• Tidak ada hasil yang ditemukan

IDENTIFIKASI HAMA DAN PENYAKIT PADA TEGA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "IDENTIFIKASI HAMA DAN PENYAKIT PADA TEGA"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI HAMA DAN PENYAKIT PADA TEGAKAN Melaleuca cajaputi DI CAGAR ALAM IMOGIRI

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG

Disusun oleh

Hery Hanipan

201410320311067

JURUSAN KEHUTANAN

FAKULTAS PERTANIAN PETERNAKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

(2)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala karunia-Nya. Atas segala rahmat yang dilimpahkan kepada kami, serta kesehatan hinnga saat ini, sehingga kami dapat menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Lapang ini.

Laporan ini di susun sebagai syarat hasil Praktek Kerja Lapang. Laporan ini berisi tentang hasil Praktek Kerja Lapang di wilayah Cagar Alam Imogiri Yogyakarta. Penulis berharap kegitan Praktek Kerja Lapang ini bisa membantu dalam menambah wawasan dan membentuk kerjasama yang baik antara kami selaku civitas akademika dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam Daerah Istimewa Yogyakarta.

Kami mengucapkan terimaksih kepada Dosen Jurusan Kehutanan Ir. Nandang Rahayu, MP yang sudah membimbing dalam pembutan laporan Praktek Kerja Lapang ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada bapak, ibu, seluruh keluarga, kelompok Pratek Kerja Lapang ini. Penulis mohon maaf apabila di dalalam Laporan ini masih terdapat banyak kekurangan.

Malang,23 Januari 2017

(3)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul : Identifikasi Hama dan Penyakit pada tegakan Melaleuca cajaputi di Cagar Alam Imogiri

Nama : Hery Hanipan NIM : 201410320311067

Telah di setujui dan disahkan oleh :

Malang, 23 Desember 2017

Pembimbing Materi Pembimbing Lapangan

Ir. Nandang Rahayu, MP Wajudi, S.Hut

NIP : 196310211991011001 NIP : 197309282005011009

Mengetahui, Ketua Jurusan Kehutanan

(4)

DAFTAR ISI

1.4 Manfaat Kegiatan Praktek Kerja Lapang...2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...3

2.1 Melaleuca cajaputi...3

2.2 Hama...4

2.3 Penyakit...4

2.4 Prinsip Dasar Perlindungan Hutan...5

2.5 Cagar Alam Imogiri...6

4.1 Hasil Kegiatan Praktek Kerja Lapang...12

4.2 Pembahasan...13

4.3 Penanggulangan dan Pengaruhnya terhadap Cagar Alam...16

(5)
(6)

ABSTRAKSI

Identifikasi Hama dan Penyakit Pada Tegakan Tectona grandis di Cagar Alam Imogiri. Tujuan Kegiatan Praktek Kerja Lapang ini adalah: (1) Untuk mengetahui jenis hama dan penyakit pada tegakan Tectona grandisi. (2) Untuk mengetahui intensitas serangan hama dan penyakti pada Tectona grandis (3) Untuk mengetahui cara pengendalian Hama dan Penyakit pada Tectona grandis di Cagar Alam Imogiri.

Kegiatan Praktek Kerja Lapang ini dilaksanakan di BKSDA Daerah Istimewa Yogyakarta Resort Cagar Alam Imogiri pada tanggal 24 Januari – 4 Februari 2017. Yaitu terdiri dari penentuan dan pembuatan plot dan pengambilan data lapangan.

Plot Kegiatan Praktek Kerja Lapang Ditentukan dengan Intensitas sampling sebesar 5% sehingga didapatkan luas plot 0,6 Ha dengan 15 sub plot, masing-masing sub plot seluas 20x20 m dengan menggunakan metode jalur yang diharapkan dapat memberikan gambaran secara umum keadaan seluruh kawasan seluas 11,4 Ha.

