• Tidak ada hasil yang ditemukan

ETOS KERJA DAN ETIKA KERJA DALAM KONSEP (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "ETOS KERJA DAN ETIKA KERJA DALAM KONSEP (1)"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

Tugas Kelompok

Dosen pengampuh

Manajemen Syariah

Yessi Nesneri, SE. MM

ETOS KERJA DAN ETIKA KERJA DALAM KONSEP

MANAJEMEN SYARIAH

DISUSUN O L E H

KELOMPOK 6

ALFAN SYUKRI HASIBUAN

ENDANG SURYANI WINDA UTARI YUSUF SATRIO BIMO VICKY VARMA EDWARD

JURUSAN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL

UIN SULTAN SYARIF KASIM RIAU

(2)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Agama Islam yang berdasarkan al-Qur’an dan al-Hadits sebagai tuntunan dan pegangan bagi kaum muslimin mempunyai fungsi tidak hanya mengatur dalam segi ibadah saja melainkan juga mengatur umat dalam memberikan tuntutan dalam masalah yang berkenaan dengan kerja.

Rasulullah SAW bersabda: “bekerjalah untuk duniamu seakan-akan kamu hidup selamanya, dan beribadahlah untuk akhiratmu seakan-akan kamu mati besok.” Dalam ungkapan lain dikatakan juga, “Tangan di atas lebih baik dari pada tangan di bawah, Memikul kayu lebih mulia dari pada mengemis, Mukmin yang kuat lebih baik dari pada mukslim yang lemah. Allah menyukai mukmin yang kuat bekerja.” Nyatanya kita kebanyakan bersikap dan bertingkah laku justru berlawanan dengan ungkapan-ungkapan tadi.

Padahal dalam situasi globalisasi saat ini, kita dituntut untuk menunjukkan etos kerja yang tidak hanya rajin, gigih, setia, akan tetapi senantiasa menyeimbangkan dengan nilai-nilai Islami yang tentunya tidak boleh melampaui ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Salah satu kajian penting dalam Islam adalah persoalan etika bisnis. Pengertian etika adalah acode or set of principles which people live (kaedah atau seperangkat prinsip yang mengatur hidup manusia).

Etika adalah bagian dari filsafat yang membahas secara rasional dan kritis tentang nilai, norma. Etika dalam istilah umum adalah ukuran perilaku yang baik. Bahkan ada yang berpendapat bahwa islam itu akhlak karena mengatur semua perilaku kita, mulai dari tidur sampai bangun kembali bahkan sampai pada ekonomi, bisnis dan politik. Etika atau moral dalam bisnis merupakan buah dari keimanan, keislaman dan ketakwaan yang didasarkan pada keyakinan akan kebenaran Allah SWT. Islam diturunkan Allah pada hakikatnya adalah untuk memperbaiki akhlak atau etika yang baik.

(3)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan maka rumusan masalah yang dikaji dalam pembuatan makalah ini. Adapun rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah :

1. Apa yang dimaksud dengan pengertian etos kerja dalam konsep manajemen syariah ?

2. Jelaskan landasan hukum tentang etos kerja syariah?

3. Jelaskan etika kerja dalam Islam?

4. Jelaskan mengenai karakteristik etos kerja sesuai syariah ?

5. Jelaskan prinsip dasar etos kerja dalam Islam ?

6. Jelaskan mengenai sikap meneladani etos kerja Rasululah?

7. Jelaskan pengertian etika bisnis syariah?

8. Jelaskan landasan hukum dalam bisnis syariah?

9. Jelaskan prinsip-prinsip dasar etika bisnis dalam konsep manajemen syariah?

10. Jelaskan panduan Rasulullah dalam etika bisnis ?

11. Jelaskan mengenai perbedaan antara etika bisnis konvensional dengan etika bisnis syariah ?

1.3 Tujuan Penulisan

Adapun rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah : 1. Mahasiswa dapat mengetahui pengertian etos kerja syariah .

2. Mahasiswa dapat memahami landasan hukum tentang etos kerja syariah. 3. Mahasiswa dapat memahami etika kerja dalam Islam.

4. Mahasiswa dapat memahami mengenai karakteristik etos kerja sesuai syariah. 5. Mahasiswa dapat memahami prinsip dasar etos kerja dalam Islam.

6. Mahasiswa dapat memahami mengenai sikap meneladani etos kerja Rasululah. 7. Mahasiswa dapat mengetahui pengertian etika bisnis syariah.

(4)

10. Mahasiswa dapat memahami panduan Rasulullah dalam etika bisnis.

11. Mahasiswa dapat memahami mengenai perbedaan antara etika bisnis konvensional dengan etika bisnis syariah.

BAB II PEMBAHASAN

ETOS KERJA DAN ETIKA BISNIS DALAM KONSEP MANAJEMEN SYARIAH 2.1 Etos Kerja Dalam Konsep Manajemen Syariah

2.1.1 Pengertian Etos Kerja Syariah

Etos berasal dari bahasa Yunani yaitu “ethos” yang berarti sikap, kepribadian, watak, karakter serta keyakinan atas sesuatu. Sikap ini tidak saja dimiliki oleh individu, tetapi juga oleh kelompok bahkan masyarakat. Etos dibentuk oleh berbagai kebiasaan, pengaruh, budaya serta sistem nilai yang diyakininya.

Secara terminologis kata etos, mengalami perubahan makna yang luas, digunakan dalam tiga pengertian berbeda, yaitu :

 Suatu aturan umum atau cara hidup

 Suatu tatanan aturan perilaku

 Penyelidikan tentang jalan hidup dan seperangkat tingkah laku.

Etos dibentuk oleh berbagai kebiasaan, pengaruh, budaya, serta sistem nilai yang diyakininya. Kata etos dikenal pula dengan etika.1 Berikut pengertian etos menurut beberapa ahli, yaitu :

1. Etos menurut Geertz, diartikan sebagai sikap yang mendasar terhadap diri dan dunia yang dipancarkan hidup.

2. Menurut O.P. Simorangkir, etos merupakan norma-norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah, ukuran-ukuran bagi tingkah laku yang baik.2

3. Menurut Toto Tasmara, etos adalah suatu yang diyakini atau keyakinan, cara berbuat, sikap atau persepsi.

1 http://www.wikipedia.co.id/etos kerja

(5)

4. Menurut Webster's New Word Dictionary, 3rd College Edition, etos didefinisikan sebagai kecenderungan atau karakter, sikap, kebiasaan, keyakinan yang berbeda dari individu atau kelompok. Bahkan dapat dikatakan bahwa etos pada dasarnya adalah tentang etika.

Sedangkan pengertian kerja Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), susunan WJS Poerdarminta mengemukakan bahwa kerja adalah perbuatan melakukan sesuatu. Dalam Islam, Rohadi Abdul Fatah, mengungkapkan pengertian kerja dapat dibagi menjadi dua bagian , yaitu :

1. Pertama, kerja dalam arti sempit adalah kerja untuk memenuhi tuntutan manusia berupa sandang, pangan, dan papan yang merupakam kebutuhan bagi setiap manusia dan muaranya adalah ibadah.

2. Kedua, pengertian ibadah dalam arti umum, yaitu semua bentuk usaha yang dilakukan manusia baik dalam hal materi atau non materi, intelektual, atau fisik maupun hal-hal yang berkaitan dengan masalah keduniaan dan keakhiratan.

Berikut merupakan pengertian kerja dalam islam menurut beberapa ahli, yaitu :

1. Menurut Toto Tasmara, bekerja adalah suatu upaya sungguh-sungguh dengan mengerahkan seluruh asset, pikiran, dan dzikirnya untuk mengaktualisasika atau menampakkan dirinya sebagai hamba Allah yang harus menundukkan dunia dan menempatkan dirinya bagian dari masyarakat yang terbaik.3

2. Kerja menurut Taufik Abdullah, secara lebih khusus dapat diartikan sebagai usaha komersial yang menjadi suatu keharusan demi hidup, atau suatu imperatif dari diri maupun sesuatu yang terkait pada identitas diri yang bersifat sakral.

Menurut pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa etos kerja adalah refleksi sikap hidup seseorang yang mendasar dalam menghadapi kerja. Sedangkan etos kerja dalam konsep manajemen syariah yaitu refleksi sikap hidup seseorang yang mendasar dalam menghadapi kerja dan harus didasarkan pada niat beribadah karena Allah dalam rangka mencari ma’isyah dan fadzilah Allah dengan sungguh-sungguh mencarinya.

(6)

2.1.2 Landasan Hukum Tentang Etos Kerja Syariah 1. QS. Al-Jumuah ayat 10

Artinya:“Apabila Telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (Al-Jumu’ah: 10)

2. QS. Al-Qashash ayat 77

Artinya: “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagian) negeri akhirat dan janagnlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan diakhirat di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”.

3. QS. Al-Baqarah ayat 202

Artinya :” Mereka itulah orang-orang yang mmendapat bagian dari apa yang mereka usahakan, dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya”.

4. QS. Al-Isra ayat 26-27

Artinya :”Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan, dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros” (26).

Artinya :” Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudaa-saudara setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya”.

5. QS. Al-A’raf ayat 31

Artinya: “Hak anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah setiap indah disetiap (memasuki) mesji makan dan minumlah dan jengan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebihan”.

6. QS Al-Isra ayat 29

Artinya :”Dan janganlah kamu jadikan tanganmun terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu terlalu mengulurkannya karena itu menjadi tercela dan menyesal”.

(7)

Artinya : “ Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakan”.4

Tugas : (2.1.1-2.1.2) disusun oleh Alfan Syukri Hasibuan

Sumber : 1. Abdul Aziz. Etika Bisnis Perspektif Islam. Penerbit Alfabeta : Bandung. 2013

2. http://www.arenabelajar.blogspot.com/etos kerja dalam Islam

2.1.3 Etika Kerja Dalam Islam

Etika kerja dalam Islam dibagi menjadi 5, yaitu :

1. Bekerja dengan niat mengabdikan diri kepada Allah

Dengan menyedari dan menghayati bahawa manusia adalah hamba Allah, maka sewajarnyalah setiap manusia mengabdikan dirinya kepada Allah, dengan mengikuti segala suruhan-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya selaras dengan firman Allah Swt yaitu :

Wahai sekalian manusia! Sembahlah Tuhan kamu yang telah menciptakan kamu dan orang-orang yang terdahulu daripada kamu supaya kamu bertaqwa”. (Al-Baqarah : 21)

Wahai orang-orang yang berilmu, taatlah kamu kepada Allah dan taatlah kamu kepada Rasul dan kepada orang yang berkuasa dari kalangan kamu”. (An-Nisaa’ : 59)

2. Bekerja dengan ikhlas dan amanah

Bekerja dengan ikhlas bererti bekerja dengan sepenuh kerelaan dan dengan suci hati untuk mencari keredhaan Allah. Setiap pekerja harus menyedari bahawa jawatan yang di pegangnya adalah hasil permohonannya sendiri dan bukanlah ia dipaksa memenuhi jawatan tersebut.

Maka dengan sendirinya wajarlah seseorang pekerja itu menjalankan tugasnya dengan sepenuh kerelaan apalagi dengan kesedaran bahawa kerja yang dilaksanakan olehnya itu adalah suatu amal saleh dalam usahanya mengabdikan diri kepada

(8)

Penciptanya di samping berusaha untuk menyara dirinya dan keluarganya yang dikasihi dan berkhidmat kepada masyarakat.

Sebaik-baik manusia ialah orang yang paling banyak bermanfaat bagi sesama manusia“. (Riwayat Al-Quda’) “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menunaikan amanah kepada yang berhak menerimanya”. (An-Nisaa’ : 58) dan “Wahai orang yang beriman, sempurnakanlah janjimu”. (Al-Maidah : 1)

3. Bekerja dengan tekun

Ketekunan adalah suatu sifat yang amat diperlukan oleh seseorang pekerja. Setiap pekerja akan dapat meningkatkan kecekapan masing-masing menjalankan tugas sekiranya mereka tekun, insya Allah. Rasulullah S.A.W. bersabda dengan maksud:

Sesungguhnya Allah suka apabila seseorang itu melakukan sesuatu pekerjaan dengan tekun”. (Riwayat Al-Baihaqi)

4. Bekerja dengan semangat gotong royong

Sikap bantu membantu di antara satu sama lain di antara pekerja, akan menimbulkan suasana bekerja yang aman dan gembira. Suasana yang demikian pula akan meningkatkan hasil dan mutu setiap pekerja. Firman Allah juga menegaskan dengan maksud:

Dan tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan…” (Al-Ma’idah : 2) Semangat bergotong-royong adalah suatu ciri kebudayaan negara ini yang semestinya dipupuk terus dan disuburkan semula. Di samping kita bergotong-royong menjalankan tugas, kita juga hendaklah menggalakkan perbincangan sesama sendiri, bertukar fikiran, untuk mengkaji masalah yang ada dan juga untuk menghadapi masalah yang mungkin timbul.

5. Bekerja dengan orientasi kebahagiaan umat manusia

Setiap pekerja hendaklah memberi layanan yang sama kepada semua orang tanpa membedakan suku, kaum ataupun agama orang lain, dalam ajaran Islam hendaklah bekerja dengan adil dan menegakkan kebenaran, hal ini sesuai dengan firman Allah SWT, yaitu :

(9)

kebencian kamu terhadap sesuatu kaum itu mendorong kamu kepada tidak melakukan keadilan“. (Al-Maidah : 8).5

2.1.4 Karakteristik Etos Kerja Sesuai Syariah

Dan dalam batas-batas tertentu, ciri-ciri etos kerja islami dan ciri-ciri etos kerja tinggi pada umumnya banyak keserupaannya, utamanya pada dataran lahiriahnya. Ciri-ciri tersebut antara lain :

1. Baik dan Bermanfaat

Islam hanya memerintahkan atau menganjurkan pekerjaan yang baik dan bermanfaat bagi kemanusiaan, agar setiap pekerjaan mampu memberi nilai tambah dan mengangkat derajat manusia baik secara individu maupun kelompok.

