• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN UNI EROPA DALAM TATA KELOLA KESEHA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERAN UNI EROPA DALAM TATA KELOLA KESEHA"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

Naomi Resti Anditya 14/364286/SP/26076 HI UGM

PERAN UNI EROPA DALAM TATA KELOLA KESEHATAN GLOBAL: BANTUAN UNI EROPA UNTUK WABAH EBOLA DI AFRIKA BARAT

Pendahuluan

Pada awal Agustus tahun 2014, dunia digemparkan dengan pernyataan resmi dari World Health Organization (WHO) bahwa virus Ebola mewabah dan Afrika Barat, yaitu di Sierra Leone, Liberia, dan Guinea setelah sebelumnya pada bulan April, virus ini telah mulai meluas. Wabah ini telah mencapai 28.000 kasus dan membunuh 11.000 jiwa per tanggal 17 Februari 2016. Pengamat tata kelola kesehatan dunia, atau biasa disebut Global Health Governance (GHG) melihat bahwa wabah ini merupakan pertanda adanya krisis dalam GHG. Virus Ebola sebenarnya dapat ditangani dan dibatasi penyebarannya apabila ada penanganan yang cepat dan tepat. Akan tetapi kasus ini memberikan sinyal adanya ketimpangan global dalam sumber daya kesehatan, baik di aspek manusia-nya maupun di aspek finansial.

(2)

jembatan bagi sebuah ide mengenai hak atas kesehatan (rights to health) dan kaitannya dengan inklusi politik yang dipromosikan oleh Uni Eropa dalam GHG dan secara spesifik dalam kasus Ebola di Afrika Barat. Tulisan ini berargumen bahwa upaya bantuan dan inisiatif Uni Eropa dalam GHG serta dalam wabah Ebola adalah respon dari panggilan tanggung jawab dunia untuk mempromosikan inklusivitas dalam hak-hak atas kesehatan.

Landasan Konseptual: Konsep Hak Manusia oleh Hannah Arendt

Sebagai penyintas dari tragedy Holocaust, Arendt merefleksikan pengalaman horornya dengan kaitannya terhadap asumsi orang-orang mengenai hak asasi (natural rights). Menurutnya, tidak ada sesuatu yang disebut ‘hak dasar’ atau ‘hak asasi’ karena hak sendiri tidak ada tanpa kepemilikan dalam sebuah komunitas politik. Kutipannya yang terkenal mengatakan demikian: “the world found nothing sacred in the abstract nakedness of being human”. Maka membicarakan persoalan hak adalah membicarakan persoalan kewargaan, atau dalam kata lain, keanggotaan dalam sebuah komunitas politik [ CITATION Han58 \l 1033 ]. Hak pertama-tama tidak datang saat manusia lahir, tetapi saat ia diakui sebagai bagian dari komunitas politik melalui inklusi. Hak bukan hanya klaim moral, tetapi juga klaim keanggotaan. Karena mereka yang tidak berdaya dan tereksklusi dari sebuah komunitas politik tidak dapat mengemansipasi dirinya sendiri, maka menurut Arendt, sentralitas/pusat hak berada di tangan komunitas politik yang dapat menjamin ‘hak untuk mendapat hak’ (the right to have rights).

(3)

berwajah kultural, juga memiliki wajah universal, artinya ia dapat ditegakkan ketika ada partisipasi dalam berbagai komunitas politik. Keempat poin ini mendasari argumen hak atas kesehatan harus terus dibentuk dan dikampanyekan dengan membuka kanal inklusivitas dalam berbagai komunitas politik—memberikan panggilan global untuk terus melakukan berbagai aksi politis agar seluruh manusia mendapatkan hak atas kesehatan, terutama dalam kasus Ebola ini adalah seluruh penduduk di Afrika Barat maupun penduduk di negara-negara miskin yang tidak memiliki cukup sumber daya kesehatan.

Wabah Ebola sebagai krisis dalam Global Health Governance

(4)

Harman menyebut bahwa GHG terlambat merespon virus Ebola yang mewabah karena beberapa hal, yaitu defisit kepemimpinan, kebingungan, dan adanya kompetisi antarinstitusi. Seharusnya WHO menjadi pusat dari GHG, namun karena berbagai tantangan internal dan defisit kepemimpinan dari WHO, ia menjadi tidak dinamis untuk beradaptasi dalam GHG, sehingga banyak institusi di luar WHO yang muncul dan mengintervensi ‘bisnis’ dalam GHG di luar norma yang ditetapkan oleh WHO, misalnya Joint United Nations Programme on HIV/AIDS (UNAIDS); the Global Fund to Fight AIDS, Tuberculosis and Malaria; and GAVI, World Bank, the United Nations Children’s Fund (UNICEF), bahkan NGO seperti Bill and Melinda Gates Foundation, juga donor-donor bilateral dan aktor swasta seperti perusahaan farmasi—semuanya berkompetisi. Di dalam kompetisi ini, Harman berargumen bahwa tidak ada kolaborasi yang baik, sehingga respon dari apa yang disebut ‘GHG’ datang sangat terlambat ketika Ebola telah mewabah dan meluas [ CITATION Har14 \l 1033 ].

(5)

Ada berbagai argumen yang ditawarkan akademisi dari berbagai tradisi untuk melihat masalah masalah wabah Ebola bukan hanya masalah penyakit tetapi juga masalah dalam institusi kesehatan global dan tata kelolanya. Meskipun GHG dalam kasus ini dipertanyakan globalitasnya, namun apa yang penting dari ide mengenai ‘krisis GHG’ adalah bahwa klaim normatif mengenai inklusivitas komunitas dan akses kesehatan sudah ada. Dalam rangka menciptakan suatu inklusi politik ini, GHG terus berproses dengan memuat kontestasi wacana, di mana setiap entitas, baik institusi maupun norma yang ada di dalamnya membawa logika mereka masing-masing untuk menciptakan komunitas kesehatan global yang tegas. Maka kemudian di titik ini kita dapat berangkat untuk mengulas komitmen Uni Eropa, sebagai salah satu institusi regional yang penting dalam GHG.

Komitmen Uni Eropa dalam GHG

Uni Eropa dapat dikatakan merupakan institusi regional yang paling kuat di dunia saat ini, terlepas dari ketegangan internal dan wacana mengenai defisit demokrasi di dalam badannya sendiri. Melalui soft power diplomacy, Uni Eropa konsisten dalam menyebarkan nilai-nilai yang diyakininya, yaitu demokrasi, HAM, kebebasan, rule of law, dan perdagangan bebas. Komitmen khususnya bagi HAM sendiri merupakan sesuatu yang patut diapresiasi. Pada tahun 2010, Uni Eropa menyumbang 65% bagian dari ODA. Sampai tahun 2015, Uni Eropa merupakan donor terbesar di dunia, dengan dana bantuan yang ia keluarkan sebesar 15.56 triliun dolar yang ia berikan ke berbagai bagian dunia, tentu saja dengan bagian yang berbeda-beda. Menurut EU Aid Explorer, terdapat 10 sektor yang menjadi fokus tujua bantuan Uni Eropa. Bantuan Uni Eropa bagi kesehatan global sendiri tersebar di beberapa sektor, seperti humanitarian aid, government and civil society, banking and financial services, education, dan others [ CITATION Eur17 \l 1033 ]. Tidak ada sektor khusus bagi kesehatan global dalam skema bantuan Uni Eropa, Komisi Eropa memasukkan aspek kesehatan dalam berbagai sektornya, karena mereka meyakini bahwa kesehatan global dalam skema bantuan seharusnya interdependen satu sektor dengan sektor yang lainnya [ CITATION Glo17 \l 1033 ]. Biasanya dalam skema bantuan EU, ada 28 institusi; 27 dari negara anggota dan 1 dari institusi Uni Eropa sendiri.

(6)

Kerja sama Komisi Eropa dan WHO merupakan salah satu dari skema partisipasi Uni eropa dalam GHG, di mana Komisi Eropa mengakui WHO sebagai institusi yang memimpin dalam GHG. Selain bersama WHO, Uni Eropa juga secara inisiatif memiliki program kesehatan global secara independen maupun multilateral.

Multilateral

Global Health Security Initiative (2001)

As a member of the Global Health Security Initiative (GHSI), the European Commission has been working closely with the WHO and the "G7+" states (USA, Canada, UK, France, Germany, Italy, Japan and Mexico) in an effort to create an effective and well-organised global strategy for preparedness and responses to the potential health threats. Global Partnership for

Effective Development Cooperation (GPEDC)

(7)

philanthropic foundations and crisis on citizen and society. It ensures the coordination of response to public health crises at EU level. Its role is: 1. to

ensure that effective

preparedness mechanisms are in place 2. to coordinate

(8)

Pada 15 Oktober 2009, Komisi Eropa mengadakan sebuah nobel forum seminar yang mendiskusikan perihal Uni Eropa sebagai aktor kesehatan global. Dalam issue paper yang ditulis oleh Komisi Eropa, institusi ini menyatakan demikian:

“The EU needs to act in coordination with the rest of the world in order to generate greater coherence and impact on a global scale. EU Member States are gradually recognising the need for a strategic course, policy coherence and common values on global health. A stronger EU commitment would guarantee multifaceted support for multilateral organisations and for countries receiving development assistance. The European Commission has a key role to play in this process.” (European Commission Issues Paper: The EU Role in Global Health)

Dalam pernyataan tersebut, komisi Eropa menekankan bahwa ada kesadaran yang meningkat di antara negara-negara anggota untuk berkontribusi dalam kesehatan global, baik melalui Komisi Eropa maupun secara independen.

Selain daripada itu, dalam pertemuan ini, ada beberapa hal yang menjadi kunci dari keinginan Komisi Eropa dalam partisipasinya sebagai aktor kesehatan global (dalam GHG), dan hal ini penting untuk melihat wacana yang terbentuk. 1) UE percaya dengan adanya global public goods yang harus terus dijaga, 2) Menjamin global public goods berarti harus memperkuat solidaritas internasional antarinstitusi, mengurangi kompetisi, 3) juga menyadari bahwa ia harus bekerja sama dengan civil society 4) UE sangat menekankan dan fokus pada sistem kesehatan secara mendasar, spesifiknya pada MDG 8, dan terakhir 5) Evaluasi dalam sistem pasar yang menghambat kinerja kesehatan global [ CITATION Kar09 \l 1033 ].

(9)

dengan mekanisme yang dekat dengan liberalisme atau mekanisme pasar. Tentu ada limit dalam proses ini, tetapi kita akan fokus pada nilai-nilai yang mereka bawa.

Bantuan UE dalam Ebola

Komitmen Uni Eropa untuk ber-partisipasi secara serius dalam GHG telah dibuktikan melalui beberapa aksinya bersama dalam skema multilateral maupun independen. Dalam dua tahun belakangan, Komisi Eropa dan negara anggota fokus membantu penanganan wabah Ebola di Afrika Barat. Uni Eropa memberikan bantuan dalam dua skema: yaitu melalui skema WHO, dan secara independen sebagai institusi regional yang juga berkontestasi di dalam GHG. Harus diakui bahwa seperti institusi dalam GHG lainnya, Uni Eropa terlambat untuk merespon penyebaran virus Ebola di Afrika Selatan. Kemungkinan juga karena ada masalah internal dan ketidaksiapan ketika menghadapi kondisi darurat seperti ini, kemungkinan juga karena Uni Eropa mencurahkan perhatian dan bantuannya untuk menangani bidang kesehatan lain selain Ebola. Meskipun demikian, Uni Eropa tetap membantu dan peduli mengenai persoalan ini.

Pada skema bersama-sama dengan WHO, Uni Eropa dalam satu institusi di bawah ECHO bukanlah donor terbanyak. Ia menyumbang sebanyak tiga kali dalam 2 tahun dengan total dana 9.500.182 dolar AS. Penyumbang terbesarnya sendiri dari merespon Ebola melalui skema WHO ada World Bank, African Development Bank, Bill and Melinda Gates Foundation, USAID, UNDP, Kementerian Luar Negeri Jepang, dsb. Memang cukup disayangkan bahwa nama Uni Eropa ternyata tidak memberikan dana bantuan terbanyak, akan tetapi negara-negara anggotanya sendiri memberikan kontribusi yang besar, seperti NORAD (Norwegia), DFIF (Inggris), dan GIZ (Jerman), juga negara-negara di Uni Eropa yang lebih kecil dari ketiga kekuatan tersebut [ CITATION Wor16 \l 1033 ]. Negara-negara anggota tersebut telah memberikan dana bantuan secara independen maupun dalam skema Uni Eropa. Sampai sekarang, Eropa (bukan Uni Eropa) masih menjadi kontinen yang paling sigap dan ‘dermawan’ dalam memberikan bantuan.

