• Tidak ada hasil yang ditemukan

verlin 1 3

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "verlin 1 3"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Undang-undang No 7 Tahun 1996 tentang Pangan menyebutkan bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia. Sistem pangan tidak hanya dituntut untuk memberikan pasokan produk pangan dalam jumlah dan gizi yang cukup (nutritionally adequate), tetapi juga aman (safe). Peraturan Pemerintah no 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan, memberikan wewenang kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia untuk melakukan pengawasan keamanan, mutu, dan gizi pangan yang beredar di Indonesia.

Salah satu indikator Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index) adalah kesehatan. Faktor gizi memegang peranan yang sangat penting dalam meningkatkan derajat kesehatan. Meningkatnya derajat kesehatan akan meningkatkan kualitas sumber daya manusia yaitu manusia yang sehat, cerdas dan produktif. Perbaikan dan peningkatan gizi harus selalu dilakukan pada setiap siklus kehidupan manusia, yaitu mulai dari dalam kandungan, bayi, balita, anak-anak, remaja, dewasa, hingga usia lanjut.

Anak usia sekolah merupakan investasi bangsa, karena anak sekolah adalah generasi penerus bangsa. Kualitas bangsa di masa depan ditentukan oleh kualitas anak-anak saat ini. Upaya peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) harus dilakukan sejak dini, sistematis dan berkesinambungan. Tumbuh kembangnya anak usia sekolah yang optimal tergantung pemberian asupan zat gizi dengan kualitas dan kuantitas yang baik. Namun, pemberian makanan pada anak tidak selalu dilaksanakan dengan baik, yang dapat mengakibatkan gangguan pada organ-organ dan sistem tubuh anak (Judarwanto 2008).

Masa usia sekolah merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan anak menuju masa remaja sehingga asupan zat gizi yang cukup dan keamanan makanan yang dikonsumsi sangat penting untuk diperhatikan, salah satunya adalah makanan jajanan. Makanan jajanan sangat banyak dijumpai di lingkungan sekitar sekolah dan umumnya dikonsumsi oleh anak sekolah.

(2)

Berdasarkan penelitian BPOM 2009 dalam skala nasional, pada umumnya setiap sekolah memiliki peraturan tentang PJAS. Sebanyak 55.0% sekolah yang disurvei telah memiliki peraturan tentang PJAS. Peraturan tersebut sebagian besar dikeluarkan oleh pihak sekolah (95.0%) meskipun ada juga yang dikeluarkan oleh Dinas Kecamatan maupun Dinas Kabupaten/Kota/Pusat. Peraturan tersebut sebagian besar mengatur tentang siswa (68.7%) kemudian mengatur tentang penjaja PJAS (65.7%) dan mengatur tentang pengelola kantin (57.0%).

Makanan jajanan merupakan alternatif dalam memenuhi kebutuhan pangan, namun banyak terdapat permasalahan mengenai perilaku yaitu pengetahuan dan praktek keamanan pangan yang meliputi higiene, penanganan dan penyimpanan makanan dan minuman, sarana dan prasarana, serta pengendalian hama, sanitasi tempat dan peralatan. Permasalahan tersebut bisa diakibatkan oleh kurangnya perhatian dari pihak sekolah. Penerapan kebijakan keamanan pangan sekolah sangat mempengaruhi dalam mengurangi bahaya kesehatan terhadap anak sekolah akibat makanan yang tidak sehat dan aman.

Dengan demikian, untuk mengetahui sejauh mana faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi praktek keamanan pangan pengelola kantin dan penjaja PJAS, perlu diketahui penerapan kebijakan keamanan pangan dan hubungannya dengan perilaku pada pengelola kantin dan penjaja PJAS di lingkungan Sekolah Dasar.

1.1 Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian dari Kantin Sehat ?

2. Apa saja upaya dalam meningkatkan mutu dan terjaminnya makanan?

3. Bagaimana cara menjaga lingkungan kantin sekolah dasar tetap asri dan bersih?

1.2 Tujuan Masalah 1.2.1 Tujuan Umum

Mengetahui adakah pengaruh penerapan kantin sehat terhadap terjaminnya mutu makanan pada lingkungan sekolah dasar.

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui pengertian kantin sehat.

