ajaran alquran.

2. Dengan kepribadian yang baik dan tertata dari nilai-nilai tersebut, diharapkan pula kepintaran dan kecerdasan yang telah mereka peroleh sebelumnya dapat menjadi lebih kokoh.

3. Bagi civitas akademik, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan informasi tentang nilai-nilai pendidikan dalam kisah Ibrāhīm kepada para calon guru Pendidikan Agama Islam.

4. Bagi masyarakat, hasil penelitian ini dapat menambah wawasan pengetahuan dalam bidang agama, khususnya pengetahuan tentang proses penanaman nilai-nilai pendidikan baik dalam pendidikan formal maupun pendidikan informal.

E. Definisi Operasional

Untuk memperjelas arah penelitian, dan supaya tidak menimbulkan kesalah pahaman dalam memaknai istilah-istilah yang esensial diperlukan penjelasan atau arti dari istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian.

1. Nilai

(9)

Dalam penelitian ini, nilai dapat diartikan sebagai sesuatu yang berguna dan berharga tentang pendidikan yang terkandung dalam Q.S. al-Ṣāffāt[37]: 99 -111.

2. Pendidikan

Menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 pasal 1:

“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.”

Sementara Tafsir (2012, hlm. 38) mendefinisikan pendidikan dengan usaha sadar mengembangkan seseorang agar terbentuk perkembangan yang maksimal dan positif. Adapun menurut Zuhairi (2008, hlm. 152), pendidikan adalah usaha yang diarahkan kepada pembentukan kepribadian anak yang sesuai dengan ajaran Islam atau suatu upaya dengan ajaran Islam, memikir, memutuskan dan berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam, serta bertanggung jawab sesuai dengan nilai-nilai Islam.

Dengan begitu nilai-nilai pendidikan yang dimaksud adalah nilai-nilai yang sesuai dengan ajaran Islam.

2. Kisah Ibrāhīm

Kisah Ibrāhīm merupakan salah satu kisah yang terdapat dalam alquran. Kisah ini tersebar di dalam beberapa surat dalam alquran. Adapun pengklasifikasian ayat-ayat tentang kisah Nabi Ibrāhīm dalam alquran meliputi: pencarian Tuhan, seruan dakwah Nabi Ibrāhīm, penghancuran patung, Nabi Ibrāhīm dibakar, serta kisah Nabi Ibrāhīm dan anaknya Ismā’īl dan Ishak.

Dan disini penulis hanya memfokuskan kepada kisah Nabi Ibrāhīm dan anaknya Ismā’īl yang terdapat dalam Q.S. al-Ṣāffāt [37]: 99-111 untuk menggali nilai-nilai pendidikan yang ada pada ayat tersebut.

3. Implementasinya dalam pembinaan Kepribadian Anak

(10)

suatu sistem. Implementasi bukan sekedar aktivitas, tetapi suatu kegiatan yang terencana dan untuk mencapai tujuan kegiatan.

b. Pembinaan; Menurut Sudjana (2010, hlm. 199) pembinaan adalah upaya memelihara atau membawa, sesuatu keadaan yang seharusnya terjadi atau menjaga keadaan sebagaimana seharusnya.

c. Kepribadian menurut Abdul Mujib (dalam Yusuf & Nurihsan, 2008, hlm. 212) adalah integrasi sistem kalbu, akal dan nafsu manusia yang menimbulkan tingkah laku.

d. Yang peneliti maksud dengan anak dalam pembahasan ini adalah anak yang dalam usia dini. Dimana pada usia dini anak sudah mulai masuk sekolah. Dalam perkembangannya, anak memasuki perkembangan pikiran, khususnya kecerdasan. Perkembangan pada usia ini terjadi cepat sekali. Anak mulai dapat memahami hal yang bersifat abstrak (maknawi). Kecerdasan untuk berfantasi atau berhayal sangat besar. Anak sangat suka mendengar cerita, kisah, atau dongeng yang diceritakan oleh orang tuanya, guru ataupun siapa saja yang mau bercerita atau membacakan cerita baginya (Tafsir, 2012. hlm. 104).

(11)

F. Kerangka Pemikiran

Bagan 1.1 Kerangka Pemikiran

(12)

G. Struktur Organisasi Skripsi

Sistematis dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :

Bab I Pendahuluan, meliputi : 1) Latar belakang Penelitian, 2) Rumusan masalah, 3) Tujuan penelitian, 4) Manfaat penelitian, 5) Definisi Operasional, 6) Kerangka Pemikiran, 7) Stuktur organisasi.

Bab II Kajian Teori. Kajian teori mempunyai peran yang sangat penting. Pada bagian ini akan dijelaskan topik atau permasalahan yang akan diangkat dalam penelitian. Berbagai teori dan pemikiran mengenai nilai-nilai pendidikan, kisah Nabi Ibrāhīm serta tentang kepribadian diuraikan dari berbagai pendapat para ahli.

Bab III Metode Penelitian, meliputi 1) Desain Penelitian, dengan menggunakan pendekatan kualitatif, studi literatur, studi dokumentasi, dan metode Taḥlīlī sebagai suatu metode penafsiran melalui pendeskripsian (menguraikan) makna yang terkandung dalam ayat-ayat alquran. 2) Pengumpulan Data, Memilih ayat yang relevan, serta mengklasifikasikan penafsiran yang ada ke dalam kategorisasi yang sesuai dengan rumusan masalah, lalu peneliti mencari dari berbagai buku tafsir untuk mengambil keterangan dan menyimpulkannya. 3) Jenis dan Sumber Data, data primer yang digunakan bersumber langsung dari ayat-ayat alquran yaitu Q.S. al-Ṣāffāt [37]: 99-111 dan juga tafsir, sedangkan data sekunder yang digunakan dari berbagai literatur buku, jurnal, skripsi, disertasi, dan sumber dari internet. 4) Analisis Data, studi literatur, studi dokumentasi, dan metode analisis dengan cara menjelaskan dan menggambarkan kandungan ayat.

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan, yaitu terdiri atas: temuan penelitian, pembahasan penelitian mengenai nilai-nilai pendidikan dalam Q.S. al-Ṣāffāt [37]: 99-111. Uraian penelitian memuat pendapat para mufasir dalam menafsirkan ayat-ayat tersebut kemudian implementasinya dalam pembinaan kepribadian anak.

Referensi

Dokumen terkait

Hal tersebut muncul atas inisiatif dari Sesepuh Adat yang mulai berupaya untuk meningkatkan kehidupan masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan dasar, inisiatif tersebut

Manfaat teoritis, yang diharapkan dari penelitian ini adalah dapat memberikan sumbangsih masukan terhadap ilmu pengetahuan hukum yaitu khususnya Hukum Tata Negara,

Dengan adanya kebijakan retribusi IMB di Kabupaten Mamuju Utara merupakan alternatif pemecahan masalah, akan tetapi dari aspek pencapaian hasil yang diharapkan

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat dan menambah wawasan ilmu pengetahuan di bidang perpajakan khususnya dalam hal sosialisasi perpajakan, pelayanan fiskus, pelaksanaan

Parameter yang diamati adalah tinggi bibit kakao, diameter batang bibit kakao, jumlah daun bibit kakao, total luas daun bibit kakao, bobot basah tajuk bibit

Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan dapat menambah wawasan mengenai ilmu pengetahuan pemasaran, khususnya yang

berhubungan dengan keselamatan bersertifikat lainnya yang meminta untuk mengamati operasi dan personil dari organisasi AS ® untuk Pengadaan & Logistik Divisi , dalam

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 44 Tahun 2019 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada Taman Kanak - kanak , Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama,