9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Umum
Pile cap merupakan salah satu elemen penting dari suatu struktur. Hal ini dikarenakan pile cap memiliki peranan penting dalam pendistribusian beban struktur ke tiang pancang untuk kemudian diteruskan ke dalam tanah. Pile cap digunakan sebagai pondasi untuk mengikat tiang pancang yang sudah terpasang dengan struktur yang berada di atasnya. Pada umumnya para geotechnical dan structure engineer
mendesain pondasi dalam (deep foundation) sama sekali tidak memperhitungkan kontribusi pile cap. Padahal sering sekali dimensi pile cap cukup besar dan tebal. RL Mowka meneliti bahwa untuk gaya lateral bahkan sering sekali lebih besar gaya yang dipikul pile cap dibanding dengan tiang. Begitu juga dengan gaya aksial tekan. Dengan memperhitungkan distribusi pile cap maka kita akan mendapatkan desain group tiang yang lebih ekonomis. Oleh karena itu, penting sekali para engineer memahami perilaku pile cap agar mampu memperhitungkan kontribusi pile cap
dalam memperhitungkan daya dukung group tiang baik terhadap gaya lateral maupun gaya aksial.
Pada dasarnya perilaku pile cap hampir sama dengan balok tinggi. Hal ini dikarenakakan pile cap memikul beban geser yang sangat besar yang hampir sama dengan perilaku balok tinggi yang juga memikul beban geser yang besar. Namun pada pile cap perbandingan antara lebar dan tinggi membuat perbedaan kedua struktur ini berbeda dalam perencanaannya. Karena geometrinya inilah maka pile cap
10 tetap datar setelah melentur. Distribusi regangannya tidak lagi linier, dan deformasi geser yang diabaikan pada balok biasa menjadi sesuatu yang cukup berarti dibandingkan dengan deformasi lentur murni. Sebagai akibatnya, balok tegangan menjadi nonlinier meskipun masih pada taraf elastis. Pada keadaan limit dengan beban batas, distribusi tegangan tekan pada beton tidak akan lagi mengikuti bentuk parabola seperti pada balok biasa.
Beton retak dalam arah tegak lurus trayektori tegangan utama, apabila bebannya terus bertambah, retak ini akan melebar dan akan menjalar, juga timbul retak lainnya. Dengan demikian semakin sedikit beton yang harus memikul keadaan tegangan yang tak menentu.
2.2 Beton
Beton adalah suatu komposit dari beberapa bahan batu-batuan yang direkatkan oleh bahan pengiikat. Beton dibentuk dari agregat campuran (halus dan kasar) dan ditambah dengan pasta semen. Pada prinsipnya pasta semen mengikat pasir dan bahan-bahan agregat lain (batu kerikil, basalt dan sebagainya). Rongga di antara bahan-bahan kasar diisi oleh bahan-bahan halus. Hal ini memberi gambaran bahwa harus ada perbandingan optimal antara agregat campuran yang bentuknya berbeda-beda agar pembentukan beton dapat dimanfaatkan oleh seluruh material.
Material penyusun beton secara umum dibedakan atas: 1. Semen
11 2. Agregat
Agregat merupakan bahan batu-batuan yang netral (tidak bereaksi) dan merupakan bentuk sebagian besar beton (misalnya: pasir, kerikil, batu-pecah, basalt). Dalam struktur beton biasanya agregat menempati lebih kurang 70% - 75% dari volume massa yang telah mengeras. Sisanya terdiri dari adukan semen yang telah mengeras, air yang belum bereaksi (air yang tidak ikut dalam proses hidrasi dari semen), dan rongga-rongga udara.
3. Bahan tambahan (admixtures) bahan kimia yang ditambahkan ke dalam spesi-beton dan / atau spesi-beton untuk mengubah sifat spesi-beton yang dihasilkan (misalnya; 'accelerator', 'retarder' dan sebagainya).
4. Air.
Sedangkan produk dari campuran tersebut dapat dibedakan atas:
a. Batuan-semen : campuran antara semen dan air (pasta semen yang mengeras). b. Spesi-mortar : campuran antara semen, agregat halus dan air yang belum
mengeras.
c. Mortar : campuran antara semen, agregat halus dan air yang telah mengeras. d. Spesi-beton : campuran antara semen, agregat campuran (halus dan kasar)
dan air yang belum mengeras.
e. Beton : campuran antara semen, agregat campuran dan air yang telah mengeras.
