HUBUNGAN HARGA DIRI DENGAN PERILAKU MAKAN
TIDAK SEHAT PADA REMAJA PUTRI
SKRIPSI
Diajukan Kepada Program Studi Psikologi
Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya
Universitas Islam Indonesia Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-syarat
Guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 Psikologi
Oleh:
AZMIA KHAERUN NISA
02320152
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
HUBUNGAN HARGA DIRI DENGAN PERILAKU MAKAN TIDAK SEHAT PADA REMAJA PUTRI
SKRIPSI
Diajukan Kepada Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya
Universitas Islam Indonesia Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 Psikologi
Oleh:
AZMIA KHAERUN NISA
02320152
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
HALAMAN PENGESAHAN
Dipertahankan di depan dewan Penguji Skripsi Program Studi Psikologi
Universitas Islam Indonesia Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat-syarat Guna
Memperoleh Derajat Sarjana SI Psikologi
Pada Tanggal
03 Sr-P 2007
Dewan Penguji
1. Qurotul Uyun, S. Psi., M. Si 2. Rina Mulyati, S. Psi., M. Si
3
Uly Gusniarti, S. Psi, M. Si
Mengesahkan,
Fakultas Psikologi dan Ilmu sosial Budaya -'iJprveisit.is Islam Indonesia
•-''-/X
program Studi
M.Si
Tan da Tangan
HALAM^ Alhamdu an Syukur z 'a kepada-N/ epada-Mu 1 ;nap kerend untuk c mku tersayg :gala doa da ig takkan te K Yanti, Mba ;ala semangi
. doa dan cii
HALAMAN PERNYATAAN
Bersama ini saya menyatakan bahwa selama melakukan penelitian dan
dalam membuat laporan penelitian, tidak melanggar etika akademik seperti
penjiplakan, pemalsuan data, dan manipulasi data. Jika pada saat ujian skripsi
saya terbukti melanggar etika akademik, maka saya sanggup menerima sanksi dari
dewan penguji. Apabila di kemudian hari saya terbukti melanggar etika akademik,
maka saya sanggup menerima konsekuensi berupa pencabutan gelar kesarjanaan
yang telah saya peroleh.
Yang menyatakan,
Azmia Khaerun Nisa
CATA intaian puji < i mkmat-N] i sal am sen W, beserta \ ;a akhir zam; i banyak p han, serta ikhir. Penul M.Si., Psil lesia. Si selaku K sial Budaya Skripsi yanj h kesibukar si., M.Si., ngi penulis VI HALAMAN MOTTO
" //a? orang-orangyang beriman, nafkahkanlah (dijalan Allah) sebagian dari
hasil usahamuyang baik-baik dan sebagian dari apayang kami keluarkan untuk kamu. Dan janganlah kamu memilihyang buruk-buruk lalu kamn najkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan
memicingkan maia darinya " (Al Baqarah: 267)
%esa(ahan dan HggagaCan 6u^an
flkjiir dari suatu pencapaian, namun fiadapiCah
%eduanya dengan penult ^esa6aran.
(Dari ({esaCahan dan fiegagaCan itu ada
4. Seluruh Dosen Fakultas Psikologi UII yang telah memberikan ilmu, pengetahuan, pengalaman tak terkira selama penulis menjadi mahasiswa di Program Studi Psikologi UII.
5. Segenap Karyawan dan staf Program Studi Psikologi UII yang telah banyak membantu perihal administrasi untuk kelancaran perkuliahan serta selama penelitian ini.
6. Bapak H. Asikin dan Ibu Hj. Fasiroh (Aim), atas segala do'a, kasih sayang, pengorbananan, dukungan, kesabaran yang tiada habisnya dan takkan mungkin terbalas oleh apapun di dunia ini.
7. Kakak-kakaku, mba Yanti, mba Arda, mba Diana dan Mirza atas do'a dan
kasih sayang, serta semangat untuk terus melakukan hal-hal yang positif. 8. Sahabat jiwaku, Riko, yang seringkali menjadi curahan hati penulis.
Terimakasih untuk kasih sayang, cinta, ketulusan, kebahagiaan, perhatian, dan dukungannya selama ini. / love u so much guyz.... ;)
9. Keponakanku: Zaya, Elang, Firza dan Zalva, serta sepupuku Kiki atas
hari-hari lucu dan ceria.
10. Seluruh keluarga besar yang terns menerus menyemangati penulis untuk melakukan sesuatu yang terbaik dan bermafaat bagi kehidupan dunia dan
akhirat.
11. Seluruh guru dan karyawan SMU Kolombo dan SMU UII yang telah memberikan lzin, membantu memberikan jam pelajarannya, maupun membantu membagikan skala secara langsung terkait try out penelitian dan pelaksanaan penelitian.
Peni karena kes berusaha s( skripsi ini pengetahua Wa:
12. Siswa-siswa SMU Kolombo dan SMU UII Yogyakarta: atas kesedian keikhlasannya dengan semangat untuk menjadi subjek penelitian.
13. Teman-teman yang telah membantu menyelesaikan penelitian: Rahma F,
Ute, Dahlia, Chece, Hani terimakasih atas bantuannya dan tak lupa untuk
selalu mengingatkan dan memberikan dukungannya.
14. Sahabat-sahabatku di Jogja: Mba Maya, lent, Mba Arti, Ela, Ira, Ririn, Febri, mba Nita dan Wilna, terimakasih untuk persahabatan, kebersamaan dan dukungannya.
15. Sahabat-sahabat di SMU 1 Tegal: Pipi, Eli, Ichal, Indah, Farisa, Aldian, Ugenk terimakasih untuk persahabatan dan dukungan yang kalian berikan, semoga persahabatan kita akan terjalin selamanya
16. Sahabat-sahabat di kampus Psikologi: Siska, Rahma, Egha, Fani, Dani,
dan teman-teman angkatan 2002 lainnya semoga kita semua menjadi
orang-orang yang sukses.
17. Teman-teman KKN yang masih keep contact hingga saat ini, terima kasih untuk segala dukungan, semoga tetap menjadi kisah klasik untuk masa
depan.
18. Semua pihak yang telah banyak membantu dan memberi masukan berkaitan dengan skripsi ini
Semoga kebaikan dan ketulusan yang telah diberikan pada penulis selama ini mendapatkan balasan yang terbaik dari Allah SWT, Amien.
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
HALAMAN PERNYATAAN iii
HALAMAN PERSEMBAHAN iv
HALAMAN MOTTO v
PRAKATA vi
DAFTAR ISI x
DAFTAR TABEL xiii
DAFTAR LAMPIRAN xiv
INTISARI xv
BAB I. PENGANTAR 1
A. Latar Belakang Masalah 1
B. Tujuan Penelitian 7
C. Manfaat Penelitian 7
D. Keaslian Penelitian 8
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 11
A. Perilaku Makan Tidak Sehat 11
1. Pengertian Penlaku Makan Tidak Sehat 11 2. Perilaku Makan Tidak Sehat Pada Remaja 12 3. Aspek-aspek Perilaku Makan Tidak Sehat 15
4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Makan Tidak
Sehat PadaRemaja 18
B. Harga Diri 22
1. HargaDiri 22
2. Ciri-ciri Harga Diri 24
3. Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Harga Diri 26 C. Hubungan Harga Diri Dan Perilaku Makan Tidak Sehat
Pada Remaja Putri 28
D. Hipotesis 35
BAB III. METODE PENELITIAN 36
A. Identifikasi Variabel-variabel Penelitian 36 B. Definisi Operasional Variabel Penelitian 36
1. Perilaku Makan Tidak Sehat 36
2. Harga Din 36
C. Subjek Penelitian 37
D. Metode Pengumpulan Data 37
1. Skala Perilaku Makan Tidak Sehat 38
2. Skala Harga Diri 39
E. Metode Analisis Data 40
BAB IV. PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN 41
A. Persiapan Penelitian 41
1. Oreintasi Kancah Penelitian 41
2. Perizinan Penelitian 42
3. Persiapan Alat Ukur 42
B. Pelaksanaan Penelitian 45
C. Hasil Penelitian 45
1. Deskripsi Subjek Penelitian 45
2. Deskripsi Statistik 46 3. Uji Asumsi 48 4. UjiHipotesis 50 D. Pembahasan 50 BAB V. PENUTUP 56 A. Kesimpulan 56 B. Saran 56 DAFTAR PUSTAKA 58 x n
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 1. Kisi-kisi Aitem Skala Perilaku Makan Tidak Sehat 38
Tabel 2. Kisi-kisi Aitem Skala Harga Diri 39
Tabel 3. Deskripsi Aitem Skala Perilaku Makan Tidak Sehat 44
Tabel 4. Deskripsi Aitem Skala Harga Diri 44
Tabel 5. Deskripsi Usia Subjek Penelitian 46
Tabel 6. Deskripsi Data Penelitian 46
Tabel 7. {Criteria Kategorisasi Skala Perilku Makan Tidak Sehat 47 Tabel 8. Kriteria Kategorisasi Skala Harga Diri 48 Tabel 9. Hasil Analisis Uji Normalitas Variabel Harga Diri Dan Perilaku
Makan Tidak Sehat 49
Tabel 10. Hasil Analisis Uji Linieritas Variabel Harga Diri dan Perilaku
Makan Tidak Sehat 49
Tabel 11. Hasil Analisis Korelasi Antara Variabel Harga Diri Dan Perilaku
Makan Tidak Sehat 50
»IRI DENG^ T PADA RE Azmia Khaei Qurotul I INTIS^ n untuk mei ikan tidak se adalah ada sehat pada n makan tidak perilaku mal ini adalah an XL Subje g digunakan at dari Hart: 51 (SelfEste tg dilakukai 11,5 for wi product i • = - 0.322 i yukkan ada dak sehat. h i Makan Tid xv DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
Lampiran 1. Skala Try out Harga Diri
64
Lampiran 2. Skala Try out Perilaku Makan Tidak Sehat 68
Lampiran 3. Data 7'ry out Harga Diri 71
Lampiran 4. Data Try out Perilaku Makan Tidak Sehat 76
Lampiran 5. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Skala Harga Diri
79
Lampiran 6. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Skala Perilaku Makan Tidak
Sehat 83
Lampiran 7. Skala Penelitian Harga Diri 89
Lampiran 8. Skala Penelitian Perilaku Makan Tidak Sehat 91
Lampiran 9. Data PenelitianHarga Diri 94
Lampiran 10. Data Penelitian Perilaku Makan Tidak Sehat 97
Lampiran 11. Hasil Uji Asumsi 101
Lampiran 12. Hasil Uji Hipotesis 101
Lampiran 13. Grafik Normalitas 103
Lampiran 14. Grafik Linieritas 104
Lampiran 15. Surat Izin Try out 105
Lampiran 16. Surat Izin Penelitian 106
BAB I
PENGANTAR
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Pada tahun-tahun terakhir ini perihal masalah perilaku makan semakin
meningkat, diperkuat pula oleh Trend mode yang mengagungkan tubuh langsmg
khususnya pada wanita dan stereotip terhadap kegemukan dan kekurusan. Setiap
budaya memiliki standar kecantikan yang berbeda (Berhm, 1999 dalam Maria,
dkk, 2001). Standar kecantikan itu secara kultural dan histons berubah dari waktu
ke waktu. Garner (Maria, dkk, 2001) dalam studmya menumukkan bahwa ada
tekanan terhadap perempuan untuk memiliki bentuk tubuh yang langsing.
Identitas budaya tubuh langsing ini paling banyak diinteraahsasi remaja.
Kerampingan tubuh ini diasosiasikan sebagai trait kepribadian yang disukai dalam
pikiran masyarakat, sementara kegemukan dipandang memiliki stereotip negatif,
stereotip tubuh langsing ini tampak juga di Indonesia. Berbagai hal ini
mengakibatkan sebagian masyarakat berlomba-lomba mencari upaya bagaimana
menumnkan berat badan dengan cepat dan mudah, upaya ini di negara-negara
rnaju tidak terbatas pada orang dewasa saja, tetapi juga dialami remaja bahkan
mulai terlihat pada para remaja awal.
Remaja menjadi salah satu pusat perhatian mengingat remaja banyak
mengalami perubahan fisik, kognitif, emosi, maupim sosial. Transisi yang dialami
(Grabber, dkk, 1994). Menurut Millstein, Petersen, dan Nightiangle, salah satu
ancaman terhadap kesehatan dan kesejahteraan remaja ini berkaitan dengan
masalah penlaku makan tidak sehat dan gangguan makan (Graber, dkk, 1994)
seperti dalam laporan WHO bahwa remaja menghadapi peningkatan resiko hidup
sehat yang mengarah pada peningkatan mortalitas dan morbiditas. Hal tersebut
diperkuat dalam laporan kongres Amerika Serikat 1991 bahwa selama 20 tahun
terakhir ini khusus pada kelompok usia remaja Amerika Serikat mengalami
peningkatan morbiditas sebesar 11%. Gangguan makan dan perilaku makan tidak
sehat seperti pembatasan makanan merapakan problem yang dialami sebagian
besar remaja, khususnya remaja putri (Graber, dkk, 1994). Berdasarkan beberapa
hasil surfei di Inggris, salah satu masalah perilaku makan yang menonjol dan
populer pada remaja adalah perilaku diet yang mengarah pada perilaku makan
tidak sehat, diperkirakan sekitar 73% remaja putri melakukan perilaku makan
tidak sehat untuk menurankan berat badan (Moses, dkk dalam Hill, dkk, 1992c)
Perabahan fisik menurut Sarwono (1989) mempengaruhi perkembangan
jiwa remaja karena sering menimbulkan perasaan tidak puas. Salah satu contoh
perabahan fisik remaja yaitu peningkatan lemak dalam tubuh, terayata
menimbulkan ketidakpuasan remaja pada tubuhnya (Hill, dkk, 1992c) merasa
dirinya gemuk, ingin tubuhnya lebih kurus dan ingin menurunkan berat badannya.
Pengertian perilaku makan tidak sehat adalah kebiasaan mengkonsumsi
makanan yang tidak memberikan semua zat-zat gizi esensial yang dibutuhkan
dalam metabolisme tubuh (Sarintohe dan Prawitasari, 2006). Perilaku makan tidak
dapat merusak kesehatan dan kesejahteraan psikologis individu. Penlaku makan
tidak sehat berhubungan dengan gangguan fisik dan psikis remaja. Penlaku makan
tidak sehat dalam penelitian ini didefinisikan sebagai kebiasaan makan seseorang
yang dapat merugikan dalam metabolisme tubuh (Graber, dkk, 1994). Apa yang
ada di dalam pikiran seseorang bisa mempengaruhi kebiasaan makannya, seperti
misalnya banyak orang yang membenkan reaksi terhadap emosinya dengan
makan dan keinginan untuk menjadi kurus dengan mengurangi makan bahkan
menolak untuk makan, hal ini dapat meningkat menjadi perilaku makan seseorang
menjadi tidak sehat.
Tingginya pravelensi perilaku makan tidak sehat pada remaja, sementara
efeknya sendin ternyata lebih merusak kesehatan dan kesejahteraan individu
menimbulkan pertanyaan hal-hal apakah yang berperan dalam perkembangannya
masalah perilaku makan makan tidak sehat pada remaja. Beberapa penelitian
mengenai faktor-faktor yang beresiko mengembangkan perilaku makan tidak
sehat remaja menunjukkan, faktor internal penyebab penlaku makan tidak sehat
mehputi faktor status kemasakan fisik remaja, massa tubuh, usia, kepribadian
terrnasuk harga din dan citra raga. Sementara faktor eksternal meliputi pengaruh
hubungan dengan keluarga, status sosial ekonomi, dan nilai sosial masyarakat
terhadap daya tarik dan kerampingan (Attie dan Brooks gunn, 1989)
Ketidakpuasan tubuh ini menunjukkan citra raga yang rendah, yang
menjadi salah satu penyebab timbulnya konsep diri yang kurang baik dan
kurangnya harga diri selama masa remaja (Huriock, 1976). Penelitian Secord dan
Jourard (Hartantri, 1996) menunjukkan 43.56% dan harga din wanita ditentukan
oleh era raga, seda„gka„ pengaruh pada pn„ ,eb,„ re„da„ yaitl, 3346% H„ga
dm ya„g rendah seseorang dapa, me„ura„ka„ kemamp„a„nya mengembangka„
din dm membina hubungan dengan „ra„g lain (Helm, dan ^ ^ ^
Menu™, Fun,ham, salal, salu dimensi Pe„,mg dan harga din ^ ^ ^
*»* «*»,. Tingka, kepilasan terhadap sosok tubi|h ymg tjngg. d]asos|as.km
dengan iingka, harga din sos,a, ya„g 1|ngg] ^ ^
^ ^ |^^ ^
•",, beberapa ah,i ci,ra tubuh percaya bahwa ketidakpuasan .erhad.p sosok tubuh
mempakan sUa,u ekspres, dari harga d,n yang re„dah dan perasaan indekua,.
Tubuh mernpakan bagran dari d,n yang ter.ma, (bagia„ yang konkreft sehjngga
bfl. seseorang merasa ambivalen, terhadap diri send.ri, merekaJuga akan merasa
ambivalent terhadap tubuhnya (Berhm, 1999, dalam Maria, dl* 2001)
Sim /, heavy. ™gkapa„ ini senngkali di,„terpretasika„ sebagai suan,
standar kecannkan ya„g ban, ba„wa perempuan dapa, dikatakan camik apabi.a
mem.liki ,„b„h yang langs.ng (Manil, dkk) 200,, Proses sosia|isas| ^ ^^
sejak dim, bahwa ben,,* tubuh yang la„gs,„g adalah yang djharapkan ^ ^
Menurut Hurloek (Mana, dkk, 200,, kesadaran akan adanya reaks, sosra,
terhadap berbaga, bentuk tubuh pula yang menyebabkan pada usia remaja merasa
pertain akan periumbuhan tnbuhnya apabila t.dak sesua, dengan siandar budaya
vang beriaku. Me,™, Berhm (Mana, dkk 200!,, Imgku„gan ^ ^ ,nenj]a|
seseorang berdasarkan pakaian, cara b.cara, cara berjalan dan .ampilan fisik.
Tampian yang ba,k sering diasos,asika„ dengan status yang leb,h ,,nggi.
kesempatan yang lebih luas untuk menank pasangan. da,, kua.i.as posi,,f,a,„„ya.
Orang lain cenderung menilai orang gcmuk sebagai orang yang malas dan suka
memanjakan din sendin, sedangkan orang yang kurus dinilai sebagai orang yang
disiphn dan teratur. Hal ini akan mempengaruhi harga diri remaja sehingga
mendorong remaja mencari jalan untuk memperbaiki penampilan dirinya.
Berbagai upaya akan dilakukan remaja untuk memilki penampilan fisik yang
ideal, antara Iain mempercantik diri dan menutup keadaan fisik yang kurang baik
(Setyaningsih, 1992)
Diet tidak seimbang untuk menurunkan barat badan yang terraasuk dalam
perilaku makan tidak sehat diyakim oleh remaja dapat memperbaiki
penampilannya yaitu dengan membatasi konsumsi makanan. Pembatasan dalam
jangka waktu tertentu dapat mengurangi lemak tubuh yang diikuti menurunnya
berat badan. Penuranan kedua hal tersebut diharapkan dapat mengubah bentuk
tubuh sehingga makm mendekati figur ideal. Mengecilnya kesenjangan antara
figur ideal dengan figur tubuh yang dimiliki dapat diartikan sebagai tanggapan
yang semakin positif terhadap penampilan diri, hal mi merapakan salah satu
modal remaja agar diterima oleh lingkungannya.
Hasil penelitian French dan jeffery bahwa 75% wanita melakukan
perilaku makan tidak sehat sedangkan pria yang melakukan perilaku makan tidak
sehat hanya 47% hal itu menunjukkan penlaku makan tidak sehat lebih banyak
dilakukan oleh wanita daripada pria (Jeffery, Epstein, et al, 2000), baik bagi
wanita yang memiliki berat badan normal maupun wanita kelebihan berat badan.
Pediet wanita ternyata memiliki harga diri yang lebih rendah dibanding mereka
yang tidak berdiet. Sementara itu penelitian lain menunjukkan bahwa remaja putri
^o 4.C cc >. c cc 44 co co -o 43 "aJ CD a, •2 <u e o -a b S3 'c0>
I
^-* 03 60 •S So c i> S 60 .B +3 g ft s co IS -2 44 CO CO CO CO TJ t> 44 CO 'S> s 44 3 CO E 53 s CO c <u -a B CO CO CO a, CO CO CO 60 CO 42 CD co 60 B CO .a. -3 *«* CO 4= CD to -A< CO T3 E co T3 44 4* 3 '? 3 g s 4^ CC E 60 E CO •2 c? E co £P CO -E i-CD 42 CO -a CO 42 CO 6o E CO 3 JO E CD £ CO co 3 CO T3 CO 3 -AS CO 'C o ft, T3 CD 4>i CO -o CO a. E CD s CO 43 CD co 44 CO E CO 44 3 44 -2 13 E -2 "3 co E .53 T3 e CO "O 03 42 e CO 43 -2 c« CO CO CO CO .-° 44 CO fee C S CO E cd &o s CO c CO c 44 CO .CO 5 B 3 B 4^ 4* co •S CO co o CD co CO 42 ex CD O O 44 «0 'C CO 5 •3 CO £P CO 43 •3 CO £? CO 4= 45 CO 42 CO B-CO T3 § CD 42 CO CO E 5 60 E 5 o CD CO 3 s 42 CD 44 CO •o CD S 6p "a b CO a. CO 44 CO S T3 CD T3 c CO T3 CO 43 e cd 42 43 —^ CO co CO CO 43 e E -2 CO b <u E 3 44 CO CO CO E CD so •5 Ji? 2 CO 6o e T3 b 1> CO 44I
CO CO E CO 44 CO B •2 CO CD e o "a o 44 co CD 43 OI
CO eo T3 co 44 CO T3 CO s 5 S'I
2
CD CO CO 1~ E CD 42 s 60 e CO ••3J >> CO r 'C CO CD >> *w £? 44 .-^ g CO CO «C 44 44 CO E CD E CD co u, CO CO* 4= CO -a _'? -3 •E E CO SoI
E E' CO 44 -2I
ft, CD E E TJ CO ,? . _ "3 •3 •5 CO CO P 2 60 60 E o ftO E CO -E CO 13 CO a, CO B CO •X co S CO 44 60 E -2 'a. E CO B CD ft a, CO T3 CO "t; *2 CO CO E 2 60 CD T3 E co -2 CO "a CO a, '5b 60 E a,I
CO CD E CO -a CO 42 JO CO CD 42 B co s 3'I
a. § 3 -2 B 42 CD co!'
;c •3 E CD co -2 V CD a, CO "co a, < E CO J4 CO E E 2 So 60 E CO 60 PS 2 CD •S-"3 60 -2 "CO a. CO •=1 CO 60 E B E 2 CO 2 44 60 E CO E CO .4«! CO CD CD 44 CD 42 CO co CO E CO -2 2 60 E CD E CO s CO 44 CO 13 s o 5 CD 3 §" CO B 42 E 42 CO 42 CD >> E CD ft, CO E 3 42 E CD E B CO o > I-, CD E CD E CD ft E CO CO CO CO "5 CD 02 COs
CD 45 B 43 «V .-3 —t 3 P CD ft 42 CO ft CO e" CO 44 CO E E CO ^4 3 CD s CD ft 44 CO -a 43 CD 2 CD •"2 44 CO -a E CO "a 2 44 JS 'C CD ft COI
E CO CD T3 E CD ft CO 43 co 42 CO CO 60 T? E CD G 'b1 ft CD £ ft CD E s CO 44 13 CO CO ft CO CO CO -a T3 j~ "C CD 00 o E 5 E S ^ CO 44 CO CO 44 CO E •£ -a E % •5 •a CO s> CO E 3 43 CO T3 3 E 3 42 CD CD 60 s <c T3 '? -5 •S 42 CO 42 CD CO CO -a CO CD 44 B 2 60 F CDperilaku makan tidak sehat seperti diet tidak sehat yang dilakukan orang lain. Sebaliknya apabila seorang remaja putri memiliki harga diri tinggi tidak melakukan perilaku makan tidak sehat. Individu yang memiliki harga diri tinggi ini menyadari bahwa dirinya memiliki kekurangan tetapi tidak menjadi rendah diri karena hal tersebut, melainkan dapat menghargai dirinya apa adanya, sehingga tidak terbujuk melakukan perilaku beresiko terhadap kesehatan.
Berdasarkan semua pemaparan di atas, maka masalah dalam penelitian ini adalah banyaknya remaja putri yang melakukan perilaku makan tidak sehat padahal efek perilaku makan tidak sehat itu sendiri cenderung negatif baik secara medis, psikis, maupun ekonomis. Berangkat dari masalah tersebut di atas maka perlu diteliti sejauh mana keterkaitan harga diri dengan kecenderangan perilaku perilaku makan tidak sehat pada remaja putri.
B. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empirik hubungan antara harga diri dengan kecenderangan perilaku diet pada remaja putri.
C. MANFAAT PENELITIAN
Dari segi teoritis penelitian ini diharapkan dapat menambah jumlah penelitian yang beresiko terhadap kesehatan, kliususnya kecenderangan perilaku diet pada remaja putri ditinjau dari harga diri. Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu pengetahuan kliususnya psikologi sosial dan psikologi kesehatan serta memberikan informasi tentang keterkaitan antara harga diri dengan kecenderangan perilaku diet pada remaja. Dari segi praktis diharapkan
dapat memberikan infonnasi kepada mahasiswa yang dapat dipahami sebagai
pembelajaran bahwa harga diri memiliki peran pada diri remaja khususnya remaja
putn untuk raenentukan penlakunya, memberikan masukan bagi lembaga
pendidikan dalam usaha pemberian informasi mengenai perilaku hidup sehat,
khususnya diet pada remaja putri, dan memberikan infonnasi tambahan bagi
praktek konseling mengenai masalah perilaku makan pada remaja, kliususnya
perilaku diet. Apabila terbukti bahwa harga diri berperan penting terhadap
timbulnya kecenderangan perilaku diet, maka praktisi dapat mengantisipasi
dengan meningkatkan harga diri remaja.
D. KEASLIAN PENELITIAN
Penelitian-penelitian yang berkaitan dengan perilaku diet dan harga din
diantaranya :
1 Citra Raga dan Perilaku Diet pada Remaja Putri, penelitian ini dilakukan oleh
Elizabeth Hartantri (1996). Subjek penelitian Remaja putri berasia sekitar
16-19 tahun yang semuanya berjenis kelamin wanita. Alat ukur yang digunakan
skala perilaku diet dari Dutch Eating Behavior Quetionaire (DEBQ) yang
disusun oleh Van Strein, at al. Hasil Penelitian ini menunjukkan adanya
hubungan negatif antara citra raga dengan perilaku diet pada remaja putri.
2. Hubungan antara Kebermaknaan Hidup dengan Harga din pada mahasiswa.
Penelitian ini dilakukan oleh Zainunofikoh'(2001). Subjek penelitian mi yaitu
Mahasiswa Universitas Gajah Mada tahun 1999 - 2000 yang masih aktif
kuliah. Alat ukur yang digunakan adalah skala harga diri SEI yang telah
d.modif,kas,. Has,, pe„eh„an ada,ah ada hubl,„gan ^ ^ ^
l„dup dengan harga din Pada mahasiswa.
3. Hubungan antara Harga D,r, to Kolekt,fitas de„ga„ ^ ^ ^ ^
Konsumnf Remaja. PenelWan ini dilakukan o!eh Hidayah (,999) Subjek
Pene„,,a„ be,„mla„ remaja tOTga„ yang ^
^ ^
^
^
^
SMU ymg rerdrr, dan pna dan wan,,a. AIat „kurya„g d,gunakari adalah skala
'-ga din' yang dim„d„ikasi dan SE1 ,,*// ,slcem ,„wmmj im
Co„Persmi,h (,967,. Has,, penehtian me„„„jukka„ ada hubungan neganf
antara harga d,n dan ko,ek„ftas dengan kecendenmgan penlaku konsum.if
remaja.
4- Hubu„gai, Anlara Harga Dln RemaJa PuW dengm ^ ^^ ^ ^
Bermerek. Penehtian ini dilakukan o,eh ,rawa.i Nugrah, San (1997), Subjek
yang diteht, adalab remaJa berus.a ,7 - ,9 tahm, Alat „kurymg dJ8unakan
adaiah skaia harga din yang dimod.fikas, dan SO (&//&te„ A,^ dan
Coopersmim (,967, Has,, pe„e,it,a„ menunjukkan ada ^ ^ ^
Harga diri pada remaja putri dengan ramat membe|i kosrnetika bemerek
5. H„bu„ga,, Harga Din Remaja S.swa SMU Negen , Semarang dengan
Pres,as, Ditmjau dar, Persepsi .erhadap Penenmaan Onang Tua dan Teman
Sebaya. Pe„eht,a„ ,„, iAAukm olel, Asta„tj ^ ^ ^
^^
--** yang digunakan da,am pene.i.ian in, adalah remaja SM(J Negen ,
Semarang, mem,„k, ,„te,ege„si ra,,ra,a. da, ,mgga, bersama „ra„g ,ua sejak
kecd. Ah. Ukur yang digunakan adalah ska|a ^ ^ ^ ^ ^
penelitian ini adalah tidak ada hubungan antara harga diri dengan prestasi siswa SMU Negaeri ! Semarang ditinjau Persepsi orang tua dan teman sebaya.
Penjelasan-penjelasan secara rinci tentang keaslian penelitian adalah
sebagai berikut: 1. Keaslian topik
Variabel bebas penelitian-penelitian sebelumnya yaitu citra raga, Variabel bebas penelitian ini yaitu harga diri, dimana dalam hal ini peneliti mencoba mengangkat perilaku makan tidak sehat dengan harga diri.
2. Keaslian teori
Teori yang digunakan pada penelitian ini yaitu teori harga diri dari Coopersmith (1967) dan teori perilaku makan tidak sehat yang digunakan adalah teori dari Graber, dkk (1994).
3. Keaslian alat ukur
Penelitian ini menggunakan skala perilaku makan tidak sehat modifikasi dari Elizabeth Hartantri (1996), dan skala harga diri modifikasi dari SEI {Self Esteem
Inventory') dari Coopersmith (1976).
4. Keaslian subjek penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa SMU Kolombo kelas 1 dan 2 yang berasia antara 15-18 tahun, dan selurahnya berjenis kelamin wanita.
BAB II
TIN J All AN PUSTAKA
A. Perilaku Makan Tidak Sehat
1. Pengertian Perilaku Makan tidak Sehat
WHO menjelaskan bahwa diantara sejumlah perilaku tidak sehat, perilaku
makan adalah faktor utama yang berpengaruh pada kesehatan manusia, karena
jika terjadi perilaku makan yang tidak sehat yang membiasakan mengkonsumsi
makanan yang tidak memenuhi gizi maka akan menurankan kesehatan (Sarintohe
dan Prawitasari, 2006). Perilaku makan tidak sehat menurut Sarintohe dan
Prawitasari adalah kebiasaan mengkonsumsi makanan yang tidak memberikan
semua zat-zat gizi esensial yang dibutuhkan dalam metabolisme tubuh (Sarintohe
dan Prawitasari, 2006).
Definisi perilaku makan tidak sehat dalam penelitian ini adalah kebiasaan atau perilaku makan seseorang yang dapat meragikan dalam metabolisme tubuh
(Graber, dkk, 1994). Perilaku makan tidak sehat seperti binge eating, kebiasaan
makan pada malam hari, diet tidak seimbang seperti dalam bentuk pengurangan
konsumsi makanan ataupun dengan menggunakan cara lain, seperti obat pencahar,
tablet pengganjal perat, dan Iain-lain dapat menganggu kesehatan. Apa yang ada
di dalam pikiran seseorang bisa mempengaruhi kebiasaan makannya, perilaku
makan tidak sehat
orang yang memberikan reaksi terhadap emosinya dengan
makan.
12
Berdasarkan pemaparan diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa definisi
penlaku makan tidak sehat adalah kebiasaan makan seseorang yang dapat
merugikan dalam metabolisme tubuh (Graber, dkk, 1994). Dalam penelitian ini
perilaku makan tidak sehat ditunjukkan dengan mengukur perilaku makan
sehari-hari yang dilihat berdasarkan aspek emosi, restraint, dan eksternalnya yang akan
dijelaskan pada sub bab berikutnya.
2. Perilaku Makan Tidak Sehat Pada Remaja
Minat para psikolog mengenai perilaku makan berasal dari ketertarikan
terhadap adanya perbedaan perilaku makan antara individu obese dengan individu
berat badan normal (Ruderman, 1986). Ketertarikan ini menimbulkan teori
perilaku makan yang teras berkembang, apalagi diperkuat dengan memngkatnya
masalah makan dan gangguan makan, seperti anorexia nervosa dan bulimia
nervosa (Attie dan Brooks Gunn, 1989).
Perilaku makan tidak sehat umumnya ditemui pada wanita muda saat
mereka mengalami konflik masa transisi dari anak perempuan menjadi wanita
dewasa. Saat memasuki masa remaja, khususnya masa pubertas, remaja menjadi
sangat perduli dengan pertambahan berat badan mereka, dalam tubuh mereka
terjadi perabahan fisiologis yang kadangkala mengganggu (Graber, dkk, 1994).
Seorang remaja seringkali mengalami kesulitan dan tak mampu untuk menghadapi
masalah-masalah fisiologis ini selain masalah psikologis maupun psikososial
dengan baik. Adakalanya, bagi remaja yang tak memperoleh bimbingan dari
orang tua, guru, atau pihak yang lebih profesional, maka akan menemui hambatan,
13
kebutuhan nutrisi dan gangguan pola makan. Remaja putri mengalami
pertambahan jumlah janngan lemak sehingga mereka lebih mudah untuk gemuk
apabila mengkonsumsi makanan yang berkalori tinggi. Menurut para ahli Papalia,
Olds dan Feldman (1998); Rice (1993), salah satu faktor terjadinya kegemukan
adalah faktor psikologis, sebab-sebab psikologis terjadinya kegemukan, ialah
bagaimana gambaran kondisi emosional yang tidak stabil {Unstabil emotional)
yang menyebabkan individu cenderung melakukan pelanan diri (selfmechanism
defence) dengan cara makan makanan yang mengandung kalori tinggi, perilaku ini
tennasuk perilaku makan tidak sehat (Dario, 2004).
Menurut pandangan Erikson, seorang remaja berada pada taliap masa
krisis identitas {crisis of identity), hal ini mendorong remaja untuk mencari jati
diri (identitas diri), caranya dengan mewujudkan keinginannya agar menjadi
seseorang individu yang "sempurna", secara intelektual, kepnbadian, maupun
penampilan fisiknya. Untuk dapat tampil menawan dan menarik hati bagi lawan
jenis, maka salah satu upayanya adalah berusaha memiliki bentuk tubuh yang
ideal, misalnya dengan mengatur pola makan. Namun, seringkali banyak remaja
yang dihantui dengan kekhawatiran maupun kecemasan terhadap kegagalan dan
usaha tersebut. Rasa khawatir yang berlebihan ini, menyebabkan individu
melakukan diet atau pantangan terhadap pola kebiasaan makan secara ketat
sehingga terjadi perilaku makan yang tidak sehat. Jika merasa lapar , maka
mereka tidak segera makan, tetapi dibiarkan agar tetap lapar. Bila mereka merasa
berhasil bertahan untuk tidak makan, maka mereka akan merasa bangga dan
14
ketidaktahuan remaja tentang pola makan yang baik, sehingga sampai
mengganggu pola pengaturan makannya, akibatnya remaja justru mengalami
perilaku makan tdak sehat dan gangguan makanan (eating disorder), misalnya
anorexia dan bulimia nervosa (Dario, 2004).
Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku makan tidak
sehat pada remaja lebih banyak dilakukan oleh remaja putri terajadi karena pola
makan yang tidak benar ketika remaja ingin melakukan penlaku makan untuk
mendapatkan penampilan yang menarik dengan memiliki tubuh langsing dan
ideal. Dijelaskan juga bahwa ketidaktahuan para remaja tentang perilaku makan
yang tepat tersebut, justru dapat mengakibatkan remaja mengalami perilaku
makan tidak sehat dan gangguan makan (eating disorder). Seperti misalnya,
remaja melakukan diet dengan cara mereka sendiri, seperti mengurangi atau
menolak untuk makanan yang baerkalori tinggi (Hartantri, 1996)) tanpa
memperhatikan nutrisi dan gizinya, sedangkan pada masa perfumbuhan, remaja
haras dipenuhi dengan asupan nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh, apalagi jika
sampai mengkonsumsi obat-obatan pelangsing, obat pancahar dan tablet
pengganjal perat (Hartantri, 1996) yang dapat mengakibatkan kerasakan pada
organ tubuh. Hasil penelitian mengenai diet pada remaja juga banyak
menunjukkan bahwa diet tidak seimbang untuk menurankan berat badan
merapakan perilaku makan yang tidak sehat dan ternyata lebih merusak daripada
membantu meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan psikologis individu
15
3. Aspek-aspek Perilaku Makan Tidak Sehat
Pola makan, khususnya penlaku makan setiap individu berbeda. Perilaku
ini merapakan salah satu penentu tingkat kesehatan seseorang. Dewasa ini
berkembangnya hidup yang disinyalir mengarah pada gaya hidup yang beresiko
terhadap kesehatan, yaitu gaya hidup konsumtif dan sedenter. Hal mi tenitama
terjadi di negara-negara maju dan merambat ke negara-negara berkembang seperti
Indonesia juga sudah banyak terjadi perilaku yang beresiko terhadap kesehatan
seperti perilaku makan tidak sehat.
Dtmensi Teoritis perilaku makan yang penting dikemukakan pertama kali
oleh Schachter dan Rodin (Rudermarm, 1986) dalam teori internal
ekstemal
obesitas. Hasil nsetnya menunjukkan subjek yang kegemukan akan lebih
responsif terhadap isyarat ekstemal yaitu makanan dan kurang responsif terhadap
isyarat internal seperti signal lapar dan kenyang. Selain itu subjek yang
kegemukan juga makan lebih banyak sewaktu merasa tertekan, sementara subjek
yang berat badannya normal makan lebih sedikit. Menurat Wardle (1987), kedua
konsep di atas yaitu aspek ekstemal dan emosional memicu individu untuk
makan. Rudermann (1986) menunjukkan aspek ekstemal tersebut mencakup
situasi yang berkaitan dengan acara makan dan faktor makan itu sendiri baik dari
segi bau, rasa, maupun penampilan makanan. Bagi pe-diet, aspek ekstemal ini
akan lebih bernilai apabila makanan yang tersedia adalah makanan yang lezat
(Woody et. Al. Dalam Rudermann, 1986). Selanjutnya Rudermann menunjukkan
bahwa emosi yang lebih berperan dalam penlaku makan adalah emosi negatif
seperti rasa kecewa, cemas, depresi dan sebagainya. Menurat Polivy, Herman dan
16
Warsh (1978) sebenarnya semua emosi berpengaruh dalam perilaku makan
asalkan intensitasnya cukup kuat. Sejauh ini bukti-bukti yang ada, lebih
memfokuskan pada pengaruh emosi negatif dalam perilaku makan. Rudermann
(1978) menyimpulkan secara umum afek negatif akan meningkatkan konsumsi
makanan bagi pe-diet dan sebaliknya individu yang perilaku makannya nonnal
atau non pe-diet justru mengurangi konsumsi makanannya. Sementara menurut
Kischenbaum, dkk, bila pe-diet dalam keadaan afek positif justru kontrol dirinya
meningkat sehingga cenderang melakukan perilaku regulasi makan normal (dalam
Rudermann 1987). Selain itu, emosi yang timbul setelah pe-diet makan makanan
yang berlemak atau dipersepsikan sebagai makanan yang membuat gemuk, seperti
coklat, es krim, makanan manis, adalah emosi negatif, seperti kecewa dan merasa
bersalah.
Selain aspek ekstemal dan emosi, Herman dan Mack menyatakan bahwa
perilaku makan seseorang juga dipengarahi oleh aspek Restraint yang berarti
bentuk perhatian yang kronis terhadap makanan (Wardle, 1987). Isfilah Restraint
ini menurat kamus Inggris berarti pengekangan atau pembatasan (Procter, 1975)
konsep restraint ini kemudian dikembangkan oleh Herman dan Polivy (dalam
Rudermann, 1986) yang menjelaskan bahwa pola makan individu dipengarahi
oleh keseimbangan antara faktor-faktor fisiologis yaitu desakan terhadap
keinginan pada makanan dan usaha untuk melawan keinginan tersebut. Usaha
secara kognitifuntuk melawan dorongan makan ini disebut restraint.
Heatherton, dkk (dalam Dewberry dan Usher, 1994) menambahkan bahwa
17
membatasi jumlah asupan makanan, yang disebut perilaku diet, dan (b) binge
yang merapakan perilaku makan bebas (dietary Disinhibitition).
Selanjutnya berdasarkan konsep restraint ini, Hennan dan Polivy dapat
membedakan individu tennasuk rentrained eater atau unrestrained eater dengan
menggunakan skala restraint. Restrained eater atau pediet adalah individu yang
secara tetap khawatir tentang apa yang mereka makan, berusaha keras untuk diet,
dan berusaha melawan keinginan untuk makan, sedangkan unrestrained eater atau
non pediet adalah individu yang makan secara bebas tanpa khawatir terhadap apa
yang mereka makan. Unrestrained eater ini bisa juga disebut individu dengan
perilaku makan normal (dalam Rudermann, 1986)
Berdasarkan Uraian di atas dapat disimpulkan bahwa penlaku makan tidak
sehat yang akan dikaji dalam penelitian ini terbentuk dari tiga aspek pokok yang
mempengarahi perilaku makan, yaitu:
a. Aspek ekstemal atau external eating, mencakup situasi yang berkaitan dengan
acara makan dan faktor makanan itu sendiri dari segi bau, rasa, dan
penampilan makanan.
b. Aspek emosi atau emotional eating, mengacu pada bukti-bukti yang ada,
emosi yang dilibatkannya hanya emosi negatif, seperti rasa takut, cemas,
marah, dan sebagainya.
c. Aspek restraint atau restrained eating, merapakan usaha secara kognitif dalam
18
4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Makan tidak Sehat Pada
Remaja
Perilaku makan tidak sehat yang merapakan perilaku yang beresiko
terhadap kesehatan lebih banyak dialami remaja wanita daripada remaja laki-laki,
karena remaja wanita lebih suka menonjolkan penampilan fisik agar selalu
menarik perhatian lawan jenis. Secara uraum, faktor-faktor yang beresiko
mengembangkan perilaku yang beresiko terhadap kesehatan termasuk perilaku
makan tidak sehat remaja dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu
faktor internal individu dan faktor ekstemal individu (Kast dan Rosenzweig,
dalam Ronodikoro dan Afiatfn, 1990)
Pertama, faktor internal menurat Attie dan Brooks-gunn, 1989; Leon, dkk,
1993; dan Lester dan Petrie, 1995) meliputi, kemasakan fisik remaja, massa tubuh
dan berat badan, usia, kepribadian, keyakinan terhadap kesehatan (health belief).
Kedua, faktor ekstemal meliputi, pengaruh hubungan keluarga, sosial ekonomi
keluarga dan nilai sosial masyarakat terhadap daya tarik dan kerampingan tubuh.
Penjelasan dari bebarapa faktor diatas adalah:
a) Kemasakan fisik dan usia
Fase remaja awal merapakan saat terjadinya perabahan dari segi fisik.