Dari hasil Kegiatan Praktek Kerja Lapang dapat diketahui terdapat 11 Tectona grandis dengan 4 pohon sehat dan 7 terserang ringan. Frekuensi Serangan pada tegakan Tectona grandis sebesar 63,6% dan 36,4% sehat, sehingga kondisi tegakan jati secara keseluruhan termasuk ke dalam kategori Rusak Ringan. Beberapa penyakit yang ditemukan menyerang tegakan jati yaitu nekrosis, serangan kupu-kupu putih dan rayap.

(7)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Indonesia memiliki hutan yang luas namun masih belum maksimal dalam menanganinya. Sebagai langkah dasar dalam penanganan hutan diperlukan persiapan perbaikan kualitas hutan yang dimulai dari kesehatan tanaman itu sendiri. Dengan mengetahui hama dan penyakit yang menyerang pada tanaman itu maka akan mempermudah dalam penentuan tindakan yang dilakukan pada hutan tersebut.

Pengenalan hama dan penyakit sangat penting untuk dipelajari karena dapat sebagai dasar perlindungan tanaman yang disebabkan oleh pathogen baik dari patogen biaotik maupun abiotik. Mengidentifikasi hama dan penyakit yang disebabkan oleh patogen baik biotik maupun abiotik sangat diperlukan untuk mengetahui cara mengidentifkasinya dan cara penanggulangannya untuk perbaikan kualitas tanaman Hama dan penyakit Melaleuca cajaputi belum banyak diketahui dan terspublikasi secara umum Hama dan penyakit terjadi karena bagian dari hasil interaksi antara komponen-komponen dan campur tangan manusia dalam mengelolanya. Oleh karena itu perlu difahami hakekat berbagai masalah yang ditimbulkan oleh hama dan penyakit tanaman sebagai dasar untuk mengatasi masalah hama dan penyakit yang lebih efisien, efektif dan ramah lingkungan.

(8)

1.2 Perumusan Masalah

Adapun Rumusan masalah pada Kegiatan Praktek Kerja Lapang kali ini meliputi.

a. Apa saja Hama dan Penyakit yang menyerang kayu putih di Cagar Alam Imogiri ?

b. Berapakah Intensitas Serangan Hama dan Penyakit pada Melaleuca cajaputi di Cagar Alam Imogiri ?

c. Berapakah Frekuensi Serangan Hama dan Penyakit pada Melaleuca cajaputi Cagar Alam Imogiri ?

1.3 Tujuan

Adapun Tujuan dari Kegiatan Praktek Kerja Lapang kali ini meliputi a. Untuk mengetahui Hama dan Penyakit pada Melaleuca Cajaputi di Cagar

alam imogiri.

b. Untuk mengetahui Frekuensi Serangan Hama dan Penyakit pada Melaleuca cajaputi di Cagar Alam Imogiri.

c. Untuk mengetahui Intensitas Serangan Hama dan Penyakit pada Melaleuca cajaputi di Cagar Alam Imogiri.

1.4 Manfaat Kegiatan

(9)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Melaleuca cajaputi

Melaleuca cajuputi dikenal dengan nama daerah kayu putih merupakan salah satu jenis tanaman yang mempunyai peranan cukup penting dalam industri minyak atsiri. Jenis ini dapat tumbuh pada lahan marginal yang pada umumnya di sekitar daerah tersebut dihuni oleh masyarakat dengan kondisi sosial ekonomi yang lemah. Upaya pendayagunaan lahan marginal mempunyai arti yang penting dalam usaha memperbaiki lahan yang rusak sebagai akibat pembangunan atau kerusakan oleh alam (Na’iem dkk., 2014).

Secara taksonomi, Melaleuca cajuputi subsp cajuput diklasifikasikan ke dalam Divisi Spermatophyta, Sub divisi Angiospermae, Klas Dicotyledonae, Ordo Myrtales, Familia Myrtaceae, Genus Melaleuca, dan Spesies Melaleuca cajuputi, Sub spesies Melaleuca cajuputi subsp cajuputi. Dalam tatanama lama Melaleuca cajuputi subsp cajuputi disebut Melaleuca leucadendron, tetapi tatanama spesies tersebut telah direvisi menjadi Melaleuca cajuputi subsp cajuputi (Na’iem dkk., 2014).

Brophy dan Doran (1996) menyebutkan bahwa kayuputih tersebar secara alami di Kepulauan Maluku, Pulau Timor, Australia bagian utara dan barat daya. Spesies ini tumbuh pada ketinggian antara 5-400 m di atas permukaan laut, dengan zona iklim tropis, curah hujan ratarata 1.300-1.750 mm per tahun. Kayuputih mampu tumbuh baik pada lahan-lahan marginal maupun di daerah rawa-rawa dan genangan air. Di Kepulauan Maluku, kayuputih tumbuh pada berbagai kondisi tapak, baik di dataran tinggi maupun rendah yang berbatasan dengan hutan pantai dan tumbuh secara monokultur. Di samping itu kayuputih mampu beradaptasi pada tanah dengan drainase jelek, tahan terhadap kebakaran dan toleran terhadap tanah dengan kadar garam rendah – tinggi.

2.2 Hama

(10)

tungau, rayap dan ulat. Serangga dikatakan hama apabila serangga tersebut mengurangi kualitas dan kuantitas bahan makanan, pakan ternak, tanaman serat, hasil pertanian atau panen, pengolahan dan dalam penggunaannya serta dapat bertindak sebagai vektor penyakit pada tanaman, binatang dan manusia, dapat merusak tanaman hias , bunga serta merusak bahan bangunan dan milik pribadi lainnya.

Dalam Pengendalian Hama Terpadu bahwa hama bukan hanya pada serangga tetapi bisa pada vertebrata, tungau, virus, bateri, gulma dan organisme pengganggu tanaman lainnya sehingga Hama dapat disebut sebagai semua organisme atau agen biotik yang merusak tanaman dengan cara yang bertentangan dengan kepentingan manusia (Tamam, 2013).

Dalam arti yang luas bahwa hama adalah makhluk hidup yang mengurangi kualitas dan kuantitas beberapa sumber daya manusia yang berupa tanaman atau binatang yang dipelihara yang hasil dan seratnya dapat diambil untuk kepentingan manusia (Tamam, 2013).

2.3 Penyakit

Pohon penyusun hutan pada umumnya berumur panjang, dan dalam rentang pertumbuhannya selalu berinteraksi dengan faktor lingkungan baik biotik maupun abiotik. Tingkat kesehatan pohon atau kelompok pohon, tiap saat, pada dasarnya merupakan hasil akhir interaksi antar pohon dan faktor-faktor tersebut yang juga saling berinteraksi. Pada kondisi tertentu, interaksi dengan faktor-faktor lingkungan dapat menyebabkan kerusakan pohon penyusun hutan dan sebagian besarnya merupakan berupa kerusakan fisiologis (Widyastuti dkk., 2005).

(11)

Penyakit tumbuhan sebagian besar disebabkan oleh interaksi antara aktivitas mikroorganisme dan inangnya. Penyebab penyakit yang disebut patogen dapat berupa virus, bakteri, fungi, atau tumbuhan tingkat tinggi. Penyebab penyakit tumbuhan juga dapat berupa faktor lingkungan fisik/kimia baik tempat tumbuh maupun lingkungannya. Lebih dari satu penyebab seringkali berinteraksi atau bersama-sama menyebabkan penyakit pada pohon penyusun hutan. Pohon-pohon di dalam hutan seringkali baru dapat diserang oleh patogen setelah menjadi lemah pertumbuhannya karena kondisi lingkungan yang tidak optimal. Penyimpangan kondisi lingkungan sendiri seringkali berpeluang besar untuk menyebabkan penyakit pada pohon-pohon penyusun hutan yang tumbuh dalam rentang waktu yang panjang (Widyastuti dkk., 2005)

Pembasmi hama dan penyakit menggunakan pestisida dan obat harus secara hati-hati dan tepat guna. Pengunaan pestisida yang berlebihan dan tidak tepat justru dapat menimbulkan bahaya yang lebih besar. Hal itu disebabkan karena pestisida dapat menimbulkan kekebalan pada hama dan penyakit. Oleh karena itu pengguna obat-obatan anti hama dan penyakit hendaknya diusahakan seminimal dan sebijak mungkin (Tjahjadi, 2011).

2.4 Prinsip Dasar Perlindungan Hutan

Menurut Widyastuti dkk., (2005) Tujuan pengelolaan penyakit hutan adalah untuk mencegah agar suatu penyakit tidak terjadi, atau tidak berkembang, atau tingkat keparahan penyakit ditekan sekecil mungkin. Sangat sedikit penyakit yang dapat dihilangkan sama sekali dari dalam komonitas hutan. Oleh karena itu pengelolaan penyakit hutan pada umumnya diarahkan untuk menekan kerugian yang terjadi sekecil mungkin. Melindungi hutan dari kerusakan oleh penyakit, seperti halnya terhadap penyebab kerusakan yang lain (Misalnya serangga hama, kebakaran, gulma dll.), merupakan bagian penting dalam silvikultur.

(12)

patogen dan pembatasan nilai ekonomis. Prinsip-prinsip pengelolaan penyakit yang dapat dikembangkan dalam program kesehatan hutan adalah :

a) Resistensi atau pemanfaatan galur-galur tahan atau tidak berpeluang terinfeksi patogen. Prinsip ini juga meliputi cara-cara untuk meningkatkan vigoritas tanaman yang sehat.

b) Eradikasi yaitu pembunuhan, pengurangan patogen, atau pembuatan patogen tidak aktif dalam areal komonitas hutan maupun pada individu pohon.

c) Eksklusi atau pencegahan perkembangan patogen pada areal yang sebelumnya bukan daerah infeksinya.

d) Penghindaran atau penanaman hutan pada daerah atau pada waktu patogen tidak aktif atau tidak ada.

e) Terapi atau penyembuhan yaitu penguranagn tingkat keparahan penyakit pada daerah (hutan) yang terinfeksi patogen.

Pelaksanaan program pengelolaan penyakit hutan yang efektif harus diawali oleh survey penyakit. Kegiatan ini meliputi pengenalan, penilaian, dan identifikasi cara-cara pengendalian yang mungkin dapat dilakukan. Survey penyakit juga memungkinkan diperoleh informasi tentang pengenalan jenis penyakit dan penyebab, lingkup serangan, biaya pengelolaan dan cara pengendalian yang efektif.

2.5 Cagar Alam Imogiri

(13)

hidup oleh karena keberadaan makam raja-raja Mataram Islam, serta raja-raja dan kerabat keluarga dari Kraton Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta, maupun makam Seniman dan penduduk sekitar (BKSDA Yogyakarta, 2010).

Kawasan ini merupakan daerah berbukit dengan ketinggian rata-sata 100 meter dpl, memiliki hawa yang sejuk oleh karena alam di sekitarnya banyak ditumbuhi pepohonan rindang, yang tidak terganggu oleh karena memiliki kesakralan yang dipatuhi oleh masyarakat. Sehingga bangunan sejarah yang dibangun oleh Sultan Agung pada tahun 1632 masehi sebagai raja Mataram Islam terbesar, bangunan bercorak Hindu tersebut masih terlihat baik. (BKSDA Yogyakarta, 2010).