2. Kemantapan atau perfectness

Kualitas pekerjaan yang islami yang berarti pekerjaan mencapai standar ideal secara teknis. Untuk itu, diperlukan dukungan pengetahuan dan skill yang optimal. Dalam konteks ini, Islam mewajibkan umatnya agar terus menambah atau mengembangkan ilmunya dan tetap berlatih.6

3. Kerja Keras, Tekun dan Kreatif.

Kerja keras, yang dalam Islam diistilahkan dengan mujahadah dalam maknanya yang luas seperti yang didefinisikan oleh Ulama adalah ”istifragh ma fil wus’i”, yakni mengerahkan segenap daya dan kemampuan yang ada dalam merealisasikan setiap pekerjaan yang baik. Bekerja sebagai motivasi ibadah semestinya selalu memberikan yang terbaik. Selalu bekerja semaksimal mungkin bukan seadanya. Itulah yang disebut ihsan (berbuat baik) dan itqan (hasil terbaik). Artinya etos kerja yang tinggi akan terwujud jika seseorang bekerja dengan penuh berupa dorongan seperti dorongan ibadah, ekonomi, dan bermanfaat bagi orang lain.7

4. Berkompetisi dan Tolong-menolong

5 http://www. fidiyanarani.blogspot.co.id/2014/05/etos-kerja-dalam-Islam 6 http://www.arenabelajar.blogspot.com/etos kerja dalam Islam

(10)

Al-Qur’an dalam beberapa ayatnya menyerukan persaingan dalam kualitas amal shalih. Pesan persaingan ini kita dapati dalam beberapa ungkapan Qur’ani yang bersifat “amar” atau perintah, seperti “fastabiqul khairat” (maka, berlomba-lombalah kamu sekalian dalam kebaikan. Oleh karena dasar semangat dalam kompetisi islami adalah ketaatan kepada Allah dan ibadah serta amal shalih, maka wajah persaingan itu tidaklah seram; saling mengalahkan atau mengorbankan. Akan tetapi, untuk saling membantu (ta’awun).

5. Objektif (Jujur)

Sikap ini dalam Islam diistilahkan dengan shidiq, artinya mempunyai kejujuran dan selalu melandasi ucapan, keyakinan dan amal perbuatan dengan nilai-nilai yang benar dalam Islam. Tidak ada kontradiksi antara realita dilapangan dengan konsep kerja yang ada. Dalam dunia kerja dan usaha kejujuran ditampilakan dalam bentuk kesungguhan dan ketepatan, baik ketepatan waktu, janji, pelayanan, mengakui kekurangan, dan kekurangan tersebut diperbaiki secara terus-menerus, serta menjauhi dari berbuat bohong atau menipu.

6. Disiplin atau Konsekuen

Selanjutnya sehubungan dengan ciri-ciri etos kerja tinggi yang berhubungan dengan sikap moral yaitu disiplin dan konsekuen, atau dalam Islam disebut dengan amanah. Sikap bertanggungjawab terhadap amanah merupakan salah satu bentuk akhlaq bermasyarakat secara umum, dalam konteks ini adalah dunia kerja. Allah memerintahkan untuk menepati janji adalah bagian dari dasar pentingnya sikap amanah. Untuk menepati amanah tersebut dituntut kedisiplinan yang sungguh-sungguh terutama yang berhubungan dengan waktu serta kualitas suatu pekerjaan yang semestinya dipenuhi.

7. Konsisten dan Istiqamah

Istiqamah dalam kebaikan ditampilkan dalam keteguhan dan kesabaran sehingga menghasilkan sesuatu yang maksimal. Istiqamah merupakan hasil dari suatu proses yang dilakukan secara terus-menerus. Proses itu akan menumbuh-kembangkan suatu sistem yang baik, jujur dan terbuka, dan sebaliknya keburukan dan ketidakjujuran akan tereduksi secara nyata.

(11)

Sesungguhnya daya inovasi dan kreativitas hanyalah terdapat pada jiwa yang merdeka, karena jiwa yang terjajah akan terpuruk dalam penjara nafsunya sendiri, sehingga dia tidak pernah mampu mengaktualisasikan aset dan kemampuan serta potensi ilahiyah yang ia miliki yang sungguh sangat besar nilainya. Semangat berusaha dengan jerih payah diri sendiri merupakan hal sangat mulia posisi keberhasilannya dalam usaha pekerjaan.

9. Efisien dan Hemat

Agama Islam sangat menghargai harta dan kekayaan. Jika orang mengatakan bahwa agama Islam membenci harta, adalah tidak benar. Yang dibenci itu ialah mempergunakan harta atau mencari harta dan mengumpulkannya untuk jalan-jalan yang tidak mendatangkan maslahat, atau tidak pada tempatnya, serta tidak sesuai dengan ketentuan agama, akal yang sehat dan ‘urf (kebiasaan yang baik). Demi kemaslahatan harta tersebut, maka sangat dianjurkan untuk berperilaku hemat dan efisien dalam pemanfaatannya, agar hasil yang dicapai juga maksimal. Namun sifat hemat di sini tidak sampai kepada kerendahan sifat yaitu kikir atau bakhil.8

Tugas : (2.1.3-2.1.4) disusun oleh Vicky Varma Edward

Sumber : 1. Abdul Aziz. Etika Bisnis Perspektif Islam. Penerbit Alfabeta : Bandung. 2013.

2. http://www. fidiyanarani.blogspot.co.id/2014/05/etos-kerja-dalam-Islam

2.1.5 Prinsip Dasar Etos Kerja dalam Islam

Prinsip-prinsip dalam etos kerja dalam konsep manajemen islami,meliputi :

1. Bekerja secara halal (thalaba ad-dunya halalan) baik dari jenis pekerjaan maupun cara menjalankannya. Contohnya, orang yang berprofesi sebagai pedagang ikan di pasar. Murninya, pekerjaan ini adalah halal, namun jika pedagang tersebut melakukan hal-hal yang tidak baik (membahayakan orang lain), misalnya menjual ikan berformalin, maka dapat dikatakan profesi yang semula halal menjadi haram (‘haram lighairihi’).

(12)

2. Bekerja agar tidak menjadi beban hidup orang lain (ta’affufan an al-mas’alah). Sebagai orang beriman dilarang menjadi beban hidup orang lain (benalu). Rasulullah pernah menegur seorang sahabat yang muda dan kuat tetapi pekerjaannya mengemis. Beliau kemudian bersabda, “Sungguh orang yang mau membawa tali atau kapak kemudian mengambil kayu bakar dan memikulnya diatas punggung lebih baik dari orang yang mengemis kepada orang kaya, diberi atau ditolak” (HR Bukhari dan Muslim).

3. Bekerja guna memenuhi kebutuhan keluarga (sa’yan ala iyalihi). Karena memenuhi kebutuhan keluarga hukumnya fardlu ain, tidak dapat diwakilkan, dan melaksanakannya juga termasuk dalam jihad. Hadis Rasulullah menyebutkan “Tidaklah seseorang memperoleh hasil terbaik melebihi yang dihasilkan tangannya. Dan tidaklah sesuatu yang dinafkahkan seseorang kepada diri, keluarga, anak, dan pembantunya kecuali dihitung sebagai sedekah” (HR Ibnu Majah).

4. Bekerja guna meringankan beban hidup tetangga (ta’aththufan ala jarihi). Islam mendorong kerja keras untuk kebutuhan diri dan keluarga, tetapi Islam melarang kaum beriman bersikap egois. Islam menganjurkan solidaritas sosial, dan mengecam keras sikap tutup mata dan telinga dari segala penderitaan di lingkungan sekitar.9

2.1.6 Meneladani Etos Kerja Rasululah

Rasulullah SAW menjadikan kerja sebagai aktualisasi keimanan dan ketakwaan. Rasul bekerja bukan untuk menumpuk kekayaan duniawi. Beliau bekerja untuk meraih keridaan Allah SWT.

Suatu hari Rasulullah SAW berjumpa dengan Sa'ad bin Mu'adz Al-Anshari. Ketika itu Rasul melihat tangan Sa'ad melepuh, kulitnya gosong kehitam-hitaman seperti terpanggang matahari. "Kenapa tanganmu?," tanya Rasul kepada Sa'ad.

