BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menopause merupakan suatu keadaaan yang dialami wanita dimana akan
terjadi penuaan sistem reproduksi yang menyebabkan seorang wanita tidak lagi
mendapat haid. Diproyeksikan bahwa pada tahun 2020, sekitar 52 juta wanita akan
berusia >55 tahun dan menurut data Census US 2000, sekitar 37,5 juta wanita sedang
mencapai menopause atau mengalami menopause saat ini (Schorge, 2008).
Sementara setiap tahunnya, sekitar 25 juta wanita di seluruh dunia
diperkirakan mengalami menopause. Jumlah wanita usia 50 tahun ke atas
diperkirakan meningkat dari 500 juta pada saat ini menjadi lebih dari 1 miliar pada
tahun 2030. Di Asia, masih menurut data World Health Organization (WHO), pada
tahun 2025 jumlah wanita yang berusia tua diperkirakan akan melonjak dari 107 juta
ke 373 juta (Baziad Ali, 2009).
Saat ini Indonesia baru mempunyai 14 juta orang yang mengalami
menopause. Menurut pandangan penduduk Indonesia tahun 1995-2008 oleh Badan
Pusat Statistik, jumlah penduduk perempuan berusia diatas 50 tahun adalah 15,9 juta
orang dan pada tahun 2025 diperkirakan akan ada 60 juta perempuan menopause
(BKKBN, 2006).
Menopause adalah tidak terjadinya periode menstruasi selama 12 bulan.
Periode transisi menopause dihitung dari periode menstruasi terakhir diikuti dengan
12 bulan periode amenorea (tidak mendapatkan siklus haid). Menopause adalah
bagian dari periode transisi perubahan masa reproduktif ke masa tidak reproduktif.
Usia rata-rata terjadinya periode menstruasi terakhir adalah 51.5 tahun. Pasca
terakhir. Sebagian besar wanita di Indonesia tidak mengetahui dampak yang bisa
timbul saat memasuki masa menopause dan pascamenopause (Schorge, 2008).
Perubahan-perubahan yang terjadi pada wanita menopause dapat
menimbulkan gangguan, baik fisik maupun psikis. Perubahan hormone setelah
menopause memberikan dampak di kemudian hari pada wanita saat pasca menopause
(Spencer dan Brown, 2006). Gangguan fisik selama periode pascamenopause berupa
perdarahan vaginal abnormal, perubahan termoregulasi central, hot flush, perubahan
metabolisme tulang (osteoporosis dan osteopenia), penyakit kardiovaskuler,
peningkatan berat badan dan distribusi lemak, perubahan dermatologi serta dental.
Wanita dalam masa transisi pascamenopause sering melaporkan mengalami kenaikan
berat badan yang cepat dibandingkan sebelum menopause (Schorge, 2008). Menurut
Dallman (2004) dalam Schorge (2008), kenaikan berat badan sepanjang periode ini
berkaitan dengan distribusi lemak pada bagian abdomen yang menyebabkan obesitas
sentral.
Organisasi Kesehatan Dunia, WHO, memperkirakan terdapat 2.3 milliar orang
dewasa yang memiliki berat badan berlebih (overweight) pada tahun 2015. Sebanyak
700 juta diantaranya tergolong obese. Angka tahun 2005 memperlihatkan 1,6 milyar
dewasa dengan berat badan berlebih (overweight) dan 400 juta tergolong obesitas dan
sekitar 300 juta di antaranya adalah perempuan obesitas (Depkes, 2009). Prevalensi
obesitas lebih tinggi pada wanita dibanding laki-laki. Salah satu alasan untuk
perbedaan gender dalam obesitas mungkin pengaruh perubahan hormon reproduksi
sepanjang kehidupan wanita (Lovejoy J.C., 1998). Penelitian menunjukkan wanita
mengalami kenaikan berat badan kira-kira 2-3 kg selama periode pascamenopause
karena perubahan hormone mengakibatkan distribusi lemak tubuh lebih tinggi di
bagian abdominal dibanding subkutan (Lovejoy J.C, 1998).
