• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor Faktor yang Mempengaruhi (7)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Analisis Faktor Faktor yang Mempengaruhi (7)"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN POLA ASUH ORANGTUA DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL SISWA DI SMP DIPONEGORO 1 JAKARTA

CORRELATION OF PARENTING METHOD TO THE STUDENT’S

EMOTIONAL QUOTIENTS OF DIPONOGORO 1 JAKARTA JUNIOR HIGH SCHOOL

Nur Dian Oktafiany, Etin Solihatin, dan M. Japar.

Program Studi PPKN FIS Universitas Negeri Jakarta

ABSTRACT

This research is aim to gather empirical data regarding the correlation of

parenting method to the student’s emotional quotients. This research is conduct on

F ebruary to April 2013. This research is conducted through quantitative approach with correlation method. The data is collected through questioners. The sample is taken through proportional sampling method; samples are 60 students of 98 VIII grades students.

Analytical requirement test being examined is aim to find the regression equation formula, which it would be Ŷ = 26.05+0.833X. F amounted 39.24 dan Ftable amounted 4.02. Since the F is bigger than Ftable 39.24 > 4.02, so that it concluded

regression is significant.

The examination of hypothesis is conduct through correlation product moment formula and based on the calculation r amounted 0.635 and rtabel a mounted 0.254 in

significances level (α) 0.05, N= 60. So tha t r is bigger than rtabel (0.635 > 0.254). By

the result of calculation concluded H0 is invalid and H1 is valid. The numbered of

contribution of variable X instrument to variable Y instrument is calculated by determination coefficient amounted 40.36%. To determine level of correlation between both variables is conduct through t-test. The result of this test t amounted 6.26. In level of significances (α) 0.05 and degree of independences 58, ttabel

amounted 1.67. So thus, t is bigger than ttabel 6.26 > 1.67. The conclusion of this research is there is a positive correlation between Parenting Method and Student’s

Emotional Quotients.

Key Words : P arenting Method, Emotional Quotients.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia memerlukan sumber

daya manusia dalam jumlah dan

mutu yang memadai sebagai

pendukung utama dalam

pembangunan. Untuk memenuhi

(2)

2 pendidikan memiliki peran yang

sangat penting. Hal tersebut

dikarenakan jalur pendidikan

merupakan salah satu proses utama

untuk memperoleh pencapaian

prestasi belajar dalam

menghantarkan ke arah pencapaian

sumber daya manusia yang

berkualitas tinggi pada era

globalisasi saat ini.

Sesuai dengan

Undang-Undang No 20 Tahun 2003 tentang

Sistem Pendidikan Nasional pada

Pasal 3, yang menyebutkan bahwa

pendidikan nasional berfungsi

mengembangkan kemampuan dan

membentuk karakter serta

peradaban bangsa yang

bermartabat dalam rangka

mencerdaskan kehidupan bangsa.

Pola pembangunan SDM di

Indonesia selama ini terlalu

mengedepankan IQ (kecerdasan

intelektual) dan materialisme tetapi

mengabaikan EQ (kecerdasan

emosi) terlebih SQ (Kecerdasan

spiritual). Pada umunya

masyarakat Indonesia memang

memandang IQ paling utama, dan

menganggap EQ sebagai

pelengkap, sekedar modal dasar

tanpa perlu dikembangkan lebih

baik lagi. Fenomena ini yang

sering tergambar dalam pola asuh

dan arahan pendidikan yang

diberikan orangtua dan juga

sekolah-sekolah negeri atau swasta

pada umumnya. Maka tidak heran

kalau banyak siswa berprestasi tapi

tidak sedikit kemudian mereka

yang berprestasi juga menjadi

siswa yang urakan dan

mengabaikan tanggung jawabnya

dalam menjalani proses pendidikan

di sekolah, terjebak dalam

pergaulan bebas, narkoba dan atau

budaya tawuran sering dilakukan.

Pendidikan nasional juga

bertujuan pada perkembangan

potensi peserta didik agar menjadi

manusia yang beriman dan

bertakwa kepada Tuhan Yang

Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,

berilmu, cakap, kreatif, mandiri,

dan menjadi warga negara yang

demokratis serta bertanggung

jawab.

Berdasarkan dengan fungsi

dan tujuan pendidikan nasional

jelas bahwa pendidikan pada

setiap jenjang harus

(3)

3

terarah dan terpadu demi

terciptanya insan yang cerdas,

beretika, bermoral, sopan santun

dalam berinteraksi dengan

masyarakat serta memiliki

kemampuan daya saing yang

tinggi. Dari hasil pemaparan

fungsi dan tujuan di atas jelas

bahwa pendidikan nasional tidak

hanya menekankan pada individu

yang cerdas secara intelektualitas,

tetapi juga disempurnakan oleh

beragam kecerdasan lainnya

seperti kecerdasan secara

emosional, spiritual dan sosial.

Sehingga pada tahun 2003,

lahirlah Undang-Undang

SISDIKNAS (Sistem Pendidikan

Nasional) Nomor 20 Tahun 2003

merupakan awal reformasi

pendidikan yang mencoba

menyeimbangkan pola

pembangunan SDM dengan

mengedepankan SQ (kecerdasan

spiritual), EQ (kecerdasan emosi)

dan tidak mengabaikan IQ

(kecerdasan intelektual).

Orangtua adalah komponen

keluarga yang di dalamnya terdiri

dari ayah dan ibu, dan merupakan

hasil dari sebuah ikatan

perkawinan yang sah yang dapat

membentuk sebuah keluarga

kecil. Keluarga merupakan

lembaga pertama dalam

kehidupan anak, tempat ia belajar

dan menyatakan diri sebagai

mahluk sosial. Dalam keluarga

umumnya anak ada dalam

hubungan interaksi yang intim.

Keluarga memberikan dasar

pembentukan tingkah laku, watak,

moral dan pendidikan anak.

Keluarga merupakan lingkungan

pertama dan utama bagi anak

yang mempunyai pengaruh besar.

Lingkungan keluarga sangat besar

pengaruhnya sebagai stimulans

dalam perkembangan anak.

Mendidik anak dengan baik

dan benar berati menumbuh

kembangkan totalitas potensi anak

secara wajar. Potensi jasmaniah

dan rohaniah anak diupayakan

tumbuh dan berkembang secara

selaras. Potensi jasmaniah anak

diupayakan pertumbuhannya

secara wajar melalui pemenuhan

kebutuhan-kebutuhan jasmani,

seperti pemenuhan kebutuhan

sandang, pangan, dan papan.

(4)

4

diupayakan pengembangannya

secara wajar melalui usaha

pembinaan intelektual, perasaan,

dan budi pekerti.

Setiap siswa di SMP

Diponegoro 1 Jakarta memiliki

latar belakang yang berbeda-beda.

Memiliki tingkat kecerdasan

emosional yang berbeda-beda.

Adanya orangtua yang tidak tahu

bagaimana perilaku anaknya

disekolah. Adanya orangtua siswa

yang broken home namun siswa

tersebut memiliki banyak teman /

dapat membina hubungan baik

dengan oranglain. Berdasarkan

hal-hal tersebut maka penulis

memilih melakukan penelitian di

SMP Diponegoro 1 Jakarta.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan

masalah diatas maka dapat

diajukan perumusan masalah

penelitian sebagai berikut :

“Apakah terdapat hubungan antara

pola asuh orangtua dengan

kecerdasan emosional siswa di

SMP Diponegoro 1 Jakarta?”.

KAJIAN TEORI

A. Pola Asuh Orangtua

Perkembangan kepribadian

individu tidak terlepas dari

lingkungan. Lingkungan terkecil

adalah keluarga yang merupakan

tempat pertama kali individu

mengenal dan belajar segala

sesuatu dalam kehidupannya.