(10)

yang mengatakan bahwa Uni Eropa saat itu secara sistemik memiliki halangan untuk bisa cepat tanggap menangani kasus ini, karena kurangnya koordinasi yang baik dan efektif. Banyak pihak yang juga menekankan kebutuhan akan pendekatan yang komprehensif dalam membantu penanganan Ebola [ CITATION ECP14 \l 1033 ].

Dana bantuan tersebut, seperti komunitas internasional lain, digunakan untuk membiayai persediaan medis, laboratorium, serta ahli epidemiologi. Dengan special, Uni Eropa juga memperhatian hak kesehatan bagi para pekerja kesehatan di sana dengan menyediakan evakuasi medis bagi pekerja di sana. Uni Eropa menyadari bahwa ini adalah alarm bagi GHG untuk lebih reponsif dalam keadaan darurat. Atas dasari evaluasi dari hal ini, Uni Eropa menetapkan pembentukan European Medical Corps (EMC) atas dasar usulan dari Jerman dan Inggris. EMC dibentuk untuk khusus meningkatkan kapasitas Uni Eropa dalam menanggapi pandemi di berbagai daerah. Badan ini spesial karena tidak dimiliki oleh institusi lain. Uni Eropa memiliki kapasitas untuk secara bersama-sama dapat menyediakan tenaga-tenaga dan fasilitas terbaik dalam EMC [ CITATION The164 \l 1033 ].

Selain EMC, Uni Eropa juga secara inisiatif membentuk apa yang disebut European Mobile Laboratories (EMlabs) yang dikerahkan di daerah-daerah yang terjangkit dan mungkin terjangkit oleh wabah ini. Ia mengerahkan EMlabs di tiap negara di Afrika Barat tetapi juga secara terpusat di Afrika Barat secara keseluruhan. Uni Eropa menggelontorkan dana sebanyak 3.35 juta euro untuk mengoperasikan EMlabs. Skema yang lain adalah skema kerja sama dengan Uni Afrika dan mendukung semua misi dan cara yang dilakukan Uni Afrika untuk menghadapi Ebola, dengan menyumbangkan 5 juta euro kepada Uni Afrika.

(11)

skema Uni Eropa merupakan skema yang didasari atas berbagi asumsi liberal mengenai spillover, terpusat pada bantuan, dan secara jangka panjang juga bergantung pada mekanisme pasar.

Kesimpulan

Wabah Ebola merupakan suatu trauma tersendiri, baik baik Afrika Barat maupun bagi Global Health Governance secara keseluruhan juga bagi Uni Eropa, karena wabah ini bukan saja berarti krisis kesehatan, tetapi juga krisis dalam institusi kesehatan global dalam menanggapi dan merespon pandemi. Kesadaran ini menunjukkan bahwa di era ini, krisis kesehatan di suatu negara bukan hanya disebabkan oleh gagalnya tata kelola kesehatan yang berlaku secara lokal tetapi juga secara global, karena ini adalah era interdependensi. Afrika Barat yang berada di bawah skema WHO, mematuhi MDG, juga terkena dampak dari tidak responsifnya GHG. Komunitas internasional meyakini bahwa ada jurang struktural bagi negara-negara miskin untuk bisa mendapatkan akses dan rights to health, sehingga mereka gencar memberikan bantuan sebagai tanggung jawab struktural tersebut; tanggung jawab untuk menciptakan inklusivitas dalam akses kesehatan bagi siapa saja.

Peran Uni Eropa dalam GHG cukup besar, ditunjukkan dengan keterlibatannya dengan berbagai forum kesehatan global, baik secara multilateral, maupun secara inisiatif di internal EU. Wacana yang berkembang dalam komitmen EU merupakan wacana bahwa global public goods tidak ada secara alami, tetapi harus diciptakan. Untuk mengadakan global public goods, Uni Eropa memanggil dan sangat menekankan solidaritas internasional, karena sesuai yang dikatakan oleh Arendt, hanya mereka yang diberdayakan dalam komunitas politik-lah yang dapat mematahkan eksklusi manusia dari komunitas politik, baik eksklusi hukum, eksklusi politik, maupun eksklusi pasar.

