• Tidak ada hasil yang ditemukan

T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Manfaat Program Matrikulasi di Universitas Sanata Dharma bagi Calon Mahasiswa Pegunungan Bintang Papua dalam Kesiapan Memasuki Perguruan Tinggi di Jawa T1 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Manfaat Program Matrikulasi di Universitas Sanata Dharma bagi Calon Mahasiswa Pegunungan Bintang Papua dalam Kesiapan Memasuki Perguruan Tinggi di Jawa T1 BAB II"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

6 BAB II

LANDASAN TEORI A. Teori Kebijakan

1. Kebijakan

a. Pengertian Kebijakan

Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak. Istilah ini dapat diterapkan pada pemerintahan, organisasi dan kelompok sektor swasta, serta individu. Kebijakan juga sebagai suatu program pencapain tujuan, nilai-nilai dan tindakan-tindakan yang terarah dan kebijakan juga merupakan serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dengan menunjukan kesulitan-kesulitan dan kemungkinan usulan kebijaksanaan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Menurut Brian W. Hogwood and

Lewis A. Gunn secara umum kebijakan dikelompokan menjadi tiga, yaitu:

1. Proses pembuatan kebijakan, merupakan kegiatan perumusan hingga dibuatnya suatu kebijakan.

2. Proses implementasi, merupakan pelaksanaan kebijakan yang sudah dirumuskan.

3. Proses evaluasi kebijakan, merupakan proses mengkaji kembali implementasi yang sudah dilaksanakan atau dengan kata lain mencari jawaban apa yang terjadi akibat implementasi kebijakan tertentu dan membahas antara cara yang digunakan dengan hasil yang dicapai (dalam Tangkilisan, 2003:5).

b. Implementasi Kebijakan

(2)

7

diimplementasikan dengan baik oleh para pelaksana kebijakan. Sedangkan Wibawa (dalam Tangkilisan, 2003:20) berpendapat “Impelementasi Kebijakan adalah untuk menetapkan arah agar tujuan kebijakan publik dapat direalisasikan sebagai hasil dari kegiatan pemerintah”.

Berdasarkan pendapat para ahli dalam menentukan tahapan implementasi kebijakan tersebut terlihat bahwa implementasi adalah tindakan-tindakan yang dilaksanakan oleh individu atau pejabat-pejabat terhadap sesuatu objek/sasaran yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

Jadi, implementasi kebijakan adalah aktivitas yang terlihat setelah dikeluarkan pengarahan yang sah dari suatu kebijakan yang meliputi upaya mengelola input untuk menghasilkan output atau outcomes bagi masyarakat. Implementasi kebijakan menghubungkan antara tujuan kebijakan dan realisasinya dengan hasil kegiatan pemerintah. Hal ini sesuai dengan pandangan Van Meter dan Horn (Grindle, 1980: 6) bahwa tugas implementasi adalah membangun jaringan yang memungkinkan tujuan kebijakan publik direalisasikan melalui aktivitas instansi pemerintah yang melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan (policy stakeholders).

a. Model Implementasi Kebijakan

(3)

8

1) Kebijakan yang diinginkan (idealized policy); pola interaksi yang dikehendaki dan apa yang hendak diubah oleh suatu kebijakan.

2) Kelompok sasaran (target group); sekelompok masyarakat yg hendak dipengaruhi dan diubah.

3) Organisasi pelaksana (implementing organisation); sebuah satuan birokrasi pemerintah yang bertanggung jawab atas kebijakan tertentu.

4) Faktor lingkungan (environmental factors); unsurunsur lingkungan kebijakan yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan.

Gambar 2.1 Implementation as a Political and Administrative Process

Sumber: (Merilee S. Grindle. 1980. Politics and Policy Implementation in the Third World,Princeton University Press, New Jersey, p. 11)

T.B. Smith mengakui, ketika kebijakan telah dibuat, kebijakan tersebut harus diimplementasikan dan hasilnya sedapat mungkin sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pembuat kebijakan (Nakamura dan Smallwood, 1980: 2). Pada gambar 2.1 terlihat bahwa suatu kebijakan memiliki tujuan yang jelas sebagai wujud orientasi

Outcomes:

 Extent of change envisioned  Site of decision making  Program implementors  Resources committed

b.Context Implementation

(4)

9

nilai kebijakan. Tujuan implementasi kebijakan diformulasi ke dalam program aksi dan proyek tertentu yang dirancang dan dibiayai. Program dilaksanakan sesuai dengan rencana. Implementasi kebijakan atau programsecara garis besar dipengaruhi oleh isi kebijakan dan konteks implementasi. Keseluruhan implementasi kebijakan dievaluasi dengan cara mengukur luaran program berdasarkan tujuan kebijakan. Luaran program dilihat melalui dampaknya terhadap sasaran yang dituju baik individu dan kelompok maupun masyarakat. Luaran implementasi kebijakan adalah perubahan dan diterimanya perubahan oleh kelompok sasaran.Gambar 2.2 Linier Implementasi Kebijakan(Baedhowi, 46-48)

Padaaspek pelaksanaan, terdapat dua model implementasi kebijakan publik yang efektif, yaitu model linier dan model interaktif (lihat Baedhowi, 2004: 47). Pada model linier, fase pengambilan keputusan merupakan aspek yang terpenting, sedangkan fase pelaksanaan kebijakan kurang mendapat perhatian atau dianggap sebagai tanggung jawab kelompok lain. Keberhasilan pelaksanaan kebijakan tergantung pada kemampuan instansi pelaksana. Jika implementasi kebijakan gagal maka yang disalahkan biasanya adalah pihak manajemen yang dianggap kurang memiliki komitmen sehingga perlu dilakukan upaya yang lebih baik untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan pelaksana. Berbeda dengan model linier, model interaktif menganggap pelaksanaan kebijakan sebagai proses yang dinamis, karena setiap pihak yang terlibat dapat mengusulkan perubahan dalam berbagai tahap pelaksanaan. Hal itu dilakukan ketika kebijakan publik dianggap kurang memenuhi harapan stakeholders. Ini berarti bahwa berbagai tahap implementasi kebijakan publik akan dianalisis dan dievaluasi oleh setiap pihak sehingga potensi, kekuatan dan kelemahan setiap fase pelaksanaannya diketahui dan segera diperbaiki untuk mencapai tujuan.

Fase Agenda Fase Keputusan Fase Pelaksanaan

(5)

10

Gambar 2.3 Model Interaktif Implementasi Kebijakan

Sumber: (Thomas R. Dye. 1981. Understanding Public Policy, Prentice-Hall International,

Inc., Englewood Cliffs, NY)

Pada gambar 2.3 terlihat bahwa meskipun persyaratan input sumberdaya merupakan keharusan dalam proses implementasi kebijakan, tetapi hal itu tidak menjamin suatu kebijakan akan dilaksanakan dengan baik. Input sumberdaya dapat digunakan secara optimum jika dalam proses pengambilan keputusan dan pelaksanaan kebijakan terjadi interaksi positif dan dinamis antara pengambil kebijakan, pelaksanaan kebijakan dan pengguna kebijakan (masyarakat) dalam suasana dan lingkungan yang kondusif.

Karakteristik Kebijakan

Pengambil kebijakan menilai dan memobilisasi sumberdaya untuk

keberlangsung-an kebijakkeberlangsung-an

Pertanggun g-jawaban terhadap publik

Pelaksana kebijakan menilai dan memobilisasi sumberdaya untuk

keberlangsung-an kebijakkeberlangsung-an

Potensi Hasil Kebijakan

Tolak/Laksanakan Laksanakan/Tolak

Publik Birokrasi

Arena Konflik Tahap Keputusan Agenda Kebijakan

(6)

11

Jika model interaktif implementasi kebijakan di atas disandingkan dengan model implementasi kebijakan yang lain, khususnya model proses politik dan administrasi dari Grindle, terlihat adanya kesamaan dan representasi elemen yang mencirikannya. Tujuan kebijakan, program aksi dan proyek tertentu yang dirancang dan dibiayai menurut Grindle menunjukkan urgensi fase pengambilan keputusan sebagai fase terpenting dalam model linier implementasi kebijakan. Sementara itu, enam elemen isi kebijakan ditambah dengan tiga elemen konteks implementasi sebagai faktor yang mempengaruhi aktivitas implementasi menurut Grindle mencirikan adanya interaksi antara pengambil kebijakan, pelaksana kebijakan dan pengguna kebijakan dalam model interaktif. Begitu pula istilah model proses politik dan proses administrasi menurut Grindle, selain menunjukkan dominasi cirinya yang cenderung lebih dekat kepada ciri model interaktif implementasi kebijakan, juga menunjukkan kelebihan model tersebut dalam cara yang digunakan untuk mengukur keberhasilan implementasi kebijakan, beserta output dan outcomesnya.

Selain model implementasi kebijakan di atas Van Meter dan Van Horn mengembangkan Model Proses Implementasi Kebijakan. (Tarigan, 2000: 20). Keduanya meneguhkan pendirian bahwa perubahan, kontrol dan kepatuhan dalam bertindak merupakan konsep penting dalam prosedur implementasi. Keduanya mengembangkan tipologi kebijakan menurut: (i) jumlah perubahan yang akan dihasilkan, dan (ii) jangkauan atau ruang lingkup kesepakatan mengenai tujuan oleh berbagai pihak yang terlibat dalam proses implementasi.

Tanpa mengurangi kredibilitas model proses implementasi kebijakan dari Van Meter dan Van Horn terlihat bahwa elemen yang menentukan keberhasilan penerapannya termasuk ke dalam elemen model proses politik dan administrasi menurut Grindle. Kata kunci yakni perubahan, kontrol dan kepatuhan termasuk dalam dimensi isi kebijakan dan konteks implementasi kebijakan. Demikian pula dengan tipologi kebijakan yang dibuat oleh keduanya termasuk dalam elemen isi kebijakan dan konteks implementasi menurut Grindle. Tipologi jumlah perubahan yang dihasilkan termasuk dalam elemen isi kebijakan dan tipologi ruang lingkup kesepakatan termasuk dalam konteks implementasi.

(7)

12

proses pembelajaran. Model ini berintikan kesesuaian antara tiga elemen yang ada dalam pelaksanaan program, yaitu program itu sendiri, pelaksanaan program dan kelompok sasaran program.

Gambar 2.4 Model Kesesuaian

Sumber: (Dikutip dari David C. Korten (1988) dalam Tarigan, h. 19)

Korten menyatakan bahwa suatu program akan berhasil dilaksanakan jika terdapat kesesuaian dari tiga unsur implementasi program. Pertama, kesesuaian antara program dengan pemanfaat, yaitu kesesuaian antara apa yang ditawarkan oleh program dengan apa yang dibutuhkan oleh kelompok sasaran (pemanfaat). Kedua, kesesuaian antara program dengan organisasi pelaksana, yaitu kesesuaian antara tugas yang disyaratkan oleh program dengan kemampuan organisasi pelaksana. Ketiga, kesesuaian antara kelompok pemanfaat dengan organisasi pelaksana, yaitu kesesuaian antara syarat yang diputuskan organisasi untuk dapat memperoleh output program dengan apa yang dapat dilakukan oleh kelompok sasaran program.

Berdasarkan pola yang dikembangkan Korten, dapat dipahami bahwa jika tidak terdapat kesesuaian antara tiga unsur implementasi kebijakan, kinerja program tidak akan berhasil sesuai dengan apa yang diharapkan. Jika output program tidak sesuai dengan kebutuhan kelompok sasaran jelas outputnya tidak dapat dimanfaatkan. Jika organisasi pelaksana program tidak memiliki kemampuan melaksanakan tugas yang disyaratkan oleh program maka organisasinya tidak dapat menyampaikan output program dengan tepat. Atau, jika syarat yang ditetapkan organisasi pelaksana program

PROGRAM

Pemanfaat Organisasi

Output Tugas

Tuntutan

Kebutuhan Kompetensi

(8)

13

tidak dapat dipenuhi oleh kelompok sasaran maka kelompok sasaran tidak mendapatkan output program. Oleh karena itu, kesesuaian antara tiga unsur implementasi kebijakan mutlak diperlukan agar program berjalan sesuai dengan rencana yang telah dibuat.

Model kesesuaian implementasi kebijakan yang diperkenalkan oleh Korten memperkaya model implementasi kebijakan yang lain. Hal ini dapat dipahami dari kata kunci kesesuaian yang digunakan. Meskipun demikian, elemen yang disesuaikan satu sama lain – program, pemanfaat dan organisasi – juga sudah termasuk baik dalam dimensi isi kebijakan (program) dan dimensi konteks implementasi (organisasi) maupun dalam outcomes (pemanfaatan) pada model proses politik dan administrasi dari Grindle.

b. Perspektif Implementasi Kebijakan

Implementasi kebijakan publik dapat dilihat dari beberapa perspektif atau pendekatan. Salah satunya ialah implementation problems approach yang diperkenalkan oleh Edwards III (1984: 9-10). Edwards III mengajukan pendekatan masalah implementasi dengan terlebih dahulu mengemukakan dua pertanyaan pokok, yakni: (i) faktor apa yang mendukung keberhasilan implementasi kebijakan? dan (ii) faktor apa yang menghambat keberhasilan implementasi kebijakan?

Berdasarkan kedua pertanyaan tersebut dirumuskan empat faktor yang merupakan syarat utama keberhasilan proses implementasi, yakni komunikasi, sumber daya, sikap birokrasi atau pelaksana dan struktur organisasi, termasuk tata aliran kerja birokrasi. Empat faktor tersebut menjadi kriteria penting dalam implementasi suatu kebijakan.

(9)

14

didasarkan pada standard operating prosedure yang mengatur tata aliran pekerjaan dan pelaksanaan kebijakan.

Untuk memperlancar implementasi kebijakan, perlu dilakukan diseminasi dengan baik. Syarat pengelolaan diseminasi kebijakan ada empat, yakni:

1) Adanya respek anggota masyarakat terhadap otoritas pemerintah untuk menjelaskan perlunya secara moral mematuhi undang-undang yang dibuat oleh pihak berwenang;

2) Adanya kesadaran untuk menerima kebijakan. Kesadaran dan kemauan menerima dan melaksanakan kebijakan terwujud manakala kebijakan dianggap logis;

3) keyakinan bahwa kebijakan dibuat secara sah;

4) awalnya suatu kebijakan dianggap kontroversial, namun dengan berjalannya waktu maka kebijakan tersebut dianggap sebagai sesuatu yang wajar.

c. Proses Implementasi

Implementasi mengacu pada tindakan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu keputusan. Tindakan tersebut berusaha untuk mengubah keputusan-keputusan tersebut menjadi pola-pola operasional serta berusaha mencapai perubahan-perubahan besar atau kecil sebagaimana yang telah diputuskan sebelumnya. Implementasi pada hakekatnya juga upaya pemahaman apa yang seharusnya terjadi setelah sebuah program dilaksanakan.

Berdasarkan penjelasan dan pengertian implementasi maka dapat ditarik kesimpulan bahwa awalnya program merupakan sesuatu yang harus ada demi tercapainya kegiatan implementasi. Selanjutnya adanya kelompok yang menjadi sasaran program sehingga kelompok menjadi ikut dilibatkan dan membawa hasil dari program yang dijalankan dan adanya program dan peningkatan dalam kehidupannya. Program akan menunjang implementasi, karena dalam program tersebut telah dimuat berbagai aspek yaitu:

1. Adanya tujuan yang ingin dicapai.

2. Adanya kebijaksanaan-kebijaksanaan yang diambil dalam mencapai tujuan. 3. Adanya aturan-aturan yang harus dipegang dan prosedur yang harus dinilai. 4. Adanya strategi dalam pelaksanaan.

(10)

15

6. penyiapan sumber daya, unit dan metode;

7. penerjemahan kebijakan menjadi rencana dan arahan yang dapat diterima dan dijalankan;

8. penyediaan layanan, pembayaran dan hal lain secara rutin.Dalam prakteknya implementasi program sering mendapatkan masalah-masalah baru yaitu umumnya disebabkan kesenjangan-kesenjangan antara waktu penetapan atau kebijaksanaan dengan pelaksanaannya.Sehingga oraganisasi yang mengoperasionalkan implementasi program memiliki kemampuan yang tinggi dalam menjalankannya.Organisasi yang mengoperasionalkan implementasi program harus memiliki hirarki dalam kepengurusannya.Jadi program dapat dikatakan sebagai kebijaksanaan yang telah disepakati dan dikomunikasikan untuk dilaksanakan dari atas hingga ke bawah.

Keberhasilan kebijakan atau program juga dikaji berdasarkan perspektif proses implementasi dan perspektif hasil. Pada perspektif proses, program pemerintah dikatakan berhasil jika pelaksanaannya sesuai dengan petunjuk dan ketentuan pelaksanaan yang dibuat oleh pembuat program yang mencakup antara lain cara pelaksanaan, agen pelaksana, kelompok sasaran dan manfaat program. Sedangkan pada perspektif hasil, program dapat dinilai berhasil manakala program membawa dampak seperti yang diinginkan. Suatu program mungkin saja berhasil jika dilihat dari sudut proses, tetapi boleh jadi gagal jika ditinjau dari dampak yang dihasilkan, atau sebaliknya.

d. Implementasi Strategi

Menurut J. David Hunger & Thomas L. Wheelen, 2003 dalam Manajemen Strategis mengatakan bahwa Implementasi strategi adalah sejumlah total aktivitas dan pilihan yang dibutuhkan untuk dapat menjalankan sebuah perencanaan strategi. Implementasi strategi merupakan proses berbagai strategi dan kebijakan berubah menjadi tindakan melalui pengembangan program, anggaran, dan prosedur. Sedangkan prof. Sukanto Reksohadiprodjo dalam bukunya yang berjudul Manajemen Strategi, 2000, mengatakan bahwa implementasi strategi merupakan “action

oriented” yang menciptakan sesuatu agar terjadi. Implementasi strategi juga

(11)

16

mencapai target berdasarkan potensi yang ada, serta berupaya untuk menghadapi perlawanan atas perubahan.

2. Kerja Sama

a) Pengertian Kerjasama

Kerjasama dimaksudkan sebagai suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok manusia untuk mencapai tujuan bersama (Soekanto, 1990 dalam skripsi Bunga Fajar Sari, 2008). Kerjasama (cooperation) adalah suatu usaha atau bekerja untuk mencapai suatu hasil (Baron & Byane, 2000 dalam skripsi Bunga Fajar Sari 2008). Kerjasama (cooperation) adalah adanya keterlibatan secara pribadi di antara kedua pihak demi tercapainya penyelesaian masalah yang dihadapi secara optimal (Sunarto, 2000 dalam Bunga Fajar Sari).Moh.Jafar Hafsah (dalam skripsi Bunga Fajar Sari, 2008) menyebut kerjasama ini dengan istilah “kemitraan”, yang artinya adalah “suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip saling membutuhkan dan saling membesarkan.” H. Kusnadi Hafsah (dalam skripsi Bunga Fajar Sari 2008) mengartikan kerja sama sebagai “dua orang atau lebih untuk melakukan aktivitas bersama yang dilakukan secara terpadu yang diarahkan kepada suatu target atau tujuan tertentu.” Dari pengertian kerjasama di atas ada beberapa aspek yang terkandung dalam kerjasama, yaitu dua orang atau lebih, artinya kerjasama akan ada kalau minimal ada dua orang/pihak yang melakukan kesepakatan. Oleh karena itu, sukses tidaknya kerjasama tersebut ditentukan oleh peran dari kedua orang atau kedua pihak yang bekerja sama tersebut.

Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kerjasama (cooperation) adalah suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok di antara kedua belah pihak manusia untuk tujuan bersama dan mendapatkan hasil yang lebih cepat dan lebih baik.

b) Bentuk-bentuk Kerjasama

Dalam teori sosiologi akan dijumpai beberapa bentuk kerjasama (cooperation). Lebih lanjutnya kerjasama dapat dibedakan dalam kerjasama spontan (spontaneous cooperation), kerjasama langsung (directed cooperation), kerjasama kontrak (contractual cooperation), serta kerjasama tradisional (traditional cooperation), Soekanto,1990.

(12)

17

Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup tanpa bantuan orang lain. Dalam menjalani kehidupannya manusia akan dihadapkan pada suatu dilema sosial. Oleh karenanya dibutuhkan kerjasama dalam menjalani kehidupannya (Baron & Byane, 2000 dalamskripsiBunga Fajar Sari 2008). Salah satu bentuk kerjasama adalah antara Pemerintah Daerah Kabupaten Pegunungan Bintang dan Universitas Sanata Dharma dengan tujuan membangun dan meningkatkan sumber daya manusia yang mampu bersaing dan membangun daerah.

Gambar

Gambar 2.1 Implementation as a Political and Administrative Process
Gambar 2.3 Model Interaktif Implementasi Kebijakan
Gambar 2.4 Model Kesesuaian

Referensi

Dokumen terkait

Sedang dari pengujian secara parsial, diperoleh hasil bahwa nilai t hitung CAR sebesar ( − ) 2,467 dengan tingkat signifikansi 0,015 yang berarti CAR berpengaruh

[r]

Pemberian ethrel pada tanaman mentimun sangat nyata berpengaruh pada setiap tahapan pertumbuhan dan perkembangan tanaman, baik pada fase pertumbuhan yang ditandai

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Return On Asset, Biaya Operasional dan Pendapatan Operasional dan BI Rate terhadap Tingkat Bagi Hasil

It is suggested that conceptual summarizing of multiple sources using computer-based concept map is used in English reading because it allows students to process

Sesampainya di perkuburan mulailah mereka membuat Tambak Kubur , yang terdiri dari beberapa golongan yaitu : 1) Golongan Batin dengan satu tingkat Tambak , tidak

ANALISIS PEMBENTUKAN NOMINA PERSONA DEVERBA DALAM BAHASA JERMAN Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu..

Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, semua Peraturan Perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun