• Tidak ada hasil yang ditemukan

Profil Kelainan Respiratorik Dan Uji Faal Paru Pada Pekerja Pabrik Pengolahan Peralatan Rumah Tangga Dari Bahan Kayu Di Kabupaten Deli Serdang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Profil Kelainan Respiratorik Dan Uji Faal Paru Pada Pekerja Pabrik Pengolahan Peralatan Rumah Tangga Dari Bahan Kayu Di Kabupaten Deli Serdang"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. DEFINISI

2.1.1 PENYAKIT PARU KERJA

Penyakit paru kerja adalah penyakit atau kerusakan paru disebabkan oleh debu/asap/gas berbahaya yang terhisap oleh para pekerja di tempat pekerjaan mereka. Berbagai penyakit paru dapat terjadi akibat paparan zat seperti debu, serat dan gas yang timbul pada proses industrialisasi. Jenis penyakit paru yang timbul tergantung pada jenis zat paparan. Namun, manifestasi klinis penyakit paru kerja mirip dengan penyakit paru lain yang tidak berhubungan dengan pekerjaan.17

2.1.2 PNEUMOKONIOSIS

Istilah ini berasal dari bahasa Yunani, yaitu pneumo berarti paru dan konios berarti debu. Pneumokoniosis digunakan untuk menyatakan berbagai keadaan, yaitu 1. Kelainan yang terjadi akibat paparan debu silika (silikosis), asbes (asbestosis)

dan timah (stannosis).

2. Kelainan yang terjadi akibat pekerjaan seperti pneumokoniosis batubara. 3. Kelainan yang ditimbulkan oleh debu organik, misalnya bissinosis.

(2)

yang menetap disebut reaksi lebih baik dibatasi pada kelainan reaksi non neoplasma akibat debu tanpa memasukkan penyakit bronkitis, asma dan emfisema walaupun kelainan itu dapat juga terjadi akibat inhalasi debu.18

2.1.3. PNEUMONITIS HIPERSENSITIF

Efek sistem pernapasan akibat paparan debu kayu termasuk penurunan kapasitas paru-paru dan reaksi alergi di paru-paru. Dua jenis reaksi alergi dapat terjadi di paru-paru: pneumonitis hipersensitif (peradangan pada dinding kantung udara dan saluran napas kecil) dan asma kerja. Penurunan kapasitas paru-paru disebabkan oleh mekanik atau kimia iritasi jaringan paru oleh debu. Hal ini menyebabkan iritasi saluran udara untuk mempersempit, mengurangi volume udara yang masuk kedalam paru-paru dan memproduksi sesak napas. Biasanya diperlukan waktu lama untuk melihat penurunan kapasitas paru-paru.

(3)

Pneumonitis hipersensitif tampaknya dipicu ketika partikel kecil menembus dalam ke paru-paru di mana mereka memicu respon alergi. Partikel yang diketahui atau diduga menyebabkan kondisi ini termasuk jamur, bakteri, dan debu halus dari beberapa kayu keras tropis . Dampak awal dapat berkembang dalam beberapa jam atau setelah beberapa hari setelah terekspos dan sering bingung dengan flu atau gejala lain (sakit kepala, menggigil, berkeringat, mual, sesak napas, dan gejala demam). Sesak dada dan sesak napas sering terjadi dan dapat menjadi parah. Dengan paparan dalam jangka panjang dari waktu, kondisi ini dapat memperburuk, menyebabkan kerusakan permanen pada paru-paru. Dinding kantung udara menebal dan kaku, membuat pernapasan sulit. Beberapa penyakit yang telah diklasifikasikan sebagai pneumonitis hipersensitif termasuk penyakit “maple bark strippers disease” (penyakit bercak kulit maple), sequoiosis (dari menghirup debu redwood yang mengandung partikel jamur), “wood trimmers disease”, dan “wood pulp disease”. Penyakit ini disebabkan oleh kapang yang

tumbuh di kayu bukan karena serbuk kayu itu sendiri. Spora jamur menyebar melalui udara ketika serpihan kayu dipindahkan, dipangkas, dan kulit kayu dilucuti.19

2.1.4. ASMA KERJA

(4)

Keadaan ini sangat khas pada individu yang atopik setelah bekerja 4 atau 5 tahun. Pada individu non atopik asma muncul beberapa tahun lebih lama dibandingkan yang atopik. Asma dapat muncul lebih awal bahkan beberapa minggu sesudah mulai bekerja terutama pada tempat yang mengandung zat paparan kuat seperti isosianat atau colophony. Gejala bervariasi tiap individu, kebanyakan penderita menunjukkan perbaikan pada akhir pekan dan waktu libur. Riwayat penyakit merupakan prosedur penting untuk menegakkan diagnosis. Faal paru menunjukkan tanda obstruksi yaitu penurunan VEP1 tetapi bersifat reversibel setelah pemberian bronkodilator. Foto toraks biasanya normal atau ada tanda hiperinflasi. Foto toraks berguna untuk membedakan dengan pneumonitis hipersensitif.17