2. Untuk mengetahui upaya dalam meningkatkan mutu makanan dan terjaminnya makanan.

3. Untuk mengetahui bagaimana cara menjaga lingkungan kantin sekolah dasar tetap asri dan bersih.

(3)

Hasil penelitian ini diharapkan mampu membantu responden, yang

terpenting orang yang kurang dalam hal kurangnya pengetahuan kantin sehat.

2. Bagi instansi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuhan untuk membantu mahasiswi-mahasiswi di instansi-instansi kesehatan maupun bukan. Agar mengetahui penerapan kantin sehat untuk menjaga mutu makanan.

3. Bagi peneliti

Hasil penelitian ini diharapkan dapat mengatasi masalah kurangnya pengetahuan kantin sehat. Sehingga si peneliti dapat membantu terwujudnya kantin sehat.

(4)

2.1 Anak sekolah dasar

2.1.1 Pengertian anak sekolah dasar

Periode pertengahan masa kanak-kanak, yaitu anak usia sekolah (6-12 tahun) merupakan periode yang penting dalam kehidupan anak-anak. Walaupun pertumbuhan fisik anak-anak pada usia sekolah relatif lambat, tetapi terdapat perubahan yang mencengangkan dalam hal intelektualnya dan dalam hal membina hubungan dengan orang lain (Harris & Liebert 2007). Jika dibandingkan dengan periode awal masa kanak-kanak, pertumbuhan fisik berjalan dengan lambat. Walaupun kemampuan motoriknya terus meningkat, perubahannya tidak sedramatis perubahan selama enam tahun pertama kehidupan. Hal ini dikarenakan tingkat perubahan dari hari ke hari anak-anak usia sekolah tidak terlihat begitu nyata (Papalia & Olds 2009). Kelompok anak sekolah pada umumnya mempunyai kondisi gizi yang lebih baik daripada kelompok balita, karena kelompok umur sekolah sudah mudah dijangkau oleh berbagai upaya perbaikan gizi yang dilakukan oleh pemerintah melalui Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) maupun oleh kelompok swasta berupa program suplementasi makanan tambahan di sekolah atau program makan siang sekolah (School Lunch Program). Kelompok anak sekolah merupakan kelompok yang mudah menerima upaya pendidikan gizi melalui sekolahnya (Sediaoetama 2008).

2.1.2 Pengertian Sikap Anak

Sikap adalah kecenderungan seseorang untuk bertingkah laku dalam menghadapi suatu rangsangan. Sikap ini bisa terjadi terhadap benda, situasi, orang, 6 kelompok, nilai-nilai dan semua hal yang terdapat disekitar manusia (Muljono 2000 dalam Fitriyanti 2009). Sikap merupakan suatu kuadran jiwa (mental) dan keadaan pikiran atau daya nalar yang disiapkan untuk memberikan tanggapan terhadap sesuatu hal, sehingga secara langsung dapat mempengaruhi perilaku, begitu juga halnya dengan sikap terhadap makanan (Engel et al. 2009). Sikap anak terhadap makanan banyak dipengaruhi oleh pengalamanpengalaman dan respon-respon yang diperlihatkan oleh orang lain terhadap makanan. Pengalaman yang diperoleh ada yang menyenangkan atau tidak menyenangkan, sehingga setiap individu dapat mempunyai sikap suka atau tidak suka terhadap makanan (Suhardjo 2010).

2.1.3 Kebijakan Penanganan Pangan

(5)

sering membahayakan, hal ini disebabkan 1) Infrastruktur yang belum mantap, 2) Tingkat pendidikan produsen, 3) Sumber dana yang terbatas, dan 4) Produksi makanan masih didominasi oleh industri kecil dan menengah. Namun demikian, harus diakui bahwa akar masalah utamanya adalah arti strategis mutu, gizi dan keamanan pangan ini belum sepenuhnya disadari oleh pembuat dan pelaksana kebijakan. Perlu disadari oleh pembuat kebijakan bahwa isu mutu, gizi dan keamanan pangan di suatu negara merupakan isu daya saing yang sangat strategis. Secara mendasar, upaya jaminan mutu, gizi dan kondisi keamanan pangan berarti pula menjamin pemenuhan hak-hak masyarakat. Disamping itu, peningkatan status dan kondisi mutu, gizi dan keamanan pangan suatu negara akan menyebabkan peningkatan status kesehatan masyarakat, dan pada gilirannya akan meningkatkan produktivitas individu. Peraturan makanan jajanan di sekolah pada umumnya diatur dalam kebijakan yang dibuat oleh pihak sekolah. Kepala sekolah adalah pejabat berwenang tertinggi dalam penentuan kebijakan di setiap sekolah. Keamanan pangan di sekolah, termasuk keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS), juga 7 menjadi lingkup yang seharusnya juga menjadi tanggung jawab pihak sekolah dengan kepala sekolah sebagai pimpinan pengawasan PJAS di lingkungan sekolah (Andarwulan et al. 2009). Selanjutnya, Andarwulan et al (2009) menyatakan bahwa berdasarkan penelitian BPOM 2009 dalam skala nasional, pada umumnya setiap sekolah memiliki peraturan tentang PJAS. Sebanyak 55.0 % sekolah yang disurvei telah memiliki peraturan tentang PJAS. Peraturan tersebut sebagian besar (95.0%) dikeluarkan oleh pihak sekolah meskipun ada juga yang dikeluarkan oleh Dinas Kecamatan maupun Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota/Pusat. Peraturan tersebut sebagian besar (68.7%) mengatur tentang siswa kemudian mengatur tentang penjaja PJAS (65.7%) dan mengatur tentang kantin sekolah (57.0%).

(6)

penjual makanan jajanan, melatih penjaja agar membuat pangan jajanan yang aman, melarang penjualan pangan jajanan yang mengandung bahan tambahan pangan yang berbahaya dan lain sebagainya. Peran sekolah, yaitu kepala sekolah dan guru juga dapat membantu mengatasi masalah ini dengan cara mengatur makanan yang diperbolehkan untuk dijual di sekitar lingkungan sekolah (Muhilal dan Damayanti 2009).

2.2 Kantin dan Penjaja PJAS

2.2.1 Pengertian Kantin dan Penjaja PJAS

Kantin atau warung sekolah merupakan salah satu tempat jajan anak sekolah selain penjaja makanan jajanan di luar sekolah. Kantin sekolah mempunyai peranan yang penting dalam mewujudkan pesan-pesan kesehatan dan dapat menentukan perilaku makan siswa sehari-hari melalui penyediaan makanan jajanan 8 sekolah. Kantin sekolah dapat menyediakan makanan sebagai pengganti makan pagi dan makan siang di rumah serta camilan dan minuman sehat. Mengingat pentingnya asupan makanan pada saat jam sekolah, maka anak perlu mengkonsumsi makanan jajanan. Makanan jajanan ini dapat diperoleh dengan dibeli di lingkungan sekolah baik pada penjaja di sekitar sekolah maupun di kantin sekolah. Hasil beberapa studi menujukkan bahwa anak sekolah di perkotaan lebih sering membeli makanan jajanan di kantin sekolah. Sedangkan di pedesaan, anakanak lebih sering membeli makanan/minuman pada penjaja. Adapun tujuan dari kantin sekolah adalah untuk memenuhi keperluan murid dengan menyediakan makanan yang enak, bergizi, terjamin kebersihannya dengan harga yang terjangkau.

Beberapa manfaat yang diperoleh dari adanya kantin sekolah adalah : a. Meningkatkan kesehatan murid dengan menyediakan makanan yang bernilai gizi tinggi dan terjamin kebersihannya. Makanan jajanan di sekolah sangat potensial di dalam memberikan kontribusi gizi. Kantin berada di bawah pengelolaan guru atau orang tua murid, maka dalam menentukan makanan yang disajikan dapat lebih leluasa memilih makanan yang berasal dari sumber bahan makanan yang bernilai gizi tinggi. Selain itu, kebersihan lebih mudah diawasi baik terhadap peralatan yang dipakai, air yang digunakan dan makanan yang disajikan.

b. Dapat digunakan sebagai sarana penyuluhan dan pendidikan gizi. Penyuluhan dan pendidikan gizi dapat dilakukan berbagai cara seperti lewat penyajian poster yang ditempel di dinding kantin, dengan gambar-gambar sumber makanan yang bernilai gizi tinggi, atau kalimat yang berisi pesan-pesan gizi yang sederhana dan mudah dimengerti oleh murid.

(7)

Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, dimana sebagian besar dari pengetahuan tersebut diperoleh manusia melalui indera mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domein yang sangat penting bagi terbentuknya suatu tindakan. Tindakan yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari pengetahuan (Notoatmodjo 1993). Pengetahuan merupakan kesan dalam fikiran manusia sebagai hasil panca indera. Pengetahuan diperoleh oleh seseorang melalui pendidikan formal dan informal. Tingkat pengetahuan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku seseorang karena berhubungan dengan daya nalar, pengalaman dan kejelasan mengenai objek tertentu. Pengetahuan gizi adalah pemahaman seseorang tentang ilmu gizi, zat gizi, serta interaksi antara zat gizi terhadap status gizi dan kesehatan. Pengetahuan gizi yang baik dapat menghindarkan seseorang dari konsumsi pangan yang salah atau buruk. Pengetahuan gizi dapat diperoleh melalui pendidikan formal maupun informal. Selain itu, juga dapat diperoleh dengan melihat, mendengar sendiri atau melalui alatalat komunikasi, selain membaca surat kabar dan majalah, mendengar siaran radio dan menyaksikan siaran televisi ataupun melalui penyuluhan kesehatan/gizi (Suhardjo 1996). Pengetahuan yang baik dapat menghindarkan seseorang dari konsumsi pangan yang salah. Pengetahuan gizi dapat diperoleh dari pendidikan formal maupun pendidikan informal. Selain itu, melalui media komunikasi seperti televisi, majalah, koran, radio atau melalui penyuluhan kesehatan, masyarakat dapat memperoleh pengetahuan. Keterbatasan informasi dan tingkat pengetahuan gizi seseorang dapat menyebabkan tujuan akhir dalam membeli dan mengkonsumsi pangan berubah menjadi asal kenyang (Suharjo 1989).

2.2.3 Pengelolaan Kantin sehat

Adapun hal yang perlu diperhatikan di dalam kantin adalah pengelola kantin, dimana pengelola kantin perlu mempunyai pengetahuan mengenai gizi dan kesehatan (Nuraida 2008). Penjaja PJAS mempunyai potensi yang menentukan perilaku makan siswa sehari-hari melalui penyediaan makanan jajanan di sekolah. Kantin sekolah mempunyai peranan penting dalam mendorong pesan-pesan kesehatan dari kelas dan rumah. Ada kantin yang menyediakan makanan yang sehat dan bergizi. Namun banyak juga kantin yang belum menyediakan makanan yang bergizi. Kepala sekolah dan guru belum maksimal dalam mengarahkan kantin sekolah yang menyediakan 9 makanan yang sehat, bergizi dan aman bagi kesehatan (Muhilal dan Damayanti 2009).

2.3 Persepsi Pada Kantin Sehat

2.3.1 Pengertian Persepsi Kantin Sehat

(8)

Ely (2008), diacu dalam Pranadji (2008) adalah proses yang berhubungan dengan penggunaan indera untuk memperoleh petunjuk yang membimbing kegiatan motorik. Petunjuk ini dimulai dari kesadaran terhadap adanya stimulus sampai memilih tugas yang relevan untuk menerjemahkan persepsi tersebut ke dalam kegiatan dalam suatu kegiatan.

Menurut Stanton, diacu dalam Setiadi (2013) persepsi dapat didefinisikan sebagai makna yang kita pertalikan berdasarkan pengalaman masa lalu dan stimuli yang kita terima melalui panca indera. Pengenalan terhadap suatu objek, gerakan, intensitas, dan aroma adalah petunjuk yang mempengaruhi persepsi. Persepsi merupakan proses yang terjadi karena adanya sensasi. Sensasi merupakan aktivitas merasakan atau penyebab keadaan yang menggembirakan. Persepsi manusia dapat dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu karakteristik dari stimuli, hubungan stimuli dengan sekelilingnya dan kondisi-kondisi di dalam diri manusia itu sendiri.