Mekanisme terjadinya obesitas setelah menopause masih belum jelas.
misalnya dapat meningkatkan resiko penyakit kardiovaskular dan insulin resistance
pada wanita pascamenopause (Schorge, 2008). Perubahan hormonal terutama
estrogen setelah menopause menyebabkan perubahan distribusi lemak tubuh sehingga
kebanyakan wanita pascamenopause mengalami obesitas sentral (android obesity)
yaitu akumulasi lemak tubuh pada bagian abdomen (Sharma, 2008). Peningkatan
lemak visceral mengakibatkan resistensi insulin dan dapat menyebabkan penyakit
jantung serta diabetes pada wanita menopause. Penelitian sebelumnya menunjukkan
wanita pascamenopause sering mengalami peningkatan kadar serum bagi total
cholesterol (TC), low-density lipoprotein (LDL) dan penurunan apoprotein A1 (Apo
A1) serta high-density lipoprotein (HDL) yang merupakan faktor resiko penyakit
kardiovaskular (Pao, 2000). Misalnya beberapa penelitian menunjukkan masalah
kesehatan yang sangat sering pada perempuan pasca menopause adalah meningkatnya
angka kejadian Penyakit Jantung Koroner (PJK). Di negara industri penyebab
terbanyak kematian pada perempuan diatas usia 50 tahun adalah akibat PJK. Di
Amerika Serikat kematian akibat PJK adalah 10 kali lipat dibandingkan kematian
oleh karena kanker payudara (Taufik, 2001).
The Nurses’ Health Study (NHS), yang melakukan penelitian selama lebih
dari 14 tahun terhadap 116.000 wanita, menemukan bahwa wanita dengan IMT>29
kg/m2 memiliki resiko 3,6 kali lebih besar untuk menderita PJK dibandingkan dengan
wanita yang IMT-nya <21 kg/m2 (Yusnidar, 2007). Selain penyakit kardiovaskular,
postmenopausal obesity juga menyebabkan resistensi insulin dan diabetes pada
wanita pascamenopause. Beberapa studi menunjukkan bahwa adiponektin
(diproduksi oleh jaringan lemak tubuh) bisa menjadi marker untuk sindrom metabolik
pada menopause. Adiponektin meningkatkan sensitivitas jaringan perifer terhadap
insulin dan defisiensinya pada pascamenopause dapat menyebabkan perkembangan
resistensi insulin (Mankowska, 2008).
Selain faktor perubahan hormonal setelah menopause, faktor gaya hidup
dapat menyebabkan peningkatan berat badan pada wanita pascamenopause (Mayo,
2013). Maka, postmenopausal obesity dapat dihindari dengan modifikasi gaya hidup
dan terapi hormon khusus bagi wanita pascamenopause. Para pakar menganjurkan
olahraga sebaiknya dilakukan 30 menit sekurang-kurangnya 5 hari dalam seminggu
dan pola makanan seimbang dengan memperbanyak serat, buah-buahan, sayuran serta
mengurangi asupan lemak. Wanita pascamenopause juga dianjurkan untuk
mengkonsumsi suplemen vitamin (B2, B6, B12 dan folic acid) (Sharma, 2008) dan
mendapat terapi hormone (Taufik, 2001). Penelitian Framingham Heart Study
mengatakan bahwa wanita menopause yang tidak memakai terapi estradiol (terapi
hormone) mengalami kenaikan kadar kolesterol, LDL dan penurunan kadar HDL
(Taufik, 2001).
Pada suvei awal penelitian ini, kebanyakan responden mengatakan bahwa
mereka mengalami kenaikan berat badan dalam beberapa tahun setelah menopause.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui adakah hubungan
signifikan antara lamanya mengalami menopause dan tingkat obesitas pada wanita
pascamenopause.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka dapat diidentifikasi berbagai
masalah sebagai berikut:
• Mekanisme terjadinya obesitas pada wanita pascamenopause belum jelas
• Lamanya menopause adalah faktor resiko yang berpengaruh terhadap tingkat obesitas
• Postmenopausal obesity memberikan dampak yang serius terhadap kesehatan
seperti PJK dan resistensi insulin
• Postmenopausal obesity dapat dihindari dengan modifikasi gaya hidup dan
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah tersebut, penelitian ini
bermaksud untuk mencari adakah hubungan lamanya wanita mengalami menopause
dengan tingkat obesitas pada wanita pascamenopause.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
1. Mengetahui hubungan lamanya mengalami menopause dengan tingkat obesitas
pada wanita pascamenopause.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui rata-rata jumlah wanita pascamenopause yang mengalami kenaikan
berat badan setelah menopuse.
2. Mengetahui rata-rata pertambahan berat badan semenjak menopause khususnya
pada wanita pascamenopause.
1.4Manfaat Penelitian
1. Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi dokter dan perawat maternitas dalam
memberikan edukasi serta asuhan keperawatan pada wanita pascamenopause.
2. Dapat digunakan sebagai tambahan informasi bagi penelitian-penelitian
selanjutnya mengenai kenaikan berat badan pada pascamenopause.
3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan