ELECTROPLATING
Oleh :
DODDY OCTNIAWAN
NPM : 0752010015
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN
FAKULTAS TEKNIK SIPIL & PERENCANAAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN“
J ATIM
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas Perencanaan
Bangunan Pengolahan Air Minum (PBPAM) dengan baik.
Tugas perencanaan ini merupakan salah satu persyaratan bagi setiap
mahasiswa Program Studi Teknik Lingkungan , Fakultas Teknik Sipil Dan
Perencanaan, Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur untuk
mendapatkan gelar sarjana.
Selama menyelesaikan tugas ini, kami telah banyak memperoleh
bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini
penyusun ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. Ir. Edi Mulyadi SU selaku Dekan Fakultas Teknik Sipil Dan
Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Ir. Tuhu Agung R., MT selaku Ketua Program Studi Teknik Lingkungan
Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Universitas Pembangunan
Nasional “Veteran” Jawa Timur.
3. Ir. Naniek Ratni J.A.R., Mkes selaku dosen Pembimbing tugas PBPAM
yang telah membantu, mengarahkan dan membimbing hingga tugas
perencanaan ini dapat selesai dengan baik.
4. Ir. Novirina Hendrasarie, MT selaku dosen mata kuliah PBPAM.
5. Kedua orang tua, semua keluargaku terima kasih atas dukungan material
6. Semua rekan-rekan di Teknik Lingkungan 2007 yang secara langsung
maupun tidak langsung telah membantu hingga terselesainya tugas ini.
7. Semua pihak yang telah membantu dan yang tidak dapat saya sebutkan
satu per satu.
Penyusun menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan
tugas perencanaan ini, untuk itu saran dan kritik yang membangun akan penyusun
terima dengan senang hati. Akhir kata penyusun mengucapkan terima kasih dan
mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila didalam penyusunan laporan ini
terdapat kata-kata yang kurang berkenan atau kurang dipahami.
Surabaya, Januari 2011
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR………..…… i
DAFTAR ISI………..…... iii
DAFTAR TABEL………... v
DAFTAR GAMBAR……….... vi
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang………...1
I.2 Maksud dan Tujuan………...2
I.3 Ruang Lingkup……… 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1. Karakteristik air yang terkandung dalam air baku …………..4
II.2. Kebutuhan air ………... ………...14
II.2.1. Sumber air minum ………...………...15
II.2.2. Parameter zat pencemar ……… 17
II.3. Bangunan pengolahan air ……….……….18
II.3.1. Bangunan penangkap air ………... 18
II.3.2. Bangunan prasedimentasi ……….. 24
II.3.3. Bak aerasi ……….……… 28
II.3.4. Koagulasi ……….. 30
II.3.5. Flokulasi ……….. 34
II.3.6. Bangunan Sedimentasi ………. 36
II.3.7. Bangunan Filtrasi ………... 38
II.3.9. Reservoar ………... 45
BAB III DATA PERENCANAAN III.1. Data Karakteristik ………47
III.2. Standar Baku Mutu………...48
III.2.1. Baku mutu air minum (DEPKES RI) ………….. 48
III.2.2. Baku mutu air minum (WHO) ……….... 49
III.3. Diagram Alir……….... 52
BAB IV SPESIFIKASI BANGUNAN IV.1. Dimensi intake ……….. 53
IV.2. Koagulasi ………...……….54
IV.3. Flokulasi ………...………...56
IV.4. Sedimentasi ……….………56
IV.5. Filtrasi ………...……...…………....60
IV.6. Desinfeksi ...………...64
IV.7 Reservoar ...………....……….65
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN V.1. Kesimpulan……….67
V.2. Saran………...67
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN A Tabel dan Grafik
LAMPIRAN B Perhitungan Spesifikasi Bangunan
ABSTRAK
Limbah cair domestik merupakan limbah yang paling dominan mencemari lingkungan selain limbah industri. Limbah tersebut menghasilkan senyawa organik yang dapat menurunkan kualitas air. Selain itu, limbah cair domestik mengandung padatan terlarut yang tinggi sehingga menimbulkan kekeruhan dan mengurangi penetrasi cahaya matahari bagi organisme fotosintetik. Sehingga diperlukan pengolahan agar memenuhi standar lingkungan yaitu dengan reaktor
Rotary Biological Contactor (RBC).
RBC adalah suatu reaktor yang terdiri dari beberapa cakram yang berputar dengan kecepatan rotasi tertentu. Pada saat berputar sebagian cakram yang terendam dalam limbah cair akan menguraikan zat organik yang terlarut dalam limbah cair. Pada saat kontak dengan udara biomassa akan mengadsorb oksigen sehingga tercapai kondisi aerobik. Sebagai peubah yang digunakan adalah debit aliran (ml/menit) yaitu 376, 282, 226, 188, 161 ml/menit dan konsentrasi COD 628,8 mg/lt; 537,6 mg/lt; 480 mg/lt; 336 mg/lt; 212 mg/lt dengan menggunakan parameter uji COD.
Hasil terbaik yang diperoleh dari penelitian ini yaitu pada debit aliran 161 ml/menit dengan konsentrasi COD 537.6 mg yang dapat menyisihkan COD sebesar 96.87 %.
ABSTRACT
Domestic wastewater is waste dominant contaminate besides industrial waste disposal. Domestic wastewater produce organic compound that can be low water quality. Besides, domestic wastewater contains high total solid causing turbidity and decrease penetration of sunlight for organism photosynthetic. So that needs processing that can be removed by reactor Rotary Biological Contactor (RBC) for standard environment.
RBC a reactor that consists of several discs rotates with certain rotation speed. At the discs rotate, part of the discs removes the organic material from wastewater. At the discs contact with the air biomass adsorbs oxygen so that reached aerobic condition. As factor condition that used are flow rate that is 376, 282, 226, 188, 161 ml/minute and concentrasion COD 628.8 mg/lt; 537.6 mg/lt; 480 mg/lt; 336 mg/lt and 212/lt by using COD removal.
The best result that is got from this study that is in flow rate 161 ml/minute with concentrasion COD 537.6 mg that could be remove COD is 96.87 %.
I.1. Latar Belakang.
Limbah industri dapat mengandung bahan organik atau bahan anorganik
yang dapat menurunkan kualitas air menimbulkan warna, rasa serta bau bahkan
juga mengandung logam-logam berat. Limbah industri yang mengandung logam
berat perlu mendapat perhatian khusus, mengingat konsentrasi logam berat akan
memberikan efek beracun yang sangat berbahaya bagi kehidupan manusia
maupun bagi ekosistem dimana limbah tersebut dibuang. Beberapa jenis industri
seperti industri alat-alat listrik, pelapisan logam (electroplating) adalah merupakan
penghasil air limbah yang mengandung loga-logam berat seperti Cu, Cr, Fe, Mn,
Zn, Ni dan sebagainya. Limbah tersebut bila dibuang ke lingkungan harus
mengalami pengolahan terlebih dahulu agar dapat memenuhi baku mutu limbah
cair yang sudah ditetapkan oloh pemerintah daerah.
Electroplating adalah sebuah industri logam untuk perlindungan terhadap
korosi, sifat khas permukaan dan sifat teknis atau mekanis bahan tertentu serta
bertujuan untuk dekoratif atau penampilan. Untuk menurunkan nutrisi atau kadar
logam berat yang terkandung di dalam limbah industri electroplating seperti
logam berat Cr, Fe, Mn, Ni diperlukan suatu pengolahan khusus yaitu seperti
I.2. Mak sud Dan Tujuan
I.2.1 Mak sud
Adapun maksud dari perencanaan bangunan pengolahan air buangan ini
agar dapat menghasilkan kualitas limbah pelapisan logam yang sesuai dengan
standart baku mutu pemerinta, sehingga tidak mencemari badan air.
I.2.2. Tujuan
Tujuan dari pengolahan air buangan yang ingin dicapai :
a. Menentukan jenis pengolahan air buangan yang sesuai berdasarkan
pertimbangan karakteristik air buangan
b. Merencanakan bangunan pengolahan air buangan serta hal-hal
yang terkait di dalamnya termasuk lay out.
c. Merancang diagram air proses pengolahan sehingga terjadi
1. Data Karakteristik dan Standart Baku Mutu Limbah Industri
2. Spesifikasi Bangunan Pengolahan Limbah
3. Perhitungan Bangunan Pengolahan Limbah
4. Gambar Bangunan Pengolahan Limbah
5. Profil Hidrolis Bangunan Pengolahan Limbah
BAB II
TINJ AUAN PUSTAKA
2.1 Kar akter istik Limbah Industr i
Jumlah aliran limbah yang berasal dari industri sangat bervariasi
tergantung dari jenis besar kecilnya industri, pengawasan pada proses industri,
derajat penggunaan air, dan derajat air limbah yang ada sangat dipengaruhi oleh
beberapa karakteristik, sebagai berikut;
Karakteristik limbah restoran cepat saji terdiri dari :
1. Biological Oxygen Demand (BOD)
Merupakan parameter yang menunjukkan banyaknya oksigen yang diperlukan
untuk menguraikan senyawa organik yang terlarut dan tersuspensi dalam air
oleh aktivitas mikroba. Pada industri kayu lapis, BOD yang dihasilkan tinggi
pada proses di penampungan kayu dan proses mengeringkan lapisan kayu
halus menggunakan uap panas.
(MetCalf & Eddy, 4th edition, hal: 81)
2. Chemical Oxygen Demand (COD)
Adalah nilai kebutuhan oxygen yang diperlukan untuk menguraikan senyawa
kimia dalam badan air, yakni suatu parameter untuk mengetahui derajat
pencemaran air oleh senyawa organik.
3. pH (derajat keasaman)
Merupakan istilah untuk menyatakan intensitas keadaan asam atau basa suatu
larutan.
(MetCalf & Eddy, 4th edition, hal: 57)
4. TSS (Total Suspended Solid)
Suatu endapan yang dapat disaring (filtrable residu) dan dapat membentuk
suatu sludge blanket yang terdiri-dari bahan-bahan organik.
(MetCalf & Eddy, 4th edition, hal: 43)
5. Minyak dan Lemak
Minyak dan lemak membentuk ester dan alkohol atau gliserol dengan asam
gemuk. Minyak tanah dan minyak pelumas adalah derivat atau turunan dari
minyak residu dan batubara yang berisikan karbon dan hidrogen.
2.2 Bangunan Pengolahan Air Buangan
Berdasarkan proses pengolahan, maka pegolahan air buangan di bedakan
menjadi tiga, yaitu:
1. Pengolahan Fisik
Bertujuan untuk menghilangkan partikel diskrit yang dapat mengendap
dengan sendirinya dan zat yang terapung.
2. Pengolahan Kimiawi
Bertujuan untuk menghilangkan partikel koloid baik yang berupa organik
3. Pengolahan Biologis
Bertujuan untuk menstabilkan air buangan dengan memanfaatkan
mikroorganisme. Pengolahan biologis ini dapat dibedakan menjadi 3 bagian
antara lain, pengolahan aerobik. Pengolahan anaerobik dan pengolahan
fakultatif.
Bangunan Pengolahan Air Buangan mempunyai kelompok tingkat
pengolahan, pengolahan air buangan dibedakan atas:
2.2.1 Pengolahan Pendahuluan (Pre Treatment)
Proses pengolahan yang dilakukan untuk membersihkan dan
menghilangkan sampah terapung dari pasir agar mempercepat proses pengolahan
selanjutnya.
Unit pengolahannya meliputi :
1) Sumur pengumpul dan pemompaan.
Sumur pengumpul merupakan unit penyeimbang, sehingga debit dan kualitas
limbah yang masuk ke instalasi dalam keadaan konstan. Pemompaan
Tabel 2.1 Macam-Macam Karakteristik Pompa
Klasifikasi
Uta ma Type Pompa Kegunaan Pompa
Kinetik Centrifugal - Air limbah sebelum diolah
- Penggunaan lumpur kedua - Pembuangan effluent
Peripheral - Limbah logam, pasir lumpur,
air limbah kasar
Rotor - Minyak, pembuangan gas
permasalahan zat-zat kimia pengaliran lambat untuk air dan air buangan
Posite
Displacement
SCREW - Pasir, pengolahan lumpur
pertama dan kedua - Air limbah pertama - Lumpur kasar
Diafragma Penghisap - Permasalahan zat kimia
- Limbah logam
- Pengolahan lumpur pertama
dan kedua (permasalahan
kimia)
Air Lift - Pasir, sirkulasi dan
pembuangan lumpur kedua Pneumatic Ejektor - Instalasi pengolahan air limbah
skala kecil
(Sumber : Syed R Qasim, “WWTP Planning, Design, and Operation”, 1985, hal 178 - 179)
Rumus yang digunakan :
Saluran Pembawa Screw Pump
Pipa inlet
td = waktu detensi (dt)
H = kedalaman air (m)
Sumber : Metcalf and Eddy, Wastewater engineering Treatment and Reuse, McGraw-Hill, Inc, 1991, hal 224.
Gambar 2.1 Sumur Pengumpul dan Pompa
2) Screening
Screening biasanya terdiri-dari batang pararel, kawat atau grating, perforated plate dan umumnya memiliki bukaan yang berbentuk bulat atau persegi empat. Secara umum peralatan screen terbagi menjadi dua tipe yaitu
screen kasar dan screen halus. Dan cara pembersihannya ada dua cara yaitu
secara manual dan mekanis. Perbedaan screen kasar dan halus adalah pada
jauh dekatnya jarak antar bar screen.
Prinsip yang digunakan bahan padat kasar dihilangkan dengan sederet
bahan baja yang diletakan dan dipasang melintang arah aliran. Kecepatan arah
aliran harus lebih dari 0.3 m/dt sehingga bahan padatan yang tertahan di depan
saringan tidak terjepit. Jarak antar batang biasanya 20-40 mm dan bentuk
penampang batang tersebut empat persegi panjang berukuran 10 mm x 50
Screen berfungsi untuk :
1. Menyaring benda padat dan kasar yang ikut terbawa atau hanyut dalam air
buangan supaya benda-benda tersebut tidak menggangu aliran idalam
saluran dan tidak mengganggu proses pengolahan air buangan.
2. Mencegah timbulnya kerusakan dan penyumbatan dalam saluran
pembawa.
3. Melindungi peralatan seperti pompa, valve dan peralatan lainnya.
Macam-macam screen antara lain:
1) Coarse Screen
a. Menyaring padatan yang berukuran 6 – 150 mm (0.25–6in).
b. Saringan tersebut disusun tegak secara paralel.
2) Fine Screen
a. Menyaring padatan yang berukuran < 6 mm (2.25 in).
b. Biasanya disebut dengan perforated plates, wedgewire elements dan
wire cloth yang mempunyai bukaan sebesar 2.3 – 6 mm.
c. Biasanya digunakan pada pengolahan air buangan yang berfungsi
untuk menyaring padatan tersuspensi.
3) Micro Screen
Tabel 2.2 Tipe Design Untuk Pembersihan Secara Manual Dan Mekanik
Saluran untuk screen direncanakan untuk mengurangi akumulasi dari
pasir dan padatan-padatan lain yang dibawa oleh air limbah pada saluran. Dan
screen tersebut biasanya digunakan pada saluran berbentuk persegi.
Permukaan dari saluran normalnya 7 – 15 cm lebih rendah dari permukaan
tanah. Dalam perencanaan, paling sedikit digunakan 2 screen yang masing –
masing direncanakan aliran puncaknya, dan harus sempurna untuk
keseluruhan permasalahan yang di luar dugaan.
Penyaringan tergantung dari jenis air limbah, kondisi geografi, kondisi
cuaca, tipe dan ukuran screen. Banyaknya air limbah yang disaring biasanya
adalah 3.5 sampai 80 m3 / 106 m3 (0.5 – 11 ft3 / million gallon). Penyaringan
Gambar 2.2. Screening
Tabel 2.3. Faktor bentuk
J enis Bor β Bentuk
- Segi empat sisi runcing 2,42
- Segi empat sisi bulat runcing 1,83
- Segi empat sisi bulat 1,67
- Bulat 1,79
(Sumber : Syed R. Qasim, WWTP, Planning, Design, and Operation, 1985, hal 161)
3) Comminutor
Comminutor yaitu mesin penghalus/pemarut, berfungsi untuk menghancurkan padatan kasar yang lolos dari screening, sehingga padatan
tersebut mempunyai ukuran kecil dan seragam serta tidak mengganggu
instalasi dan proses selanjutnya. Comminutor terdiri dari tabung berongga, terbuat dari besi tuang yang berputar secara kontinyu pada sumbu vertikalnya
dengan/sumber tenaga dari motor listrik. Tabung ini merupakan suatu
saringan yang mempunyai gigi-gigi pemotong yang sangat tajam.
Bahan-bahan padat yang tertahan dimuka tabung yang bergerak oleh
aliran air buangan akan dibawa oleh tabung ke sisi stasioner, dimana padatan
dihaluskan dengan kerjasama antara batang pemotong dan gigi pemotong.
dibawah comminutor terdapat saluran yang menghubungkan saluran di hulu
dan di hilir. Pemeliharaan rutin comminutor hanya terbatas pada pelumasan
dan penggantian gigi pemotong.
Comminutor umum digunakan di dalam perencanaan bangunan pengolahan air limbah sederhana, dengan debit kurang lebih sebanyak 0.2 m3 /
s (5 Mgal / d). Comminutor dipasang di dalam saluran air limbah dengan
material yang berukuran dari 6 – 20 mm (0.25 – 0.77 in) tanpa adanya
removal pada air limbah tersebut.
(Sumber : Metcalf & Eddy, ”Wastewater Engineering Treatment and Reuse”, 4nd edition, hal 331)
Gambar 2.3. Communicator
Rumus yang digunakan :
Perhitungan pada comminutor didasarkan pada tabel. Alat ini merupakan alat
mekanis buatan pabrik yang dapat dipesan dengan ukuran yang ada standart
Tabel 2.4. Kapasitas dan Ukuran Comminutor
No Size of Motor Over All Ca pasities (MGD)
Contr olled Dischar ge Fr ee Dischar ge
7B ¼ 0,00 – 0,35 0,00 – 0,30
10A ½ 0,17 – 2,20 0,17 – 1,50
15M ¾ 0,40 – 4,60 0,40 – 2,80
25M 1,5 1,00 – 10,00 1,00 – 7,60
25A 1,5 1,50 – 20,00 1,00 – 14,00
35A 2 1,50 – 40,00 1,50 – 25,00
54A Separatly desaign for all job
Sumber : Elwyn E. Seelye, Design, 3rd ed, 1960, hal 19-05
2.2.2 Pengolahan Pertama (Primary Treatment)
Pada tingkat ini umumnya mampu mereduksi BOD antara 25 – 30 % dan
mereduksi TSS 50 – 60 %. Pada proses ini terjadi proses fisik dengan unit
pengolahan meliputi:
1. Grit Chamber
Fungsinya adalah untuk mengendapkan grit atau padatan tersuspensi
yang berdiameter > 0,2 mm, seperti pasir, pecahan logam atau kaca dan
butiran kasar lainnya. Kecepatan horisontal pada grit chamber harus konstan.
Penghilangan grit dimaksudkan agar tidak terjadi penyumbatan di dalam pipa
akibat adanya endapan kasar didalam saluran. Alat ini dapat berupa
proportional weir atau pharshall flume. Pengendapan yang terjadi pada proses
Ada dua jenis grit chambers :
1) Horizontal Flow Grit Chamber
Debit yang melalui saluran ini mempunyai arah horizontal dan kecepatan
aliran dikontrol oleh dimensi dan unit yang digunakan atau melalui
penggunaan weir khusus pada bagian effluen.
Tabel 2.5 Kriteria Perencanaan untuk aliran Horizontal Grit Chamber
U.S. CUSTOMARY
UNITS SI UNITS
ITEM UNIT RANGE TYPE UNIT RANGE TYPE
Waktu tinggal (td) s 45 - 90 60 s 45 - 90 60
Kecepatan horizontal ft/s 0.8 - 1.3 1 m/s 0.25 - 0.4 0.3
Kecepatan mengendap untuk
removal dari :
0.21 mm (65-mesh) material ft/min 3.2 - 4.2 3.8 m/min 1.0 - 1.3 1.15
0.15 mm (65-mesh) material ft/min 2.0 - 3.0 2.5 m/min 0.6 - 0.9 0.75
Prosentase headloss di dalam
zona sludge % 30 - 40 36 % 30 - 40 36
Panjang turbulen inlet dan
outlet % 25 - 50 30 % 25 - 50 30
(Sumber : Metcalf & Eddy, ”Wastewater Engineering Treatment and Reuse”, 4nd edition, hal 385)
2) Aerated Grit Chamber
Saluran ini merupakan bak aerasi dengan aliran spiral dimana kecepatan
melingkar dikontrol oleh dimensi dan jumlah udara yang disuplai.
Tabel 2.6 Kriteria Perencanaan Grit Chamber Tipe Aerated
U.S. CUSTOM ARY UNITS SI UNITS
ITEM UNIT RANGE TYPE UNIT RANGE TYPE
Waktu tinggal pada
puncak aliran min 2-5 3 min 2-5 3
Dimensi :
tinggi ft 7-16 m 2-5
panjang ft 25-65 m 7.5-20
lebar ft 8-23 m 2.5-7
Rasio tinggi - lebar rasio 1:1 sampai 5:1 1.5:1 rasio 1:1 sampai 5:1 1.5:1 Rasio panjang - tinggi rasio 3:1 sampai 5:1 4:1 rasio 3:1 sampai 5:1 4:1 Penambahan udara per
unit dari panjang ft/ft-min 3-8 m/m-min 0.2-0.5
Jumlah padatan ft/Mgal 0.5-27 2 m/10 m 0.004-0.20 0.015
Gambar 2.5. Aerated Grit Chamber
Tabel 2.7. Nilai Y/A Dan X/B STEEL PLATE SCREWED TO SUUITABLE BACKING
Gambar 2.6. Proportional Weir
2. Bak Equalisasi
Berfungsi untuk mengendapkan butiran kasar dan merupakan unit
penyeimbang, sehinggga debit dan kualits air buangan yang masuk ke instalasi
3 ft freeboard
Gambar 2.7. Potongan Memanjang Bak Equalisasi
3. Flotasi
Berfungsi untuk memisahkan partikel-partikel suspensi, seperti
minyak, lemak dan bahan-bahan apung lainnya yang terdapat dalam air
limbah dengan mekanisme pengapungan.
Berdasarkan mekanismenya pemisahannya :
1. Bisa berlangsung secara fisik, yaitu tanpa penggunaan bahan untuk
membantu percepatan flotasi, hal ini bisa terjadi karena partikel-partikel
suspensi yang terdapat dalam air limbah akan mengalami tekanan ke atas
sehingga mengapung di permukaan karena berat jenisnya lebih rendah
dibanding berat jenis air limbah.
2. Bisa dilakukan dengan penambahan bahan, yaitu : Udara atau bahan
polimer yang diinjeksikan ke dalam cairan pembawanya, yang dapat
mempercepat laju partikel ringan menuju permukaan. Untuk keperluan
flotasi, udara yang diinjeksikan jumlahnya relatif sedikit (± 0,2 m3 udara)
proses flotasi akan semakin sempurna.
Gambar 2.8. Tangki Flotasi
4. Bak Pengendap I
Effisiensi removal dari bak pengendap pertama ini tergantung dari
kedalaman bak dan dipengaruhi oleh luas permukaan serta waktu detensi.
Berfungsi untuk memisahkan padatan tersuspensi dan terlarut dari cairan
dengan menggunakan sistem gravitasi dengan syarat kecepatan horizontal
partikel tidak boleh lebih besar dari kecepatan pengendapan. Skimmer yang
ada pada bak pengendap I digunakan untuk tempat pelimpah lemak dan
minyak yang mengambang.
5. Koagulasi-Flokulasi
Tingkat pengolahan air buangan selalu meningkat karena
perkembangan industri yang kompleks dan meningkatnya populasi penduduk.
Populasi yang ada dalam air terdiri dari bahan-bahan organik dan an-organik
terlarut, bakteri dan plankton, dan bahan an-organik yang tersuspensi.
Komponen kasar seperti pasir dan lumpur dapat dipisah dengan cara
pengendapan secara sederhana, sedangkan partikel-partikel halus tidak dapat
dipisah dengan cara sederhana tetepi harus dilakukan flokulasi untuk
menghasilkan partikel besar yang dapat dipisahkan. Koloid adalah substans
yang berdiameter 0.1 milimikcron-100 milimicron yang sukar dipisahkan
dengan cara sedimentasi sederhana. Untuk dapat mengatasinya(hydroxide)
yang bermuatan positif. Hydroxide ini akan menetralisir koloid yang
bermuatan negatif.
Koagulasi dapat didefinisikan sebagai proses pembentukan partikel tak
stabil dan penggabungan awal dari partikel awal tak stabil dengan cara
penambahan bahan kimia yang disebut koagulan. Untuk keperluan ini
diperlukan energi yang cukup besar dalam waktu yang relatif singkat yaitu
antara 20-60 detik, dengan gradien kecepatan 0,05 – 2,0 ft/ detik. Flokulasi
adalah transportasi partikel tak stabil sehingga terjadi kontak antara partikel.
Pada flokulasi dilakukan pengadukan lambat untuk mengabungkan partikel
yang tidak stabil sehingga membentuk flok yang cepat mengendap.
Pengolahan dengan proses koagulasi selalui diikuti proses flokulasi.
garam besi, dan kalium hidroksida) pada air buangan. Sedangkan fungsi dari
proses flokulasi adalah untukm membentuk flok-flok. Perbedaan proses
flokulasi dan koagulasi pada kecepatan pengadukannya, proses koagulasi
memerlukan yang relatif cepat dibanding proses flokulasi.
Jenis-jenis koagulan yang sering digunakan adalah:
1) Koagulan Alumunium Sulfat
Alumunium sulfat dapat digunakan sebagai koagulan dalam
pengolahan air buangan. Koagulan ini membutukkan kehadiran
alkalinitas dalam air untuk membentuk flok. Dalam reaksi koagulasi, flok
alum dituliskan sebagai Al(OH)3. Mekanisme koagulasi ditentulkan oleh
pH, konsentrasi koagulan dan konsentrasi koloid. Koagulan dapat
menurunkan pH dan alkalinitas karbonat. Rentang pH agar koagulasi
dapat berjalan dengan baik antara 6-8. Didalam air koagulan alum akan
mengalami proses disosiasi, hidrolisa dan polimerisasi.
Reaksi disosiasi:
Al2(SO4)3 2Al³. 3SO4²-
Reaksi hidrolisa:
Al2(SO4)3 + 6H2O 2Al(OH)3 +3H2SO4
Reaksi polimerisai ion komplek
[Al(H2O)6]3+ + H+O [Al(H2O)5 OH]2+ +H2O
2) Koagulan Ferri Clorida
3) Koagulan Chlorinated Copperas (Fe(SO4)3), Fe Cl3 . 7H2O
4) Koagulan Poly Aluminium Chloride(PAC)
Komponen-komponen pengaduk lambat/mekanismnya diantaranya
adalah:
a. Impeler
b. Motor
c. Controller
d. Reducer
e. Sist Transmisi
f. Shaft
g. Bearing
Kendala yang yang ada pada pengaduk lambat adalah:
a. Kurang Fleksibel Terhadap Perubahan Kualitas Air Baku
b. Sulit Beradaptasi Terhadap Perubahan Debit
c. Headloos Besar
Jenis-jenis flokulasi, yaitu:
a. Flokulasi mekanis
b. Flokulasi hidrolis
- Baffle channel flocculator
- Gravel bed flocculator
- Hidrolic jet flokulator
Pengolahan dengan proses koagulasi selalu diikuti dengan proses
flokulasi. Pengolahan dengan cara ini diperlukan untuk mengolah limbah
yang tingkat kekeruhannya cukup tinggi yang disebabkan oleh zat pencemar.
Perbedaan proses koagulasi dengan flokulasi adalah pada kecepatan
pengadukannya. Koagulasi diperlukan pengadukan yang relatif cepat
sedangkan flokulasi pengadukannya secara perlahan.
Inffluen
Effluen
Inffluen Effluen Motor
Gambar 2.10. Koagulasi – Flokulasi
Sumber: Tom D. Reynold, Unit Operations & Processes In Environmental Engineering, 2nd edition, hal. 166 - 203
6. Netralisasi
Air buangan industri dapat bersifat asam atau basa/alkali, maka
sebelum diteruskan ke badan air penerima atau ke unit pengolahan secara
biologis dapat optimal. Pada sistem biologis ini perlu diusahakan supaya pH
berbeda diantara nilai 6,5 – 9,0. Sebenarnya pada proses biologis tersebut
kemungkinan akan terjadi netralisasi sendiri dan adanya suatu kapasitas
buffer yang terjadi karena ada produk CO2 dan bereaksi dengan kaustik dan
bahan asam.
Larutan dikatakan asam bila : H+ > H- dan pH < 7
Ada beberapa cara menetralisasi kelebihan asam dan basa dalam limbah cair,
seperti :
- Pencampuran limbah.
- Melewatkan limbah asam melalui tumpukan batu kapur.
- Pencampuran limbah asam dengan Slurry kapur.
- Penambahan sejumlah NaOH, Na2CO3 atau NH4OH ke limbah asam.
- Penambahan asam kuat (H2SO4,HCl) dalam limbah basa.
- Penambahan CO2 bertekanan dalam limbah basa.
- Pembangkitan CO2 dalam limbah basa.
Gambar 2.11. Netralisasi
Sumber : Eckenfelder Jr., Industrial Water Pollution Control, 2nd edition, hal. 48 - 53
2.2.3 Pengolahan Sekunder (Secondary Treatment)
Pengolahan sekunder akan memisahkan koloidal dan komponen organik
terlarut dengan proses biologis. Proses pengolahan biologis ini dilakukan secara
aerobik maupun anaerobik dengan efisiensi reduksi BOD antara 75 - 90 % serta
Macam-macam pengolahan sekunder adalah:
1. Pengolahan lumpur ak tif (aktivated sludge)
Untuk mengubah buangan organik, menjadi bentuk anorganik yang lebih
stabil dimana bahan organik yang lebih terlarut yang tersisa setelah
prasedimentasi dimetabolisme oleh mikroorganisme menjadi CO2 dan H2O,
sedang fraksi terbesar diubah menjadi bentuk anorganik yang dapat dipisahkan
dari air buangan oleh sedimentasi. Adapun proses didalam activated sludge,
yaitu :
a. Ensional
Pada sistem konvensional terdiri dari tanki aerasi, secondary clarifier dan
recycle sludge. Selama berlangsungnya proses terjadi absorsi, flokulasi
dan oksidasi bahan organik
Gambar 2.12. Activated sludge sistem konvensional
b. Nonkovensional
1) Step aerasi
- Merupakan type plug flow dengan perbandingan F/M atau subtrat Clarifier
Raw water/primary effluent
Reaktor
Sludge Wasr Secondary
- Inlet air buangan masuk melalui 3 - 4 titik ditanki aerasi dengan
masuk untuk menetralkan rasio subtrat dan mikroorganisme dan
mengurangi tingginya kebutuhan oksigen ditik yang paling awal.
- Keuntungannya mempunyai waktu detensi yang lebih pendek
Gambar 2.13. Step Aerasi
2) Tapered Aerasi
Hampir sama dengan step aerasi, tetapi injeksi udara ditik awal lebih
tinggi. Udara
influent
Sludge return Sludge Waste
Secondary clarifier
Udara
influent
Sludge return Sludge
Waste Secondary
clarifier
reaktor
3) Contact Stabilisasi
Pada sistem ini terdapat 2 tanki yaitu :
- Contact tank yang berfungsi untuk mengabsorb bahan organik untuk memproses lumpur aktif.
- Reaeration tank yang berfungsi untuk mengoksidasi bahan organik yang mengasorb ( proses stabilasi ).
Gambar 2.15. Contact Stabilisasi 4) Pure Oxygen
Oksigen murni diinjeksikan ke tanki aerasi dan diresirkulasi.
Keuntungannya adalah mempunyai perbandingan subtrat dan
mikroorganisme serta volumetric loading tinggi dan td pendek. O2 murni resirkulasi O2
reaktor
sludge return sludge waste
secondary clarifier Udara
influent
Secondary clarifier contact tank
5) High Rate Aeration
Kondisi ini tercapai dengan meninggikan harga rasio resirkulasi, atau
debit air yang dikembalikan dibesarkan 1 - 5 kali. Dengan cara ini
maka akan diperoleh jumlah mikroorganisme yang lebih besar.
Gambar 2.17. High Rate Aeration
6) Extended Aeration
Pada sistem ini reaktor mempunyai umur lumpur dan time detention
(td) lebih lama, sehingga lumpur yang dibuang atau dihasilkan akan
lebih sedikit.
Gambar 2.18. Extended Aeration
7) OxidationDicth
Bentuk oksidation ditch adalah oval dengan aerasi secara mekanis,
kecepatan aliran 0,25 - 0,35 m/s.
Gambar 2.19. Oxidation Dicth
2. Pegolahan dengan Biofilm
Macam-macam pengolahan dengan menggunakan biofilm :
1) Tricling Filter
Tricling filter menurunkan beban organik yang terdapat dalam air buangan dengan cara mengalirkannya pada media yang permukaannya
diselimuti oleh lumpur aktif sebagai biological film. Filter yang digunakan
batua-batuan, pasir, granit dan lain-lain dalam berbagai ukuran mulai dari
diameter 3/4 in sampai dengan diameter 2,5 in. Proses yang terjadi adalah
proses biologis yang memerlukan oksigen (aerobik).
Cara kerja Tricling filter :
Air limbah dari pengolahan primer dialirkan masuk melalui pipa Effluent
Influent
Sludg e
Aerato r
ada dalam limbah disemprotkan diatas media, dan diuraikan oleh
mikroorganisme yang menempel pada media filter. Bahan organik sebagai
substrat yang terlarut dalam air limbah di absorbsi dalam biofilm antar
lapisan berlendir.
Pada lapisan bagian luar biofilm, bahan organik diuraikan oleh
mikroorganisme aerobik. Pertumbuhan mikroorganisme mempertebal
lapisan biofilm, oksigen yang terdifusi dapat dikomsumsi sebelum biofilm
mencapai ketebalan maksimum. Pada saat mencapai ketebalan penuh
maka oksigen tidak dapat mencapai penetrasi secara penuh, sehingga pada
bagian dalam atau pada permukaan media akan berad pada kondisi
anaerobik.
Pada saat lapisan biofilm mengalami penambahan ketebalan , dan
bahan organik yang diabsorbsi dapat diuraikan oleh mikroorganisme
namuin tidak mencapai mikroorganisme yang berada pada permukaan
media. Dengan kata lain tidak tersedia bahan organik untuk sel karbon
pada bagian permukaan media, sehingga mikroorganisme sekitar
permukaan media mengalami fase endogenous atau kematian. Pada
akhirnya mikroorganisme sebagai biofilm tersebut akan lepas dari media,
cairan yang masuk akan ikut melepas atau mencuci dan mendorong
biofilm keluar setelah itu lapisan biofilm baru akan segera tumbuh.
Fenomena lepasnya biofilm dari media tersebut disebut sloughing dan hal
ini fungsi dari beban organik dan beban hidrolik pada trickling filter
sedangkan beban organik memberikan kecepatan daya dalam biofilm.
Berdasarkan beban hidrolik dan organik maka dapat dikelompokan tipe
trickling filter low rate dan high rate.
Trickling filter terdiri dari suatu bak dengan media permeable
untuk pertumbuhan mikroorganisme. Filter media biasanya mempunyai
ukuran diameter 25-100 mm, kedalaman filter berkisar 0,9-2,5m (rata-rata
1,8) media filter dapat mencapai 12 m yang disebut sebagai tower
trickling filter.
Air limbah didistribusikan pada bagaian atas dengan satu lengan
distributor yang dapat berputar. Filter juga dilengkapi dengan underdrain
untuk mengumpulkan biofilm yang mati untuk kemudian diendapakan
dalam bak sedimentasi. Bagaian cairan yang keluar biasanya dikembalikan
lagi ketrickling filter sebagai air pengencer air baku yang diolah.
(Sumber: Djoko B.M. Teknik Pengolahan Air Limbah secara Biologis, hal 75 – 78).
2) Rotating Biological Contactor ( RBC )
RBC menurunkan biomassa sebelum diendapkan pada bak
pengendap dengan cara yaitu RBC yang terdiri dari suatu piringan seri
berbentuk lingkaran yang terbuat dari bahan PVC, disusun secara vertikal
dengan menghubungkan satu sama lain dengan satu sumbu, sehingga
piringan tersebut dapat berputar. Sebagian piringan tersebut tercelup
dalam air limbah yang diolah dimana akan tumbuh biofilm dan menempel
pada permukaan piringan dalam bentuk lendir. Pada saat berputar bagian
piringan yang tercelup air akan menguraikan zat organik yang terlarut
dalam air, sedangkan pada saat kontak dengan udara, biomassa akan
mengabsorpsi oksigen sehingga tercapai kondisi aerobik dan biomassa
yang berlebihan akan terbawa keluar.
Keuntungan RBC :
1) Waktu kontak yang tidak terlalu lama, biasanya ≤ 1 jam karena luas
permukaan besar.
2) Dapat mengolah air limbah pada kisaran kapasitas yang besar, dari ≤
1000 gal/hari sampai ≥ 100.000 gal/hari.
3) Tidak diperlukan recycle.
4) Biomassa yang terlepas (sloughing) mudah dipisahkan dari air yang
sudah diolah.
5) Biaya operasi cukup murah karena tidak diperlukan keahlian khusus
Gambar 2.21.Rotating Biological Contractor (RBC)
(Sumber: Djoko B,M Teknik pengolahan limbah industri hal 84 – 86)
3. Pengolahan dengan Kolam Aer obik
1) Aerobik Lagoon
Aerobik lagoon adalah salah satu bentuk pengolahan biologis yang
sederhana. Kolam stabilisasi secara biologis akan membutuhkan area yang
luas dengan kedalaman yang dangkal. Dengan kolam semacam ini maka
kondisi aerobik akan terpelihara dengan adanya alga dan bakteri.
Kolam stabilisasi secara aerobik mengandung bakteri dan algae
dalam kondisi aerobik disepanjang kedalaman. Ada dua tipe pengolahan
aerobik lagoon, yaitu tipe high rate yaitu dengan memaksimalkan produksi
algae, pada kedalaman lagoon sekitar 15 – 45 cm.
yang dihasilkan, kedalaman lagoon sampai 1,5m. Untuk mencapai hasil
terbaik, lagoon diaduk secara periodik dengan pompa atau surface
aeration.
Prinsip pengolahan ini adalah, bahan organik yang terlarut dalam
air dioksidasi oleh bakteri aerobik dan fakultatif dengan menggunakan
oksigen yang dihasilkan oleh algae yang tumbuh disekitar permukaan air.
Proses reaksi fotosintesis dan reaksi yang dilakukan algae dapat ditulis
sebagai berikut::
Photosintesis:
CO2 + 2H2O + cahaya matahari → CH2O + O2 + H2O
Sel Baru Algae
Respirasi
CH2O + O2→ CO2 + 2H2O
(Sumber Djoko D.M Teknik pengolahan limbah secara biologis hal 88)
2) Aer ated Lagoon
Aerated lagoon merupakan pengembangan dari aerobik lagoon
yaitu dengan memasang surface aerator untuk mengatasi bau dan beban
organik yang tinggi.
Pada proses aerated lagoon pada prinsipnya sama dengan extended
aeration pada proses lumpur aktif, poerbedaannya terletak pada kedalaman
air yang dangkal dan oksigen diperoleh dari surface aerator atau diffuser
keadaan tersuspensi. Pada sistem ini tanpa dilakukan dan biasanya diikuti
dengan kolam pengendapan yang besar.
Aerated Lagoon
Kolom Pengendapan Air Baku
Gambar 2.22. Aerated Lagoon
3) Kolam Fakultatif
Kolam fakultatif merupakan kolam dengan kedalaman 1 – 2,5
meter. Pada kolam ini kedalaman air terbagi menjadi tiga zona yaitu zona
aerobik di bagian atas, zona fakultatif di bagian tengah, dan zona
anaerobik di bagian bawah atau dasar kolam. Proses penurunan BOD atau
organik COD terjadi karena adanya aktivitas reaksi simbiosis antara algae
dan bakteri.
Algae yang menempati bagian atas akan melakukan fotosintesis
pada siang hari, sebagai hasilnya produksi oksigen yang cukup tinggi
terjadi pada siang hari. Oksigen terlarut yang dihasilkan akan
dimanfaatkan oleh bakteri aerob untuk proses penguraian zat organik
dalam air buangan (sebagai BOD). Pada bagian ini terjadi proses biologi
secara aerobik (full aerobic), dan pada bagian ini juga dimungkinkan
terjadinya proses nitrifikasi. CO2 yang dihasilkan oleh bakteri akan
Pada lapisan kedua jumlah oksigen relatif lebih sedikit. Hal ini
disebabkan berkurangnya algae atau cahaya matahari yang masuk ke
lapisan ini. Kondisi yang ada adalah antara aerobik dan anaerobik. Pada
siang hari mendekati aerobik dan pada malam hari cenderung anaerobik
sehingga disebut sebagai kondisi fakultatif. Bakteri yang berperan
dinamakan bakteri fakultatif.
Pada lapisan di atas dasar kolam terjadi proses anaerobik atau tanpa
adanya oksigen. Zat padat yang mudah mengendap atau mikro organisme
yang mati akan mengendap di dasar kolam. Pada kondisi demikian terjadi
dekomposisi zat organik secara anaerobik dan dihasilkan gas-gas CO2,
NH3, H2S, dan CH4. Proses denitrifikasi juga dimungkinkan terjadi di zona
ini.
