• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Fisik dan Kimia Tepung Can

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Karakteristik Fisik dan Kimia Tepung Can"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK FISIK DAN KIMIA TEPUNG CANGKANG

KIJING LOKAL (Pilsbryoconcha exilis)

YULIA KUSUMA WARDHANI

C34051025

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

(2)

RINGKASAN

YULIA KUSUMA WARDHANI. C34051025. Karakteristik Fisik dan Kimia Tepung Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha exilis). Dibawah bimbingan: NURJANAH dan ASADATUN ABDULLAH.

Kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis) merupakan salah satu komoditas perairan tawar yang memiliki potensi cukup tinggi. Cangkang kijing merupakan limbah padat yang belum dimanfaatkan secara optimal. Selama ini limbah padat yang berupa cangkang hanya dimanfaatkan sebagai salah satu materi hiasan dinding, hasil kerajinan tangan atau sebagai campuran pakan ternak.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari karakteristik fisik dan kimia cangkang serta tepung cangkang kijing dengan ukuran panjang tubuh yang berbeda. Parameter yang diamati meliputi karakteristik fisik cangkang, rendemen, kitin, rendemen tepung, derajat putih, kandungan proksimat, pH, mineral dan penentuan kelarutan mineral tepung cangkang kijing.

Kijing yang diperoleh dari perairan Situ Gede memiliki panjang antara 72-103 mm, tinggi 31-47 mm dan tebal 13-34 mm. Pertambahan ukuran cangkang kijing diikuti dengan pertambahan lebar dan tebal cangkang kijing. Cangkang kijing yang berukuran < 90 mm memiliki warna yang lebih cerah, coklat kekuningan serta memiliki garis-garis pertumbuhan yang terlihat jelas, sedangkan cangkang yang berukuran ≥ 90 mm memiliki warna cenderung gelap, garis-garis pertumbuhan sulit dibedakan. Cangkang kijing untuk semua ukuran mengandung kitin berkisar antara 0,72 % hingga 0,75 %.

Rendemen tepung cangkang kijing yang berukuran < 90 mm lebih besar 20 % dibandingkan dengan kijing yang berukuran ≥ 90 mm. Tepung cangkang kijing memiliki warna yang tidak jauh berbeda satu sama lain yaitu putih kecoklatan. Tepung cangkang kijing yang berukuran < 90 mm memiliki nilai derajat putih 5% lebih putih dibandingkan dengan cangkang yang berukuran ≥ 90 mm. Tepung cangkang kijing memiliki kandungan proksimat yang tidak jauh berbeda untuk berbagai ukuran. Tepung cangkang memiliki kadar air antara 1,19-1,2 %, abu 93,14-93,34 %, protein 1,85-2,31 %, lemak 0,66-0,72 %, karbohidrat by difference 2,62-2,94 % dengan kisaran nilai pH 8,5-8,9.

Tepung cangkang kijing memiliki kandungan mineral berturut-turut dari yang terbesar yaitu kalsium, fosfor dan magnesium. Tepung cangkang yang berukuran < 90 mm mengandung mineral yang lebih tinggi dibandingkan dengan cangkang yang berukuran ≥ 90 mm. Kandungan kalsium pada tepung cangkang yang berukuran < 90 mm 36 % lebih tinggi dibandingkan dengan cangkang yang berukuran ≥ 90 mm. Kelarutan mineral tepung cangkang kijing semakin meningkat seiring menurunnya nilai pH. Kalsium dan fosfor tepung cangkang kijing memiliki nilai kelarutan yang optimum pada pH 2. Cangkang kijing mengandung kitin berkisar antara 0,72 % hingga 0,75 %.

(3)

KARAKTERISTIK FISIK DAN KIMIA TEPUNG CANGKANG

KIJING LOKAL (Pilsbryoconcha exilis)

YULIA KUSUMA WARDHANI C34051025

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada

Departemen Teknologi Hasil Perairan

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

(4)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : KARAKTERISTIK FISIK DAN KIMIA TEPUNG CANGKANG KIJING TAIWAN (Pilsbryoconcha exilis)

Nama : Yulia Kusuma Wardhani

NRP : C34051025

Departemen : Teknologi Hasil Perairan

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Ir. Nurjanah, MS Asadatun Abdullah S.Pi,M.Si

NIP 195910131986012002 NIP 198304052005012001

Mengetahui,

Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan

Dr. Ir. Linawati Hardjito, M.Sc NIP. 196205281987032003

(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis. Tak lupa shalawat serta salam untuk Nabi besar Muhammad SAW, serta sahabat dan keluarga yang telah memberikan semangat kepada penulis sehingga skripsi sebagai tugas akhir yang berjudul Karakteristik Fisik dan Kimia Tepung Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha exilis) dapat

diselesaikan dengan baik.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan ini, terutama kepada:

1. Ibu Ir Nurjanah MS dan Ibu Asadatun Abdullah S.Pi.,M.Si., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan tugas akhir ini.

2. Bapak Uju S.Pi., M.Si. dan Ibu Ir. Anna C Erungan, MS selalu dosen penguji yang telah memberikan saran dan bimbingan dalam penyusunan tugas akhir ini.

3. Ibu Dr. Ir. Linawati Hardjito M.Sc selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan.

4. Bapak Dr. Agoes M. Jacoeb selaku komisi pendidikan Departemen Teknologi Hasil Perairan.

5. Babehku Suyanto, mamahku Lela Nurmala, kakakku Wulan dan kedua adikku Bondan dan Hardi yang telah memberikan kasih sayang dan semangat yang luar biasa.

6. Rodi, Anne dan Pur (Kijing’ers) atas kebersamaannya.

7. Dan Pratisari, Inka Santika, Irma Soraya dan A Galih Hardita atas semangat, bantuan dan dukungan yang selalu diberikan. “Maaf selalu merepotkan”. 8. Adrian dan warga sekitar Situ Gede yang telah membantu proses pengambilan

sampel.

(6)

10.Ibu Sri, Bapak Diki, Bapak Yogi, Mba Vindi dan seluruh laboran Departemen Teknologi Industri Pertanian yang telah banyak membantu melakukan analisis.

11.Mba Aal dan K Moki (THP 40), Kakak-kakak kelasku THP 41 : Mba Estrid, K Anim, K Anang, Mba Ika, Gilang, Windy, K Dede. Teman-temanku : Ary, Dewi, Ifa, Junide, Ance, Fuad, Ipank, Ticil, Uut, Tika. Adik-adik kelasku THP 43 : Uu, Nanda, Roma, Dwi, Saeful. Kawan-kawanku : Dika (PSP 42), Arya (ITP 42), Vivin (THH 42).

12.Keluarga besar THP, staf dosen dan Tata Usaha (TU) serta teman-temanku THP 40, 41, 42, 43 dan 44 yang telah memberikan semangat.

13.Keluarga besar Sentral Edukatif: Mba Susan, Mas Feby, Mba Ana, Mba Erphy, Mba Enenk, Mba Marisa, Mba Aini, Mba Arti, Mas Rifky, Mas Luqman, Mas Idank dan adik-adik yang selalu memberikan semangat.

14.Keluarga besar “Kostan Kawah Kelud”, Pak Tyo, Mas Aris, Mas Alfa, Mba Ulfa, Mba Ila, Mba Ika, Mba Ting-ting, K Ali, Fa’i, Eto’o, Dedy, Dan, Tyas, Sapek, Yoga, Ikka, Jo, dan Keluarga besar Bapak Sugandhi.

Penulis menyadari bahwa penulisan tugas akhir ini belum sempurna. Oleh sebab itu, kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sangat diharapkan. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, September 2009

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Majalengka pada tanggal 26 Juli 1987, dari ayah yang bernama Suyanto dan ibu bernama Lela Nurmala. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara.

Pendidikan formal yang ditempuh penulis dimulai dari SD Kebon Baru VII Cirebon dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 1 Cirebon dan lulus pada tahun 2002. Pendidikan selanjutnya ditempuh di SMU Negeri 2 Cirebon dan mendapatkan kelulusan pada tahun 2005. Pada tahun 2005, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI. Pada tahun 2006 penulis diterima di Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Selama menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif di organisasi kemahasiswaan, diantaranya Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil Perikanan (HIMASILKAN) 2006/2007 sebagai anggota divisi abdi masyarakat, Fisheries Processing Club (FPC) 2007/2008 sebagai anggota divisi hubungan

masyarakat, Fisheries Processing Club (FPC) 2008/2009 sebagai anggota.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian dengan judul Karakteristik Fisik dan Kimia Tepung Cangkang Kijing Lokal

(Pilsbryoconcha exilis) dengan dosen pembimbing yaitu Ir. Nurjanah, MS dan

(8)

DAFTAR ISI 2.1Kijing Lokal (Pilsbryoconcha exilis) ... 4

2.2Cangkang Kijing Lokal (P. exilis)... 5

2.3.5 Dampak kekurangan dan kelebihan kalsium... 9

2.4Fosfor ... 9

2.4.1 Sumber-sumber fosfor ... 10

2.4.2 Kegunaan fosfor dalam tubuh ... 10

2.4.3 Kebutuhan fosfor ... 10

2.4.4 Dampak kekurangan dan kelebihan fosfor... 10

2.5Magnesium ... 11

2.5.1 Sumber-sumber magnesium ... 11

2.5.2 Kegunaan magnesium dalam tubuh... 11

2.5.3 Kebutuhan magnesium... 11

2.5.4 Dampak kekurangan dan kelebihan magnesium ... 11

2.6Atomic Absorption Spectroscopy ... 12

3. METODOLOGI 3.1Waktu dan Tempat ... 13

3.2Alat dan Bahan ... 13

3.3Metode Penelitian... 14

3.3.1 Persiapan sampel ... 14

3.3.2 Pembuatan tepung cangkang kijing ... 15

3.4Pengamatan ... 16

3.4.1 Karakterisasi fisik ... 16

(9)

3.4.1.2Karakterisasi fisik tepung cangkang kijing ... 16

(1)Pengukuran rendemen ... 16

(2)Derajat putih ... 17

3.4.2 Karakterisasi kimia ... 17

3.4.2.1Karakterisasi kimia cangkang kijing... 17

3.4.2.2Karakterisasi kimia tepung cangkang kijing ... 18

(1)Kadar air ... 18

(2)Kadar abu ... 18

(3)Kadar protein ... 19

(4)Kadar lemak ... 19

(5)Nilai pH ... 20

(6)Kadar kalsium dan magnesium ... 20

(7)Kadar fosfor ... 21

(8)Mineral terlarut ... 22

3.5Analisis Data ... 23

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1Karakteristik Fisik ... 24

4.1.1 Karakteristik fisik cangkang kijing (P. exilis)... 24

4.1.2 Rendemen tubuh kijing (P. exilis) ... 25

4.1.3 Rendemen cangkang kijing (P. exilis) ... 26

4.1.4 Karakteristik fisik tepung cangkang kijing (P. exilis) .. 27

4.1.4.1Rendemen... 27

4.1.4.2Derajat putih ... 27

4.2Karakteristik Kimia ... 28

4.2.1 Karakteristik kimia cangkang kijing (P. exilis)... 28

4.2.2 Karakteristik kimia tepung cangkang kijing (P. exilis) ... 28

4.2.2.1 Kandungan proksimat ... 28

4.2.2.1.1 Air ... 28

4.2.2.1.2 Abu ... 29

4.2.2.1.3 Protein ... 29

4.2.2.1.4 Lemak... 30

4.2.2.1.5 Karbohidrat by difference ... 30

4.2.2.2 pH... 30

4.2.2.3 Mineral ... 31

4.2.2.3.1 Kalsium ... 31

4.2.2.3.2 Magnesium ... 32

4.2.2.3.3 Fosfor ... 33

4.2.2.4 Mineral terlarut ... 33

5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1Kesimpulan ... 36

5.2Saran ... 36

DAFTAR PUSTAKA ... 37

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Teks Halaman

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Teks Halaman

1. Kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis) ... 4

2. Cangkang kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis) ... 6

3. Diagram alir prosedur persiapan sampel ... 14

4. Diagram alir prosedur pembuatan tepung cangkang kijing ... 16

5. Rendemen tubuh kijing ... 25

6. Rendemen cangkang kijing ... 26

7. Grafik kelarutan kalsium tepung cangkang kijing ... 34

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

3. Hasil uji-t rendemen cangkang kijing ... 45

4. Data ukuran cangkang kijing 4a. Ukuran cangkang kijing ≥ 90 mm... 46

4b. Ukuran cangkang kijing < 90 mm... 47

5. Data tepung cangkang kijing 5a. Berat tepung yang dihasilkan ... 48

5b. Hasil uji-t rendemen tepung cangkang kijing ... 48

6. Data derajat putih tepung cangkang kijing 6a. Derajat putih tepung cangkang ukuran < 90 mm ... 49

6b. Derajat putih tepung cangkang ukuran ≥ 90 mm... 49

6c. Hasil uji-t derajat putih tepung cangkang kijing ... 49

7. Data kadar air tepung cangkang kijing 7a. Data kadar air tepung cangkang ukuran < 90 mm ... 50

7b. Data kadar air tepung cangkang ukuran ≥ 90 mm... 50

7c. Hasil uji-t kadar air tepung cangkang kijing ... 50

8. Data kadar abu tepung cangkang kijing 8a. Data kadar abu tepung cangkang ukuran < 90 mm... 51

8b. Data kadar abu tepung cangkang ukuran ≥ 90 mm... 51

8c. Hasil uji-t kadar abu tepung cangkang kijing ... 51

9. Data kadar protein tepung cangkang kijing 9a. Data kadar protein tepung cangkang kijing <90 mm ... 52

9b. Data kadar protein tepung cangkang kijing ≥90 mm... 52

9c. Hasil uji-t kadar protein tepung cangkang kijing ... 52

10. Data kadar lemak tepung cangkang kijing 10a. Data kadar lemak tepung cangkang kijing< 90 mm... 53

10b. Data kadar lemak tepung cangkang kijing≥ 90 mm... 53

10c. Hasil uji-t kadar lemak tepung cangkang kijing ... 53

11. Hasil uji-t karbohidrat tepung cangkang kijing ... 54

12. Data pH tepung cangkang kijing 12a. Data pH tepung cangkang kijing ... 54

12b. Hasil uji-t pH tepung cangkang kijing ... 54

13. Data profil mineral tepung cangkang kijing ... 55

(13)

15. Hasil uji-t magnesium tepung cangkang kijing ... 55 16. Hasil uji-t fosfor tepung cangkang kijing ... 56 17. Data kelarutan mineral tepung cangkang kijing ... 56 18. Data kandungan kitin cangkang kijing

(14)

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kecukupan pangan merupakan suatu usaha pemenuhan kebutuhan tubuh dalam rangka memenuhi kebutuhan gizi. Pemenuhan kebutuhan gizi dapat diperoleh dengan mengkonsumsi bahan pangan yang mengandung karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral. Konsumsi pangan merupakan faktor utama untuk memenuhi kebutuhan gizi yang selanjutnya bertindak menyediakan energi bagi tubuh, mengatur proses metabolisme, memperbaiki jaringan tubuh serta untuk pertumbuhan (Winarno 1992).

Mineral merupakan salah satu komponen yang dibutuhkan oleh makhluk hidup dan dikenal sebagai zat anorganik. Berdasarkan kegunaannya dalam aktivitas kehidupan, mineral terbagi menjadi dua golongan yaitu mineral esensial dan non esensial (Muchtadi et al. 1993). Salah satu contoh mineral esensial adalah kalsium. Konsumsi kalsium yang kurang akan menyebabkan osteomalasia dan apabila keseimbangan kalsium negatif dapat mengakibatkan osteoporosis (Winarno 1992).

Analisis data risiko osteoporosis yang dilakukan oleh Puslitbang Gizi Depkes bekerja sama dengan Fonterra Brands Indonesia yang dipublikasikan tahun 2006 menunjukkan bahwa 2 dari 5 orang Indonesia memiliki risiko osteoporosis. Hal ini didukung oleh Indonesian White Paper yang dikeluarkan Perhimpunan Osteoporosis Indonesia (Perosi) pada tahun 2007, osteoporosis pada wanita di atas 50 tahun mencapai 32,3 % sementara pada pria di atas 50 tahun mencapai 28,8 %. Data yang dikeluarkan International Osteoporosis Foundation (IOF) memprediksikan pada tahun 2050 sebanyak 50 % kasus patah tulang panggul akan terjadi di Asia (Depkes 2008).

(15)

Kalsium yang digunakan untuk memenuhi asupan di dalam tubuh dapat berasal dari susu, ekstrak tulang hewan dan batu-batuan. Kalsium dari susu yang dipisahkan dari ekstraksi kalsium memiliki kualitas yang bagus dan mudah diserap tubuh, namun kalsium dari bahan ini sangat mahal karena sulit didapat dan rendemennya sangat rendah. Kalsium yang berasal dari ekstrak tulang hewan memiliki kualitas yang cukup bagus serta mudah diperoleh namun diragukan kehalalannya karena kalsium yang berasal dari ekstrak tulang hewan ini dapat diperoleh dari hewan yang tidak halal. Kalsium yang bersumber dari batu-batuan memiliki kualitas rendah karena sulit dicerna tubuh manusia serta dapat menimbulkan efek samping yang kurang bagus bagi tubuh yaitu pengapuran (Wahid 2007).

Kalsium dapat juga diperoleh dari komoditas perairan. Perairan Indonesia memiliki keanekaragaman sumber daya perikanan yang potensial, baik dari perairan tawar maupun laut. Salah satu komoditas perairan tawar yang memiliki potensi sebagai sumber kalsium yaitu cangkang kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis). Kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis) merupakan salah satu komoditas perairan tawar yang digemari masyarakat. Suwignyo et al. (1984) menyebutkan bahwa kijing merupakan sumber protein hewani yang cukup murah sehingga banyak dikonsumsi masyarakat. Kijing yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat memiliki ukuran panjang tubuh < 90 mm hingga ≥ 90 mm. Banyaknya konsumsi kijing menghasilkan limbah padat yang cukup tinggi. Cangkang kijing merupakan limbah padat yang belum dimanfaatkan secara optimal. Selama ini limbah padat yang berupa cangkang hanya dimanfaatkan sebagai salah satu materi hiasan dinding, hasil kerajinan atau sebagai campuran pakan ternak.

(16)

dan tepung tulang ikan patin memiliki kandungan kalsium sebesar 26 % (Tababaka 2004).

Penelitian ini penting dilakukan karena kijing merupakan komoditas perairan tawar yang disukai masyarakat namun limbah padat yang berupa cangkang belum dimanfaatkan secara optimal. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi mengenai komposisi kimia, meliputi proksimat, pH, mineral serta kelarutan mineral, pada cangkang kijing lokal.

