• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEPUTUSAN DEWAN KEHORMATAN PUSAT PERHIMPUNAN ADVOKAT INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG SUSUNAN DAN TATA LAKSANA KERJA MAJELIS KEHORMATAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEPUTUSAN DEWAN KEHORMATAN PUSAT PERHIMPUNAN ADVOKAT INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2007 TENTANG SUSUNAN DAN TATA LAKSANA KERJA MAJELIS KEHORMATAN"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

KEPUTUSAN DEWAN KEHORMATAN PUSAT PERHIMPUNAN ADVOKAT INDONESIA

NOMOR 4 TAHUN 2007

TENTANG

SUSUNAN DAN TATA LAKSANA KERJA MAJELIS KEHORMATAN DEWAN KEHORMATAN PERHIMPUNAN ADVOKAT INDONESIA

DEWAN KEHORMATAN PUSAT PERHIMPUNAN ADVOKAT INDONESIA

Menimbang : a. Bahwa guna menjaga martabat dan kehormatan profesi Advokat, pada tanggal 23 Mei 2002, telah ditetapkan Kode Etik Advokat Indonesia dengan perubahannya, yang disingkat “KEAI”;

b. Bahwa berdasarkan Pasal 33 Undang-Undang No. 18 Tahun 2003 tentang Advokat (“UU Advokat”), KEAI dinyatakan mempunyai kekuatan hukum secara mutatis-mutandis menurut Undang-Undang tersebut sampai ada ketentuan baru yang dibuat oleh Organisasi Advokat yang dalam hal ini adalah Perhimpunan Advokat Indonesia, yang disingkat “PERADI”;

c. Bahwa berdasarkan Pasal 26 ayat (1), yang mengatur tentang adanya Kode Etik Profesi Advokat, jo. Pasal 26 ayat (7) UU Advokat yang mengatur tentang tata cara memeriksa dan mengadili pelanggaran Kode Etik Profesi Advokat akan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Dewan Kehormatan Organisasi Advokat;

d. Bahwa setelah ditetapkannya Surat Keputusan Dewan Kehormatan Pusat Perhimpunan Advokat Indonesia Nomor 1 Tahun 2007 tentang Susunan dan Kedudukan Dewan Kehormatan Perhimpunan Advokat Indonesia, Surat Keputusan Dewan Kehormatan Pusat Perhimpunan Advokat Indonesia Nomor 2 Tahun 2007 tentang Tata Cara Memeriksa dan Mengadili Pelanggaran Kode Etik Advokat Indonesia, dan Surat Keputusan Dewan Kehormatan

(2)

Pusat Perhimpunan Advokat Indonesia Nomor 3 Tahun 2007 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tugas dan Kewenangan Dalam Penanganan Perkara Pengaduan Dewan Kehormatan Pusat dan Daerah maka Dewan Kehormatan Pusat merasa perlu untuk menetapkan Susunan dan Tata Laksana Kerja Majelis Kehormatan.

Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4282);

2. Anggaran Dasar Perhimpunan Advokat Indonesia, sebagaimana ternyata dalam Akta Pernyataan Pendirian Perhimpunan Advokat Indonesia Nomor 30 tanggal 8 September 2005 yang dibuat Notaris di Jakarta;

3. Kode Etik Advokat Indonesia yang disahkan pada tanggal 23 Mei 2002 dengan perubahannya.

Memperhatikan: 1. Surat Keputusan Dewan Kehormatan Pusat Perhimpunan Advokat Indonesia Nomor 1 Tahun 2007 tentang Susunan dan Kedudukan Dewan Kehormatan Perhimpunan Advokat Indonesia.

2. Surat Keputusan Dewan Kehormatan Pusat Perhimpunan Advokat Indonesia Nomor 2 Tahun 2007 tentang Tata Cara Memeriksa dan Mengadili Pelanggaran Kode Etik Advokat Indonesia.

3. Surat Keputusan Dewan Kehormatan Pusat Perhimpunan Advokat Indonesia Nomor 3 Tahun 2007 tentang Petunjuk Pelaksanaan Penanganan Perkara Pengaduan Dewan Kehormatan Pusat dan Daerah.

4. Hasil Rapat pleno Dewan Kehormatan Pusat tertanggal 5 Desember 2007

MEMUTUSKAN:

Menetapkan: SUSUNAN DAN TATA LAKSANA KERJA MAJELIS

KEHORMATAN DEWAN KEHORMATAN PERHIMPUNAN ADVOKAT INDONESIA

(3)

Pasal 1 Majelis Kehormatan

1. Majelis Kehormatan terdiri paling sedikit 5 (lima) orang yang terdiri dari 3 (tiga) orang yang berasal dari unsur Dewan Kehormatan dan 2 (dua) dari unsur Non-Advokat/Ad-hoc.

2. Majelis Kehormatan dipimpin oleh seorang Ketua Majelis yang berasal dari unsur Advokat.

3. Anggota Dewan Kehormatan Daerah/Dewan Kehormatan Pusat wajib menerima penunjukan sebagai Ketua Majelis Kehormatan atau Anggota Majelis Kehormatan sesuai dengan penyusunan Majelis Kehormatan.

4. Setiap anggota Majelis Kehormatan memeriksa dan mengadili perkara sesuai dengan pembagian berkas perkara.

5. Setiap Ketua dan Anggota Majelis Kehormatan wajib dan bertanggung jawab untuk menangani pemeriksaan perkara dengan penuh dedikasi dan tanggung jawab termasuk tentang jadwal persidangan, kehadiran dan aktifitas.

6. Setiap Ketua Majelis Kehormatan yang ditunjuk bertanggungjawab atas penyelesaian pemeriksaan perkara serta menyerahkan putusan perkara kepada Sekretaris/ Panitera Kepala

7. Setiap anggota Dewan Kehormatan Daerah/Dewan Kehormatan Pusat yang menjadi Ketua atau anggota Majelis Kehormatan wajib memperhitungkan waktu, kesibukan dan keberadaannya dalam menerima penugasan penyusunan majelis, yang apabila perlu dapat meminta dibebaskan dari penugasan untuk masa itu.

8. Anggota Majelis Kehormatan yang sudah mendapat penugasan menjadi Ketua atau Anggota Majelis Kehormatan, tetapi berhalangan untuk melaksanakan tugasnya atau ada alasan yang patut, wajib meminta kepada Ketua Dewan Kehormatan Daerah/Dewan Kehormatan Pusat untuk dibebaskan dari tugasnya sebagai Ketua atau Anggota Majelis Kehormatan tersebut agar penyelesaian penanganan perkara dapat terlaksana dengan baik.

9. Anggota Majelis Kehormatan yang sudah mendapat penugasan menjadi Ketua atau Anggota Majelis Kehormatan, namun ternyata tidak melaksanakan tugasnya sesuai dengan jadwal yang sudah diatur dan tidak ada alasan yang patut untuk itu, Ketua Dewan Kehormatan Daerah/Dewan Kehormatan Pusat atas inisiatif sendiri atau usulan dari Ketua/Anggota Majelis Kehormatan berwenang membebas-tugaskannya serta mengganti dengan anggota Dewan Kehormatan/Ad-Hoc lain.

10. Anggota Dewan Kehormatan Daerah/Dewan Kehormatan Pusat yang berhalangan ikut sebagai Ketua atau Anggota Majelis Kehormatan secara berturut-turut untuk

(4)

pembagian 3 (tiga) berkas perkara perlu diingatkan akan tugasnya sebagai anggota Dewan kehormatan oleh Ketua Dewan Kehormatan Pusat secara tertulis.

11. Anggota Dewan Kehormatan Daerah/Dewan Kehormatan Pusat yang berhalangan untuk ikut dalam persidangan baik sebagai Ketua atau Anggota Majelis Kehormatan dimana dia ditunjuk untuk itu secara berturut-turut untuk 3 (tiga) berkas perkara perlu diingatkan akan tugasnya sebagai anggota Dewan kehormatan oleh Ketua Dewan Kehormatan Daerah/Dewan Kehormatan Pusat secara tertulis

Pasal 2

Panduan Tata Kerja Majelis Kehormatan

1. Ketua dan Anggota Majelis Kehormatan memeriksa dan mengadili pengaduan pelanggaran Kode Etik bekerja secara kolegial tetapi mandiri, yang masing-masing dalam memberikan usul dan pendapat bebas tanpa adanya tekanan dan pengaruh dari pihak lain.

2. Ketua dan Anggota Majelis Kehormatan bekerja sesuai dengan hati nurani dan kehormatannya sebagai Majelis Kehormatan, bertanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa, kepada Hukum dan kepada dirinya sendiri.

3. Ketua dan Anggota Majelis Kehormatan dari suatu berkas perkara akan ditunjuk Ketua Dewan Kehormatan Daerah/Dewan Kehormatan Pusat dengan Surat Penetapan Majelis Kehormatan yang dipilih berurutan berdasarkan daftar nama Surat keputusan Pengangkatan Dewan Kehormatan, kecuali dalam hal Ketua Majelis Kehormatan memiliki status keanggotaan yang sama dengan Teradu.

4. Posisi duduk anggota Majelis Kehormatan disusun berurut sesuai dengan urutan dalam Surat Penunjukan Majelis Kehormatan dengan posisi Ketua Majelis Kehormatan berada ditengah, di sebelah kanannya anggota Dewan Kehormatan dengan nomor urut awal dan dilanjutkan disebelah kanannya lagi anggota Ad-Hoc yang bernomor urut awal. Disebelah kiri Ketua Majelis Kehormatan adalah anggota Ad-Hoc yang bernomor urut akhir dan dilanjutkan oleh anggota Dewan Kehormatan yang bernomor urut akhir disebelah kirinya.

5. Kesempatan untuk memeriksa dan bertanya dalam persidangan disesuaikan dengan urutan tersebut dalam butir 4.

6. Dalam hal pertanyaan Anggota Majelis Kehormatan dianggap menyimpang atau keluar dari konteks perkara Ketua Majelis Kehormatan, dapat mengarahkannya secara bijaksana dan diharap anggota yang bersangkutan menerimanya dengan arif.

7. Dalam berunding tentang teknis bersidang atau terhadap perbedaan pendapat tentang sesuatu hal dalam pemeriksaan, apabila diperlukan pendapat dari anggota Majelis Kehormatan urutan pemberian pendapat dapat diserahkan kepada kebijakan Ketua Majelis Kehormatan.

(5)

8. Dalam musyawarah pengambilan keputusan, dimulai secara berurut sesuai dengan urutan dalam Surat Penunjukan Majelis Kehormatan, dimulai dari anggota Ad-hoc bernomor urut akhir dan dilanjutkan seterusnya oleh anggota Dewan Kehormatan yang bernomor urut akhir yang duduk di sebelah kiri Ketua, dilanjutkan dengan anggota Ad-hoc yang bernomor urut awal dan seterusnya oleh anggota Dewan Kehormatan yang bernomor urut awal yang duduk di sebelah kanan Ketua dan diakhiri oleh Ketua Majelis Kehormatan.

9. Dengan tidak hendak membatasi kebebasan para Anggota Majelis Kehormatan, pada dasarnya Anggota Ad-Hoc akan memberikan pendapat dengan dasar-dasar pertimbangan yang berada dibidang keahlian/profesinya sesuai dengan materi perkara.

10. Putusan diambil secara mufakat, apabila tidak berhasil, maka ditentukan dengan suara terbanyak.

11. Anggota yang tidak sependapat dengan putusan yang diambil dengan suara terbanyak, dapat menyatakan keinginan bahwa menerima putusan tersebut atau sebaliknya meminta untuk dicatat dan dibacakan pendapatnya sebagai pendapat yang berbeda (disenting opinion).

12. Rencana penetapan sidang pembacaan Putusan, terlebih dahulu para pihak sudah diberitahu sesuai dengan ketentuan.

13. Pada sidang pembacaan Putusan, Putusan sudah selesai diketik yang berlaku sebagai asli Putusan, yang sebelum dibacakan sudah ditanda tangani oleh Anggota dan Ketua sesuai dengan urutan dalam Surat Penetapan Majelis Kehormatan, kemudian setelah dibacakan ditanda tangani oleh Panitera Pengganti.

14. Apabila Putusan yang telah diketik ternyata pada waktu membacakan ada catatan-catatan kecil atau kesalahan pengetikan, cukup ditulis tangan dan atau di-renvoi kemudian ditandatangani Ketua dan Anggota Majelis Kehormatan.

15. Pembacaan putusan dilakukan secara bergantian yang diatur oleh Ketua Majelis Kehormatan atau yang sudah disepakati, yang pada awal dan akhirnya sedapat mungkin oleh Ketua Majelis Kehormatan.

16. Dalam hal Majelis Kehormatan tidak lengkap, pembacaan Putusan dapat dilakukan dengan cukup meminta persetujuan dari salah satu pihak.

17. Penyusunan/format putusan sedapat mungkin dibuat seragam sesuai dengan panduan yang ada.

18. Apabila Putusan Dewan Kehormatan Daerah menyatakan Teradu bersalah, setelah Putusan dibacakan, Ketua mengingatkan Teradu akan haknya untuk mengajukan permohonan banding, yang apabila tidak mengajukan permohonan banding dengan lewatnya tenggang waktu untuk mengajukan banding maka Putusan telah

(6)

mempunyai kekuatan hukum yang sah. Dewan Kehormatan Daerah akan menyampaikan Putusan tersebut kepada Dewan Pimpinan Nasional PERADI untuk meminta agar Putusan dilaksanakan (dieksekusi) oleh Dewan Pimpinan Nasional PERADI.

19. Apabila Putusan Dewan Kehormatan Pusat menyatakan Teradu bersalah baik karena mengadili sendiri atau karena menguatkan Putusan Dewan Kehormatan Daerah, setelah membacakan Putusan, Ketua mengingatkan Teradu bahwa oleh karena Putusan Dewan Kehormatan telah final dan mempunyai kekuatan hukum yang tetap, maka Putusan tersebut akan disampaikan kepada Dewan Pimpinan Nasional PERADI untuk meminta agar putusan dilaksanakan (eksekusi) oleh Dewan Pimpinan Nasional PERADI.

20. Setelah sidang pembacaan Putusan ditutup, Panitera menyerahkan salinan Putusan yang sudah dipersiapkan kepada para pihak yang bersangkutan.

21. Apabila dalam sidang pembacaan putusan Teradu tidak hadir, pemberitahuan Putusan dilakukan kepada Teradu dengan Surat Pemberitahuan Putusan dimana ketentuan dalam butir 19 atau 20 dicantumkan dalam surat pemberitahuan tersebut.

22. Setelah sidang pembacaan Putusan ditutup, Ketua Majelis Kehormatan akan membuatkan laporan dan menyerahkan berkas perkara dan putusan kepada Panitera Kepala.

23. Tanggung jawab dari keseluruhan proses pemeriksaan perkara berada di tangan Ketua Majelis Kehormatan dari berkas perkara yang bersangkutan.

24. Proses pemeriksaan perkara ditingkat banding sampai dengan putusan sedapat mungkin sudah harus selesai dalam jangka waktu 45 (empat puluh lima) hari sejak berkas diterima oleh Ketua Majelis Banding dari Ketua Dewan Kehormatan Pusat, yang apabila belum terselesaikan harus melaporkan kepada Ketua Dewan Kehormatan Pusat dengan membuat laporan kemajuan penanganan perkara dengan alasan-alasan keterlambatan dan meminta persetujuan perpanjangan penanganan perkara..

25. Proses memeriksa perkara ditingkat pertama sampai dengan putusan sedapat mungkin sudah harus selesai dalam jangka waktu 4 (empat) bulan sejak berkas diterima oleh Ketua Majelis Kehormatan dari Ketua Dewan Kehormatan Daerah, yang apabila belum terselesaikan harus melaporkan kepada Ketua Dewan Kehormatan Daerah dengan membuat laporan kemajuan penanganan perkara dengan alasan-alasan keterlambatan dan meminta persetujuan perpanjangan penanganan perkara.

Pasal 3

(7)

Jakarta, 5 Desember 2007

Dewan Kehormatan Pusat

ttd.

Leonard Simorangkir, S.H. Ketua

ttd.

Sugeng Teguh Santoso, S.H. Sekretaris I

ttd.

Zul Amali Pasaribu, S.H. Sekretaris II

ttd.

Prof. Sidik D. Suraputra, S.H. Anggota

ttd.

Yan Apul Girsang, S.H. Anggota ttd. Luhut M.P. Pangaribuan, S.H., LL.M. Anggota ttd. Sudirman Munir, S.H. Anggota ttd. H. KRH. Henry Yosodiningrat, S.H. Anggota ttd. Agust Takarbobir, S.H. Anggota

Dewan Kehormatan Daerah Ad-Hoc DKI Jakarta

ttd.

Drs. Jack R. Sidabutar, S.H., M.M., MSi Ketua ttd. Alex R. Wangge, S.H. Sekretaris ttd. Daniel Panjaitan, S.H.,LL.M. Anggota ttd. Sahala Siahaan, S.H. Anggota ttd. Sonny Kusuma, S.H. Anggota

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan uraian di atas maka hipotesis tindakan yang akan diajukan adalah sebagai berikut: melalui pembelajaran SAVI (Somatis, Auditori, Visual, Intelektual)

Kinerja Penyuluh Dalam Meningkatkan Adopsi Teknologi Pakan Mendukung Pengembangan Sapi Potong.. Prosiding Seminar

1) Memiliki ijazah S2 atau setara sesuai dengan kompetensi bidang ilmunya. Ijazah S2 diutamakan yang linear dengan program studi yang dituju, kecuali untuk

Grafik pengaruh waktu penyinaran sinar uv dengan kemampuan fotodegradasi kain terlapisi komposit nanosized chitosan /TiO 2 terhadap Rhodamine. Fotodegradasi Kain

Dengan demikian, kekuatan mengikat sebuah keputusan yang dalam hal ini adalah keputusan Mahkamah Internasional dapat diartikan sebagai suatu kepastian yang terdapat

Internet of Things (IoT) merupakan sebuah konsep yang bertujuan untuk memperluas manfaat dari konektivitas internet yang tersambung secara terus menerus ke dalam

Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap 35 orang responden terlihat bahwa lebih banyak responden mengatakan keperibadian mereka introvet yaitu sebanyak 45

Untuk mendapatkan data primer dari narasumber, peneliti melakukan interview (wawancara) dengan pihak Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) kabupaten Semarang. Data