• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji formula yoghurt susu UHT (Ultra High Temperature) dengan penambahan daun katuk (sauropus androgynus) secara organoleptik.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Uji formula yoghurt susu UHT (Ultra High Temperature) dengan penambahan daun katuk (sauropus androgynus) secara organoleptik."

Copied!
116
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

UJI FORMULA YOGHURT SUSU UHT (Ultra High Temperature) DENGAN PENAMBAHAN DAUN KATUK (Sauropus androgynus)

SECARA ORGANOLEPTIK Gloria Jessica Santoso Universitas Sanata Dharma

2016

Katuk (Sauropus androgynus) merupakan tumbuhan yang manfaatnya telah diketahui oleh masyarakat untuk memperlancar Air Susu Ibu (ASI). Daun katuk sudah diolah menjadi berbagai jenis makanan, seperti sayur bening, sayur sup, bubur katuk, dan lain-lain. Namun, tidak semua konsumen menyukai katuk dalam bentuk olahan yang sudah ada, untuk itu perlu adanya bentuk olahan daun katuk lain yang lebih memikat dan menarik perhatian masyarakat, salah satunya adalah yoghurt dengan penambahan daun katuk. Yoghurt merupakan alternatif minuman bergizi bagi konsumen yang tidak dapat mengkonsumsi susu karena mengalami lactose intolerance.

Dalam penelitian ini yoghurt dibuat dengan penambahan daun katuk. Akan tetapi, sampai saat ini belum diketahui seberapa banyak daun katuk yang bisa ditambahkan dalam proses pembuatan yoghurt untuk menghasilkan yoghurt yang disukai oleh panelis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan daun katuk dengan konsentrasi yang berbeda terhadap warna, rasa, aroma dan tekstur yoghurt ekstrak daun katuk, serta untuk mengetahui formula yoghurt yang disukai oleh panelis. Bahan yang digunakan adalah susu Ultra High Temperature (UHT), daun katuk dengan 3 taraf konsentrasi (formula), yaitu 1 gram, 2 gram, dan 3 gram serta bakteri L. bulgaricus, S. thermophillus, L. acidophilus dan Bifidobacterium yang terkandung dalam plain yoghurt Biokul. Masing-masing formula dan kontrol dibuat dengan ulangan 3 kali. Yoghurt yang dihasilkan kemudian diuji secara organoleptik oleh 5 panelis, selanjutnya dianalisis secara statistik menggunakan Kruskal Wallis Test dan Friedman Test, serta didukung dengan analisis kualitatif.

Berdasarkan hasil uji organoleptik dapat dikemukakan bahwa masing-masing formula dan kontrol memberikan pengaruh terhadap warna, aroma, rasa dan tekstur. Tetapi pengaruh tersebut tidak signifikan secara statistik. Yoghurt dengan perlakuan penambahan 1 gram daun katuk (SA1) merupakan yoghurt yang disukai oleh panelis.

(2)

ABSTRACT

FORMULA TEST OF YOGHURT UHT (Ultra High Temperature) MILK WITH THE ADDTION OF KATUK LEAVES (Sauropus androgynus) IN

ORGANOLEPTIC Gloria Jessica Santoso Sanata Dharma Universty

2016

Katuk (Sauropus androgynus) is wellknown plant that can be used to facilitate the mother's milk for breastfeeding. Katuk leaves are processed into a variety of foods, such as vegetable nodes, vegetable soup, katuk porridge, and others. However, not all consumers like katuk in the processed form that already exist, so that it is necessary to find another form of processed katuk leaves that is more interesting to attract consumers. One of which is yoghurt with the addition of katuk leaves. Yoghurt is nutritious alternative beverage for consumers who can not consume fresh milk due to lactose intolerance.

In this study yogurt was made with the addition of katuk leaves. However, there are no exact how much katuk leaves can added in yogurt to produce yoghurt that favored by the panelists. The purpose of this study is to determine the effect of the addition of katuk leaves with different concentration to color, aroma, flavor, and texture, and to know yoghurt formula who is favored by the panelists. The materials used is milk Ultra High Temperature (UHT) and bacteria L. bulgaricus, S. thermophillus, L. acidophilus and Bifidobacterium contained in Biokul plain yoghurt, katuk leaves in 3 concentrations formulas, 1 gram, 2 grams and 3 grams. Yoghurt katuk leaves of each formula were made with 3 replications, and then were compared to control (yogurt without katuk leaves addition) organolepticly by five panelists. Data then was statistically analyzed using Kruskal Wallis Test and Friedman Test and supported by qualitative analysis.

Results indicated that each formula and control gave effect to color, aroma, flavor and texture, but the effects were not statistically significant. Yoghurt with treatment addition of 1 gram katuk leaves (SA1) is yogurt who is favored by the panelists.

(3)

UJI FORMULA YOGHURT SUSU UHT (Ultra High Temperature) DENGAN PENAMBAHAN DAUN KATUK (Sauropus androgynus)

SECARA ORGANOLEPTIK

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Biologi

Oleh :

Gloria Jessica Santoso NIM : 121434057

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(4)

i

UJI FORMULA YOGHURT SUSU UHT (Ultra High Temperature) DENGAN PENAMBAHAN DAUN KATUK (Sauropus androgynus)

SECARA ORGANOLEPTIK

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Biologi

Oleh :

Gloria Jessica Santoso NIM : 121434057

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(5)

ii SKRIPSI

UJI FORMULA YOGHURT SUSU UHT (Ultra High Temperature) DENGAN PENAMBAHAN DAUN KATUK (Sauropus androgynus)

SECARA ORGANOLEPTIK

Yang diajukan oleh: Gloria Jessica Santoso

NIM : 121434057

telah disetujui oleh:

Pembimbing,

(6)

iii SKRIPSI

UJI FORMULA YOGHURT SUSU UHT (Ultra High Temperature) DENGAN PENAMBAHAN DAUN KATUK (Sauropus androgynus)

SECARA ORGANOLEPTIK

Dipersiapkan dan ditulis oleh : Gloria Jessica Santoso

NIM : 121434057

Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji Skripsi Program Studi Pendidikan Biologi

JPMIPA FKIP Universitas Sanata Dharma pada tanggal : 25 April 2016 dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Panitia Penguji

Nama Lengkap Tanda Tangan

Ketua : Dr. Marcellinus Andy Rudhito, S.Pd. ... Sekretaris : Drs. Antonius Tri Priantoro, M.For.Sc. ... Anggota : Drs. Antonius Tri Priantoro, M.For.Sc. ... Anggota : Dra. Maslichah Asy’ari, M.Pd. ... Anggota : Catarina Retno Setyati, M.Biotech. ...

Yogyakarta, 25 April 2016

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sanata Dharma

Dekan,

(7)

iv

PERSEMBAHAN

(8)

v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 25 April 2016 Penulis

(9)

vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta:

Nama : Gloria Jessica Santoso NIM : 121434057

Demi kepentingan pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

UJI FORMULA YOGHURT SUSU UHT (Ultra High Temperature) DENGAN PENAMBAHAN DAUN KATUK (Sauropus androgynus)

SECARA ORGANOLEPTIK

Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, untuk mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu ijin dari saya maupun memberikan royaliti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Yogyakarta

Pada tanggal : 25 April 2016

Yang menyatakan,

(10)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis kepada Tuhan Yang Maha Esa atas semua berkat dan rahmat-Nya sehingga penyusunan skripsi yang berjudul “Uji Formula Yoghurt Susu UHT (Ultra High Temperature) dengan Penambahan Daun Katuk (Sauropus androgynus) secara Organoleptik” dapat diselesaikan dengan baik.

Penulis menyadari bahwa selama proses penyusunan skripsi ini banyak ditemukan kendala dan kesulitan, namun berkat doa, bantuan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak, kendala dan kesulitan tersebut dapat diatasi. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan penyertaan bagi penulis selama ini, dari awal perencanaan penelitian, hingga akhir penulisan skripsi ini sehingga dapat berjalan dengan baik.

2. Universitas Sanata Dharma sebagai lembaga yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk menimba ilmu dan berekspresi di Pendidikan Biologi.

3. Bapak Drs. Antonius Tri Priantoro, M.For.Sc. selaku Kepala Program Studi Pendidikan Biologi sekaligus dosen pembimbing yang selalu sabar dan tulus dalam membimbing, memberikan solusi atas kendala dan kesulitan yang penulis hadapi, memberikan arahan, saran dan kritik, serta semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

4. Ibu Retno Herrani Setyati, M.Biotech selaku Wakil Kepala Program Studi Pendidikan Biologi dan dosen yang juga turut memberikan arahan, saran dan semangat bagi penulis saat penulis mengalami kesulitan.

5. Ibu Dra. Maslichah Asy’ari, M.Pd. selaku Dosen Pembimbing Akademik yang selalu memantau kemajuan penulis, dan juga selaku Kepala Laboratorium Pendidikan Biologi yang sudah mengijinkan penulis untuk menggunakan Laboratorium Pendidikan Biologi sebagai tempat penelitian. 6. Ibu Yoanni Maria Lauda F., M.Si. dan Ibu Puspita Ratna Susilawati, M.Sc.,

(11)

viii

7. Bapak Agus Handoyo selaku laboran Laboratorium Pendidikan Biologi yang selalu membantu dan memberikan arahan dalam penggunaan alat-alat laboratorium.

8. Staf Sekretariat JPMIPA, serta BAA yang telah membantu melancarkan semua urusan terkait administrasi terkait dengan skripsi ini.

9. Ibu Agustina Setiawati selaku Kepala Laboratorium Farmasi yang sudah mengijinkan penulis untuk melakukan pra penelitian menggunakan alat Laboratorium Farmasi.

10. Bapak Mukmin selaku laboran Laboratorium Mikrobiologi Farmasi yang sudah mempercayakan penulis untuk bekerja mandiri di dalam laboratorium tersebut, serta Bapak Ottow selaku staf pengelola gudang Farmasi yang sudah membantu dan memberikan arahan dalam proses administrasi.

11. Mama, Papi dan Adik yang selalu memberikan doa, dukungan, hiburan, saran, dan motivasi dalam bentuk apapun sehingga penulis selalu semangat dalam pelaksanaan hingga penyelesaian skripsi ini.

12. Pibong, Kakak Lia, Icha serta keluarga besar yang selalu mendoakan, mendukung, memperhatikan, membantu, memberi semangat, dan saran bagi penulis dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini.

13. Fans Fanrijun yang sudah berperan sebagai kakak, sahabat, kekasih, yang selalu mendoakan, mendukung, memperhatikan, menghibur, memberikan semangat kepada penulis.

14. Sahabat seumur hidup Miss Ghedy dan Abang Atib yang selalu mendoakan, mendengarkan, menghibur, memberikan perhatian, masukan, semangat dan motivasi bagi penulis.

15. Teman-teman yang sudah membantu dalam pelaksanaan penelitian dan banyak memberi masukkan yang membangun dalam penyusunan skripsi ini, Tere, Odiw, Cibel, Emi, Comel, Ichi, Boy, Candra, Anson dan teman-teman lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

(12)

ix

Penulis juga menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak guna menyempurnakan skripsi ini. Apabila terdapat hal-hal yang kurang berkenan selama pelaksanaan hingga penulisan skripsi ini, penulis memohon maaf. Penulis berharap, semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak dan pembaca.

(13)

x ABSTRAK

UJI FORMULA YOGHURT SUSU UHT (Ultra High Temperature) DENGAN PENAMBAHAN DAUN KATUK (Sauropus androgynus)

SECARA ORGANOLEPTIK Gloria Jessica Santoso Universitas Sanata Dharma

2016

Katuk (Sauropus androgynus) merupakan tumbuhan yang manfaatnya telah diketahui oleh masyarakat untuk memperlancar Air Susu Ibu (ASI). Daun katuk sudah diolah menjadi berbagai jenis makanan, seperti sayur bening, sayur sup, bubur katuk, dan lain-lain. Namun, tidak semua konsumen menyukai katuk dalam bentuk olahan yang sudah ada, untuk itu perlu adanya bentuk olahan daun katuk lain yang lebih memikat dan menarik perhatian masyarakat, salah satunya adalah yoghurt dengan penambahan daun katuk. Yoghurt merupakan alternatif minuman bergizi bagi konsumen yang tidak dapat mengkonsumsi susu karena mengalami lactose intolerance.

Dalam penelitian ini yoghurt dibuat dengan penambahan daun katuk. Akan tetapi, sampai saat ini belum diketahui seberapa banyak daun katuk yang bisa ditambahkan dalam proses pembuatan yoghurt untuk menghasilkan yoghurt yang disukai oleh panelis. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan daun katuk dengan konsentrasi yang berbeda terhadap warna, rasa, aroma dan tekstur yoghurt ekstrak daun katuk, serta untuk mengetahui formula yoghurt yang disukai oleh panelis. Bahan yang digunakan adalah susu Ultra High Temperature (UHT), daun katuk dengan 3 taraf konsentrasi (formula), yaitu 1 gram, 2 gram, dan 3 gram serta bakteri L. bulgaricus, S. thermophillus, L. acidophilus dan Bifidobacterium yang terkandung dalam plain yoghurt Biokul. Masing-masing formula dan kontrol dibuat dengan ulangan 3 kali. Yoghurt yang dihasilkan kemudian diuji secara organoleptik oleh 5 panelis, selanjutnya dianalisis secara statistik menggunakan Kruskal Wallis Test dan Friedman Test, serta didukung dengan analisis kualitatif.

Berdasarkan hasil uji organoleptik dapat dikemukakan bahwa masing-masing formula dan kontrol memberikan pengaruh terhadap warna, aroma, rasa dan tekstur. Tetapi pengaruh tersebut tidak signifikan secara statistik. Yoghurt dengan perlakuan penambahan 1 gram daun katuk (SA1) merupakan yoghurt yang disukai oleh panelis.

(14)

xi ABSTRACT

FORMULA TEST OF YOGHURT UHT (Ultra High Temperature) MILK WITH THE ADDTION OF KATUK LEAVES (Sauropus androgynus) IN

ORGANOLEPTIC Gloria Jessica Santoso Sanata Dharma Universty

2016

Katuk (Sauropus androgynus) is wellknown plant that can be used to facilitate the mother's milk for breastfeeding. Katuk leaves are processed into a variety of foods, such as vegetable nodes, vegetable soup, katuk porridge, and others. However, not all consumers like katuk in the processed form that already exist, so that it is necessary to find another form of processed katuk leaves that is more interesting to attract consumers. One of which is yoghurt with the addition of katuk leaves. Yoghurt is nutritious alternative beverage for consumers who can not consume fresh milk due to lactose intolerance.

In this study yogurt was made with the addition of katuk leaves. However, there are no exact how much katuk leaves can added in yogurt to produce yoghurt that favored by the panelists. The purpose of this study is to determine the effect of the addition of katuk leaves with different concentration to color, aroma, flavor, and texture, and to know yoghurt formula who is favored by the panelists. The materials used is milk Ultra High Temperature (UHT) and bacteria L. bulgaricus, S. thermophillus, L. acidophilus and Bifidobacterium contained in Biokul plain yoghurt, katuk leaves in 3 concentrations formulas, 1 gram, 2 grams and 3 grams. Yoghurt katuk leaves of each formula were made with 3 replications, and then were compared to control (yogurt without katuk leaves addition) organolepticly by five panelists. Data then was statistically analyzed using Kruskal Wallis Test and Friedman Test and supported by qualitative analysis.

Results indicated that each formula and control gave effect to color, aroma, flavor and texture, but the effects were not statistically significant. Yoghurt with treatment addition of 1 gram katuk leaves (SA1) is yogurt who is favored by the panelists.

(15)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

ABSTRAK ... x

ABSTRACT ... xi

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Permasalahan ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 6

D. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 7

A. Landasan Teori ... 7

1. Yoghurt ... 7

2. Susu UHT (Ultra High Temperature) ... 17

3. Tanaman Katuk (Sauropus androgynus) ... 18

4. Uji Organoleptik ... 21

B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 24

C. Kerangka Berpikir ... 24

(16)

xiii

BAB III METODOLOGI ... 27

A. Jenis Penelitian ... 27

B. Variabel Penelitian ... 27

C. Batasan Penelitian ... 29

D. Waktu dan Tempat Penelitian ... 29

E. Alat dan Bahan ... 29

F. Cara kerja ... 30

G. Tabulasi Data ... 34

H. Analisis Data ... 35

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 40

A. Hasil ... 40

B. Pembahasan ... 47

C. Keterbatasan Penelitian ... 53

BAB V APLIKASI HASIL PENELITIAN SEBAGAI SUMBER PEMBELAJARAN BIOLOGI ... 55

A. Kompetensi Inti ... 55

B. Kompetensi Dasar ... 56

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 58

(17)

xiv

DAFTAR TABEL

(18)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Biokul yoghurt plain ... 13

Gambar 2.2 Susu UHT PT Ultrajaya ... 18

Gambar 2.3 Katuk hijau ... 19

Gambar 2.4 Diagram alir kerangka berpikir ... 26

Gambar 4.1 Grafik rerata kesukaan panelis terhadap warna ... 40

Gambar 4.2 Grafik rerata kesukaan panelis terhadap aroma ... 42

Gambar 4.3 Grafik rerata kesukaan panelis terhadap rasa ... 43

Gambar 4.4 Grafik rerata kesukaan panelis terhadap tekstur ... 45

Gambar 4.5 Uji rangking menggunakan Friedman Test ... 46

(19)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Silabus ... 62

Lampiran 2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 67

Lampiran 3. Lembar Kerja Siswa ... 76

Lampiran 4. Instrumen dan Pedoman Penilaian ... 81

Lampiran 5. Hasil Uji Organoleptik ... 91

Lampiran 6. Analisis Statistik menggunakan Kruskal Wallis ... 92

Lampiran 7. Uji Rangking menggunakan Friedman Test ... 93

(20)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Permasalahan

Susu berperan cukup besar dalam pemenuhan kebutuhan protein hewani bagi penduduk Indonesia. Susu dianjurkan untuk dikonsumsi sebagai pola menu empat sehat lima sempurna (Rukmana, 2001). Susu merupakan bahan baku yang sangat potensial untuk menghasilkan produk-pruduk yang menggunakan teknologi mikroorganisme, karena susu dapat menjadi media yang sangat baik untuk pertumbuhan mikroorganisme (Hasruddin dan Pratiwi, 2015).

Rukmana (2001) menjelaskan bahwa di pusat-pusat produksi susu, sering terjadi kerusakan susu akibat tidak dapat terjual pada waktu yang tepat. Susu yang rusak biasanya hanya dibuang, sehingga menjadi tidak bernilai atau mengalami kerugian yang cukup besar. Salah satu usaha pengolahan susu adalah diolah lebih lanjut menjadi produk yang mempunyai nilai tambah dan masa simpan yang lebih lama. Produk olahan susu yang sudah dikenal dan digemari masyarakat antara lain adalah yoghurt.

(21)

Prinsip dasar proses pembuatan yoghurt adalah fermentasi susu dengan menggunakan biakan Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus. Susu yang akan difermentasikan harus dipanaskan terlebih

dahulu dengan tujuan untuk menurunkan populasi mikrobia dalam susu dan mengurangi kandungan air dalam susu (Rukmana, 2001).

(22)

Katuk adalah sejenis sayuran daun. Tanaman dengan nama latin Sauropus adrogynus termasuk famili Phyllanthaceae. Tanaman ini tumbuh di

India, Malaysia, dan Indonesia. Di Indonesia, katuk tumbuh di dataran dengan ketinggian 2.100 meter di atas permukaan laut. Bentuknya perdu dan bisa mencapai tinggi 2-3 meter, dengan cabang-cabang yang cukup lunak (Subekti, 2006).

Salah satu khasiat tanaman katuk yang telah diketahui masyarakat adalah untuk melancarkan Air Susu Ibu (ASI). Cara sederhana untuk melancarkan ASI adalah dengan mengonsumsi daun katuk sebagai lalap atau sayuran. Dalam perkembangan selanjutnya, dibuat ekstrak daun katuk dalam bentuk pil bulat sebesar kelereng kecil sebagai obat untuk melancarkan ASI (Rukmana, dan Harahap, 2003).

Daun katuk sudah diolah menjadi berbagai jenis makanan, seperti sayur bening, sayur sup, tumis daun katuk, bubur katuk, nasi goreng hijau katuk, omelet daun katuk, katuk sebagai lalapan, dan ada juga teh dengan ekstrak daun katuk. Macam-macam bentuk olahan daun katuk membuat konsumen banyak mengkonsumsi daun katuk dan mendapatkan manfaat dari daun katuk tersebut.

(23)

mendegradasi laktosa yang terdapat di dalam susu dikarenakan kurangnya enzim laktase pada saluran pencernaan.

Ibu-ibu menyusui juga mengkonsumsi daun katuk untuk memperlancar ASI. Namun, tidak semua ibu menyusui menyukai sediaan daun katuk dalam bentuk sayur atau sediaan lain yang sudah ada sebelumnya. Untuk itu, perlu adanya sediaan lain dari daun katuk sebagai pilihan alternatif untuk mengkonsumsi daun katuk, yaitu yoghurt dengan penambahan daun katuk. Penelitian tentang yoghurt daun katuk diperuntukan bagi konsumen penggemar katuk dan yoghurt, untuk konsumen penderita lactose intolerance serta untuk ibu-ibu lactose intolerance yang ingin memperlancar ASI.

Pada Mei 2012, Liputan 6 Petang mengeluarkan sebuah artikel yang menginformasikan bahwa dalam Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) bidang kewirausahaan, mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) telah membuat yoghurt dengan penambahan daun katuk, yang dikenal dengan GOKAT. GOKAT ini diproduksi dengan 3 varian rasa, yaitu original, strawberry dan chocolate. Mahasiswa ITS memperkenalkan produknya di Posyandu, dengan sasaran ibu-ibu menyusui.

(24)

yang telah dilakukan beberapa kali oleh peneliti. Susu dengan penambahan daun katuk akan difermentasi selama 24 jam pada suhu ruang. Penetapan lama fermentasi dan suhu fermentasi tersebut mempertimbangkan kemudahan dalam pembuatan yoghurt dengan penambahan daun katuk, sehingga dapat dilakukan oleh siapapun secara konvensional.

Uji organoleptik dilakukan pada yoghurt daun katuk setelah fermentasi dihentikan dengan cara pasteurisasi. Dilakukannya uji organoleptik adalah untuk mengetahui tingkat kesukaan panelis terhadap yoghurt daun katuk yang dihasilkan. Uji organoleptik yang dilakukan sesuai dengan prosedur yang tercantum dalam SNI Yogurt 2981:2009. Uji organoleptik dilakukan dengan melibatkan 5 orang panelis yang diminta untuk melakukan uji dengan indera penglihatan, penciuman dan pengecapan. Untuk penilaian uji organoleptik, peneliti menyediakan lembar kuisioner dengan kisaran nilai terendah, yaitu satu hingga nilai tertinggi, yaitu lima.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini adalah:

1. Apa pengaruh penambahan daun katuk dengan konsentrasi yang berbeda terhadap warna, aroma, rasa dan tekstur yoghurt?

(25)

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui pengaruh penambahan daun katuk dengan konsentrasi yang berbeda terhadap warna, aroma, rasa dan tekstur yoghurt.

2. Mengetahui formula yoghurt yang disukai panelis.

D. Manfaat Penelitian 1. Bagi Peneliti

Menambah wawasan dan pengalaman bagi peneliti di bidang bioteknologi konvensional, khususnya bidang pangan yaitu tentang pembuatan yoghurt dengan penambahan daun katuk, serta teknik uji organoleptik yang dilakukan.

2. Bagi Pendidikan

Sebagai persembahan pengetahuan ilmiah bagi dunia pendidikan khususnya yang berkaitan dengan bioteknologi konvensional bidang pangan, yaitu yoghurt. Selain itu, sebagai kontribusi untuk memperkaya referensi, bagi peserta didik yang berminat untuk melakukan penelitian lebih lanjut.

3. Bagi Masyarakat

Yoghurt daun katuk dapat dijadikan minuman alternatif bagi konsumen penggemar katuk dan yoghurt, bagi konsumen penderita lactose intolerace, serta bagi ibu-ibu menyusui yang ingin memperlancar

(26)

7 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Landasan Teori 1. Yoghurt

a. Pengertian

Menurut Rukmana (2001), salah satu cara pengolahan dan pengawetan susu yang tertua di dunia adalah metode pengasaman susu yang dilakukan melalui proses fermentasi. Susu yang difermentasi menggunakan biakan Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus, menghasilkan bentuk atau konsistensi menyerupai puding, yang dikenal dengan nama yoghurt. Di Indonesia, pengolahan susu menjadi yoghurt sudah lama dikenal di lingkungan masyarakat kota. Kini, yoghurt mulai banyak dikenal dan digemari masyarakat, terutama yang lebih gemar mengkonsumsi susu olahan.

Menurut Hasruddin dan Pratiwi (2015) yoghurt adalah produk fermentasi berbentuk semi solid yang dihasilkan melalui proses fermentasi susu dengan menggunakan bakteri asam laktat. Melalui perubahan kimiawi yang terjadi selama proses fermentasi dihasilkan produk yang mempunyai tekstur, flavor dan rasa yang khas. Selain itu juga, mengandung nilai nutrisi yang lebih baik dibanding susu segar. Secara tradisional, pada pembuatan yoghurt digunakan kultur starter campuran Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophillus dengan perbandingan 1:1.

(27)

thermophillus. Kedua bakteri itu mengurai laktosa (gula susu) menjadi asam laktat

dengan berbagai komponen aroma dan cita rasa. Karena itu, kedua bakteri ini dikenal sebagai bakteri asam laktat. Lactobacillus lebih berperan dalam pembentukan aroma, sedangkan Streptococcus lebih berperan dalam pembentukan cita rasa.

Perkembangan teknologi dan perubahan pola makan konsumen telah mengakibatkan permintaan yoghurt meningkat sehingga mendorong produksi yoghurt yang lebih bervariasi, baik dari segi jenis, tekstur, aroma, maupun rasa. Konsep makanan probiotik yang dipercaya dapat memberikan efek yang menguntungkan bagi konsumen ditinjau dari aspek nutrisi dan kesehatan (Hasruddin dan Pratiwi, 2015).

b. Manfaat Yoghurt

(28)

Tabel 2.1. Kandungan Gizi dalam Tiap 100 g Yoghurt

No Kandungan Gizi Proporsi (banyaknya)

1 Kalori 52,00 kal.

2 Protein 3,30 g

3 Lemak 2,50 g

4 Karbohidrat 4,00 g

5 Kalsium 120,00 mg

6 Fosfor 90,00 mg

7 Zat Besi 0,10 mg

8 Vitamin A 73,00 SI

9 Vitamin B1 0,05 mg

10 Air 88,00 g

Sumber : Rukmana, 2001.

Yoghurt mengandung bakteri asam laktat yang berperan untuk merubah bentuk laktosa (gula yang terdapat dalam susu) ke dalam bentuk yang lebih sederhana. Penguraian laktosa sangat penting karena ada sebagian orang yang tidak dapat mencerna laktosa dalam susu. Kasus ini disebut sebagai lactose intolerance, di mana tubuh kurang mempunyai laktase, enzim pencernaan yang

merubah laktosa menjadi gula sederhana yang dapat diserap oleh saluran pencernaan. Orang yang kekurangan enzim tersebut setelah mengonsumsi susu biasanya akan mengalami gejala-gejala seperti mual, sakit perut, kembung, diare, dan kram. Gejala-gejala tersebut dapat diatasi dengan mengkonsumsi yoghurt. Karena dengan adanya aktivitas bakteri karena asam laktat, laktosa dalam susu telah didegradasi (Wirakusumah, 2007).

(29)

mikroba-mikroba patogen menjadi tertekan atau tidak dapat menyerang (Rukmana, 2001).

c. Jenis Yoghurt

Jenis yoghurt yang ditinjau dari karakteristik struktur fisiknya, yaitu:

1) Firm Yoghurt

Hasruddin dan Pratiwi (2015) menjelaskan, yoghurt dengan konsistensi gel padat yang dikemas sehingga untuk mengkonsumsinya harus menggunakan sendok. Menurut Wirakusumah (2007), yoghurt ini biasanya berbentuk jelly yang padat. Difermentasi dan didinginkan dalam wadah yang padat. Rasanya bersifat alami atau seperti bahan penyusunnya yaitu susu.

2) Stirred Yoghurt

Pada saat proses dilakukan pengadukan sehingga gel pecah dan kemudian didinginkan dan dikemas setelah terjadi penggumpalan kembali. Selama dalam kemasan akan terjadi peningkatan viskositas dan produk mempunyai tekstur yang cukup padat. Biasanya ditambahkan pengental (Hasruddin dan Pratiwi, 2015).

3) Drinking Yoghurt

(30)

d. Langkah Pembuatan

Teknologi dasar pembuatan yoghurt meliputi persiapan bahan baku (susu) dan bahan-bahan tambahan lainnya, pasteurisasi, homogenisasi campuran, penambahan kultur, pemeraman dan pengepakan (Hasruddin dan Pratiwi, 2015). 1) Persiapan Bahan

Yoghurt dapat dibuat dari susu segar atau produk susu dengan atau tanpa menambahkan susu bubuk atau susu skim bubuk. Sumber susu segar dapat berasal dari susu sapi, kerbau, kambing atau unta. Namun, dari semua itu, susu sapi paling umum dimanfaatkan (Surajudin, Fauzi dan Purnomo, 2005).

2) Pasteurisasi

Pasteurisasi adalah pemanasan pada suhu tertentu yang memadai untuk mematikan semua mikroorganisme yang dapat menyebabkan penyakit. Dengan pasteurisasi umur simpan bahan makanan juga diperpanjang, karena selama pemanasan juga terjadi pengurangan populasi mikroorganisme perusak. Pasteurisasi untuk pengawetan banyak dilakukan terutama untuk susu dan produk olahannya, seperti es krim dan yoghurt, sari buah, anggur, bir, dan buah kering (Purnawijayanti, 2001).

(31)

3) Penambahan Starter

Setelah perlakuan pemanasan, susu didinginkan 1-2oC di atas suhu inkubasi kemudian ditambahkan 1-3% kultur starter. Komposisi starter harus terdiri dari bakteri termofilik dan mesofilik. Yang umum digunakan adalah Lactobacillus bulgaricus dengan suhu optimum 42oC-45oC dan Streptococcus thermophillus dengan suhu optimum 38oC-42oC. (Hasruddin dan Pratiwi, 2015).

Hasruddin dan Pratiwi (2015) menjelaskan bahwa selama pertumbuhan terjadi simbiosis antara kedua jenis bakteri. Streptococcus thermophillus akan berkembang lebih cepat mengawali pembentukan asam laktat melalui fermentasi laktosa. Pertumbuhan ini berlangsung sampai mencapai pH 5,5. Selain itu juga akan dihasilkan senyawa-senyawa volatil dan pelepasan oksigen. Kondisi ini memberikan lingkungan yang sangat baik bagi pertumbuhan Lactobacillus bulgaricus. Aktivitas enzim proteolitik dari Lactobacillus bulgaricus menyebabkan terurainya protein susu, menghasilkan asam-asam amino dan peptida-peptida yang akan menstimulasi pertumbuhan Streptococcus. Jika dikehendaki yoghurt dengan keasaman yang tidak terlalu rendah, maka diperlukan komposisi starter yang berbeda. Biasanya digunakan Lactobacillus acidophilus dan Bifidobacterium bifidum.

(32)
[image:32.595.85.514.95.639.2]

Foto: Jessica

Gambar 2.1 Biokul yoghurt plain 4) Fermentasi

Proses fermentasi merupakan kunci keberhasilan dari produksi yoghurt karena karakteristik produk akhir terbentuk selama proses fermentasi berlangsung. Pada umumnya fermentasi dilakukan pada suhu 40-45oC selama 2,5 – 3 jam. Pada proses fermentasi akan terjadi hidrolisis enzimatis laktosa menjadi glukosa dan galaktosa. Selanjutnya glukosa akan diuraikan melalui beberapa tahap dekomposisi sehingga menghasilkan asam laktat. Pada tahap ini belum terjadi perubahan struktur fisik yang nyata pada susu, disebut prefermentasi. Galaktosa tidak akan digunakan selama glukosa dan laktosa masih tersedia untuk fermentasi. Oleh karena itu pada produk yoghurt masih terdapat residu galaktosa dan laktosa. Setelah terjadi penurunan pH maka gel mulai terbentuk secara bertahap sampai mencapai titik isoelektrik pada pH 4,65. Proses ini disebut fermentasi utama. Pembentukan gel diikuti dengan perubahan viskositas. Pada tahap ini juga dihasilkan flavor (Hasruddin dan Pratiwi, 2015).

(33)

pertumbuhan beberapa bakteri tercegah, khususnya bakteri putrefaktif, karena bakteri ini kurang toleran terhadap asam (Rukmana 2001). Bakteri putrefaktif adalah bakteri yang memecah protein dan memproduksi komponen yang berbau busuk, contoh bakteri yang bersifat putrefaktif adalah clostrodium dan pseudomonas (Sunjana, 2007).

Rukmana (2001) menjelaskan bahwa komponen susu yang paling berperan dalam pembuatan yoghurt adalah laktosa dan kasein. Laktosa digunakan sebagai sumber energi dan karbon selama pertumbuhan biakan yoghurt, yang akan menghasilkan asam laktat. Terbentuknya asam laktat dari hasil fermentasi laktosa, menyebabkan keasaman susu meningkat atau pH susu menurun. Kasein merupakan komponen terbanyak dalam protein susu. Kasein mempunyai sifat peka terhadap keasaman (pH). Bila pH susu rendah sampai ±4,6, maka kasein menjadi tidak stabil dan akan terkoagulasi (menggumpal) sehingga membentuk padatan yang disebut yoghurt.

Inkubasi atau fermentasi yoghurt bisa dilakukan pada suhu kamar ataupun suhu 45oC. Pada suhu yang lebih tinggi, aktivitas mikroba akan semakin tinggi pula. Inkubasi pada suhu ruang memerlukan waktu 14 sampai 16 jam, pada suhu 32oC memerlukan waktu sekitar 11 jam, sedangkan inkubasi pada suhu 45oC hanya memerlukan waktu sekitar 4-6 jam (Kusantati dkk., 2007).

(34)

penelitian menunjukkan bahwa kemasan plastik bisa melepaskan dioksin. Zat ini dianggap sebagai racun bagi tubuh yang meningkatkan resiko terjadinya kanker. Botol plastik berisi air yang dibekukan di freezer akan melepaskan kandungan dioksin ke air. Demikian juga kemasan plastik yang dipanaskan, apalagi jika makanannya mengandung lemak. Kombinasi lemak, panas tinggi, dan plastik akan melepaskan dioksin ke makanan dan masuk ke sel tubuh. Sebagai ganti kemasan atau wadah plastik, para peneliti menyarankan penggunaan wadah keramik atau tempered glass (kaca yang telah melalui proses pemanasan) untuk memanaskan makanan.

5) Pasteurisasi

Surajudin, Fauzi dan Purnomo (2005) menjelaskan bahwa proses pasteurisasi dilakukan setelah proses inkubasi tujuannya untuk memperpanjang umur simpan. Subroto (2008) menambahkan bahwa jika produk tidak dipasteurisasi, hasilnya berupa yoghurt dengan kultur aktif.

(35)

e. Anjuran Konsumsi Yoghurt

Sukmawati (2015) dalam artikelnya menjelaskan bahwa yoghurt sangat baik untuk dikonsumsi ibu hamil karena mengandung sejumlah zat gizi yang baik untuk kesehatan kehamilan, terutama protein, kalsium (Ca), vitamin D, dan serat. Protein membantu proses pembentukan sel-sel tubuh janin, kalsium membantu proses pembentukan tulang dan gigi, vitamin D, mencegah pre-eklampsia (keracunan pada wanita hamil yang ditandai dengan darah tinggi dan kandungan protein yang tinggi), dan kandungan serat serta Lactobacillus (bakteri baik dalam pencernaan) mencegah bunda dari masalah sembelit yang sering dialami ibu hamil. Konsumsi yoghurt untuk ibu hamil yang dianjurkan adalah kurang lebih 250 ml yoghurt/hari. Sajian yoghurt untuk ibu hamil terbaik adalah plain yoghurt (yoghurt yang tidak diberi perisa dan pewarna) atau sweet-plain (yoghurt plain yang hanya diberi gula/madu). Jika ingin menggunakan perisa dan pewarna, gunakanlah sedikit saja dan pastikan menggunakan perisa khusus yoghurt dan pewarna makanan berkualitas tinggi.

(36)

protein pada yoghurt juga bermanfaat bagi ibu menyusui dan secara tidak langsung meningkatkan kualitas ASI (Anonim, 2014).

2. Susu Ultra High Temperature (UHT)

Susu cair segar yang banyak dijual adalah susu pasteurisasi dan susu UHT. Kedua jenis susu ini merupakan alternatif untuk mengonsumsi susu segar. Susu pasteurisasi dan susu UHT telah melalui proses “pengawetan” untuk memperpanjang umur simpannya melalui pemanasan tanpa zat pengawet, sehingga susu tergolong fresh atau segar. Artinya, nilai gizi susu, baik susu pasteurisasi maupun susu UHT, relatif masih asli (Syarif dan Harianto, 2011).

Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 01-3950-1998), susu UHT adalah produk susu yang diperoleh dengan cara mensterilkan susu minimal pada suhu 135oC selama 2 detik, dengan atau tanpa penambahan bahan makanan dan bahan tambahan makanan yang diijinkan, serta dikemas secara aseptik.

(37)

Lapisan-lapisan tersebut berperan untuk melindungi dari sinar ultra violet, udara, dan bakteri yang mungkin akan mengkontaminasi susu.

[image:37.595.87.510.176.612.2]

Foto: Jessica

Gambar 2.2 Susu UHT PT. Ultrajaya

Susu UHT lebih bagus daripada susu bubuk, susu bubuk berasal dari susu segar yang kemudian dikeringkan. Kerusakan protein sebesar 30% dapat terjadi pada saat pengolahan susu cair menjadi susu bubuk. Susu UHT juga lebih praktis dan aman untuk dikonsumsi karena sudah bebas dari mikroba pembusuk dan mikroba penyakit. Sedangkan susu segar sangat mudah rusak apabila tidak langsung dikonsumsi.

3. Tanaman Katuk

(38)
[image:38.595.83.514.177.630.2]

berkelompok dan keluar dari ketiak daun. Bunga berwarna merah. Katuk juga dapat tumbuh liar di hutan atau ladang (Latief, 2009).

Gambar 2.3 Katuk hijau

Katuk (Sauropus androgynus) dikenal dalam bahasa asing sebagai star gooseberry atau sweet leaf (Inggris), mani cai (Cina), rau ngot (Vietnam), cekur

manis atau sayur manis (Malaysia). Di Minangkabau disebut simani, dan di Jawa

katuk, katukan atau babing. Orang Madura menyebutnya kerakur dan di Bali lebih

dikenal dengan nama kayumanis. Sampai sekarang dikenal 2 jenis tanaman katuk, yakni katuk merah yang masih banyak dijumpai di hutan belantara. Jenis kedua adalah katuk hijau, yang dibudidayakan untuk dimanfaatkan daun-daunnya. Pertumbuhan daun ini lebih produktif dari pada katuk merah (Agoes, 2010). Pada penelitian ini, menggunakan katuk hijau.

(39)

Jika curah hujan lebih dari 2.500 mm/tahun, harus diimbangi dengan pengaturan atau pengelolaan drainase tanah secara baik (Rukmana dan Harahap, 2003).

Salah satu khasiat tanaman katuk yang telah diketahui masyarakat adalah untuk melancarkan Air Susu Ibu (ASI). Muaris (2005) memberikan beberapa tips yang dapat dilakukan ibu untuk memperbanyak produksi ASI, salah satunya adalah makan makanan yang bergizi dan minum cairan yang cukup banyak. Bisa air putih, jus buah, susu rendah lemak, dan kuah makanan. Jenis makanan diusahakan lebih banyak sayuran hijau dan makanan laut. Daun katuk segar lebih cepat menghasilkan ASI dari pada suplemen seperti Pro ASI.

Cara sederhana untuk melancarkan ASI adalah dengan mengonsumsi daun katuk sebagai lalap atau sayuran. Dalam perkembangan selanjutnya, dibuat ekstrak daun katuk dalam bentuk pil bulat sebesar kelereng kecil sebagai obat untuk melancarkan ASI (Rukmana dan Harahap, 2003).

Daun katuk dengan kandungan laktagumnya (zat yang dapat meningkatkan dan melancarkan produksi ASI) telah dipakai secara turun-temurun untuk membantu meningkatkan produksi ASI. Daun katuk mengandung steroid dan polifenol yang dapat meningkatkan kadar prolaktin. Kadar prolaktin yang tinggi akan meningkatkan, mempercepat dan memperlancar produksi ASI (Anonim, 2015).

(40)

berdasarkan luas tubuh dan kepekaan menjadi sekitar 900 mg/hari. Penelitian mengenai Efektifitas Daun Katuk (Sauropus androgynus) untuk meningkatkan produksi ASI yang dilakukan oleh Sa’roni, Sadjimin, Sja’bani dan Zulaela (2004), menunjukkan bahwa pemberian ekstrak daun katuk dengan dosis 3 x 300 mg/hari selama 15 hari dapat meningkatkan produksi ASI.

Agoes (2010) mengemukakan bahwa konsumsi sayur katuk oleh ibu menyusui dapat memperlama waktu menyusui bayi perempuan dan bayi laki-laki hanya meningkatkan frekuensi dan lama menyusui. Proses perebusan daun katuk dapat menghilangkan sifat antiprotozoa. Jadi dapat disimpulkan pemanasan dapat mengurangi sampai meniadakan sifat racun daun katuk. Konsumsi berlebihan (50 g sehari) sangat berbahaya karena daun katuk mengandung alkaloid papaverin yang dapat merusak paru. Daun katuk juga sebaiknya dikonsumsi setelah dimasak terlebih dahulu untuk mencegah efek samping yang tidak diinginkan.

4. Uji Organoleptik

Uji organoleptik merupakan hasil reaksi fisikologik berupa tanggapan atau kesan mutu oleh sekelompok orang yang disebut dengan panelis. Panelis adalah sekelompok orang yang bertugas menilai sifat atau kualitas bahan berdasarkan kesan subyektif (Suradi, 2007). Soekarto dalam Suradi (2007) mengelompokkan panelis ke dalam enam kelompok, yaitu: panelis pencicipan perorangan, panelis pencicipan terbatas, panelis terlatih, panelis agak terlatih dan panelis konsumen.

(41)

sangat intensif. Panelis terbatas adalah panelis yang terdiri dari 3-5 orang yang mempunyai kepekaan tinggi. Panelis terlatih adalah orang yang mempunyai kepekaan cukup baik, melalui seleksi dan latihan-latihan yang diadakan sebelum pengujian dilakukan. Panelis agak terlatih adalah orang yang sebelumnya dilatih untuk mengetahui sifat-sifat tertentu. Panelis tidak terlatih adalah orang awam (Anggraeni, 2016). Pada penelitian ini menggunakan panelis agak terlatih.

[image:41.595.86.511.242.618.2]

Berikut adalah syarat mutu organoleptik berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) yang dikeluarkan oleh Badan Standardisasi Nasional (BSN) pada tahun 2009 mengenai Yoghurt.

Tabel 2.2. Syarat Mutu Yoghurt

No Kriteria Uji

Yoghurt tanpa perlakuan panas setelah fermentasi

Yoghurt dengan perlakuan panas setelah

fermentasi Yoghurt Yoghurt rendah lemak Yoghurt tanpa lemak Yoghurt Yoghurt rendah lemak Yoghurt tanpa lemak

1 Penampakan cairan kental-padat cairan kental-padat

2 Bau normal/khas normal/khas

3 Rasa asam/khas asam/khas

Berikut adalah cara uji yoghurt berdasarkan SNI Yogurt 2981:2009: 1) Penampakan

1.1.Prinsip

Melakukan analisa terhadap contoh uji secara organoleptik dengan menggunakan indera penglihatan (mata).

1.2.Cara kerja

(42)

b. Lihat contoh uji untuk mengetahui apakah contoh berbentuk cairan kental padat; dan

c. Lakukan pengerjaan minimal oleh 3 orang panelis atau 1 orang tenaga ahli. 2) Bau

2.1 Prinsip

Melakukan analisa terhadap contoh uji secara organoleptik dengan menggunakan indera penciuman (hidung).

2.2 Cara Kerja

a. Ambil contoh uji sebanyak 5 g dan letakkan di atas gelas arloji yang bersih dan kering;

b. Cium contoh uji pada jarak kira-kira ½ cm dari hidung untuk mengetahui baunya; dan

c. Lakukan pengerjaan minimal oleh 3 orang panelis atau 1 orang tenaga ahli. 3) Rasa

3.1 Prinsip

Melakukan analisa terhadap contoh uji secara organoleptik dengan menggunakan incera perasa (lidah).

3.2 Cara Kerja

a. Ambil kira-kira 1 sendok contoh uji dan rasakan dengan lidah; dan

(43)

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Produk yoghurt dengan ekstrak daun katuk sudah diperkenalkan oleh empat mahasiswa Jurusan Statistika Institut Teknologi Sepuluh November (ITS), dalam Program Kreativitas Mahasiswa di bidang Kewirausahaan (PKM-K). Ananda Citra Islami, Rahajeng Dwi, Fathul Mawaddah, dan Rizfanni Cahya P. pada tahun 2012 membuat minuman inovasi alternatif terbaru, yaitu GOKAT. GOKAT adalah minuman terbuat dari yoghurt yang dicampur dengan ekstrak daun katuk. GOKAT mempunyai tiga varian rasa yaitu original, strawberry dan chocolate. Minuman ini mempunyai banyak manfaat, selain manfaat utamanya untuk memperlancar ASI, GOKAT juga dapat melancarkan pencernaan, menjaga kesehatan tubuh, dan dapat memperlangsing tubuh. Mahasiswa ITS telah mengenalkan dan menjelaskan produk GOKAT di Posyandu Siwalan Kerto Surabaya. Ketika berada di posyandu tersebut para mahasiswa menjelaskan tentang khasiat yoghurt yang dapat melancarkan ASI karena GOKAT telah terbukti melancarkan ASI (Citra, 2012).

C. Kerangka Berpikir

(44)

sayur dari daun katuk dan ada juga yang tidak. Untuk itu, peneliti ingin membuat sediaan olahan daun katuk dengan wujud yang berbeda, yaitu yoghurt daun katuk.

Yoghurt adalah produk susu fermentasi yang bermanfaat bagi kesehatan salah satunya adalah membantu penderita lactose intolerance. Ketidaktoleranan laktosa atau ketidakmampuan mencerna laktosa terjadi karena kurangnya produksi enzim laktase akibat kelainan genetik. Akibatnya laktosa dalam usus halus tidak dapat dicerna menjadi galaktosa dan glukosa sebelum diangkut ke dalam tubuh untuk metabolisme lebih lanjut. Produk fermentasi susu sangat baik bagi penderita ketidaktoleranan laktosa karena sebagian besar laktosa sudah dipecah oleh bakteri asam laktat sehingga kandungan laktosanya rendah.

Yoghurt daun katuk sudah pernah diperkenalkan oleh mahasiswa ITS dalam Program Kreativitas Mahasiswa bidang kewirausahaan (PKM-K), yang dikenal dengan GOKAT (Yoghurt Daun Katuk). Peneliti tidak mengetahui apa formula dan bagaimana metode pembuatan yoghurt daun katuk yang dilakukan oleh kelompok PKM-K tersebut. Oleh karena itu, sebelum melakukan penelitian, peneliti perlu melakukan pra penelitian untuk mendapatkan formula yang baik. Dari 3 kali pra penelitian yang dilakukan oleh peneliti, maka peneliti menetapkan konsentrasi daun katuk yang akan digunakan adalah 1 gram, 2 gram dan 3 gram.

Susu yang digunakan pada penelitian ini adalah susu sapi UHT (Ultra High Temperature) PT Ultrajaya. Suhu fermentasi yang digunakan adalah suhu ruang.

(45)

membuat yoghurt dengan daun katuk secara mandiri. Berdasarkan pra penelitian yang dilakukan, peneliti memilih Biokul sebagai starter yang digunakan pada penelitian ini. Starter yang digunakan sebanyak 5 gram.

[image:45.595.88.512.250.638.2]

Setelah jadi sediaan yoghurt daun katuk, maka akan dilakukan uji organoleptik. Prosedur atau langkah uji organoleptik mengikuti langkah-langkah yang dianjurkan oleh Badan Standarisasi Nasional dalam SNI Yoghurt 2981:2009.

Gambar 2.4 Diagram alir kerangka berpikir

D. Hipotesa

Hipotesa yang dapat peneliti kemukakan adalah:

1. Ada pengaruh penambahan daun katuk dengan konsentrasi yang berbeda terhadap warna, aroma, rasa dan tekstur yoghurt.

2. Formula yoghurt dengan penambahan 1 gram daun katuk yang disukai oleh panelis.

Yoghurt daun katuk

Belum diketahuinya konsentrasi penambahan daun

katuk yang tepat

Berdasarkan pra penelitian dan tinjauan pustaka

Konsentrasi penambahan daun katuk adalah 1 gram, 2 gram

(46)

27 BAB III

METODOLOGI

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang diterapkan adalah eksperimen dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari satu faktor dan 3 kali pengulangan. Penelitian ini menguji 3 konsentrasi penambahan daun katuk pada yoghurt berbahan susu UHT (Ultra High Temperature) secara organoleptik. Pengujian secara organoleptik ini meliputi warna (penampakan), aroma (penciuman), rasa (pengecapan), tekstur (mouthfeel).

B. Variabel Penelitian 1. Variabel Bebas

(47)

SA2 (2) SA3 (3) SA3 (1) SA1 (1) K (1) SA2 (3) SA3 (2) SA1 (2) K (3) SA1 (3) SA2 (1) K (2) Keterangan:

K = Kontrol.

SA1 = Sauropus androgynus (daun katuk) konsentrasi 1 gram. SA2 = Sauropus androgynus (daun katuk) konsentrasi 2 gram. SA3 = Sauropus androgynus (daun katuk) konsentrasi 3 gram. (1), (2), (3) = Pengulangan

2. Variabel Terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah warna, aroma, rasa dan tekstur yoghurt.

3. Variabel Kontrol

(48)

C. Batasan Penelitian

Agar supaya masalah dalam penelitian ini tetap terarah, maka disusun batasan masalah sebagai berikut:

1. Jenis katuk yang digunakan adalah Sauropus androgynus. Daun katuk diperoleh dari pasar dan tidak membedakan daun tua atau daun muda.

2. Ekstrak daun katuk dibuat dengan metode penghancuran menggunakan blender.

3. Dosis penambahan daun katuk dibedakan menjadi 3, yaitu 1 gram, 2 gram dan 3 gram.

4. Jenis susu yang digunakan adalah susu UHT PT Ultrajaya. 5. Starter yang digunakan adalah plain yoghurt Biokul jenis stirred. 6. Prosedur pengujian organoleptik berdasarkan SNI Yoghurt 2981:2009.

7. Panelis yang dilibatkan dalam uji organoleptik yoghurt daun katuk adalah panelis agak terlatih dengan jenis kelamin perempuan, sebanyak 5 orang.

D. Waktu dan Tempat Penelitian

Secara keseluruhan, penelitian ini dilakukan dari 18 Desember 2015 hingga 13 April 2016. Pembuatan yoghurt dan uji organoleptik dilakukan di Laboratorium Biologi Kampus III, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

E. Alat dan Bahan

(49)

termometer ruang, botol kaca, gelas arloji, sendok makan, batang pengaduk, dan saringan. Sedangkan bahan-bahan yang digunakan adalah daun katuk, susu UHT, plain yoghurt biokul, plastik wrap, alumunium foil, kertas payung, karet, kertas label, alat tulis, tisu, sabun cuci sunlight, dan alkohol.

F. Cara Kerja 1. Sterilisasi Alat

Sterilisasi perlu dilakukan untuk meminimalisir resiko kontaminasi saat pembuatan yoghurt. Berikut adalah langkah kerja sterilisasi alat yang dilakukan: a. Alat-alat seperti blender, gelas beker, panci, sendok pengaduk, termometer

air, botol kaca, gelas arloji, sendok makan, batang pengaduk dan saringan dicuci bersih menggunakan sabun.

b. Botol selai direbus dengan air secukupnya dan sabun sunlight sedikit (±5 tetes) hingga mendidih, sedangkan untuk alat seperti blender, gelas beker, panci, sendok pengaduk, termometer air, gelas arloji, sendok makan,batang pengaduk dan saringan didiamkan hingga kering.

c. Setelah mendidih, botol selai diangkat dan didiamkan hingga kering.

d. Setelah kering, semprot bagian luar botol dengan alkohol, diamkan hingga kering.

(50)

f. Setelah itu, botol selai dikeluarkan dan simpan dalam inkubator atau tempat tertutup.

g. Alat-alat seperti gelas beaker, termometer air dan batang pengaduk, cukup disterilisasi menggunakan alkohol 96% yang disemprotkan sesaat sebelum dipakai.

2. Pembuatan Yoghurt

a. Yoghurt Kontrol (tanpa daun katuk)

1) Susu UHT PT Ultrajaya disiapkan sebanyak 100 ml.

2) Susu dipanaskan hingga mencapai suhu 80oC, sambil diaduk (pasteurisasi). 3) Kemudian susu yang sudah dipasteurisasi, didiamkan sampai suhu turun

hingga 43oC.

4) Susu dituang ke dalam wadah fermentasi.

5) Plain yoghurt ditambahkan sebanyak 5 gram. Kemudian dimasukkan ke dalam botol selai dan diaduk menggunakan batang pengaduk.

6) Botol selai ditutup menggunakan plastik wrap, kemudian dilapisi dengan alumunium foil dan dikareti.

7) Botol selai diberi label.

8) Kemudian, botol selai diletakkan sesuai tata letak yang sudah ditentukan. 9) Inkubasi dilakukan selama 24 jam.

(51)

b. Yoghurt dengan Penambahan Daun Katuk 1 gram

1) Daun katuk ditimbang sebanyak 1 gram, kemudian dicuci bersih. 2) Susu UHT PT Ultrajaya disiapkan sebanyak 100 ml.

3) Daun katuk diblender bersama susu secukupnya, selama 1 menit. 4) Kemudian, daun katuk + susu (hasil blender) disaring sebanyak 4 kali.

5) Daun katuk +susu dipanaskan hingga mencapai suhu 80oC sambil diaduk (pasteurisasi).

6) Kemudian, daun katuk + susu didiamkan hingga suhu turun mencapai 43oC. 7) Daun katuk + susu dituang ke dalam wadah sebanyak 100 ml.

8) Plain yoghurt ditambahkan sebanyak 5 gram. Kemudian dimasukkan ke dalam botol selai dan diaduk menggunakan batang pengaduk.

9) Botol selai ditutup menggunakan plastik wrap, kemudian dilapisi dengan alumunium foil dan dikareti.

10) Botol selai diberi label.

11) Kemudian, botol selai diletakkan sesuai tata letak yang sudah ditentukan. 12) Inkubasi dilakukan hingga 24 jam.

13) Setelah itu, dilakukan pasteurisasi untuk menghentikan aktivitas bakteri. 14) Setelah pasteurisasi, dilakukan uji organoleptik.

(52)

3. Uji Organoleptik a. Uji Warna

Uji warna dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:

1) Sampel diambil secukupnya, kemudian diletakkan di atas gelas arloji yang bersih dan kering.

2) Dilihat beberapa saat, kemudian memberi skor terhadap warna dari masing-masing perlakuan.

3) Dilakukan oleh 5 orang panelis.

b. Uji Aroma

Uji aroma dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:

1) Sampel diambil sebanyak 1 sendok makan dan letakkan di atas gelas arloji yang bersih dan kering.

2) Dicium contoh uji pada jarak kira-kira ½ cm dari hidung untuk mengetahui baunya.

3) Dilakukan pengerjaan oleh 5 orang panelis.

c. Uji Rasa

Uji rasa dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:

(53)

d. Uji Tekstur

Uji tekstur dilakukan dengan prosedur sebagai berikut:

1) Sampel diambil kira-kira 1 sendok dan dirasakan dengan mulut. 2) Dilakukan pengerjaan oleh 5 orang panelis.

G. Tabulasi Data

[image:53.595.85.515.195.750.2]

Pengujian ini menggunakan uji skala hedonic yang terdiri dari 5 nilai berupa pernyataan sangat tidak suka, hingga sangat suka. Pengujian rasa dan aroma mengikuti prosedur SNI Yoghurt. Sedangkan untuk pengujian warna, dilakukan hanya dengan melihat saja, dan uji tekstur dilakukan dengan cara dirasakan di dalam mulut. Selanjutnya, panelis diminta memberikan penilaian terhadap sampel sesuai dengan skala hedonic yang ada. Skala hedonic yang diisi oleh panelis merupakan data yang akan dianalisis pada penelitian ini. Untuk mempermudah proses analisis data, maka sebelumnya perlu dilakukan tabulasi data seperti di bawah ini:

Tabel 3.1 Tabulasi Data Uji Organoleptik

Panelis/

Pengulangan

Uji Organoleptik

Warna Aroma Rasa Tekstur

K SA1 SA2 SA3 K SA1 SA2 SA3 K SA1 SA2 SA3 K SA1 SA2 SA3

A

1 2 3 B

(54)

Keterangan:

K = Kontrol.

SA1 = Sauropus androgynus (daun katuk) konsentrasi 1 gram. SA2 = Sauropus androgynus (daun katuk) konsentrasi 2 gram. SA3 = Sauropus androgynus (daun katuk) konsentrasi 3 gram. A, B, C = Panelis

1, 2, 3 = Pengulangan

H. Analisis Data

Penelitian ini terdiri dari 3 kelompok perlakuan (SA1, SA2 dan SA3) dan 1 kelompok kontrol (tanpa penambahan daun katuk), dengan pengulangan masing-masing kelompok sebanyak 3 pengulangan. Data yang diperoleh merupakan data ordinal sehingga data akan dianalisis menggunakan uji Kruskal Wallis dengan tingkat signifikan 5% serta didukung dengan analisis kualitatif. Wiyono (2011) menjelaskan bahwa uji Kruskal Wallis disebut juga Anova yang digunakan untuk membandingkan k-sampel independen yang berasal dari populasi yang berbeda dengan skala ordinal atau skala interval tetapi tidak berdistribusi normal. Hipotesis yang akan diuji secara statistik adalah penambahan daun katuk dengan konsentrasi yang berbeda dalam pembuatan yoghurt susu UHT tidak memberikan pengaruh pada warna, rasa, aroma dan tekstur yoghurt.

(55)

secara statistik menggunakan Friedman Test. Analisis data Kruskal Wallis dan Friedman Test dilakukan menggunakan program SPSS versi 17.0.

Berikut adalah langkah-langkah untuk melakukan uji Kruskal Wallis dan Friedman Test menggunakan program SPSS versi 17.0 :

a. Uji Kruskal Wallis 1. Menginput Data

a) Membuka program SPSS versi 17.0, kemudian akan muncul kotak dialog SPSS Statistics 17.0, klik type in data, klik Ok.

b) Pada SPSS Statistics Data Editor klik variable view di bagian kiri bawah. c) Masukkan variabel perlakuan, warna, aroma, rasa dan tekstur

d) Pada variabel perlakuan, klik pada kolom values, maka akan muncul kotak dialog value labels. Pada value isi dengan angka, sedangkan pada label isi dengan

keterangan perlakuan (Kontrol, SA1, SA2 dan SA3).

e) Pada variabel warna, klik pada kolom values, maka akan muncul kotak dialog value labels. Pada value isi dengan angka (1, 2, 3, 4 dan 5), sedangkan pada label

isi dengan keterangan skala hedonic (sangat tidak suka, tidak suka, biasa saja, suka, sangat suka). Lakukan langkah ini pada variabel aroma, rasa dan tekstur. f) Klik data view di bagian kiri bawah, masukkan data sesuai dengan nama variabel

(56)

2. Melakukan Uji Kruskal Wallis

a) Untuk melakukan uji Kruskal Wallis, klik menu Analyze, pilih Nonparametric Test.

b) Kemudian pilih K-independent Samples.

c) Akan muncul kotak dialog Test for Several Independent Samples.

d) Masukkan variabel warna, aroma, rasa dan tekstur ke dalam kotak Test Variable List. Kemudian masukkan variabel perlakuan pada Grouping Variabels.

e) Klik Kruskal Wallis pada Test Type.

f) Klik Define Range, kemudian akan muncul kotak dialog.

g) Masukkan angka 1 untuk minimum dan angka 4 untuk maximum, kemudian klik continue.

h) Klik Ok.

i) Hasil uji Kruskal Wallis dapat dilihat pada jendela output.

3. Pengujian Hipotesis dan Pengambilan Keputusan a) Hipotesis

Adapun hipotesis yang digunakan pada pengujian ini adalah sebagai berikut: Ho : Tidak ada perbedaan yang nyata dari beberapa kelompok perlakuan. Hi : Terdapat perbedaan yang nyata dari beberapa kelompok perlakuan. b) Pengambilan Keputusan

Pengambilan keputusan yang digunakan adalah berdasarkan probabilitas.

(57)

 Jika Asymp. Sig. < 0,05 maka Ho ditolak. Dengan kata lain, terdapat perbedaan yang nyata dari beberapa kelompok perlakuan.

b. Friedman Test 1. Menginput Data

a) Membuka program SPSS versi 17.0, kemudian akan muncul kotak dialog SPSS Statistics 17.0, klik type in data, klik Ok.

b) Pada SPSS Statistics Data Editor klik variable view di bagian kiri bawah. c) Masukkan variabel organoleptik, kontrol, SA1, SA2 dan SA3.

d) Pada variabel perlakuan, klik pada kolom values, maka akan muncul kotak dialog value labels. Pada value isi dengan angka, sedangkan pada label isi dengan

keterangan perlakuan (warna, aroma, rasa dan tekstur).

e) Pada variabel kontrol, klik pada kolom values, maka akan muncul kotak dialog value labels. Pada value isi dengan angka (1, 2, 3, 4 dan 5), sedangkan pada label

isi dengan keterangan skala hedonic (sangat tidak suka, tidak suka, biasa saja, suka, sangat suka). Lakukan langkah ini pada variabel SA1, SA2 dan SA3.

f) Klik data view di bagian kiri bawah, masukkan data sesuai dengan nama variabel dan data yang diperoleh.

2. Melakukan Friedman Test

a) Untuk melakukan uji Kruskal Wallis, klik menu Analyze, pilih Nonparametric Test.

(58)

c) Akan muncul kotak dialog Test for Several Related Samples.

d) Masukkan variabel yang akan diuji ke dalam kotak Test Variable List. e) Klik Friedman.

f) Pilih statistik, kemudian akan muncul kotak dialog. g) Pilih Descriptive, kemudian klik Continue.

h) Klik Ok.