Sebelum kawasan Cagar Alam Imogiri Ditetapkan oleh Menteri Kehutanan kawasan ini adalah merupakan kawasan Hutan Produksi yang berisi tegakan kayu putih (Melaleuca cajaputi). Yang dikelola dengan konsep kelas perusahaan tebang pangkas. Tegakan tersebut merupakan hasil tanaman tahun 1945 yang dilakukan oleh dinas kehutanan Provinsi D.I Yogyakarta. Selain jenis kayu putih terdapat tanaman pengkayaan yang berupa pinus (Pinus merkusii) yang ditanam tahun 1989/1992 dan beberapa jenis tanaman campuran lainya yang tumbuh secara alami dan ditanam untuk pengkayaan/penyulaman yaitu jati, sono keeling, dan akasia. Kerapatan tegakannya cukup rapat khususnya untuk jenis tanaman kayu putih, namun produktifitasnya sudah rendah karena berumur tua (BKSDA Yogyakarta, 2010).

(14)

BAB III

METODOLOGI KERJA

3. 1 Waktu dan Tempat

Kegiatan Praktek Kerja Lapang ini dilaksanakan di BKSDA Daerah Istimewa Yogyakarta Resort Cagar Alam Imogiri pada tanggal 24 Januari – 4 Februari 2017.

3. 2 Alat dan Bahan

Bahan yang digunakan dalam Kegiatan Praktek Kerja Lapang ini adalah : Thally sheet, untuk mencatat data pengukuran di lapangan, Tabel skor serangan hama dan penyakit, Kamera, untuk dokumentasi, dan Pita ukur, untuk mengukur keliling batang pohon.

3. 3 Metode Pengambilan Data

Plot Kegiatan Praktek Kerja Lapang Ditentukan dengan Intensitas sampling sebanyak 5% sehingga didapatkan luas plot 0,6 Ha dengan 15 sub plot, masing-masing sub plot seluas 20x20 m dengan menggunakan metode jalur yang diharapkan dapat memberikan gambaran secara umum keadaan seluruh kawasan seluas 11,4 Ha.

(15)

Table 1 Penentuan nilai skor pada penyakit Tanaman

Kriteria Gejala Serangan Skor

Sehat Tidak ada serangan atau ada serangan pada daun tetapi jumlah daun yang terserang dan luas serangan sangat kecil dibandingkan jumlah/luas seluruh daun

0

Terserang sedang Jumlah daun yang terserang dan jumlah serangan pada masing-masing daun yang terserang agak banyak atau daun rontok atau klorosis agak banyak atau disertai dengan gejala lain seperti kanker batang atau mati pucuk

2

Terserang Berat Jumlah daun yang terserang dan jumlah daun serangan masing-masing daun yang terserang banyak atau daun rontok atau klorosis banyak atau disertai gejala lain seperti kanker batang atau mati pucuk

(16)

Mencari Frekuensi Serangan

FS=Y X x100

Keterangan:

FS : Frekuensi serangan

Y : Jumlah pohon yang terserang

X : Jumlah pohon yang diamati

Intensitas serangan (IS) dihitung dengan menggunakan rumus menurut Singh dan Mishra (1992) yang digunakan untuk menentukan kondisi keseluruhan tegakan. Lalu dilakukan perubahan model rumusnya oleh Mardji (2000) sebagai berikut:

Mencari Intensitas Serangan

IS=X1Y1+X2Y2+X3Y3+X4Y4

XY X100

Keterangan:

IS = Intensitas Serangan

X = jumlah pohon yang diamati Y = jumlah kriteria skor (4)

X1 = jumlah pohon yang terserang ringan (skor 1) X2 = jumlah pohon yang terserang sedang (skor 2) X3 = jumlah pohon yang terserang berat (skor 3) X4 = jumlah pohon yang mati (skor 4)

(17)

Untuk menggambarkan kondisi Melaleuca cajaputi akibat serangan hama dan penyakit yang telah dilakukuan pengamatan secara fisik di lapangan dan datanya telah diolah dapat diketahui berdasarkan kriteria menurut Mardji (2003) dapat dilihat pada Tabel 2.

Table 2 Menetukan Kondisi keselurahan tegakan melalui Intensitas serangan

Intensitas Serangan (%) Kondisi Tegakan

0-1 Sehat

(18)

BAB IV

HASIL PENGAMATAN

4.1 Hasil Kegiatan Praktek Kerja Lapang a. Frekuensi Serangan

Frekuensi serangan hama dan penyakit dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

FS=Y Xx100

Keterangan:

FS : Frekuensi serangan

Y : Jumlah pohon yang terserang

X : Jumlah pohon yang diamati

FS=191

207x100=92

b. Intensitas Serangan

Intensitas serangan dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut.

IS=X1Y1+X2Y2+X3Y3+X4Y4

XY X100

Keterangan:

IS = Intensitas Serangan

X = jumlah pohon yang diamati Y = jumlah kriteria skor (4)

(19)

Y1 = Nilai 1 dengan kriteria terserang ringan Y2 = Nilai 2 dengan kriteria terserang sedang Y3 = Nilai 3 dengan kriteria terserang berat

Y4 = Nilai 4 dengan kriteria mati atau tidak ada tanda-tanda kehidupan IS=60.1+73.2+46.3+12.4

Dari hasil Kegiatan Praktek Kerja Lapang dapat diketahui terdapat 207 Melaleuca cajaputi dengan 16 pohon sehat, 60 terserang ringan, 73 terserang sedang, 46 terserang berat, dan 12 mati.

Dari hasil perhitungan Frekuensi Serangan pada plot Kegiatan Praktek Kerja Lapang sebesar 92% yang berarti bahwa hampir semua jenis Melaleuca cajaputi terindikasi ada serangan hama dan penyakit sedangkan yang 8% adalah sehat. Pada plot Kegiatan Praktek Kerja Lapang terdapat 207 Melaleuca cajaputi yang diamati dari 15 sub plot.

Berdasarkan Identifikasi ada beberapa hama dan penyakit yang ditemui pada Melaleuca cajaputi seperti serangan jamur, kutil daun, dan serangan rayap. Menurut Rahayu (1999) Penyakit kutil pada daun kayu putih telah banyak menyerang pertanaman kayu putih di Indonesia. Intensitas penyakit sangat bervariasi tergantung pada lokasi pertanaman. Gejala serangan penyakit kutil daun dapat terlihat dengan terbentuknya kutil berwarna kuning muda pada permukaan atas daun. Kutil daun tersebut berkembang membentuk kutil berukuran besar. Perkembangan kutil daun dapat terjadi secara sendiri-sendiri atau mengelompok.

(20)

jaringan bunga karang, sehingga sel-sel tersebut ikut mengalami kerusakan yang sama (Rahayu, 1999)

Menurut Rahayu (1999) Penyakit kutil daun disebabkan oleh sejenis tungau dengan nama Eriophyoes sp. Serangga tungau ini dapat bertahan pada tanaman bawah dan gulma. Serangga tungau sangat sulit untuk dikendalikan. Namun untuk menekan serangan penyakit dapat dilakukan dengan cara (a) Melakukan sanitasi dan eradikasi bersamaan dengan waktu pemangkasan tanaman. (b) Melakukan monitoring secara cermat agar Intensitas serangan tetap di bawah ambang ekonomi (c) Menggunakan bibit tanaman kayu putih yang relative tahan terhadap penyakit kutil daun.