2.3 Tulangan
12 atau seratus kali dari kekuatan tariknya. Oleh karena itu, agar beton dapat bekerja dengan baik dalam sistem struktur, beton perlu dibantu dengan memberinya perkuatan berupa penulangan yang berfungsi menahan gaya tarik.
Penulangan beton dapat menggunakan bahan baja yang memiliki sifat teknis yang kuat menahan gaya tarik. Baja beton yang digunakan dapat berupa batang baja lonjoran atau kawat rangkai las (wire mesh) yang berupa batang-batang baja yang dianyam dengan teknik pengelasan.
Perhitungan dan pendetailan penulangan pada pile cap ditentukan menurut SNI 03-2847-2002 tentang “Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung” dan SNI 03-6816-2002 tentang “Tata Cara Pendetailan Penulangan Beton”.
2.4 Konsolidasi
Sebelum mendirikan sebuah bangunan terlebih dahulu dilakukan penyelidikan terhadap tanah. Penyelidikan yang dilakukan terhadap tanah meliputi:
Daya dukung tanah yang memadai.
Penurunan akibat konsolidasi yang terjadi pada tanah membahayakan atau
tidak terhadap bangunan. Baik penurunan maksimum ataupun penurunan diferensial.
13 Penurunan seketika
Penurunan konsolidasi primer Penurunan konsolidasi sekunder
Konsolidasi adalah peristiwa mampatnya tanah karena mengalami pertambahan tekanan efektif. Pada peristiwa konsolidasi ada dua hal yang harus diperhatikan:
1. Besarnya penurunan yang akan terjadi, dihitung dengan menggunakan parameter:
Kompresibilitas tanah. Tebal tanah kompresibel.
Besarnya tambahan tekanan efektif tanah.
2. Laju konsolidasi, dihitung dengan menggunakan parameter: Permeabilitas tanah.
Tebal tanah kompresibel.
Kondisi drainase diatas dan dibawah lapisan tanah kompresibel.
Berdasarkan kondisinya tanah dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu: 1. Tanah terkonsolidasi secara normal (Normally Consolidated Soil)
Pada umurnya tanah yang ada di alam telah mengalami konsolidasi primer akibat berat sendirinya selama bertahun-tahun. Besar tekanan efektif yang dipikul oleh tanah A pada kedalaman h adalah sebesar Po.
P
oh
o
14 Dimana besarnya Po adalah sebesar:
h
Po 2.1
2. Tanah yang terlalu terkonsolidasi/prakonsolidasi (Over Consolidated Soil) Tanah yang terlalu terkonsolidasi adalah tanah yang pernah mengalami konsolidasi oleh beban yang lebih besar dari tekanan efektif yang ada sekarang. Umumnya tanah ini dijumpai pada daerah bukit yang pernah mengalami longsoran atau daerah bekas galian.
muka tanah dahulu
muka tanah sekarang
ho
hc
B
Gambar 2.2 Kondisi tanah yang terlalu terkonsolidasi atau tanah prakonsolidasi
Tanah di B sekarang memiliki kedalaman ho dan tekanan efektif lapangan
sekarang adalah Po namun pernah mengalami tekanan efektif sebesar Pc.
Dengan persamaan tekanan efektif sebagai berikut:
o o h
P 2.2a
c c h
P 2.2b
dimana: Po = tekanan tanah lateral terkonsolidasi secara normal (kN/m2)
Pc = tekanan tanah lateral terlalu terkonsolidasi (kN/m2)
ho = kedalaman sekarang (m)
hc = kedalaman sebelum (m)
15 2.5 Kapasitas Daya Dukung dan Efisiensi Kelompok Tiang pancang
Ada beberapa cara untuk menghitung kapasitas daya dukung tiang pancang, diantaranya dengan menggunakan data SPT, Sondir, data parameter kuat geser tanah (laboratorium), kalendering dan sebagainya. Dalam tugas akhir ini, penulis hanya menjabarkan dua metode saja, yaitu SPT dan data parameter kuat geser tanah (laboratorium).