Gambar 2.23. Kolam Fakultatif
4. Pengolahan Anaer obik
1) Fixed Bed Reaktor
Prinsip operasi dari fixed bed reactor adalh air limbah yang dapat
menuju keatas (up flow) ataupun kebawah (down flow ) melalui suatu
untuk menempel mikroba dan menangkap flok yang tidak bisa menempel.
Mikroba yng menempel bertanggung jawab dalam proses stabilisasi air
limbah .Pada saat awal prose perlu seeding dengan merendam media filter
di dalam sptictank. Suatu saat biofilm akan menempel sehingga terjadi
clogging oleh karena itu perlu di lakukan penggelontoran. Apabila carbon bed sudah jenuh maka carbon bed akan digantikan dengan yang baru
Underdrain System
2) Fludized Bed Reaktor
Merupakan reaktor dengan media pasir yang dialiri air limbah
dengan debit tertentu. Pada reaktor ini banyak biomassa menempel pada
media yang berukuran kecil sebagai biofilm. Biomassa yang menyelimuti
partikel media berada pada kondisi terekspansi [bergerak melayang-
layang atau terfluidasi secara vertikal dengan aliran keatas (up flow)].
Besarnya kecepatan partikel dicapai dengan mengatur besarnya tingkat
resirkulasi. Ukuran dan densitas dari media merupakan penentu dari
kestabilan sistem operasi dan ekonomis tidaknya reator. Dalam reaktor ini
tidak ada injeksi oksigen sehingga reaktor dalam keadaan tertutup.
Fluidized Bed
Recycle Pump
Influen t
Sand Trap Effluent Gas
3) Anaer obik lagoon
Pada anaerobik lagoon kedalaman air dapat mencapai 6 meter.
Kondisi anaerobik dapat dicapai dengan memberikan beban organik yang
tinggi sehingga terjadi deoksigenisasi, adanya lapisan scum (busa) pada
permukaan air kolam berguna untuk mencegah masuknya oksigen dari
atmosfer. Pada kondisi ini bahan organik akan mengalami stabilisasi yang
merupakan hasil kerja bakteri anaerobik thermophilik dengan proses
digestion.
Proses pengolahan yang terjadi analog dengan single stage
anaerobic digestion dimana asam organik dibentuk oleh bakteri dengan
memecah organik komplek. Selanjutnya asam yang terbentuk diubah
menjadi gas methane, gas karbon dioksida, sel dan produk lain yang stabil.
Air baku yang diolah bercampur di bagian bawah, hal ini dicapai
dengan cara melakukan pemasangan pipa inlet di bagian dasar kolam
menuju ke tengah kolam. Pipa inlet dalam keadaan terbenam pada kolam.
Bahan yang mudah mengapung seperti minyak, lemak dan zat padat yang
ringan akan berada di bagian permukaan air dan biasanya menutupi
seluruh permukaan air. Dengan demikian panas yang dihasilkan di seluruh
kedalaman kolam dapat dipertahankan. Pada tipe ini tidak diperlukan
pemanasan, equalisasi, mixing, maupun sirkulasi lumpur. Keutamaan dari
pengolahan jenis adalah mempunyai kemampuan mengolah dengan beban
dinding dan dasar kolam dapat dipasang lapisan kedap air (misal: plastik,
clay).
Gambar 2.26. Anaerobik Lagoon
4) Upflow Anaer obik Sludge Blanket (UASB)
Pada prinsipnya reaktor UASB terdiri dari lumpur padat yang
berbentuk butiran. Lumpur atau sludge tersebut ditempatkan dalam suatu
reaktor yang didesain dengan aliran ke atas. Air limbah mengalir melalui
dasar bak secara merata dan mengalir secara vertikal, sedangkan butiran
sludge akan tetap berada atau tertahan dalam reaktor.
Karakteristik pengendapan butiran sludge dan karakteristik air
limbah akan menentukan kecepatan upflow yang harus dipelihara dalam
reaktor. Biasanya kecepatan aliran ke atas berada pada rentang 0,5 – 0,3
m/jam. Untuk mencapai formasi sludge blanket yang memuaskan, pada
saat kondisi hidrolik puncak (debit puncak) kecepatan dapat mencapai
antara 2 – 6 m/jam.
Gas yang terperangkap dalam butiran sludge sering mendorong
sludge tersebut ke bagian atas reaktor, yang disebabkan oleh
sludge di luar reaktor dan kemudian dikembalikan lagi ke dalam reaktor.
Hal ini dapat dilakukan dengan membuat gas-solid-liquid separator yang
ditempatkan di bagian atas reaktor. Gas yang terbentuk dapat ditampung
dalam separator tersebut dan sludge dikembalikan lagi ke reaktor.
Masalah yang dihadapi pada UASB terutama adalah sludge yang
bergerak naik yang disebabkan oleh turunnya densitas sludge. Disamping
itu juga turunnya aktivitas spesifik butiran. Beragamnya densitas sludge
memberikan ketidak seragaman sludge blanket sehingga sebagai
akibatnya sludge akan ikut keluar reaktor.
Tingginya konsentrasi suspended solid dan fatty mineral dalam air
limbah juga merupakan masalah operasi yang serius. Suspended solid
dapat menyebabkan penyumbatan (clogging) atau channeling. Adsorbsi
suspended solid pada sludge juga akan mempengaruhi proses dan air
limbah yang mengandung protein atau lemak menyebabkan pembentukan
busa.
Keuntungan :
- Kebutuhan energi rendah
- Kebutuhan lahan sedikit
- Biogas berguna
- Kebutuhan nutrien sedikit
- Sludge mudah diolah/dikeringkan
Gambar 2.27. Upflow Anaerobik Sludge Blanket
2.2.4 Pengolahan Ter sier (Tertiary Treatment)
Pengolahan ini adalah kelanjutan dari pengolahan terdahulu, oleh karena
itu pengolahan jenis ini akan digunakan apabila pada pengolahan pertama dan
kedua, banyak zat tertentu yang masih berbahaya bagi masyarakat umum.
Pengolahan ketiga ini merupakan pengolahan secara khusus sesuai dengan
kandungan zat yang terbanyak dalam air limbah, biasanya dilaksanakan pada
nitrogen, fosfat, bakteri patogen dan lainnya. Unit pengolahan tersier ini terdiri
dari :
1) Ion Exchange
Untuk limbah cair yang bahan pencemarnya larut dan membentuk ion
(bahan anorganik), pengolahannya tidak dapat dilakukan dengan cara
adsorbsi, karena ion-ion cenderung menjadi permukaan yang berbatasan
dengan absorber, sehingga cara pengolahan yang dipilih untuk jenis tersebut
adalah pertukaran ion (ion exchange) baik ion positif maupun ion negatif.
Secara garis besar prosesnya serupa dengan adsobsi yaitu dengan
mengkontakkan limbah dengan bahan aktif penukaran ion yang siap memberi
ion H+ atau OH- ke limbah dan menerima ion positif atau ion negatif dari
limbah. Keadaan jenuh juga akan dialami oleh bahan aktif penukar ion, yang
pemulihan keaktifanya dapat dilakukan melalui proses regenerasi. Limbah
biasanya menggunakan proses ion exchange antara lain yang mengandung
logam, misalnya Na2+, Ca2+, Cu, Ni, Cr, Mg2+, Fe, Co.
Gambar 2.28. Ion Exchange
Sumber : Eckenfelder Jr., Industrial Water Pollution Control, 2nd edition, hal. 291 - 297 Effluent
2) Kar bon Ak tif
Pengolahan air limbah dengan menggunakan karbon aktif biasanya
digunakan sebagai proses kelanjutan dari pengolahan secara biologis. Organik
terlarut yang ada dengan cara menyerap partikel yang berada dalam partikel
juga bisa dihilangkan. Selain itu proses ini juga bisa menghilangkan bau,
warna, rasa, bahan organik (fenol), merkuri dan lain-lain.
Gambar 2.29. Karbon Aktif
3) Bak Pengendap II (Secondary Clarifier)
Bangunan ini digunakan untuk mengendapkan lumpur setelah proses
sebelumnya, biasanya proses lumpur aktif. Pada unit pengolahan ini, terdapat
scrapper blade yang berjumlah sepasang yang berbentuk vee (V). Alat tersebut
digunakan untuk pengeruk lumpur yang bergerak, sehingga slude terkumpul
pada masing-masing vee dan dihilangkan melalui pipa dibawah sepasang
yang terdapat di tegah bagian bawah clarifier.. Lumpur dihilangkan dari sumur
pengumpul dengan cara gravitasi.
Waktu tinggal berdasarkan rata-rata aliran per hari, biasanya 1 – 2 jam.
Kedalaman clarifier rata-rata 10 – 15 feet ( 3 – 4,6 meter). Clarifier yang
menghilangkan lumpur biasanya mempunyai kedalaman ruang lumpur (sludge
blanket) yang kurang dari 2 feet (0,6 meter ).
Gambar 2.30 Secondary clarifier
Sumber: Tom D. Reynold, Unit Operations & Processes In Environmental Engineering, 2nd edition, hal. 260 - 262
2.2.5 Desinfektan
Desinfektan adalah bahan yang digunakan untuk membunuh ya tergantung
pada pH air.
Nilai konstanta ionisasi Ki tergantung suhu dapat diperkirakan dari tabel
Suhu OC 0 5 10 15 20 25
Klor bebas dapat juga ditambahkan ke air dalam bentuk garam hipoklorit
dengan reaksi sebagai berikut : bakteri yang tidak dikehendaki yang ada dalam air,
seperti bakteri pathogen penyebab penyakit.
Densinfektan harus memenuhi beberapa persyaratan tertentu, yaitu:
1) Dapat membunuh berbagai jenis dan semua populasi pathogen yang ada
didalam air minum dalam jangka waktu dan suhu tertentu
2) Tidak bersifat racun, baik untuk manusia maupun binatang atau ditolak
eksistensinya karena rasa/baunya
3) Biaya pengadaan murah, metode penyimpanan dan pemberiannya mudah dan
aman
4) Kadar dalam air minum sudah dianalisa dan diketahui
5) Masih menyisakan kadar tertentu sebelum dikonsumsi (Fair, 1971)
Cara-cara yang digunakan untuk membunuh bakteri adalah sebagai
berikut:
1. Pemanasan
Pemanasan air hingga ketitik didih merupakan cara desinfektan yang
paling tua dan sederhana dalam skala rumah tangga di negara berkembang.
Waktu pendidihan air minimal adalah 15 – 20 menit untuk memestikan
matinya bakteri pathogen (penyebab penyakit), namun bukan bakteri
berbentuk spora yang taha terhadap suhu air mendidih.
Sistem pemanasan terhadap air tersebut tidak memberikan proteksi
kesadahan sementara yang ada dalam air. Hal ini dapat dilihat dari makin
tebalnya kerak didasar ketel pemanas air.
2. Ultra Violet
Matahari merupakan disenfektan alam. Pada umumnya sinar ultra
violet adalah lampu uap mercuri yang menghasilkan sinar tak tampak dengan
panjang gelombang 2537 angstrom.
Untuk menjamin terjadinya proses disinfeksi, air harus bebas dari
bahan pengabsorbsi sinar, seperti senyawa aromatik dan senyawa fenol,
termasuk LAS, serta dari material tersuspensi yang mampu menghalangi
masuknya sinar. Selain itu, waktu pemaparan dan intensitas pemaparan sinar
ultra violet harus memadai, serta ketebalan air waktu melewati sinar
sedemikian tipisnya, sehingga tidak ada organisme yang lolos dari paparan.
3. Bahan Kimia
Bahan kimia pengoksidasi/oksidan terdiri dari:
a) Kelompok halogen (klorin, bromin, iodin, klorin dioksid)
b) Ozon
c) Oksidan lain, seperti: kmno4, h2o2
Diantara halogen, gas klorin dan senyawa klorin lainya merupakan
disinfeksi yang efektif dan koefisien. Bromin dan iodin dapat digunakan
dikolam renang. KmnO4 yang harganya relatif mahal, merupakan bahan
disinfektan yang digunakan untuk berbagai keperluan dirumah sakit. Bahan ini
minum. Ozon merupakan disinfeksi yang kuat namun sangat mahal, tanpa
meninggalkan sisa ozon untuk pengaman dijaringan distribusi.
Teknologi disinfeksi tergantung pada 4 hal pokok yaitu:
1) Jenis bakteri yaitu non spor forming bacteri
2) Jenis distribusi dan kadar desinfektan
3) Jenis dan kadar air yang akan didisinfektan
4) Waktu kontak
Desinfektan secara kimia dapat dilakukan dengan cara:
1. Chlor inasi
Chlorinasi merupakan salah satu desinfektan kimia yang umumnya
dipakai dalam pengolahan air bersih maupun air buangan. Fungsi chlorin
yang utama adalah sebagai desinfektan, tetapi fungsi lain bisa untuk
penghilang bau.Klor dipilih karena efektif pada konsentrasi rendah, mudah
dan berbentuk sisa klor jika digunakan pada dosis yang mencukupi.
Senyawa klor yang umum digunakan adalah gas klor (Cl2), kalsium
hipoklorit (Ca(OCL)2), dan sodium hipoklorit (NaOCL) dan klor dioksida
(CLO2)
Klor dalam bentuk gas bila diinduksi kedalam air akan berlangsung
reaksi:
Cl2 + H2O HOCl + H+ + Cl-
Konstanta stabil untuk reaksi ini adalah:
K =
(
)
( )( )
efisiensi pembunuhan HOCl sekitar 40-80 kali dari OCl – dan keberadaan.
Ca(OCl)2 + 2H2O → 2HOCl + Ca(OH)2
Na(OCl) + H2O → HOCl + NaOH
Asam hipoklorit adalah pengoksidasi yang sangat aktif. Karena itu
mula mula akan bereaksi dengan ammonia yang sering terdapat dalam air
dan air limbah dan membentuk tipe kloramin sebagai berikut:
NH3 + HOCl → NH2Cl (monokloramin) + H2O
NH2Cl + HOCl → NHCl2 (diklorin) + H2O
NHCl2 + HOCl → NCl3 (nitrogen triklorida) + H2O
Reaksi-reaksi ini sangat tergantung pada pH, temperatur waktu
kontak rasio klor terhadap ammonia. Klor dalam senyawa –senyawa ini
disebut klor tersedia tergabung.
Senyawa klor ini kurang efisien dalam membunuh bakteri. Karena
yang efisiensi sebagai desinfektan. Penambahan dosis klor berakibat
monokloramin pecah hingga membentuk N2.
2NH2Cl + HOCl → N2 + 3HCl + H2O
Reaksi ini tidak menghasilkan klor aktif, sehingga kadar klor aktif
menurun sampai titik terendah yang disebut break point. Kecepatan reaksi
break point (BPC) tergantung pada pH dan maksimum terjadi pada pH
antara 6,5-8,5. Waktu kontak yang diperlukan lebih dari 30 menit dengan
demikian waktu klorinasi lebih dari BPC akan memberikan sisa klor bebas
untuk pengaman sistem distribusi, dan bau / rasa yang ada didalam air
hilang, kecuali bila terdapat ammonia dalam jumlah yang besar sehingga
terbentuk trikloramin (nitrogen triklorida).
Beberapa faktor penting yang mempengaruhi desinfektan dengan
kalor adalah :
1) Efisiensi klor
2) Efisiensi beberapa klor
3) Pengadukan
4) Reaksi break point
5) Waktu kontak
6) Karakteristik air
7) karakteristik mikroorganisme
Hubungan antara jenis desinfektan, pH, energi aktivitas dan
Tabel. 2.6
Keter gantungan Waktu Kontak dan Klor amin Pada H Yang Ber var iasi
No J enis klor pH E, Kalor i* Q10
1 Klorin 7.0 6400 1.42
8.5 8200 1.65
9.8 12000 2.13
10.7 15000 2.50
2 Kloramin 7.0 12000 2.08
8.5 14000 2.28
9.5 20000 3.35
Cara kerja clorinasi:
Pada bak pengaduk terjadi proses pencampuran antara air pelarut
dengan chlor, hingga trcampur secara merata
Air dari bak pelarut /pengaduk dialirkan ke bak penenang untuk
menenangkan aliran dan menjaga fluktuasi aliran air chlor
Dari bak penenang air chlor kemudian diinjeksikan (sesuai dosis
dengan mengunakan dosing pump) kebak kontak chlor
Inlet motor pengaduk dosing pump pipa injeksi
Valve
2. Ozonisasi
Ozon merupakan oksidasi kuat berbetuk gas yang berwarna biru
yang berbau tajam dan merupakan bentuk yang tidak stabil dari oksigen
yang terdiri dari tiga atom O(O3).
Ozon dihasilkan dari oksigen yang dilewatkan pada listrik
bertegangan tinggi dalam udara kering.