Dalam mendidik anak, terdapat

berbagai macam bentuk pola asuh

yang dapat dipilih dan dterapkann

oleh orang tua. Sebelum berlanjut

kepada pembahasan berikutnya,

terlebih dahulu penulis akan

mengemukakan pengertian dari

pola asuh itu sendiri. Pola asuh

terdiri dari dua kata yaitu pola dan

asuh. Menurut Kamus Besar

Bahasa Indonesia, pola berarti

corak, model, sistem, cara kerja,

bentuk (struktur) yang tetap.1

Sedangkan kata asuh dapat berati

menjaga (merawat dan mendidik)

anak kecil, membimbing

(membantu; melatih dan

sebagainya), dan memimpin

(mengepalai dan

1

(5)

5 menyelenggarakan) satu badan

atau lembaga.2

Pendapat Baumrind yang

dikutip oleh Syamsu Yusuf,

mendefinisikan pola asuh sebagai

pola sikap atau perlakuan orang

tua terhadap anak yang

masing-masing mempunyai pengaruh

tersendiri terhadap perilaku anak

antara lain terhadap kompetensi

emosional, sosial, dan intelektual

anak.3

Markum berpendapat bahwa

pola asuh adalah cara orang tua

mendidik anak dan membesarkan

anak yang dipengaruhi oleh

banyak faktor, antara lain faktor

budaya, agama, kebiasaan, dan

kepercayaan, serta pengaruh

kepribadian orang tua (orang tua

sendiri atau orang yang

mengasuhnya).4

Tujuan mengasuh anak adalah

memberikan pengetahuan dan

ketrampilan yang dibutuhkan anak

2

TIM Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 2001), hal. 73.

3

Syamsu Yusuf, Psikologi Perkemba ngan Ana k da n Rema ja, (Bandung : Rosda Karya, 2004), hal. 51.

4

M. Enoch Markum, Buku Aja r Kesehatan Ana k,

(Jakarta : FKUI, 2002), hal. 49.

agar mampu bermasyarakat.

Orangtua menanamkan nilai-nilai

kepada anak-anaknya untuk

membantu mereka membangun

kompetensi dan kedamaian.

Mereka menanamkan kejujuran,

kerja keras, menghormati diri

sendiri, memiliki perasaan kasih

sayang, dan bertanggung jawab.

Dengan latihan dan kedewasaan,

karakter-karakter tersebut menjadi

bagian utuh kehidupan anak-anak.5

Keluarga memegang peranan

penting dalam pembentukan

kecerdasan emosional. Dalam

buku yang ditulis Agus Dariyo,

para ahli mengemukakan bahwa

pola asuh orangtua amat

mempengaruhi kepribadian dan

perilaku anak.6 Maka dari itu,

keluarga dimana di dalamnya

terdapat pola asuh orangtua

merupakan salah satu faktor

eksternal yang memperngaruhi

kecerdasan emosional anak. Dari

sini kita dapat mengetahui bahwa

kecerdasan emosional pertama kali

5

C. Drew Edwards, Ph.D, Ketika Ana k Sulit Dia tur, (Bandung : PT. Mizan Pustaka, 2006) hal. 76.

6

(6)

6

dibentuk dan dimulai dari

keluarga.

Dari pendapat beberapa ahli di

atas, dapat disintesakan bahwa

pola asuh orang tua adalah suatu

keseluruhan interaksi antara

orangtua dengan menjaga,

merawat, dan mendidik anaknya,

dimana orangtua bermaksud

menstimulasi anaknya dengan

mengubah tingkah laku,

pengetahuan serta nilai-nilai yang

dianggap paling tepat oleh

orangtua, agar anak dapat mandiri,

tumbuh dan berkembang secara

sehat dan optimal. Selain itu juga

pola asuh adalah suatu sikap yang

dilakukan orangtua dalam

berinteraksi dengan anaknya,

dilihat dari cara orangtua

memberikan disiplin, hadiah,

hukuman, pemberian perhatian dan

tanggapan-tanggapan sehingga

mempengaruhi pembentukan

kepribadian anak, karena orangtua

sebagai model awal bagi anak

dalam berhubungan dengan orang

lain.

Penulis hanya akan

mengemukakan tiga macam pola

asuh saja, dan hal tersebut

dilakukan dengan tujuan agar

pembahasan menjadi lebih

terfokus dan jelas, yaitu pola asuh

otoriter, pola asuh demokratis dan

pola asuh permisif.

1. Pola Asuh Otoriter

Dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia, otoriter berarti berkuasa

sendiri dan sewenang-wenang.7

Menurut Baumrind,

Authoritarian Parenting (Pola asuh

otoriter) cenderung menetapkan

standar yang mutlak harus dituruti,

biasanya dibarengi dengan

ancaman-ancaman. Misalnya,

kalau tidak mau makan, maka

tidak akan diajak bicara. Orang tua

tipe ini juga cenderung memaksa,

memerintah, menghukum. Apabila

anak tidak mau melakukan apa

yang dikatakan oleh orang tua,

maka orang tua tipe ini tidak segan

menghukum anak. Orang tua tipe

ini juga tidak mengenal kompromi,

dan dalam komunikasi biasanya

bersifat satu arah. Orang tua tipe

ini tidak memerlukan umpan balik

7

(7)

7 dari anaknya untuk mengerti

mengenai anaknya.8

Adapun ciri-ciri dari pola asuh

otoriter adalah sebagai berikut :

1) Anak harus mematuhi

peraturan-peraturan orang tua

dan tidak boleh membantah.

2) Orangtua cenderung mencari

kesalahan-kesalahan anak dan

kemudian menghukumnya.

3) Orangtua cenderung

memberikan perintah dan

larangan kepada anak.

4) Jika terdapat perbedaan

pendapat antara orangtua dan

anak, maka anak dianggap

pembangkang.

5) Orang tua cenderung

memaksakan disiplin.

6) Orang tua cenderung

memaksakan segala sesuatu

untuk anak dan anak hanya

sebagai pelaksana.

7) Tidak ada komunikasi antara

orangtua dan anak.9

8

Jhon W. Santrock, Adolescence Perkemba ngan Rema ja, edisi 6 (Jakarta : Erlangga, 2003), hal. 185.

9

Zahara Idris dan Lisma Jamal, Pengantar Pendidikan (Jakarta : Gramedia Widiasarana,

1992), Cet. Ke-2, hal. 88.

Jadi dapat disimpulkan bahwa

pola asuh otoriter adalah pola asuh

yang menekankan batasan dan

larangan, orangtua sangat

menghargai anak-anak yang patuh

terhadap apa yang diperintahkan

kepada mereka dan tidak melawan.

Hubungan orangtua dengan anak

terlihat kaku dan kurang

bersahabat.

2. Pola Asuh Demokratis

Menurut Baumrind,

Authoritative Parenting (Pola asuh

demokratis) merupakan pola asuh

yang memprioritaskan kepentingan

anak, akan tetapi tidak ragu-ragu

mengendalikan mereka. Orang tua

dengan pola asuh ini bersikap

rasional, selalu mendasari

tindakannya pada rasio atau

pemikiran-pemikiran. Orang tua

tipe ini juga bersikap realistis

terhadap kemampuan anak, tidak

berharap yang berlebihan yang

melampaui kemampuan anak.

Orang tua tipe ini juga

memberikan kebebasan kepada

anak untuk memilih dan

(8)

8

pendekatannya kepada anak

bersifat hangat.10

Orangtua yang bisa diandalkan

menyeimbangkan kasih sayang

dan dukungan emosional dengan

struktur dan bimbingan dalam

membesarkan anak-anak mereka.

Dan orangtua dengan tipe ini

mereka membiarkan anak-anak

mereka menentukan keputusan

sendiri dan mendorong mereka

untuk membangun kepribadian dan

juga minat khas mereka sendiri

daripada mencoba menempatkan

anak-anak didalam kurungan.11

Adapun ciri-ciri pola asuh

demokratis adalah sebagai berikut:

1) Menentukan peraturan dan

disiplin dengan memperhatikan

dan mempertimbangkan

alasan-alasan yang dapat

diterima, dipahami dan

dimengerti oleh anak.

2) Memberikan pengarahan

tentang perbuatan baik yang

perlu dipertahankan dan yang

tidak baik agar di tinggalkan.

10

Jhon W. Santrock, Adolescence Perkemba ngan Rema ja, edisi 6 (Jakarta : Erlangga, 2003), hal. 186 11

C. Drew Edwards, Ph.D, Ketika Ana k Sulit Dia tur, (Bandung : PT. Mizan Pustaka, 2006), hal. 78.

3) Memberikan bimbingan

dengan penuh pengertian.

4) Dapat menciptakan

keharmonisan dalam keluarga.

5) Dapat menciptakan suasana

komunikatif antara orangtua

dan anak serta sesama

keluarga.12

Jadi pola asuh orangtua demokratis

mendorong anak untuk bebas tetapi

tetap memberikan batasan dan

mengendalikan tindakan-tindakan

anak. Dalam pola asuh ini orangtua

lebih bersikap hangat dan mengasihi

anak

3. Pola Asuh Permisif

Menurut Baumrind, Permisive

Parenting Style (Pola asuh

permisif) merupakan pola asuh

dimana orangtua memberikan

kesempatan pada anaknya untuk

melakukan sesuatu tanpa

pengawasan yang cukup. orangtua

cenderung tidak menegur atau

memperingati anak apabila sedang

dalam bahaya dan sangat sedikit

12

Zahara Idris dan Lisma Jamal, Pengantar Pendidikan (Jakarta : Gramedia Widiasarana,

(9)

9 bimbingan yang diberikan oleh

orangtua.13

Menurut Stewart dan Koch,

Orang tua yang mempunyai pola

asuh permisif cenderung selalu

memberikan kebebasan pada anak

tanpa memberikan kontrol sama

sekali, Anak dituntut atau sedikit

sekali dituntut untuk suatu tangung

jawab tetapi mempunyai hak yang

sama seperti orang dewasa, dan

Anak diberi kebebasan untuk

mengatur dirinya sendiri dan orang

tua tidak banyak mengatur

anaknya. Orang tua tipe ini

memberikan kasih sayang

berlebihan. Karakter anak menjadi

impulsif, tidak patuh, manja,

kurang mandiri, mau menang

sendiri, kurang percaya diri dan

kurang matang secara sosial.14

Jadi pola asuh orangtua

permisif secara keseluruhan

ditandai dengan keadaan orangtua

yang tidak mengendalikan anak,

tidak memberikan hukuman pada

13

Jhon W. Santrock, Adolescence Perkemba ngan Rema ja, edisi 6 (Jakarta : Erlangga, 2003), hal. 186. 14

Stewart & Koch, Chidren Development Throught Adolescence. (Canada: John Wiley and Sons, Inc, 1983), hal. 225.

kesalahan anak dan tidak

memberikan perhatian dalam

melatih kemandirian dan

kepercayaan diri anak.

B. Kecerdasan Emosional

Jika dilihat dari tiga ranah yang

biasa digunakan dalam dunia

pendidikan, yaitu ranah kognitif,

afektif dan psikomotorik, emosi

termasuk ke dalam ranah afektif.

Emosi banyak berpengaruh

terhadap fungsi-fungsi psikis

lainnya, seperti pengamatan,

tanggapan, pemikiran dan

kehendak. Individu akan mampu

melakukan pengamatan atau

pemikiran dengan baik jika disertai

dengan emosi yang baik pula.

Individu juga akan memberikan

tanggapan yang positif terhadap

suatu objek manakala disertai

emosi yang positif pula.

Sebaliknya individu akan

melakukan pengamatan atau

tanggapan negatif terhadap suatu

objek, jika disertai oleh emosi

yang negatif terhadap objek

(10)

10

Masa remaja merupakan

puncak emosionalitas, yaitu

perkembangan emosi yang tinggi.

Pertumbuhan fisik, terutama

organ-organ seksual mempegaruhi

berkembangnya emosi atau

perasaan-perasaan dan

dorongan-dorongan baru yang dialami

sebelumnya, seperti perasaan cinta,

rindu dan keinginan untuk

berkenalan lebih intim dengan

lawan jenis. Pada usia remaja

awal, perkembangan emosinya

menunjukkan sifat yang sensitive

dan reaktif yang sangat kuat

terhadap berbagai peristiwa atau

situasi sosial, emosional yang

membuat emosinya bersifat

negative dan temperamental

(mudah tersinggung/marah, atau

mudah sedih/,murung), sedangkan

remaja akhir sudah mampu

mengendalikan emosinya.15

Kecerdasan emosional adalah

kemampuan merasakan,

memahami secara efektif dan

menerapkan daya dan kepekaan

emosi sebagai sumber energi dan

15

Syamsu Yusuf, Psikologi Perkemba ngan Ana k da n Rema ja, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2012), hal. 196.

informasi, koneksi dan pengaruh

yang manusiawi. Daniel Goleman

mendefinisikan arti dari

kecerdasan emosional yaitu :

Kecerdasan emosional adalah

kemampuan seperti kemampuan

untuk memotivasi diri sendiri dan

bertahan menghadapi frustasi,

mengendalikan dorongan hati dan

tidak melebih-lebihkan

kesenangan mengatur suasana hati

dan menjaga agar beban stress

tidak melumpuhkan kemampuan

berfikir, berempati dan berdoa.16

Menurut Savoley, kecerdasan

emosional adalah mengenali emosi

diri, mengelola dan

mengekspresikan emosi,

memotivasi diri, mengenali emosi

orang lain dan membina hubungan

dengan orang lain.

Indikator mengenali emosi

yaitu kesadaran diri, dan

mengenali perasaannya sendiri.

Manajemen emosi/mengelola

emosi indikatornya tidak

emosional dan dapat mencari

solusi (siswa yang dapat

16

(11)

11 memanajemen emosi dengan baik,

dia dapat mencari solusi dengan

tepat saat sedang ada masalah).

Memotivasi diri sendiri,

indikatornya mempunyai tingkat

optimisme yang tinggi dan tidak

berlarut-larut dalam masalah.

Mengenali emosi orang lain,

indikatornya memiliki rasa empati

dan memahami perasaan orang

lain. Membina hubungan dengan

orang lain, indikatornya memiliki

keterampilan sosial dan memiliki

rasa solidaritas.

Dengan demikian, dapat

disintesiskan bahwa kecerdasan

emosional adalah kemampuan

seseorang dalam mengenali emosi

diri, mengelola dan

mengekspresikan emosi,

memotivasi diri, mengenali emosi

orang lain, serta dapat membina

hubungan dengan orang lain.

Kecerdasa emosional sangat

dipengaruhi oleh lingkungan, tidak

bersifat menetap, dapat

berubah-ubah setiap saat. Untuk itu peranan

lingkungan terutama orangtua

sangat mempengaruhi dalam

pembentukan kecerdasan

emosional.

Adapun kaitannya penelitian

ini dengan Pendidikan Pancasila

dan Kewarganegaraan adalah

dimana orangtua merupakan guru

utama seorang anak dalam

lingkungan keluarga yang

didalamnya menerapkan

aturan-aturan dan memberikan bimbingan

dan budi pekerti yang akan

membuat seorang anak menjadi

pribadi yang baik, bertaqwa

kepada Tuhan, menghormati

orangtua, beretika, bermoral dan

menjadi manusia yang

menjungjung nilai-nilai Pancasila,

taat aturan sehingga berguna bagi

lingkungan dan Negara. Begitu

pula dengan kecerdasan emosional

yang melatih seseorang dapat

mengenali emosi, mengelola emosi

diri sendiri dan orang lain,

memotivasi diri sendiri dan

oranglain, serta membina

hubungan baik dengan oranglain.

Aspek-aspek tersebut berhubungan

dengan Ilmu Kewarganegaraan

yang mengharapkan setiap

individu sebagai makhluk sosial

yang berperilaku baik, beretika,

bermoral, mempunyai rasa

(12)

12

berinteraksi dan membina

hubungan baik dengan oranglain.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk

memperoleh data empiris tentang

masalah yang diajukan yaitu untuk

mengetahui apakah terdapat hubungan

antara pola asuh orangtua dengan

kecerdasan emosional siswa kelas VIII

SMP Diponegoro 1 Jakarta.

Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah metode

korelasional dengan pendekatan

kuantitatif. Metode ini dipilih karena

sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu

untuk mengetahui apakah terdapat

hubungan antara variabel tentang Pola

Asuh Orangtua sebagai yang

menghubungkan dan diberi simbol X,

dengan variabel Kecerdasan

Emosional Siswa yang dihubungkan

dan diberi simbol Y.

Penelitian ini dilakukan di SMP

Diponegoro 1 Jakarta yang terletak di

Jalan Sunan Giri No. 5 Jakarta Timur.

Penelitian ini dilaksanakan selama 3

bulan, terhitung mulai dari bulan

Febuari sampai bulan April 2013.

Teknik pengambilan sampel

menggunakan adalah teknik

proportionate sampling dengan jumlah

populasi kelas VIII SMP Diponegoro

1 Jakarta sebanyak 98 siswa. Adapun

sampel/responden dalam penelitian ini

yaitu sebanyak 60 responden yang

diambil masing-masing 20% dari 3

kelas VII yang ada di SMP

Dipoengoro 1 Jakarta.

Teknik pengumpulan data

dilakukan dengan menggunakan

instrument berupa angket. Untuk

variabel X (Pola Asuh Orangtua)

menggunakan angket skala perilaku.

Dimana siswa/responden mengisi

angket perilaku pola asuh orangtua

menurut pandangan siswa. Kemudian

untuk variabel Y (Kecerdasan

Emosional Siswa) menggunakan

angket skala sikap. Dimana siswa

mengisi angket tersebut sesuai dengan

diri mereka.

HASIL PENELITIAN

1. Uji Normalitas.

Pengujian normalitas data variabel

Pola Asuh Orangtua dan Kecerdasan

Emosional Siswa adalah dengan

menggunakan Uji Liliefors. Dari hasil

perhitungan diperoleh hasil sebagai

(13)

13 2. Uji keberartian regresi.

Uji keberartian regresi dilakukan

untuk mencari persamaan regresi linier

untuk memperkirakan atau

meramalkan bentuk hubungan yang

ada atau diperkirakan ada hubungan

diantara kedua variabel.

Hubungan antara Pola Asuh

Orangtua (X) dengan Kecerdasan

Emosional Siswa (Y) dengan

menggunakan persamaan regresi Ŷ =

26,05 + 0,833X.

3. Uji Siginifikansi

Berdasarkan data yang diperoleh,

maka dilakukan analisis data yang

bertujuan untuk mengetahui

keberadaan data dalam pengujian

hipotesis penelitian. Langkah yang

ditempuh dalam analisis data ini

yaitu dengan menghubungkan dua

jenis skor, yaitu skor dari Pola

Asuh Orangtua (variabel X)

dengan Kecerdasan Emosional

Siswa (variabel Y). Rumus yang

digunakan untuk menghubungkan

skor kedua variabel tersebut adalah

dengan menggunakan rumus

korelasional produk moment.

Untuk mengetahui signifikan

tidaknya korelasi kedua variabel

tersebut, maka koefisien korelasi

tersebut dapat dikonsultasikan

dengan tabel ”r” kritik produk

moment. Dari hasil perhitungan

didapat hasil sebagai berikut :

Uji Signifikansi

n thitung ttabel Kesimpulan

58 0,05 6,26 1,67 thitung > ttabel

(14)

14 4. Uji t

Tingkat keberartian hubungan antara

dua variabel diuji dengan uji “t”

korelasi. Hubungan kedua variabel

tersebut berarti jika thitung lebih besar

dari ttabel. Berdasarkan perhitungan

diperoleh hasil sebagai berikut :

Uji t

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat

disimpulkan bahwa terdapat hubungan

positif antara Pola Asuh Orangtua

dengan Kecerdasan Emosional Siswa

Kelas VIII SMP Diponegoro 1 Jakarta.

Apabila Pola Asuh Orangtua baik,

atau tinggi maka semakin baik pula

dan meningkat pula Kecerdasan

Emosional Siswa.

