II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Pustaka
2.1.1. Teori Penawaran dan Kurva Penawaran
Hukum penawaran pada dasarnya mengatakan bahwa makin tinggi harga sesuatu barang, semakin banyak jumlah barang tersebut akan ditawarkan oleh para penjual. Sebaliknya, makin rendah harga sesuatu barang semakin sedikit jumlah barang yang ditawarkan (Sukirno, 2008).
Kurva penawaran adalah gambaran secara grafis dari hubungan antara jumlah barang yang ditawarkan dengan harga, jika faktor lainnya tetap sama (ceteris paribus) (Lipsey et al, 1995). Adapun bentuk kurva penawaran dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Kurva Penawaran
S0
0 20 40 60 80 100 120
0 20 40 60 80 100 120 140
H
ar
ga
(
P
)
Pada Gambar 1, dapat dilihat bahwa kurva penawaran (S0) menaik dari
kiri bawah ke kanan atas. Bentuk kurva penawaran seperti itu karena terdapat hubungan yang positif di antara harga dan jumlah barang yang ditawarkan, yaitu
makin tinggi harga, maka makin banyak jumlah barang yang ditawarkan (Sukirno, 2008).
Pergeseran kurva penawaran berarti bahwa pada setiap harga akan ditawarkan jumlah yang berbeda daripada jumlah sebelumnya. Kenaikan jumlah barang yang ditawarkan pada tiap tingkat harga diwujudkan dalam bentuk pergeseran kurva penawaran ke kanan. Sebaliknya, penurunan jumlah yang ditawarkan pada tiap tingkat harga diwujudkan dalam bentuk pergeseran kurva penawaran ke kiri (Lipsey et al, 1995). Adapun bentuk pergeseran kurva penawaran dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Pergeseran Kurva Penawaran
Sumber : Sukirno, 2008
S0 S1
S2
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140
H
ar
ga
(P
)
Jumlah (Q)
Dari Gambar 2, dapat dilihat bahwa pergeseran kurva penawaran dari S0 ke S1 menunjukkan adanya kenaikan dalam penawaran. Suatu kenaikan
penawaran berarti bahwa lebih banyak jumlah yang ditawarkan pada tiap tingkat harga. Sebaliknya, pergeseran kurva penawaran dari S0 ke S2 menunjukkan
adanya penurunan dalam penawaran. Suatu penurunan dalam penawaran berarti bahwa lebih sedikit jumlah yang ditawarkan pada tiap tingkat harga (Sukirno, 2008).
Pergeseran keseluruhan kurva penawaran tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Harga-harga masukan (prices of input)
Input adalah semua jenis barang yang digunakan perusahaan untuk memproduksi keluaran (output)-nya, seperti bahan baku, tenaga kerja dan mesin- mesin. Jika harga lainnya tetap sama, semakin tinggi harga setiap masukan maka semakin kecil keuntungan yang akan diperoleh dari suatu komoditi tertentu. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa semakin tinggi harga setiap masukan yang digunakan perusahaaan, maka semakin rendah jumlah komoditi yang akan diproduksi dan ditawarkan oleh perusahaan pada tiap tingkat harga komoditi itu (Lipsey et al, 1995).
2. Tujuan perusahaan
Dalam teori dasar ilmu ekonomi, perusahaan diasumsikan memiliki satu tujuan tunggal yaitu memaksimumkan laba. Akan tetapi, perusahaan bisa saja
memiliki tujuan lainnya atau tujuan sebagai substitusi untuk maksimasi laba. Jika perusahaan takut menanggung resiko, perusahaan itu akan memilih jalur
kegiatan yang lebih aman meskipun kemungkinan memperoleh laba lebih kecil. Jika perusahaan ingin menjadi perusahaan besar, mungkin yang dilakukan adalah memproduksi dan menjual dalam jumlah yang lebih besar daripada kalau perusahaan sekedar ingin memaksimumkan labanya. Jika yang menjadi tujuan perusahaan adalah citra masyarakat, maka perusahaan mungkin melepaskan kegiatan yang tingkat keuntungannya tinggi (seperti produksi dioksin) jika memang masyarakat tidak menerimanya (Lipsey et al, 1995).
Bagi perusahaan yang bertujuan untuk memaksimumkan laba maka perusahaan tersebut akan memproduksi dan menjual barang dalam jumlah yang besar, hal ini akan menggeser kurva penawaran ke kanan yang berarti makin banyak jumlah yang ditawarkan pada tiap tingkat harga. Dan sebaliknya, jika suatu perusahaan memiliki tujuan tidak untuk memaksimumkan laba, maka perusahaan tersebut akan memproduksi dan menjual barang dalam jumlah yang sedikit, hal ini akan menggeser kurva penawaran ke kiri yang menunjukkan
bahwa makin sedikit jumlah yang ditawarkan pada tiap tingkat harga (Lipsey et al, 1995).
3. Teknologi
perkembangan ekonomi yang pesat di berbagai negara terutama disebabkan oleh penggunaan teknologi yang semakin modern. Kemajuan teknologi telah dapat mengurangi biaya produksi, mempertinggi produktivitas, mempertinggi mutu barang dan menciptakan barang- barang yang baru. Dalam hubungannya dengan
penawaran suatu barang, kemajuan teknologi menimbulkan dua efek yaitu: (i) produksi dapat ditambah dengan lebih cepat, (ii) biaya produksi semakin
murah. Dengan demikian keuntungan menjadi bertambah tinggi. Berdasarkan kepada kedua akibat ini dapatlah disimpulkan bahwa kemajuan teknologi dapat menggeser kurva penawaran ke kanan, yang menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah yang ditawarkan (Sukirno, 2008).
4. Harga barang lain
a) Harga barang atau jasa lain: pada barang bersaing (competitive product) Ditinjau dari segi penawaran, hubungan suatu barang atau jasa dengan barang atau jasa lainnya dapat berupa barang bersaing (competitive product) atau barang bersama (joint product).
Dua atau lebih barang adalah bersaing apabila barang-barang tersebut dapat dihasilkan dengan menggunakan faktor produksi yang sama. Pada umumnya kenaikan harga suatu barang, ceteris paribus, akan menurunkan penawaran barang saingannya.
padi berkurang sehingga produksi atau jumlah penawaran padi menjadi berkurang dan kurva penawaran padi akan bergeser ke kiri (Sukirno, 2008).
b) Harga barang atau jasa lain: pada barang bersama (joint product)
Barang bersama (joint product) adalah dua atau lebih barang yang dapat dihasilkan dalam suatu proses produksi yang sama. Jika harga suatu barang naik,
ceteris paribus, maka penawaran barang bersamanya juga naik. Sebagai contoh, daging domba dan bulu domba adalah barang bersama karena dihasilkan dari proses produksi yang sama dalam kegiatan peternakan. Dengan demikian, jika harga daging domba naik, peternak akan berusaha menambah penawaran daging domba dengan memelihara ternak domba yang lebih banyak dan pada saat yang sama dia juga dapat menambah jumlah penawaran bulu domba. Hal ini dapat menggeser kurva penawaran ke kanan, yang menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah daging domba dan jumlah bulu domba yang ditawarkan pada tiap tingkat harga (Sukirno, 2008).
2.1.2. Elastisitas Penawaran
Elastisitas penawaran mengukur ketanggapan (the responsiveness) jumlah yang ditawarkan terhadap perubahan harga komoditi itu sendiri, yang ditulis sebagai s dan didefinisikan sebagai berikut:
ηs=
Persentase perubahan jumlah yang ditawarkan Persentase perubahan harga
Dan sering juga disebut sebagai supply elasticity (Kadariah, 1994).
elastisitas penawaran tak terhingga dimana penurunan harga sedikit saja dapat menurunkan jumlah yang akan ditawarkan oleh produsen dari jumlah yang tak terhingga hingga menjadi nol. Di antara kedua elastisitas penawaran yang ekstrim ini, terdapat berbagai variasi bentuk kurva penawaran. Adapun beberapa bentuk dari elastisitas penawaran (s) terhadap harga dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Bentuk Elastisitas Penawaran
Sumber : Lipsey et al, 1995
Dari Gambar 3, dapat dilihat beberapa bentuk dari elastisitas penawaran (s) terhadap harga. Ada beberapa bentuk elastisitas penawaran, yakni inelastis
sempurna, inelastis, elastis uniter, elastis dan elastis sempurna. Adapun penjelasan dari elastisitas penawaran tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.
Es = 0
0 < Es < 1 Es = 1 Es > 1
Es = ∞
0 40 80 120 160 200
0 50 100 150 200 250 300
H
a
rg
a
(
P
)
Jumlah (Q)
Es = 0
0 < Es < 1
Es = 1
Es > 1
Tabel 5. Elastisitas Penawaran (s) terhadap Harga
Ukuran Elastisitas
dalam Angka Istilah Keterangan
Nol Inelastis sempurna dengan persentase yang lebih kecil daripada perubahan harga dengan persentase yang lebih besar daripada perubahan harga
Tak terhingga Elastis sempurna
Penjual siap menjual dengan segala kemampuan mereka pada beberapa tingkat harga dan tidak sama sekali walaupun dengan harga yang sedikit lebih rendah.
Sumber : Lipsey et al, 1995.
Dua faktor yang dapat dianggap sebagai faktor yang sangat penting di dalam menentukan elastisitas penawaran yaitu: jangka waktu di mana penawaran tersebut dianalisis dan perilaku biaya apabila output (keluaran)-nya bervariasi. 1) Jangka Waktu Analisis
Di dalam menganalisis pengaruh waktu terhadap elastisitas penawaran dibedakan dua jenis waktu yaitu jangka pendek (short run) dan jangka panjang (long run). Dalam penawaran, kurun waktu jangka pendek ataupun jangka panjang tidak ada hubungannya dengan jumlah minggu, bulan atau tahun tertentu, melainkan berhubungan dengan faktor produksi yang digunakan
Jangka pendek (short run) adalah jangka waktu dimana jumlah masukan (input) tertentu tidak dapat diubah. Artinya pada periode jangka pendek, faktor produksi yang digunakan adalah faktor produksi tetap. Faktor produksi tetap (fixed input) adalah faktor produksi yang jumlah penggunannya tidak tergantung pada jumlah produksi. Ada atau tidaknya kegiatan produksi, faktor produksi itu harus tetap tersedia. Contohnya tanah, mesin-mesin pabrik. Sampai tingkat interval produksi tertentu, jumlah mesin tidak perlu ditambah. Tetapi jika tingkat produksi menurun bahkan sampai nol unit (tidak berproduksi), jumlah mesin tidak dapat dikurangi. Oleh karenanya, pada jangka pendek penawaran bersifat inelastis (Rahardja, 2006).
Jangka panjang (long run) adalah periode waktu dimana semua masukan (input) dapat berubah, tetapi teknologi dasar produksi tidak dapat diubah. Artinya periode jangka panjang adalah periode produksi dimana semua faktor produksi yang digunakan menjadi faktor produksi variabel. Faktor produksi variabel (variable input) adalah faktor produksi yang jumlah penggunaannya tergantung pada tingkat produksinya. Makin besar tingkat produksi, makin banyak faktor produksi variabel yang digunakan. Begitu juga sebaliknya. Contohnya adalah buruh harian lepas di pabrik rokok. Jika perusahaan ingin meningkatkan produksi, maka jumlah buruh hariannya ditambah. Sebaliknya jika ingin mengurangi produksi, maka buruh harian dapat dikurangi. Oleh karena itu, penawaran pada jangka panjang bersifat elastis (Rahardja, 2006).
2) Perilaku biaya apabila output (keluaran)-nya bervariasi
dihambat langsung oleh kenaikan biayanya. Dalam hal ini penawarannya akan cenderung bersifat inelastis. Akan tetapi, jika kenaikan biayanya naik sedikit dengan meningkatnya produksi, maka kenaikan harga akan meningkatkan keuntungan dan akan mengakibatkan kenaikan jumlah yang ditawarkan dalam jumlah besar, sebelum kenaikan biayanya menghentikan ekspansi keluaran ini.
Dalam hal ini penawaran akan cenderung lebih bersifat elastis (Lipsey et al, 1995).
2.2. Penelitian Terdahulu
Ada beberapa penelitian yang pernah dilakukan oleh peneliti terdahulu yang berhubungan tentang respon penawaran suatu komoditi pertanian, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 6.
Tabel 6. Lanjutan harga pupuk SP36 tahun t, produksi bawang merah harga pupuk SP36 tahun t, produksi bawang merah
2.3.1. Respon Beda Kala (Lag) dalam Komoditi Pertanian
periode mendatang dan pengalamannya di masa lalu. Apabila terjadi peningkatan harga output suatu komoditas pertanian pada saat tertentu maka peningkatan itu tidak akan segera diikuti oleh peningkatan areal dan produktivitas, karena keputusan alokasi sumber daya telah ditetapkan petani pada saat sebelumnya. Respon petani terjadi setelah beda kala (lag) sebagai dampak perubahan harga input, output, dan kebijakan pemerintah (Gujarati, 2004).
Peubah beda kala (lagged variable) sering dimasukkan ke dalam model ekonometrik yang menduga respon pelaku ekonomi. Alasannya adalah respon dari pelaku ekonomi untuk merespon terhadap perubahan-perubahan peubah yang mempengaruhi mereka pada umumnya tidak dapat segera diwujudkan, karena diperlukan suatu penyesuaian terlebih dahulu. Dengan demikian, peubah beda kala (lag) dalam model merupakan salah satu cara untuk mempertimbangkan lamanya waktu proses penyesuaian dari perilaku ekonomi dan proses dinamis dari proses tersebut (Koutsoyiannis, 2001).
Dalam Gujarati (2004), ada tiga alasan pokok yang mendasari penggunaan variabel beda kala yaitu:
1. Alasan Psikologis. Disebabkan oleh adanya kebiasaan (habit) terhadap
perilaku lama atau kelembaman (inersia) dalam menyesuaikan diri. Secara umum, model fungsi respon penawaran hasil-hasil pertanian
2. Alasan teknis. Proses produksi pertanian membutuhkan waktu antara saat menanam dan saat memanen sehingga tergantung pada peubah-peubah beda kala (lag). Demikian pula introduksi teknik produksi baru memerlukan waktu untuk sampai diadopsi oleh petani dan sampai petani mahir dalam menggunakan teknik produksi baru sebelum pada akhirnya dapat meningkatkan produksi penawarannya.
3. Alasan kelembagaan. Perubahan tidak dapat terjadi begitu saja karena ada aturan atau kelembagaan yang mengikat seperti adanya perjanjian kontrak waktu produksi dan aturan-aturan yang bersifat kelembagaan lainnya.
2.3.2. Model Perilaku Penyesuaian Parsial Nerlove
Dari semua model ekonometrik yang digunakan untuk mengestimasi respon penawaran produk pertanian dan perkebunan, model Nerlove adalah salah satu model yang paling sukses dan banyak digunakan serta terus diuji oleh banyak studi untuk memperbaiki model ini.
Berdasarkan Gujarati (2004), sebuah model dikatakan dinamis jika nilai berikutnya dari variabel dependen dipengaruhi oleh nilai pada periode sebelumnya, bentuk yang tereduksi (reduced form) dari model Nerlove akan berbentuk model
autoregressive karena model tersebut memasukkan nilai lag dari variabel dependen di antara variabel-variabel penjelasnya.
secara statistik sangat besar peluang muncul masalah kolinieritas ganda (multi collinearity) yang serius antara peubah-peubah penjelas tersebut. Oleh
karena itu, diperlukan modifikasi model untuk menghindari masalah kolinieritas
ganda tersebut dan sekaligus tetap mempertimbangkan pengaruh lag harga (Ritonga, 2004).
2.3.3. Model Nerlove
Nerlove mengembangkan model penyesuaian parsial dan merumuskan bahwa tingkat output yang diinginkan (Y*t) dipengaruhi oleh tingkat harga dan
teknologi. Persamaannya dapat dituliskan sebagai berikut:
Y*t = b0 + b1Pt + b2Tt ... (2.1)
Dimana:
Y*t adalah tingkat output yang diinginkan pada tahun ke-t,
Pt adalah harga pada tahun ke-t,
Tt adalah teknologi (LaFrance and Oscar R. Burt, 1983)
Tingkat output yang diinginkan (Y*t) tidak dapat diamati secara langsung
karena masih merupakan target (bukan aktual). Untuk mengatasinya maka Nerlove mempostulatkan hipotesis yang dikenal sebagai hipotesis perilaku penyesuaian parsial. Hipotesis perilaku penyesuaian parsial oleh Nerlove ini dapat dituliskan sebagai berikut:
Yt - Yt-1 = δ (Y*t - Yt-1) ... (2.2) Dimana :
Yt - Yt-1 = Perubahan tingkat output yang sebenarnya terjadi
Y*t - Yt-1 = Perubahan tingkat output yang diinginkan
Perubahan tingkat output yang sebenarnya terjadi merupakan proporsi tertentu dari perubahan tingkat output yang diinginkan. Proporsi tertentu ini
disebut sebagai koefisien penyesuaian parsial (δ) yang nilainya terletak di antara 0 sampai 1. Jika:
Nilai δ = 0, maka tidak ada perubahan apapun pada tingkat output yang diinginkan Nilai δ = 1, maka tingkat output yang diinginkan sama dengan tingkat output yang sebenarnya terjadi (LaFrance and Oscar R. Burt, 1983).