1.2. Tujuan

(17)

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Klasifikasi Kijing Lokal (Pilsbryoconcha exilis)

Jenis kerang, tiram dan moluska lainnya yang memiliki dua keping cangkang disebut bivalvia dan termasuk ke dalam kelas Pelecypoda. Kaki biasanya berbentuk seperti baji (Yunani: pelekys, kampak; dan podos, kaki), insang tipis berbentuk seperti papan. Sebagian besar anggota dari kelas Pelecypoda hidup di laut, akan tetapi beberapa jenis kerang dijumpai di perairan tawar (Sugiri 1989). Salah satu kerang air tawar yang memiliki ukuran yang cukup besar adalah kijing lokal (Pilsbryconcha exilis). Klasifikasi kijing lokal (Pilsbryconcha exilis) menurut Hickman dan Hickman (1979), diacu dalam Suwignyo et al. (1984) adalah sebagai berikut,

Kingdom : Animalia Filum : Mollusca Kelas : Pelecypoda Sub kelas : Lamellibranchia Ordo : Schizodonta Famili : Unionidae Genus : Pilsbryoconcha Spesies : Pilsbryoconcha exilis

Gambar 1. Kijing lokal (Pilsbryconcha exilis)

(18)

(Sugiri 1989). Lingkungan hidup yang cocok adalah dasar perairan berupa lumpur dengan pasir yang membentuk lapisan tanah yang tidak padat (Hickman 1967, diacu dalam Suhardjo et al. 1977). Kijing dapat hidup dengan baik pada suhu air berkisar antara 11-29 ºC dengan derajat keasaman (pH) antara 4,8-9,8 (Willbur dan Yonge 1964, diacu dalam Suhardjo et al. 1977). Bagian anterior berbentuk oval sedangkan bagian posteriornya agak menyempit dan panjang tubuhnya berkisar antara 5-10 cm (Sugiri 1989).

Tubuh kijing terletak di dalam cangkang yang terdiri atas: (1) massa viseral, terletak melekat di bagian dorsal dan terdapat alat tubuh; (2) kaki berotot merupakan bagian anteroventral massa viseral; (3) insang ganda, melekat dan terletak di kanan dan kiri kaki; (4) mantel terdiri atas dua bagian berupa selaput tipis yang melekat pada permukaan dalam cangkang. Bagian posterior memiliki sifon inkuren (ventral) dan ekskuren (dorsal). Otot aduktor anterior dan aduktor posterior yang berfungsi untuk menutup cangkang terletak pada bagian dorsal. Otot retraktor terletak di dekat masing-masing otot aduktor yang berfungsi untuk menarik kaki ke dalam. Otot protraktor anterior yang berfungsi membantu menjulurkan kaki terletak di sebelah medial otot aduktor anterior (Sugiri 1989).

2.2. Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha exilis)

Cangkang kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis) terdiri atas dua bagian, yang sama besar dan terletak di sebelah lateral. Cangkang menyatu di bagian dorsal akibat adanya ligamen sendi yang terdapat diantara dua cangkang tersebut. Cangkang bagian dorsal memiliki gigi sendi yang bekerja sebagai sendi dan umbo, yaitu bagian yang menonjol dan merupakan bagian yang tertua. Umbo memiliki garis-garis konsentris yang merupakan garis pertumbuhan (Sugiri 1989). Garis pertumbuhan adalah garis yang menggambarkan jarak dari fase titik terjadinya pertumbuhan yang baik dengan fase tidak terdapatnya pertumbuhan pada cangkang (Hegner 1956, diacu dalam Suhardjo et al. 1977). Garis tersebut terbentuk karena pengaruh perubahan lingkungan seperti turunnya permukaan air, terjadinya arus dan lain-lain (Pennak 1953, diacu dalam Suhardjo et al. 1977).

(19)

kristal kalsium karbonat; dan (c) lapisan mutiara, berupa lapis-lapis kalsium karbonat yang bersifat mengkilat. Kedua lapis pertama dibentuk oleh tepi mantel sedangkan lapisan mutiara dibentuk oleh seluruh permukaan mutiara (Sugiri 1989). Warna cangkang pada umumnya kehijau-hijauan atau

kecoklat-coklatan dengan bercak-bercak putih (Suhardjo et al. 1977).

Kijing dapat menghasilkan mutiara dan proses pembentukan mutiara terjadi apabila ada benda asing yang masuk ke dalam lapisan mantel, sebagai kegiatan penolakan dan untuk melindungi dirinya. Benda asing tesebut akan dibungkus dalam suatu kantong yang terbentuk karena proses pertumbuhan ephithelium mantel yang secara terus-menerus melapisi benda asing tesebut, sehingga terbentuklah mutiara (Buchsbaum 1938, diacu dalam Suwignyo et al. 1984).

Cangkang kijing tersusun atas kalsium karbonat. Putra (2008) menyebutkan bahwa sebagian besar struktur cangkang bivalvia tersusun atas kalsium karbonat dan sebagian kecil terdiri dari fosfat. Karnkowska (2004) menunjukkan bahwa kandungan kalsium yang terdapat pada cangkang bivalvia sebesar 37 %. Cangkang moluska (bivalvia) juga mengandung magnesium, stronsium dan mangan (Gregoire 1972). Kandungan kalsium pada cangkang bivalvia lebih tinggi apabila dibandingkan dengan tepung tulang ikan.

(20)

2.3. Kalsium

Kalsium merupakan unsur kelima dan kation terbanyak di dalam tubuh manusia. Tubuh orang dewasa memiliki kalsium sebanyak 1,0-1,4 kg atau sekitar 2 % dari berat badan. Kalsium terkonsentrasi sebagian besar dalam tulang rawan dan gigi, sisanya terdapat dalam cairan tubuh dan jaringan lunak (Winarno 1992). Tulang merupakan jaringan fisiologis utama bagi pengadaan kalsium untuk kontrol homeostatik yang berfungsi sebagai komponen struktur atau penunjang tubuh. Perbandingan antara kalsium dan fosfor di dalam tulang hampir selalu tetap yaitu 2:1 (Nasoetion et al. 1994).

2.3.1. Sumber – sumber kalsium

Susu dan hasil olahannya serta sayur-sayuran merupakan sumber kalsium. Sayuran yang berdaun hijau, biji kacang, kedelai dan siput laut adalah sumber kalsium yang sangat baik. Buah jeruk dan kebanyakan kacang-kacangan mengandung mineral yang cukup tinggi. Jika dimakan dalam jumlah banyak, padi-padian, akar-akaran dan umbi-umbian meskipun merupakan sumber kalsium

yang kecil tetapi dapat memenuhi kebutuhan yang diperlukan (Nasoetion et al. 1994). Bahan pangan yang banyak mengandung kalsium adalah

susu, keju, serealia, kacang-kacangan, kelapa, sayuran berdaun hijau, rumput laut

dan ikan (terutama ikan kecil yang dimakan bersama tulangnya) (Muchtadi et al. 1993).

2.3.2. Kegunaan kalsium dalam tubuh

(21)

ketegaran kerangka tubuh, mengentalkan darah serta membantu regulasi aktivitas otot-otot kerangka, jantung dan jaringan-jaringan lain (Muchtadi et al. 1993). 2.3.3. Kebutuhan kalsium

Keperluan kalsium dalam tubuh biasanya dihitung dengan keseimbangan kalsium, kira-kira sama dengan yang digunakan untuk menghitung keseimbangan nitrogen (Winarno 1992). Bayi berusia 0-6 bulan memerlukan sekitar 200 mg kalsium sedangkan bayi berusia 7-11 bulan memerlukan asupan kalsium 280-300 mg sehari. Balita hingga anak-anak membutuhkan asupan kalsium rata-rata sekitar 500-750 mg per hari. Masa remaja merupakan masa terjadinya puncak penumpukan kalsium untuk pembentukan tulang sehingga rata-rata asupan kalsium untuk usia remaja yaitu 1000 mg/hari. Usia dewasa memerlukan asupan kalsium rata-rata 800 mg/hari sedangkan kelompok usia 50 tahun memerlukan asupan kalsium rata-rata 1000 mg/hari karena mulai terjadi pengeroposan tulang dan penyerapan mulai menurun (Soekarti dan Kartono 2004).

2.3.4. Penyerapan kalsium

Penyerapan kalsium berkaitan dengan kebutuhan tubuh dan adanya fosfor, vitamin D, laktosa, asam hidroklorat dalam getah pencerna perut dan vitamin C serta asam amino dalam usus kecil (Nasoetion et al. 1994). Penyerapan kalsium terjadi pada bagian atas usus kecil tepat setelah lambung. karena garam kalsium lebih larut dalam asam (Winarno 1992).

Kalsium diserap usus melalui pengangkutan aktif, artinya pengangkutan tersebut terjadi dengan cara melewati suatu perbedaan konsentrasi. Energi vitamin D dibutuhkan untuk pengangkutan aktif kalsium dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan kalsium. Penyerapan paling aktif terjadi pada saat kebutuhan kalsium meningkat, misalnya pada periode pertumbuhan, kehamilan dan laktasi (Nasoetion et al. 1994). Penyerapan kalsium sangat bervariasi tergantung umur dan kondisi badan. Penyerapan kalsium yang dicerna pada masa kanak-kanak berkisar antara 50-70 %, sedangkan pada masa dewasa hanya sekitar 10-40 % (Winarno 1992).

(22)

kalsium (70-90 %) yang dibuang tubuh dikeluarkan bersama tinja pada organ tubuh ginjal (Nasoetion et al. 1994).

2.3.5. Dampak kekurangan dan kelebihan kalsium

Kadar kalsium yang tinggi dalam serum dan urin akan menyebabkan keadaan hiperparatiroid (pembesaran kelenjar paratiroid), hiperkalsiuria (banyaknya kalsium yang terkandung dalam urin) dan pembentukan batu ginjal (Nasoetion et al. 1994). Kekurangan kalsium dapat terjadi apabila konsumsi kalsium rendah sehingga mengakibatkan osteomalasia, sedangkan apabila

keseimbangan kalsium negatif dapat mengakibatkan osteoporosis (Winarno 1992).

Kekurangan kalsium dapat mengakibatkan rakhitis, merupakan penyakit yang ditandai dengan adanya gangguan kalsifikasi pada tulang dan dipengaruhi oleh jumlah kapur dalam makanan (Nasoetion et al. 1994). Apabila kadar kalsium dalam darah menurun, maka keseimbangan diperoleh dengan mengambil cadangan dari tulang-tulang dan gigi. Keadaan ini menyebabkan keropos tulang (osteoporosis) dan gigi geligi tanggal (Nasoetion et al. 1994).

2.4. Fosfor

Fosfor merupakan mineral kedua terbanyak setelah kalsium. Jumlah fosfor rata-rata dalam tubuh pria dewasa 700 gram. Fosfor terkandung di dalam kerangka tulang sekitar 95 % sebagai mineral tulang, kalsium fosfat dan hidroksiapatit. Fosfor terdapat di dalam jaringan keras (80 %) dan jaringan lunak (20 %). Kadar fosfor dalam plasma berkisar 3,5 mg/100 ml plasma dan apabila butir darah merah termasuk maka total fosfor dalam darah antara 30-40 mg/100 ml darah (Nasoetion et al. 1994).

(23)

2.4.1. Sumber-sumber fosfor

Fosfor terdapat di dalam bahan pangan dengan kadar protein tinggi seperti daging, unggas, ikan, telur, air susu hewan dan hasil olahannya. Biji-bijian terutama bagian lembaganya dan biji-bijian yang utuh (pecah kulit) juga banyak mengandung fosfor (Nasoetion et al. 1994). Bahan pangan yang kaya akan kalsium juga kaya akan fosfor. Fosfor pada bahan pangan terdapat dalam berbagai bahan organik dan anorganik. Enzim dalam saluran pencernaan membebaskan fosfor yang anorganik dari ikatannya dengan bahan organik (Winarno 1992). 2.4.2. Kegunaan fosfor dalam tubuh

Fosfor merupakan bagian senyawa energi tinggi ATP yang diperlukan dalam memasok energi untuk kegiatan seluler. Fosfor diperlukan pada proses oksidasi karbohidrat dalam pembentukan ATP karena fosforilasi merupakan langkah yang harus dilalui dalam metabolisme monosakarida (Nasoetion et al. 1994). Fosfor memiliki peranan yang mirip dengan kalsium yaitu untuk pembentukan tulang dan gigi serta penyimpanan dan pengeluaran energi (Winarno 1992).

Fosfor sebagai fosfat memainkan peranan dalam struktur dan fungsi semua sel tubuh. Fosfor dapat ditemukan di dalam setiap sel, tetapi sebagian besar (kira-kira 80 % dari total) bergabung dengan kalsium dalam tulang dan gigi. Fosfor berperan dalam kontraksi otot, syaraf dan metabolisme otak (Nasoetion et al. 1994). 2.4.3. Kebutuhan fosfor

Bayi berusia 0-6 bulan memperoleh asupan fosfor dari ASI sekitar 100 mg/hari, sedangkan bayi berusia 7-11 bulan memerlukan asupan fosfor rata-rata 225 mg/hari. Balita memerlukan fosfor sebanyak 400 mg/hari dan remaja memerlukan fosfor sebanyak 1100 mg/hari. Dewasa hingga kelompok usia diatas 50 tahun memerlukan asupan fosfor rata-rata sebanyak 600 mg/hari (Soekarti dan Kartono 2004).

2.4.4. Dampak kekurangan dan kelebihan fosfor

(24)

fosfat menyebabkan rakhitis pada anak dan osteomalasia pada orang dewasa (Nasoetion et al. 1994).

2.5. Magnesium

Magnesium merupakan kation nomor dua paling banyak setelah natrium di dalam cairan interselular. Magnesium terlibat dalam berbagai proses metabolisme. Sebanyak 60 % dari 20-28 mg magnesium di dalam tubuh terdapat di dalam tulang dan gigi, 26 % di dalam otot dan selebihnya di dalam jaringan lunak lainnya serta cairan tubuh (Almatsier 2006).

2.5.1. Sumber-sumber magnesium

Sumber utama magnesium adalah sayuran hijau, biji-bijian, kacang-kacangan, daging, susu dan coklat (Almatsier 2006). Sebagian besar serealia seperti gandum dan gandum hitam juga merupakan sumber magnesium. Kandungan magnesium pada gandum lebih rendah dibandingkan kandungan magnesium pada gandum hitam (McDowell 1992).

2.5.2. Kegunaan magnesium dalam tubuh

Magnesium berfungsi sebagai aktivator enzim peptidase dan enzim lain yang memecah gugus, meningkatkan tekanan osmotik serta membantu mengurangi getaran otot (Budiyanto 2002). Magnesium berperan dalam transmisi saraf, kontraksi otot dan pembekuan darah di dalam cairan sel ekstraselular. Magnesium memiliki peranan yang berlawanan dengan kalsium. Kalsium merangsang kontraksi otot sedangkan magnesium mengendorkan otot, kalsium mendorong penggumpalan darah sedangkan magnesium mencegahnya (Almatsier 2006). 2.5.3. Kebutuhan magnesium

Bayi berusia 0-6 bulan memperoleh asupan magnesium dari ASI sebanyak 25 mg/hari sedangkan balita membutuhkan asupan magnesium rata-rata 60-80 mg/hari. Remaja memerlukan asupan magnesium rata-rata 180-230 mg/hari dan usia dewasa membutuhkan asupan magnesium rata-rata sebesar 240-270 mg/hari (Soekarti dan Kartono 2004).

2.5.4. Dampak kekurangan dan kelebihan magnesium

(25)

pada penyakit gagal ginjal (Almatsier 2006). Kekurangan magnesium dapat mempengaruhi fungsi jantung melalui perubahan konsentrasi kalium, natrium dan kalsium di dalam cairan ekstraselular dan intraselular (McDowell 1992).

2.6. Atomic Absorption Spectroscopy (AAS)

Atomic Absorption Spectroscopy atau spektroskopi serapan atom merupakan

suatu metode yang digunakan untuk penentuan unsur-unsur logam dan metaloid (Chasteen 2007). Analisis unsur dengan panjang gelombang pada daerah sinar tampak seperti Ca, K, Na, Mg, P dan sebagainya dapat dilakukan dengan cara spektroskopi serapan atom dan spektroskopi emisi nyala. Spektroskopi serapan atom mengukur radiasi yang diserap oleh atom-atom yang tidaak tereksitasi sedangkan pada spektroskopi emisi nyala yang diukur adalah radiasi yang dipancarkan dengan panjang gelombang tertentu oleh atom-atom yang tereksitasi (Nur 1989).

Prinsip pemeriksaan spektrofotometer serapan atom yaitu molekul sampel diubah menjadi atom-atom bebas dengan bantuan nyala atau flame. Atom-atom akan mengabsorbsi cahaya yang sesuai dengan panjang gelombang dari atom tersebut dan intensitas cahaya yang diserap sebanding dengan panjang gelombang dari atom tersebut serta intensitas cahaya yang diserap sebanding dengan banyaknya cahaya (Susanto 2008).

(26)

3. METODOLOGI

3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret hingga Mei 2009. Preparasi sampel dilaksanakan di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Uji proksimat yang meliputi kadar air, kadar abu, kadar lemak dan kadar protein, serta pengujian kandungan kitin dilaksanakan di Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Analisis kadar mineral (kalsium, fosfor dan magnesium) dilakukan di Laboratorium Teknologi dan Manajemen Lingkungan, Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian.

3.2. Alat dan Bahan

Peralatan yang dibutuhkan pada tahap persiapan sampel dan pembuatan tepung meliputi penggaris, timbangan digital, baskom, pisau, tampah, kompor listrik, oven, gelas piala 1 L dan mortar. Bahan utama yang digunakan adalah kijing lokal yang diperoleh dari Situ Gede.

Peralatan yang digunakan untuk uji proksimat meliputi oven, desikator, timbangan digital, cawan porselen, tanur pengabuan, labu soxhlet, kapas wool atau kertas saring, labu kjeldahl 100 ml, pemanas listrik/alat destruksi dan buret 10 ml. Pelarut dan pereaksi yang digunakan untuk uji proksimat yaitu hekasana, campuran katalis selen, etanol 95%, asam borat (H3BO3) 2%, NaOH, H2SO4 pekat dan akuades.

Peralatan yang digunakan untuk analisis kadar kalsium, fosfor dan magnesium terdiri atas gelas piala, timbangan digital, labu takar, pipet volumetrik, labu kjeldahl 100 ml, alat destruksi, kertas saring whatman, corong, kuvet, spektrofotometer dan AAS. Bahan kimia dan pelarut yang digunakan meliputi asam nitrat, HNO3, HClO4, HCl, amonium molibdat, amonium vanadat, asam nitrat pekat, akuades, indikator merah metil, NH4OH, amonium oksalat, akuades, amonium fosfat, HCl dan asam molibdat.

(27)

3.3. Metode Penelitian

Tahapan penelitian meliputi persiapan sampel kijing dan pengamatan untuk mengetahui karakteristik fisik cangkang kijing, pembuatan tepung cangkang kijing, kemudian dilakukan analisis untuk mengetahui karakteristik fisik dan kimia dari tepung cangkang kijing.

3.3.1. Persiapan sampel

Sampel berupa kijing lokal (Pilsbryoconcha exilis) diperoleh dari perairan tergenang Situ Gede. Kijing yang telah diperoleh kemudian ditimbang bobotnya dan diukur panjang tubuhnya. Kijing yang telah dihitung bobot tubuh dan panjangnya kemudian dipisahkan daging, jeroan serta cangkang untuk dihitung rendemennya. Cangkang yang telah ditimbang kemudian dikelompokkan berdasarkan ukurannya yaitu ukuran < 90 mm dan ≥ 90 mm. Pembagian kelompok ukuran cangkang kijing ini didasarkan pada ukuran konsumsi kijing. Cangkang yang telah dikelompokkan berdasarkan ukurannya kemudian siap untuk dibuat tepung. Diagram alir prosedur persiapan sampel disajikan pada Gambar 3.