(12)

nyawa yang sangat banyak. Badan-badan cepat tanggap pandemi ini diupayakan oleh EU agar semakin terbukanya akses kesehatan atau rights to health dalam keadaan darurat, sehingga tidak ada lagi nyawa yang melayang sia-sia karena bobroknya institusi kesehatan.

Daftar Pustaka

Arendt, H. (1958). The Human Condition. Chicago: The University of Chicago Press.

Arendt, H. (New York). The Origins of Totalitarianism. 1951: Harcourt, Brace & Co.

ECPDM. (2014, October 24). A Step in the Right Direction for the EU’s Fight Against Ebola. Retrieved June 8, 2017, from ECPDM: http://ecdpm.org/talking-points/step-right-direction-eu-fight-ebola/

European Commission. (2017, June 7). EU Aid Explorer. Retrieved June 7, 2017, from European Commission: https://euaidexplorer.ec.europa.eu/

Global Health Europe. (n.d.). The EU Role in Global Health: Answers from Global Health Europe. Retrieved June 7, 2017, from Global Health Europe:

http://www.globalhealtheurope.org/index.php/publications/ghe-position-statements/247-the-eu-role-in-global-health-answers-from-global-health-europe

Global Health Governance. (2016, April 25). Ebola: Implications For Global Health Governance. Retrieved June 6, 2017, from Global Health Governance:

https://blogs.shu.edu/ghg/2016/04/25/ebola-implications-for-global-health-governance/

Harman, S. (2014, October 20). Ebola and the Politics of a Global Health Crisis. Retrieved June 6, 2017, from E-IR: http://www.e-ir.info/2014/10/20/ebola-and-the-politics-of-a-global-health-crisis/

Karolinska Institute and Global Helath Europe. (2009). NOBEL FORUM SEMINAR: The European Union as a Global Health Actor. Stockholm: Karolinska Institutet Research Network for Public.

Nunes, J. (2016). Ebola and the production of neglect in global health. Third World Quarterly, 37(3), 542– 556.

Roemer-Mahlera, A., & Rushtonb, S. (2016). Introduction: Ebola and International Relations. Third World Quarterly, 37(2), 373–379.

The Parliament. (2016, Maret 21). EU has learned the lessons from the Ebola crisis. Retrieved June 8, 2017, from The Parliament: https://www.theparliamentmagazine.eu/articles/opinion/eu-has-learned-lessons-ebola-crisis

World Health Organization. (2016, April). West Africa Ebola outbreak: Funding. Retrieved June 8, 2017, from World Health Organization: http://www.who.int/csr/disease/ebola/funding-requirements/en/

World Health Organization. (n.d.). Partnerships, interagency coordination and resource mobilization: European Union. Retrieved June 6, 2017, from World Health Organization:

(13)

Gambar

Tabel 1. Inisiatif Uni Eropa dalam berbagai kerangka institusi kesehatan global

Referensi

Dokumen terkait

Apabila penetuan nilai ini berdasarkan pada nilai hasil tes belajar yang digunakan pada kriterium peserta didik, maka pada hal ini mengandumg arti bahwa nilai yang

jahat namun memang digunakan untuk meningkatkan performa komputer.. file tersebut berpotensi sebagai bukti digital. Sehingga ini merupakan prosedur yang. harus

Setiap mahasiswa diminta untuk membuat sebuah paper dengan panjang maksimal 500 kata yang berisi rangkuman dan refleksi kritis atas tulisan Abraham van de Beek. yang berjudul

Yang dimaksud dengan operasi ekonomis pembangkit thermal ialah proses pembagian atau penjadwalan beban total dari suatu sistem kepada masing-masing pusat

Palvelutarpeen arviointia on tehty Lapin maakunnan ja kuntien väestötasolla. Palvelutar- peen arvioinnissa on myös kartoitettu nykyisen palvelujärjestelmän tilanne, minkä yhteydes-

Dengan demikian regresi berganda ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel-variabel yang akan diteliti, yaitu Indeks Pembangunan Manusia sebagai

Program Studi Pendidikan Agama Islam Jurusan Tarbiyah. Sekolah Tinggi Agama Islam

 Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan desa adalah proses kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar Pemerintahan desa berjalan secara efisien dan efektif sesuai dengan