2.3.2 Praktek keamanan pangan

Keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia. Pangan yang aman serta bermutu dan bergizi sangat penting peranannya bagi pertumbuhan, pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan serta peningkatan kecerdasan masyarakat. Sistem pangan yang ada saat ini meliputi segala sesuatu yang berhubungan dengan peraturan, pembinaan atau pengawasan terhadap kegiatan atau proses produksi makanan dan peredarannya sampai siap dikonsumsi manusia. Setiap orang yang bertanggung jawab dalam penyelenggaraan produksi pangan wajib memenuhi persyaratan sanitasi sesuai dengan ketentuan peraturan 11 perundangan-undangan yang berlaku. Keamanan pangan didefinisikan sebagai kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat menggangu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia (Undang-undang RI no.7 tentang Pangan Tahun 1996).

Keamanan pangan merupakan suatu faktor yang penting disamping mutu fisik, gizi dan cita rasa. Menurut Fardiaz (1994), makanan siap santap dianggap mempunyai mutu yang baik jika dapat memuaskan konsumen dalam hal rasa, penampakan dan keamanannya. Kandungan dan komposisi gizi seringkali tidak menjadi faktor penentu pemilihan jenis makanan kecuali bagi konsumen yang sangat memperhatikan bagi kesehatan dan berat badan.

(9)

kemampuan ekonomi masyarakat, semakin tinggi pula kecenderungan menuntut pangan yang lebih aman untuk dikonsumsi. Kemungkinan-kemungkinan bahaya pangan dapat terjadi karena beberapa sebab, antara lain : 1) Adanya residu bahan kimia yang terbawa pada bahan pangan akibat teknologi pertanian misalnya insektisida, pestisida, fungisida, antibiotik dan hormon; 2) Adanya kesalahan dalam penggunaan bahan kimia tambahan baik jenis maupun dosisnya; 3) Penyerapan logam yang berbahaya oleh tanaman dan hewan akibat pencemaran lingkungan dan industri; 4) Terjadinya kontaminasi mikroba dan bahan kimia terhadap bahan pangan dan produk pangan sejak pertama sampai tingkat pengolahan akibat kurangnya sanitasi; 5) Kurang cukupnya kondisi proses pengolahan menyebabkan mikroba aktif kembali pada saat penyimpanan dan pemasaran; dan 6) Ekses dari penggunaan teknologi yang belum tuntas penelitiannya, misalnya senyawa-senyawa baru, teknik radiasi dan sebagainya (Tjahja 2008).

Pangan yang aman adalah pangan yang tidak mengandung bahaya keamanan pangan yang terdiri atas bahaya biologi/mikrobiologis, kimia dan fisik. Bahaya makanan terdiri dari (Depdiknas 2009) : 1. Bahaya mikrobiologis, adalah bahaya mikroba yang dapat menyebabkan penyakit seperti salmonella, E.coli, virus, parasit dan kapang penghasil mikotoksin.

2. Bahaya kimia, adalah bahan kimia yang tidak diperbolehkan digunakan untuk pangan, misalnya logam dan polutan lingkungan, bahan tambahan pangan (BTP) yang tidak digunakan semestinya, peptisida, bahan kimia pembersih, racun/toksin asal tumbuhan/hewan dan sejenisnya.

(10)

memenuhi syarat mikrobiologi (BPOM 2007) Total praktek keamanan pangan adalah gabungan dari keselurahan praktek yaitu praktek higiene, praktek penanganan dan penyimpanan serta praktek sarana dan fasilitas.

2.3.3 Makanan yang bermutu

Makanan adalah kebutuhan pokok manusia yang diperlukan setiap saat dan harus ditangani dan dikelola dengan baik dan benar agar bermanfaat bagi tubuh. Namun, apabila penanganan dan pengelolaannya tidak baik dan benar maka makanan tersebut tidak terjamin dalam hal aspek gizi dan keamanan pangannya. Makanan tersebut jika dikonsumsi manusia dapat menyebabkan penyakit akut maupun kronis yang pada akhirnya dapat mempengaruhi status gizi dan kesehatan seseorang.Sebagian besar anak sekolah mengkonsumsi makanan jajanan yang dijajakan di lingkungan sekolah, yaitu di kantin sekolah atau penjaja pangan jajanan di sekitar sekolah. Namun, banyak terdapat permasalahan mengenai praktek keamanan pangan yang meliputi kurangnya higiene dari penjual atau penyaji, penanganan dan penyimpanan makanan serta pengendalian hama, sanitasi tempat dan peralatan. Permasalahan keamanan pangan disebabkan kurangnya perhatian dari pihak sekolah dalam membuat kebijakan mengenai keamanan pangan untuk pengelola kantin dan penjaja PJAS.

Terdapat dua faktor yang mempengaruhi perilaku keamanan pangan pengelola kantin dan penjaja PJAS. Faktor pertama merupakan faktor internal, yaitu karakteristik pengelola kantin dan penjaja PJAS. Yang kedua adalah faktor eksternal, diantaranya adalah karakteristik sekolah, sikap kepala sekolah dan penerapan kebijakan keamanan pangan sekolah. Penerapan kebijakan yang dibuat oleh pihak sekolah mengenai keamanan pangan yang ditujukan kepada pengelola keamanan pangan jajanan anak sekolah. Kebijakan sekolah dapat mempengaruhi perilaku pada pengelola kantin dan penjaja PJAS.

Dengan demikian, untuk mengetahui sejauh mana faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi perilaku keamanan pangan pengelola kantin dan penjaja PJAS, perlu diketahui melalui penelitian. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan saran yang mendukung dalam peningkatan perilaku keamanan pangan pengelola kantin dan penjaja PJAS.

(11)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Variabel Penelitian

(12)

1. Variabel independen atau bebas

Yaitu variabel yang nilainya menentukan variabel lain.Variabel b ebas biasanya nilainyadiamati, diukur, untuk diketahui pengaruh atau hubungannya dengan variabel lain(Nursalam, 2003) [ CITATION Dja13 \l 1057 ].

Pada penelitian ini variabel idependennya (bebas) adalah “Penerapan KantinSehat”,variabel independen ini di pengaruhi oleh beberapa faktor yaitu faktor predisposisi, faktor pendukung, faktor pendorong.

2. Variabel dependen atau terikat

Yaitu variabel yang nilainya ditentukan oleh variabel lain (Nursal am, 20013) (Djauhar Arif, Rusnoto, Dewi Hartinah, 2013).

Pada penelitian ini variabel dependenya (terikat) adalah “Penjaja PJAS”.

3.2 Definisi Oprasional N

o

variabel Def. Oprasional Cara ukur

Hasil Skala

1. (Independen) Hubungan Penerapan Kantin Sehat

- Mengelola Kantin - Praktek

Keamanan Pangan - Pengetahu

an

Keamanan Pangan - Kebijakan

Penerapan Kantin Sehat 2. (Dependen)

Terhadap Penjaja PJAS

- Penyimpa nan - Sarana

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil review dan pengamatan pada waktu kunjungan yang dilakukan sejak tahun 1996 sampai dengan 2006 pada lebih dari 50 perguruan tinggi, baik PTN

Tabel 3.1 menunjukkan bahwa dari 120 kuesioner yang disebar, ada beberapa kuesioner yang tidak lengkap sebanyak 12 kuesioner dan kuesioner yang lengkap namun rusak

Shuartikia aents matsatka nupanti uwi achiakuitiji, iniu etserma niniurinia tura chicham puju apach nunka atamunmaya juarkimiunmayaiti, chichamchichamunam isminiaiti, yamaiya juinkia

Setelah adanya perubahan kurikulum dari kurikulum 2006 ke kurikulum 2013 khususnya untuk SMPN 03 Jatipuro kelas VII pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam

Feministit ovat kiinnittäneet huomiota myös siihen, että paradoksaalisesti nainen on kuitenkin myös hyvin arvostettu, mutta vain rooleissa, jotka eivät vaaranna miehistä

Itulah hati yang mengahalangi, menutup kepada kebijakan, yang demikian itulah pekerjaan si hitam; Sedang yang berwarna merah, ikut menunjukkan nafsu yang tidak

(Ungkapan sang Defacer ini adalah isi kepalaku yang belajar politik supaya bisa ngegantung para koruptor dan mengubur hidup-hidup pemimpin-pemimpin bangsa yang sudah

Sementara itu, pemerintah telah mengeluarkan beberapa teknologi penentuan dosis pupuk tepat guna spesifik lokasi yaitu dengan cara mempergunakan Bagan Warna Daun