2.5.1 Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang Dengan Parameter Kuat Geser Tanah (Laboratorium)
Berdasarkan hasil penyelidikan tanah melalui beberapa percobaan akan didapat nilai berat isi tanah (γ), nilai kohesif tanah (c), serta nilai sudut geser tanah (Φ). Untuk tanah lempung nilai kohesif sebagai parameter tanah yang digunakan
untuk menghitung kapasitas daya dukung tiang pancang, sedangkan untuk tanah pasir atau lepas berbutir digunakan sudut geser tanah sebagai parameternya.
Daya dukung ujung tiang pada tanah kohesif:
p u c
p A c N
Q 2.3
Daya dukung selimut tiang pada tanah kohesif:
u i i p i i
s f L P f c
Q 2.4
Daya dukung ujung tiang pada tanah non kohesif:
) 1 (
p q
p A q N
Q 2.5
Daya dukung selimut tiang pada tanah non kohesif:
0tan 0,8
i i p i a
s f L P f K
Q 2.6
dimana: Qs = daya dukung selimut tiang
16
Ap = luas penampang pile
cu = nilai kohesif tanah tak teraliri
φ = sudut geser tanah
Li = ketebalan lapisan tanah
q’ = beban yang pernah dipikul tanah sebelumnya σ0 = tekanan tanah lateral
Nc’, Nq’ = faktor kapasitas daya dukung Mayerhof
Nilai Nc’ dan Nq’ merupakan faktor kapasitas daya dukung Mayerhof dapat dilihat
dari tabel berikut ini.
Φ Nc Nq N Nq/Nc
17 2.5.2 Kapasitas Daya Dukung Tiang Pancang Dengan Data SPT (Standart
Penetration Test)
Data yang diperoleh dari lapangan adalah berupa nilai SPT. Nilai SPT tersebutlah yang kemudian di olah menjadi parameter daya dukung tiang pancang, diamana persamaan daya dukung tiang pancangnya adalah sebagai berikut.
Daya dukung ujung tiang pada tanah kohesif:
10 3 2
9
C A c NSPT
Qp u p u 2.7
Daya dukung selimut tiang pada tanah kohesif:
i p u
s c P L
Q 2.8
Daya dukung ujung tiang pada tanah non kohesif:
p a v p
a v
p NSPT LD A NSPT A
Q 40 400 2.9
Daya dukung selimut tiang pada tanah non kohesif:
i i
s NSPT P L
Q 2 2.10
dimana: Qs = daya dukung selimut tiang
Qp = daya dukung ujung tiang
Ap = luas penampang pile
cu = nilai kohesif tanah tak teraliri
α = koefisien friksi
Li = ketebalan lapisan tanah
N-SPT = nilai standar penetrasi test
18 2.5.3 Efisiensi Kelompok Tiang Pancang
Ada bermacam metode untuk menghitung efisiensi kelompok tiang diantaranya akan dijabarkan sebagai berikut:
1. Conversi – Labarre
2. Los Angeles Group – Action Formula
3. Feld’s Method
Untuk metode Feld kita harus mengetahui posisi masing-masing tiang.
Tipe tiang Jumlah tiang
Jumlah tiang yang berdekatan
Faktor reduksi untuk
masing-masing tiang
Kapasitas ultimate
19 2.6 Settlement/Penurunan Pondasi
Dalam bidang teknik sipil ada dua hal yang perlu diketahui mengenai penurunan, yaitu besarnya penurunan dan kecepatan penurunan yang akan terjadi. Istilah penurunan (settlement) digunakan untuk menunjukkan gerakan titik tertentu pada bangunan terhadap titik referensi yang tetap. Penurunan yang tidak seragam umumnya lebih membahayakan dibandingkan dengan penurunan seragam atau serentak. Pada tanah penurunan terjadi sebagai akibat konsolidasi pada tanah.
Penurunan yang diakibatkan oleh lapisan tanah kompresif yang mengalami konsolidasi karena adanya tambahan tekanan efektif perlu dihitung jika dijumpai lapisan kompresibel yang terdapat di bawah pondasi diantara dasar pondasi sampai kedalaman dua kali lebar pondasi. Tambahan tekanan efektif dihitung berdasarkan teori penyebaran tekanan.
s
hv1
hs H1
hv0
hs
H0
Gambar 2.3 Kondisi tanah yang mengalami penurunan akibat penambahan tekanan efektif
2.6.1 Perkiraan Penurunan Pondasi Dangkal
20 penurunan ini merupakan penurunan total (δt) yang terjadi. Tanah jenis lempung memiliki kedua jenis penurunan ini.
Penurunan segera dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:
Sudut pondasi fleksibel
Rata-rata pondasi fleksibel
s a v sPenurunan konsolidasi dapat dihitung berdasarkan kondisi tanah lempung yang ada di lapangan. Kondisi tersebut antara lain tanah lempung terkonsolidasi secara normal (2.4a), tanah lempung yang terlalu terkonsolidasi dengan
(2.4b), dan tanah lempung yang terlalu terkonsolidasi dengan
2.6.2 Perkiraan Penurunan Tiang Tunggal
21 dukung ujung tiang dan kuat dukung friksinya atau penjumlahan dari keduanya. Untuk menghitung penurunan tiang tunggal dapat digunakan metode empiris.
Metode empiris:
ps p s S S
S
S 2.16
p p
s p s
E A
L Q Q
S 2.16a
p p p p
dq Q C
S 2.16b
s ws st
ps I
E d pL
P
S 1 2
2.16c
dimana:
S = penurunan total
Ss = penurunan akibat deformasi aksial tiang
Sp = penurunan ujung tiang
Sps = penurunan akibat beban yang dialihkan sepanjang tiang
Qp = kapasitas dukung ujung tiang
Qs = kapasitas dukung selimut tiang
α = Koefisien yang tergantung pada distribusi gesekan selimut sepanjang tiang. Menurut Vesic (1977), α = 0,33 – 0,5
Ap = luas penampang tiang
Ep = modulus elastisitas tiang
Es = modulus elastisitas tanah, tabel 2.2
L = panjang tiang
d = diameter tiang
22
qp = daya dukung batas ujung tiang
= Gesekan rata – rata yang bekerja sepanjang tiang
p = keliling tiang
2 ,faktor pengaruh
υ = poisson rasio tanah, tabel 2.4
Jenis tanah Modulus Elastisitas (kN/m2)
Lempung
Sangat lunak Lunak Tidak padat Padat
5000 – 20000 10000 – 25000 50000 – 100000 Pasir dan kerikil
Tidak padat Padat
Tabel 2.2 Modulus elastisitas tanah menurut Bowles, 1977
Jenis Tanah Koefisien Cp
Tabel 2.3 Koefisien empiris menurut Vesic, 1977
Jenis Tanah Angka poisson (υ)
Lempung jenuh Lempung tak jenuh Lempung berpasir Lanau
Pasir padat
Pasir kasar (e = 0,4 – 0,7) Pasir halus (e = 0,4 – 0,7)
Batu (agak tergantung dari tipenya)
Loess
23 2.6.3 Perkiraan Penurunan Kelompok Tiang
1. Tanah Pasir
Beberapa metode dari penelitian dapat digunakan untuk menghitung penurunan pondasi kelompok tiang antara lain, yaitu:
a) Metode Vesic (1977)
d B S
Sg g 2.17a
dengan:
S = Penurunan pondasi tiang tunggal
Sg = Penurunan pondasi kelompok tiang
Bg = Lebar kelompok tiang
d = Diameter tiang tunggal
b) Metode Mayerhoff
Berdasarkan N-SPT
N I B q
Sg 2 g 2.17b
dengan: I = 0,5
8
1
g
B L
q = tekanan pada dasar pondasi
Bg = lebar kelompok tiang
N = harga rata-rata N-SPT pada kedalaman Bgdibawah ujung pondasi
24 Berdasarkan CPT
c g g
q I qB S
2
2.17c
dengan:
I = 0,5
8
1
g
B L
q = tekanan pada dasar pondasi
Bg = lebar kelompok tiang
qc = nilai rata-rata perlawanan konus pada kedalaman Bg dibawah
ujung pondasi tiang 2. Tanah Lempung
Penurunan pondasi yang terletak pada tanah lempung dapat dibagi menjadi tiga komponen, yaitu penurunan segera (immediate settlement), penurunan konsolidasi primer dan penurunan konsolidasi sekunder. Penurunan total adalah jumlah dari ketiga komponen tersebut dan dinyatakan dalam rumus berikut:
s c
i S S
S
S 2.18
dengan:
S = penurunan total
Si = penurunan segera
Sc = penurunan konsolidasi primer
Ss = penurunan konsolidasi sekunder
a) Penurunan segera
E qB
Si io 2.18a
25
q = tekanan netto pondasi
B = lebar kelompok tiang
E = modulus elastisitas
i =faktor koreksi untuk lapisan tanah dengan tebal H
o = faktor koreksi untuk kedalaman pondasi Df
b) Penurunan konsolidasi primer
Penurunan konsolidasi primer adalah penurunan yang terjadi sebagai hasil dari pengurangan volume tanah akibat aliran air meninggalkan zona tertekan yang diikuti oleh pengurangan kelebihan tekanan air pori. Rumus yang dipakai untuk menghitung penurunan konsolidasi primer yaitu sebagai berikut :
H e
e e H e e S
o o i o
c
1
1 2.18b
dengan: Sc = penurunan konsolidasi primer
e = perubahan angka pori
eo = anka pori awal
ei = angka pori saat berakhirnya konsolidasi
H = tebal lapisan tanah yang ditinjau
c) Penurunan konsolidasi sekunder
Penurunan konsolidasi sekunder adalah penurunan yang tergantung dari waktu, namun berlangsung pada waktu setelah konsolidasi primer selesai yang tegangan efektif akibat bebannya telah konstan. Besar penurunannya merupakan fungsi waktu (t) dan kemiringan kurva indeks pemampatan sekunder (Cα).
1 2
log
1 t
t H e C S
p s
26 dengan: Ss = penurunan konsolidasi sekunder
ep = angka pori sesaat konsolidasi primer berakhir
Cα = indeks pemampatan sekunder
t2 = t1 + t
t1 = waktu sesaat setelah konsolidasi primer berakhir
H = tebal lapisan lempung 2.7 Koefisien Reaksi Subgrade
Consoli, dkk, 1998 meneliti pengaruh ukuran dan bentuk pelat terhadap
settlement dan daya dukung pada tanah residual. Pengujian dilakukan dengan menggunakan pelat berukuran 30 cm, 45 cm dan 60 cm berbentuk lingkaran dan segi empat, juga pelat fondasi ukuran 49 cm, 70 cm, dan 100 cm. Hasil pengujian digambarkan dalam bentuk kurva normalisasi tanpa dimensi antara rasio tekanan terhadap kuat tekan bebas versus rasio settlement terhadap diameter (lebar) pelat. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa pada tanah yang homogen, ukuran pelat tidak berpengaruh pada kompresibilitas awal tanah, tetapi sedikit berpengaruh pada daya dukungnya. Bentuk pelat segi empat dan lingkaran menunjukan perilaku yang sama pada pembebanan awal tetapi sedikit berbeda pada regangan yang mendekati kapasitas dukung ultimitnya. Kesimpulan yang di dapat adalah pengaruh ukuran dan bentuk pelat terhadap settlement dan daya dukung fondasi pada tanah homogen dapat diabaikan.
27 Terzaghi (1955) untuk mengekstrapolasi koefisien reaksi subgrade vertikal (kv) dari
nilai PLT ke fondasi rakit cukup besar, sehingga nilainya tidak wajar, perkiraan besarnya kv dari PLT untuk fondasi rakit biasanya kurang tepat.
Vesic, 1961 (dalam Daloglu, dkk, 2000) mengembangkan hal yang sama untuk memperoleh nilai modulus reaksi subgrade (k), selain menyesuaikan dengan momen maksimum, juga menyesuaikan dengan displacement maksimum balok dan memperoleh nilai k empiris sebesar,
12 terletak pada kontinum tanah elastik 3 dimensi dengan menyamakan momen maksimum dari teori kontinum elastik dan model fondasi Winkler, diperoleh nilai k sebesar,
Untuk memperkirakan besarnya koefisien reaksi subgrade (ks) Bowles, 1982
memberikan Tabel 2.5.
Pada model tanah Winkler, besarnya tekanan (p) dan defleksi lateral () pada suatu titik berhubungan langsung dengan besarnya koefisien reaksi tanah, dan untuk beban lateral, koefisien reaksi tanah arah horisontal disebut kh,
p= kh. 2.21
dengan kh bersatuan gaya/panjang3, Oleh Reese dan Matlock, 1956 dan Davisson
28
p= k. 2.22
Macam Tanah ks (kcf) ks (kN/m3)
Pasir longgar
Pasir dengan kepadatan sedang Pasir padat
Pasir berlempung dengan kepadatan sedang Pasir berlanau dengan kepadatan sedang Lempung
qu 200 kPa 200< qu 400 kPa qu> 800 kPa
30-100 60-500 400-800 200-500 150-300
75-150 150-300
>300
4800-16000 9600- 80000 64000-28000 32000-80000 24000-48000
12000-24000 24000-48000
>48000
Tabel 2.5 Kisaran nilai koefisien reaksi subgrade vertikal (ks) (Bowles, 1982 )
Nilai kh besarnya bervariasi dengan kedalaman tiang, pendekatan distribusi
nilai kh sepanjang tiang biasanya menggunakan formula dari Palmer dan Thompson,
1948 (dalam Poulus dan Davis, 1980) sebagai berikut, n
L h
H z k
k
2.23
Asumsi yang biasa digunakan adalah n = 0, untuk lempung, jadi koefisien reaksi subgrade konstan dengan kedalaman. Pada tanah granuler n = 1 dengan kata lain koefisien reaksi subgrade bertambah secara linear dengan kedalaman.
Davisson dan Prakash, 1963 (dalam Poulus dan Davis, 1980) menyarankan n=0,15 lebih realistik digunakan untuk lempung (dalam kondisi undrained).
29
cara berikut,
1.Pengujian pembebanan lateral tiang dengan skala penuh, 2.pengujian plate load (PLT),
3.korelasi empiris dari soil properties.
Pada pengujian lateral tiang, tiang dilengkapi dengan alat, sehingga tekanan tanah dan defleksi sepanjang tiang dapat diukur secara langsung. Kekurangan dari metode ini adalah banyak memakan waktu, memerlukan perawatan, dan mahal.
Masalah utama penggunaan plate loading test untuk mengetahui kh tanah
adalah ekstrapolasi hasil dari pelat ke tiang. Terzaghi, 1955 (dalam Poulus dan Davis, 1980) mennyatakan untuk lempung, koefisien reaksi subgrade pada dasarnya sama untuk vertikal dan horisontal dan keduanya tergantung pada kedalaman, persamaan 2.22 mengambarkan hubungan antara keduanya.
) ks1 untuk tanah lempung overconsolidated seperti pada Tabel 2.6.
Vesic, 1961 (dalam Poulus dan Davis, 1980) menyarankan modulus reaksi tanah horisontal sebagai berikut,
30 Berdasarkan korelasi empiris, kh untuk lempung dengan mengasumsikan kh
konstan dengan kedalaman, Broms, 1964 (dalam Poulus dan Davis, 1994) menghubungkan kh dengan modulus sekan sebagai berikut,
d E
kh 1,67 50 / 2.27
dengan E50 sama dengan 50 sampai 200 kali kuat geser tak terdainasi cu (Skempton,
1951 dalam Poulus, dkk, 1994) atau persamaan tersebut menjadi,
d c
kh (80320) u / 2.28
Davidson (1970) (dalam Poulus 1994) menyarankan nilai kh sebagai berikut,
d c
kh 67 u / 2.29
Untuk tanah kohesif yang lebih lunak (soft) kh bertambah secara linier dengan
kedalaman,
d z n
kh h. / 2.30
dengan nilai nh seperti pada Tabel 2.7.