Jamur adalah salah satu organisme penyebab penyakit yang menyerang hampir semua bagian tumbuhan, mulai dari akar, batang, ranting, daun, bunga, hingga buahnya. Penyebaran jenis penyakit ini dapat disebabkan oleh angin, air, serangga, atau sentuhan tangan.(Jumani dan Emawati, 2014)

Ketersediaan air atau kelembaban dalam lingkungan tempat tumbuh merupakan faktor yang menentukan kelangsungan hidup fungi, walaupun jumlah kebutuhan berbagai jenis fungi berbeda. Jenis fungi pelapuk kayu, Poria incrassata, paling tidak memerlukan air bebas yang ada di antara sel-sel kayu. Oleh karenanya kayu tidak akan terkena pelapukan apabila sebelum digunakan dikeringkan sampai pada titik jenuh serat (kadar air sekitar 28%). Air berperan dalam berbagai reaksi kimia dan dapat menjadi komponen utama protoplasma sel. Fungi akana tumbuh efektif dalam kayu apabila lumen sel kayu mengandung air. Fungisida kadang kadang digunakan utuk melindungi hutan dan kayu dari serangan hama serangga atau penyakit. Dari segi lingkungan, penggunaan fungisida harus dapat di pertanggungjawabkan secara ekologis maupun secara ekonomis (Widyastuti dkk., 2005)

(21)

menemukan kira-kira 2.000 jenis rayap yang tersebar di seluruh dunia, sedangkan di Indonesia sendiri telah ditemukan tidak kurang dari 200 genus (marga). Secara garis besar jenis rayap tersebut terbagi dalam 7 famili, 15 sub famili dan 200 genus. Tidak kurang dari 200 jenis rayap atau 10 % dari keragaman rayap yang tersebar di dunia merupakan bagian dari berbagai tipe ekosistem di Indonesia yang terdiri dari 3 famili Kalotermitidae, Rhinotermitidae dan Termitidae (Prasetiyo dan Yusuf, 2005)

Gambar 1 Serangan jamur Gambar 2 Serangan Rayap

Gambar 2 Gejala penyakit kutil daun Gambar 3 Pohon mati

(22)

Dari hasi perhitungan Intensitas serangan hama dan penyakit dari jenis tegakan Melaleuca cajaputi 47%, dimana termasuk ke dalam kategori rusak sedang. Hal ini sependapat dengan Novizan (2003), kerusakan tanaman oleh serangan hama dan penyakit pada suatu areal belum dapat dikatakan sebagai hama dan penyakit jika jumlahnya masih dapat dikendalikan oleh musuh alaminya. Sedangkan menurut Mardji (2003), bahwa kerusakan yang ditimbulkan secara ekonomis tidak begitu berarti. Ambang ekonomi hama dan penyakit yaitu batasan jumlah tertentu dari populasi organisme pengganggu tanaman yang cukup membuat kerusakan tanaman dan secara ekonomis mulai merugikan. Dari hasil pengamatan belum perlu adanya tindakan untuk pemberantasan tetapi perlu dilakukan pengkayaan tanaman hal ini dikarenakan dalam plot Kegiatan Praktek Kerja Lapang tidak ditemukannya anakan atau semai Melaleuca cajaputi. Pembatasan aktifitas manusia dalam kawasan tersebut perlu karna akan mengakibatkan hama dan penyakit baru akibat aktifitas manusia. Perlunya pembatasan aktifitas manusia karena lokasi Kegiatan Praktek Kerja Lapang termasuk kawasan Cagar Alam dimana perlu di jaga keasliannya.

4.3 Penanggulangan dan Pengaruhnya terhadap Cagar Alam

(23)

Pembasmi hama dan penyakit menggunakan pestisida dan obat harus secara hati-hati dan tepat guna. Pengunaan pestisida yang berlebihan dan tidak tepat justru dapat menimbulkan bahaya yang lebih besar. Hal itu disebabkan karena pestisida dapat menimbulkan kekebalan pada hama dan penyakit. Oleh karena itu pengguna obat-obatan anti hama dan penyakit hendaknya diusahakan seminimal dan sebijak mungkin (Tjahjadi, 2011).

(24)

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil Kegiatan Praktek Kerja Lapang dapat di tarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Hama dan Penyakit yang ditemukan menyerang Melaleuca cajaputi adalah Kutil daun, Jamur, dan Serangan Rayap

2. Frekuensi Serangan hama dan penyakit pada tegakan Melaleuca cajaputi di kawasan Cagar Alam Imogiri sebesar 92%.

3. Instensitas Serangan Hama dan Penyakit pada tegakan Melaleuca cajaputi di kawasan Cagar Alam Imogiri termasuk Rusak sedang dengan Intensitas serangan 47%.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil Kegiatan Praktek Kerja Lapang disarankan

1. Frekuansi dan Intensitas Serangan hama penyakit dalam keadaan belum merugikan maka perlu adanya pengawasan untuk menjaga keseimbangan lingkungan.

(25)

Badaruddiin. 2006. Identifikasi Rayap dan serangannya di Hutan Pendidikan Commercial Potential. ACIAR Monograph No. 40

Mardji, D. 2003. Identifikasi dan Penanggulangan Penyakit pada Tanaman Kehutanan. Pelatihan Bidang Perlindungan Hutan di PT ITCI Kartika Utama, Samarinda

Na’iem. Mohammad., Mahfudz., Prabawa. 2014. Budidaya dan Prospek Pengembangan Kayu putih (Melaleuca cajaputi). IPB Press. Jakarta

Novizan. 2003. Petunjuk Pemakaian Pestisida. Agro Media Pustaka. Jakarta.

Prasetiyo, K.W. dan S. Yusuf. 2005. Mencegah dan Membasmi Rayap Secara Ramah Lingkungan dan Kimiawi. Agro Media Pustaka, Depok.

Rahayu Sri, S.1999. Penyakit Tanaman Hutan Di Indonesia. Gejala, Penyebab, dan Teknik Pengendaliannya. Kanisius. Yogyakarta.

Sinaga, Suradji. 2003. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Tumbuhan. Penebar Swadaya. Jakarta

Tamam. 2013. Sehat Itu Indah. Online. Di Akses Pada 23 Februari 2017. http://sehatituindah.wordpress.com

Tjahjadi, N. 2011. Hama dan Penyakit Tanaman. Kanisius. Jakarta.

(26)

Gambar

Table 1 Penentuan nilai skor pada penyakit Tanaman
Table 2 Menetukan Kondisi keselurahan tegakan melalui Intensitas serangan
Gambar 1 Serangan jamur

Referensi

Dokumen terkait

01/ 1.02/PPATK/01/ 10 tentang Keterbukaan Informasi Publik Pada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21);9. Peraturan

Dalam pengalaman subyektif, penulis secara sadar mendapatkan rangsangan dari apa yang dilihat oleh penulis, berupa keindahan bentuk dan warna tanaman manggis yang

Faktor-faktor yang memengaruhi IG pada pangan antara lain adalah kadar serat, perbandingan amilosa dan amilopektin (Rimbawan dan Siagian 2004), daya cerna pati, kadar lemak

Hasil uji Wilcoxon Signed Ranks Test diperoleh nilai Z= -5,381 dengan nilai P sebesar 0,000 < 0,05 sehingga dapat disimpulkan Ho ditolak dan Ha diterima,

7.2.5 Membuat laporan berkala dan laporan khusus Instalasi Rawat Jalan dengan menganalisa data pelaksanaan, informasi, dokumen dan laporan yang di buat oleh bawahan untuk

Tujuan pengelolaan cadangan devisa Indonesia adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam upaya untuk menjaga nilai tukar, dengan meningkatkan ekspor yang

Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme terbagi dua, yaitu faktor fisika yang meliputi temperatur yang mana pada temperatur tinggi akan

Dengan penerapan metode Profile Matching kedalam Sistem Pendukung Keputusan untuk Kenaikan Jabatan merupakan hal yang sangat tepat, dimana metode Profile Matching