Kijing lokal

Penimbangan bobot tubuh

Pengukuran panjang tubuh

Pemisahan daging, jeroan dan cangkang

Penimbangan daging, jeroan dan cangkang

Pengukuran rendemen

Pemisahan cangkang berdasarkan ukuran

Pembuatan tepung cangkang kijing

(28)

3.3.2. Pembuatan tepung cangkang kijing

Cangkang kijing yang telah dikelompokkan berdasarkan ukuran direbus dengan larutan NaOH 1 N, kemudian dilakukan penepungan. Analisis karakteristik fisik yang meliputi rendemen dan derajat putih serta analisis kimia yang meliputi kadar air, abu, protein, lemak, kalsium, magnesium dan fosfor dilakukan terhadap cangkang kijing yang telah ditepungkan. Tepung cangkang kijing dibuat dengan modifikasi metode Sada (1984), diacu dalam Wahyuni (2007) yang dimodifikasi pada tahap penepungan.

(29)

Cangkang kijing

Pengeringan (50-60 ºC) selama 6-8 jam

Perebusan dalam larutan NaOH 1 N suhu 50ºC selama 3 jam

Penetralan cangkang kijing (pH = 7) dengan pencucian

Pengeringan oven (121 ºC) selama 15 menit

Penumbukan*

Penyaringan

Tepung cangkang kijing

Karakterisasi fisik dan kimia * : modifikasi

Gambar 4. Diagram alir prosedur pembuatan tepung cangkang kijing

3.4. Pengamatan

3.4.1. Karakterisasi fisik

3.4.1.1. Karakterisasi fisik cangkang kijing

Karakterisasi fisik cangkang kijing meliputi pengukuran panjang, tebal dan tinggi cangkang, rendemen tubuh kijing dan rendemen cangkang yang diperoleh. Panjang, tebal dan tinggi cangkang diukur dengan menggunakan penggaris dan jangka sorong. Panjang cangkang diukur dari ujung posterior ke ujung anterior cangkang, tebal cangkang diukur pada bagian yang tergemuk dari bagian kiri ke bagian kanan cangkang dan tinggi cangkang diukur dari tepi dorsal ke tepi ventral (Putra 2008).

3.4.1.2. Karakterisasi fisik tepung cangkang kijing

(1) Pengukuran rendemen (AOAC 1995, diacu dalam Hilman 2008)

Rendemen merupakan hasil akhir yang dihitung berdasarkan proses input dan output.

Rendemen (%) = x100%

(30)

A merupakan berat akhir sampel dan B merupakan berat awal sampel.

(2) Derajat putih (Kett Whiteness Electric Laboratory 1981, diacu dalam Hilman 2008)

Sampel berupa tepung dimasukkan ke dalam cawan whiteness meter hingga padat dan penuh. Kemudian cawan berisi sampel beserta cawan berisi standar (dapat berupa white plate atau serbuk BaSO4) dimasukkan ke dalam sistem Kett Whiteness Meter. Derajat putihan diukur dengan membandingkan warna sampel

dengan warna kontrol, ditunjukkan oleh jarum penunjuk pada monitor.

Warna sampel

110

Keterangan : 110 = standar BaSO4

3.4.2. Karakterisasi kimia

3.4.2.1. Karakterisasi kimia cangkang kijing

(1) Kitin (Suptijah et al. 1992, diacu dalam Yogaswari 2009)

Kadar kitin diketahui dengan menimbang kitin yang dibuat dari cangkang kijing. Kitin dibuat berdasarkan metode Suptijah et al. (1992), sebanyak 10 gram cangkang yang telah dicuci dan dikeringkan, ditimbang dengan menggunakan timbangan digital. Tahap pertama dalam ektraksi kitin adalah demineralisasi (penghilangan mineral). Sampel dimasukkan ke dalam gelas piala 100 ml lalu dicampur dengan larutan HCl 0,1 N dengan perbandingan 1:7 (10 gram bahan dengan 70 ml HCl). Penambahan HCl dilakukan sedikit demi sedikit sambil diaduk. Campuran dibiarkan selama 1 jam sambil diaduk. Setelah 1 jam kemudian didekantasi dan dicuci dengan air sampai netral (3-4 kali) kemudian disaring dan siap untuk diproses selanjutnya yaitu deproteinasi.

Pada tahap deproteinasi (penghilangan protein), bahan yang telah mengalami demineralisasi dicampur dengan larutan NaOH 3,5% dengan perbandingan 1:10, kemudian dipanaskan hingga temperatur 65oC selama 2 jam sambil diaduk. Setelah 2 jam, campuran didekantasi dan dicuci hingga netral, disaring dan dikeringkan dengan oven 60oC selama semalam. Jika rendemen kitin yang dihasilkan sangat kecil, maka dalam penyaringan akhir digunakan kertas saring

(31)

yang sebelumnya telah dioven dan ditimbang. Bobot kitin diperoleh dari pengurangan bobot kertas saring yang berisi kitin yang telah dioven dengan kertas saring yang telah dioven.

bobot kitin (g) bobot sampel (g)

3.4.2.2. Karakterisasi kimia tepung cangkang kijing

(1) Kadar air (Apriyantono et al. 1995)

Cawan kosong dikeringkan dalam oven pada suhu 100 ºC–102 ºC selama 15 menit dan didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Sampel sejumlah 5 gram ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam cawan. Cawan dan sampel kemudian dikeringkan dalam oven bersuhu 100 ºC–102 ºC selama 6 jam, selanjutnya didinginkan dalam desikator selama 30 menit kemudian cawan ditimbang hingga diperoleh berat yang tetap. Kadar air dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut :

Berat sampel (gram) = W1

Berat sampel setelah dikeringkan (gram) = W2 Kehilangan berat (gram) = W3

Persen kadar air = 100% W1 W3 x

(2) Kadar abu (SNI 01-3751-2006)

Cawan abu porselen dikeringkan dalam oven pada suhu 100 ºC–102 ºC selama satu jam. Cawan abu porselen kemudian didinginkan dalam desikator selama satu jam kemudian beratnya ditimbang. Sebanyak 3-5 g sampel ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam cawan abu porselen selanjutnya sampel diabukan dalam tanur pada suhu 600 oC selama 5-8 jam hingga sampel berwarna putih atau kelabu. Cawan dan sampel yang telah berwarna putih atau kelabu didinginkan dalam desikator selama 30 menit kemudian ditimbang bobotnya. Kadar abu sampel dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Kadar abu (%) = 2 1x100%

W W W

(32)

Keterangan:

W adalah bobot sampel (g)

W1 adalah bobot cawan kosong (g)

W2 adalah bobot cawan kosong dan abu (g)

(3) Kadar protein (SNI 01-3751-2006)

Sebanyak 0,5-1,0 gram sampel ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl. Campuran katalis selen sebanyak 1 gram dan 10 ml H2SO4 ditambahkan ke dalam sampel. Campuran kemudian dipanaskan dalam pemanas listrik hingga mendidih dan larutan menjadi berwarna jernih kehijau-hijauan. Tahap ini dilakukan di dalam lemari asam. Campuran yang telah mendidih dan berubah warna menjadi jernih kehijau-hijauan kemudian dibiarkan dingin lalu diencerkan dengan akuades secukupnya. Sebanyak 15 ml atau lebih larutan NaOH 30% ditambahkan ke dalam campuran. Campuran kemudian disuling selama 10-15 menit atau hingga penampung berubah warna dengan penampung distilat adalah 50 ml larutan H3BO3 2% yang telah diberikan beberapa tetes indikator BCG + MM. Campuran distilat kemudian dititar dengan larutan HCl. Kadar protein sampel dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut :

Kadar protein (%) = ( 1 2) 14.008 6.25X100%

V1 = volume HCl untuk titrasi contoh (ml), V2 = volume HCl untuk titrasi blanko (ml), N = Normalitas larutan HCl,

W = berat contoh (mg), 14,008 = Bobot atom nitrogen,

6,25 = faktor protein untuk produk perikanan.

(4) Kadar lemak (Apriyantono et.al 1995)

(33)

saring yang berisi sampel diletakkan dalam alat ekstraksi Soxhlet, kemudian dipasang alat kondensor di atasnya dan labu lemak di bawahnya. Pelarut heksana dituangkan ke dalam labu lemak secukupnya dan dilakukan refluks minimal selama 5 jam sampai pelarut yang turun kembali ke labu lemak berwarna jernih, kemudian dilakukan destilasi pelarut yang ada di dalam labu lemak dan pelarutnya ditampung. Labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105 ºC selama 5 jam, kemudian dikeringkan hingga berat tetap dan didinginkan dalam desikator selanjutnya ditimbang. Kadar lemak sampel dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Kadar lemak (%) = x100% C

A B

Keterangan:

A = Berat labu lemak

B = Berat labu lemak beserta lemak C = Berat sampel

(5) Nilai pH (Apriyantono et al. 1989, diacu dalam Kaya 2008)

Sebanyak 5 gram sampel dicampur dengan 45 ml akuades dan diaduk selama 2 menit. Alat pH meter dikalibrasi dengan menggunakan buffer pH standar (pH 4 dan pH 7). Elektroda yang telah dibersihkan, dicelupkan ke dalam sampel yang akan diperiksa. Nilai pH merupakan hasil pembacaan jarum penunjuk pada pH meter selama 1 menit atau sampai angka digital tidak berubah.

(6) Kadar kalsium dan magnesium (Nur et al. 1992) Persiapan sampel dengan metode pengabuan basah

(34)

(hingga terjadi perubahan warna dari coklat, kuning tua hingga kuning muda. Setelah perubahan warna, pemanasan dilanjutkan selama 10-15 menit. Sampel dipindahkan kemudian didinginkan lalu ditambahkan 2 ml akuades dan 0,6 ml HCl. Sampel dipanaskan kembali selama ± 15 menit kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml. Apabila ada endapan disaring dengan glass wool. Persiapan larutan stok standar

Sebanyak 1,248 gr CaCO3 (untuk kalsium) dan 5,060 gr MgSO4.7H2O (untuk magnesium) ditimbang dengan tepat kemudian masing-masing dilarutkan dan diencerkan dengan akuades hingga volume 500 ml.

Pengukuran sampel

Larutan standar, blanko dan sampel dialirkan ke dalam AAS lalu diukur absorbansinya. Pengujian kadar kalsium diukur dengan panjang gelombang 422,7 nm dan pengujian kadar magnesium diukur dengan panjang gelombang 285,2 nm.

(7) Kadar fosfor, metode Molibdat-Vanadat (Apriyantono et al. 1995) Persiapan pereaksi Vanadat-Molibdat:

Sebanyak 20 g amonium molibdat dilarutkan dalam 400 ml akuades hangat (50oC) kemudian didinginkan (larutan molibdat). Selanjutnya 1,0 g amonium vanadat (amonium meta vanadat) dilarutkan dalam 300 ml akuades mendidih kemudian ditambahkan 140 ml asam nitrat pekat secara perlahan-lahan dan diaduk (larutan vanadat). Larutan vanadat dimasukkan ke dalam larutan molibdat lalu diaduk. Selanjutnya diencerkan dengan akuades hingga volume 1 liter.

Persiapan larutan fosfat standar:

Potasium dihidrogen fosfat kering sebanyak 3,834 g ditimbang dengan tepat, kemudian dilarutkan dalam akuades dan diencerkan hingga volume 1 liter. Sebanyak 25 ml larutan tersebut diambil dan dimasukkan ke dalam labu takar 250 ml kemudian diencerkan hingga tanda tera.

Pembuatan kurva standar:

(35)

dengan akuades hingga volume 100 ml. Larutan didiamkan selama 10 menit, kemudian absorbansi masing-masing larutan diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 400 nm. Masing-masing larutan ini mengandung 0; 0,5; 1,0; 2,0; 4,0; 6,0; 8,0 dan 10 mg P2O5 / 100 ml.

Persiapan sampel:

Sebanyak 5 gr sampel ditimbang dengan tepat di dalam gelas piala 150 ml. Selanjutnya ditambahkan 2 ml asam nitrat pekat dan dididihkan selama 5 menit. Kemudian didinginkan dan ditambahkan asam sulfat pekat sebanyak 5 ml. Setelah itu larutan dipanaskan dan ditambahkan HNO3 setetes demi setetes hingga larutan tidak berwarna kemudian dipanaskan hingga timbul asap putiih lalu didinginkan. Sebanyak 15 ml akuades ditambahkan ke dalam larutan kemudian dididihkan lagi selama 10 menit. Larutan didinginkan dan dipindahkan ke dalam labu takar 250 ml. Gelas piala dibilas sampai bersih dan hasil bilasan dimasukkan ke dalam labu takar kemudian larutan dalam labu takar diencerkan dengan akuades hingga tanda tera.

Penetapan sampel:

Sebanyak 10 ml larutan sampel dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml kemudian ditambahkan 40 ml akuades dan 25 ml pereaksi vanadat-molibdat, lalu diencerkan dengan akuades hingga tanda tera. Larutan didiamkan selama 10 menit kemudian diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 400 nm. Selanjutnya konsentrasi fosfor dari kurva standar dicatat berdasarkan absorbans yang terbaca.

Perhitungan kadar fosfor ditetapkan dengan rumus sebagai berikut:

% fosfor dalam sampel (P2O5) = W Cx 52,

C = konsentrasi fosfor dalam sampel (mg/100ml) yang terbaca dari kurva standar

W = berat sampel yang digunakan

(8) Mineral Terlarut (Santoso 2003, diacu dalam Kaya 2008)

(36)

berbagai pH kemudian dihomogenkan dengan menggunakan homogenizer pada kecepatan 5000-10000 rpm selama 2 menit untuk menghasilkan fraksi terlarut. Sampel tersebut selanjutnya diinkubasi dalam penangas air bergoyang pada suhu 37 oC dengan kecepatan 5 (120 stroke/menit) selama 2 jam. Sampel selanjutnya di sentrifuse pada kecepatan 10000 rpm, 2 oC selama 10 menit. Hasil dari sentrifuse disaring menggunakan kertas saring Whattman 42. Hasil saringan tersebut diukur dengan menggunakan AAS pada panjang gelombang 422,7 nm untuk mengetahui berapa banyak kalsium yang terlarut dan 660 nm untuk mengetahui fosfor yang terlarut.

3.5. Analisis Data (Walpole 1995)

Data yang telah diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji rata-rata populasi, uji-t. Uji t digunakan apabila jumlah sampel tidak cukup besar, dalam hal ini jumlah sampel kurang dari 30 (n < 30). Pada uji t dilihat perbedaan rata-rata dua sampelnya. Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah cangkang kijing yang berukuran < 90 mm dan ≥ 90 mm. Statistik uji yang digunakan adalah sebagai berikut :

(37)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Karakteristik Fisik

Karakterisasi fisik dilakukan untuk mengetahui karakteristik fisik cangkang kijing dan tepung cangkang kijing yang dihasilkan. Karakteristik fisik cangkang kijing dan tepung cangkang kijing yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik fisik cangkang kijing dan tepung cangkang kijing Ukuran cangkang

Parameter

< 90 mm ≥ 90 mm

Panjang (mm) 81,05 ± 2,72 96,17 ± 2,40

Tinggi (mm) 36,38 ± 1,70 43,19 ± 1,25

Tebal (mm) 15,73 ± 0,62 19,28 ± 1,40

Rendemen cangkang (%) 52,40 ± 0,29 52,19 ± 0,08 Rendemen tepung cangkang (%) 42,82 ± 3,40 34,91 ± 0,10 Derajat putih tepung cangkang (%) 76,36 ± 0,83 72,91 ± 1,55

4.1.1. Karakteristik fisik cangkang kijing (Pilsbryoconcha exilis)

Cangkang atau kulit merupakan bagian yang berhubungan langsung dengan perairan. Kerang air tawar Pilsbryoconcha exilis yang ditemukan di perairan Situ Gede memiliki cangkang tipis berwarna coklat kekuningan hingga agak gelap. Cangkang berbentuk oval, elips atau memanjang, membulat di bagian anterior dan meruncing di bagian posterior. Cangkang kijing yang berukuran < 90 mm dan ≥ 90 mm memiliki karakteristik fisik yang sedikit berbeda. Cangkang yang berukuran < 90 mm memiliki warna yang lebih cerah, coklat kekuningan serta relatif tipis.

Cangkang yang berukuran ≥ 90 mm memiliki warna cenderung gelap dan cukup tebal. Menurut Morton (1992) kerang (bivalvia) air tawar memiliki cangkang yang tipis dan memiliki corak yang khas. Purnama (2008) menyatakan bahwa kijing atau kerang air tawar memiliki cangkang yang berwarna coklat kehijauan atau coklat kekuningan. Sebagian besar kerang air tawar memiliki bentuk oval namun ada juga yang mendekati bulat.

(38)

tinggi. Kijing yang diperoleh dari perairan Situ Gede memiliki panjang berkisar antara 72-103 mm, tinggi 31-47 mm dan tebal 13-34 mm (Tabel 1 dan Lampiran 4). Kerang air tawar memiliki panjang berkisar antara 70-100 mm (Paunovic et al. 2006). Ukuran cangkang menunjukkan umur dari kijing tersebut, dan pertambahan ukuran panjang cangkang diikuti dengan tinggi dan tebalnya. Hal ini diperkuat dengan pernyatan Morton (1992) yang menyatakan bahwa cangkang atau kerang akan semakin panjang dan ketebalannya akan meningkat seiring dengan pertambahan usia.

4.1.2. Rendemen tubuh kijing (P. exilis)

Tubuh kijing terdiri atas cangkang, daging dan jeroan. Cangkang memiliki rendemen yang paling tinggi yaitu mencapai 53 % dibandingkan dengan daging dan jeroan yang hanya memiliki nilai 22 % dan 25 % (Gambar 5 dan Lampiran 1). Daging kijing hanya terdiri dari mantel dan kaki, sedangkan visceral mass termasuk ke dalam bagian jeroan sehingga jeroan memiliki rendemen yang lebih tinggi dibandingkan dengan daging kijing. Hal ini diperkuat dengan pernyataan Muslih (2006) yang menyatakan bahwa bagian dalam tubuh kerang air tawar terdiri atas kaki, mantel dan visceral mass. Visceral mass merupakan kumpulan organ-organ dalam seperti insang, mulut, perut, gonad, anus dan organ penting lainnya. Tubuh kijing atau kerang air tawar terdiri dari dua bagian yaitu bagian dalam dan bagian luar. Bagian luar disebut kulit atau cangkang dan bagian dalam terdiri atas daging serta organ dalam atau jeroan (Purnama 2009).

CANGKANG 53% DAGING

22% JEROAN

25%

(39)

Cangkang merupakan bagian tubuh kijing yang memiliki rendemen tertinggi, namun pemanfaatannya belum cukup optimum. Menurut Kaya (2008), rendemen sangat penting diketahui untuk mendapatkan gambaran suatu produk dapat dimanfaatkan dengan baik atau untuk mengetahui nilai ekonomis produk tersebut. Semakin tinggi rendemen suatu produk dapat dikatakan bahwa produk tersebut memiliki nilai ekonomis yang tinggi pula.

4.1.3. Rendemen cangkang kijing (P. exilis)

Cangkang merupakan bagian terluar dari tubuh kijing. Ukuran cangkang yang digunakan pada penelitian ini dibagi menjadi 2 yaitu cangkang kecil yang memiliki ukuran < 90 mm dan cangkang besar yang memiliki ukuran ≥ 90 mm. Pembagian ukuran cangkang berdasarkan pada sebaran panjang kijing yang diperoleh dari perairan Situ Gede. Kijing yang diperoleh dari perairan Situ Gede memiliki panjang antara 72 hingga 103 mm. Rendemen cangkang yang berukuran < 90 mm dan ≥ 90 mm berturut-turut sebesar 52,40 % dan 52,19 % (P > 0,05) (Gambar 6 dan Lampiran 2). Penelitian yang dilakukan oleh Permana (2006) menunjukkan bahwa cangkang kerang hijau memiliki rendemen sebesar 56,85 %.

52,19

(40)

optimum. Informasi mengenai kandungan yang terdapat dalam cangkang kijing sangat diperlukan agar pemanfaatan limbah kijing dapat dilakukan secara optimum. Cangkang kijing mengandung kalsium sehingga diharapkan dapat memberikan nilai tambah yang bermanfaat bagi masyarakat terutama sebagai sumber kalsium. Kandungan proksimat dan kandungan mineral (meliputi kalsium, magnesium dan fosfor) akan dibahas pada sub bab selanjutnya.

4.1.4. Karakteristik fisik tepung cangkang kijing (P. exilis)

4.1.4.1. Rendemen

Rendemen tepung cangkang kijing dihitung berdasarkan perbandingan berat tepung yang dihasilkan dengan berat kering cangkang. Tepung cangkang yang diperoleh terdiri dari tepung yang halus, agak halus dan bentuk yang masih kasar. Cangkang yang berukuran < 90 mm dan ≥ 90 mm memiliki rendemen rata-rata bertuturut-turut sebesar 42,82 % dan 34,91 % (P < 0,05) (Tabel 1 dan Lampiran 5). Cangkang yang berukuran ≥ 90 mm memiliki rendemen yang rendah, hal ini diduga disebabkan oleh tekstur cangkang yang keras dan tebal sehingga lebih sulit untuk dihancurkan. Banyaknya rendemen tepung cangkang yang dihasilkan diduga berhubungan dengan metode pembuatan tepung cangkang yang digunakan. Tepung cangkang kijing dibuat dengan cara ditumbuk kemudian disaring dengan saringan lalu disaring kembali dengan nilon mesh yang berukuran 60 mesh sehingga rendemen tepung yang diperoleh tidak terlalu tinggi.

4.1.4.2. Derajat putih

(41)

Menurut Putra (2008), cangkang kerang air tawar memiliki warna kekuningan atau coklat kehijauan sampai hijau agak gelap.

4.2. Karakteristik Kimia

4.2.1. Karakteristik kimia cangkang kijing (P. exilis)

Kandungan kitin yang terdapat pada cangkang kijing memiliki nilai antara 0,58 hingga 0,89 %. Cangkang kijing yang berukuran kecil memiliki kandungan kitin rata-rata sebesar 0,75 % sedangkan cangkang kijing berukuran besar memiliki kandungan kitin rata-rata sebesar 0,72 % (P > 0,05) (Lampiran 18). Cangkang bivalvia mengandung kitin namun jumlahnya tidak terlalu banyak. Menurut Goffinet (1965), diacu dalam Gregoire (1972) kitin pada cangkang Anisomyaria (bivalvia) terdapat dalam konsentrasi yang sangat rendah. Kitin pada

cangkang bivalvia, membentuk lapisan kutikula yang lengkap.

4.2.2. Karakteristik kimia tepung cangkang kijing (P. exilis)

Analisis kimia untuk mengetahui karakteristik kimia tepung cangkang kijing meliputi kandungan proksimat (kadar air, abu, protein, lemak, karbohidrat by difference), mineral (kalsium, magnesium, fosfor) serta mineral terlarut.

Karakteristik kimia tepung cangkang kijing yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Karakteristik kimia tepung cangkang kijing Kelompok ukuran cangkang Parameter

< 90 mm ≥ 90 mm

Kadar air (%) 1,19 ± 0,002 1,20 ± 0,005

Kadar abu (%) 93,34 ± 0,09 93,14 ± 0,10

Kadar protein (%) 1,85 ± 0,29 2,31 ± 0,13

Kadar lemak (%) 0,66 ± 0,06 0,72 ± 0,11

Karbohidrat by difference (%) 2,94 ± 0,24 2,62 ± 0,20

pH 8,50 ± 0,05 8,87 ± 0,09

Kalsium (%) 39,55 ± 22,84 28,97 ± 13,47

Magnesium (%) < 0,01 ± 6,9x10-5 < 0,01 ± 6,6x10-5

Fosfor (%) 0,28 ± 0,21 0,08 ± 0,03

4.2.2.1. Kandungan proksimat

4.2.2.1.1. Air

(42)

yang dilakukan oleh Permana (2006) menunujukkan kadar air tepung cangkang kerang hijau sebesar 0,85%, sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Muna (2005) menunjukkan bahwa kadar air tepung cangkang rajungan sebesar 2,15 %. Kadar air yang relatif rendah pada cangkang bivalvia diduga disebabkan oleh karakteristik cangkang yang memiliki tekstur padat serta tersusun atas zat kapur atau disebut lapisan periostrakum (Morton 1992).

4.2.2.1.2. Abu

Kadar abu yang diperoleh dari tepung cangkang kijing relatif tinggi. Kadar abu cangkang kijing yang berukuran < 90 mm dan ≥ 90 mm berturut-turut sebesar 93,34 % dan 93,14 % (P > 0,05) (Tabel 2 dan Lampiran 8). Penelitian yang dilakukan oleh Permana (2006) menunjukkan bahwa tepung cangkang kerang hijau memiliki kadar abu sebesar 77,13%. Kadar abu yang tinggi pada tepung cangkang bivalvia diduga disebabkan oleh kandungan mineral yang cukup tinggi. Kadar abu dalam suatu bahan pangan memiliki hubungan dengan mineral suatu bahan (Budiyanto 2002). Cangkang kijing yang berukuran < 90 mm memiliki kandungan mineral yang lebih tinggi dibandingkan dengan cangkang kijing yang berukuran ≥ 90 mm, hal ini diduga menyebabkan kadar abu tepung cangkang kijing yang dihasilkan dari cangkang yang berukuran < 90 mm lebih tinggi dibandingkan dengan tepung cangkang kijing yang dihasilkan dari cangkang yang berukuran ≥ 90 mm. Cangkang bivalvia terdiri atas kalsium karbonat yang tersimpan dalam tiga bentuk crystalline yaitu calcite, aragonite dan vaterite (Wilbur 1964). Aragonite dan calcite merupakan mineral utama penyusun cangkang bivalvia (Gregoire 1972).

4.2.2.1.3. Protein

(43)

bahwa ligamen pada cangkang bivalvia mengandung protein, asam amino terutama glisin dan tyrosin.

4.2.2.1.4. Lemak

Kadar lemak cangkang kijing yang berukuran < 90 mm dan ≥ 90 mm berturut -turut 0,66 % dan 0,72 % (P > 0,05) (Tabel 2 dan Lampiran 10). Lemak pada cangkang kijing diduga berasal dari lapisan periostrakum namun jumlahnya tidak terlalu tinggi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Permana (2006) cangkang kerang hijau memiliki kandungan lemak sebesar 3,55 %. Kandungan lemak pada cangkang bivalvia diduga berasal dari lapisan periostrakum. Lapisan periostrakum mengandung protein, asam amino dan lemak (Gregoire 1972). 4.2.2.1.5. Karbohidrat by difference

Kandungan karbohidrat tepung cangkang kijing diperoleh dengan cara perhitungan by difference. Kijing yang berukuran < 90 mm dan ≥ 90 mm memiliki kandungan karbohidrat berturut-turut sebesar 2,94 % dan 2,62 % (P > 0,05) (Tabel 2 dan Lampiran 11). Karbohidrat yang terkandung dalam cangkang kijing tidak terlalu tinggi apabila dibandingkan dengan tepung cangkang kerang hijau. Tepung cangkang kerang hijau memiliki kandungan karbohidrat sebesar 14,33%. Kandungan karbohidrat pada cangkang kijing diduga berasal dari kitin yang terkandung pada cangkang.

4.2.2.2. pH

(44)

4.2.2.3. Mineral

Cangkang kijing mengandung mineral terutama yaitu kalsium, fosfor dan magnesium. Karnkowska (2004) menyatakan bahwa mineral yang terkandung di dalam cangkang kerang sebagian besar merupakan kalsium karbonat. Menurut Putra (2008), sebagian besar struktur cangkang bivalvia tersusun atas kalsium karbonat dan sebagian kecil terdiri dari fosfat.

4.2.2.3.1. Kalsium

Kalsium merupakan salah satu mineral esensial yang dibutuhkan oleh tubuh makhluk hidup. Cangkang moluska sebagian besar tersusun atas kalsium karbonat sehingga membutuhkan kalsium dalam jumlah yang cukup banyak. Kandungan kalsium cangkang kijing yang berukuran < 90 mm dan ≥ 90 mm berturut-turut adalah 39,55 % dan 28,97 % (P > 0,05) (Tabel 2 dan Lampiran 14). Kalsium yang terdapat pada cangkang kijing merupakan kalsium karbonat atau serupa dengan batu gamping. Penelitian yang dilakukan oleh Karnkowska (2004) menunjukkan bahwa kandungan kalsium yang terdapat dalam cangkang bivalvia sebesar 37 % dan kandungan kalsium yang terdapat dalam cangkang siput sebesar 39 %.

Kalsium pada cangkang kerang terbentuk dari lapisan calcite dan aragonite. Perbandingan calcite dan aragonite pada cangkang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Secara umum, kandungan mineral pada cangkang moluska dipengaruhi oleh kondisi lingkungan seperti salinitas dan temperatur (Gregoire 1972). Tepung cangkang kijing yang dihasilkan dari kijing yang berukuran < 90 mm memiliki kandungan kalsium yang lebih tinggi dibandingkan dengan tepung cangkang kijing yang dihasilkan dari tepung cangkang kijing yang berukuran ≥ 90 mm, hal ini diduga dipengaruhi oleh banyaknya kalsium yang diperoleh dari perairan. Kijing yang masih muda atau yang memiliki ukuran < 90 mm membutuhkan cukup banyak mineral dari perairan untuk masa pertumbuhannya, sehingga kandungan kalsium pada cangkangnya cukup banyak. Suhardjo et al. (1977) menyebutkan bahwa kijing memperoleh cukup banyak mineral dari perairan untuk pembentukan cangkangnya.

(45)

sebanyak 500-750 mg per orang per hari dan dewasa 800 mg per orang per hari (Soekarti dan Kartono 2004). Kalsium yang terdapat dalam cangkang kijing berkisar antara 28,97 % hingga 39,55 %. Kandungan kalsium pada tepung cangkang kijing ini lebih tinggi apabila dibandingkan dengan kandungan kalsium pada tepung tulang ikan. Tepung tulang ikan madidihang memiliki kandungan kalsium sebesar 2,42 %-2,53 % (Maulida 2005) dan tepung tulang ikan patin memiliki kandungan kalsium sebesar 26 % (Tababaka 2004). Tingginya kandungan kalsium yang terdapat dalam cangkang kijing diharapkan dapat memenuhi kalsium yang dibutuhkan oleh tubuh makhluk hidup melalui cara fortifikasi.

4.2.2.3.2. Magnesium

Kandungan magnesium pada cangkang yang berukuran kecil lebih banyak daripada cangkang kijing yang berukuran besar. Cangkang kijing berukuran < 90 mm dan ≥ 90 mm mengandung magnesium berturut-turut sebesar 0,000147 % dan 0,0000757 % (P > 0,05) (Tabel 2 dan Lampiran 15). Magnesium merupakan salah satu mineral yang terdapat dalam cangkang kijing. Cangkang moluska (bivalvia) juga mengandung magnesium, stronsium dan mangan (Gregoire 1972). Mineral yang terdapat pada cangkang moluska, secara umum dipengaruhi oleh kondisi lingkungan atau habitat hidupnya (Gregoire 1972). Kijing yang masih muda atau yang memiliki ukuran < 90 mm membutuhkan cukup banyak mineral dari perairan untuk masa pertumbuhannya, sehingga kandungan kalsium pada cangkangnya cukup banyak. Suhardjo et al. (1977) menyebutkan bahwa kijing memperoleh cukup banyak mineral dari perairan untuk pembentukan cangkangnya.

(46)

magnesium diantaranya adalah sayur-sayuran hijau, kedelai dan kecipir (Budiyanto 2002).

4.2.2.3.3. Fosfor

Kandungan fosfor pada cangkang kijing berukuran kecil dan besar berturut-turut sebesar 0,278 % dan 0,081 % (P > 0,05) (Tabel 2 dan Lampiran 16). Kandungan fosfor dalam cangkang kijing tidak begitu banyak namun lebih banyak dari magnesium. Cangkang kijing terdiri atas sebagian besar kalsium karbonat dan sebagian kecil fosfat. Cangkang bivalvia terbuat dari 89-99 % kalsium karbonat, 1-2 % fosfat, bahan organik konchiolin dan air (Gregoire 1972). Hasil penelitian De Waele (1929), diacu dalam Wilbur (1972) menunjukkan bahwa cangkang Anodonta cygnea mengandung ion-ion inorganik yang meliputi sodium, potassium, kalsium, magnesium, mangan, chloride, sulfat dan fosfat yang berasal dari cairan ekstrapalial. Mineral yang terkandung dalam cangkang bivalvia, secara umum dipengaruhi oleh kondisi lingkungan atau habitatnya (Gregoire 1972).

Fosfor tidak terbentuk secara bebas di alam dan tersedia di alam dalam bentuk fosfat dan ortofosfat. Fosfor merupakan mineral yang cukup banyak terdapat pada tubuh hewan (McDowell 1992). Fosfor pada cangkang bivalvia merupakan fosfor dalam bentuk fosfat dengan kandungan berkisar 1-2% (Gregoire 1972). Orang dewasa membutuhkan fosfor sekitar 600 mg/hari sedangkan anak-anak membutuhan fosfor sekitar 400 mg setiap harinya (Soekarti dan Kartono 2004). Fosfor yang terkandung dalam cangkang kijing tidak terlalu tinggi dan tidak dapat memenuhi jumlah fosfor yang dibutuhkan oleh tubuh makhluk hidup.

4.2.2.4. Mineral terlarut

(47)

Lampiran 17). Mineral sangat penting untuk reaksi biokimia dalam tubuh, oleh karena itu mineral harus dapat diserap oleh tubuh. Mineral dapat diserap oleh tubuh apabila berada dalam bentuk terlarut, akan tetapi tidak semua mineral yang dapat larut tersebut dapat diserap oleh tubuh (Clydesdale 1988, diacu dalam Santoso et al. 2006).

Persentase kelarutan fosfor dan kalsium yang tertinggi terdapat pada pH 2. Mineral terlarut yang cukup tinggi pada pH asam diduga karena sampel tepung ini bersifat basa. Tingkat keasaman dapat mempengaruhi kelarutan dari berbagai jenis zat. Suatu basa pada umumya lebih larut dalam larutan yang bersifat asam (Purba 2007). Mineral membutuhkan pH asam untuk berada dalam keadaan terlarut (Almatsier 2006). Hasil penelitian Santoso et al. (2006) menunjukkan bahwa persen kelarutan kalsium rumput laut dalam asam asetat lebih tinggi dibandingkan dalam NaCl. Kelarutan kalsium di dalam tubuh dipengaruhi oleh keadaan asam dan dapat terhambat oleh kondisi basa di dalam usus halus sedangkan kelarutan fosfor dapat dipercepat dalam kondisi asam di dalam usus (McDowell 1992).

(48)

0.2258

0.1446

0.0834 0.3839

0.2531

0.1642

0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35 0.4 0.45

2 4 6

Tingkatan nilai pH

F

o

s

fo

r

te

rl

a

ru

t

(%

)

< 90 mm ≥ 90 mm

(49)

5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Perbedaan ukuran cangkang kijing memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap karakteristik fisik tepung cangkang kijing yang dihasilkan namun memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap karakteristik kimia tepung cangkang kijing yang dihasilkan. Tepung cangkang kijing yang berukuran < 90 mm memiliki rendemen, derajat putih dan kandungan mineral yang lebih baik dibandingkan dengan tepung cangkang yang berukuran ≥ 90 mm. Tepung cangkang kijing yang berukuran < 90 mm memiliki rendemen, derajat putih, kalsium, magnesium dan fosfor berturut-turut sebesar 42,82 %, 76,36 %, 39,55%, < 0,01 % dan 0,28 %. Tepung cangkang kijing yang berukuran ≥ 90 mm memiliki rendemen, derajat putih, kalsium, magnesium dan fosfor berturut-turut sebesar 34,91 %, 72,91 %, 28,97 %, < 0,01 % dan 0,08 %.

Tepung cangkang kijing memiliki kandungan proksimat yang tidak jauh berbeda untuk berbagai ukuran. Tepung cangkang memiliki kadar air berkisar 1,19-1,2 %, abu 93,14-93,34 %, protein 1,85-2,31 %, lemak 0,66-0,72 %, karbohidrat by difference 2,62-2,94 % dengan kisaran nilai pH 8,5-8,9. Kalsium dan fosfor tepung cangkang kijing memiliki nilai kelarutan yang optimum pada pH 2. Cangkang kijing mengandung kitin berkisar antara 0,72 % hingga 0,75 %.

5.2. Saran

Gambar

Gambar 1. Kijing lokal (Pilsbryconcha exilis)
Gambar 2. Cangkang kijing lokal (Pilsbryconcha exilis)
Gambar 3. Diagram alir prosedur persiapan sampel
Gambar 4. Diagram alir prosedur pembuatan tepung cangkang kijing * : modifikasi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Innallaaha yuhibbul mutawakkiliin “Sesungguhnya Allah swt menyukai orang-orang yang berbersandar dan menyerahkan hasil akhir usahanya kepada Allah swt.” Zamakhsyari

Sebab, walaupun Nasionalisme itu dalam hakekatnya mengecualikan segala fihak yang tak ikut mempunyai &#34;keinginan hidup menjadi satu&#34; dengan rakyat itu; walaupun

Izradom rada u potpunosti su postignuti sljedeći ciljevi: dan je uvid u discipline koje kombiniraju znanje, alate, tehnike i vještine koje su potrebne za

bahwa stabilitas fisik sediaan yang baik menunjukkan kecenderungan mempertahankan nilai SPF selama masa penyimpanan. Namun, keterbatasan dari penelitian ini yaitu

Pada bab ini yang merupakan inti dari penelitian, akan dilakukan analisis terhadap bahasa rupa gambar dan tulis seni prasi Ramayana ditinjau dari bahasa rupa isi wimba dan cara

Kegiatam pertemuan Forum Jurnalis Kabupaten Wonosobo diselenggarakan rutin setiap tahun bertujuan untuk menjalin silaturahmi dan memperkuat jaringan dangan

Keberadaan Kepala Desa yang juga menjadi motivator dalam menertibkan administrasi, menduduki posisi yang sangat penting karena sebagai organ pemerintahan yang paling bawah

Ya Tuhan, sebagai jemaat, kami mengaku bahwa kami sering lalai dan mengabaikan panggilan dan pengutusan yang Engkau percayakan kepada kami untuk menjadi saksi di