"Wahai Rasulullah," jawab Sa'ad, "Tanganku seperti ini karena aku mengolah tanah dengan cangkul itu untuk mencari nafkah keluarga yang menjadi tanggunganku".

(13)

Seketika itu beliau mengambil tangan Sa'ad dan menciumnya seraya berkata, "Inilah tangan yang tidak akan pernah disentuh api neraka".

Dalam kisah lain disebutkan bahwa ada seseorang yang berjalan melalui tempat Rasulullah SAW. Orang tersebut sedang bekerja dengan sangat giat dan tangkas. Para sahabat kemudian bertanya, "Wahai Rasulullah, andaikata bekerja semacam orang itu dapat digolongkan jihad fi sabilillah, maka alangkah baiknya." Mendengar itu Rasul pun menjawab, "Kalau ia bekerja untuk menghidupi anak-anaknya yang masih kecil, itu adalah fi sabilillah; kalau ia bekerja untuk menghidupi kedua orangtuanya yang sudah lanjut usia, itu adalah fi sabilillah; kalau ia bekerja untuk kepentingan dirinya sendiri agar tidak meminta-minta, itu juga fi sabilillah." (HR AthThabrani).

Bekerja adalah manifestasi amal saleh. Bila kerja itu amal saleh, maka kerja adalah ibadah. Dan bila kerja itu ibadah, maka kehidupan manusia tidak bisa dilepaskan dari kerja

Tidak berlebihan bila keberadaan seorang manusia ditentukan oleh aktivitas kerjanya. Allah SWT berfirman:

Artinya : “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib manusia sebelum mereka mengubah apa yang ada pada dirinya”,(QS Ar-Ra'd: 11). Dalam ayat lain diungkapkan pula:

Artinya : “Dan bahwasannya seorang manusia tidak akan memperoleh selain apa yang telah diusahakannya”. (QS An-Najm : 39).

Kisah di awal menggambarkan betapa besarnya penghargaan Rasulullah SAW terhadap kerja. Kerja apapun itu selama tidak menyimpang dari aturan yang ditetapkan agama. Demikian besarnya penghargaan beliau, sampaisampai dalam kisah pertama, manusia teragung ini "rela" mencium tangan Sa'ad bin Mu'adz Al-Anshari yang melepuh lagi gosong. Rasulullah SAW, dalam dua kisah tersebut, memberikan motivasi pada umatnya bahwa bekerja adalah perbuatan mulia dan termasuk bagian dari jihad.

(14)

menjalankan peran-peran dalam hidupnya. Ada lima peran penting yang diemban Rasulullah SAW, yaitu :

1. Pertama, sebagai rasul.

Peran ini beliau jalani selama 23 tahun. Dalam kurun waktu tersebut beliau harus berdakwah menyebarkan Islam; menerima, menghapal, menyampaikan, dan menjelaskan tak kurang dari 6666 ayat Alquran; menjadi guru (pembimbing) bagi para sahabat; dan menjadi hakim yang memutuskan berbagai pelik permasalahan umat-dari mulai pembunuhan sampai perceraian.

2. Kedua, sebagai kepala negara dan pemimpin sebuah masyarakat heterogen. Tatkala memegang posisi ini Rasulullah SAW harus menerima kunjungan diplomatik "negara-negara sahabat". Rasul pun harus menata dan menciptakan sistem hukum yang mampu menyatukan kaum Muslimin, Nasrani, dan Yahudi, mengatur perekonomian, dan setumpuk masalah lainnya.

3. Ketiga, sebagai panglima perang.

Selama hidup tak kurang dari 28 kali Rasul memimpin pertempuran melawan kafir Quraisy. Sebagai panglima perang beliau harus mengorganisasi lebih dari 53 pasukan kaveleri bersenjata. Harus memikirkan strategi perang, persedian logistik, keamanan, transportasi, kesehatan, dan lainnya.

4. Keempat, sebagai kepala rumah tangga.

Dalam posisi ini Rasul harus mendidik, membahagiakan, dan memenuhi tanggung jawab-lahir batin-terhadap para istri beliau, tujuh anak, dan beberapa orang cucu. Beliau dikenal sebagai sosok yang sangat perhatian terhadap keluarganya. Di tengah kesibukannya Rasul pun masih sempat bercanda dan menjahit sendiri bajunya.

5. Kelima, sebagai seorang pebisnis.

(15)

Usia 20 hingga 25 tahun merupakan titik keemasan entrepreneurship Rasulullah SAW terbukti dengan "terpikatnya" konglomerat Mekah, Khadijah binti Khuwailid, yang kemudian melamarnya menjadi suami. Afzalurrahman dalam bukunya, (Muhammad Sebagai Seorang Pedagang), mencatat bahwa Rasul pun sering terlibat dalam perjalanan bisnis ke berbagai negeri seperti Yaman, Oman, dan Bahrain. Dan beliau mulai mengurangi kegiatan bisnisnya ketika mencapai usia 37 tahun. Adalah kenyataan bila Rasulullah SAW mampu menjalankan kelima perannya tersebut dengan sempurna, bahkan menjadi yang terbaik. Tak heran bila para ilmuwan, baik itu yang Muslim maupun non-Muslim, menempatkan beliau sebagai orang yang paling berpengaruh, paling pemberani, paling bijaksana, paling bermoral, dan sejumlah paling lainnya.

Apa rahasia kesuksesan karier dan pekerjaan Rasulullah SAW?

1. Pertama, Rasul selalu bekerja dengan cara terbaik, profesional, dan tidak asal-asalan. Beliau bersabda, "Sesungguhnya Allah menginginkan jika salah seorang darimu bekerja, maka hendaklah meningkatkan kualitasnya".

2. Kedua, dalam bekerja Rasul melakukannya dengan manajemen yang baik, perencanaan yang jelas, pentahapan aksi, dan adanya penetapan skala prioritas.

3. Ketiga, Rasul tidak pernah menyia-nyiakan kesempatan sekecil apapun. "Barangsiapa yang dibukakan pintu kebaikan, hendaknya dia mampu memanfaatkannya, karena ia tidak tahu kapan ditutupkan kepadanya," demikian beliau bersabda.

4. Keempat, dalam bekerja Rasul selalu memperhitungkan masa depan. Beliau adalah sosok yang visioner, sehingga segala aktivitasnya benar-benar terarah dan terfokus.

5. Kelima, Rasul tidak pernah menangguhkan pekerjaan. Beliau bekerja secara tuntas dan berkualitas.

(16)

7. Ketujuh, Rasulullah SAW menjadikan kerja sebagai aktualisasi keimanan dan ketakwaan. Rasul bekerja bukan untuk menumpuk kekayaan duniawi. Beliau bekerja untuk meraih keridhaan Allah SWT. Inilah kunci terpenting.10

Tugas : (2.1.5-2.1.6) disususn OlehYusuf Satrio Bimo

Sumber:

1. http://kuliahdiawangawang.blogspot.co.id/2013/06/kinerja-dan-etos-kerja-islam

2. Abdul Aziz. Etika Bisnis Perspektif Islam. Penerbit Alfabeta : Bandung. 2013.

2.2 Etika Bisnis Dalam Konsep Manajemen Syariah 2.2.1 Pengertian Etika Bisnis Syariah

Etika merupakan bagian dari filsafat, secara etimologi etika berasal dari bahasa Yunani yaitu “ethos” yang berarti perilaku, adat kebiasaan, sikap, cara berpikir.11 Etika ialah ilmu tentang tingkah laku manusia, prinsip-prinsip yang disistematisasi tentang tidakan yang benar. Berikut merupakan pengertian etika menurut beberapa ahli :

10 Abdul Aziz. Etika Bisnis Perspektif Islam. Penerbit Alfabeta : Bandung. 2013. hal.198-201

(17)

1. Menurut Taha Jabir (2005), etika dapat diartikan sebagai model perilaku yang diikuti untuk mengharmoniskan hubungan antara manusia meminimalkan penyimpangan dan berfungsi untuk kesejahteraan masyarakat.