(59)

40 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Setelah melakukan uji organoleptik yang meliputi warna, rasa, aroma dan tekstur terhadap yoghurt susu UHT dengan penambahan daun katuk dengan konsentrasi yang berbeda, diperoleh data seperti di bawah ini:

1. Warna

[image:59.595.82.513.222.720.2]

Warna merupakan salah satu aspek dari uji organoleptik. Pengujian warna ini dilakukan dengan cara, panelis mengamati sediaan yang disiapkan di atas gelas arloji kemudian panelis memberi penilaian sesuai dengan skala yang tersedia pada kuisioner. Hasil penilaian terhadap warna yoghurt dapat dilihat pada grafik di bawah ini:

Gambar 4.1 Grafik Rerata Kesukaan Panelis terhadap Warna

Re

rat

a S

k

or

War

n

(60)

Keterangan: 1 = Kontrol

2 = Perlakuan penambahan daun katuk sebanyak 1 gram (SA1) 3 = Perlakuan penambahan daun katuk sebanyak 2 gram (SA2) 4 = Perlakuan penambahan daun katuk sebanyak 3 gram (SA3)

Pada grafik di atas, dapat dilihat bahwa skor yang diberikan panelis terhadap warna pada perlakuan SA2 (penambahan katuk sebanyak 2 gram) lebih tinggi daripada perlakuan SA1, SA3 dan kontrol (tanpa perlakuan). Kontrol (tanpa perlakuan) merupakan skor paling rendah berdasarkan penilaian panelis. Rerata skor yang diberikan panelis untuk warna pada perlakuan SA2 adalah 4. Sedangkan, rerata skor yang diberikan panelis untuk warna pada perlakuan SA1 adalah 3,8, SA3 adalah 3,6, serta kontrol/tanpa perlakuan adalah 3,27.

Berdasarkan uji Kruskal Wallis, dihasilkan nilai Asymp. Sig. sebesar 0,123 yang dapat dilihat pada lampiran 6. Nilai tersebut lebih besar dari tingkat signifikan 0,05, sehingga diambil kesimpulan bahwa kelompok perlakuan, tidak memberi pengaruh yang signifikan terhadap warna dari yoghurt yang dihasilkan. Setiap perlakuan mempengaruhi skor yang diberikan oleh panelis, tetapi secara statistik menyatakan bahwa perlakuan tidak berbeda secara nyata.

2. Aroma

(61)
[image:61.595.83.512.118.629.2]

Gambar 4.2 Grafik Rerata Kesukaan Panelis terhadap Aroma Keterangan:

1 = Kontrol

2 = Perlakuan penambahan daun katuk sebanyak 1 gram (SA1) 3 = Perlakuan penambahan daun katuk sebanyak 2 gram (SA2) 4 = Perlakuan penambahan daun katuk sebanyak 3 gram (SA3)

Pada grafik di atas dapat dilihat bahwa rerata skor yang diberikan panelis yang tertinggi adalah pada kontrol dan perlakuan SA1 yaitu 3,3. Rerata skor yang diberikan panelis untuk aroma pada perlakuan SA2 dan SA3 secara berurutan adalah 2,93 dan 3,13.

Dari hasil uji Kruskal Wallis didapati Asymp.Sig. 0,273 yang lebih besar dari tingkat signifikan 0,05. Sehingga kesimpulan yang diambil adalah semua rerata skor dari kelompok perlakuan tidak berbeda nyata dalam hal aroma pada yoghurt yang dihasilkan. Dari hasil pengamatan

Re

rat

a S

k

or

A

(62)

menunjukkan bahwa perlakuan penambahan daun katuk dengan konsentrasi yang berbeda memberikan perngaruh terhadap aroma yoghurt, namun secara statistik semua perlakuan sama saja atau tidak terbukti berbeda nyata. Hasil uji Kruskal Wallis dapat dilihat pada lampiran 6. 3. Rasa

[image:62.595.85.511.186.718.2]

Selain warna dan aroma, rasa juga merupakan salah satu aspek organoleptik yang diuji. Hasil uji rasa dapat dilihat pada grafik di bawah ini:

Gambar 4.3. Grafik Rerata Kesukaan Panelis terhadap Rasa Keterangan:

1 = Kontrol

2 = Perlakuan penambahan daun katuk sebanyak 1 gram (SA1) 3 = Perlakuan penambahan daun katuk sebanyak 2 gram (SA2) 4 = Perlakuan penambahan daun katuk sebanyak 3 gram (SA3)

Re

rat

a S

k

or

(63)

Grafik di atas menunjukkan bahwa skor yang diberikan panelis terhadap rasa dari semua perlakuan serta kontrol tidak begitu jauh berbeda. Rerata skor tertinggi untuk rasa yoghurt adalah perlakuan SA3, yaitu 3,67. Sedangkan rerata skor terendah adalah pada kontrol dan pelakuan SA1, yaitu 3,47. Perlakuan SA2 memiliki rerata skor sebesar 3,53.

Uji statistik menggunakan Kruskal Wallis menghasilkan nilai signifikansi sebesar 0,650, yang dapat dilihat pada lampiran 6. Nilai tersebut lebih besar dari tingkat signifikan 0,05, sehingga kesimpulan dari uji Kruskal Wallis adalah tidak ada perbedaan yang nyata dari semua perlakuan, dengan kata lain kesukaan panelis dalam hal rasa untuk semua perlakuan adalah sama.

4. Tekstur

[image:63.595.87.515.219.603.2]
(64)
[image:64.595.82.510.113.635.2]

Gambar 4.4 Grafik Rerata Kesukaan Panelis terhadap Tekstur Keterangan:

1 = Kontrol

2 = Perlakuan penambahan daun katuk sebanyak 1 gram (SA1) 3 = Perlakuan penambahan daun katuk sebanyak 2 gram (SA2) 4 = Perlakuan penambahan daun katuk sebanyak 3 gram (SA3)

Grafik di atas menunjukkan bahwa ada perbedaan rerata skor yang diberikan panelis untuk tekstur dari yoghurt yang dihasilkan. Tekstur pada perlakuan SA1 dan SA2 memiliki rerata skor tertinggi dari pada yang lain, yaitu 4,33. Rerata skor untuk perlakuan SA3 adalah 4, sedangkan rerata skor tekstur pada kontrol adalah 3,93.

Uji statistik menggunakan Kruskal Wallis menghasilkan angka signifikan sebesar 0,490 yang lebih besar dari taraf signifikan 0,05. Oleh

Re

rat

a S

k

or

T

ek

(65)

karena itu, berdasarkan uji statistik maka disimpulkan bahwa semua perlakuan tidak terbukti berbeda nyata terhadap kesukaan panelis terhadap tekstur yoghurt yang dihasilkan. Hasil uji ini dapat dilihat di lampiran 6. Meskipun dari rerata skor menunjukkan adanya perbedaan, tetapi hasil uji statistik menunjukkan tidak ada perbedaan yang nyata.

5. Uji Rangking (overall)

[image:65.595.86.511.220.707.2]

Pada penelitian ini juga digunakan uji rangking terhadap semua parameter organoleptik yoghurt. Pengujian ini dilakukan untuk mempertegas formula yoghurt yang terbaik atau yang paling disukai oleh panelis. Dari hasil uji rangking menggunakan Friedman Test, maka didapati hasil seperti di bawah ini:

Gambar 4.5 Grafik Uji Rangking menggunakan Friedman Test.

M

ean

r

an

(66)

Keterangan: 1 = Kontrol

2 = Perlakuan penambahan daun katuk sebanyak 1 gram (SA1) 3 = Perlakuan penambahan daun katuk sebanyak 2 gram (SA2) 4 = Perlakuan penambahan daun katuk sebanyak 3 gram (SA3)

Pada grafik di atas, yoghurt dengan penambahan ekstrak daun katuk sebanyak 1 gram (SA1) merupakan yoghurt yang paling baik atau paling disukai oleh panelis dengan mean rank 2,62. Sedangkan skor mean rank yang paling randah adalah pada kontrol dengan 2,36. Hasil uji

rangking dapat dilihat pada lampiran 7.

B. Pembahasan

Uji organoleptik adalah suatu cara penilaian yang melibatkan indera. Prinsip uji organoleptik adalah proses penginderaan yang berarti alat indera dikenalkan dengan sifat-sifat benda melalui rangsangan yang diterima oleh alat indera. Bagian tubuh yang berperan dalam proses pengujian ini adalah mata (indera penglihatan), hidung (indera pembau), dan lidah (indera pengecap). Uji organoleptik yang dilakukan pada penelitian ini meliputi warna, aroma, rasa dan tekstur.

1. Warna

(67)

penskoran warna dengan cara melihat yoghurt yang telah disediakan, kemudian memberikan skor sesuai dengan kesukaan mereka. Dari hasil penskoran tersebut, diketahui bahwa warna yang paling diminati oleh panelis adalah warna pada perlakuan SA2, yaitu yoghurt dengan penambahan 2 gram daun katuk.

Dari komentar yang dituliskan oleh panelis, dikatakan bahwa warna pada perlakuan SA1 (penambahan daun katuk sebanyak 1 gram) kurang cerah, sedangkan untuk perlakuan SA3 (penambahan katuk sebanyak 3 gram) menunjukkan warna hijau yang terlalu pekat. Sedangkan warna pada kontrol (tanpa perlakuan) merupakan warna yang sudah dikenal

Gambar

Tabel 3.1 Tabulasi data uji organoleptik  ...................................................
Tabel 2.1. Kandungan Gizi dalam Tiap 100 g Yoghurt
Gambar 2.1 Biokul yoghurt plain
Gambar 2.2 Susu UHT PT. Ultrajaya
+7

Referensi

Dokumen terkait