Konsistensi
Kaku (stiff)
Sangat kaku (veryStiff)
Keras
(hard) Kuat geser undrained (cu) [Ton/ft2]
ks1 [Ton/ft3]
Nilai ks1 yang disarankan [Ton/ft3]
0.5-1 50-100
75
1-2 100-200
100
2 200 300
Tabel 2.6 Nilai ks1 untuk pelat bujur sangkar ukuran 1 ft x 1ft pada tanah lempung overconsolidated
31 Macam tanah nh [lb/in3] Referensi
Lempung normally consolidated
Lempung normally consolidated organik
Gambut
Loess
0,6-12,7 1,0-2,0 0,4-1,0 0,4-3,0 0,2 0,1-0,4 29-40
Reese and Matlock, 1956 Davidson and Prakash, 1963 Peck and Davidson, 1962 Davidson, 1970
Davidson, 1970
Wilson and Hilts, 1967 Bowles, 1968
Tabel 2.7 Nilai nh untuk tanah kohesif (Poulus dan Davis, 1980)
2.8 Perencanaan Pile Cap Dengan Metode Konvensional 2.8.1 Pemilihan Dimensi Pile cap
Dalam perencanaan pile cap dengan metode konvensional pelat pile cap dianggap sebagai sebuah pelat dengan penulangan dua arah yang berada diatas tiang. Dengan demikian terlebih dahulu kita menentukan dimensi pile capnya dengan menghitung jumlah tiang yang dibutuhkan untuk memikul beban kolom maka kita akan mengetahui panjang dan lebar pile cap yang dibutuhkan,yaitu dengan rumus:
pile kolom
P P FS
n 2.31
32
s s s s
s s s
s s s
s
s
s
s
s
s s
s s s
s
s s
s
s
3 tiang 4 tiang 5 tiang 6 tiang
9 tiang 8 tiang
7 tiang
10 tiang 11 tiang 12 tiang
(a)
susnan tiang satu
lapis untuk dinding susunan tiang dualapis untuk dinding
susuna tiang tiga lapis untuk dinding
(b)
Gambar 2.4 Beberapa jenis susunan umum group pile (a) pile cap yang memikul kolom dan (b) pile cap yang memikul dinding.
/ 5.0 0
.
3 s d
s 2.32
Untuk pembebanan eksentris pada pile cap beban yang diterima oleh masing-masing tiang tidaklah sama dan dapat dihitung sebagai berikut:
U x
y
pile y Q
y M x x M
n N
P
2 2 2.33Untuk menghitung tebal dari pile cap dapat kita hitung dengan menurunkan persamaan ketegaran lentur pile cap (D).
23
1 12
E h
33 Dengan memasukkan nilai:
M x
D
2 2
2.35
maka akan diperoleh tebal pile cap (h). Dimana besarnya momen yang terjadi dihitung berdasarkan analisa pelat pelat pada pondasi elastis yang akan dibahas pada bab selanjutnya atau berdasarkan perhitungan momen perlawanan tekanan tanah dasar.
2.8.2 Desain Terhadap Geser Satu Arah
Dari tebal pile cap (h) yang diperoleh dihitung nilai (d) yang merupakan tebal efektif untuk menentukan bidang geser kritis pada pile cap. Besarnya nilai (d) sesuai dengan SNI 03-2847-2002 adalah sebesar ( d= h – 75 ) dalam mm.
Gambar 2.5 Bidang geser satu arah pile cap
Bidang geser kritis ini diukur dari sisi terluar kolom sejauh d/2 seperti ditunjukkan oleh gambar 2.6 diatas.
34 Gambar 2.6 Reaksi beban efektif tiang yang diperhitungkan sebagai beban geser pada daerah kritis
Case (a) reaksi beban efektif tiang dianggap 100% sebagai beban geser pada bidang kritis. Karena pada kondisi ini daerah kritis terjadi seluruhnya diatas pile maka reaksi yang terjadi pada pile seluruhnya dianggap sebagai beban geser ditambah berat sendiri pile cap di daerah kritis.
kritis daerah di
cap pile sendiri berat
P
QU pile 2.36a
Case (b) reaksi beban efektif tiang dianggap 0% sebagai beban geser pada bidang kritis. Karena pada kondisi ini daerah kritis tidak terjadi sedikitpun diatas tiang pancang sehingga besarnya beban geser yang terjadi pada bidang geser sama dengan berat sendiri pilecap pada daerah kritis.
kritis daerah di
cap pile sendiri berat
QU 2.36b
35 kritis
daerah di
cap pile sendiri berat
P
QU r eduksi 2.36c
Dari beban geser yang didapat pada persamaan 2.34 diatas dapat kita hitung nilai geser nominal satu arah yang besarnya:
8 , 0
u n
Q
Q 2.37
Nilai nominal geser tersebut tidak boleh lebih besar dari geser izin beton pada kondisi geser satu arah menurut SNI 03-2847-2002 atau jika melebihi geser izin beton harus menambahkan tulangan pada bidang geser yang direncanakan sebelumnya.
s c n V V
Q 2.38
2.8.3 Desain Terhadap Geser Pons (Punching Shear)
Untuk menghitung beban geser pons terlebih dahulu kita tentukan daerah kritis pada pile cap seperti pada gambar 2.8 berikut ini.
Gambar 2.7 Bidang geser dua arah pile cap
36
Besarnya beban geser pons pada pile cap adalah sebesar:
tereduksi
Besarnya geser nominal yang terjadi pada bidang geser pons adalah sebesar:
8 yang nilainya adalah terkecil dari ketiga persamaan 2.40 berikut ini.
c
atau menurut SNI 03-2847-2002 jika melebihi geser izin beton harus menambahkan tulangan geser dengan memenuhi persamaan:
s c up
n V V
Q 2.43
Untuk tulangan geser diatur lebih lanjut dalam SNI 03-2847-2002. 2.8.4 Desain Terhadap Lentur
37 Luasan tulangan untuk desain lentur dapat dihitung dengan persamaan:
d b
As 2.44
dimana rasio penulangan () diperoleh dari persamaan 2.45 berikut.
Berdasarkan peraturan SNI 03-2847-2002 rasio penulangan tidak boleh kurang dari:
y
dan tidak boleh lebih dari:
b
Qu = geser satu arah terfaktor
38
fc’, fy = mutu bahan
1 = faktor keamanan = 0,85 untuk fc’ ≤ 30 Mpa, berkurang 0,05 tiap
kenaikan 7 MPa dan tidak kurang dari 0,65 2.9 Modulus Elastisitas Beton
Kemiringan suatu garis lurus yang menghubungkan titik pusat dengan suatu harga tegangan (sekitar 0,4fc’ ) disebut modulus sekan dari beton dengan persamaan :
c
c
f
E 0.4 2.48
Modulus ini memenuhi asumsi praktis bahwa regangan yang terjadi selama pembebanan pada dasarnya dapat dianggap elastis. Dalam peraturan SNI 03-2847-2002 tentang Tata Cara Perhitungan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung besarnya nilai modulus elastisitas beton adalah:
a. untuk beton dengan γc = 1500 kg/m3 s/d 2500 kg/m3:
) (
043 . 0 5 . 1
MPa dalam f
Ec c 2.49
b. untuk beton normal:
) (
4700 f dalam MPa
Ec c 2.50
2.10 Modulus Elastisitas Tanah
Nilai Poisson’s ratio, υsadalah perbandingan regangan arah lateral, ε3 dengan
tegangan arah longitudinal, ε1 ditulis:
1 3
s 2.51
Menurut Hardiyatmo (2002), modulus elastis Es tanah adalah pendekatan
kemiringan kurva tegangan yang diambil pada beban ultimit aksial sebesar ½Δσmak
39 Persamaan modulus elastis tanah Es :
ma k s
E 2
1
2.52
Modulus geser Gs adalah didefenisikan sebagai rasio tegangan geser dan axial compression, sehingga hubungan antara modulus elastisitas tanah dan Poisson’s
ratio (υs) diperoleh persamaan:
) 1 (
2 s
s s
E G
2.53
Jenis tanah Modulus Es (kN/m2)
Lempung:
Sangat lunak Lunak Sedang Keras Berpasir
300 – 3.000 2.000 – 4.000 4.500 – 9.000 7.000 – 20.000 30.000 – 42.500
Tabel 2.8 Nilai perkiraan modulus elastis tanah Es Bowles (1977) dalam (Hardiyatmo, 2002)
Jenis tanah Poisson’s ratio, υs
Lempung, jenuh air Lempung, tidak jenuh air Lempung kepasiran Lanau
Pasir, pasir berkerikil
0,40 – 0,50 0,10 – 0,30 0,20 – 0,30 0,30 – 0,35 0,30 – 0,40
Tabel 2.9 Perkiraan angka Poisson,s μs tanah Bowles (1977) dalam (Hardiyatmo, 2002)
2.11 Lendutan Balok
40 Gambar 2.8 Lendutan akibat beban P di tengah bentang
EI PL
EI PL EI PL c
c c c
c c
48
96 32
3
3 3
2.54