• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pemalsuan dan Pengedaran Uang Palsu (Study Putusan Nomor 1515 Pid.B 2013 PN MDN)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pemalsuan dan Pengedaran Uang Palsu (Study Putusan Nomor 1515 Pid.B 2013 PN MDN)"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KETENTUAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PEMALSUAN DAN PENGEDARAN UANG PALSU DALAM HUKUM POSITIF

INDONESIA

A. Sejarah Hukum Tentang Tindak Pidana Membuat Dan Mengedarkan Benda Semacam Mata Uang Atau Uang Kertas Sebagai Alat Pembayaran Yang Diatur Di dalam UU No.1 Tahun 1946 Jo UU No. 73 Tahun 1958

Pada awal kemerdekaan dibuat suatu Undang-Undang yang mengatur tindak pidana megenai membuat dan mengedarkan benda semacam mata uang atau uang kertas yang dimuat di dalam UU No.1 Tahun 1946 jo UU No.73 Tahun 1958. Terdapat 4 (empat) rumusan tindak pidana yang dimaksud, dan dimuat di dalam Pasal IX sampai dengan Pasal XII. Sedangkan Pasal XIII tidak merumuskan tindak pidana, tetapi mengatur tentang tindak pidana tambahan perampasan barang yang sifatnya imperatif. 4 (empat) rumusan tindak pidana yang dimuat di dalam Pasal IX sampai dengan Pasal XIII dibutuhkan untuk menindas usaha untuk mengacaukan peredaran uang di negeri Indonesia dengan menyebarkan mata uang atau uang kertas yang oleh pihak Pemerintah kita tidak diakui sebagai alat pembayaran yang sah.

1. Pasal IX merumuskan :

Barangsiapa membikin benda semacam mata uang atau uang kertas dengan maksud untuk menjalankannya atau menyuruh menjalankannya sebagai alat pembayaran yang sah, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 15 tahun.

2. Pasal X, merumuskan :

(2)

oleh pihak pemerintah tidak diakui sebagai alat pembayaran yang sah, atau dengan maksud untuk menjalankannya sebagai alat pembayaran yang sah, menyediakannya atau memasukkannya ke dalam Indonesia, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 15 tahun.

3. Pasal XI, merumuskan :

Barangsiapa dengan sengaja menjalankan sebagai alat pembayaran yang sah mata uang atau uang kertas yang dari pihak pemerintah tidak diakui sebagai alat pembayaran yang sah, dalam hal di luar keadaan sebagai tersebut dalam pasal baru lalu, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 5 tahun.

4. Pasal XII, merumuskan :

Barangsiapa menerima sebagai alat pembayaran atau penukaran atau sebagai hadiah atau menyimpan atau mengangkut mata uang atau uang kertas sedangkan ia mengetahui, bahwa benda-benda itu oleh pemerintah tidak diakui sebagai alat pembayaran yang sah, dihukum dengan hukuman penjara lamanya 5 tahun.33

Latar belakang dibentuknya tindak pidana tersebut di atas, bahwa pada ketika itu di bagian wilayah tertentu di Indonesia (bekas Hindia Belanda) beredar uang lainnya selain yang sah dikeluarkan oleh Pemerintah RI, seperti uang yang dikeluarkan oleh Pemerintah Federal Belanda, dan pernah juga di daerah

Bahwa tindak pidana mengenai mata uang dan uang kertas dalam UU No.1 Tahun 1946 jo UU No. 73 Tahun 1958 prinsipnya berbeda dengan tindak pidana mengenai uang dalam KUHP. Perbedaan itu adalah, bahwa tindak pidana mengenai uang dalam KUHP menitikberatkan pada larangan meniru, memalsu mata uang dan uang kertas dan merusak mata uang sementara tindak pidana mengenai uang dalam UU No.1 Tahun 1946 jo UU No. 73 Tahun 1958 adalah menitikberatkan pada perbuatan membikin benda sebagai alat pembayaran lainnya selain alat pembayaran yang sah yang dikeluarkan dan diakui pemerintah.

33

(3)

kepulauan Riau berlaku uang straits dolar atau di Jawa Barat uang rupiah istimewa, atau di wilayah Sumatera beredar uang Republik Indonesia Sumatera dan uang Republik Indonesia Tapanuli dan sebagainya.

Dengan maksud untuk melindungi kepentingan hukum terhadap kepercayaan uang rupiah resmi yang dikeluarkan oleh Pemerintah RI, maka dibentuklah tindak pidana sebagaimana dirumuskan dalam Pasal IX sampai Pasal XII tersebut di atas.

Situasi dan keadaan pada awal kemerdekaan seperti itu kini sudah tidak ada lagi. Oleh karena itu, tindak pidana mengenai uang yang terdapat dalam UU No.1 Tahun 1946 jo UU No.73 Tahun 1958 tersebut hanya penting dalam sejarah segi hukum di Indonesia. Kini dalam hal perlindungan hukum terhadap kepercayaan uang rupiah sudah diatur melalui tindak pidana mengenai uang yang terdapat di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana .34

B. Ketentuan Hukum Terhadap Kejahatan Pemalsuan Dan Pengedaran Uang Yang Diatur Di Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang

Ketentuan tindak pidana pemalsuan dan pengedaran uang palsu yang diatur di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dianggap belum mengatur secara kompeherensif jenis perbuatan dan sanksi yang diancamkan. Dengan dasar pemikiran tersebut, lahirlah peraturan hukum baru yang membahas mengenai Rupiah sebagai mata uang di Indonesia. Undang-Undang ini diharapkan dapat menjadi suatu langkah baru dalam upaya pemberantasan tindak pidana pemalsuan dan pengedaran uang palsu di Indonesia. Berikut larangan dan sanksi yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Mata Uang terkait dengan tindak pidana pemalsuan dan pengedaran uang palsu.

34

(4)

1. Larangan

Isi dari bab VII dari UU RI Nomor 7 Tahun 2011 merupakan larangan atas beberapa perbuatan yang berkaitan dengan pemalsuan dan pengedaran uang palsu yang terdiri dari 5 pasal, mulai dari pasal 24 sampai pasal 27

a. Meniru Rupiah (Pasal 24)

(1) Setiap orang dilarang meniru Rupiah, kecuali untuk tujuan pendidikan dan/atau promosi dengan memberikan kata specimen.

(2) Setiap Orang dilarang menyebarkan atau mengedarkan Rupiah Tiruan.

b. Merusak Rupiah (Pasal 25)

(1) Setiap orang dilarang merusak, memotong, menghancurkan, dan/ atau mengubah Rupiah dengan maksud merendahkan kehormatan Rupiah sebagai simbol Negara.

(2) Setiap orang dilarang membeli atau menjual Rupiah yang sudah dirusak, dipotong, dihancurkan, dan/atau diubah.

(3) Setiap orang dilarang mengimpor atau mengekspor Rupiah yang sudah dirusak, dipotong, dihancurkan, dan/atau diubah.

c. Memalsu Rupiah (Pasal 26)

(1) Setiap orang dilarang memalsu Rupiah.

(2) Setiap orang dilarang menyimpan secara fisik dengan cara apapun yang diketahuinya merupakan Rupiah palsu.

(3) Setiap orang dilarang mengedarkan dan/atau membelanjakan Rupiah yang diketahuinya merupakan Rupiah palsu.

(5)

(5) Setiap orang dilarang mengimpor atau mengekspor Rupiah palsu. d. Memproduksi Atau Memiliki Persediaan Bahan Untuk Membuat Rupiah Palsu (Pasal 27)

(1) Setiap orang dilarang memproduksi, menjual, membeli, mengimpor, mengekspor, menyimpan, dan/atau mendistribusikan bahan baku Rupiah yang digunakan atau dimaksudkan untuk membuat Rupiah palsu.

(2) Setiap orang dilarang, memproduksi, menjual, membeli, mengimpor, mengekspor, menyimpan, dan/atau mendistribusikan bahan baku Rupiah yang digunakan atau dimaksudkan untuk membuat Rupiah palsu.

2. Ketentuan Pidana

Sanksi hukum terhadap kejahatan mata uang, khusus pemalsuan dan pengedaran uang palsu, pada Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang semakin diperberat guna menimbulkan efek jera bagi pelaku sebab dampak yang ditimbulkan sangat besar, baik bagi Negara dan masyarakat. Hal ini dapat dilihat dari beberapa aturan pasal yang menerapkan hukuman seumur hidup sebagai ancaman maksimalnya, sanksi denda bagi pelaku pemalsuan dan pengedaran uang palsu dalam Undang-Undang tentang Mata Uang ini juga sangat besar jumlahnya.

Pasal 34

(1) Setiap orang yang meniru rupiah, kecuali untuk tujuan pendidikan dan promosi dengan member kata specimen sebagaimana dimaksud dalam pasal 24 ayat (1) dipidana dengan kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

(6)

paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

Pasal 35

(1) Setiap orang yang sengaja merusak, memotong, menghancurkan, dan/atau mengubah rupiah dengan maksud merendahkan kehormatan rupiah sebagai simbol Negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp.1.000.000.000 (satu miliar rupiah).

(2) Setiap orang yang membeli atau menjual rupiah yang sudah dirusak, dipotong, dihancurkan, dan/ atau diubah sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp.1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

(3) Setiap orang yang mengimpor atau mengekspor rupiah yang sudah dirusak, dipotong, dihancurkan, dan/ atau diubah sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp.10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)

Pasal 36

(1) Setiap orang yang memalsu rupiah sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling banyak Rp.10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah).

(2) Setiap orang yang menyimpan secara fisik dengan cara apapun yang diketahuinya merupakan rupiah palsu sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling banyak Rp.10.000.000.000 (sepuluh miliar rupiah).

(7)

(3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp.50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah)

(4) Setiap orang yang membawa atau memasukkan rupiah palsu ke dalam dan/ atau ke luar Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada pasal 26 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp.50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah).