Untuk meningkatkan kecerdasan

emosional siswa, maka pola asuh yang

sebaiknya diterapkan oleh orangtua

yaitu pola asuh demokratis karena pola

asuh demokratis menyesuaikan dengan

perkembangan anak sehingga hal

tersebut mengacu pada kecerdasan

emosional anak.

Adapun saran yang dapat penulis

sampaikan yaitu :

1. Orangtua hendaknya mendidik

anak-anaknya di rumah dan di

lingkungan dengan

memperhatikan pembentukan

dan pengembangan kecerdasan

emosional untuk menumbuhkan

perilaku yang positif dalam

setiap hubungan sosialnya

kepada orang lain, demi

kesuksesan hidupnya kelak.

2. Guru hendaknya selain

menyampaikan materi pelajaran

secara konseptual, sehingga

siswa tidak hanya memperoleh

materi-materi atau

konsep-konsep mata pelajaran Pkn,

tetapi juga memperoleh

kesempatan untuk menumbuh

kembangkan kecerdasan

emosionalnya.

3. Siswa sebaiknya membina

hubungan baik dengan Orangtua,

Guru dan teman sebaya karena

dengan adanya komunikasi yang

baik maka akan menciptakan

n rhitung rtabel Kesimpulan

60 0,05 0,635 0,254 r hitung > r tabel

(15)

15 sikap yang baik pula dalam segi

sosial dan emosional.

REFERENSI

Dariyo, Agoes, P sikologi

P erkembangan Remaja, Bogor : Ghalia Indonesia, 2004.

Edwards, C. Drew, Ketika Anak Sulit Diatur, Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2006.

Elizabeth B. Hurlock, P erkembangan Anak/Child Development, Terj. Meitasari Tjandrasa, Jakarta : Erlangga, 1990.

Goleman, Daniel, Kecerdasan

emosional : Mengapa EI lebih

penting daripada IQ.

Terjemahan: Hermaya, T.

Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003.

Gottman, John dan Joan DeClaire, Kiat-Kiat Membesarkan Anak Yang Memiliki Kecerdasan Emosional, Jakarta: Gramedia, 2003.

Markum, Enoch, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak, Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2002.

Santrock Jhon W, Adolescence

P erkembangan Remaja, Edisi

keenam, Jakarta: Erlangga, 2003.

Santrock Jhon W, P erkembangan Anak, Edisi kesebelas, Jakarta: Erlangga. 2007.

Shapiro, L, Mengajarkan Emotional Intelligence P ada Anak, Jakarta: Gramedia Pustaka Umum, 2003.

Yusuf, Syamsu, P sikologi

P erkembangan Anak dan

Remaja, Bandung:

Rosdakarya, 2006.

BIOGRAFI PENULIS

Nur Dian Oktafiany. Lahir di Jakarta,

31 Oktober 1991. Mahasiswa PPKN

ISP FIS UNJ. Ketua Biro Advokasi

Periode 2011/2012 Himpunan

Mahasiswa Jurusan Ilmu Sosial Politik

FIS UNJ.

Referensi

Dokumen terkait

Analisis statistik pemberian TDT sebagai bahan substitusi tepung ikan dalam pakan tidak berpengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan berat harian patin.Pakan uji B

Hasil dari penelitian ini yaitu; (1) menghasilkan komik yang memiliki karakteristik berbasis desain grafis, dan berisi materi Besaran dan Satuan SMP kelas VII SMP, dan

buku teks Kimia untuk SMA/MA Kelas XII oleh penulis A, penerbit B pada materi. benzena dan

Sedangkan pada opsi put Eropa, writer juga dapat mengalami kerugian jika yang terjadi pada saat maturity time adalah strike price lebih besar dibanding harga

[r]

Hal demikian berlaku seperti halnya peralatan di industri yang digunakan sesuai dengan kebutuhan termasuk untuk kepentingan sertifikasi dalam mempertahankan atau menjaga

The aim of this study are to analyze the text of female sexuality articles that realized in the women magazines (i.e. vocabulary, grammar, cohesion and text

Fungsi LP2M STKIP PGRI Bangkalan dalam eksistensi tridarma perguruan tinggi. Pada kegiatan LP2M STKIP PGRI Bangkalan belum sepenuhnya