2. Menurut Achmad Zubair (1995), etika merupakan studi sistematis tentang tabiat konsep nilai baik buruk, benar salah dan prinsip-prinsip umum yang membenarkan kita untuk mengaplikasikannya atas apa saja, etika juga dimaknai sebagai dasar moralitas seseorang dan disaat bersamaan juga sebagi filsufnya dalam berperilaku.12

3. Menurut Kamus Webster, etika diartikan sebagai ilmu tentang kesusilaan yang menentukan bagaimana sepatutnya manusia hidup dimasyarakat yang menyangkut aturan-aturan atau prinsip-prinsip yang menentukan tingkah laku yang benar, yaitu yang pertama baik uruk, dan yang kedua kewajiban dan tanggung jawab.13

Istilah etika dalam syariah disamakan dengan “akhlaq” berasal dari bahasa Arab, yang diartikan sebagai budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat. Secara istilah aklak ialah ilmu yang menentukan batasan antara baik dan buruk, antara terpuji dan tercela, tentang perkataan atau perbuatan manusia berdasarkan ajaran Al- Qur’an dan sunnah Rasulullah SAW.

Kata “bisnis” dalam bahasa Indonesia diserap dari kata “business”dari bahasa Inggris yang berarti kesibukan. Kesibukan secara khusus berhubungan dengan orientasi profit/ keuntungan. Bisnis dalam arti luas adalah istilah umum yang menggambarkan semua aktivitas dan institusi yang memproduksi barang dan jasa dalam kehidupan sehari-hari. Berikut merupakan pengertian bisnis menurut beberapa ahli, diantaranya :

1. Menurut Griffin dan Ebert (1996), bisnis merupakan suatu organisasi yang menyediakan barang dan jasa yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan.

2. Menurut Mahmud Machfoedz, bisnis adalah suatu usaha perdagangan yang dilakukan oleh sekelompok orang yang terorganisasi agar bisa mendapatkan laba dengan cara memproduksi dan menjual barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

12 Prof Dr.H.Buchari Alma dkk. Manajemen Bisnis Syariah. Penerbit Alfabeta : Bandung. 2014. hal 376-377

(18)

3. Menurut T. Chwee (1990),bisnis didefenisikan sebagai sistem yang memproduksi barang dan jasa untuk memuaskan kebutuhan masyarakat.

Kata bisnis dalam Al-Qur’an biasanya yang digunakan al-tijarah, al-bai’, tadayantum, dan isytara. Tetapi yang seringkali digunakan yaitu al-tijarah dan dalam bahasa arab tijaraha, berawal dari kata dasar tajara, tajran wa tijarata, yang bermakna berdagang atau berniaga. At-tijaratun walmutjar yaitu perdagangan, perniagaan (menurut kamus al-munawwir).

Bisnis dalam islam atau tijarah pada hakikatnya tidak semata-mata bersifat material dan hanya bertujuan mencari keuntungan material semata, tetapi bersifat material sekaligus immaterial, bahkan lebih meliputi dan mengutamakan hal yang bersifat immaterial dan kualitas. Aktivitas bisnis tidak hanya dilakukan semata manusia tetapi juga dilakukan antara manusia dengan Allah swt.

Muhammad Iqbal, dalam tulisan yang berjudul “Etika Berdagang : Menyimak Praktik Nabi dalam Kehidupan Masyarakat Madani”, mejelaskan pengertian berdagang (bisnis) dari dua sudut pandang, yaitu :

1. Menurut para mufassir, yaitu pengelolaan modal untuk mendapatkan keuntungan.

2. Menurut tinjauan ahli fikih, Bisnis adalah saling menukarkan harta dengan harta secara suka sama suka, atau pemindahan hak milik dengan adanya penggantian menurut yang dibolehkan.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa etika bisnis yaitu, norma-norma atau kaidah etik yang dianut oleh bisnis, baik sebagai institusi atau organisasi, maupun dalam interaksi bisnisnya. Sedangkan menurut Vincent Barry dalam bukunya”Moral Issue in Business”,menyatakan bahwa etika bisnis adalah ilmu tentang baik buruknya terhadap suatu manusia, termasuk tindakan-tindakan relasi dan nilai-nilai dala, kontak bisnis. 14

Etika bisnis merupakan etika terapan. Etika bisnis merupakan aplikasi pemahaman kita tentang apa yang baik dan benar untuk beragam institusi, teknologi, transaksi, aktivitas dan usaha yang kita sebut bisnis.

(19)

demikian, bisnis dalam islam memposisikan pengertian bisnis yang pada hakikatnya merupakan usaha manusia untuk mencari keridhaan Allah swt. Bisnis tidak bertujuan jangka pendek, individual dan semata-mata keuntungan yang berdasarkan kalkulasi matematika, tetapi bertujuan jangka pendek sekaligus jangka panjang, yaitu tanggung jawab pribadi dan sosial dihadap masyarakat dan Allah swt.

2.2.2 Landasan Hukum Dalam Bisnis Syariah 1. Al Baqarah : 282

Yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun daripada hutangnya. jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau Dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, Maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua oang lelaki, Maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa Maka yang seorang mengingatkannya. janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah mu'amalahmu itu), kecuali jika mu'amalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, Maka tidak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit menyulitkan. jika kamu lakukan (yang demikian), Maka Sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu;dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu”.

Bermuamalah ialah seperti berjualbeli, hutang piutang, atau sewa menyewa dan sebagainya.

(20)

Yang artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. Larangan membunuh diri sendiri mencakup juga larangan membunuh orang lain, sebab membunuh orang lain berarti membunuh diri sendiri, karena umat merupakan suatu kesatuan”.

3. At Taubah : 24

Yang artinya: Katakanlah: "Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan RasulNya dan dari berjihad di jalan nya, Maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan NYA". dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik.

4. An Nur : 37

Yang artinya : laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang.

5. Al-Fathir : 29

Artinya: ”Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tiada merugi”.

6. As Shaff : 10 dan 11

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu aku tunjukkan suatu perniagaan yang dapat menyelamatkanmu dari azab yang pedih?”.(QS.As-Shaff ayat 10) Artinya : “(yaitu) kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad dijalan Allah dengan harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahuinya”. (QS. As-Shaff ayat 11).15

(21)

2.1.3 Prinsip-Prinsip Dasar Etika Bisnis Dalam Konsep Manajemen Syariah Terdapat lima prinsip yang mendasari etika bisnis islam, yaitu :

1. Unity (Kesatuan)

Dalam hal ini adalah kesatuan sebagaimana terefleksikan dalam konsep tauhid yang memadukan keseluruhan aspek-aspek kehidupan muslim baik dalam bidang ekonomi, politik, sosial menjadi keseluruhan yang homogen, serta mementingkan konsep konsistensi dan keteraturan yang menyeluruh.

Dari konsep ini maka islam menawarkan keterpaduan agama, ekonomi, dan sosial demi membentuk kesatuan. Atas dasar pandangan ini pula maka etika dan bisnis menjadi terpadu, vertikal maupun horisontal, membentuk suatu persamaan yang sangat penting dalam sistem Islam.

Bentuk praktik dalam etika bisnis, diantaranya :

 Tidak ada deiskriminasi terhadap bawahan, penjual, pembeli, serta mitra kerja lainnya berdasarkan suku, ras, warna kulit, jenis kelamin bahkan agama (QS. Hujarat ayat 13).

 Meninggalkan perbuatan yang tidak beretika seperti menimbun kekayaan serta mendorong setiap individu untuk amanah karea pada hakikatnya kekayaan merupakan amanah Allah (QS. Al-Kahfi ayat 46).16

2. Equilibrium (Keseimbangan)

Islam sangat mengajurkan untuk berbuat adil dalam berbisnis, dan melarang berbuat curang atau berlaku dzalim. Rasulullah diutus Allah untuk membangun keadilan.

Kecelakaan besar bagi orang yang berbuat curang, yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain meminta untuk dipenuhi, sementara kalau menakar atau menimbang untuk orang selalu dikurangi.

Kecurangan dalam berbisnis pertanda kehancuran bisnis tersebut, karena kunci keberhasilan bisnis adalah kepercayaan. Al-Qur’an memerintahkan kepada kaum

(22)

muslimin untuk menimbang dan mengukur dengan cara yang benar dan jangan sampai melakukan kecurangan dalam bentuk pengurangan takaran dan timbangan.

ليوأت نسحأو ريخ كلاذ ميقتسملا ساطسقلاب اونزو متلك اذا ليكلا اوفواو

Dan sempurnakanlah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan neraca yang benar. Itulah yang lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”.(Q.S. al-Isra’: 35).

Dalam beraktivitas di dunia kerja dan bisnis, Islam mengharuskan untuk berbuat adil,tak terkecuali pada pihak yang tidak disukai. Hal ini sesuai dengan firman Allah dal am Surat Al-Maidah ayat 8 yang artinya : “Hai orang-orang beriman,hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah SWT,menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-sekali kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.Berlaku adillah karena adil lebih dekat dengan takwa”. Praktik konsep ini dalam etika bisnis misalnya berlaku adil dalam takaran/ timbangan.

3. Free Will (Kebebasan Berkehendak)

Kebebasan merupakan bagian penting dalam nilai etika bisnis islam, tetapi kebebasan itu tidak merugikan kepentingan kolektif. Kepentingan individu dibuka lebar. Tidak adanya batasan pendapatan bagi seseorang mendorong manusia untuk aktif berkarya dan bekerja dengan segala potensi yang dimilikinya.17

Konsep ini berarti bebas memilih atau bertindak sesuai etika atau sebaliknya. Ayat Al-Qur’an yang merupakan dasar dari konsep ini adalah “Dan katakanlah (Muhammad) kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu, barang siapa yang menghendaki (beriman) hendaklah ia beriman, dan barang siap menghendaki (kafir) berarti ia kafir. (QS. Al-Kahfi ayat 29).

Aplikasi dalam bisnis yaitu :

 Menepati kontrak, baik kerjasama bisnis maupun juga kontrak kerja sama bisnis maupun juga kontrak kerja dengan kru, seperti terdapat dalam (QS. Al-Maidah :1), “Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah janji-janji”.

 Dalam sistem ekonomi, Islam menolak konsep laissez faire dan invisible hand.18

(23)

4. Responsibility (Tanggung Jawab)

Kebebasan tanpa batas adalah suatu hal yang mustahil dilakukan oleh manusia karena tidak menuntut adanya pertanggungjawaban dan akuntabilitas. untuk memenuhi tuntunan keadilan dan kesatuan, manusia perlu mempertaggungjawabkan tindakannya secara logis prinsip ini berhubungan erat dengan kehendak bebas. Ia menetapkan batasan mengenai apa yang bebas dilakukan oleh manusia dengan bertanggungjawab atas semua yang dilakukannya.

Menurut Sayid Quthb, prinsip pertanggung jawaban islam adalah tanggung jawab yang seimbang dalam segala bentuk dan ruang lingkupnya, antara jiwa dan raga, antara orang dan keluarga, antara individu dan masyarakat, serta antara masyarakat dengan masyarakat lainnya. Seperti dijelaskan dalam QS. Bani Israil ayat 15 “Dan seseorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain”.

Aplikasi konsep ini dalam bisnis, yaitu :

 Dalam perhitungan margin keuntungan, nilai upah harus sesuai dengan UMR yang secara sosial diterima masyarakat.

 Economic return bagi pemberi pinjaman modal harus dihitung berdasarkan perolehan keuntungan yang tidak dapat dipastikan jumlahnya dan tidak bias ditetapkan terlebih dulu seperti sistem bunga konvensional.

 Islam melarang semua transaksi yang mengandung unsur gharar, seperti ijon dan sebagainya.

5. Benevolence / Kebenaran (kebajikan dan kebenaran)

Kebenaran dalam konteks ini selain mengandung makna kebenaran lawan dari kesalahan, mengandung pula dua unsur yaitu kebajikan dan kejujuran. Dalam konteks bisnis kebenaran dimaksudkan sebagia niat, sikap dan perilaku benar yang meliputi proses akad (transaksi) proses mencari atau memperoleh komoditas pengembangan maupun dalam proses upaya meraih atau menetapkan keuntungan.

(24)

Dengan prinsip kebenaran ini maka etika bisnis Islam sangat menjaga dan berlaku preventif terhadap kemungkinan adanya kerugian salah satu pihak yang melakukan transaksi, kerjasama atau perjanjian dalam bisnis.19

Aplikasi dalam bisnis menurut Al-Ghazali, yaitu

 Memberikan zakat dan sedekah

 Memberikan kelonggoran waktu pada pihak terutang dan jika perlu mengurangi beban utangnya.

 Adanya sikap kesukarelaan antara kedua belah pihak yang melakukan transaksi, kerja sama, atau perjanjian bisnis.

 Jujur dalam setiap proses transaksi bisnis.

 Memenuhi perjanjian dan transaksi bisnis.20

Tugas : (2.2.1-2.2.3) disusun oleh Winda Utari

Sumber :

1. Abdul Aziz. Etika Bisnis Perspektif Islam. Penerbit Alfabeta : Bandung. 2013. 2. A. Riawan Amin.Menggagas Manajemen Syariah. Penerbit : Salemba Empat :

Jakarta. 2010

3. Prof Dr.H.Buchari Alma dkk. Manajemen Bisnis Syariah. Penerbit Alfabeta : Bandung. 2014

4. http:// Berbagi Ilmu.blogspot.com/ etika bisnis dalam ekonomi islam

2.2.4 . Panduan Rasulullah Dalam Etika Bisnis

Rasululah SAW sangat banyak memberikan petunjuk mengenai etika bisnis, di antaranya ialah:

1. Bahwa prinsip esensial dalam bisnis adalah kejujuran.

19 Abdul Aziz. Etika Bisnis Perspektif Islam. Penerbit Alfabeta : Bandung. 2013. hal. 46

(25)

Dalam doktrin Islam, kejujuran merupakan syarat paling mendasar dalam kegiatan bisnis. Rasulullah sangat intens menganjurkan kejujuran dalam aktivitas bisnis. Dalam hal ini, beliau bersabda:“Tidak dibenarkan seorang muslim menjual satu jualan yang mempunyai aib, kecuali ia menjelaskan aibnya” (H.R. Al-Quzwani). “Siapa yang menipu kami, maka dia bukan kelompok kami” (H.R. Muslim). Rasulullah sendiri selalu bersikap jujur dalam berbisnis. Beliau melarang para pedagang meletakkan barang busuk di sebelah bawah dan barang baru di bagian atas.

2. Kesadaran tentang signifikansi sosial kegiatan bisnis.

Pelaku bisnis menurut Islam, tidak hanya sekedar mengejar keuntungan sebanyak-banyaknya, sebagaimana yang diajarkan Bapak ekonomi kapitalis, Adam Smith, tetapi juga berorientasi kepada sikap ta’awun (menolong orang lain) sebagai implikasi sosial kegiatan bisnis. Tegasnya, berbisnis, bukan mencari untung material semata, tetapi didasari kesadaran memberi kemudahan bagi orang lain dengan menjual barang.

3. Tidak melakukan sumpah palsu.

Nabi Muhammad saw sangat intens melarang para pelaku bisnis melakukan sumpah palsu dalam melakukan transaksi bisnis .Dalam sebuah hadis riwayat Bukhari, Nabi bersabda, “Dengan melakukan sumpah palsu, barang-barang memang terjual, tetapi hasilnya tidak berkah”. Dalam hadis riwayat Abu Zar, Rasulullah saw mengancam dengan azab yang pedih bagi orang yang bersumpah palsu dalam bisnis, dan Allah tidak akan memperdulikannya nanti di hari kiamat (H.R. Muslim).

Praktek sumpah palsu dalam kegiatan bisnis saat ini sering dilakukan, karena dapat meyakinkan pembeli, dan pada gilirannya meningkatkan daya beli atau pemasaran. Namun, harus disadari, bahwa meskipun keuntungan yang diperoleh berlimpah, tetapi hasilnya tidak berkah.

4. Ramah-tamah.

(26)

5. Tidak boleh berpura-pura menawar dengan harga tinggi, agar orang lain tertarik membeli dengan harga tersebut.

Sabda Nabi Muhammad, “Janganlah kalian melakukan bisnis najsya (seorang pembeli tertentu, berkolusi dengan penjual untuk menaikkan harga, bukan dengan niat untuk membeli, tetapi agar menarik orang lain untuk membeli).

6. Tidak boleh menjelekkan bisnis orang lain, agar orang membeli kepadanya. Nabi Muhammad Saw bersabda, “Janganlah seseorang di antara kalian menjual dengan maksud untuk menjelekkan apa yang dijual oleh orang lain” (H.R. Muttafaq ‘alaih).

7. Tidak melakukan ihtikar.

Ihtikar ialah (menumpuk dan menyimpan barang dalam masa tertentu, dengan tujuan agar harganya suatu saat menjadi naik dan keuntungan besar pun diperoleh). Rasulullah melarang keras perilaku bisnis semacam itu.

8. Takaran, ukuran dan timbangan yang benar.

Dalam perdagangan, timbangan yang benar dan tepat harus benar-benar diutamakan. Firman Allah: Celakalah bagi orang yang curang, yaitu orang yang apabila menerima takaran dari orang lain, mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi” ( QS. Al-Muthaffifin ayat 112).

9. Bisnis tidak boleh menggangu kegiatan ibadah kepada Allah.

Firman Allah, “Orang yang tidak dilalaikan oleh bisnis lantaran mengingat Allah, dan dari mendirikan shalat dan membayar zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang hari itu, hati dan penglihatan menjadi goncang”.

10. Membayar upah sebelum kering keringat karyawan.

Nabi Muhammad Saw bersabda, “Berikanlah upah kepada karyawan, sebelum kering keringatnya”. Hadist ini mengindikasikan bahwa pembayaran upah tidak boleh ditunda-tunda. Pembayaran upah harus sesuai dengan kerja yang dilakukan.

11. Tidak monopoli.

(27)

tambang dan mineral. Individu tersebut mengeruk keuntungan secara pribadi, tanpa memberi kesempatan kepada orang lain, ini dilarang dalam Islam.

12. Tidak boleh melakukan bisnis dalam kondisi eksisnya bahaya (mudharat) yang dapat merugikan dan merusak kehidupan individu dan sosial.

Misalnya, larangan melakukan bisnis senjata di saat terjadi chaos (kekacauan) politik. Tidak boleh menjual barang halal, seperti anggur kepada produsen minuman keras, karena ia diduga keras, mengolahnya menjadi miras. Semua bentuk bisnis tersebut dilarang Islam karena dapat merusak esensi hubungan sosial yang justru harus dijaga dan diperhatikan secara cermat.

13. Komoditi bisnis yang dijual adalah barang yang suci dan halal, bukan barang yang haram.

Seperti babi, anjing, minuman keras, ekstasi, dsb. Nabi Muhammad Saw bersabda, “Sesungguhnya Allah mengharamkan bisnis miras, bangkai, babi dan “patung-patung” (H.R. Jabir).

14. Bisnis dilakukan dengan suka rela, tanpa paksaan.

Firman Allah, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan cara yang batil, kecuali dengan jalan bisnis yang berlaku dengan suka-sama suka di antara kamu” (QS. An-Nisa’ ayat 29).

15. Segera melunasi kredit yang menjadi kewajibannya.

Rasulullah memuji seorang muslim yang memiliki perhatian serius dalam pelunasan hutangnya. Sabda Nabi Saw, “Sebaik-baik kamu, adalah orang yang paling segera membayar hutangnya” (H.R. Hakim).

16. Memberi tenggang waktu apabila pengutang (kreditor) belum mampu membayar.

(28)

Bahwa bisnis yang dilaksanakan bersih dari unsur riba. Firman Allah, “Hai orang-orang yang beriman, tinggalkanlah sisa-sisa riba jika kamu beriman (QS. al-Baqarah: 278) Pelaku dan pemakan riba dinilai Allah sebagai orang yang kesetanan(QS. Al-Baqarah: 275). Oleh karena itu Allah dan Rasulnya mengumumkan perang terhadap riba.21

17. Berperilaku Hemat

Manusia jangan menghambur-hamburkan harta secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara syaitan. Pernyataan tersebut sesuai dengan firman Allah SWT, dalam surah Al-Isra” ayat 26-27 sebagai berikut :

Artinya: “ Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros”, (QS.Al- Isra: 26).

Artinya :”Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya”, (QS Al-Isra :27).

18. Mengambil Hak Orang Lain

Mengenai pengambilan hak orang lain, hal ini terdapat dalam hadits Rasulullah SAW, yaitu :

 Barang siapa memotong sejengkal tanah secara aniaya, maka Allah SWT akan mengalungkan pada orang itu tujuh lapis bumi pada hari kiamat. (HR.Bukhari- Muslim )

 Tidak halal mengambil harta seseorang muslim melainkan dengan kerelaannya. (HR.Daruquthni)22

2.2.5 Perbedaan Antara Etika Bisnis Konvensional Dengan Etika Bisnis Syariah Sejak zaman klasik sampai era modern, masalah etika bisnis dalam dunia ekonomi tidak begitu mendapat tempat. Ekonom klasik banyak berkeyakinan bahwa sebuah bisnis tidak terkait dengan etika. Dalam ungkapan Theodore Levitt, tanggung jawab perusahaan hanyalah mencari keuntungan ekonomis belaka. Atas nama efisiensi dan

(29)

efektifitas, tak jarang, masyarakat dikorbankan, lingkungan rusak dan karakter budaya dan agama tercampakkan.

Perbedaan etika bisnis syariah dengan etika bisnis yang selama ini dipahami dalam kajian ekonomi terletak pada landasan tauhid dan orientasi jangka panjang (akhirat). Prinsip ini dipastikan lebih mengikat dan tegas sanksinya. Etika bisnis syariah memiliki dua cakupan. Pertama, cakupan internal, yang berarti perusahaan memiliki manajemen internal yang memperhatikan aspek kesejahteraan karyawan, perlakuan yang manusiawi dan tidak diskriminatif plus pendidikan. Sedangkan kedua, cakupan eksternal meliputi aspek trasparansi, akuntabilitas, kejujuran dan tanggung jawab. Demikian pula kesediaan perusahaan untuk memperhatikan aspek lingkungan dan masyarakat sebagai stakeholder perusahaan.

Abdalla Hanafi dan Hamid Salam, Guru Besar Business Administration di Mankata State Univeristy menambahkan cakupan berupa nilai ketulusan, keikhlasan berusaha, persaudaraan dan keadilan. Sifatnya juga universal dan bisa dipraktekkan siapa saja. Etika bisnis syariah bisa diwujudkan dalam bentuk ketulusan perusahaan dengan orientasi yang tidak hanya pada keuntungan perusahaan namun juga bermanfaat bagi masyarakat dalam arti sebenarnya. Pendekatan win-win solution menjadi prioritas. Semua pihak diuntungkan sehingga tidak ada praktek “culas” seperti menipu masyarakat atau petugas pajak dengan laporan keuangan yang rangkap dan lain-lain.

Etika yang diabaikan bisa membuat perusahaan kehilangan kepercayaan dari masyarakat bahkan mungkin dituntut di muka hukum. Manajemen yang tidak menerapkan nilai-nilai etika dan hanya berorientasi pada laba (tujuan) jangka pendek, tidak akan mampu bertahan (survive) dalam jangka panjang. Jika demikian, pilihan berada di tangan kita. Apakah memilih keuntungan jangka pendek dengan mengabaikan etika atau memilih keuntungan jangka panjang dengan komit terhadap prinsip-prinsip etika dalam hal ini etika bisnis syariah.

(30)

Dalam Bisnis Syariah manusia memiliki peranan yang sangat penting sebagai pelaku bisnis.23

Menurut Ismail Yusanto dan M.Krebet Widjajakusuma (2000), perbedaan etika bisnis Islami dan etika bisnis konvensional, dapat diilustrasikan secara sistematis, yaitu :

Aspek Bisnis Islami Bisnis Konvensional 1. Azas Tauhid (nilai-nilai

transendental)

Sekularisme (nilai-nilai material)

2. Motivasi Dunia dan akhirat Dunia

3. Orientasi Profit dan berkah Profit

4. Etos kerja Bekerja adalah ibadah Bekerja adalah kebutuhan pribadi 5. Sikap mental Menjadi yang terbaik

karena Allah

Sesuai koridor syariah Efektif dan efisien, tidak ada jaminan halal pada, input,

proses,output,proktuktiita s dalam korodor manfaat.

(31)

14.Manajemen

16. Manajemen SDM Kepribadian Islami Kebudayaan perusahaan

17.Instrumen

Tugas : (2.2.3-2.2.4) disusun oleh Endang Suryani

Sumber :

1. Faisal Badroen, dkk.Etika Bisnis Dalam Islam.Penerbit Kencana : Jakarta. 2006

2. Prof Dr.H.Buchari Alma dkk. Manajemen Bisnis Syariah. Penerbit Alfabeta : Bandung. 2014. hal.393

3. http : // berbagi ilmu.blogspot.com/ etika bisnis dalam ekonomi Islam

BAB III PENUTUP

KESIMPULAN DAN SARAN 3.1 Kesimpulan

Etos kerja dalam konsep manajemen syariah yaitu refleksi sikap hidup seseorang yang mendasar dalam menghadapi kerja dan harus didasarkan pada niat beribadah karena

(32)

Allah dalam rangka mencari ma’isyah dan fadzilah Allah dengan sungguh-sungguh mencarinya.

Etika kerja dalam Islam dibagi menjadi 5, yaitu bekerja dengan niat mengabdikan diri kepada Allah, bekerja dengan ikhlas dan amanah, bekerja dengan tekun, bekerja dengan semangat gotong royong, bekerja dengan orientasi kebahagiaan umat manusia.

Prinsip-prinsip dalam etos kerja dalam konsep manajemen islami, meliputi bekerja secara halal (thalaba ad-dunya halalan) baik dari jenis pekerjaan maupun cara menjalankannya, bekerja guna memenuhi kebutuhan keluarga (sa’yan ala iyalihi), bekerja guna meringankan beban hidup tetangga (ta’aththufan ala jarihi).

Etika bisnis syariah merupakan nilai-nilai atau norma-norma islam dalam aktivitas bisnis yang telah disajikan dari perspektif Al-Qur’an dan hadits. Dengan demikian, bisnis dalam islam memposisikan pengertian bisnis yang pada hakikatnya merupakan usaha manusia untuk mencari keridhaan Allah swt. Bisnis tidak bertujuan jangka pendek, individual dan semata-mata keuntungan yang berdasarkan kalkulasi matematika, tetapi bertujuan jangka pendek sekaligus jangka panjang, yaitu tanggung jawab pribadi dan sosial dihadap masyarakat dan Allah swt.

Terdapat lima prinsip yang mendasari etika bisnis islam, yaitu unity (kesatuan), equilibrium (keseimbangan), kehendak bebas (free wii), tanggung jawab ( responsibility), benevolence/kebenaran (kebajikan dan kejujuran).

(33)

3.2 Saran

Etos kerja dalam konsep manajemen syariah berarti dalam menghadapi kerja dan harus didasarkan pada niat beribadah karena Allah.

Referensi

Dokumen terkait

Burung beo Alor di penangkaran Oilsonbai, NTT, memiliki tiga perilaku utama, yaitu perilaku diam, bergerak, dan ingestif dengan 13 aktivitas (istirahat, stationer,

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu gayas atau larva hama Oryctes rhinoceros , cendawan Isolat Lokal Lombok Metarrhizium anisopliae dalam bentuk

Laporan Tugas Akhir ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh gelar sarjana Strata 1 pada Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik

Berdasarkan uraian diatas, penulis menyimpulkan bahwa meningkatkan akhlak siswa tidak terlepas dari pengajaran akhlak itu sendiri dengan metode yang disesuaikan dengan kondisi

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dilakukan, dapat dibuat beberapa simpulan sebagai berikut: dosis kurkuminoid yang diberikan pada kultur lini sel endotel

Untuk menentukan banyaknya mahasiswa tingkat 3 yang tidak mengambil mata kuliah teori graf ataupun matematika ekonomi, kurangilah banyaknya.. mahasiswa yang mengambil mata kuliah

Dari hasil validasi pengukuran nilai osmolalitas larutan standar berdasarkan parameter akurasi, presisi, dan linearitas, maka dinyatakan bahwa alat automatic osmometer

memiliki attitude toward the behavior yang berbeda-beda dari favorable hingga unfavorable, subjective norms yang berbeda-beda dari positif hingga negatif dan