TUGAS AKHIR
VARIASI MATERIAL PENYUSUN
BALL HEAD
HIP JOINT PROSTHESIS
PADA KONDISI
BERJALAN NORMAL DENGAN ANALISIS
DISTRIBUSI TEGANGAN DAN REGANGAN
MENGGUNAKAN
SOFTWARE
ABAQUS 6.5-1
Disusun :
FAJAR SANTOSO
NIM : D200000109
JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul:
VARIASI MATERIAL PENYUSUN BALL HEAD HIP JOINT PROSTHESIS PADA KONDISI BERJALAN NORMAL DENGAN
ANALISIS DISTRIBUSI TEGANGAN DAN REGANGAN MENGGUNAKAN SOFTWARE ABAQUS 6.5-1
Yang dibuat untuk memenuhi sebagian syarat memperoleh derajat sarjana S1 pada Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta, sejauh yang saya ketahui bukan merupakan tiruan atau duplikasi dan/atau pernah dipakai untuk medapatkan gelar kesarjanaan dilingkungan Universitas Muhammadiyah Surakarta atau instansi manapun, kecuali bagian yang sumber informasinya saya cantumkan sebagaimana mestinya.
Surakarta, 2 Juli 2009 Yang menyatakan
HALAMAN PERSETUJUAN
Tugas Akhir berjudul ” Variasi Material Penyusun Ball Head Hip Joint Prosthesis Pada Kondisi Berjalan Normal Dengan Analisis Distribusi Tegangan Dan Regangan Menggunakan Software Abaqus 6.5 -1”, telah disetujui oleh pembimbing dan diterima untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh derajat sarjana S1 pada jurusan teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Dipersiapkan oleh :
Nama : FAJAR SANTOSO NIM : D 200 000 109
Disetujui pada Hari : Tanggal :
Pembimbing Utama Pembimbing pendamping
HALAMAN PENGESAHAN
RINGKASAN/ABSTRAKSI LAPORAN TUGAS AKHIR
Artikel berjudul ”Variasi Material Penyusun Ball Head Hip Joint Prosthesis pada Kondisi Berjalan Normal dengan Analisis Distribusi Tegangan dan Regangan Menggunakan Software Abaqus 6.5-1”, telah disetujui Pembimbing dan disahkan Ketua Jurusan untuk memenuhi sebagian persyaratan memperoleh derajat S1 pada Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Dipersiapkan oleh:
Tri Widodo Besar Riyadi, ST, MSc
Pembimbing Pendamping
Bambang Waluyo Febriantoko, ST, MT
Mengetahui Ketua Jurusan,
MOTTO
“Maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain”
(QS Al Insyirah : 7)
PERSANTUNAN
Atas berkat rahmat Allah SWT dimana seluruh rasa syukur tertuju pada-Nya, laporan ini dapat terselesaikan. Shalawat dan salam semoga ditetapkan atas Nabi Muhammad SAW yang telah diutus oleh Allah untuk menunjukkan jalan yang terang di tengah kegelapan.
Karya ini aku haturkan kepada :
? Ibu dan almarhum ayahku yang dengan susah payah membesarkan aku.
? Saudara-saudaraku.
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum. Wr. Wb.
Syukur Alhamdulillah, penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkah dan rahmat-Nya sehingga penyusun laporan penelitian ini dapat terselesaikan.
Tugas Akhir berjudul ” Variasi Material Penyusun Ball Head Hip Joint Prosthesis pada Kondisi Berjalan Normal dengan Analisis Distribusi Tegangan dan Regangan Menggunakan Software Abaqus 6.5-1”, dapat terselesaikan atas dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini, penulis dengan segala ketulusan dan keikhlasan hati ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada.
1. Ir. H Sri Widodo, MT., selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta.
2. Marwan Effendy, ST. MT., selaku Ketua Jurusan Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Surakarta.
3. Ir. Masyrukan, MT., selaku Dosen pembimbing utama yang telah banyak memberikan ilmu dan arahan serta bimbingannya dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.
4. Dr. Supriyono, ST. MT., selaku Dosen Pembimbing pendamping terima kasih atas waktu, pengarahan, saran, dan dorongan dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.
5. Seluruh Dosen Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta, terima kasih untuk ilmu yang telah diajarkan selama berada dibangku kuliah.
7. Semua pihak yang telah membantu, sehingga terselesaikannya Tugas Akhir ini, semoga Allah membalas kebaikannya.
Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca akan penulis terima dengan senang hati.
Wasalammu’alaikum.Wr.Wb
Surakarta, November 2009
Penulis
DAFTAR ISI
Hal
Halaman Judul i
Pernyataan Keaslian Skripsi ii
Halaman Persetujuan iii
Halaman Pengesahan iv
Lembar Soal Tugas Akhir v
Lembar Motto vi
Abstrak vii
Kata Pengantar viii
Daftar Isi x
Daftar Tabel xii
Daftar Gambar xiii
Daftar Simbol xviii
Daftar Lampiran xix
BAB I PENDAHULUAN 1
1.6. Sistematika Penulisan 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6
2.1. Kajian Pustaka 6
2.2. Landasan Teori 12
2.2.1. Tulang-tulang anggota gerak 12
2.2.2. Persendian dan pergerakan 15
2.2.3. Hip Joint 17
2.2.4. Gambaran Umum Tentang Hip Joint Replacement 25 2.2.5. Desain Hip Joint Prosthesis 27 2.2.6. Variabel Proses Hip Joint Prosthesis 28 2.2.7. Material untuk Hip Joint Prosthesis 29
2.3. Teori ( latisitas 44
BAB III METODOLOGI PENELITIAN DAN LANGKAH KOMPUTASI 57
3.1. Metodologi Penelitian 57
3.2.1 Cara Membuka Aplikasi Abaqus 60 3.3. Langkah Komputasi dengan Menggunakan Abaqus 6.5-1 61
3.3.1. Desain Part 61
3.3.2. Langkah-langkah Analisis dan Simulasi 67
BAB IV HASIL SIMULASI DAN PEMBAHASAN 115
4.1. Analisis Distribusi Tegangan 115
4.4.1. Disitribusi Tegangan Maksimum pada Ball Head
yang Terbuat dari Alumina 115 4.4.2. Disitribusi Tegangan Maksimum pada Ball Head
yang Terbuat dari Silicon Carbide 116 4.4.3. Disitribusi Tegangan Maksimum pada Ball Head
yang Terbuat dari Silicon Nitride 117 4.4.4. Disitribusi Tegangan Maksimum pada Ball Head
yang Terbuat dari Zirconia 118 4.2. Analisis Tegangan pada Ball Head 119
4.2.1 Tegangan yang Terjadi pada Ball Head yang
Terbuat dari Alumina 119 4.2.2 Tegangan yang Terjadi pada Ball Head yang
Terbuat dari Silicon Carbide 121 4.2.3 Tegangan yang Terjadi pada Ball Head yang
Terbuat dari Silicon Nitride 122 4.2.4 Tegangan yang Terjadi pada Ball Head yang
Terbuat dari Zirconia 123 4.3. Analisis Regangan pada Ball Head 125
4.3.1 Analisis Regangan pada Ball Head yang
Terbuat dari Alumina 125
4.3.2 Analisis Regangan pada Ball Head yang
Terbuat dari Silicon Carbide 126 4.3.3 Analisis Regangan pada Ball Head yang
Terbuat dari Alumina Nitride 128 4.3.4 Analisis Regangan pada Ball Head yang
Terbuat dari Zirconia 129
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan 132
5.2. Saran 132
DAFTAR TABEL
Tabel 2.3. Macam-macam tipe zirconia 44
Tabel 2.4. Sifat-sifat khusus berbagai tipe zirconia 44
Tabel 3.1. Sifat-sifat beberapa material 61
Tabel 3.2. Nama set dan bagian yang dipilih 77 Tabel 3.3. Amplitudo gaya total untuk simulasi 93
Tabel 3.4. Boundary condition (BC) 102
Tabel 4.1. Tegangan maksimum yang terjadi dalam ball head
pada beberapa material 125
Tabel 4.2. Regangan maksimum yang terjadi pada ball head
DAFTAR GAMBAR
Hal Gambar 2.1. Pengukuran dan perhitungan circumferential strains 7 Gambar 2.2. Hasil pengukuran dan perhitungan relative displacement r 8 Gambar 2.3. Start up friction dari empat material dengan resting 9 Gambar 2.4. Start up friction dari empat material dengan load 10 Gambar 2.5. Finite element analysis pada hip joint head 11 Gambar 2.6. Tulang -tulang lengan dan tangan dilihat dari depan 12 Gambar 2.7. Tulang -tulang kaki dilihat dari depan 14 Gambar 2.8. Struktur dasar persendian lutut dan pinggul 15
Gambar 2.9. Hip joint yang normal 17
Gambar 2.10. Hip arthritis 18
Gambar 2.11. Bandul sederhana dengan panjang L 18 Gambar 2.12. Komponen gesek horizontal gaya FH 20 Gambar 2.13. Besarnya gaya pada hip joint 21 Gambar 2.14. Hasil pengukuran gaya pada hip joint prosthesis 22 Gambar 2.15. Suatu diagram yang menunjukkan rata -rata gaya 23 Gambar 2.16. Sistem koordinat pada tulang paha kiri 24
Gambar 2.17. Hip joint yang normal 25
Gambar 2.18. Indikasi terjadinya arthritis 25
Gambar 2 .19. Pemotongan tulang femur 26
Gambar 2.20. Pemasangan hip joint prosthesis 26 Gambar 2.21. Hip joint sebelum dan sesudah dilakukan hip replacement 27
Gambar 2.22. Hip joint prosthesis 28
Gambar 2.23. Diagram tegangan–regangan 49
Gambar 2.24. Ketika dua bodi saling kontak 51
Gambar 2.25. Interface shear stress 53
Gambar 2.26. Sistem putaran koordinat untuk menghasilkan tegangan 54 Gambar 2.27. Elemen persegi empat untuk analisis elemen hingga 55
Gambar 3.1. Metodologi Penelitian 57
Gambar 3.2. Diagram Alir Proses Running 58
Gambar 3.4. Menjalankan aplikasi ABAQUS 6.5-1 60
Gambar 3.5. Session ABAQUS 6.5 -1 60
Gambar 3.6. Kotak dialog Create Part 62
Gambar 3.7. Tool standar ABAQUS 6.5 -1 63
Gambar 3.8. Sketsa dimensi cone 63
Gambar 3.9. Kotak dialog Create Part 64
Gambar 3.10. Sketsa dimensi ball head 65
Gambar 3.11. Kotak dialog Create Part 66
Gambar 3.12. Sketsa dimensi stem 67
Gambar 3.13. Langkah untuk masuk ke kotak dialog Edit Material 68
Gambar 3.14. Kotak dialog Edit Material 68
Gambar 3.15. Proses pengisian nilai Young’s Modulus 69 Gambar 3.16. Cara masuk ke kotak dialog Create Section 70
Gambar 3.17. Kotak dialog Create Section 70
Gambar 3.18. Kotak dialog Edit Section 71
Gambar 3.19. Cara masuk ke Section Assignment Manager 72 Gambar 3.20. Kotak dialog Section Assignment Manager 72 Gambar 3.21. Kotak dialog Section Assignment 73
Gambar 3.22. Module Assembly 73
Gambar 3.23. Cara masuk ke kotak dialog Create Instance 74 Gambar 3.24. Kotak dialog Create Instance 74 Gambar 3.25. Tampilan part-part setelah dilakukan proses assembly 75
Gambar 3.26. Cara memulai set 75
Gambar 3.27. Kotak dialog Create Set 76
Gambar 3.28. Bagian-bagian yang diberi set 76
Gambar 3.29. Cara memulai Surface 78
Gambar 3.30. Kotak dialog Create Surface 78
Gambar 3.31. Penandaan surface untuk ball head bagian dalam 79 Gambar 3.32. Penandaan surface untuk cone bagian atas 79 Gambar 3.33. Penandaan surface untuk stem dan stem bagian bawah 79
Gambar 3.34. Cara masuk ke Module Step 80
Gambar 3.36. Kotak dialog Edit Step 81 Gambar 3.37. Cara masuk ke menu interaction 82 Gambar 3.38. Kotak dialog Create Interaction 82
Gambar 3.39. A wal penentuan surface yang akan diberi interaction 83 Gambar 3.40. Cara menentukan surface pertama 84
Gambar 3.41. Penentuan surface kedua 84
Gambar 3.42. Pemilihan surface kedua untuk interaction 85
Gambar 3.43. Kotak dialog Edit Interaction 86
Gambar 3.44. Kotak dialog Create Interaction Properties 86 Gambar 3.45. Kotak dialog Edit Contact Property 87
Gambar 3.47. Kotak dialog Edit Interaction 87
Gambar 3.48. Permukan yang digunakan dalam interaction kedua 88 Gambar 3.49. Memilih Interaction pada Module 89 Gambar 3.50. Kotak dialog Create Constraint 89 Gambar 3.51. Kotak dialog Region Selection 90 Gambar 3.52. Tombol Surface untuk memilih slave surface 90 Gambar 3.53. Kotak dialog Region Selection 91
Gambar 3.54. Kotak dialog Edit Constraint 91
Gambar 3.55. Grafik gaya total pada hip joint prosthesis 93 Gambar 3.56. Memilih Interaction pada Module 94 Gambar 3.57. Cara masuk ke Create Amplitude 94 Gambar 3.58. Kotak dialog Create Amplitude 95
Gambar 3.59. Cara masuk ke pilihan Load 96
Gambar 3.60. Kotak dialog Create Load 97
Gambar 3.61. Kotak dialog Region Selection 97
Gambar 3.62. Kotak dialog Edit Load 98
Gambar 3.63. Cara membuka aplikasi mesh 99
Gambar 3.64. Kotak dialog Global Seeds 99
Gambar 3.65. Cara memilih Element Type 100
Gambar 3.66. Kotak dialog Element Type 100
Gambar 3.67. Memilih menu part pada mesh di toolbar 101
Gambar 3.69. Tampilan part yang telah di-meshing 102 Gambar 3.70. Langkah awal membuat boundary condition 103 Gambar 3.71. Kotak dialog Create Boundary Condition 103 Gambar 3.72. Tombol Sets untuk memilih region 104 Gambar 3.73. Kotak dialog Region Selection 104 Gambar 3.74. Kotak dialog Edit Boundary Condition 105 Gambar 3.75. Langkah awal memasuki mode job 106
Gambar 3.76. Kotak dialog Create Job 106
Gambar 3.77. Kotak dialog Edit Job 107
Gambar 3.78. Cara memunculkan kotak dialog Job Manager 107
Gambar 3.79. Kotak dialog Job Manager 108
Gambar 3.80. Model visualisasi plot countours 108
Gambar 3.81. Model visualisasi 109
Gambar 3.82. Cara masuk ke History Output 110
Gambar 3.83. Kotak dialog History Output 110
Gambar 3.84. Kotak dialog Save XY Data As 111
Gambar 3.85. Kotak dialog XY Data Manager 111
Gambar 3.86. Kotak dialog Edit XY Data 112
Gambar 3.87. Cara membuka Field Output 113
Gambar 3.88. Mengambil data file report 113
Gambar 3.89. Cara menyimpan format file 114
Gambar 3.90. Menyimpan hasil simulasi dalam format video 114 Gambar 4.1. Distribusi tegangan maksimum pada ball head
yang terbuat dari alumina 116 Gambar 4.2. Distribusi tegangan maksimum pada ball head
yang terbuat dari silicon carbide 117 Gambar 4.3. Distribusi tegangan maksimum pada ball head
yang terbuat dari silicon nitride 118 Gambar 4.4. Distribusi tegangan maksimum pada ball head
yang terbuat dari zirconia 119 Gambar 4.5. Distribusi tegangan maksimum pada ball head
Gambar 4.6. Grafik tegangan yang terjadi pada ball head
yang terbuat dari alumina 120 Gambar 4.7. Distribusi tegangan maksimum pada ball head
yang terbuat dari silicon carbide 121 Gambar 4.8. Grafik tegangan yang terjadi pada ball head
yang terbuat dari silicon carbide 122 Gambar 4.9. Distribusi tegangan maksimum pada ball head
yang terbuat dari silicon nitride 122 Gambar 4.10. Grafik tegangan yang terjadi pada ball head
yang terbuat dari silicon nitride 123 Gambar 4.11. Distribusi tegangan maksimum pada ball head
yang terbuat dari zirconia 124
Gambar 4.12. Grafik tegangan yang terjadi pada ball head
yang terbuat dari zirconia 124
Gambar 4.13. Regangan maksimum pada ball head
yang terbuat dari alumina 126
Gambar 4.14. Grafik profil regangan pada ball head
yang terbuat dari alumina 126 Gambar 4.15. Regangan maksimum pada ball head
yang terbuat dari silicon carbide 127 Gambar 4.16. Grafik profil regangan pada ball head
yang terbuat dari silicon carbide 127
Gambar 4.17. Regangan maksimum pada ball head
yang terbuat dari silicon nitride 128 Gambar 4.18. Grafik profil regangan pada ball head
yang terbuat dari silicon nitride 129 Gambar 4.19. Regangan maksimum pada ball head
yang terbuat dari zirconia 130
Gambar 4.20. Grafik profil regangan pada ball head
DAFTAR SIMBOL
ln = Logaritma natural
Leff = Panjang efektif kaki [m]
T = Periode [s]
N = Gaya tegak lurus dengan permukaan tanah [N] µ = Koefisien gesek statis antara dua permukaan
W = Berat tubuh [kg]
K = Matriks kekakuan elemen
DAFTAR LAMPIRAN
VARIASI MATERIAL PENYUSUN
BALL HEAD
HIP JOINT
PROSTHESIS
PADA KONDISI BERJALAN NORMAL DENGAN
ANALISIS DISTRIBUSI TEGANGAN DAN REGANGAN
MENGGUNAKAN
SOFTWARE
ABAQUS 6.5-1
Fajar Santoso, Tri Widodo Besar Riyadi, Bambang Waluyo Febriantoko Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta
Jl. A. Yani Tromol Pos I Pabelan, Kartasura ABSTRAKSI
Aplikasi dari disiplin ilmu yang berkaitan dengan teknik mesin dalam berbagai aspek kehidupan semakin luas cakupannya, termasuk di bidang ortopedi. Hip joint manusia yang telah mengalami kerusakan parah pada bagian tulang rawannya akibat penyakit maupun benturan dapat diatasi dengan cara mengganti hip joint tersebut dengan hip joint prosthesis. Sebelum hip joint prosthesis dipasang pada tubuh, perlu dilakukan simulasi proses ini dengan program komputer agar diperoleh gambaran tentang kekuatan material hip joint sebelum benar-benar ditanam.
Simulasi komputer dilakukan dengan software Abaqus 6.5-1. Hip joint prosthesis yang terdiri dari cone, ball head, dan stem diberi beban tubuh pada stem sebesar 610 N untuk orang berjalan normal dengan amplitudo untuk gaya total. Empat simulasi yang dilakukan dibedakan berdasarkan material yang digunakan untuk ball head, yaitu alumina, silicon carbide, silicon nitride, dan zirconia. Density alumina sebesar 3970 kg/m³, silicon carbide sebesar 3200 kg/m3, silicon nitride sebesar 3250 kg/m3, dan zirconia sebesar 6050 kg/m3. Young’s modulus alumina sebesar 4,0 × 1011 Pa, silicon carbide sebesar 4,4 × 1011 Pa, silicon nitride sebesar 3,0 × 1011 Pa, dan zirconia sebesar 2,1 × 1011 Pa. Poisson’s ratio alumina sebesar 0,23, silicon carbide sebesar 0,16, silicon nitride sebesar 0,28, dan zirconia sebesar 0,31. Koefisien gesek untuk gesekan antara stem dengan ball head bagian dalam sebesar 0,35 dan untuk gesekan antara ball head dengan cone bagian dalam sebesar 0,3. Analisis dilakukan terhadap tegangan dan regangan yang terjadi pada ball head.
Tegangan maksimum yang terjadi pada ball head dengan material alumina sebesar 9,565 x 1010 Pa, silicon carbide sebesar 9,661 x 1010 Pa, silicon nitride sebesar 1,009 x 1011 Pa, dan zirconia sebesar 9,888 x 1010 Pa. Sementara itu, regangan maksimum yang terjadi pada ball head dengan material alumina sebesar 1,509 x 10-1 %, silicon carbide sebesar 1,42 x 10-1 %, silicon nitride sebesar 1,366 x 10-1 %, dan zirconia sebesar 3,031 x 10-1 %. Material yang paling baik digunakan untuk ball head adalah silicon nitride.
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sendi merupakan suatu engsel yang menghubungkan ruas tulang yang satu dengan yang lain, sehingga tulang-tulang tersebut dapat digerakkan sesuai dengan jenis persendian yang diperantarainya. Hal ini memungkinkan tubuh yang ditopang oleh tulang bisa melakukan gerakan.
Sebagian besar sendi manusia adalah sendi sinovial. Permukaan tulang yang bersendi diselubungi oleh tulang rawan yang lunak dan licin. Keseluruhan daerah sendi dikelilingi sejenis kantong yang terbentuk dari jaringan berserat yang disebut kapsul. Jaringan ini dilapisi membran sinovial yang menghasilkan cairan sinovial untuk melumasi. Bagian luar kapsul diperkuat oleh ligamen berserat yang melekat pada tulang, menahannya kuat-kuat di tempatnya dan membatasi gerakan yang dapat dilakukan.
Tulang rawan sendi yang melapisi ujung -ujung tulang mempunyai fungsi ganda yaitu untuk melindungi ujung tulang agar tidak aus dan memungkinkan pergerakan sendi menjadi mulus dan licin, serta sebagai penahan beban sekaligus peredam benturan.
kedokteran, penyakit sendi yang disebabkan karena penipisan tulang rawan sendi akibat proses penuaan serta kemunduran fungsi tulang rawan sendi disebut dengan istilah osteoartritis (osteoarthritis) atau pengapuran sendi. Meskipun demikian osteoartritis dapat menyerang pada orang yang relatif masih muda.
Pada kondisi osteoartritis yang sangat parah, selain rasa sakit yang semakin hebat, sendi menjadi kaku sehingga penderita sulit melakukan aktivitas.
Para ahli ortopedi telah menemukan cara untuk untuk mengatasi orsteoartritis yang sudah sangat parah, yaitu dengan melakukan hip joint implant. Hip joint implant adalah proses penggantian tulang pinggul dengan tulang buatan (hip prothesis) yang terdiri dari ball head, cup dan stem. Teknik hip joint implant ini telah dipraktekkan dengan sukses selama beberapa
tahun. Kemungkinan kegagalan hip joint implant sangat kecil karena pergeseran ball head dalam vivo hanya berjarak 1/10000. Semua itu dipengaruhi oleh adanya penggabungan antara stem dan ball head.
1.2. Rumusan Masalah
Cina Selatan) sendi mereka sangat imun terhadap penyakit ini. Ini berarti bahwa kebanyakan orang Indonesia rawan terhadap penyakit ini.
Pada saat berjalan, terjadi tegangan dan regangan pada sendi pinggul karena pada tempat itu terjadi kontak akibat beban yang dinamis. Perubahan ini seiring dengan posisi telapak kaki berada, baik sewaktu posisinya masih melayang maupun sesudah menginjak tanah secara penuh.
Distribusi tegangan dan regangan yang terjadi pada ball head akan memberikan informasi tentang material mana ya ng lebih tepat digunakan untuk ball head.
1.3. Batasan Masalah
Dalam penelitian ini diberikan batasan-batasan masalah agar tidak terjadi meluasnya permasalahan yaitu sebagai berikut:
1. Analisis dan simulasi dilakukan dengan software ABAQUS 6.5-1 pada hip joint bagian kiri orang yang berjalan pada kecepatan normal
dengan berat badan 610 N.
2. Material benda uji untuk ball head masing-masing adalah alumina, silicon carbide, silicon nitride, dan zirconia. Material untuk cone
menggunakan stainless steel. Material untuk stem menggunakan titanium.
4. Modulus elastisitas untuk material alumina sebesar 4,0 × 1011 Pa, untuk silicon carbide sebesar 4,4 × 1011 Pa, untuk silicon nitride sebesar 3,0 × 1011 Pa, untuk stainless steel sebesar 2,1 × 1011 Pa, untuk titanium sebesar 1,05 × 1011 Pa, dan untuk zirconia sebesar 2,1 × 1011 Pa.
5. Poisson’s ratio untuk material alumina sebesar 0,23, untuk silicon
carbide sebesar 0,16, untuk silicon nitride sebesar 0,28, untuk
stainless steel sebesar 0,3, untuk titanium sebesar 0,3, dan untuk
zirconia sebesar 0,31.
6. Koefisien gesek yang digunakan untuk gesekan antara stem dengan ball head bagian dalam sebesar 0,35 dan untuk gesekan antara ball
head dengan cone bagian dalam sebesar 0,3.
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan dari simulasi ini adalah untuk mengetahui pengaruh variasi material penyusun ball head pada hip joint prosthesis dilihat dari distribusi tegangan dan regangan.
1.5. Manfaat Penelitian
Penelitian pada simulasi ini akan mendatangkan beberapa manfaat yang bisa diambil, yaitu:
1. Penelitian ini dapat memberikan tambahan pengetahuan te ntang teknologi hip joint implant.
1.6. Sistematika Penulisan
Sistematika laporan tugas akhir ini memuat tentang isi bab-bab yang dapat diuraikan sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini berisi tentang latar belakang, tujuan penelitian, perumusan masalah, batasan masalah, manfaat penelitian, sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
Bab ini berisi tentang teori-teori yang berhubungan dengan proses hip joint implant.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN DAN LANGKAH SIMULASI Bab ini meliputi penjelasan tentang metode penelitian, cara pemodelan dengan ABAQUS CAE serta penjelasan bagaimana melakukan simulasi.
BAB IV HASIL SIMULASI DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi tentang hasil simulasi untuk beragam material pembentuk ball head yang berbeda jenisnya, gambar grafik dan gambar material.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Berisi tentang kesimpulan hasil penelitian dan saran-saran. DAFTAR PUSTAKA
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1. Kajian pustaka
Arthritis Research Campaign (ARC) menyatakan bahwa diperlukan
penggantian pinggul secara total (Total Hip Replacement atau THR) jika sendi pinggul rusak akibat radang sendi. Kerusakan semacam ini kebanyakan disebabkan oleh osteoarthritis atau bisa juga akibat radang sendi jenis yang lain, yaitu rheumatoid arthritis.
Penggantian secara total terhadap permukaan persendian tampaknya merupakan cara ideal untuk mengobati setiap kelainan yang menyebabkan kerusakan sendi (Charnly, 1979). Sebelum sendi-sendi artifisial (prosthese) tersedia, satu-satunya pilihan selain artrodesis adalah memotong bagian sendi tersebut. Tindakan ini disebut artroplastieksisi dan jarang diperlukan sekarang. Aliase logam modern dan plastik dengan kerapatan tinggi sudah memungkinkan dikembangkannya suatu sendi artifisial untuk berbagai tempat. Panggul adalah tempat pertama yang dikerjakan dan tetap menjadi yang paling dapat diandalkan (Paul A. Dieppe,1995).
Implan pada sendi buatan harus mampu mengatasi masalah-masalah yang akan ditimbulkan antara lain: (1) implan prostetik harus tahan lama; (2) implan harus memungkinkan pergerakan mulus pada persendian; (3) implan harus terikat erat pada kerangka; dan (4) implan harus lembam dan tidak menimbulkan reaksi yang tidak dikehendaki dalam jaringan (A. Graham Apley, 1995).
sendi buatan mencapai sekitar 150000 orang tiap tahunnya. Hal ini kebanyakan diakibatkan oleh kelainan (perubahan bentuk) pada tulang akibat penuaan atau reumatik pada sendi. Jumla h ini terus mengalami peningkatan sebesar 8 persen setiap tahunnya. Data dari American Academy of Orthopaedic Surgeons (AAOS) menyebutkan bahwa beratus
ribu orang yang mengalami penggantian pinggul memiliki kemungkinan untuk hidup lebih aktif, 80 persen dari mereka yang mengalami penggantian sendi pinggul atau sendi lutut bisa bertahan sedikitnya 20 tahun. Data dari Pusat Statistik Kesehatan Nasional Amerika pada tahun 2001 menyatakan bahwa telah dilakukan penggantian tulang pinggul pada sekitar 165000 orang. Penggantian ini mempunyai kelemahan karena tidak bertahan seumur hidup, sehingga mereka memerlukan perawatan. Selama ini kelonggaran adalah masalah komplikasi utama pada penggunaan sendi buatan ini.
Bernhard Weisse (2003) menunjukkan hasil dari pengukuran dan perhitungan tegangan pada ball head tipe L untuk kasus beban statis yang melawan 100º cone dengan axial load FR 5, 10, 20, dan 30 kN seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.1.
Hasil pengukuran dan perhitungan relative displacement r pada kerucut antara ball head dengan stem ditunjukkan pada gambar 2.2. Pada analisis FE (Finite Element) perbedaan koefisien gesek antara stem dengan ball head diperhitungkan sebanyak: 0,2, 0,35, dan 0,5.
Gambar 2.2 . Hasil pengukuran dan perhitungan relative displacement r pada kerucut antara ball head dengan stem pada kasus beban statis yang
melawan 100º cone (Weisse, dkk., 2003)
Y.S. Zhou (1997) melakukan penelitian tentang perbandingan friction properties dari empat material untuk joint replacement. Gambar 2.3.a dan 2.3.b menunjukkan start up friction dengan empat material dengan resting time pada pembebanan 40 N dan 120 N secara berturut-turut. Resting time
mempunyai suatu pengaruh pada start up friction dari alumina pada alumina, silicon carbide pada silicon carbide, dan silicon nitride pada silicon nitride.
Bagaimanapun, itu berpengaruh pada start up friction dari zirconia pada zirconia. Sebagai tambahan, resting time mempunyai pengaruh yang
(a)
(b)
(a)
(b)
Gambar 2.4.(a) Start up friction dari empat material dengan load (lubricant, CMC-Na wt.% water solution; resting time 3 s) (b) Start up friction dari empat material dengan load (lubricant, CMC-Na wt.% water solution; resting time 300 s) (Zhou, dkk., 1997)
(a)
(b)
Gambar 2.5.(a) Finite element analysis dari distribusi tegangan pada hip joint head. (b) Pengaruh dari taper material dan struktur permukaan pada kemampuan menahan beban dari ball/stem (Richter dan Willmann, 1997)
Situasi dua bounderline harus dihindari. Area kontak pada bagian akhir pada taper yang mana lebih dekat pada kubah tidak harus semua kecil. Pada sisi lain, sudut dari metal taper tidak harus menjadi sangat besar seperti lapisan pelindung kontak antara taper dan ball to the rim pada ball opening. Ini berarti keduanya sangat membutuhkan toleransi.
Eksperimen ini menunjukkan bahwa kemampuan menahan beban pada ball head betul-betul tergantung pada material. Titanium, secara umum,
tambahan, struktur ujung permukaan sangat berpengaruh terhadap kemampuan menahan beban.
2.2. Landasan teori
2.2.1. Tulang-tulang anggota gerak 2.2.1.1. Tulang-tulang lengan
Tulang-tulang lengan dan tangan manusia terdiri dari beberapa bagian yaitu: skapula, klavikula, humerus, ulnaris, ossa kalpalia, ossa metakarpalia, dan phalanges seperti terlihat pada gambar 2.6.
Gambar 2.6. Tulang-tulang lengan dan tangan dilihat dari depan (Gibson,1995)
Keterangan gambar:
- Klavikula adalah tulang kolar yang hampir menyerupai huruf S yang melekat pada ujung medial kemanubrium sternum, pada ujung lateral ke processus acromiom dari skapula.
- Humerus adalah tulang panjang dengan kaput (ujung atas), korpus, dan ujung bawah.
- Radius adalah tulang pada sisi luar dari lengan bawah yang memiliki ujung proksimal dengan kaput, collum, dan tuberositas (tempat melekatnya tendon dari otot bisep).
- Ulna adalah tulang panjang pada sisi dalam lengan bawah.
- Karpalia adalah tulang pergelangan yang terdiri dari delapan ruas tulang kecil yang tidak beraturan yang tersusun menjadi dua baris. - Metakarpal adalah lima ruas tulang pada tangan.
2.2.1.2. Tulang-tulang tungkai
Gambar 2.7. Tulang -tulang kaki dilihat dari depan (Gibson,1995)
Keterangan gambar:
- Os coxae adalah tulang besar, kuat, dan merupakan tulang yang berbentuk tidak teratur.
- Femur adalah tulang panjang yang terdiri dari tiga bagian yaitu ujung atas, korpus, dan ujung bawah.
- Patela adalah tulang berbentuk segitiga kasar dengan sudut-sudut yang membulat dan bagian apeksnya meruncing kebawah.
2.2.2. Persendian dan pergerakan 2.2.2.1. Persendian
Persendian adalah kumpulan dari jaringan-jaringan yang menghubungkan antara dua tulang atau lebih, baik yang dapat bergerak maupun yang tidak bergerak. Beberapa persendian (misalnya pada lutut) mempunyai bantalan jaringan yang di antaranya seperti pada gambar 2.8.
Gambar 2.8. Struktur dasar persendian: (a) lutut, (b) pinggul (Gibson,1995)
Ada beberapa jenis persendian pada tulang manusia diantaranya:
(a)
1. Sendi hinge. Sendi hinge adalah sendi yang dapat menghasilkan pergerakan fleksi dan ekstensi, seperti pada siku.
2. Sendi bola dan soket. Pada sendi jenis ini, kaput salah satu tulang masuk ke dalam mangkuk tulang yang lainnya, seperti halnya pada sendi panggul.
3. Sendi kondiloid, yaitu suatu sendi hinge yang memungkinkan pergerakan lateral seperti persendian temporomandibular (dagu).
4. Sendi plana. Sendi plana merupakan salah satu permukaan artikulasio tulang yang mempunyai bentuk plana, seperti persendian pada pergelangan.
2.2.2.2. Gerakan Persendian
Ada tiga macam pergerakan persendian pada tulang manusia, yaitu:
1. Glinding. Pada tipe ini pergerakan sendi dimulai dari salah satu permukaan yang berada di atas, sedangkan yang lain sebagai sendi bidang.
2. Flexi. Pergerakan flexi merupakan gerakan menurunkan sudut persendian, seperti halnya ketika melipat siku.
2.2.3. Hip joint
2.2.3.1. Hip joint yang normal
Hip joint adalah sambungan dari tulang-tulang yang menjadi
tumpuan paling besar (weight bearing). Hip joint terdiri dari tiga bagian utama, yaitu: femur, femoral head, dan rounded socked.
Gambar 2.9. Hip joint yang normal (www.nlm.nih.gov)
Di dalam hip joint yang normal (gambar 2.9) terdapat suatu jaringan yang lembut dan tipis yang disebut dengan selaput synovial. Selaput ini membuat cairan yang melumasi dan hampir
menghilangkan efek gesekan di dalam hip joint. Permukaan tulang juga mempunyai suatu lapisan tulang rawan (articular cartilage) yang merupakan bantalan lembut dan memungkinkan
Gambar 2.10. Hip arthritis (www.nlm.nih.gov)
2.2.3.2. Gaya-gaya yang terjadi saat berjalan 2.2.3.2.1. Gerakan oscillatory
Ketika berjalan, kaki (dan tangan) melakukan gerakan berulang yang serupa bandul. Dengan menggunakan observasi ini, kecepatan berjalan pada langkah alamiah dapat dihitung.
John R, Cameron (1999) menjelaskan bahwa besarnya amplitudo pada gerakan osilasi kecil, sementara periode bandul T= 2? (L/g)1/2, dimana g adalah gravitasi
(lihat gambar 2.11). Untuk tipe kaki orang yang tingginya 2 m, panjang efektif kaki (Leff) = 0,2 m dan periode (T) = 0,9 s (lihat gambar 2.11).
2.2.3.2.2. Gaya gesekan
Gaya gesekan terjadi bila tubuh melakukan gerakan, misalnya memegang tambang, berjalan, atau berlari. Penyakit pada tulang seperti seperti arthritis, akan menambah besarnya gesekan, dan lama-kelamaan akan mengakibatkan kerusakan permanen.
Ketika tumit seseorang menyentuh tanah saat berjalan, suatu gaya dari tanah mendesak kaki (gambar 2.12.a). Gaya dari tanah dapat diurai menjadi komponen horizontal dan vertikal. Gaya vertikal, yang didukuk ung oleh permukaan, diberi label N (suatu gaya tegak lurus dengan permukaan). Komponen horizontal FH didukung oleh gaya gesek. Gaya gesek maksimum Ff biasanya dijabarkan dengan:
Ff = ?N...(1)
Dengan :
?= Koefisien statis antara dua permukaan (dimana nilai koefisien gesekan sendi tulang berpelumas adalah 0,003).
N= Gaya tegak lurus dengan permukaan (Newton).
Gambar 2.12.(a) Komponen gesek horizontal gaya FH dan komponen vertikal gaya N dengan resultan R yang ada pada tumit pada saat menjejakkan tanah, memperlambat kaki dan tubuh. (b) ketika kaki meninggalkan tanah komponen gesek gaya FH mencegah kaki tergelincir ke belakang dan menyediakan gaya untuk mengakselerasikan tubuh ke depan (Cameron, dkk., 1999)
2.2.3.2.3. Gaya dinamis pada sendi pinggul
Ketika berjalan beban yang terjadi pada kaki, khususnya sendi pinggul, bersifat dinamis. Seperti ditunjukkan hasil penelitian Paul J. P (Adams, Direct measurement of local pressures in the cadaveric human
hip joint during simulated level walking, 1985) dimana ia
Gambar 2.13. Besarnya gaya pada hip joint dan waktu yang dibutuhkan untuk sekali langkah (Adams, 1985)
Gambar 2.14. Hasil pengukuran besarnya gaya pada hip joint prosthesis kaki kiri seorang pria dengan berat 62 kg dengan waktu sekitar 1.2 detik untuk sekali langkah (www.orthoload.com)
Sewaktu berjalan terdapat saat ketika hanya satu kaki yang menjejak tanah dan pusat gravitasi tubuh terletak pada kaki tersebut. Gambar 15 menunjukkan gaya yang paling penting yang terjadi pada kaki tersebut. Dimana gaya itu adalah:
1. Gaya vertikal ke atas pada kaki, setara dengan berat tubuh W;
2. Berat kaki WL, yang rata -rata setara dengan W/7; 3. R, gaya reaksi antara femur dan pinggul sebesar
2,4W;
menyediakan gaya untuk menjaga tubuh tetap seimbang yang besarnya 1,6W.
Gambar 2.15. Suatu diagram yang menunjukkan rata-rata gaya dan dimensi (dalam cm) untuk pinggul-kaki di bawah beragam kondisi (Cameron, dkk., 1999)
Dari gambar 2.15 di atas dapat dijelaskan sebagai berikut: (a).Ketika seseorang berdiri di atas satu kaki. Gaya
vertikal ke atas merupakan berat W seseorang. Berat kaki WL diambil menjadi W/7 dan sudut otot abductor pinggul yang diindikasikan dengan T
adalah sebesar 700. R adalah gaya raksi antara pinggul dan kepala femur (sendi pinggul).
(c). Ketika tongkat dipergunakan, gaya abductor T dan gaya reaksi R pada kepala femur berkurang cukup besar. Gaya ke atas Fc = W/6 memberikan T? 0,65W dan R? 1,3W.
2.2.3.2.3.Sistem koordinat pada sendi pinggul
Komponen-komponen arah beban pada sendi pinggul ditulis dengan -Fx, -Fy, -Fz dengan suatu tanda yang negatif. Nilai-nilai gaya positif menandai (adanya) aksi komponen-komponen terhadap femoral head. Tegangan ke arah atas ditulis dengan Fz, sementara beban arah depan dengan Fx dan beban arah samping dengan Fy.
2.2.4. Gambaran umum tentang hip joint replacement 2.2.4.1. Indikasi dan proses hip joint replacement
Gambar-gambar di bawah menunjukkan gambaran tentang hip joint yang normal serta indikasi terjadinya radang sendi dan
tahapan-tahapan proses hip replacement sampai hasil hip replacement.
Gambar 2.17. Hip joint yang normal (www.nlm.nih.gov).
Gambar 2.17 menunjukkan anatomi hip joint yang normal. Femoral head masih memiliki articular cartilage yang baik, dimana masih mampu mengeluarkan cairan yang melumasi dan mengurangi efek gesekan pada sambungan sendi.
Pada gambar 2.18 terlihat bahwa articular cartilage pada femoral head telah berkurang, hal inilah yang menyebabkan
terjadinya radang sendi.
Gambar 2.19 dan 2.20 adalah gambaran tentang penggantian sambungan tulang pinggul dengan sambungan tulang pinggul tiruan (hip joint prosthesis). Gambar 2.18 menunjukkan pemotongan tulang femur, yang kemudian diganti dengan hip joint prosthesis dengan
cara menanam stem pada tulang femur dan cup pada acetabulum, seperti terlihat pada gambar 2.19.
Gambar 2.19. Pemotongan tulang femur (www.nlm.nih.gov)
Gambar 2.21 menunjukkan perbandingan antara hip joint yang belum dilakukan penggantian sambungan tulang dan setelah dilakukan penggantian tulang.
Gambar 2.21. Hip joint sebelum dan sesudah dilakukan hip replacement (www.nlm.nih.gov)
2.2.5. Desain hip joint prosthesis
Hip joint prosthesis terdiri dari empat bagian (gambar 2.22):
1. Cup. Cup berfungsi untuk menggantikan hip socket. Cup umumnya terbuat dari plastik, keramik, atau metal.
2. Metal ball head, yang akan menggantikan fractured head dari femur.
3. Stem (batang metal) yang terkait dengan batang tulang untuk menambahkan stabilitas hip joint prosthesis.
Gambar 2.22. Hip joint prosthesis (Suhendra, 2005)
Keterangan: A. Cup B. Ball head C. Stem
D. Batang
2.2.6. Variabel proses hip joint prosthesis
Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan simulasi hip joint antara lain:
1. Gesekan
2. Kekuatan material
Material hip yang mempunyai kekuatan elastisitas maksimum yang besar mampu menahan tegangan yang lebih besar sehingga produk tidak mudah mengalami deformasi, sedangkan material dengan kekuatan elastisitas maksimum yang kecil akan mudah mengalami cacat.
2.2.7. Material untuk hip joint prosthesis
Material yang digunakan untuk hip joint prosthesis umumnya terbuat dari bahan keramik pada bagian ball head-nya. Bahan keramik yang sering digunakan adalah alumina, silicon, carbide, silicon nitride , dan zirconia. Tabel 2.1 menunjukkan sifat-sifat dari keempat material tersebut.
Tabel 2.1. Sifat-sifat alumina, silicon carbide, silicon nitride, dan zirconia (Weisse, 1997)
Sementara itu untuk bahan stem dan cone serta bahan ball head yang lain bisa dilihat pada tabel 2.2.
2.2.7.1. Aluminium oksida (alumina)
Aluminium oksida adalah sebuah senyawa kimia dari aluminium dan oksigen, dengan rumus kimia Al2O3. Nama mineralnya adalah alumina, dan dalam bidang pertambangan, keramik dan teknik
material senyawa ini lebih banyak disebut dengan nama alumina. Aluminium oksida berperan penting dalam ketahanan logam aluminium terhadap perkaratan dengan udara. Logam aluminium sebenarnya amat mudah bereaksi dengan oksigen di udara. Aluminium bereaksi dengan oksigen membentuk aluminium oksida, yang terbentuk sebagai lapisan tipis yang dengan cepat menutupi permukaan aluminium. Lapisan ini melindungi logam aluminium dari oksidasi lebih lanjut. Ketebalan lapisan ini dapat ditingkatkan melalui proses anodisasi. Beberapa alloy (paduan logam), seperti perunggu aluminium, memanfaatkan sifat ini dengan menambahkan aluminium pada alloy untuk meningkatkan ketahanan terhadap korosi.
Al2O3 yang dihasilkan melalui anodisasi bersifat amorf, namun beberapa proses oksidasi seperti plasma electrolytic oxydation menghasilkan sebagian besar Al2O3 dalam bentuk kristalin, yang meningkatkan kekerasannya.
Secara alami, aluminium oksida terdapat dalam bentuk kristal corundum. Batu mulia rubi dan sapphire tersusun atas corundum
Aluminium oksida merupakan komponen dalam bijih bauksit aluminium yang utama. Bijih bauksit terdiri dari Al2O3, Fe2O3, dan SiO2 yang tidak murni. Campuran ini dimurnikan terlebih dahulu melalui Proses Bayer dengan reaksi seperti di bawah:
Al2O3 + 3H2O + 2NaOH + panas ? 2NaAl(OH)4
Fe2O3 tidak larut dalam basa yang dihasilkan, sehingga bisa dipisahkan melalui penyaringan. SiO2 larut dalam bentuk silikat Si(OH)62-. Ketika cairan yang dihasilkan didinginkan, maka akan terjadi endapan Al(OH)3, sedangkan silikat masih larut dalam cairan tersebut. Al(OH)3 yang dihasilkan kemudian dipanaskan seperti reaksi di bawah:
2Al(OH)3 + panas ? Al2O3 + 3H2O Al2O3 yang terbentuk adalah alumina.
2.2.7.2. Silicon carbide
Silicon carbide (SiC, dan juga disebut dengan carborundum) adalah persenyawaan dari silicon dan karbon. Biasanya SiC merupakan senyawa sintetis yang digunakan secara luas sebagai bahan abrasif. Silicon carbide juga terbentuk secara alamiah di alam sebagai mineral yang teramat la ngka yang disebut dengan moissanite. Bijih silicon carbide diikat bersama dengan disinter
untuk dapat membentuk keramik yang sangat keras.
Karena jarang terdapat moissanite alami, silicon carbide pada umumnya merupakan buatan manusia. Kebanyakan sering digunakan sebagai bahan abrasif, semikonduktor dan sebagai berlian tiruan dengan kualitas seperti aslinya. Proses fabrikasi yang sederhana adalah dengan mengkombinasikan pasir silika dan karbon dalam tungku grafit tahanan listrik Acheson pada temperatur yang tinggi (1600°C dan 2500°C).
Material ini terbentuk di dalam tungku Acheson dengan tingkat kemurnian yang bervariasi tergantung pada jaraknya dari sumber panas resistor grafit. Kristal yang tidak berwarna, kuning pucat, dan hijau memiliki kemurnian yang paling tinggi dan ditemukan paling dekat dengan resistor. Perubahan warna menjadi biru dan hitam akan ditemukan pada jarak yang lebih jauh dari resistor, dan kristal-kristal gelap itu kurang murni.
Silicon carbide yang ada sedikitnya terdiri dari 70 bentuk kristal.
dijumpai; yang terbentuk pada temperatur lebih dari 2000°C dan memiliki struktur kristal heksagonal (serupa dengan Wurtzite). Modifikasi beta (ß-SiC), dengan suatu struksur kristal batuan seng (serupa dengan berlian), terbentuk pada temperatur di bawah 2000°C.
Silicon carbide memiliki massa jenis 3,2 g/cm³, dan
memiliki temperatur sublimasi (kira-kira 2700°C). Inilah yang membuatnya berguna untuk bearing dan komponen tanur. SiC memiliki koefisien muai termal yang sangat rendah (4,0 × 10-6/K) dan dialami tanpa peralihan fase yang akan menyebabkan diskontinyunitas pada ekspansi panas. www.wikipedia.org (11 April 2009) menyatakan bahwa silicon carbide memiliki ketahanan alami terhadap oksidasi.
Sekarang, material ini telah dikembangkan menjadi keramik untuk teknik dengan tingkat mutu yang tinggi dengan sifat-sifat mekanik yang sangat bagus. Material ini juga digunakan untuk bahan-bahan abrasif, bahan-bahan tahan pecah, keramik, dan banyak kegunaan untuk aplikasi lainnya.
Sifat-sifat utama silicon carbide:
? Massa jenisnya rendah
? Kekuatannya tinggi
? Ekspansi panasnya rendah
? Penghantar panas yang baik
? Kekerasannya tinggi
? Modulus elastisitasnya tinggi
? Ketahanannya terhadap thermal shock sangat tinggi
? Ketahanannya terhadap reaksi kimia sangat bagus.
2.2.7.3. Silicon nitride
Silicon nitride (Si3N4) merupakan senyawa buatan manusia yang digabungkan menjadi satu melalui beberapa metode reaksi kimia. Bagian-bagian di-press dan disinter dengan metode yang dikembangkan dengan baik untuk menghasilkan sebuah keramik dengan sifat-sifat yang unggul. Keberadaan silicon nitride di alam terbatas pada batu meteorit, di mana hal itu merupakan kejadian yang sangat jarang terjadi.
Sifat –sifat utama:
? Kekuatannya yang sangat tinggi pada rentang temperatur
yang luas
? Ketangguhannya yang tinggi terhadap retak
? Kekerasannya tinggi
? Ketahanan yang tinggi terhadap pemakaian, baik terhadap
tumbukan maupun akibat gesekan
? Ketahanan yang baik terhadap kejutan panas
? Ketahanan yang baik terhadap bahan kimia
Silicon nitride (Si3N4) adalah zat padat yang keras. Zat ini
adalah komponen utama keramik silicon nitride yang mempunyai ketahanan kejut yang baik dan sifat-sifat mekanik serta panas yang baik dibandingkan dengan keramik jenis yang lain.
Silicon nitride dapat diperoleh dengan reaksi langsung antara
silicon dengan nitrogen pada temperatur yang tinggi. Silicon nitride
juga dibentuk dengan menggunakan CVD (chemical vapor deposition), atau satu di antara jenis-jenis ini, seperti PECVD
(plasma-enhanced chemical vapor deposition).
Sebagiaan besar monolithic silicon nitride digunakan sebagai material untuk alat potong, kaitannya dengan kekerasannya, stabilitas panasnya, dan ketahannya untuk digunakan. Material ini secara khusus disarankan untuk permesinan berkecepatan tinggi pada besi cor. Pada permesinan baja, material ini selalu dilapisi dengan titanium nitride untuk meningkatkan ketahanan kimianya. Silicon nitride memiliki massa molar 140,28 g/mol, massa jenis 3.44
g/cm3, dan titik leleh 1900°C.
2.2.7.4. Stainless steel
Stainless steel merupakan baja paduan yang mengandung
minimal 10.5% Cr. Sedikit saja stainless steel yang mengandung lebih dari 30% Cr atau kurang dari 50% Fe. Karakteristik khusus stainless steel adalah pembentukan lapisan film kromium oksida
(Cr2O3). Lapisan ini berkarakter kuat, tidak mudah pecah dan tidak terlihat secara kasat mata. Lapisan kromium oksida dapat terbentuk kembali jika lapisan rusak dengan kehadiran oksigen. Pemilihan stainless steel didasarkan atas sifat-sifat materialnya antara lain
ketahanan korosi, fabrikasi, mekanik, dan biaya produk.
Umumnya berdasarkan paduan unsur kimia dan persentasi, stainless steel dibagi menjadi lima kategori (Gadang Priyotomo,
2.2.7.4.1. Stainless steel martensitik
Baja kategori ini merupakan paduan kromium dan karbon yang memiliki struktur martensit body-centered cubic (bcc) yang terdistorsi saat kondisi bahan dikeraskan. Baja ini merupakan ferromagnetic, bersifat dapat dikeraskan dan umumnya tahan korosi di lingkungan yang kurang korosif. Kandungan kromium umumnya berkisar antara 10,5 – 18%, dan karbon melebihi 1,2%. Kandungan kromium dan karbon dijaga untuk mendapatkan struktur martensit saat proses pengerasan. Karbida berlebih meningkatkan ketahanan aus. Unsur niobium, silicon, tungsten, dan vanadium ditambah untuk memperbaiki proses temper setelah proses pengerasan. Sedikit kandungan nikel meningkatkan ketahanan korosi dan ketangguhan.
2.2.7.4.2. Stainless steel feritik
Kandungan karbon yang rendah pada baja feritik menyebabkannya tidak dapat dikeraskan dengan perlakuan panas. Sifat mampu las, keuletan, dan ketahanan korosi dapat ditingkatkan dengan mengatur kandungan tertentu dari unsur karbon dan nitrogen.
2.2.7.4.3. Stainless steel austenitik
Stainless steel austenititk merupakan paduan logam
besi-krom-nikel yang mengandung 16-20% kromium, 7 - 22% dari berat nikel, dan nitrogen. Logam paduan ini merupakan paduan berbasis ferrous dan struktur kristal face centered cubic (fcc). Struktur kristal akan tetap berfasa austenit bila
unsur nikel dalam paduan diganti dengan mangan (Mn) karena kedua unsur merupakan penstabil fasa austenit. Stainless steel austenitik tidak dapat dikeraskan melalui
perlakuan celup cepat (quenching). Umumnya jenis baja ini dapat tetap dijaga sifat austenitiknya pada temperatur ruang, lebih bersifat ulet dan memiliki ketahanan korosi lebih baik dibandingkan stainless steel ferritik dan martensit.
Stainless steel austenitik hanya bisa dikeraskan melalui
Salah satu jenis stainless steel austenitik adalah AISI 304. Baja austenitik ini mempunyai struktur kubus satuan bidang (face center cubic atau fcc) dan merupakan baja dengan ketahanan korosi yang tinggi. Komposisi unsur-unsur pemadu yang terkandung dalam AISI 304 akan menentukan sifat mekanik dan ketahanan korosi. Baja AISI 304 mempunyai kadar karbon sangat rendah 0,08% dari berat. Kadar kromium berkisar 18 - 20% dari berat dan nikel 8 - 10,5% dari berat. Kadar kromium cukup tinggi membentuk lapisan Cr2O3 yang protektif untuk meningkatkan ketahanan korosi.
2.2.7.4.4. Stainless steel dupleks
2.2.7.4.5. Stainless steel pengerasan endapan
Jenis baja ini merupakan paduan unsur utama kromium-nikel yang mengandung unsur precipitation-hardening antara lain tembaga, aluminium, atau titanium. Baja ini berstruktur austenitik atau martensitik dalam kondisi anil. Kondisi baja berfasa austenitik dalam keadaan anil dapat diubah menjadi fasa martensit melalui perlakuan panas. Kekuatan material melalui pengerasan endapan pada struktur martensit.
2.2.7.5. Titanium
Titanium mempunyai ketahanan korosi sangat baik, hampir serupa dengan ketahanan korosi baja tahan karat. Titanium sendiri merupakan suatu logam yang aktif, tetapi titanium membentuk lapisan pelindung yang halus pada permukaannya yang mencegah terjadinya korosi ke dalam. Ketika titanium dipanaskan di udara, maka akan terjadi lapisan kulit TiO, Ti2O dan TiO2, sedangkan hidrogen yang terbentuk dari uap air di udara di-absorb oleh titanium. Selanjutnya O dan N, juga di-absorb oleh titanium. Inilah
yang menyebabkan titanium menjadi keras. Titanium akan menjadi getas bila dipanaskan pada atau diatas temperatur 700ºC. Oleh karena itu pemanasan titanium di udara harus dilakukan secara hati-hati.
2.2.7.5.1. Paduan titanium fase a
Paduan Ti-5%Al-2,5%Sn adalah paduan fasa a yang khas yang mempunyai keuletan cukup dan mampu las yang baik dan kekuatan melar yang tinggi sampai kira-kira 500ºC. Paduan-paduan titanium terutama yang mempunyai larutan padat interstisi rendah dari atom C, N, O, dan sebagainya, baik dipakai sebagai komponen-komponen mesin dan untuk penggunaan di bidang kriogenik. Keuletan dan kekuatan yang tinggi dari titanium dapat bertahan hingga temperatur -253ºC.
Paduan Ti-8%Al-1%Mo-1%V telah dikembangkan agar dapat bertahan secara baik pada temperatur yang tinggi, baik kekuatannya maupun kekuatan melarnya. Paduan ini merupakan paduan terbaik di antara paduan fasa a dan fasa a+ß. Oleh karena itu proses penganilan dilakukan dua tahap agar tingkat keuletannya pada temperatur rendah dapat diperbaiki.
2.2.7.5.2. Paduan titanium fasa a+ß
banyak digunakan. Paduan ini sangat baik kekuatan dan mampu bentuknya.
2.2.7.5.3. Paduan titanium fasa ß
Paduan Ti-13%V-11%Cr-3%Al adalah salah satu dari paduan fasa ß. Kekuatan yang tinggi dan perbandingan batas mulurnya bertahan sampai kira-kira pada temperatur 400ºC. Paduan ini memiliki kekuatan yang lebih baik pada daerah temperatur tersebut dibandingkan dengan baja 4340 (Ni-Cr-M0), baja tahan karat, dan paduan aluminium .
2.2.7.6. Zirconia (zirconium oxide)
Zirconia adalah material yang sangat keras. Zirconia
menunjukkan kelambanannya terhadap korosi dan terhadap bahan kimia pada temperatur di atas titik leleh alumina. Material ini memiliki konduktivitas termal yang rendah. Konduktivitas listriknya di atas 600°C dan digunakan sebagai sel sensor oksigen dan sebagai suspector (pemanas) pada tanur induksi temperatur tinggi. Sifat-sifat utama zirconia:
1. Dapat digunakan hingga temperatur 2400°C 2. Massa jenisnya tinggi
3. Konduktivitas termalnya rendah
4. Kelambanan bereaksi terhadap bahan kimia 5. Tahan terhadap logam cair
7. Ketahanan terhadap patah yang tinggi 8. Kekerasannya tinggi
Zirconia terdiri dari tiga fase kristal pada temperatur yang
berbeda. Pada temperatur yang sangat tinggi (>2370°C) material ini memiliki struktur kubus. Pada temperatur menengah (1170 - 2370°C) material ini memiliki struktur tetragonal. Pada temperatur yang rendah (di bawah 1170°C) material ini berubah ke dalam struktur monoklinik. Transformasi dari tetragonal ke monoklinik berlangsung cepat dan disertai oleh tiga sampai lima persen peningkatan volume yang menyebabkan terjadinya cracking yang luas pada material. Perilaku ini menghancurkan sifat-sifat material selama komponen dibuat (selama pendinginan) dan membuat zirconia yang murni menjadi tidak berguna untuk seluruh aplikasi
Ada bermacam jenis tipe zirconia seperti yang ditunjukkan pada tabel 2.3. Sementara itu sifat-sifat khusus dari tipe zirconia tersebut ditunjukkan pada tabel 2.4.
Tabel 2.3. Macam-macam tipe zirconia (www.azom.com)
Material Singkatan
Tetragonal Zirconia Polycrystals TZP
Partially Stabilised Zirconia PSZ
Fully Stabilised Zirconia FSZ
Transformation Toughened Ceramics TTC Zirconia Toughened Alumina ZTA
Transformation Toughened Zirconia TTZ
Tabel 2.4. Sifat-sifat khusus berbagai tipe zirconia (www.azom.com)
2.3. Teori Elastisitas
antara lain: kekuatan (strength), keliatan (ductility), kekerasan (hardness), dan kekuatan lelah (fatique). Sifat mekanik material didefinisikan sebagai ukuran kemampuan material untuk mendistribusikan dan menahan gaya serta tegangan yang terjadi. Proses pembebanan, struktur molekul yang berada dalam ketidaksetimbangan, dan gaya luar yang terjadi akan mengakibatkan material mengalami tegangan.
Sebuah material yang dikenai beban atau gaya akan mengalami deformasi, pada pembebanan di bawah titik luluh deformasi akan kembali hilang. Hal ini disebabkan karena material memiliki sifat elastis (elastic zone). Jika beban ditingkatkan sampai melewati titik luluh (yield point), maka deformasi akan terjadi secara permanen atau terjadi deformasi plastis (plastic deformation). Jika beban ditingkatkan hingga melewati tegangan
maksimal, maka material akan mengalami patah (Timoshenko, 1986). 2.3.1. Tegangan (stress)
Tegangan adalah besaran pengukuran intensitas gaya atau reaksi dalam yang timbul persatuan luas. Tegangan menurut Marciniak (2002) dibedakan menjadi dua yaitu engineering stress dan true stress. Engineering stress dapat dirumuskan sebagai berikut:
Sedangkan true stress adalah tegangan hasil pengukuran intensitas gaya reaksi yang dibagi dengan luas permukaan sebenarnya (actual). True stress dapat dihitung dengan:
s =
A = Luas permukaan sebenarnya (mm2)
Tegangan normal dianggap positif jika menimbulkan suatu tarikan (tensile) dan dianggap negatif jika menimbulkan penekanan (compression).
2.3.2. Regangan (strain)
Menurut Marciniak (2002) regangan dibedakan menjadi dua, yaitu: engineering strain dan true strain.
Engineering strain adalah regangan yang dihitung menurut dimensi benda aslinya (panjang awal), sehingga untuk mengetahui besarnya regangan yang terjadi adalah dengan membagi perpanjangan dengan panjang semula.
True strain dapat dihitung secara bertahap (increment strain),
dimana regangan dihitung pada kondisi dimensi benda saat itu (sebenarnya) dan bukan dihitung berdasarkan panjang awal dimensi benda. Persamaan regangan untuk true strain (e) adalah:
2.3.3. Deformasi
Deformasi atau perubahan bentuk terjadi apabila bahan dikenai gaya. Selama proses deformasi berlangsung, material menyerap energi sebagai akibat adanya gaya yang bekerja. Sebesar apapun gaya yang bekerja pada material, material akan mengalami perubahan bentuk dan dimensi. Perubahan bentuk secara fisik pada benda dibagi menjadi dua, yaitu deformasi plastis dan deformasi elastis.
Penambahan beban pada bahan yang telah mengalami kekuatan tertinggi tidak dapat dilakukan, karena pada kondisi ini bahan telah mengalami deformasi total. Jika beban tetap diberikan maka regangan akan bertambah dimana material seakan menguat yang disebut dengan penguatan regangan (strain hardening) yang selanjutnya benda akan mengalami putus pada kekuatan patah (Singer, 1995).
Hubungan tegangan-regangan dapat dituliskan sebagai berikut:
L
Sehingga deformasi (?) dapat diketahui:
L = Panjang awal (mm)
E = Modulus elastisitas
Pada awal pembebanan akan terjadi deformasi elastis sampai pada kondisi tertentu, sehingga material akan mengalami deformasi plastis. Pada awal pembebanan di bawah kekuatan luluh, material akan kembali ke bentuk semula. Hal ini dikarenakan adanya sifat elastis pada bahan. Peningkatan beban melebihi kekuatan luluh (yield point) yang dimiliki plat akan mengakibatkan aliran deformasi plastis sehingga plat tidak akan kembali ke bentuk semula, hal ini bisa dilihat pada gambar 2.23.
Gambar 2.23. Diagram tegangan–regangan (Singer, 1995)
Elastisitas bahan sangat ditentukan oleh modulus elastisitas. Modulus elastisitas suatu bahan didapat dari hasil bagi antara tegangan dan regangan.
? ? ?
dengan:
E = Modulus elastisitas
? = Tegangan (MPa)
? = Regangan
2.3.4. Kriteria Von Mises
Von mises (1913) menyatakan bahwa akan terjadi luluh bilamana invarian kedua deviator tegangan j2 melampaui harga kritis tertentu. Dengan kata lain luluh akan terjadi pada saat energi distorsi atau energi regangan geser dari material mencapai suatu nilai kritis tertentu. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa energi distorsi adalah bagian dari energi regangan total per unit volume yang terlibat di dalam perubahan bentuk.
j2 = k2 .………...………...……...(9) Untuk evalusi tetapan k dan menghubungkannya dengan luluh dalam uji
tarik, bahwa luluh dalam uji tarik uniaksial terjadi bila: ?1?? 0,?2? ?3? 0.
yang mana pada umumnya disebut dengan interface pressure dan ditandai dengan p (sebagai gantinya s ). Tenaga yang digunakan untuk memindah badan yang paralel kepada permukaan adalah yang disebut dengan shear force F (gambar 2.24), kemudian dengan membagi F dengan permukaan
area A, maka akan diperoleh shear stress
t
i.
Menurut definisi, koefisiengesek µ adalah:
Gambar 2.24. Ketika dua bodi saling kontak (Schey, 2000)
Gesekan muncul akibat interaksi dari kekasaran permukaan dan dari adhesi. Dalam beberapa aplikasi, µ perlu diperkecil dengan cara
menggunakan pelumas atau dengan pemilihan material yang mempunyai gesekan rendah, atau kedua-duanya. Pemasangan material dengan adhesi rendah pada umumnya tidak selalu memberi gesekan rendah.
2.4.1. Efek dari gesekan
Dengan meningkatkan tekanan p, interface shear stress
t
imeningkat secara linier (gambar 2.24), dan µ bisa diasumsikan bernilai tetap. Dalam satu proses deformasi terhadap perubahan bentuk material (the workpiece) dan di dalam pelaksanaannya meluncur melawan terhadap permukaan yang lebih keras. Frictional stress t i adalah
menghasilkan suatu keuntungan, tetapi waktu ini ada batasan untuk µ, karena sebuah material akan memilih pola deformasi yang akan memperkecil energi dari deformasi. Ketika gesekan itu tinggi, interface shear stress ti akan terjangkau di dalam batas shear flow stress tf dari workpiece material (gambar 2.25.a). Pada point ini benda kerja s
meluncur di atas permukaan alat; sebagai gantinya, itu mengubah bentuk dengan geseran di dalam benda (gambar 2.25.b). Karena t f = 0,5s f (gambar 2.26.b), adalah sering dikatakan bahwa nilai maksimum dari µ = 0,5. ini adalah benar juga ketika p=s f; bila nilai p lebih tinggi, nilai maksimum dari µ adalah menurun (gambar 2.25.b). Secara umum, itu menjadi lebih akurat atau dapat dikatakan bahwa koefisien dari gesekan menjadi tidak berarti ketika t i=t f, ketika tidak ada dorongan relatif di interface. Ini adalah diuraikan ketika sticking friction, walaupun workpiece
(a) (b)
Gambar 2.25.(a) Interface shear stress tidak akan pernah melebihi shear flow stress dari sebuah material. (b) kemungkinan koefisien yang maksimum dari pengurangan gesekan ketika interface pressure melebihi aliran tegangan dari material (Schey, 2000)
Oleh karena berbagai kesulitan dalam memperkenalkan koefisien dari gesekan itu, adalah sering lebih baik untuk menggunakan nilai aktual dari t i, terutama ketika interface pressures terlalu tinggi. Sebagai alternatif, t i dapat ditandai sebagai pecahan dari shear flow stress.
2
Gambar 2.26 (a) Sistem putaran koordinat untuk menghasilkan tegangan. (b) Di bawah kondisi plane stress, beberapa tegangan penting dapat diperlihatkan pada tresca yield hexagon dan von mises yield ellipse (Schey, 2000)
2.5. Metode elemen hingga
Gambar 2.27. (a) Elemen persegi empat sederhana untuk menjelaskan analisis elemen hingga; (b) dua elemen digabungkan menjadi model struktur (Dieter, 1990)
Metode elemen hingga adalah dasar dari perhitungan numerik yang dilakukan oleh bahasa program di dalam perangkat lunak komputer. Sebelum melakukan perhitungan benda dimodelkan menjadi sebuah geometri kemudian dibagi menjadi nodal dan elemen. Nodal berfungsi sebagai titik untuk mengaplikasikan beban, sedangkan elemen berfungsi untuk mendefinisikan surface dan tipe dari elemen.
Secara umum penyelesaian analisis dengan metode elemen hingga adalah sebagai berikut:
1. Membagi struktur atau kontinum menjadi elemen berhingga.
2. Merumuskan property pada masing-masing elemen. Pada analisis tegangan ini berarti menentukan beban nodal yang menyatu dengan kesatuan elemen.
3. Menggabungkan elemen untuk menentukan model dari struktur.
4. Mengenakan beban yang diketahui pada gaya nodal dan momen pada analisa tegangan.
6. Menyelesaikan persamaan aljabar linier simultan untuk menentukan nodal dof (degree of freedom) atau perpindahan nodal pada analisis tegangan.
7. Pada analisis tegangan, hitung elemen regangan dari nodal dof dan interpolasi perpindahan elemen yang akhirnya bisa menghitung tegangan dari regangan.
Rumus dasar metode elemen hingga sebagai berikut:
? ? ? ? ? ?
P ? K .u ………....……...(13)dengan:
P = Gaya luar yang diberikan pada struktur. K = Matrik kekakuan elemen
u = Perpindahan (displacement)
Sementara untuk mengetahui tegangan pada setiap titik node:
? ?
? ?? ?? ?? ?
D B u ... (14)dengan:
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN DAN LANGKAH KOMPUTASI
3.1. Metodologi penelitian
Penyusunan laporan dalam tugas akhir ini dikerjakan dengan menggunakan metodologi penelitian sebagai berikut:
No = error
Yes = Completed
Gambar 3.1. Metodologi Penelitian Mulai
Desain hip joint prosthesis
dengan ABAQUS CAE
Memasukkan data-data sesuai dengan urutan pada modul
ABAQUS CAE
Submit Job ABAQUS
Hasil simulasi
Perbandingan dengan hasil penelitian orang lain
Keterangan:
Desain penelitian meliputi analisis pengaruh perbedaan empat jenis material penyusun ball head yang mempunyai sifat elastis-plastis berbeda terhadap tegangan dan regangan rata -rata yang terjadi pada material tersebut setelah mengalami gaya beban akibat berat tubuh pada saat sedang berjalan normal. Keempat material tersebut yaitu:
- Alumina - Silicon nitride - Silicon carbide - Zirconia
3.2. Pengertian ABAQUS /CAE
ABAQUS/CAE adalah Pre dan Postprocessor yang dapat secara langsung menggunakan solver ABAQUS.
Gambar 3.2. Diagram Alir Proses Running (tutorial abaqus 6.5 -1)
Preprocessor memerlukan informasi data geometri, data properties,