Umumnya perabahan ini akan dialami pada usia 11-14 tahun remaja putri, dan
11-15 tahun bagi remaja putra. Menurat Dorn busch, dkk (dalam Attie dan
Brooks-gunn, 1989), peningkatan lemak tubuh selama masa pubertas remaja ini
berkaitan dengan keinginan kuat bertubuh lebih kiiras. Penelitian Cisp (dalam
perkembangan payudara temyata berhubungan dengan usaha untuk mengonrol
asupan makanan, khususnya pada remaja putri yang memilki latar belakang kelas
sosial tinggi. Hasil riset lainnya menunjukkan kemasakan fisik yang lebih awal
memiliki resiko problem makan yang lebih besar, karena mereka tampaknya lebih
berat dibanding remaja-remaja lain yang kemasakn fisiknya lebih terlambat
(Faust, dalam Blyth, dkk, 1985). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
kemasakan fisik bisa dihubungkan dengan meningkatnya perilaku beresiko
terhadap kesehatan (Killen, dkk., dalam Greber, dkk., 1994 dan Attie dan
Brooks-Gunn, 1989)
b) Massa tubuh dan berat badan
Sebagian remaja, khusunya remaja putri cemas dan khawatir akan
peningkatan berat tubuhnya. Berat tubuh yang bisa diukur secara objektif maupun
subjektif, merapakan indikator yang mudah bagi remaja untuk melakukan usaha
penuranan berat badan. Data nasional di Amerika menunjukkan prevalensi
perilaku diet pada berat badan remaja putri yang kegemukan, prevalensmya
sekitar 54% dan remaja yang berat badannya normal sekitar 32% (Moses, dkk.,
dalam French dan Jeffery, 1994) c) Health belief
Perilaku makan individu dipengarahi juga oleh perhatian mdividu terhadap
kesehatan dirinya. Menurat Hayes dan Ross (1987), perhatian ini berasal dari
keyakinan individu akan mlai kesehatan (health belief. Apabila berat badan
meningkat, individu yang berkeyakinan tinggi cenderang akan memperhatikan
terlebih dulu pola makan yang sesuai, jika akan malakukan usaha penuranan berat
20
tadan maka yang — adalah nte.ode ya,,g -a, dengan pen*, atau pola
termasuk metode yang sehat atau tidak sehat.
d) Kepribadian
, tanroak dan penderita gangguan makan antara
Karaktenstik yang senng tampak aan p
•f rr^mer Olmsted dan Polivy, dalam
tain perfeksionis, memiliki simptom depresif (Garner, Olms
„•
«, tidak efektif dan kurangnya pengaturan diri atau self
Graber dkk., 1994), merasa tidak derail, u
ada n.en.jukkan pemngkatan depres, dan ga^n — — « '
tetoK)rtemya,a,eb,,,senngmu„c„lpa,aremajapum.Padapene„„an1n1tak,or
kepnbad,an yang diteliti adalah harga diri.
elPengaruh hubungan keluarga
a™ wkunnean, khususnya pengarun
adalah pengaruh hubungan keluarga dan Ungkunng
• h dan keyakinan meternal mengenai berat tubuh
hubungan ibu-remaja putn dan keyaic
,
t»« vane tinesi. rendahnya dukungan
W keluarga menerapkan standar prestasi yang tmgg
*ri anak dan ketidakjelasan hubungan
21
interpersonal dengan anak sehingga menimbulkan keragu-raguan pada anak
mengenai sense of effectiveness (Goldstein dan Katz, dalam Attie dan Brooks-Gunn, 1989)
f) Nilai sosial masyarakat terhadap daya tarik dan kerampingan tubuh
Stregel, Moore, Silberstein dan Rodin (dalam Lester dan Petri, 1995)
berpendapat bahwa adopsi mlai-nilai masyarakat terhadap daya tarik dan
kerampingan tubuh pada masyarakat barat, seperti di Amerika Serikat, temyata
merapakan salah satu faktor utama bagi perkembangan gangguan sikap dan
perilaku makan. Tekanan nilai ini lebih ditujukan masyarakat kepada wanita,
sehingga tanpa disadari sejak dini anak-anak perempuan sudah belajar keterkaitan
hubungan daya tarik fisik dengan sifat-sifat pribadi seseorang (Hill, 1994).
g) Status Sosial ekonomi keluarga
Hasil yang menunjukkan perilaku makan tidak sehat lebih sering terjadi
pada kelompok sosial ekonomi menengah keatas dan perbedaan ini tampak jelas
pada wanita (Wardle et al, 2004), karena wanita yang mempunyai status ekonomi
menegah keatas cenderang tidak puas akan keadaan tubuhnya karena mereka
sangat mengagungkan bentuk tubuh yang kuras (Wardle et al, 2004).
Memngkatnya sosial ekonomi suatu keluarga akan mempengaruhi gaya hidup
keluarga itu. Umumnya, gaya hidup yang diikuti adalah gaya hidup yang trend
masa itu dan menjadi simbol status kelas ekonomi tertentu. Salah satu simbol
adalah melalui tubuh. Wanita dengan status sosial ekonomi menengah keatas
memandang penting mlai kerampingan dan penampilan fisik dibanding wanita
dengan status sosial ekonomi dibawahnya (Wardle et al, 2004))
??
B. Harga Diri
I. Harga diri
Orang-orang yang memiliki rasa rendah diri sering mengalami kesulrran
data Kehidupan sosia,. Hal ini disebabfcan orang tersebu, memilki harga diri
yang rendah. Harga d,n merupakan sa.ah satu aspek yang pemmg dari
kepribad,an. Beberapa ahh me„gadakan penehtian ,e„,ang harga dm.
Coopersmith (dalam Hidayah, 1999), harga din adalah peni.aian secara g,„bal
terhadap dir, sendiri yang bersifa, khas mengenai kemampuan. keberhas.ian, sem
penenmaan yang dipertahankan oleh ind,vidl, Harga ^ ^
^ ^ ^
ind,v,d„ dengan orang ,a,„ dan merupakan dasax pembentukkan konsep diri.
Se,a»ju,„ya Coopersmith menyatakan bahwa harga diri meoipakan sua,,,
peniiaian pnbad, tentang penghargaan yang diekspresikan d,dalam s.kap ,„d,yid„
terhadap d,r,„ya sendiri. Leb,h jauh lag, Coopersmith (Afiatin, ,996)
menerangkan bahwa harga d,n da,am pcrkembangannya ,erben„,k dari imeraksi
ind,v,d„ dengan hngknngannya dan atas sej„m,ah penghargaan, penerimaan dan
periakuan orang lain terhadap dirinya. Sementara Brandshaw (,98,) memberi arii
harga diri sebaga, pemMan seseorang Ierl,adap dmnya send,n ^.^
seseorang menganggap dirinya sendin dan berbagai sudn, pandang yang
berbeda-beda. apakah sebagai seorang yang berharga atau ,ldak Ha, mi djtegaskai] ^
Koentjoro (,989) dengan menya,akan bahwa harga dirt bukm merupaKan faktor
23
hidup individu dalam hubungannya dengan orang lain maupun dengan dirinya
sendiri.
Gray Little (Fuhrmann, 1990) menyebutkan bahwa harga diri merupakan
suatu evaluasi komprehensif individu tentang diri sendiri. Evaluasi komprehensif
yang dilakukan itu berkenaan dengan hal-hal yang berkaitan dengan dirinya yang
mengekspresikan suatu sikap setuju atau tidak setuju dan menunjukkan tingkat
dimana individu tersebut meyakini dirinya sendin sebagai orang yang mampu,
penting, berhasil dan berharga. (Coopersmith, 1967). Brown (Handayani, 1997)
mengemukakan bahwa harga din merupakan objek dari kesadaran diri dan
merapakan penentu penlaku. Oleh karena itu, Widodo (1998) menyatakan
perilaku merapakan mdikasi dan harga diri individu yang bersangkutan, karena
harga diri akan muncul dalam perilaku yang diamati.
Harga diri juga salah satu aspek kepribadian yang memainkan peran
penting di dalam kehidupan seseorang karena harga diri adalah dasar terbentuknya
perilaku individu yang bersangkutan. Holahan (1982) mengnungkapkan bahwa
harga diri merupakan faktor kepribadian yang menentukan strategi coping
didalam beradaptasi dalam kehidupan sosial.
Berdasarkan jabaran di atas terlihat bahwa harga diri adalah cara
seseorang memandang din dengan segala kelebihannya, kekurangannya,
kemampuannya, peneriamaan, keberhasilan dan kegagalan yang ada pada dirinya.
Harga diri adalah faktor internal yang terbentuk dari hasil interaksi dengan
lingkungan sosialnya, pengalaman, penenmaan dan penghargaan lingkungan
24
2. Ciri-Ciri Harga Diri
PenehMan Coopersmith (1967) mendapatkan bahwa i„d,y,du yang
mempunyai harga d,n „„gg, |eb,„ me„y„k„ dan menghor™,, d.nnya. me„,,a,
Ian mehba, d,nnya sebaga, cukup dapa, menghadapi dun.a yang dihayatmya
berpandangan bahwa d.rmya sejajar dengan ya„g la,„„ya, cendenmg ,,dak
menjad, perfect, mereka mengenah keterba.asannya, dan berharap un.uk ,umbu„.
Sedangkan orang ya„g mempunyai harga diri rendah cendenmg untuk menolak
dirinya, merasa dirinya selaU, ,idak puas, kurang percaya diri sehingga tidak
.iarang mereka sering .erbentur pada kesuhtan sos.al dan b,asa„ya pesim.stis
Pdalam perjataan h.dupnya, baMan rendataya harga diri cendenmg akan
ntenyebabka,, seseorang berperitaku t.dak terpuj,, karena adar,ya perasaan kurang
yakm .ertadap kemampuan dan keadaan dirinya. Bahkan para Mpsikolog]
menyatakan bahwa harga din yang rendah dapa, menimbulkan bermacam-macam
probiem pada masa remaja termasuk ke„aka,a„, masalah penlaku makan, depresi,
penyalahgunaan obat (Koentjoro, 1989)
Coopersmift juga menyatakan bahwa ind,v,du yang mempunyai harga diri
tingg, adalah individu yang puas a,as karaber dan kemampuan dirinya Mereka
akan menerrma dan memberikan penghargaan yang p„sitif dalam ^
sehingga akan menumbuhkan rasa •
dalam menyesuarkan din a,au bereaks,
•erhadap srimulus dan „„gk„ngml sosialuya. Indiy.du in, mengharapkan masukan
baik yerbal maupun „„n verbal dari orang |am ^ ^
^
^
memandang d,ri sebagai seorang yang bentilai, penting dan berharga. Ind.vidu
25
mengalami kesulitan untuk membina persahabatan dan mampu mengekspresikan pendapatnya. Sedangkan individu dengan harga diri yang berada pada tingkat
sedang pada dasaniya memiliki kesamaan dengan individu yang memiliki harga
diri tinggi dalam hal penerimaan din. Mereka adalah individu yang cenderang
optimis dan mampu menangani kritik, namun cenderang tergantung pada
penerimaan sosial dalam menampilkan tingkah lakunya. Karenanya, mereka tampak lebih aktif dibandingkan individu dengan harga diri tinggi dalam mencari
pengalaman sosial yang akan meningkatkan penerimaan dirinya di lingkungan
sosial. Sebaliknya individu dengan harga diri yang rendah adalah individu yang
menilai
dirinya secara negatif dan terfokus pada kelemahannya, hilang
kepercayaan dirinya dan tidak mampu manilai kemampuan diri. Rendahnya
penghargaan diri ini mengakibatkan individu tidak mampu mengekspresikan
dirinya dalam lingkungan sosial. Mereka tidak puas dengan karakteristik dan kemampuan diri. Mereka juga tidak memiliki keyakinan diri dan merasa tidak aman terhadap keberadaan mereka dalam lingkungan. Individu yang harga dirinya rendali adalah individu yang pesimis yang perasaannya dikendalikan oleh pendapat yang diterima dari lingkungannya (Baraalogo, 2004)
Coopersmith menyebutkan bahwa remaja yang mempunyai harga diri
tinggi, temyata mempunyai hubungan yang erat dengan orangtuanya, sebaliknya
pengalaman kegagalan emosional yang teras menerus, seperti kehilangan kasih sayang orang tua, penghinaan, dijatihi teman sebayanya, temyata dapat
26
Berdasarkan uraian di a,as dapa, d,s„np„,ka„ bahwa individu yang
mem,hk, harga d,„ yang ti„gg, mempakan ]nd,vjdu ymg ^ ^ ^^ ^
kemampuan d.nnya Mereka akan menenma dan memberikan penghargaan yang
posirif dalam dirinya, sehmgga akan menumbuhkan rasa aman, akiif dan berhasil
dalam menyesuaikan diri a«au bereaksi terhadap s.imulus dan hngkungan
sos,al„ya. kemud,an ^ membawa peilgamh pada ^.^ ^ ^
sedangkan mdividu yang memilik, harga diri yang rendah adala ind.v.du yang
Mak puas de„8an karaktens„k dm ^ ^ ^ ^^ ^
kelemahannya, hilang kepercayaan dirinya. sehmgga mereka akan merasa tidak
aman dan su„, untuk mengekspres,ka„ dinnya dalam lingkungan, rendahnya
harga din in, dapa, membawa pengaruh kurang baik bagi perilaku i„div,d„ dalam
kehidupannya.
3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Harga diri
Harga din seseorang menurat koenntjoro (1989) secara gans besar dapat
dipengarahi oleh hal-hal sebagai berikut:
a. Lingkungan Sosial
Pembentukan harga dm dimulai sejak individu mulai menyadari bahwa
dmnya berharga, a,a„ sebaliknya merasa tidak berari, dan tidak berharga. Proses
-ersebu, dmeroleh sebaga, hasil in.eraksi mdividu dengan lingkungannya,
pener,maannya, penghargaan. seria perlak™, orang lain terhadap mdividu
tersebut Selanjumya dijdaskan bahwa kehi.angan kas,h sayang, penghin^,
d,ja„h, .eman-teman. akan menun.nkan harga dm. Sebahknya pengalaman
27
keberhasilan, persahabatan, popularity akan meningkatkan harga din
(Coopersmith, 1967). Sehingga dapat disimpulkan bahwa harga din lebih
ditentukan oleh lingkungan sosialnya.
b. Lingkungan Keluarga
Keluarga adalah merapakan tempat sosialisasi pertama bagi anak, sikap
orang tua dapat dikatakan sebagai faktor yang mempenganihi harga din. Karena
dan sinilah anak merasa ditenma atau ditolak, merasa berharga ataupun tidak
berharga, dicintai atau tidak dicintai oleh orangtuanya. Coopersmith (1967)
menegaskan bahwa perlakuan adil, pemberian kesempatan untuk aktif dan
pendidikan yang demokratis, didapati pada anak yang memiliki harga din tinggi.
c. Faktor Internal atau Psikologis Individu
Suatu analisis tentang harga diri yang berorientasi pada diri individu,
dijelaskan oleh Coopersmith (1967) yang menyatakan bahwa da beberapa ubahan
yang ada pada harga diri yang yang dapat dijelaskan melalui konsep-konsep
kesuksesan, nilai, aspirasi, dan mekamsme pertahanan diri. Kesuksesan dapat
membenkan arti yang tidak sama pada setiap undividu, namun tetap memberikan
arti pada peningkatan harga diri. Kesuksesan dapat dipandang sebagai hadiah,
popularitas, kepuasan ataupun yang lainnya. Nilai yang dimaksud Coopersmith di
sim lebih pada nilai konteks kompetensi yang berdasarkan lingkungan sosialnya,
sedang aspirasi dapat menjelaskan misalnya pada orang-orang yang lebih sering
sukses akan lebih objektif. dibandingkan orang yang lebih sering gagal.
Mekanisme pertahanan diri, menjelaskan bagaimana individu tersebut didalam
menghadapi kehidupan sehari-hari yang tidak mungkin sama antara individu yang
28
satu dengan yang yang lainnya. Interpretasi terhadap kenyataan ini tergantung
pada cara individu menangani masalah dan situasi, yang sesuai dengan tujuan dan
aspirasinya.
Bahkan
Branden mengatakan
bahwa
kondisi
yang dapat
mempengarahi harga diri adalah rasa ingin tahu individu terhadap segala aspek
dalam kehidupannya(Koentjoro, 1989)
d. Jems Kelamin
Pengaruh perbedaan jenis kelamin terhadap harga diri ditunjukkan oleh
hasil dari penelitian beberapa ahli bahwa wanita cenderang memiliki harga diri
dan kepercayaan diri yang lebih rendah dibandingkan laki-laki. Hal ini didukung
oleh penelitian Djamaludin ancok bahwa kalau wanita selalu merasa dirinya lebih
rendah daripada pria, kurang mampu, haras dilindungi, dan lain-lainya adalah
karena perasaan diri wanita itu sendiri.
e. Kondisi Fisik
Dari
penelitian
beberapa
ahli menunjukkan
kondisi
fisik
juga
mempengarahi harga diri seseorang dalam menentukan penlakunya.
C. Hubungan Antara Harga Diri Dengan Perilaku Makan Tidak Sehat Kesehatan erat hubungannya dengan kehidupan manusia. Ada Banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan seseorang, antara lain faktor sosial pikologi, ekonomi, gaya hidup dan keadaan lingkungan (Sarintohe dan Prawitasari, 2006). WHO menjelaskan bahwa diantara sejumlah perilaku tidak sehat, perilaku makan adalah faktor utama yang berpengarali pada kesehatan manusia, karenajika terjadi perilaku makan yang tidak sehat yang membiasakan mengkonsumsi makanan
29
yang tidak memenuhi gizi maka akan menurankan kesehatan (Sarintohe dan Prawitasari, 2006). Masalah perilaku makan semakin meningkat ditahun treakhir-terakhir ini dan banyak terjadi pada remaja yang berhubungan dengan masa remaja yang merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa. Remaja mengalami perabahan fisik, kognitif, psikis, dan sosialnya. Transisi yang dialami remaja ini merupakan sumber resiko bagi kesejahteraan fisik dan mental remaja.
Remaja adalah penilai yang penting terhadap tubuhnya. Penampilan fisik merapakan suatu kontributor yang sangat berpengarah pada harga diri remaja (Adams, dkk dalam Santrock, 2003). Remaja sendirilah yang menentukan harga dirinya, namun dalam proses mental yang dialami seseorang dalam membentuk konsep fisik dirinya dipengarahi oleh gambaran dirinya yang aktual yang dibandingkan dengan harapannya atau dibandingkan dengan gambaran yang ideal. Gambaran fisik yang seharusnya atau yang ideal diperoleh remaja dari lingkungannya, baik figur ideal dari kelompok teman sebaya, lingkungan keluarga, maupun dari figur tokoh yang populer
Dimensi evaluatif yang menyeluruh pada diri ini yang dikatakan harga diri (Santrok, 2003) yang didalamnya meliputi gembaran mental tentang penampilan fisik dan perasaan yang menyertainya. Hal ini sangat dipengarahi oleh sosiokultural seseorang (Blyth, dkk,. 1985). Wanita menginginkan penampilan fisiknya seseuai dengan figur kecantikan yang ideal dan memiliki daya tarik fisik yang sesuai dengan budaya (Navid et al. dalam Maria, dkk, 2001). Sayangnya, lebih dari 30 tahun terakhir ini, standar figur yang ideal mengalami pergeseran
30
sedemikian rapa sehingga usaha keras untuk mencapai figur ini bagi sebagian
besar wanita akan gagal. Figur tubuh yang ideal saat ini adalah tubuh yang
langsing dan ramping (Maria, dkk, 2001)
Proses sosialisasi yang dimulai sejak dim' bahwa bentuk tubuh yang langsing
adalah yang diharapkan lingkungan, Menurut Huriock (Maria, dkk, 2001)
kesadaran akan adanya reaksi sosial terhadap berbagai bentuk tubuh pula yang
menyebabkan pada usia remaja merasa perihatin akan pertumbuhan tubuhnya
apabila tidak sesuai dengan standar budaya yang beriaku. Menurat Berhm,
lingkungan seringkali menilai seseorang berdasarkan pakaian, cara bicara, cara
berjalan dan tampilan fisik. Tampilan yang baik sering diasosiasikan dengan
status yang lebih tinggi, kesempatan yang lebih luas untuk menarik pasangan, dan
kualitas positif lainnya. Orang lain cenderang menilai orang gemuk sebagai orang
yang malas dan suka memanjakan din sendiri, sedangkan orang yang kuras dmilai
sebagai orang yang disiplin dan teratur. Hal ini akan mempengaruhi harga diri
remaja sehingga mendorong remaja mencari jalan untuk memperbaiki penampilan
dirinya Maria, dkk, 2001). Berbagai upaya akan dilakukan remaja untuk memiliki
penampilan fisik yang ideal, antara lain mempercantik diri dan menutup keadaan
fisik yang kurang baik (Sefyaningsih, 1992).
Harter menemukan adanya hubungan yang kuat antara penampilan diri
dengan harga diri secara umum yang tidak hanya pada masa remaja tetapi
sepanjang hidup, dari masa kanak-kanak awal hingga usia dewasa pertangahan
(Santrock, 2003). Remaja putri yang memandang tubuhnya sesuai dengan harapan
31
positif dan selanjutnya akan memberi keuntungan positif bagi remaja. Menurut
Noles, rasa puas mengenai raga akan berhubungan dengan perasaan bahagia
(Afiatin dan Andayam, 1996). Ditambahkan oleh Minahan (Furhmann, 1990)
bahwa remaja putn yang menenma dinnya dan menilai dmnya menank lebih
mampu bersosial.sasi dan berhasil danpada remaja yang merasa dirinya tidak
menank. Keuntungan positif lainnya adalah timbulnya sikap positif yang
diekspresikan dalam sikap percaya diri, keyakinan din dan konsep diri yang sehat
(Afiatin & Andayani, 1996).
Huriock (1976) mengungkapkan hampir semua remaja awal mempunyai
konsep diri yang tidak realistik mengenai penampilan. Konsep ini berasal dan
anak-anak pada saat konsep din ideal terbentuk, ketika remaja mengawasi
perabahan tubuhnya dan mendapati dirinya cenderang menjadi gemuk serta tidak
sesuai dengan konsep idealnya. Kesenjangan yang dialami remaja antara harapan
dan kenyataan dapat menimbulkan citra raga yang rendah sehingga timbul harga
din yang rendah pula. Rasa tidak puas terhadap tubuh akan memmbulakan rasa
kecewa diri (Schiever dan Carver, dalam Higgins, dkk, 1986), remaja menjadi
sulit menerima diri apa adanya (Furhmann, 1990), timbul rasa malu (Cooley,
dalam Higgins, dkk, 1989), peka terhadap kntik dan responsif terhadap pujian,
serta pesimis (Brooks dan Emmert, dalam Rahmat, 1989), menyangka orang lam
tidak menyukai dmnya, dan tidak yakm pada dmnya yang selanjutnya
menimbulkan konsep dm yang kurang baik dan kurangnya harga dm selama masa
remaja. Afiatin &Andayam (1996) berpendapat tanpa konsep diri yang baik maka
~\1
terhadap diri khususnya mbnh memil.k, ko„,nb„s, terhadap harga diri sekitar
43,56% (Secord dan Jourard, dalam Mariano-,, ,996,), sehingga dapa, d,ka,akan
dengan rendahnya pen.laian terhadap diri wani.a, maka harga dmnya pun
kemungkinan menuran.
Orang yang mem,l,k, harga dir, „„gg, me„ha, d,„„ya men^, mampu
menghadap, hngkungan, menunjukkan penenmaan diri y„g „„g8, terhadap
orang lam dan cenderung l„as data, hubungan sos,al„ya. C„„perSmi(h ,,967,
j»8» menemukan bahwa seseorang yang memiliki harga diri yang ,,„ggi akan
percaya diri dan mampu me„yes„aika„ d.ri Remaja yang harga d,rinya tingg,
ttdak ,erpe„gan,h untuk ,MJalanka„ perilaku yang beres,ko terhadap kesehatan
seperti pe„,aku makan „dak seha, hanya „„,„k me,„perba,ki penampilamrya,
jfapun han,s melakukan perbaikan penman, maka mereka akan me„ja,ani
Program penury badan dengan tidak berlebihan dengan cara mengatur pola
makan yang seha, sehingga tidak sampai terjadi gangguan p„la makan. Mereka
akan ,e,ap tampil penuh percaya dm dengan apa yang ada pada dmnya. Remaja
yang memihk, harga diri rendah, mengalami hambatan sosial, menganggap
dinnya tidak menank, segan menampakka, din dan k„ra,g menunjukka, afeks,.
Oelfand (H.dayah, 1999) menyatakat, bahwa orang yang me,m,ik, harga diri
rendah, merasa tidak seimbang dengan orang ,a,„, malu dan mengalam, h^batan
dalarn hubungan sosiaj. De vito (Afiatin &Andayaii, 1996) menyatakan ^
salah satu cara un.uk mencapa, imeraksi sosial adalah dengan mela.ui bergaul.
Seseorang mmgdiam, kes„,,m bergau| ^
^
^ ^ ^ . ^
33
menganggap dirinya tidak menarik, dan takut ditolak (Afiatin dan Andayani, 1996) dan menyatakan bahwa akibat perasaan serba kurang tersebut, akan menyebabkan seseorang memiliki harga diri rendah dan menghindar dari kelompok sosialnya. Remaja dengan harga diri rendah yang merasa ditolak oleh lingkungan cenderang memiliki simptomp depresif yang lebih tinggi (hidayah, 1999), pada sebagian remaja, ketika mereka dalam keadaan yang diliputi perasaan atau emosi yang negatif maka ia akan malakukan pelarian terhadap makanan, meraka akan makan lebih banyak dari biasanya, maka dapat dikatakan bahwa remaja yang berharga diri rendah akan cenderang memiliki perilaku makan yang tidak sehat misalnya jika mereka ingin menurankan berat badan demi penampilan maka mereka rela menjalani diet yang sangat ketat. Kalau merasa lapar, dirinya tak segera makan, tetapi dibiarkan agar tetap lapar, demikian hal ini dilakukan beralang-ulang kal, hal tersebut terjadi karena ketidaktahuan mereka tentang pola makan yang baik, sehingga mengganggu pola pengaturan makannya sehingga mereka memilki kebiasaan makan yang tidak sehat, akibatnya remaja justra mengalami gangguan makan (Berk, dkk dalam Santrock 2003), maka dapat disimpulkan bahwa individu yang berharga diri rendali akan memiliki perilaku makan yang tidak sehat.
Berdasarkan penelitian di atas, dapat disimpulkan bahwa remaja yang memiliki harga diri yang tinggi akan merasa percaya diri pada dirinya sendiri dan akan sukses dalam hubungan sosialnya. Sedangkan orang yang memiliki harga diri yang rendah akan mengalami kesulitan dalam menerima diri sendiri tenitama dalam penampilan (merasa tidak menarik), segan untuk bersosialisasi. Dengan