Tabel 1 . Zat-zat Penyebab Asma Kerja17

(5)

Ulat sutra

2.1.5. BRONKITIS INDUSTRI

(6)

pekerja tambang batubara dan pekerja tepung. Pada pekerja tambang batubara, debu dengan partikel besar 5 -10 U menumpuk di epitel jalan napas proksimal

dan menimbulkan gejala klinis. Bila paparan menghilang, gejala dapat menghilang. Pada pekerja yang berhubungan dengan tepung, keadaannya lebih kompleks. Berbagai komponen debu padi-padian (antigen padi-padian, antigen jamur, kumbang padi, tungau, antigen binatang, endotoksin bakteri dan debu inert) mempunyai andil dalam menimbulkan. Berbagai zat di tempat kerja dapat menimbulkan bronkitis. Dari berbagai penelitian, ada zat-zat yang sudah dipastikan, kemungkinan besar atau diduga sebagai penyebab bronkitis. Penyakit ini disebabkan pengendapan partikel yang mempunyai diameter lebih besar dibandingkan partikel fraksi respirasi biasa. Dampak paparan yang lama menyebabkan paralisis silia, hipertrofi dan hiperplasi kelenjar mukus dan menimbulkan gejala batuk produktif menahun. Pemeriksaan foto toraks dapat normal atau ada peningkatan corakan bronkopulmoner terutama di lobus bawah. Pemeriksaan faal paru pada fase awal dapat normal, selanjutnya terjadi perlambatan aliran udara yaitu pengurangan VEP1 yang kemudian menjadi ireversibel. Pada penyakit bronkitis kronik ini pemeriksaan faal paru berguna untuk membantu menegakkan diagnosis, menilai manfaat pengobatan, melihat laju perjalanan penyakit serta meramalkan prognosis penderita.17

Tabel 2. Zat Penyebab Bronkitis Kronik17

Dipastikan Kemungkinan

Besar Diduga Aldehid (akrolein fonnaldehid) +

Ammonia +

Debu batubara +

(7)

Khlorin +

Pembakaran arang bate +

Debu kapas +

Gas diesel +

Endotoksin +

Debu tepung (gandum, barley) +

NO2 +

Vinil khlorida monomer +

Western red cedar +

Debu wol +

2.2 PREVALENSI

Untuk Indonesia, catatan/laporan tentang penyakit paru kerja belum terdata dengan baik, ada kalanya penyakit paru akibat kerja dianggap sebagai penyakit paru yang lazim ditemukan, hal ini disebabkan penyakit paru akibat kerja hampir tidak ada bedanya dengan paru yg tidak disebabkan oleh pekerjaan, sehingga dalam pencatatan/pelaporan penyakit paru kerja hampir tidak ada.

(8)

diketahui secara pasti perkiraan bervariasi antara 2% - 15%, di Jepang tahun 1977 ditemukan 15% penderita asma kerja adalah laki-laki.21,22

2.3. KAYU DAN PENGOLAHAN KAYU

Kayu merupakan salah satu sumber daya bias diperbaharui yang paling penting di dunia. Kayu substansi keras berserat terdiri dari sebagian besar batang dan cabang-cabang pohon atau semak, dan tertutup oleh kulit kayu. Inti bagian dalam dari kayu disebut kayu batang dan lapisan luar disebut gubal. Untuk keperluan industri, kayu diklasifikasikan menjadi dua jenis; kayu keras dan kayu lunak. Kayu lunak berasal dari pohon jenis konifera (botanikal disebut sebagai Gymnospermae dengan biji terkena), sedangkan kayu keras adalah dari daun pohon (botanikal dinamakan sebagai Angiospermae dengan biji encapsulated).

(9)

lebih banyak debu. Partikel kayu lunak adalah lebih berserat dan biasanya lebih besar dan sebagai hasilnya kurang mampu menjadi udara. Panas yang cukup tinggi dihasilkan selama menggergaji, mesin dan pengamplasan dapat mengubah komposisi kimia dari serbuk kayu. Bahwa kayu keras menimbulkan debu halus di udara pada tingkat yang lebih rendah selama pengamplasan dari kayu lunak, tapi itu jumlah total debu di udara yang dihasilkan hanya tergantung pada massa total kayu dihapus, dan bukan jenis kayu. Jenis dan kuantitas dari serbuk kayu yang dihasilkan juga terkait dengan kepadatan kayu. Kayu keras umumnya lebih padat daripada kayu lunak, dan di bawah kondisi yang sama biasanya akan menghasilkan lebih banyak debu. Pekerja dalam operasi penebangan, pabrik pulp dan pabrik kayu cenderung menggunakan kayu segar; mereka yang bekerja di kabinet, furnitur, pola, dan model membuat industri cenderung menggunakan kayu kering. Bahwa kayu keras menimbulkan debu halus di udara pada tingkat yang lebih rendah selama pengamplasan dari kayu lunak, tapi itu jumlah total debu di udara yang dihasilkan hanya tergantung pada massa total kayu dihapus, dan bukan jenis kayu.23

(10)

Kayu yang berpenampang segi empat dengan mesin pembubut khusus kayu diubah menjadi bulat, kayu yg telah diubah ini akan dipergunakan untuk gagang sapu, proses pembubutan kayu tsb akan menimbulkan semburan debu kayu ditempat kerja karyawan yang bersangkutan.

2.4. SIFAT DEBU

Penyakit atau gangguan saluran napas yang terjadi akibat inhalasi debu dipengaruhi oleh banyak faktor, baik faktor debu sendiri maupun faktor individu yang terkena paparan. Faktor debu meliputi sifat kimiawi, bentuk, ukuran partikel, daya larut, konsentrasi serta lama paparan. Sedangkan faktor individu adalah faktor mekanisme pertahanan tubuh.

Zat yang terdapat di berbagai sektor industri, pertambangan dapat menimbulkan kelainan saluran napas dan paru pada para pekerja ditempat itu. Kelainan yang timbul tergantung dari jenis zat, debu, gas atau asap yang mereka hirup.

Penyakit yang timbul karena inhalasi zat tersebut dinamakan penyakit paru kerja. Pneumokoniosis adalah salah satu penyakit yang sering ditemukan pada para pekerja tambang, dan industri tertentu, tergantung dari jenis zat yang dihirup, maka pneumokoniosis yg terjadi bisa berupa silikosis, asbestosis, pneumokoniosis batubara atau bentuk yang lain.18,21

(11)

Bahan baku untuk pembuatan pulp antara lain kayu pinus merkusi, bambu, jerami, bagase, kertas bekas dan lain-lain. Kayu sebagai bahan baku dalam industri kertas mengandung beberapa komponen antara lain :

1. Selulosa

Selulosa merupakan komponen yang paling dikehendaki dalam pembuatan kertas karena bersifat panjang dan kuat. Kayu mengandung sekitar 50 % komponen selulosa. 2. Hemiselulosa

Hemiselulosa lebih mudah larut dalam air dan biasanya dihilangkan dalam proses pulping.

3. Lignin

Lignin berfungsi merekatkan serat–serat selulosa sehingga menjadi kaku. Pada proses pulping secara kimia dan proses pemutihan akan menghilangkan komponen lignin tanpa mengurangi serat selulosa. Komponen lignin dalam kayu adalah sekitar 30 %. 4. Bahan ekstraktif

Komponen ini meliputi hormon tumbuhan, resin, asam lemak dan unsur lain. Komponen ini sangat beracun bagi kehidupan perairan dan mencapai jumlah toksik akut dalam limbah industri kertas. Jumlah komponen hemiselulosa dan hidrokarbon dalam kayu adalah sekitar 20 %.

Proses produksi kertas terdiri dari beberapa tahap yang pada intinya adalah sebagai berikut :

1. Pembuburan kayu (pulping)

(12)

Proses pembuatan pulp secara kimia terdiri dari dua jenis proses yaitu : 1.1.1. Proses Sulfat (kraft)

Proses ini merupakan proses industri pulp yang dominan di dunia dengan menghasilkan kekuatan yang tinggi, serat panjang, dan kandungan lignin dalam pulp sangat rendah. Proses ini dilakukan dengan memasak potongan kayu dalam sodium hidroksida/ soda kaustik dan cairan sodium disebut larutan putih (white liquor) yaitu campuran sodium hidroksida dan sodium sulfida). Dengan proses ini lignin dan resin kayu akan dilepaskan dari serat selulosa pulp kemudian dicuci dan diputihkan. Pada proses ini umumnya dilakukan dengan proses tertutup sehingga 95 – 98 % bahan kimia yang digunakan dapat digunakan kembali.

1.1.2. Proses Sulfit

Proses ini menggunakan peralatan yang serupa dengan proses kraft tetapi menggunakan bahan kimia yang berbeda. Karakteristik pulp yang dihasilkan adalah kuat, lembut dan lebih terang warnanya daripada proses kraft sehingga dapat mengurangi tahap pemutih. Bahan kimia yang digunakan adalah asam sulfat atau hydrogen sulfit untuk memasak bahan baku sehingga dihasilkan asam sulfit atau pulp bisulfit. Umumnya rata – rata recovery bahan kimia tidak setinggi proses kraft.

1.2 Proses Mekanik

Proses pembuatan pulp secara kimia terdiri dari dua jenis proses yaitu : 1.2.1 Penggilingan kayu

(13)

robek dan agak kusam. Akibatnya kertas tersebut banyak digunakan untuk kertas koran dan kertas yang memerlukan sedikit kekuatan sobek.

1.2.2 Proses thermomechanical atau chemo-thermomechanical

Dua variasi proses mekanik tersebut digunakan secara luas di industri pulp untuk mengurangi konsumsi energi. Pada proses thermomechanical hanya digunakan kayu lunak yang direbus sebelum digiling. Sedangkan pada proses chemothermomechanical potongan kayu direndam dengan bahan kimia berbasis sulfur untuk mengekstrak resin dan lignin. Salah satu akibat proses ini adalah menghasilkan gas berbau berupa senyawa hidrogen sulfida (H2S), metil merkaptan, dimetilsulfid, dimetil disulfid dan komponen gas sulfur yang sangat berdampak negatif terhadap kesehatan manusia.

2. Pencucian (washing)

Hasil pemasakan merupakan serat yang masih berwarna coklat dan mengandung sisa cairan pemasak. Serat ini masih mengandung serat – serat yang tidak dikehendaki. Proses pencucian pulp dilakukan untuk menghilangkan materi yang tidak diinginkan yang akan mempengaruhi dosis zat pemutih. Hasil samping dari proses ini berupa black liquor, debu dan lignin. Setelah dicuci pulp dihilangkan lignin yang tersisa

(delignifikasi) menggunakan oksigen dalam larutan putih sehingga menghasilkan bubur kayu yang lebih putih. Proses ini akan mengurangi jumlah klorin yang dibutuhkan dalam proses pemutihan (bleaching).

3. Pemutihan (bleaching)

(14)

kandungan berbagai bahan kimia berupa organoklorin yang umumnya beracun.Udara yang keluar dari tangki bleaching mengandung polutan berbahaya seperti kloroform, metanol, formaldehid dan metil etil keton. Sedangkan bahan kimia yang menggunakan senyawa klorin organik sebagai bahan bleaching dapat membentuk beberapa senyawa toksik seperti dioksin, furan dan klorin organik (kloroform).

4. Pembentukan kertas

Pulp yg dihasilkan dari tahap sebelumnya selanjutnya dilakukan penggilingan, pengem paan (pressing) untuk mengurangi kadar air dan diikuti dengan pengeringan (drying) dengan menggunakan uap. Untuk mendapatkan permukaan yang halus (pada kertas cetak/tulis) dilakukan proses calendering sesudah pengeringan, sedangkan untuk membuat permukaan yang mengkilat dan berwarna, sesudah calendering dilakukan proses pelapisan (coating) untuk produk kertas cetak. Kadang - kadang juga dilapisi dengan kaolin untuk memutihkan permukaan atau diberi pengikat yang mengandung formaldehide, ammonia atau polivinil alkohol agar lebih kuat.

2.6. LIMBAH INDUSTRI KERTAS

Pada proses pembuatan kertas terdapat zat yang berpotensi mencemari lingkungan. Limbah proses pembuatan kertas yang berpotensi mencemari lingkungan tersebut dibagi menjadi 4 kelompok yaitu :

1. Limbah cair, yang terdiri dari :

(15)

b. Senyawa organik koloid terlarut seperti hemiselulosa, gula, alkohol, lignin, terpentin, zat pengurai serat, perekat pati dan zat sintetis yang menghasilkan BOD (Biological Oxygen Demand) tinggi,

c. Limbah cair berwarna pekat yang berasal dari lignin dan pewarna kertas, d. Bahan anorganik seperti NaOH, Na2SO4 dan klorin,

e. Limbah panas,

f. Mikroba seperti golongan bakteri koliform. 2. Partikulat yang terdiri dari :

a. Abu dari pembakaran kayu bakar dan sumber energi lain

b. Partikulat zat kimia terutama yang mengandung natrium dan kalsium. 3. Gas yang terdiri dari :

a. Gas sulfur yang berbau busuk seperti merkaptan dan H2S yang dilepaskan dari berbagai tahap dalam proses kraft pulping dan proses pemulihan bahan kimia. b. Oksida sulfur dari pembakaran bahan bakar fosil, kraft recovery furnace dan lime

kiln (tanur kapur).

c. Uap yang mengganggu jarak pandangan 4. Limbah padat yang terdiri dari :

a. Sludge dari pengolahan limbah primer dan sekunder b. Limbah dari potongan kayu.25

(16)

Paru dapat dipengaruhi oleh berbagai keadaan lingkungan baik berupa polusi udara, rokok, obat-obatan, udara dingin dan faktor-faktor nonspesifik lain. Sistem pertahanan tubuh terhadap pajanan partikel inhalasi adalah :

1. Secara mekanik, partikel yang masuk dengan udara harus melalui beberapa saringan antara lain hidung, nasofaring dan saluran napas bagian bawah yaitu bronkus dan bronkioli. Pada otot polos bronkus terdapat reseptor yang dapat berkontriksi bila ada, iritasi baik mekanik atau kimia. Bila rangsangan berlebihan dapat terjadi bersin atau batuk sehingga dapat mengeluarkan benda asing dari saluran napas atas atau bronkus utama.

2. Secara kimia, cairan dan silia dalam saluran napas secara fisik dapat memindahkan partikel yang melekat di saluran papas dengan gerakan silia yang "mucociliary escalator" ke laring. Cairan ini merupakan sawar yang bersifat detoksifikasi dan

bakterisid. Pada paru bagian perifer terjadi ekskresi cairan terus menerus secara perlahan-lahan dari bronkus ke alveoli melalui sistem limfatik. Selanjutnya makrofag alveolar memfagosit partikel kecuali permukaan alveoli.

3. Sistem imunitas melalui proses biokimiawi yaitu humoral dan seluler.

Ketiga sistem ini saling ketergantungan dan berkoordinasi dengan baik, partikel yang terinhalasi disaring berdasarkan pengendapan, kemudian terjadi mekanis me reaksi atau perpindahan partikel.21

(17)

1. Gravitasi, sedimentasi partikel yang masuk saluran napas terjadi karena gaya gravitasi.

2. "Impaction" terjadi pada bifurcatio bronkus yaitu partikel terbentur di percabangan bronkus dan jatuh ke percabangan yang lebih kecil.

3. "Brown diffusion", dengan energi kinetik menyebabkan gerakan berkeliling dan keadaan ini menyebabkan partikel dengan diameter lebih besar dari 2 mikron mengendap.

4. Elektrostatik, saluran napas dilapisi oleh mukus merupakan konduktor yang baik secara elektrostatik.

5. "Interception" disambungkan dengan sifat fisik yaitu ukuran panjang partikel, hal ini penting untuk pengendapan aerosol.18,21

2.9. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DEBU

Gangguan saluran napas akibat inhalasi debu dipengaruhi berbagai faktor, antara lain faktor debu sendiri yaitu ukuran partikel, bentuk, daya larut, konsentrasi, sifat kimiawi, lama pajanan dan faktor individu berupa mekanisme pertahanan tubuh. Debu respirabel yaitu debu yang mempunyai diameter 0,5 - 2,5 mikron yang mengendap di bronkiolus terminalis dan alveoli serta mengakibatkan pneumokoniosis, penulis ini mengatakan diameter 0,5 - 6 mikron . Kerusakan saluran napas akibat debu dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu :

2.9.1. Jenis debu

(18)

dalam jumlah besar dan lama akan mengakibatkan fibrotik paru . Menurut Pakes inhalasi debu "inert" seperti besi dapat memberikan gambaran densitas rendah atau tinggi pada foto toraks. Hal ini tidak dihubungkan dengan fibrosis tetapi secara morfologi dapat dibedakan dengan kelainan yang disebabkan oleh debu lainnya. Debu "inert" mungkin berubah menjadi fibrotik karena efek "quartz" dan silika bebas (debu campuran) yang mempunyai morfologi debu silica. Debu "inert" yang fibrinogenik dihasilkan bersamaan dalam satu proses industri.

2.9.2. Ukuran partikel

Partikel yang besar umumnya telah tersaring dihidung beberapa partikel kecil masuk sampai ruang rugi dan terkecil sampai parenkim (diameter 0,5 - 6 mikron disebut partikel respirabel). Partikel diameter 0,5 - 2,5 mikron umumnya mengendap di alveoli dan terutama mengakibatkan pneumokoniosis .

2.9.3. Konsentrasi partikel

Menurut Daviest setiap inhalasi 500 partikel/ml, satu alveoli paling sedikit menerima 1 partikel. Di tempat industri biasanya jumlah partikel meningkat. Konsentrasi yang melebihi 5000 partikel/ml sering dihubungkan dengan terjadinya pneumokoniosis.

2.9.4. Lamanya paparan

Pneumokoniosis akibat debu besi akan timbul setelah penderita mengalami kontak lama, jarang ditemui kelainan bila pajanan kurang dari 10 tahun.

(19)

Beberapa orang yang mengalami pajanan dalam waktu dan konsentrasi yang sama akan menunjukkan akibat yang berbeda, mungkin dihubungkan dengan mekanisme pembersihan debu dan perbedaan pada cara bernapas.21,22

2.10. PATOGENESIS

2.10.1. Pembersihan partikel kayu di saluran pernapasan

Ada beberapa mekanisme dalam saluran pernapasan untuk menjaga agar permukaan mukosa bebas dari bahan asing misalnya kayu debu. Mekanisme ini baik serap atau non serap dan bervariasi antara daerah yang berbeda pada saluran pernapasan. Di daerah dada ekstra, partikel-partikel yang sukar larut (misalnya debu kayu) yang diangkut oleh mukosiliar transportasi. Partikel disimpan di bagian posterior rongga hidung akan dipindah terhadap nasofaring. Tingkat aliran rata-rata pada orang dewasa sehat adalah sekitar 5 mm / menit, sehingga waktu rata-rata transportasi sekitar 20 menit. Pada bagian anterior dari partikulat, rongga hidung. Hal itu diarahkan ke depan dan dihapus yang paling efektif dengan bersin, menyeka atau bertiup. Larut senyawa diendapkan pada epitel hidung translokasi cepat ke aliran darah atau dimetabolisme di epitel nasal. Dalam penelitian partikel ultra halus (diameter kurang dari 100 nm) translokasi dari hidung ke dalam sistem saraf pusat dan bagian lain dari otak memiliki telah diamati.

(20)

bih distal. Tingkat rata-rata untuk trakea telah diperkirakan antara 4,3-5,7 mm / menit untuk sehat bebas rokok orang dewasa, sedangkan di dalam bronkus menengah angka ini antara 0,2 dan 1,3 mm / menit. Batuk juga merupakan mekanisme yang penting dimana lendir adalah pindah saluran pernapasan. Waktu pembersihan non-larut partikel diperkirakan 24 jam rata-rata. Partikel larut dan dapat diserap ke dalam sekitar aliran darah dan kelenjar getah bening.

Di daerah alveolar, sistem kliring siliar tidak hadir. Sebaliknya partikel harus di fagositosis oleh makrofag dan pada orang dewasa sehat, hal ini terjadi dalam waktu 24 jam setelah pengendapan. Beban partikel makrofag dihapus dari alveoli oleh migrasi ke ujung distal selimut lendir, diikuti oleh transportasi mukosiliar. Makrofag juga dapat mentranslokasi ke sistem getah bening atau aliran darah. Dengan rute ini mereka dapat beredar ke organ lain. Partikel larut dilarutkan dalam cairan lapisan sel epitel, dan dapat berdifusi ke dalam darah atau getah bening. Ketika jumlah partikel tinggi, kapasitas makrofag mudahnya terlampaui, yang menghasilkan situasi overload. Dalam situasi overload, interstisial akumulasi partikel dan peradangan terjadi.24

Debu yang masuk ke dalam saluan napas, menyebabkan timbulnya reaksi mekanisme pertahanan nonspesifik berupa batuk, bersin, gangguan transport mukosilier dan fagositosis oleh makrofag. Otot polos di sekitar jalan napas dapat terangsang sehingga menimbulkan penyempitan. Keadaan ini terjadi biasanya bila kadar debu melebihi Nilai Ambang Batas .

(21)

yang masuk ke dalam alveoli akan membentuk fokus dan berkumpul di bagian awal saluran limfe paru. Debu ini akan difagositosis oleh makrofag. Debu yang bersifat toksik terhadap makrofag seperti silika bebas menyebabkan terjadinya autolisis. Makrofag yang lisis bersama silika bebas merangsang terbentuknya makrofag baru. Makrofag baru memfagositosis silika bebas tadi sehingga terjadi lagi autolisis, keadaan ini terjadi berulang-ulang. Pembentukan dan destruksi makrofag yang terus menerus berperan penting pada pembentukan jaringan ikat kolagen dan pengendapan hialin pada jaringan ikat tersebut. Fibrosis ini terjadi pada parenkim paru, yaitu pada dinding alveoli dan jaringan interstisial. Akibat fibrosis paru menjadi kaku, menimbulkan gangguan pengembangan paru yaitu kelainan fungsi paru yang restriktif.

Penyakit paru yang dapat timbul karena debu selain tergantung pada sifat-sifat debu, juga tergantung pada jenis debu, lama paparan dan kepekaan individual. Pneumokoniosis biasanya timbul setelah paparan bertahun-tahun. Apabila kadar debu tinggi atau kadar silika bebas tinggi dapat terjadi silikosis akut yang bermanifestasi setelah paparan 6 bulan. Dalam masa paparan yang sama seseorang dapat mengalami kelainan yang berat sedangkan yang lain kelainannya ringan akibat adanya kepekaan individual. Penyakit akibat debu antara lain adalah asma kerja, bronkitis industri, pneumokoniosis batubara, silikosis, asbestosis dan kanker paru.21,22

2.10.2 Partikel merangsang peradangan

(22)

pada saat yang sama. Stimulasi antigen dapat menimbulkan kekebalan lokal respon terutama yang melibatkan sekresi IgA dan IgG imunoglobulin. Tanggapan ini tidak harus dianggap sebagai peristiwa lokal, tetapi mempengaruhi mukosa mata, telinga, dan paru-paru juga. Paparan berat bahan asing pada mukosa hidung dan peradangan kronis berbahaya bagi tubuh, untuk menghindari "overresponsiveness" terhadap antigen terutama lingkungan, mekanisme untuk pengembangan toleransi ada. Mekanisme di balik induksi hidung toleransi mungkin berbeda dari antigen terhadap antigen, dan dengan dosis yang diterima.

Deposisi dari sejumlah besar partikel dalam alveoli menyebabkan keadaan yang berlebihan dalam makrofag yang menghilangkan partikel oleh fagositosis. Hasil yang berlebihan dalam gangguan fagositosis yang menyebabkan akumulasi partikel interstisial dan peradangan. Dan peradangan dimulai dengan pelepasan mediator inflamasi seperti sitokin dari kelebihan beban makrofag. Pada alveoli kelebihan beban, izin dari rute kedua disarankan dan sebagian dikonfirmasi. Disarankan bahwa partikel terkecil dapat mentranslokasi ke aliran darah sendiri. Partikel ukuran dan karakteristik permukaan dapat menentukan faktor untuk translokasi ini.2

2.11. PEMERIKSAAN FAAL PARU

(23)

2.12. PENILAIAN TERHADAP GANGGUAN FUNGSI PARU

Kerusakan yang terjadi baik pada parenkim paru maupun saluran napas dinilai untuk menentukan derajat beratnya kelainan serta gangguan fungsi baik secara objektif. Penilaian subjektif biasanya dengan mengamati gejala yang terjadi, dan gejala yang paling dominan adalah sesak napas. Pemeriksaan yang objektif dengan pemeriksaan uji faal paru merupakan pemeriksaan yang selalu diminta untuk menentukan gangguan fungsi dalam penyakit paru kerja.26,27

2.13. PENILAIAN TENTANG SESAK NAPAS

Karena sesak napas merupakan gejala utama pada seseorang dengan gangguan pernapasan sehingga dicoba untuk menilai secara kuantitatif yang pada prakteknya tidak mudah dilakukan oleh karena itu tidak ada "gold standard" yang jelas dan obyektif. Sesak napas adalah suatu persepsi subjektif seperti juga nyeri yang sering dilebih-lebihkan. Untuk dapat menilai sesak dengan lebih baik, ada tiga faktor yang harus dipertimbangkan :

1. Besarnya derajat sesak yang dihubungkan dengan kuesioner respiratory baku 2. Indentifikasi kelainan patofisiologinya

3. Apakah kelainan yang terjadi sesuai dengan sesak napas yang timbul tehnik pemeriksaan fungsi paru

Idealnya untuk menilai kecacatan penyakit paru akibat pekerjaan diperlukan 4 pemeriksaan laboratorium yaitu:

1. Spirometri

(24)

4. Uji latih

Mengingat besarnya biaya dalam pemeriksaan untuk kesemua tes yang akan dilakukan, maka pemeriksaan pada karwayan yg terpajan debu yang dihasilkan pada tempatnya bekerja hanya pemeriksaan spirometri saja, namun sudah cukup akurat dalam memberikan informasi tentang kondisi kesehatan paru karyawan ataupun bagi para lansia yg ingin bepergian untuk waktu yg lama ketempat yg berbeda iklimnya dengan Indonesia.6,14,27

Spirometri adalah metode untuk menilai fungsi paru-paru dengan mengukur volume udara yang mampu pasien lepaskan / hembuskan dari paru-paru setelah inspirasi maksimal.

Obstruksi saluran napas paru dapat disebabkan oleh berbagai kelainan yang terdapat pada lumen, dinding atau di luar saluran napas. Kelainan pada lumen dapat disebabkan oleh sekret atau benda asing. Pada dinding saluran napas, kelainan bisa terjadi pada mukosanya akibat peradangan, tumor, hipertrofi dan hiperplasi akibat iritasi kronik, dapat juga terjadi kelainan yang menimbulkan bronkokonstriksi otot polos. Diagnosis penyakit paru obstruktif kadang-kadang dapat ditegakkan berdasar kan anemnesis dan pemeriksaan fisik. Dan anemnesis sering ditemukan keluhan sesak napas dan batuk- batuk. Pemeriksaan fisik memperlihatkan tanda-tanda obstruksi dengan alat spirometri dapat diukur beberapa parameter faal paru yaitu :

1. Kapasitas vital paksa (KVP) adalah jumlah udara yang bisa diekspirasi maksimal secara paksa setelah inspirasi maksimal.

(25)

3. Rasio VEPl/KVP.

4. Arus puncak ekspirasi (APE). Apabila nilai VEP1 kurang dari 80% nilai dugaan, rasio VEP1/KVP kurang dari 75% menunjukkan obstruksi saluran napas.

Bila digunakan spirometri yg lebih lengkap dapat diketahui parameter lain:

1. Kapasitas vital (KV), jumlah udara yang dapat diekspirasi maksimal setelah inspirasi maksimal.

2. Kapasitas paru total (KPT), yaitu jumlah total udara dalam paru pada saat inspirasi maksimal.

3. Kapasitas residu fungsional (KRF), yaitu jumlah udara dalam paru saat akhir ekspirasi biasa.

4. Volume residu (VR), jumlah udara yang tertinggal dalam paru pada akhir ekspirasi maksimal.

5. Air trapping, selisih antara KV dengan KVP.

Pada obstruksi saluran napas didapatkan peningkatan volume residu, kapasitas residu fungsional, kapasitas paru total, rasio VR/KRF, rasio KRF/KPT dan air trapping. Pemeriksaan VEP1, dan rasio VEPl/KVP merupakan pemeriksaan yang standar, sederhana, reprodusibel, dan akurat. Pengukuran ini paling sering digunakan untuk menilai obstruksi saluran napas. Hasil pemeriksaan disesuaikan dengan tabel dibawah ini.28

2.14. DERAJAT KELAINAN OBSTRUKSI VEP1 dibandingkan nilai prediksi

(26)

30% - < 60% prediksi → Sedang < 30% prediksi → Berat

2.15. DERAJAT KELAINAN RESTRIKSI Jika KVP dibandingkan nilai perkiraan (prediksi) 60% - < 80% dari prediksi → Ringan

30% - < 60% dari prediksi → Sedang < 30% dari prediksi → Berat.29

2.16. PEAK FLOW METER

(27)

DEBU KAYU

PFR menurun (angka dalam skala turun ke bawah) jika asma pada anak memburuk. PFR meningkat (angka dalam skala naik ke atas) jika penanganan asma tepat, dan jalan napas menjadi terbuka. Pengukuran PFR dapat membantu mengetahui apakah jalan napas menyempit, sehingga penanganan asma dapat dilakukan dini, juga membantu mengenali pemicu (penyebab) asma pada anak, sehingga dapat dihindari. Terdapat perbedaan nilai pengukuran (siklus) PFR dalam satu harinya. Dengan mengukur nilai PFR dua kali dalam sehari menunjukkan gambaran PFR sepanjang hari. Anak yang berbeda usia dan ukuran badan memiliki nilai PFR yang berbeda.28,29

Nilai prediksi disesuaikan dengan Nilai Normal Faal paru orang Indonesia pada Usia Sekolah dan Pekerja Dewasa Berdasarkan Rekomendasi American Thoracic Society (ATS) 1987: Indonesia Preumobile Project, Airlangga University Press, Surabaya.1

2.17. KERANGKA KONSEP

(28)

GANGGUAN FAAL PARU Demografi :

 Umur  Jenis Kelamin  Tinggi Badan  Berat Badan  Lama Kerja  Merokok  Penyakit paru

yang pernah dialami

Kelainan Respiratorik :

 Sesak Nafas  Nyeri Dada  Batuk  Batuk Darah

Asma kerja Bronkitis Industri Paparan Debu

Gambar

Tabel 1 . Zat-zat Penyebab Asma Kerja17
Tabel 2. Zat Penyebab Bronkitis Kronik17

Referensi

Dokumen terkait

19 Februari 2016 dengan nomor surat 062/GEN2016/190216/PP mengenai “urat U da ga untuk menghadiri Acara Global Educators Network pada acara tersebut di atas.. Berikut ini kami

On The Job Training merupakan suatu program perkulihan yang wajib diikuti oleh semua mahasiswa Program Studi Manajemen Perhotelan Akademi Pariwisata dan Perhotelan (APARTEL)

Penerapan pengembangan kelompok tani Asgita untuk adopsi penerapan inovasi teknologi Strawberry Asgita Red Ripe di desa Alam Endah, Kecamatan Rancabali, Kabupaten Bandung

Persepsi tentang menjelang mati dan kematian di bertagai kebudayaan, mjadi landasan bagi reryons individu dan masyarakat dalam menghadapi keadaan menjelang nr,ati

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh tax avoidance jangka panjang terhadap nilai perusahaan dengan karakter eksekutif sebagai variabel

Dengan adanya penambahan variabel mengenai kemiringan lereng, elevasi, dan arah hadap lereng maka proses pengestimasian curah hujan tidak bisa menggunakan metode regresi

Dewasa ini banyak metode-metode pembelajaran inovatif yang ditawarkan, salah satunya adalah ‘Stationenlernen’, yakni sebuah metode belajar, di mana siswa belajar

Pengikatan asam amino ujung-C pada Fmoc-Pro-OH terhadap resin 2-klorotritil klorida dilakukan dengan menambahkan campuran reaksi antara Fmoc-Pro-OH dan DIPEA dalam