Sifat ozon adalah :
1) Berat molekul : 48 gram / mol
2) Titik didih pada tekanan atmosfir normal : -112oC
3) Temperatur kritis : -12,1oC
4) Tekanan kritis : 55,30.105 Pa
5) Entalphi pembentukan molekul : 34220 ± 240kal
pada – 298oK ; 1,013.105 Pa
6) Densitas realtif terhadap udara : 1.657
Densitas absolut pada kondisi normal
(0oC ; 1,013.105Pa) : 2.143 kg/Nm3
7) Kelarutan dalam air pada 1 atm, 25oC : 0.006g/l
Ozon lebih larut dalam air dari pada oksigen. Ozon sering
digunakan untuk desinfektan air minum dan air limbah dan mengoksidasi
bahan-bahan penyebab bau, rasa, warna. Pemakaian ozon dalam
pengolahan air minum yang paling umum adalah untuk desinfeksi bakteri
dan virus. Dosis ozon sebesar 0.4mg/l dalam waktu 4 menit (faktor waktu
pathogenik dan polivirus. Faktor CT sebesar 2 diperlukan untuk
menghilangkan Glardiacysis.
Ozon yang digunakan sebagai desinfektan dalam air mengalami
reaksi sebagai berikut:
O3 + H2O → HO-3 + OH-
HO-3 + OH- → 2H2
O3 + H2O → HO + 2O2
HO + HO2 → O2
Pada reaksi itu terbentuk radikal bebas, HO2 dan HO yany
mempunyai kekuatan oksida besar dan merupakan bentuk yang aktif
disinfeksi. Radikal bebas juga mempunyai kekuatan oksidasi bereaksi
dengan pengotor yang lain dalam larutan.
Bila ozon masuk kedalam air akan terjadi 2 kemungkinan yaitu
oksidasi langsung yang berlangsung lambtat dan selaktif, auto
dekomposisi menjadi radikal hidroksil yang berlangsung cepat. Oksidasi
langsung akan terjadi bila pH air rendah atau auto dekomposisi akan
terjadi bila pH air tinggi
2.2.6 Pengolahan Lumpur
Dari pengolahan air limbah maka hasilnya adalah berupa lumpur yang
perlu diadakan pengolahan secara khusus agar lumpur tersebut tidak mencemari
dalam disposal sludge memiliki masalah yang lebih kompleks. Hal ini disebabkan
karena :
1. Sludge sebagian besar dikomposisi dari bahan-bahan yang responsibel untuk menimbulkan bau.
2. Bagian sludge yang dihasilkan dari pengolahan biologis dikomposisi dari bahan organik.
3. Hanya sebagian kecil dari sludge yang mengandung solid (0,25% - 12%
solid).
Tujuan utama dari pengolahan lumpur adalah :
- Mereduksi kadar lumpur
- Memanfaatkan lumpur sebagai bahan yang berguna seperti pupuk dan sebagai
penguruk lahan yang sudah aman.
Unit pengolahan lumpur meliputi :
1. Sludge Thickener
Sludge thickener adalah suatu bak yang berfungsi untuk menaikkan kandungan solid dari lumpur dengan cara mengurangi porsi fraksi cair (air),
sehingga lumpur dapat dipisahkan dari air dan ketebalannya menjadi
berkurang atau dapat dikatakan sebagai pemekatan lumpur. Tipe thickener yang digunakan adalah gravity thickener dan lumpur berasal dari bak
pengendap I dan pengendap II. Pada sistem gravity thickener ini, lumpur
Gambar 2.30. Sludge Thickener
Sumber : Syed R. Qasim, Wastewater Treatment Plants Planning, Design, and Operation, CBS College Publishing, 1985, hal 436 - 440
2. Sludge Digester
Sludge digester berfungsi untuk menstabilkan sludge yang dihasilkan
dari proses lumpur aktif dengan mengkomposisi organik material yang bersifat
lebih stabil berupa anorganik material sehingga lebih aman untuk dibuang.
Gambar 2.31. Sludge Digester
3. Sludge Drying Bed
Sludge drying bed terdiri dari lapisan pasir kasar dengan kedalaman 15 – 25 cm, lapisan kerikil dengan ukuran yang berbeda-beda, dan pipa yang
berlubang-lubang sebagai jalan aliran air. Sludge drying bed dibuat dengan
beberapa bak/bagian, tergantung pada keperluannya. Pembagian ini
dimaksudkan agar lumpur benar-benar kering sebelum lumpur yang basah
dimasukkan kembali.
Lumpur dimasukkan ke dalam Sludge drying bed dengan ketebalan
20 – 30 cm dan dibiarkan hingga kering. Waktu pengeringan tergantung
kondisi setempat. Misalnya dalam waktu 10 – 15 dengan bantuan sinar
matahari hari dan akan dicapai tingkat kekeringan antara 30% - 40%.
Sludge
III.1. DATA KARAKTERISTIK
Sumber air buangan dari Industri Electroplating ini mempunyai debit ( Q ) = 0,2 m3 /
detik. Sedangkan data kualitas air buangan yang dikeluarkan oleh industri tercantum pada
Tabel 3.1.
Tabel 3.1. Parameter air buangan Industri Electroplating yang harus diolah
No. Par ameter Kadar ( mg / liter )
1 TSS 2450
2 Cr 6
3 Fe 8
4 Ni 1,4
5 Mn 0,7
6 pH 2
Sumber : Data Perencanaan
III.2. STANDART BAKU MUTU
Proses pengolahan air limbah ini dilakukan untuk memenuhi standart kualitas baku
mutu air buangan dengan effluent berdasarkan standard baku mutu yang ditetapkan melalui
Surat Keputusan Gubernur Jatim No.45,tahun 2002 tentang baku mutu limbah cair bagi
2 Cr 0,5
3 Fe 5
4 Ni 1
5 Mn 0,5
6 pH 6-9
(S.K.Gubernur KDH Tingkat I Jawa Timur No.45 th.2002)
III.3. DIAGRAM ALIR PENGOLAHAN LIMBAH
Berdasarkan data air buangan yang dihasilkan oleh Industri Electroplating maka
yang telah ditentukan. Berikut rangkaian proses yang direncanakan untuk mengolah limbah
yang dihasilkan oleh Industri Electroplating tersebut berupa diagram alir, sebagai berikut:
Gambar 3.1. Diagr am Alir Pengolahan Limbah Industr i Electr oplating
Bak Penampung
Bak Pengendap I
Reaktor Redoks
Netralisasi
Badan Air Saluran Pembawa
IV.1 NERACA MASSA
Debit (Q) =200 L/hr = 0,2 m3/dt = 17280 m3/hr Data Kar akter istik limbah industr i Electr oplating
NO. PARAMETER DATA PERENCANAAN BAKU MUTU
1. TSS 2450mg/L=2,45kg/m3=42336kg/hr 20mg/L=0,002kg/m3=345,6kg/hr
2. Cr 6mg/L=0,006kg/m
4. Ni 1,4mg/L=0,0014kg/m
3
=24,19kg/hr =0,25 kmol/hr
1mg/L=0,001 kg/m3=17,28kg/hr = 0,18 kmol/hr
5. Mn 0,7mg/L=0,0007kg/m
5.1. Kesimpulan
Dari neraca massa yang tercantum pada bab 4, maka setiap bangunan
pengolahan memiliki efisiensi untuk meremoval parameter pencemar tertentu
sesuai dengan kapasitasnya. Effluent dari restoran cepat saji yang sudah melalui
proses pengolahan telah memenuhi baku mutu yang ditetapkan oleh Keputusan
Menteri Negara Lingkungan Hidup No 112 Tahun 2003.sehingga diperbolehkan
untuk dibuang ke badan air.
Karakteristik limbah air buangan Restoran Cepat Saji
No Parameter Kadar (mg/l)
1. BOD 1000
2. COD 2000
3. TSS 550
4. Minyak dan Lemak 100
5. PH 8
debit (Q) = 600 m3/hari
Adapun bangunan pengolahan air buanganganya adalah
1. Saluran pembawa
2. Screen
3. Sumur Pengumpul
5. Flotasi
6. Koagulasi dan Flokulasi
7. Bak Pengendap I
8. Activated Sludge
9. Sludge Drying Bed
5.2. Sar an
Dalam merencanakan suatu bangunan pengolahan air limbah, seharusnya
memperhatikan karakteristik air limbahnya dan besar dari debit air limbahnya
sehingga bangunan yang akan dibuat mampu menurunkan pencemar secara
optimal dan harus memperhatikan luas area yang tersedia untuk IPAL, sehingga
luas lahan mencukupi untuk pembangunan IPAL yang sudah direncanakan.
Selaian itu analisa ekonomi juga perlu diperhatikan agar bisa merencanakan