Persamaan (2.2) dapat disusun kembali menjadi : Yt - Yt-1 = δ (Y*t - Yt-1)
Yt = δ Y*t–δ Yt-1 + Yt-1
Yt = δ Y*t + (1 - δ) Yt-1 ... (2.3)
Tingkat output pada periode tertentu dipengaruhi oleh tingkat output yang diinginkan dan tingkat output pada periode sebelumnya. Bila persamaan (2.1) disubstitusikan ke dalam persamaan (2.3), dan menyusunnya kembali maka akan diperoleh persamaan:
Yt = δ Y*t + (1 - δ) Yt-1, dimana :
Y*t = b0 + b1Pt + b2Tt , maka :
Yt = δ (b0 + b1 Pt + b2 Tt) + (1- δ) Yt-1
Yt = δ b0+ δ b1Pt+ δ b2Tt + (1- δ) Yt-1
Dimana :
Yt = Tingkat output pada periode ke-t
Yt-1 = Tingkat output pada periode ke t-1
Pt = Harga pada periode ke-t
Tt = Teknologi pada periode ke-t
δ = (1- a3), b0 = a0/ δ, b1 = a1/ δ, b2 = a2/ δ
Untuk menganalisis elastisitas penawaran suatu komoditas yang menggambarkan ketanggapan (responsiveness) jumlah komoditas yang ditawarkan terhadap perubahan harga komoditas itu sendiri, dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
ESR = ai
Pt
Yt
dan ELR =
ESR
δ ... (2.5)
Dimana :
ESR = Elastisitas jangka pendek
ELR = Elastisitas jangka panjang
ai = Koefisien regresi variabel bebas, yaitu harga komoditas
Pt = Rata-rata variabel bebas, yaitu harga komoditas Yt = Rata-rata variabel tak bebas, yaitu tingkat output
δ = Koefisien penyesuaian parsial, yang besarnya 0 < δ < 1 Dengan kriteria, apabila:
E < 1 : penawaran bersifat inelastis. Artinya, setiap perubahan variabel bebas, yaitu harga komoditas sebesar 1% akan mengakibatkan perubahan tingkat output lebih kecil dari 1%.
2.4. Kerangka Pemikiran
Kacang tanah merupakan salah satu komoditas kacang-kacangan yang penting setelah kacang kedelai. Peluang pengembangan kacang tanah masih terbuka luas sejalan dengan berkembangnya pemanfaatan kacang tanah baik untuk konsumsi langsung, industri pangan olahan, pakan ternak dan industri lainnya yang berbahan baku kacang tanah.
Penawaran komoditas pertanian merupakan keseluruhan atau banyaknya jumlah komoditas produk pertanian yang ditawarkan oleh produsen berdasarkan harga yang telah ditentukan kepada pembeli, sehingga terjadi tawar menawar terhadap harga komoditas pertanian. Faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran produk pertanian adalah harga komoditas itu sendiri, teknologi, harga input, harga produk lain, jumlah produsen dan ekspektasi terhadap harga komoditas itu di masa depan.
kacang tanah terhadap harga kacang tanah itu sendiri, baik pada jangka pendek maupun jangka panjang.
Untuk lebih jelasnya, maka dapat dilihat skema kerangka pemikiran mengenai analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran kacang tanah dan analisis mengenai elastisitas penawaran kacang tanah terhadap harga kacang tanah itu sendiri, di Sumatera Utara pada jangka pendek dan jangka panjang, seperti ditunjukkan pada Gambar 4.
Gambar 4. Skema Kerangka Pemikiran
Penawaran Kacang Tanah
Faktor selain harga komoditas itu sendiri:
Luas areal panen kacang tanah (Ha)
Harga jagung pipilan (Rp/Kg)
Harga pupuk TSP (Rp/Kg)
Penawaran kacang tanah pada periode sebelumnya (Ton)
Elastisitas Penawaran Kacang Tanah
Jangka Pendek
Jangka Panjang Faktor
harga komoditas itu sendiri:
2.5. Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah:
1. Variabel luas areal panen kacang tanah, harga kacang tanah, harga jagung pipilan, harga pupuk TSP, dan penawaran kacang tanah pada periode sebelumnya berpengaruh nyata dan positif terhadap penawaran kacang tanah di Sumatera Utara.