(5) Setiap orang yang mengimpor atau mengekspor rupiah palsu sebagaimana dimaksud dalam pasal 26 ayat (5) dipidana dengan pidana penjara paling lama seumur hidup dan pidana denda paling banyak Rp.100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).

Pasal 37

(1) Setiap orang yang memproduksi, menjual, membeli, mengimpor, mengekspor, menyimpan, dan/atau mendistribusikan mesin, peralatan, alat cetak, pelat cetak atau alat lain yang digunakan atau dimaksudkan untuk membuat rupiah palsu sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama seumur hidup dan pidana denda paling banyak Rp.100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).

(2) Setiap orang yang memproduksi, menjual, membeli, mengimpor, mengekspor, menyimpan, dan/atau mendistribusikan bahan baku rupiah yang digunakan atau dimaksudkan untuk membuat rupiah palsu sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama seumur hidup, dan pidana denda paling banyak Rp.100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).

Pasal 38

(8)

mengoordinasikan pemberantasan rupiah palsu, dan/atau aparat penegak hukum, pelaku dipidana dengan pidana penjara dan pidana denda maksimum ditambah 1/3 (satu per tiga).

(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 36 ayat (1), ayat (2), ayat (3) dan ayat (4) dilakukan secara terorganisasi, digunakan untuk kejahatan terorisme, atau digunakan untuk kegiatan yang dapat mengakibatkan terganggunya perekonomian nasional, pelaku dipidana dengan idana penjara paling lama seumur hidup dan pidana denda paling banyak Rp.100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).

Pasal 39

(1) Pidana yang dijatuhkan terhadap korporasi berupa pidana denda dengan ketentuan ancaman pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud dalam pasal 33, pasal 34, pasal 35, pasal 36 atau pasal 37 ditambah 1/3 (satu per tiga).

(2) Dalam hal terpidana korporasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mampu membayar pidana denda, dalam putusan pengadilan dicantumkan perintah penyitaan harta benda korporasi dan/atau harta benda pengurus korporasi.

(3) selain sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 33, pasal 34, pasal 35, pasal 36 atau pasal 37, setiap orang dapat dikenai pidana tambahan berupa pencabutan izin usaha dan/atau perampasan terhadap barang tertentu milik terpidana.

Pasal 40

(9)

(2) Lama pidana kurungan pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dicantumkan dalam putusan pengadilan.

Pasal 41

(1) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 33, dan pasal 34 adalah pelanggaran.

(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 35, pasal 36, dan pasal 37 adalah kejahatan.

C. Ketentuan Hukum Terhadap Kejahatan Pemalsuan Dan Pengedaran Uang Yang Diatur Di Dalam KUHP

1. Meniru Atau Memalsu Uang (Pasal 244)

Tindak pidana meniru atau memalsukan mata uang, uang kertas Negara atau uang kertas bank dengan maksud untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkannya seolah-olah mata uang, uang kertas Negara atau uang bank tersebut asli dan tidak dipalsukan itu merupakan tindak pidana pertama yang dilarang di dalam Bab ke- X dari buku ke-II KUHP, yakni dalam pasal 244 KUHP, yang rumusan aslinya di dalam bahasa belanda berbunyi sebagai berikut :

Hij die muntspecien of munt of bankbiljetten namaakt of vervalst, met het

oogmerk om die muntspecien of munt – of bankblijetten als echt en

onvervalst uit te geven of te doen uitgeven, wordt gestraft met

gevangenisstraf van ten hoogste vijftien jaren. 35

Barangsiapa meniru atau memalsu mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh Negara atau bank, dengan maksud untuk mengedarkan atau menyuruh Artinya :

35

(10)

mengedarkan mata uang atau uang kertas itu sebagai asli dan tidak dipalsu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.36

Apabila ada seseorang yang membuat mata uang atau uang kertas yang tidak ada aslinya yang ditiru, maka perbuatan itu bukan termasuk perbuatan meniru. Meskipun terkandung maksud untuk mengedarkannya atau menyuruh orang mengedarkannya. Orang yang membuat uang semacam itu tidak boleh dipidana. Misalnya seorang membuat lembaran uang kertas dengan nilai nominalnya Rp76.000,-. Karena tidak terdapat lembar uang kertas asli yang nilai

Apabila rumusan tersebut dirinci, unsur-unsurnya terdiri dari : Unsur-unsur objektifnya, adalah :

1. Perbuatan: a. meniru; b. memalsu;

2. Objeknya : a. mata uang yang dikeluarkan Negara atau bank; b. uang kertas yang dikeluarkan Negara atau bank;

Unsur subjektifnya, adalah :

3. Dengan maksud : a. untuk mengedarkan seolah-olah asli dan tidak dipalsu; b. untuk menyuruh mengedarkan seolah- olah asli dan tidak dipalsu.

Unsur-unsur formal yang membentuk rumusan tindak pidana adalah yang ditulis dengan dicetak miring. Unsur-unsur tersebut akan dijelaskan satu persatu.

1.1 Perbuatan Meniru

Perbuatan meniru (namaken) adalah membuat sesuatu yang menyerupai atau seperti yang asli dari sesuatu tersebut. Pengertian meniru mata uang atau uang kertas dalam pasal ini adalah membuat benda mata uang atau uang kertas yang menyerupai atau seperti atau mirip dengan mata uang atau uang kertas yang asli. Jadi agar dapat dikatakan adanya perbuatan meniru mata uang atau uang kertas, maka harus ada mata uang atau uang kertas yang asli.

36

(11)

nominalnya Rp76.000,- maka perbuatan itu bukan perbuatan meniru, dan tidak dapat dipidana. Meskipun terkandung maksud untuk diedarkan.

Sejauhmana kemiripan antara mata uang atau uang kertas yang tiruan dan yang asli sehingga dapat dipersalahkan melanggar pasal ini ? dalam hal ini ada dua kemungkinan.

Kemungkinan pertama. Bisa jadi antara benda mata uang atau uang kertas tiruan terdapat perbedaan sesuatunya, misalnya kertasnya, bentuk huruf, warna atau apa pun juga dengan aslinya. Baik hal perbedaan itu cukup dilihat dengan kasat mata maupun dengan menggunakan sesuatu alat untuk mengetahui perbedaanya. Uang hasil perbuatan meniru tersebut disebut uang palsu, meskipun misalnya dibuat oleh orang yang berhak.

Kemungkinan kedua, bisa jadi mata uang atau uang kertas tiruan tersebut sama sekali tidak ada perbedaan sedikitpun dengan aslinya. Tidak diketahui atau ditemukan adanya perbedaan itu, baik secara kasat mata maupun dengan alat yang khusus dibuat untuk membedakan. Misalnya uang tiruan dibuat dengan bahan yang sama dan dengan alat dan cara yang sama. Benda uang tersebut boleh dikatakan asli, tetapi dibuat oleh orang yang tidak berhak. Orang itu juga termasuk melakukan perbuatan meniru dalam pengertian ini, dan dapai dipidana.

Demikian juga dalam hal orang yang menurut ketentuan berhak membuat uang, namun membuat/mencetak uang melebihi dari ketentuan yang diperintahkan, perbuatan seperti itu juga termasuk perbuatan meniru dalam pengertian ini. Si pembuat juga dapat dipidana.

Benda uang yang dihasilkan oleh orang yang tidak berhak maupun oleh orang yang berhak namun melebihi dari jumlah yang diperintahkan, juga termasuk uang palsu, atau dapat disebut dengan uang asli tapi palsu (aspal).

(12)

Dalam hal pemalsuan uang dengan perbuatan meniru, tidak dipedulikan tentang nilai bahan yang digunakan untuk membuat / mencetak uang itu apakah lebih rendah atau lebih tinggi dari bahan uang asli. Misalnya emas bahan mata uang (uang logam) yang digunakan dalam melakukan perbuatan meniru mata uang itu lebih rendah atau lebih tinggi, perbuatan seperti itu juga termasuk dalam kejahatan memalsu uang menurut Pasal 244. Pembuatnya tetap dapat dipidana, asal terkandung unsur maksudnya melakukan perbuatan itu adalah untuk mengedarkannya atau menyuruh orang mengedarkannya seolah-olah mata uang asli.37

Demikian juga tidak menjadi syarat hal motif apakah dalam melakukan perbuatan itu, perbuatan seperti itu sudah termasuk dalam pengertian memalsu Menurut pasal ini apabila terkandung maksud untuk diedarkan atau menyuruh orang lain untuk mengedarkannya. Jika tidak terkandung maksud untuk diedarkan sebagai uang yang tidak palsu, tidak dapat dipidana. Misalnya mengubah semua 1.2 Perbuatan Memalsu

Berbeda dengan perbuatan meniru sebagaimana yang telah diterangkan sebelumnya. Bahwa dalam hal perbuatan meniru uang, si pembuat melakukan perbuatan sedemikian rupa dengan meniru uang asli yang sudah ada. Oleh sebab itu, uang palsu yang dihasilkan oleh perbuatan memalsu tersebut merupakan benda uang yang baru. Uang hasil dari perbuatan meniru ini disebut dengan uang palsu.

Sementara itu, dalam hal perbuatan memalsu (vervalschen) tidak menghasilkan uang baru. Karena perbuatan memalsu ini dilakukan terhadap benda uang yang sudah ada, dengan cara menghapus, mengubah atau menambah tulisan, gambar maupun warna, atau mengurangi bahan mata uang sehingga menjadi lain dari uang semula (aslinya) sebelum perbuatan itu dilakukan. Tidak penting, apakah dengan demikian mata uang atau uang kertas yang dipalsu tersebut nilainya menjadi lebih rendah atau sebaliknya.

37

(13)

mata uang (uang logam) dengan maksud untuk dijadikan perhiasan, bukan untuk maksud diedarkan sebagai alat pembayaran seperti mata uang yang tidak dipalsu. Uang yang dihasilkan oleh perbuatan memalsu ini disebut dengan uang yang dipalsu.

Tindak pidana dengan perbuatan meniru dan memalsu dalam pasal 244 ini dirumuskan secara formal, atau disebut “tindak pidana formal”. Suatu tindak pidana yang selesainya ditentukan atau diukur dari selesainya melakukan perbuatan, bukan diukur dari adanya akibat dari perbuatan. Dengan selesainya perbuatan meniru atau memalsu terhadap uang, maka selesailah tindak pidana formal. Timbulnya akibat bukan menjadi syarat selesainya tindak pidana tersebut, meskipun dalam tindak pidana formal dapat timbul sesuatu akibat .38

Uang adalah suatu benda yang wujudnya sedemikian rupa yang oleh masyarakat digunakan sebagai alat pembayaran yang sah yang berlaku pada saat peredarannya. Benda uang itu harus sah, artinya menurut hukum dikeluarkan oleh lembaga yang menurut hukum berwenang untuk itu. Pasal 244 KUHP menyebut dua jenis uang, yakni mata uang (munt) dan uang kertas yang dikeluarkan oleh Negara atau bank. Mata uang adalah uang terbuat dari bahan logam seperti emas, tembaga, perak, dan lain sebagainya. Uang kertas adalah uang yang terbuat dari kertas. Jadi KUHP menyebutkan lembaga yang berhak mengeluarkan atau membuat uang adalah Negara dan suatu bank .

1.3 Objek Mata Uang Atau Uang Kertas Yang Dikeluarkan Negara Atau Bank

39

• Dikeluarkan oleh pemerintah.

Uang Negara adalah uang yang dikeluarkan oleh pemerintah, terbuat dari plastik yang memiliki ciri-ciri :

• Dijamin oleh Undang-Undang.

• Bertuliskan nama Negara yang mengeluarkannya.

38

Ibid, hlm 49 – 50. 39

(14)

• Ditandatangani oleh Menteri Keuangan .40

Namun sejak berlakunya UU No. 13 Tahun 1968 Tentang Bank Sentral dan berlakuya UU No.23 Tahun 199 Jo UU No.3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia hingga sekarang di Indonesia tidak ada uang Negara, semua uang yang beredar adalah uang yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia, disebut uang bank,41

• Dikeluarkan oleh Bank Indonesia. mengandung ciri-ciri sebagai berikut :

• Dijamin dengan emas atau valuta asing yang disimpan di Bank Indonesia. • Bertuliskan nama Bank Indonesia.

• Ditandatangani oleh Gubernur Bank Indonesia .42

Objek mata uang atau uang kertas yang menjadi objek kejahatan menurut pasal 244 adalah bukan saja uang rupiah yang dikeluarkan Bank Indonesia, tetapi termasuk uang asing. Pasal 244 berlaku bagi subjek hukum yang meniru dan memalsu mata uang dan uang kertas asing yang dilakukan di wilayah hukum Indonesia, dan berlaku juga bagi subjek hukum yang meniru dan memalsu mata uang dan uang kertas Negara atau bank yang dilakukan di luar wilayah hukum Indonesia .43

Menurut almarhum Prof. Satochid Kartanegara, hal tersebut disebabkan oleh karena pada tanggal 29 April 1929 telah diadakan suatu traktat antara Pemerintah Hindia Belanda (dahulu) dengan Pemerintah-Pemerintah dari Negara lain di seluruh dunia untuk secara bersama-sama melakukan pemberantasan terhadap pemalsuan-pemalsuan mata uang, dimana pun perbuatan itu dilakukan orang .44

40

Jenis-Jenis uang, Wikipedia.org (diakses tanggal 5 April 2016). 41

Lihat Pasal 26 UU No. 13 Tahun 1968 Tentang Bank Sentral. 42

Jenis-Jenis uang, Wikipedia.org (diakses tanggal 5 April 2016) 43

Lihat Pasal 4 Angka 1 KUHP 44

(15)

1.4 Maksud Untuk Mengedarkan Atau Menyuruh Mengedarkan Sebagai Asli Dan Tidak Dipalsu.

Unsur pasal 244 tersebut di atas merupakan unsur kesalahan, khususnya kesengajaan sebagai maksud (opzet als oogmerk). Unsur maksud sama artinya dengan tujuan dekat (maaste doel), adalah tujuan yang menurut akal dan kebiasaan yang berlaku dapat dicapai dengan melakukan perbuatan tertentu, bukan tujuan jauh yang berhubungan langsung dengan motif perbuatan. 45

Hij die opzettelijk als echte en onvervalste muntspecien of munt of

bank-biljett en uitgeeft, muntspecien of munt of bank bank-biljetten die hij zelf heft

nagemaakt of vervalst, of waarvan de valsheid of de vervalsing hem, toen hij ze

ontving, bekend was, of deze, met het oogmerk om deze las echt en onvervalst uit

Apabila dihubungkan dengan objek mata uang atau uang kertas, maka dari caranya dan alat yang digunakan melakukan perbuatan meniru atau memalsu mata uang atau uang kertas tersebut, maka dapatlah diketahui maksud apa si pembuat melakukan perbuatan itu, ialah untuk mengedarkan atau menyuruh orang lain mengedarkannya.

2. Sengaja Mengedarkan Mata Uang Atau Uang Kertas Palsu atau Dipalsu (Pasal 245)

Tindak pidana dengan sengaja mengedarkan mata uang, uang kertas Negara atau uang kertas bank yang ditiru atau dipalsukan seolah-olah mata uang, uang kertas Negara atau uang kertas bank itu asli dan tidak dipalsu dan lain-lainnya oleh pembentuk undang-undang telah diatur di dalam ketentuan pidana yang diatur di dalam pasal 245 KUHP, yang rumusan aslinya di dalam bahasa belanda berbunyi sebagai berikut.

45

(16)

te geven of te doen uitgeven in voorraad heft on binnen Indonesie invert, wordt

gestraft met gevangenisstraf van ten hoogste vijftien jaren. 46

Barangsiapa dengan sengaja mengedarkan mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh Negara atau bank sebagai mata uang atau uang kertas asli dan tidak dipalsu, padahal ditiru atau dipalsu olehnya sendiri, atau waktu diterima diketahuinya bahwa tidak asli atau dipalsu, ataupun barangsiapa menyimpan atau memasukkan ke Indonesia mata uang dan uang kertas yang demikian, dengan maksud untuk mengedarkan sebagai uang asli dan tidak dipalsu, diancam dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

Artinya :

47

46

Engelbrecht, op.cit.

47

Terjemahan oleh BPHN

Dari rumusan Pasal 245 KUHP tersebut, dapat diketahui bahwa terdapat 4 (empat) macam tindak pidana, ialah :

1. Tindak Pidana – melarang orang yang dengan sengaja mengedarkan mata uang atau uang kertas Negara atau bank sebagai mata uang asli atau tidak dipalsu, padahal ditiru atau dipalsu olehnya sendiri.

2. Tindak Pidana – melarang orang yang dengan sengaja mengedarkan mata uang atau uang kertas Negara atau bank sebagai mata uang asli atau tidak dipalsu, yang waktu menerima mata uang atau uang kertas tersebut diketahuinya sebagai tidak asli atau dipalsu.

(17)

4. Tindak Pidana – melarang orang yang dengan sengaja menyimpan atau memasukkan ke Indonesia mata uang atau uang kertas Negara atau bank sebagai mata uang asli atau tidak dipalsu, yang waktu diterima diketahuinya sebagai tidak asli atau dipalsu, dengan maksud untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkannya seperti uang asli dan tidak dipalsu.

Keempat bentuk kejahatan mengedarkan uang palsu atau dipalsu dalam pasal 245 akan dibicarakan satu persatu. Apabila rumusan tindak pidana pasal 245 dengan cara membedakan bentuk-bentuknya tersebut, terdapat unsur-unsurnya, ialah :

1. Bentuk Pertama Unsur-unsur objektif:

1) Perbuatan : mengedarkan sebagai asli atau tidak dipalsu;

2) Objeknya : a. mata uang Negara atau mata uang bank tidak asli atau

yang dipalsu;

b. uang kertas Negara atau uang kertas bank tidak asli atau yang dipalsu

3) padahal uang itu ditiru atau dipalsu olehnya sendiri Unsur Subjektif :

4) Kesalahan : dengan sengaja.

2. Bentuk Kedua

Jika dirinci terdapat unsur-unsur sebagai berikut : Unsur-unsur objektif adalah :

(18)

2) Objeknya : a. mata uang Negara atau mata uang bank yang tidak asli atau dipalsu;

b. uang kertas Negara atau uang kertas bank tidak asli atau

dipalsu;

Unsur subjektif :

3) Kesalahan : a. dengan sengaja;

b. yang tidak asli atau dipalsunya uang itu diketahuinya pada saat diterimanya..

3. Bentuk Ketiga

Jika dirinci terdapat unsur-unsur berikut : Unsur-unsur objektif :

1) Perbuatan : a. menyimpan;

b. memasukkan ke Indonesia;

2) Objeknya : a. mata uang Negara atau mata uang bank tidak asli atau dipalsu;

b. uang kertas Negara atau uang kertas bank tidak asli atau dipalsu;

3) yang tidak asli atau dipalsu dilakukan olehnya sendiri; Unsur subjektif :

4) dengan sengaja;

(19)

4. Bentuk Keempat

Bentuk keempat terdiri dari unsur-unsur sebagai berikut : Unsur-unsur objektif :

1) Perbuatan : a. menyimpan;

b. memasukkan ke Indonesia;

2) Objeknya : a. mata uang Negara atau mata uang bank yang tidak asli atau dipalsu;

b. uang kertas Negara atau uang kertas bank tidak asli atau dipalsu;

3) uang tidak asli atau dipalsu dilakukan oleh orang lain; Unsur subjektif :

4) Kesalahan : a. dengan sengaja;

b. yang tidak asli atau dipalsu diketahui pada saat menerimanya;

c. dengan maksud untuk mengedarkannya atau menyuruh mengedarkannya sebagai uang asli atau tidak dipalsu. 48

Perbuatan “mengedarkan” terdapat pada tindak pidana pasal 245 bentuk pertama dan kedua. Untuk terwujudnya tindak pidana dengan perbuatan mengedarkan uang tidak asli atau dipalsu, ditandai oleh objek uang sudah tidak

Unsur-unsur formal yang tercantum dalam rumusan tindak pidana pasal 245 adalah perkataan yang dicetak miring. Dari rumusan tindak pidana diatas, secara keseluruhan baik unsur objektif dan unsur subjektifnya terdiri dari :

2.1 Perbuatan : Mengedarkan, Menyimpan, Memasukkan Ke Indonesia

48

(20)

berada di dalam kekuasaannya lagi. Telah berpindah ke dalam kekuasaan pihak lain. Melepaskan kekuasaan atas uang itu ke dalam kekuasaan pihak lain haruslah dilakukannya dengan sengaja. Sengaja disini ditujukan baik pada perbuatan mengedarkannya maupun maupun terhadap keadaan tidak asli atau dipalsunya uang yang diedarkannya itu.

Mengedarkan merupakan perbuatan yang dirumuskan secara abstrak, yang bentuk konkretnya bisa bermacam-macam, yang penyelesaiannya ditandai oleh beralihnya kekuasaan atas uang itu yang semula berada dalam kekuasaan si pengedar ke dalam kekuasaan pihak lain. Wujud konkretnya misalnya : membelanjakan, memberikan, menyetorkan ke bank, menukarkan, menyerahkan, menghibahkan, mengirimkan bahkan bisa juga dengan cara meninggalkannya di suatu tempat agar ditemukan dan diambil oleh orang lain.

(21)

• Dilihat dari sudut alasan peniadaan pidana yang bersumber pada asas hukum yang tidak tertulis “tiada pidana tanpa kesalahan” (geen straf zonder schuld).

Berdasarkan asas ini si pengedar tidak dipidana, melainkan diputus lepas dari tuntutan hukum. Karena perbuatannya terbukti, tetapi ada alasan peniadaan pidana di luar UU, berupa alasan pemaaf.

Sementara perbuatan menyimpan mengandung ciri-ciri :

• Ada perbuatan awalnya, sebagai penyebab atau asal dari keberadaan benda yang disimpan: (a) bisa dari perbuatan orang lain, misalnya mengedarkan seperti membelanjakan uang tidak asli atau dipalsu atau (b) dari perbuatannya sendiri, misalnya meniru atau memalsu uang sebagaimana perbuatan dalam pasal 244.

• Terdapatnya hubungan langsung dan sangat erat antara si pembuat yang menyimpan uang dengan benda uang yang disimpannya. Hubungan ini merupakan hubungan kekuasaan/ menguasai. Hubungan yang sangat erat ini berhubungan dengan maksud dari penyimpanan itu, yakni untuk diedarkan atau menyuruh orang mengedarkan. Dari keadaan hubungan kekuasaan inilah dapat dinilai adanya maksud dari penyimpanan seperti itu.

Dari kedua ciri perbuatan menyimpan sebagaimana tersebut di atas dapatlah diketahui bahwa pengertian menyimpan adalah berlawanan dengan pengertian perbuatan mengedarkan. Mengedarkan melakukan perbuatan terhadap uang yang ada di dalam kekuasaanya, yang menyebabkan kekuasaan atas uang itu berpindah ke dalam kekuasaan pihak lain. Sebaliknya, menyimpan justru beralihnya kekuasaan atas uang itu dari orang lain ke dalam kekuasaan orang yang menyimpan.

(22)

perbuatannya sendiri. Misalnya meniruatau memalsu uang sebagaimana dimaksud pasal 244, setelah perbuatan tersebut selesai dilakukan, kemudian menyimpan uang yang dihasilkan oleh perbuatan itu.

Penyebab beralihnya kekuasaan benda uang tidak asli atau dipalsu ke dalam kekuasaan si yang menyimpan bisa oleh sebab perbuatan yang melawan hukum maupun tidak. Melalui perbuatan yang melawan hukum, misalnya berasal dari perbuatan mengedarkan oleh orang lain. Melalui perbuatan yang tidak bersifat melawan hukum misalnya uang tidak asli atau dipalsu itu terjatuh di jalan dan ditemukan oleh orang lain yang selanjutnya menyimpannya. Orang yang kemudian menguasai uang dalam kedua contoh tersebut, hanya dapat dipidana apabila mengetahui bahwa uang yang ada di dalam kekuasaanya itu tidak asli atau dipalsu, dan dalam hal menyimpan tersebut terkandung maksud untuk diedarkan atau menyuruh orang mengedarkan.

Sebetulnya perbuatan menyimpan tidak perlu dimasukkan ke dalam pasal 245, karena tidak menyebabkan dilanggarnya suatu kepentingan hukum apapun, misalnya orang yang menemukan uang tidak asli atau dipalsu tersebut di jalan, atau orang yang menerima pembayaran dari orang lain, meskipun kemudian mengetahui uang itu tidak asli atau palsu. Sehubungan apabila perbuatan itu disertai dengan maksud untuk mengedarkan atau menyuruh orang lain mengedarkan. Sifat melawan hukum subjektif perbuatan menyimpan terletak pada maksud untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkan uang tidak asli atau dipalsu tersebut.

Pada perbuatan memasukkan ke Indonesia, menunjukkan bahwa uang tidak asli atau dipalsu itu berasal dari luar wilayah hukum Indonesia. Dalam hal si pembuat yang membawa atau menguasai uang tidak asli atau dipalsu tersebut berada di luar wilayah hukum Indonesia, maka telah terwujud perbuatan memasukkan ke Indonesia pada saat ia memasuki wilayah hukum Indonesia.

(23)

perbuatan memasukkan ke Indonesia pada saat seseorang yang membawa uang tidak asli atau dipalsu yang berada di luar negeri masuk ke dalam pesawat atau kapal Indonesia .49

Objek tindak pidana Pasal 245 adalah objek uang yang dihasilkan oleh perbuatan meniru atau memalsu dalam pasal 244. Artinya objek tindak pidana pasal 245 adalah berupa objek hasil kejahatan pasal 244 ialah: mata uang Negara; mata uang bank; uang kertas Negara; uang kertas bank yang tidak asli atau dipalsu. Empat macam objek kejahatan ini dapat disingkat dengan menyebutnya “uang tidak asli atau dipalsu”. Untuk empat macam objek ini telah dibicarakan sebelumnya dalam bahasan mengenai Pasal 244.

2.2 Mata Uang Negara Atau Bank Atau Uang Kertas Negara Atau Bank Tidak Asli atau Dipalsu

50

49

Ibid, hlm. 62 – 65. 50

Ibid, hlm 65.

2.3 Tidak Aslinya Atau Palsunya Uang Disebabkan Oleh Perbuatan Meniru Atau Memalsu Dilakukannya Sendiri

(24)

2.4 Unsur Kesalahan: a. Dengan Sengaja; b. Yang Tidak Asli Atau Dipalsu Diketahui Pada Saat Menerimanya; c. Dengan Maksud Untuk

Mengedarkan Atau Menyuruh Mengedarkan Sebagai Asli Atau Tidak Dipalsu

a. Unsur Dengan Sengaja

Dalam semua (empat) bentuk tindak pidana Pasal 245 terdapat (dicantumkan) unsur kesengajaan. Dengan sengaja (kesengajaan) merupakan unsur mutlak tindak pidana, artinya semua tindak pidana dipastikan mengandung unsur kesengajaan kecuali jika secara formal dicantumkan unsur kulpa dalam rumusan.51

Pertama, mengenai pengertian sengaja yang telah diberikan petunjuk oleh Mvt sebagai pengetahuan (wetens) dan kehendak (willens).

Artinya tindak pidana kulpa harus ditandai dengan mencantumkan unsur kulpa. Sementara delik dolus, tidak. Mengenai unsur sengaja dalam rumusan tindak pidana dolus ada dua macam, yang secara tegas dicantumkan di dalam rumusan dan yang tidak. Artinya dalam setiap tindak pidana dolus, selalu terdapat unsur kesengajaan, baik dicantumkan secara tegas atau tidak di dalam rumusan. Apabila dicantumkan dalam rumusan, maka sengaja tersebut harus dibuktikan. Jika tidak dicantumkan, tidak perlu dibuktikan. Cukup membuktikan unsur perbuatannya saja, karena unsur kesengajaan telah melekat dan terdapat (terselubung) di dalamnya. Apabila unsur perbuatan telah dapat dibuktikan, maka unsur sengaja dianggap telah terbukti pula.

Apa yang harus dibuktikan, ialah mengenai dua hal, yaitu :

Kedua, pengertian sengaja sebagai pengetahuan dan kehendak tersebut dalam hubungannya dengan unsur-unsur lainnya, terutama hubungannya dengan perbuatan yang dicantumkan dalam rumusan. Sengaja, khususnya kehendak selalu diarahkan pada melakukan perbuatan. Sementara pengetahuan selain diarahkan pada unsur perbuatan.

51

(25)

Dengan memerhatikan rumusan pasal 245 dan unsur-unsurnya yang telah dirinci dan diurai sebelumnya, maka dapat diektahui unsur mana yang diliputi oleh unsur sengaja dalam setiap bentuk.

1) Bentuk Pertama. Unsur sengaja diarahkan pada unsur-unsur sebagai berikut : • Perbuatan mengedarkan sebagai asli atau tidak dipalsu.

Penjelasan :

Si pembuat menghendaki untuk mewujudkan mengedarkan sebagai asli atau tidak dipalsu. Ia mengerti tentang nilai perbuatan dan akibat perbuatan yang (hendak) dilakukannya.

• Objek mata uang Negara atau bank, atau uang kertas Negara atau bank yang tidak asli atau dipalsu.

Penjelasan :

Si pembuat mengerti bahwa objek yang (hendak) diedarkannya adalah berupa mata uang Negara atau bank yang tidak asli atau dipalsu, atau uang kertas Negara atau bank tidak asli atau dipalsu.

• Padahal uang tidak asli atau palsu tersebut ditiru atau dipalsu olehnya sendiri. Penjelasan :

Si pembuat menginsyafi bahwa uang tidak asli atau dipalsu tersebut disebabkan oleh perbuatan meniru atau memalsu yang dilakukan olehnya sendiri.

Tiga hal itu sangat perlu bahkan wajib dimuat dalam uraian surat tuntutan (requisitoir) dalam rangka pembuktian unsur sengaja. Kemudian 3 hal itu dijabarkan atau dihubungkan dengan fakta-fakta yang terdapat di dalam persidangan guna membuktikan :

• Benar bahwa terdakwa menghendaki perbuatan mengedarkan sebagai asli atau tidak dipalsu.

• Benar bahwa terdakwa mengerti atau memiliki keinsyafan terhadap keadaan tidak asli atau dipalsunya uang yang (hendak) diedarkannya.

(26)

2) Bentuk Kedua. Unsur sengaja diarahkan pada unsur-unsur sebagai berikut : • Perbuatan mengedarkan sebagai asli atau tidak dipalsu.

Penjelasan :

Bahwa si pelaku menghendaki mengedarkan uang yang diketahuinya sebagai tidak asli atau dipalsu yang seolah-olah uang itu asli atau tidak dipalsu.

• Objek mata uang Negara atau bank atau uang kertas Negara atau bank tidak asli atau dipalsu bukan oleh perbuatannya.

Penjelasan :

Bahwa perbuatan meniru atau memalsu uang sehingga menjadi uang tidak asli atau dipalsu bukan dilakukan olehnya sendiri.

• Yang tidak asli atau dipalsunya uang itu diketahuinya waktu menerimanya. Penjelasan :

Bahwa si pelaku mengetahui bahwa uang itu tidak asli atau dipalsu ketika menerima uang.

Tiga hal itu harus dimuat dalam uraian surat tuntutan (requisitoir) guna membuktikan unsur sengaja bentuk kedua. Kemudia tiga hal itu dijabarkan atau dihubungkan dengan fakta-fakta yang di dapat dalam persidangan guna membuktikan :

• Benar bahwa si terdakwa memang menghendaki perbuatan mengedarkan uang tidak asli atau dipalsu sebagai asli atau tidak dipalsu.

• Benar bahwa mata uang Negara atau bank atau uang kertas negar tersebut tidak asli atau dipalsu bukan olehnya sendiri.

• Benar bahwa tidak asli atau dipalsunya uang yang diterimanya tersebut diketahui pada waktu menerimanya.

3) Bentuk Ketiga. Unsur sengaja diarahkan pada unsur-unsur sebagai berikut : • Perbuatan menyimpan atau memasukkan ke Indonesia

Penjelasan :

Bahwa si pelaku menghendaki untuk melakukan perbuatan menyimpan atau memasukkan ke Indonesia uang tidak asli atau dipalsu.

(27)

Penjelasan :

Si pelaku mengerti bahwa objek yang (hendak) disimpan atau pun diedarkannya sendiri atau menyuruh orang lain mengedarkannya adalah berupa mata uang Negara atau bank yang tidak asli atau dipalsu, atau uang kertas Negara atau bank tidak asli atau dipalsu.

• Yang tidak asli atau dipalsunya uang itu dilakukan olehnya sendiri. Penjelasan :

Bahwa si pelaku menyadari bahwa tidak asli atau dipalsunya uang disebabkan oleh perbuatan meniru atau memalsu yang dilakukan olehnya sendiri.

• Maksudnya melakukan perbuatan menyimpan atau memasukkan ke Indonesia adalah untuk diedarkan atau menyuruh orang edarkan sebagai uang asli atau tidak dipalsu.

Penjelasan :

Bahwa disadarinya bahwa maksud menyimpan atau memasukkan ke Indonesia uang tidak asli atau dipalsu tersebut untuk diedarkan sebagai uang asli atau tidak dipalsu.

empat hal itu dimuat dalam uraian surat tuntutan (requisitoir) dalam rangka pembuktian unsur sengaja dalam bentuk ketiga. Kemudian empat hal itu dijabarkan atau dihubungkan dengan fakta-fakta yang didapat dalam persidangan guna membuktikan :

• Benar bahwa terdakwa menghendaki perbuatan menyimpan atau memasukkan ke Indonesia uang tidak asli atau dipalsu.

• Benar bahwa terdakwa mengerti atau memiliki keinsyafan terhadap keadaan tidak asli atau dipalsunya uang yang (hendak) diedarkannya sendiri ataupun diedarkan oleh orang lain atas perintahnya.

• Bahwa benar terdakwa mengetahui bahwa tidak asli atau dipalsunya uang disebabkan oleh perbuatan meniru atau memalsu yang dilakukannya sendiri.

(28)

4) Bentuk Keempat. Unsur sengaja diarahkan pada unsur-unsur sebagai berikut : • Perbuatan menyimpan atau memasukkan ke Indonesia.

Penjelasan :

Bahwa si pelaku menghendaki melakukan perbuatan menyimpan atau memasukkan ke Indonesia.

• Objek uang tidak asli atau dipalsu yang disebabkan oleh perbuatan meniru atau memalsu yang dilakukan oleh orang lain.

Penjelasan :

Bahwa si pelaku mengerti bahwa benda yang disimpan atau dimasukkan ke Indonesia tersebut adalah uang tidak asli atau dipalsu yang dihasilkan dari perbuatan meniru atau memalsu yang dilakukan oleh orang lain.

• Uang tidak asli atau dipalsu diketahuinya pada waktu menerima uang dari orang lain.

Penjelasan :

Bahwa si pelaku mengerti bahwa uang tidak asli atau dipalsu tersebut diterima dari orang lain dan si pelaku mengetahui bahwa keadaan uang tidak asli atau dipalsu pada saat menerimanya.

• Maksud menyimpan atau memasukkan uang tidak asli atau dipalsu untuk diedarkan atau menyuruh mengedarkan sebagai uang asli atau tidak dipalsu. Penjelasan :

Bahwa maksud si pelaku menyimpan atau memasukkan ke Indonesia uang yang diketahuinya tidak asli atau dipalsu tersebut adalah untuk diedarkan atau menyuruh orang lain mengedarkan sebagai uang asli atau tidak dipalsu.

Empat hal itu dimuat di dalam uraian surat tuntutan (requisitoir) dalam rangka pembuktian unsur sengaja dalam bentuk keempat. Kemudian empat hal itu dijabarkan atau dihubungkan dengan fakta-fakta yang di dapat dalam persidangan guna membuktikan :

(29)

• Bahwa benar terdakwa mengetahui bahwa benda yang disimpan atau dimasukkan ke Indonesia tersebut adalah uang tidak asli atau dipalsu yang dihasilkan dari perbuatan meniru atau memalsu yang dilakukan oleh orang lain. • Benar bahwa terdakwa mengetahui bahwa uang tidak asli atau dipalsu tersebut diterima dari orang lain dan si pelaku mengetahui bahwa keadaan uang tidak asli atau dipalsu pada saat menerimanya.

• Bahwa maksud terdakwa menyimpan uang yang diketahuinya tidak asli atau dipalsu tersebut adalah untuk diedarkan atau menyuruh orang mengedarkan sebagai uang asli atau tidak dipalsu.52

Semua unsur yang dijelaskan di atas di mulai dari bentuk pertama hingga bentuk keempat tersebutlah harus dibuktikan dalam rangka membuktikan unsur sengaja dalam pasal 245 KUHP.

b. Unsur Yang Tidak Asli Atau Dipalsu Diketahui Pada Saat Menerimanya Unsur ini terdapat dalam tindak pidana pasal 245 bentuk kedua, ketiga dan keempat. Sesungguhnya unsur ini bersifat dua. Unsur yang tersurat bersifat subjektif dan yang tersirat bersifat objektif.

Unsur tersurat bersifat subjektif dapat dipahami dari adanya perkataan “waktu diterima diketahuinya”. Perkataan “diketahuinya” menunjukkan adanya sikap batin tertentu yang terbentuk ketika menerima uang tidak asli atau dipalsu dari pihak lain.

Sementara unsur tersirat (terselubung) bersifat objektif terdapat di dalam anak kalimat atau unsur “waktu diterima diketahuinya bahwa (uang) tidak asli atau dipalsu”. Bahwa dapat dipastikan di anak kalimat tersebut keadaan uang (yang diedarkan, disimpan atau dimasukkan ke Indonesia) adalah tidak asli atau dipalsu. Dapat dipastikan tidak asli atau dipalsunya uang itu dihasilkan oleh perbuatan meniru atau memalsu yang dimaksud dalam pasal 244.

Keadaan uang tidak asli atau dipalsu harus terbukti secara objektif, artinya benar-benar uang tersebut berupa uang tidak asli atau dipalsu. Apabila

52

(30)

ternyata bahwa uang tersebut adalah asli atau tidak dipalsu, meskipun waktu menerima uang terbentuk pengetahuan uang tidak asli atau dipalsu, maka si pembuat yang mengedarkan tidak boleh dipidana. Karena disamping secara objektif, tidak terpenuhinya unsur objektif yang tersirat berupa uang tidak asli atau dipalsu, dan juga dalam hal ini terjadi kesesatan hukum (rechts dwaking) terhadap atau dalam unsur tindak pidana.53

Unsur maksud yang tercela tersebut sangat erat hubungannya dengan unsur “tidak asli atau dipalsu dilakukannya sendiri” dalam bentuk ketiga, atau dengan unsur “waktu diterima diketahuinya bahwa tidak asli atau dipalsu” dalam bentuk keempat. Oleh sebab dicantumkannya dua unsur yang disebutkan terakhir itulah maka untuk dapat dipidananya perbuatan menyimpan atau memasukkan ke Indonesia diperlukan maksud mengedarkan seperti yang tercantum dalam bentuk ketiga dan keempat tersebut. Secara subjektif, pada unsur itulah melekat sifat melawan hukumnya perbuatan menyimpan dan memasukkan ke Indonesia.

c. Dengan Maksud Untuk Mengedarkan Atau Menyuruh Mengedarkan Sebagai Asli Atau Tidak Dipalsu

unsur kesalahan yang dimaksud di atas terdapat pada tindak pidana pasal 245 bentuk ketiga dan keempat. Wajar tidak terdapat pada bentuk pertama dan kedua, disebabkan karena perbuatannya adalah mengedarkan. Sementara bentuk ketiga dan keempat adalah menyimpan atau memasukkan ke Indonesia. Sifat melawan hukum secara subjektif perbuatan menyimpan atau memasukkan ke Indonesia terdapat pada unsur maksud mengedarkan atau menyuruh mengedarkan uang tidak asli atau dipalsu tersebut. Secara subjektf sifat dapat dipidananya perbuatan menyimpan atau memasukkan ke Indonesia melekat pada unsur tersebut.

54

53

Adam Chazawi, Ardi Ferdian, Op.cit., hlm.75. 54

(31)

3. Kejahatan Merusak Uang (Pasal 246)

Tindak pidana perusakan mata uang atau muntschennis oleh pembentuk undang-undang telah dilarang di dalam ketentuan pidana yang diatur pasal 246 KUHP, yang rumusan aslinya dalam bahasa belanda berbunyi sebagai berikut.

Hij die muntspecien in waarde verminderd, met het oogmerk om ze Aldus

in waarde verminderd uit te geven of te doen uitgeven, wordt, als

schuldig aan muntschennis, gestraft met gevangenisstraf van ten hoogste

twaalf jaren. 55

Barangsiapa mengurangi nilai mata uang dengan maksud untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkan mata uang yang telah dikurangi nilainya itu, karena bersalah melakukan perusakan mata uang dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya 12 tahun.

Artinya :

56

Unsur objektif kedua dari tindak pidana yang dimaksudkan di dalam ketentuan pidana yang diatur dalam pasal 246 KUHP ialah unsur mengurangi nilai mata uang. Unsur ini menunjukkan bahwa yang dilarang untuk dilakukan orang di dalam ketentuan pidana yang diatur pasal 246 KUHP ialah perbuatan mengurangi Tindak pidana yang dimaksudkan di dalam ketentuan pidana yang diatur pasal 246 KUHP mempunyai unsur-unsur sebagai berikut :

a. unsur subjektif : dengan maksud untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkan mata uang yang telah dikurangi nilainya; b. unsur-unsur objektif : 1. Barangsiapa;

2. Mengurangi nilai mata uang.

Unsur objektif pertama dari tindak pidana yang dimaksudkan di dalam ketentuan pidana yang diatur pasal 246 KUHP ialah unsur barangsiapa.

Kata “barangsiapa” menunjukkan orang, yang apabila orang tersebut terbukti memenuhi semua unsur dari tindak pidana yang dimaksudkan di dalam ketentuan pidana yang diatur dalam pasal 246 KUHP, maka ia dapat dipandang sebagai pelaku dari tindak pidana tersebut.

55

Engelbrecht, Op.cit.

56

(32)

nilai mata uang. Itu juga berarti tindak pidana yang dimaksudkan di dalam ketentuan pidana yang diatur dalam pasal 246 KUHP merupakan suatu tindak pidana formal, yang sudah dapat dipandang telah selesai dilakukan oleh pelaku, yakni segera setelah pelaku melakukan perbuatan mengurangi nilai mata uang.

Dari kata-kata mata uang orang juga dapat mengetahui bahwa yang dapat menjadi objek dari tindak pidana yang dimaksudkan di dalam ketentuan pidana yang diatur pasal 246 KUHP hanyalah mata uang yang terbuat dari logam, tanpa orang perlu memperhatikan apakah mata uang tersebut terbuat dari logam emas, perak, nikel, tembaga atau alumunium ataupun terbuat dari campuran logam-logam tersebut.

Perbuatan mengurangi nilai mata uang dapat dilakukan dengan cara membuat lubang pada mata uang dan kemudian mengorek keluar sebagian dari logamnya, dengan memotong atau dengan mengikir mata uang, sehingga nilai intrinsic dari mata uang itu menjadi berkurang. 57

Pembentuk undang-undang telah memandang perbuatan mengurangi nilai mata uang itu sebagai tindak pidana yang sifatnya lebih ringan dibandingkan dengan perbuatan memalsukan mata uang, hingga pidana yang diancam bagi pelaku tindak pidana tersebut telah dianggap tidak perlu untuk disamakan dengan pidana yang diancamkan bagi pelaku pemalsuan mata uang.

Dalam praktik kita sering melihat orang menyuruh membuat perhiasan dari mata uang emas. Perbuatan membuat perhiasan dari mata uang emas seperti itu sebenarnya dapat dimasukkan ke dalam pengertian mengurangi nilai mata uang seperti yang dimaksudkan di dalam ketentuan pidana yang diatur dalam pasal 246 KUHP, akan tetapi karena pada orang yang menyuruh membuat perhiasan tersebut tidak terdapat maksud untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkannya sebagai mata uang yang telah dikurangi nilainya, maka yang ia lakukan itu bukan merupakan tindak pidana seperti yang dimaksudkan di dalam ketentuan pidana yang diatur dalam pasal 246 KUHP tersebut.

58

57

Simons, Leerboek II, hlm. 322. 58

(33)

Unsur subjektif dari tindak pidana yang dimaksudkan di dalam ketentuan pidana yang diatur pasal 246 KUHP ialah unsur dengan maksud untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkan mata uang yang telah dikurangi nilainya. Kata “ dengan maksud di atas merupakan bijkomend oogmerk atau maksud lebih lanjut dari pelaku, yang tidak perlu telah terlaksana pada waktu pelaku selesai melakukan perbuatan yang terlarang, yakni pada waktu selesai melakukan perbuatannya mengurangi nilai mata uang, tetapi karena maksud pelaku tersebut merupakan unsur dari tindak pidana tersebut, dengan sendirinya baik penuntut umum maupun hakim harus dapat membuktikan tentang adanya maksud seperti itu pada pelaku.

Jika mereka ternyata tidak dapat membuktikan adanya maksud tersebut pada pelaku, maka dengan sendirinya juga tidak ada alasan bagi mereka untuk menyatakan pelaku terbukti telah melakukan tindak pidana seperti yang didakwakan oleh penuntut umum, hingga hakim harus memberikan putusan bebas bagi pelaku.

Kiranya perlu diperingatkan, bahwa untuk dapat menyatakan terdakwa terbukti mempunyai maksud untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkan itu, hakim tidak perlu menggantungkan diri pada adanya pengakuan dari pelaku, melainkan ia dapat menyimpulkannya dari kenyataan atau keadaan yang ia jumpai selama melakukan pemeriksaan terhadap pelaku.

4. Mengedarkan Uang Rusak (Pasal 247)

Kesengajaan mengedarkan mata uang yang telah dikurangi nilainya oleh pembentuk undang-undang telah dilarang di dalam ketentuan pidana yang diatur pasal 247 KUHP yang rumusan aslinya di dalam bahasa belanda berbunyi sebagai berikut :

Hij die opzettelijk als ongeschonden muntspecien uitgeeft, muntspecien

die hij zelf in waarde heft verminderd of waarvan de schennis hem, toen

hij ze ontving, bekend was, of deze, met het oogmerk om ze als

(34)

binnen Indonesie invoert wordt gestraft met gevengenisstraf van ten

hoogste twaalf jaren. 59

Barangsiapa dengan sengaja mengedarkan sebagai mata uang yang tidak cacat, mata uang yang telah ia kurangi nilainya atau yang kecacatannya telah ia ketahui pada waktu menerimanya ataupun mempunyai dalam persediaan atau memasukkan ke Indonesia mata uang seperti itu, dengan maksud untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkan sebagai mata uang yang tidak cacat, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya dua belas tahun.

Artinya :

60

a. Yang telah ia kurangi nilainya atau Yang dilarang di dalam ketentuan pidana yang diatur pasal 247 KUHP ialah :

1. Kesengajaan mengedarkan sebagai mata uang yang tidak cacat yakni mata uang:

a. yang telah ia kurangi nilainya atau

b. yang kecacatannya telah ia ketahui pada waktu ia menerima mata uang tersebut;

2. Kesengajaan mempunyai dalam persediaan atau memasukkan ke Indonesia mata uang yang telah ia kurangi nilainya, dengan maksud untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkan sebagai mata uang yang tidak cacat.

Tindak pidana pertama dari tindak pidana yang dilarang di dalam ketentuan pidana yang diatur pasal 247 KUHP mempunyai unsur-unsur sebagai berikut :

a. unsur subjektif : Dengan sengaja; b. unsur-unsur objektif : 1. Barangsiapa;

2. mengedarkan sebagai mata uang yang tidak

cacat;

3. Mata uang:

59

Engelbrecht, Op.cit.

60

(35)

b. Yang kecacatannya telah ia ketahui pada waktu ia menerima mata uang

tersebut.

Agar hakim menyatakan terdakwa terbukti memenuhi unsur dengan sengaja ataupun agar hakim dapat menyatakan terdakwa terbukti mempunyai kesengajaan dalam melakukan tindak pidana pertama di atas, ia harus dapat membuktikan tentang :

a. adanya kehendak pada terdakwa untuk mengedarkan sebagai mata uang yang tidak cacat;

b. adanya pengetahuan pada terdakwa bahwa yang ia edarkan itu merupakan mata uang yang telah ia kurangi nilainya atau;

c. adanya pengetahuan pada terdakwa bahwa yang ia edarkan itu merupakan mata uang, yang kecacatannya telah ia ketahui pada waktu ia menerima uang tersebut.

Jika kehendak dan pengetahuan tedakwa ataupun salah satu dari kehendak dan pengetahuan terdakwa tersebut ternyata tidak dapat ia buktikan, maka dengan sendirinya juga tidak ada alasan baginya untuk menyatakan terdakwa terbukti telah memenuhi unsur dengan sengaja yang diisyaratkan di dalam ketentuan pidana yang diatur pasal 247 KUHP, dan ia harus memberikan putusan bebas bagi terdakwa.

Untuk dapat menyatakan terdakwa terbukti mempunyai kehendak dan pengetahuan itu, hakim tidak perlu menggantungkan diri pada adanya pengakuan dari terdakwa, melainkan ia dapat menyimpulkan dari kenyataan yang terungkap di sidang pengadilan yang memeriksa dan mengadili perkara terdakwa, baik dari hal-hal yang diterangkan oleh para saksi maupun dari hal-hal yang diterangkan oleh terdakwa sendiri.

(36)

pidana pertama yang dimaksudkan di dalam pasal 247 KUHP, ia dapat dipandang sebagai pelaku dari tindak pidana tersebut.

Dari kata-kata “mengedarkan sebagai mata uang yang tidak cacat itu” dapat diketahui, bahwa perbuatan tersebut harus dilakukan sendiri oleh pelaku. Akan tetapi, itu berarti di dalamnya tidak terlibat orang lain. Keterlibatan orang lain di dalam perbuatan mengedarkan sebagai mata uang yang tidak cacat itu dapat saja misalnya dalam bentuk medeplegen atau turut melakukan, jika memang dapat dibuktikan bahwa orang tersebut ternyata telah bekerja sama secara fisik dan disadari dengan pelaku, dan ia memang terbukti memenuhi ketentuan pidana yang diatur pasal 247 KUHP, atau sebagai seorang yang uitgelokte jika memang dapat dibuktikan bahwa ia hanyalah merupakan seseorang yang oleh pelaku telah digerakkan untuk melakukan perbuatan tersebut dengan memakai salah satu upaya dari upaya-upaya yang disebutkan secara limitatif di dalam rumusan ketentuan pidana yang diatur pasal 55 ayat (1) angka 2 KUHP, ataupunn sebagai seorang

medeplichtige, jika memang dapat dibuktikan bahwa orang tersebut memang mempunyai maksud untuk memudahkan pelaku melakukan perbuatannya yang terlarang, yakni perbuatan mengedarkan sebagai mata uang yang tidak cacat, mata uang yang telah ia kurangi nilainya ataupun mata uang yang telah ia ketahui kecacatannya pada waktu ia menerima mata uang tersebut.61

3. mata uang yang telah dikurangi nilainya; Tindak pidana kedua dari tindak pidana yang dilarang di dalam ketentuan pidana yang diatur pasal 247 KUHP itu mempunyai unsur-unsur sebagai berikut: a. unsur-unsur subjektif : 1. dengan sengaja;

2. dengan maksud untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkan sebagai mata uang yang tidak cacat;

b. unsur-unsur objektif : 1. Barangsiapa;

2. mempunyai dalam persediaan atau memasukkan ke Indonesia;

61

(37)

Unsur subjektif pertama dari tindak pidana kedua yang dimaksudkan di dalam ketentuan pidana yang diatur pasal 247 KUHP ialah unsur dengan sengaja. Agar seseorang yang didakwa melakukan tindak pidana di atas dapat dinyatakan terbukti memenuhi unsur dengan sengaja, baik penuntut umum maupun hakim harus dapat membuktikan tentang :

a. adanya kehendak pada terdakwa untuk mempunyai dalam persediaan atau memasukkan ke Indonesia mata uang yang telah dikurangi nilainya.

b. adanya pengetahuan pada terdakwa bahwa yang ia punyai dalam persediaan atau yang ia masukkan ke Indonesia itu ialah mata uang yang telah ia kurangi nilainya.

Jika kehendak dan pengetahuan terdakwa ataupun salah satu dari kehendak dan pengetahuan terdakwa tersebut ternyata tidak dapat dibuktikan, maka dengan sendirinya juga tidak ada alasan untuk menyatakan terdakwa terbukti memenuhi unsur sengaja tersebut, dan hakim harus memberikan putusan bebas bagi terdakwa.

Unsur objektif pertama dari tindak pidana kedua yang dimakusdkan di dalam ketentuan pidana yang diatur pasal 247 KUHP ialah unsur barangsiapa. Unsur barangsiapa itu menunjukkan orang, yang apabila orang tersebut terbukti memenuhi semua unsur dari tindak pidana yang diatur pasal 247 KUHP, ia dapat dipandang sebagai pelaku dari tindak pidana tersebut.

Unsur objektif kedua dari tindak pidana kedua yang dimaksudkan di dalam ketentuan pidana yang diatur pasal 247 KUHP ialah unsur mempunyai dalam persediaan atau memasukkan ke Indonesia mata uang yang telah dikurangi nilainya. Orang yang mempunyai mata uang yang dikurangi nilainya dalam persediaan tidaklah perlu merupakan pemilik dari mata uang tersebut, melainkan cukup jika secara nyata menguasai mata uang yang bersangkutan. Dari kata-kata “memasukkan ke Indonesia” kiranya sudah cukup jelas bahwa terdakwa telah memasukkan dari luar Negara Indonesia ke dalam Negara Indonesia, mata uang yang telah dikurangi nilainya.

(38)

untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkan sebagai mata uang yang tidak cacat. Unsur dengan maksud untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkan sebagai mata uang yang tidak cacat tersebut merupakan bijkomend oogmerk atau maksud lebih lanjut dari kehendak terdakwa untuk mempunyai dalam persediaan atau memasukkan ke Indonesia mata uang yang telah dikurangi nilainya. Agar terdakwa dapat disebut sebagai telah selesai melakukan tindak pidananya, maksud untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkan sebagai mata uang yang tidak cacat tersebut tidakah perlu telah terlaksana, pada waktu terdakwa selesai melakukan perbuatannya yang terlarang, yakni mempunyai dalam persediaan atau memasukkan ke Indonesia mata uang yang telah ia kurangi nilainya.

Walaupun maksud terdakwa untuk mengedarkan atau menyuruh mengedarkan sebagai mata uang yang tidak cacat tersebut tidak perlu telah terlaksana pada waktu ia selesai melakukan perbuatannya yang terlarang, yakni mempunyai dalam persediaan atau memasukkan ke Indonesia mata uang yang telah ia kurangi nilainya. Tetapi karena maksud terdakwa itu merupakan unsur dari tindak pidana yang didakwakan kepadanya, dengan sendirinya baik penuntut umum maupun hakim harus dapat membuktikan tentang adanya maksud seperti itu pada diri terdakwa. Jika maksud terebut ternyata tidak dapat dibuktikan, maka dengan sendirinya juga tidak ada alasan untuk menyatakan terdakwa terbukti telah melakukan tindak pidana kedua seperti yang dimaksudkan di dalam ketentuan pidana yang diatur dalam Pasal 247 KUHP, hingga hakim harus memberikan putusan bebas bagi terdakwa.62

Perbuatan-perbuatan dengan sengaja mengedarkan mata uang yang palsu,dipalsukan atau dikurangi nilainya atau dipalsukan di luar hal-hal yang 5. Mengedarkan Uang Rusak , Tidak Asli Atau Dipalsu Yang Lain Dari Pasal 245 dan 247 (Pasal 249)

62

(39)

ditentukan dalam pasal 245 dan pasal 247 KUHP oleh pembentuk undang-undang telah dilarang dan diancam dengan pidana di dalam ketentuan pidana yang diatur pasal 249 KUHP, yang rumusan aslinya dalam bahasa belanda berbunyi sebagai berikut :

Hij die opzettelijk valse, vervalste of geschonden muntspecien of valse of

vervalste munt – of bankbiljetten uitgeeft, wordt, behoudens het bepaalde

in art. 245 en 247, gestraft met gevangenisstaf van ten hoogste vier

maanden en twee weken of geldboete van ten hoogste vier duizend viff

honderd gulden. 63

Barangsiapa dengan sengaja mengedarkan mata uang palsu, yang

dipalsukan atau yang dikurangi nilainya ataupun uang kertas Negara atau uang kertas bank palsu atau yang dipalsukan di luar hal-hal yang

ditentukan dalam pasal 245 dan pasal 247, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya empat bulan dua minggu atau dengan pidana denda setingi-tingginya empat ribu lima ratus rupiah.

Artinya :

64

Seperti hal yang telah diketahui, unsur subjektif dari tindak pidana yang dimaksudkan dalam ketentuan pidana yang diatur pasal 249 KUHP ialah unsur dengan sengaja. Untuk dapat menyatakan seseorang yang didakwa melakukan tindak pidana yang dimaksudkan di dalam ketentuan pidana yang diatur pasal 249

Tindak pidana yang dimaksudkan di dalam ketentuan pidana yang diatur pasal 249 KUHP mempunyai unsur-unsur sebagai berikut:

a. unsur subjektif : dengan sengaja b. unsur-unsur objektif : 1. Barangsiapa; 2. Mengedarkan;

3. Mata uang yang palsu, yang dipalsukan atau yang dikurangi nilainya atau uang kertas Negara atau uang kertas bank yang palsu atau yang dipalsukan.

63

Engelbrecht, Op.cit.

64

(40)

KUHP terbukti memenuhi unsur dengan sengaja, baik penuntut umum maupun hakim harus dapat membuktikan tentang :

a. adanya kehendak pada terdakwa untuk mengedarkan mata uang yang palsu, dipalsukan atau dikurangi nilainya atau uang kertas negara atau uang kertas bank yang palsu atau dipalsukan ;

b. adanya pengetahuan pada terdakwa bahwa yang ia edarkan itu merupakan mata uang yang palsu, yang dipalsukan atau yang dikurangi nilainya atau merupakan uang kertas Negara atau uang kertas bank yang palsu atau dipalsukan. 65

Unsur objektif kedua dari tindak pidana yang dimaksudkan di dalam ketentuan pidana yang diatur pasal 249 KUHP ialah unsur mengedarkan. Unsur ini menunjukkan bahwa perbuatan mengedarkan itu harus dilakukan sendiri oleh Jika kehendak dan pengetahuan terdakwa ataupun salah satu dari kehendak dan pengetahuan terdakwa tersebut ternyata tidak dapat mereka buktikan, maka dengan sendirinya juga tidak ada alasan bagi mereka untuk menyatakan terdakwa terbukti telah memenuhi unsur dengan sengaja tersebut, dan hakim akan memberikan putusan bebas bagi terdakwa.

Untuk dapat menyatakan terdakwa terbukti mempunyai kehendak dan pengetahuan sebagaimana yang dimaksud diatas, hakim tidak perlu menggantungkan diri pada adanya pengakuan terdakwa, melainkan ia dapat menyimpulkannya dari kenyataan yang terungkap di sidang pengadilan yang memeriksa dan mengadili perkara terdakwa, baik yang terungkap dari keterangan yang diberikan mengenai uang kertas Negara atau uang kertas bank yang palsu oleh para saksi maupun dari keterangan terdakwa sendiri.

Unsur objektif pertama dari tindak pidana pasal yang dimaksudkan di dalam ketentuan pidana yang diatur pasal 249 KUHP ialah unsur barangsiapa. Kata “barangsiapa” menunjukkan orang, yang apabila orang tersebut terbukti memenuhi semua unsur dari tindak pidana yang dimaksudkan di dalam ketentuan pidana yang diatur pasal 249 KUHP, maka ia dapat dipandang sebagai pelaku dari tindak pidana tersebut.

65

(41)

pelaku. Akan tetapi, itu tidak berarti orang lain tidak dapat terlibat dalam perbuatan tersebut. Mereka dapat terlibat di dalamnya baik sebagai mededater

(bersama-sama melakukan) , sebagai manus ministra (orang yang disuruh melakukan) 66, sebagai uitgelokte (orang yang dibujuk melakukan)67 ataupun sebagai medeplichtige (membantu melakukan).68

Jika ketentuan pidana yang diatur dalam pasal 249 KUHP dihubungkan dengan hal-hal yang diatur dalam pasal 247 KUHP, maka pelaku dari tindak Unsur objektif ketiga dari tindak pidana yang dimaksudkan di dalam ketentuan pidana yang diatur pasal 249 KUHP ialah unsur mata uang yang palsu, dipalsukan atau dikurangi nilainya atau uang kertas Negara atau uang kertas bank yang palsu atau dipalsukan. Unsur ini menunjukkan dua jenis uang yang dapat dijadikan objek dari perbuatan mengedarkan oleh pelaku, yakni mata uang yang palsu, dipalsukan atau dikurangi nilainya dan uang kertas Negara atau uang kertas bank yang palsu atau dipalsukan.

Unsur objektif keempat dari tindak pidana yang dimaksudkan di dalam ketentuan pidana yang diatur pasal 249 KUHP ialah unsur diluar hal-hal yang ditentukan dalam pasal 245 dan pasal 247 KUHP. Jika ketentuan pidana yang diatur pasal 249 KUHP itu dihubungkan dengan hal-hal yang ditentukan dalam pasal 245 KUHP, maka pelaku tindak pidana yang dimaksudkan di dalam ketentuan pidana yang diatur pasal 249 KUHP haruslah :

a. Bukan merupakan orang yang telah meniru atau memalsukan uang kertas Negara atau uang kertas bank yang ia edarkan;

b. Tidak mengetahui tentang kepalsuan atau pemalsuan dari uang kertas Negara atau uang kertas bank pada waktu ia menerima uang kertas tersebut;

c. bukan merupakan orang yang mempunyai dalam persediaan atau yang memasukkan ke Indonesia, mata uang, uang kertas Negara atau uang kertas bank yang ditiru atau dipalsukan.

66

Ibid, hlm. 582. 67

Ibid, hlm. 606. 68

(42)

pidana yang dimaksudkan di dalam ketentuan pidana yang diatur dalam pasal 249 KUHP itu haruslah :

a. bukan merupakan orang yang telah mengurangi nilai mata uang yang ia edarkan;

b. tidak mengetahui tentang kecacatan mata uang pada waktu ia menerima uang tersebut;

c. bukan merupakan orang yang mempunyai dalam persediaam atau telah memasukkan ke Indonesia mata uang yang telah dikurangi nilainya.

Jika salah satu dari unsur-unsur objektif yang telah dibicarakan di atas ternyata tidak terbukti, maka hakim harus memberikan putusan bebas bagi terdakwa. 69

Memang maksud dibentuknya norma tindak pidana pasal 249 dengan mencantumkan anak kalimat “kecuali berdasarkan pasal 246 dan 247” ditujukan untuk membebani pertanggungjawaban pidana dan mempidana si yang mengedarkan uang tidak asli, uang dipalsu atau uang rusak, yang tidak asli, dipalsu atau rusaknya itu diketahuinya tidak pada saat menerimanya, tapi beberapa waktu setelah itu, kemudian mengedarkannya.70

Perkecualian tersebut di atas itulah yang menyebabkan tindak pidana pasal 249 sifat jahatnya lebih ringan, sebagaimana diketahui dari ancaman pidananya maksimum empat bulan dua minggu penjara atau dengan maksimum Rp 4.500,-. 71

Perbuatan-perbuatan membuat atau mempunyai dalam persediaan bahan-bahan atau alat-alat untuk meniru, memalsukan atau mengurangi nilai mata uang ataupun untuk meniru atau memalsukan uang kertas Negara atau uang kertas bank 6. Membuat Atau Menyimpan Persediaan Benda Atau Bahan Untuk Meniru, Memalsu Uang Atau Mengurangi Nilai Mata Uang (Pasal 250)

69

P.A.F Lamintang, Theo Lamintang. Op.cit., hlm. 195 -197. 70

Wirjono Projodikoro , 2003. Tindak-Tindak Pidana Tertentu Di Indonesia, Penerbit Refika Aditama, Bandung, hlm. 180.

71

(43)

oleh pembentuk undang-undang telah dilarang di dalam ketentuan pidana yang diatur pasal 250 KUHP, yang rumusan aslinya dalam bahasa Belanda berbunyi sebagai berikut.

Hij, die stiffen of voorwerpen vervaardigt of voorhanden heeft, waarvan

hij weet, dat zij berstemd zijn tot het namaken, vervalsen of in waarde

verminderen van muntspecien of het namaken of vervalsen van munt of

bankbiljetten, wordt gestraft met gevangenisstraf van ten hoogste zes

jaren of geldboete van ten hoogste vier duizend en vijf honderd gulden.72

Barangsiapa membuat atau mempunyai dalam persediaan bahan-bahan atau alat-alat, yang diketahui bahwa bahan-bahan atau alat-alat tersebut telah dimaksud untuk meniru, memalsukan atau mengurangi nilai mata uang atau untuk meniru atau memalsukan uang kertas Negara atau uang kertas bank, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya enam tahun atau dengan pidana denda setingi-tingginya empat ribu lima ratus rupiah.

Artinya :

73

72

Engelbrecht, Op.cit.

73

Terjemahan BPHN

Bila rumusan tindak pidana tersebut dirinci, terdapat unsur-unsur sebagai berikut :

Unsur-unsur objekrif: 1. Perbuatannya: a. membuat;

b. mempunyai persediaan;

2. Objeknya: a. bahan;

b. benda;

Unsur Subjektif;

3. yang diketahuinya bahwa itu digunakan :

a. untuk meniru, memalsu, atau mengurangi nilai mata uang;

Referensi

Dokumen terkait

Penggunaan alat bantu eksotik keleton buatan sangat membantu bagi orang tua dalam melakukan latihan dan peniruan, terutama latihan yang mengarahkan dan

Peranan motivasi sangat berpengaruh terhadap hasil belajar siswa, hal ini sejalan dengan pendapat Sardiman (2011) yang menyatakan bahwa hasil belajar akan menjadi

[r]

Tujuan penelitian ini adalah un- tuk menaksir besarnya kemauan membayar pasien rawat jalan terhadap pelayanan kesehatan gigi di MMC UMS dan menguji hipotesis tentang hubungan

Hasil penelitian ini diharapkan bisa menjadi bahan referensi yang berguna bagi seluruh lapisan masyarakat yang haus akan pengetahuan mengenai tradisi yang ada di

Laporan akhir Rancang Bangun Prototype Bucket Wheel Excavator (B.W.E) dengan Sistem Kendali Jarak Jauh bertujuan untuk media peraga dan memodelkan sistem kerja dari

Gaya akibat beban gempa terhadap penulangan utama pada balok dermaga mempunyai pengaruh yang tidak signifikan dibandingkan dengan gaya akibat kombinasi beban tanpa gempa, sehingga

Tehnik bibliotheraphy adalah tehnik yang bisa memberikan pencerahan yang baik bagi siswa yang mengalami gangguan kecemasan, karna dengan tehnik bibliotheraphy siswa