• Tidak ada hasil yang ditemukan

Distribusi Tegangan-Regangan pada Tahap Konstruksi Struktur Atas Jalan Layang Tol BORR (Bogor Outer Ring Road) Seksi IIA Span P6 – P12

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Distribusi Tegangan-Regangan pada Tahap Konstruksi Struktur Atas Jalan Layang Tol BORR (Bogor Outer Ring Road) Seksi IIA Span P6 – P12"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

1

DISTRIBUSI TEGANGAN-REGANGAN PADA TAHAP

KONSTRUKSI STRUKTUR ATAS JALAN LAYANG TOL

BORR (BOGOR

OUTER RING

ROAD) SEKSI IIA

SPAN

P6

P12

ADAM PAHLEVI CHAMSUDI

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2014

(2)
(3)

2

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Distribusi Tegangan-Regangan pada Tahap Konstruksi Struktur Atas Jalan Layang Tol BORR (Bogor

Outer Ring Road) Seksi IIA Span P6 – P12 adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2014

Adam Pahlevi Chamsudi

(4)

3

ABSTRAK

ADAM PAHLEVI CHAMSUDI. Distribusi Tegangan-Regangan pada Tahap Konstruksi Struktur Atas Jalan Layang Tol BORR (Bogor Outer Ring Road) Seksi IIA Span P6 - P12. Dibimbing oleh MUHAMMAD FAUZAN.

Abstrak: Sistem jaringan transportasi darat meliputi jalan maupun jembatan, keduanya berperan penting dalam menghubungkan kawasan satu dengan lainnya, serta untuk menunjang kelancaran aktivitas transportasi di dalamnya. Saat ini pemerintah Kota Bogor telah merencanakan pembangunan Jalan Layang Tol Bogor

Outer Ring Road (BORR) Seksi IIA pada ruas jalan Kedunghalang-Kedungbadak

untuk mengurangi kemacetan yang sering terjadi di kawasan tersebut. Pembangunan direncanakan akan menerapkan konsep konstruksi jembatan segmental dan precast box girder sebagai komponen utamanya, metode konstruksi yang digunakan adalah “span by span erection with launching gantry”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tegangan-regangan dan lendutan yang terjadi pada struktur atas jalan layang ketika proses konstruksi berlangsung. Metode yang dilakukan adalah pengumpulan data, permodelan di CSI Bridge V15, dan analisisis distribusi tegangan-regangan. Selama proses konstruksi, seluruh struktur box girder

dan kolom keduanya aman terhadap tegangan dan regangan tekan, tetapi pada kondisi sebagian struktur box girder dan seluruh struktur kolom tidak aman terhadap tegangan maupun regangan tarik. Tegangan tekan, tegangan tarik, regangan tekan, dan regangan tarik yang terjadi pada box girder untuk span 2 (jarak 76614 mm) setelah seluruh step konstruksi dilakukan berturut-turut adalah 2122.39 kN/m2, 3412.96 kN/m2, 7.01E-05, dan 1.13E-04. Tegangan tekan, tegangan tarik, regangan tekan, dan regangan tarik yang terjadi pada kolom 2 sisi A setelah seluruh

step konstruksi dilakukan berturut-turut adalah 3632.5 kN/m2 , 5708 kN/m2 , 1.2E-04, dan 1.89E-1.2E-04, sedangkan pada sisi B adalah 4570.5 kN/m2, 7176.2 kN/m2, 1.51E-04, dan 2.37E-04. Lendutan maksimum terjadi pada step 11 dan 12 sebesar 16.7 mm, hasil tersebut menunjukkan bahwa stuktur jembatan/jalan layang kaku dan aman.

(5)

4

ABSTRACT

ADAM PAHLEVI CHAMSUDI. Distribution of Stress-Strain at Superstructure Construction Stage on Elevated Toll Road BORR (Bogor Outer Ring Road) Section IIA Span P6 – P12. Supervised by MUHAMMAD FAUZAN.

Abstract: Land transportation network system consists of road and bridge, both of them has important role in connecting each region, in addition to support the transportation activity inside. Bogor city government had planned construction of Elevated Toll Road, Bogor Outer Ring Road (BORR) Section IIA on Kedunghalang – Kedungbadak roads to reduce the congestion occurs in that region currenly. The constructin concept is segmental bridge and precast segmental box girder as main component, construction method which used is “span by span erection with launching gantry”. The purpose of this research is to analyze the stress-strain and displacement that occurs on top of structre when the construction stage takes place. The methods of this research are collecting data, modelling in CSI Bridge V15, and analysis of stress-strain distribution. During the construction process, the entire structure of the box girder and column are secure against stress and compressive strain, but with the addititonal condition which is most of box girder structure and all of column structure is unsafe to stress and tensile strain. Compressive stress, tensile stress, compressive strain and tensile strain that occurs in span 2 of box girder (76 614 mm distance) after the construction steps are finished is represents respectively 2122.39 kN/m2, 3412.96 kN/m2, 7.01E-05, and 1.13E-04. In addition, the compressive stress, tensile stress, compressive strain and tensile strain that occurs in column 2 side A after constructions work is finished, the results gained are presented continously as 3632.5 kN/m2, 5708 kN/m2, 1.2E-04, and 1.89E-04, while on the B side are 4570.5 kN/m2, 7176.2 kN/m2, 1.51E-04 and 2.37E-04. The maximum deflection occurs at step 11 and 12 is in the amount of 16.7 mm, these results indicate that the structure of bridges / fly-over is stiff and safe.Obtained maximum deflection is 16.7 mm, the results show that the structure of the bridge/ fly-over is safe.

(6)
(7)

5

DISTRIBUSI TEGANGAN-REGANGAN PADA TAHAP

KONSTRUKSI STRUKTUR ATAS JALAN LAYANG TOL

BORR (BOGOR

OUTER RING

ROAD) SEKSI IIA

SPAN

P6

P12

ADAM PAHLEVI CHAMSUDI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik

pada

Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan

DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)

7 Judul Skripsi : Distribusi Tegangan-Regangan pada Tahap Konstruksi Struktur Atas Jalan Layang Tol BORR (Bogor Outer Ring Road) Seksi IIA

Span P6 – P12

Nama : Adam Pahlevi Chamsudi

NIM : F44100013

Disetujui oleh

Muhammad Fauzan, S. T, M. T Dosen Pembimbing

Diketahui Oleh

Prof. Dr. Ir. Budi Indra Setiawan, M. Agr Ketua Departemen

(10)

8

PRAKATA

Puji dan syukur dipanjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia yang telah diberikan-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2014 ini adalah Distribusi Tegangan-Regangan pada Tahap Konstruksi Struktur Atas Jalan Layang Tol BORR (Bogor Outer Ring Road) Seksi IIA Span P6 – P12.

Peneltitian dan penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan juga atas dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, terima kasih diucapkan kepada :

1. Muhammad Fauzan, S. T, M. T, sebagai dosen pembimbing yang telah senantiasa membimbing dalam penyelesaian skripsi, memberikan banyak ilmu dan masukan untuk menghadapi dunia kerja.

2. Staf Tata Usaha Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Bu Dahlia, Pak Udin, serta Staf Tata Usaha Fakultas Teknologi Pertanian yang telah membantu dalam hal administrasi.

3. Orang tua, Mas Danie, Dek Nia, dan semua keluarga di Surabaya yang selama ini telah mendukung dan mendoakan kelancaran dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Mayasari dan Fricilia Gazela yang setiap saat membantu, menemani, dan memberikan semangat.

5. Teman-teman satu angkatan dan satu perjuangan, Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor angkatan 47 yang telah memberikan waktunya sebagai tempat bercerita, berkumpul, berbagi informasi, serta medukung satu sama lain. 6. PT. Wijaya Karya (Persero) Tbk yang telah bersedia memberikan data-data dan

dijadikan tempat penelitian selama ini.

Semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi yang nyata terhadap perkembangan ilmu pengetahuan di bidang Teknik Sipil dan Lingkungan.

Bogor, Juli 2014

(11)

9

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 1

Ruang Lingkup Penelitian 2

TINJAUAN PUSTAKA 2

Jalan 2

Jembatan 2

Metode Konstruksi 3

Span by span Precast Segmental Method 4

Beban Pelaksanaan 5

Distribusi Tegangan-Regangan 5

Akibat Beban Aksial 5

Akibat Beban Prategang 7

Tegangan Ijin Beton 8

Tegangan Ijin Tekan pada Kondisi Transfer Gaya Prategang 8 Tegangan Ijin Tarik pada Kondisi Transfer Gaya Prategang 8

Tegangan Ijin Baja Tulangan Prategang 8

Tegangan Ijin pada Kondisi Transfer Gaya Prategang 8

Lendutan Ijin Maksimum 8

METODOLOGI 9

Waktu dan Tempat Penelitian 9

Bahan 9

Alat 9

Tahapan Penelitian 10

HASIL DAN PEMBAHASAN 11

(12)

10

Struktur Box Girder dan Kolom 12

Struktur Tendon 14

Nilai Distribusi 14

Nilai Tegangan dan Regangan pada Struktur Box Girder 15

Nilai Tegangan dan Regangan pada Struktur Kolom 23

Lendutan 25

Kontrol 26

Tegangan 26

Regangan 26

Lendutan 29

SIMPULAN DAN SARAN 29

Simpulan 29

Saran 30

DAFTAR PUSTAKA 30

LAMPIRAN 32

(13)

11

DAFTAR TABEL

1 Dimensi box girder 12

2 Dimensi kolom 13

3 Nilai tegangan tarik dan tekan step 1 (Kedungbadak) 15 4 Nilai tegangan tarik dan tekan step 2 (Kedunghalang) 16 5 Nilai tegangan tarik dan tekan step 3 (Kedungbadak) 16 6 Nilai tegangan tarik dan tekan step 4 (Kedunghalang) 17 7 Nilai tegangan tarik dan tekan step 5 (Kedungbadak) 17 8 Nilai tegangan tarik dan tekan step 6 (Kedunghalang) 18 9 Nilai tegangan tarik dan tekan step 7 (Kedungbadak) 18 10 Nilai tegangan tarik dan tekan step 8 (Kedunghalang) 19 11 Nilai tegangan tarik dan tekan step 9 (Kedungbadak) 20 12 Nilai tegangan tarik dan tekan step 10 (Kedunghalang) 20 13 Nilai tegangan tarik dan tekan step 11 (Kedungbadak) 21 14 Nilai tegangan tarik dan tekan step 12 (Kedunghalang) 22

15 Lendutan selama proses konstruksi 25

DAFTAR GAMBAR

1 Launching gantry 4

2 Metode span-by-span precast segmental 4

3 Perbedaan penampang berlubang dengan penampang bersih 6

4 Distribusi tegangan-regangan 6

5 Struktur beton prategangan 7

6 Tegangan tekan dan tarik akibat gaya prategang 7

7 Lokasi proyek 9

8 Tahapan penelitian 10

9 Potongan memanjang jembatan 11

10 Potongan melintang jembatan 11

11 Hasil pemodelan jembatan menggunakan CSI Bridge Versi 15 12

12 Dimensi box girder 13

13 Penampang kolom 13

(14)

12

15 Grafik tegangan tarik dan tekan step 1 (Kedungbadak) 15 16 Grafik tegangan tarik dan tekan step 2 (Kedunghalang) 15 17 Grafik tegangan tarik dan tekan step 3 (Kedungbadak) 16 18 Grafik tegangan tarik dan tekan step 4 (Kedunghalang) 17 19 Grafik tegangan tarik dan tekan step 5 (Kedungbadak) 17 20 Grafik tegangan tarik dan tekan step 6 (Kedunghalang) 18 21 Grafik tegangan tarik dan tekan step 7 (Kedungbadak) 18 22 Grafik tegangan tarik dan tekan step 8 (Kedunghalang) 19 23 Grafik tegangan tarik dan tekan step 9 (Kedungbadak) 20 24 Grafik tegangan tarik dan tekan step 10 (Kedunghalang) 20 25 Grafik tegangan tarik dan tekan step 11 (Kedungbadak) 21 26 Grafik tegangan tarik dan tekan step 12 (Kedunghalang) 22

27 Kondisi kolom sebelum konstruksi dimulai 23

28 Kondisi kolom setelah seluruh step konstruksi selesai 25

29 Lendutan (displacement) maksimum 26

30 Eksentrisitas tendon span 2 (jarak 76614 mm) 27

DAFTAR LAMPIRAN

1 Daftar notasi 32

2 Jumlah strand pada setiap titik tendon 33

3 Tegangan dan regangan maksimum pada kolom 34

4 Tegangan dan regangan span 2 pada program di tahap akhir konstruksi 35

5 Span P7 – P8 37

(15)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Salah satu aspek yang menarik dalam suatu susunan tata kota adalah pembangunan sistem transportasi. Jalan merupakan prasarana utama dari suatu sistem jaringan transportasi darat yang memiliki peranan penting dalam menghubungkan antara kawasan satu dengan kawasan lainnya, serta untuk menunjang kelancaran aktivitas transportasi di dalamnya. Kelancaran tersebut dapat dicapai apabila kualitas jalan telah memenuhi kriteria-kriteria yang sudah ditentukan, seperti kondisi muka jalan yang rata sehingga dapat memberikan kenyamanan bagi pengguna, luas badan jalan yang sebanding dengan volume kendaraan yang melintas, dan tersedianya fasilitas-fasilitas pendukung keamanan jalan. Hal ini berbeda dengan kondisi jalan di kawasan Kedunghalang Bogor yang seringkali terjadi kemacetan akibat luas badan jalan yang tidak sebanding dengan volume kendaraan yang melintas, selain itu ruas jalan Kedunghalang yang menjadi pertemuan beberapa akses jalan lainnya, baik dari maupun menuju kota Bogor, seperti jalan Cibinong, Parung, Sentul, Jakarta dan sekitarnya juga menyumbang angka kemacetan di kawasan tersebut. Untuk mengatasinya pemerintah kota Bogor merencanakan pembangunan jalan layang tol yang menghubungkan kawasan Sentul ataupun Jakarta dengan daerah sekitar kota Bogor. Pembangunan jalan layang tol tersebut direncanakan akan menerapkan konsep konstruksi jembatan segmental dan precast box girder sebagai komponen utamanya.

Perumusan Masalah

Permasalahan yang dibahas adalah analisis mengenai distribusi tegangan dan regangan yang terjadi pada tahap konstruksi struktur atas tanpa mempertimbangkan pengaruh faktor beban gempa, beban angin, dan beban tumbukan selama konstruksi berlangsung. Objek penelitian hanya pada span P6 sampai dengan span P12

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah 1) menentukan besar nilai distribusi tegangan-regangan serta lendutan (displacement) yang terjadi selama tahap konstruksi setiap pemasangan box girder dan kolom dalam satu bentang jalan layang, 2) kemudian membandingkan besar nilai ketiganya terhadap batas nilai yang diizinkan.

Manfaat Penelitian

(16)

2

Ruang Lingkup Penelitian

Berdasarkan pertimbangan terhadap judul penelitian, data, referensi, dan waktu pelaksanaan penelitian dalam analisis struktur jembatan/jalan layang, maka ruang lingkup permasalahan dalam penelitian ini meliputi:

1. Struktur jalan layang yang ditinjau adalah pier, pier head, dan box girder span P6-P12

2. Analisis dan perhitungan struktur mengacu pada peraturan Pembebanan untuk Jembatan (SNI T-02-2005), Perencanaan Struktur Beton untuk Jembatan (SNI T-12-2004), dan AASHTO LRFD

3. Desain jalan layang dan analisis gaya-gaya dalam dilakukan dengan bantuan

software CSI Bridge versi 15

4. Analisis distribusi tegangan-regangan dilakukan dengan menggunakan

software CSI Bridge versi 15

5. Penelitian dilakukan di Bogor, Jawa Barat dengan mengambil lokasi pada proyek konstruksi jalan layang tol BORR (Bogor Outer Ring Road)

6. Penelitian ini hanya membahas mengenai distribusi tegangan regangan yang terjadi pada saat tahap konstruksi dilakukan tanpa mempertimbangkan faktor beban yang berasal dari aksi lingkungan (beban gempa, beban angin, beban tumbukan).

TINJAUAN PUSTAKA

Jalan

Jalan mempunyai fungsi sebagai prasana perhubungan darat yang menghubungkan lokasi satu dengan lokasi lainnya. Sama halnya dengan jalan, jalan layang juga memiliki fungsi yang serupa, perbedaannya hanya terletak pada posisi jalan itu sendiri. Jalan layang dibangun tidak sebidang dengan tanah dan sifatnya melayang untuk menghindari daerah/kawasan yang dinilai akan menghambat lalu lintas, seperti persimpangan jalan, kawasan rawa-rawa, dan perlintasan kereta api (Nasution N 2013). Sifatnya yang melayang (elevated) seringkali pembangunan jalan layang mengikuti konsep pembangunan jembatan, yaitu terdiri dari pondasi dan struktur penopang lainnya. Pembangunan jalan layang tol BORR seksi IIA sendiri menerapkan konsep pembangunan jembatan berupa jembatan segmental, sehingga komponen-komponen yang diperlukan, antara lain bore pile, pile cap,

pier, abutment, pierhead, dan box girder. Jembatan

(17)

3 dalam, alur sungai, danau, saluran irigasi/drainase, kali, jalan kereta api, jalan raya yang melintang tidak sebidang, dan lain sebagainya. Menurut Dr. Ir. Bambang Supriyadi, jembatan bukan hanya kontruksi yang berfungsi menghubungkan suatu tempat ke tempat lain akibat terhalangnya suatu rintangan, namun jembatan merupakan suatu sistem transportasi, jika jembatan runtuh maka sistem akan lumpuh. Secara umum struktur jembatan diklasifikasikan menjadi 6 tipe (Agus 2001), di antaranya:

1. Jembatan gelagar (girder bridge)

2. Jembatan pelengkung/busur (arch bridge) 3. Jembatan rangka (truss bridge)

4. Jembatan portal (rigid frame bridge) 5. Jembatan gantung (suspension bridge) 6. Jembatan kabel (cable stayed bridge)

Pada dasarnya penentuan tipe jembatan itu sendiri tegantung oleh kebutuhan dengan tetap mempertimbangkan faktor-faktor keamanan dan kekuatan jembatan akibat beban-beban yang bekerja, karena konsep konstruksi yang digunakan pada proyek pembangunan jalan layang tol Bogor Outer Ring Road (BORR) adalah jembatan segmental, maka jembatan tersebut termasuk tipe jembatan gelagar dengan penggunaan sistem beton prategang. Peraturan-peraturan yang dijadikan acuan dalam konstruksi jembatan beton, antara lain SNI T-02-2005, SNI T-12-2014, dan AASHTO LRFD

Perencanaan jembatan tidak hanya memperhatikan beban-beban yang bekerja terutama pada kondisi layan, melainkan perlu memperhatikan beban-beban yang bekerja pada saat proses konstruksi berlangsung, saat ini sebagian besar pengamatan hanya membahas mengenai kekuatan jembatan terhadap pengaruh beban mati dan beban hidup setelah jembatan tersebut dipakai, sedangkan pada tahap konstruksi pengaruh beban tetap ada, seperti tegangan dan regangan yang bekerja pada beton maupun tendon akibat dari proses penarikan (stressing)tendon, sehingga hal tersebut juga perlu diperhitungkan untuk mengetahui tegangan tekan tegangan tarik, dan regangan yang masih mampu diterima baik oleh tendon maupun beton pada saat proses konstruksi dilakukan.

Metode Konstruksi

Setiap tipe jembatan memiliki tahapan dan metode konstruksi yang berbeda. Berdasarkan struktur, metode pelaksanaan jembatan terdiri dari metode pelaksanaan jembatan beton dan metode pelaksanaan jembatan rangka. Metode pelaksanaan jembatan beton dibedakan menjadi 2, yaitu cast in situ dan precast

segmental (Muharram R 2014). Cast in situ merupakan metode pelaksanaan jembatan dengan proses pengecoran dilakukan di lokasi pembangunan, metode cast in situ terdiri dari:

1. MSS (Movable Scaffolding System) 2. ILM (Increamental Launching Method)

3. Balanced Cantilever dengan Form Traveller

4. Cabel Stayed dengan Form Traveller

Precast segmental merupakan metode pelaksanaan dengan menggunakan beton

yang disuplai dari luar berupa precast yang siap untuk dilakukan instalasi, metode

(18)

4

1. Balanced Cantilver Erection with Launching Gantry

2. Balanced Cantilver Erection with Lifting Frames

3. Span by Span Erection with Launching Gantry

4. Balanced Cantilever Erection with Cranes

5. Precast Beam

Terdapat 2 metode yang diterapkan pada konstruksi jalan layang tol BORR, yaitu cast in situ dan span-by-span erection with launching gantry. Metode span by

span with launching gantry menjadi metode utama dalam pelaksanaan konstruksi

kerena dinilai lebih efektif dan efisien. Menurut Prof. Dr. Ing. G. Rombach 2002, metode ini merupakan metode terbaru yang diterapkan dalam dunia konstruksi jembatan sebab precast segmental box girder merupakan salah satu tekonologi konstruksi jembatan yang juga tergolong baru dalam beberapa tahun terakhir, sehingga untuk memastikan keamanan metode tersebut, perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut.

Span-by-span Precast Segmental Method

Suatu sistem konstruksi jembatan segmental pada dasarnya berbeda dengan sistem konstruksi monolit, konstruksi jembatan segmental terdiri dari elemen-elemen pracetak yang dipratekan bersama-sama oleh tendon eksternal (Prof. Dr.-Ing. G. Rombach 2002). Span-by-span precast segmental method merupakan salah satu metode konstruksi jembatan segmental yang menerapkan sistem pemasangan segmen-segmen berdasarkan span per span secara berurutan dengan sekali penarikan tendon dibantu alat launching gantry maupun shoring. Penarikan tendon-tendon tersebut yang akan menyebabkan terjadinya distribusi tegangan regangan selama konstruksi berlangsung.

Gambar 1 Launching gantry

(19)

5 Beban Pelaksanaan

Beban pelaksanaan terdiri dari beban yang disebabkan oleh aktivitas pelaksanaan itu sendiri maupun aksi lingkungan yang mungkin timbul selama waktu pelaksanaan (SNI T-02-2005). Beban yang timbul dari aktivitas pelaksanan salah satunya disebabkan oleh proses pemasangan atau instalasi komponen struktural maupun non-struktural, sedangkan beban yang timbul akibat aksi lingkungan di antaranya disebabkan oleh beban angin, beban gempa, dan beban tumbukan dari kendaraan. Setiap aksi lingkungan mungkin saja dapat terjadi bersamaan dengan beban pelaksanaan selama proses konstruksi berlangsung, sehingga diperlukan perencanaan yang tepat, di antaranya dengan membuat toleransi untuk berat perancah atau yang mungkin akan dipikul oleh bangunan sebagai hasil dari metoda atau urutan pelaksanaan, memperhitungkan adanya gaya yang timbul selama pelaksanaan dan stabilitas serta daya tahan dari bagian-bagian komponen, menjamin bahwa tercantum cukup detail ikatan dalam gambar maupun spesifikasi material untuk menjamin stabilitas struktur pada semua tahap pelaksanaan, serta menentukan tingkat kemungkinan kejadian dan menggunakan faktor beban sesuai untuk aksi lingkungan yang bersangkutan. Apabila rencana tergantung pada metoda pelaksanaan, struktur harus mampu menahan semua beban pelaksanaan secara aman. Secara keseluruhan, selama pelaksanaan konstruksi berlangsung pengaruh gempa tidak perlu dipertimbangkan.

Distribusi Tegangan Regangan

Akibat Beban Aksial

Teori elastisitas menyebutkan bahwa bila suatu benda pejal dibebani oleh gaya luar, benda tersebut akan berubah bentuk (deformasi) sehingga menimbulkan tegangan dan regangan. Geometri benda sangat berpengaruh pada distribusi tegangan. Tegangan akan terkonsentrasi pada daerah-daerah dimana terjadi perubahan bentuk yang tiba-tiba seperti lubang dan takikan (Palmiyanto H M 2003). Besar tegangan rata-rata pada suatu bidang dapat didefinisikan sebagai intensitas gaya yang bekerja pada bidang tersebut. Sehingga secara matematis tegangan normal rata-rata dapat dinyatakan sebagai:

σ =

P (1)

Keterangan:

σ = Tegangan normal rata-rata (N/mm2 = Mpa) P = Gaya normal yang bekerja (N)

A = Luas bidang (mm2)

Regangan merupakan perubahan bentuk per satuan panjang. Regangan digunakan untuk mempelajari deformasi yang terjadi pada suatu benda. Untuk memperoleh regangan, maka dilakukan dengan membagi perpanjangan ( ) dengan panjang (L) yang telah diukur, dengan demikian diperoleh persamaan:

=

δ (2)

=

P (3)

Keterangan:

(20)

6

= Perpanjangan L = Panjang awal benda

Berdasarkan hukum Hooke’s, tegangan adalah sebanding dengan regangan. Kesebandingan tegangan terhadap regangan dinyatakan sebagai perbandingan tegangan satuan terhadap regangan satuan. Perkembangan hukum Hooke’s tidak hanya pada hubungan tegangan-regangan saja, tetapi berkembang menjadi modulus

young atau modulus elastisitas. Rumus modulus elastisitas (E) adalah sebagai berikut:

σ = E

(4)

=

σ

=

P (5)

Keterangangan:

E = Modulus elastisitas (Mpa) σ = Tegangan

= Regangan

Suatu diskontinuitas dalam benda misalnya lubang atau takik akan mengakibatkan distribusi tegangan tidak merata disekitar diskontinuitas tersebut. Pada beberapa daerah di dekat diskontinuitas, tegangan akan lebih tinggi dari pada tegangan rata-rata yang jauh letaknya dari diskontinuitas, hal ini disebut sebagai konsentrasi tegangan diskontinuitas. Konsentrasi tegangan dinyatakan dengan faktor tegangan K. Pada umumnya K adalah perbandingan antara tegangan maksimum dengan tegangan nominal terhadap dasar penampang sesungguhnya.

K =

σ a s

σ i a (6)

Perbedaan letak tegangan nominal dihitung berdasarkan persamaan berikut:

K =

σ a s

P⁄ (7)

K =

σ a s

(P⁄ )g (8)

Gambar 3 Perbedaan penampang berlubang dengan penampang bersih

(21)

7 Akibat Gaya Prategang

Beton adalah suatu bahan yang mempunyai kekuatan tekan tinggi, tetapi kekuatan tariknya relatif rendah. Sedangkan baja adalah suatu material yang mempunyai kekuatan tarik yang sangat tinggi. Kombinasi dari pemanfaatan kedua bahan tersebut disebut beton prategang.

Gambar 5 Struktur beton prategang

Tegangan tekan akibat penjumlahan gaya prategang dan beban merata mengakibatkan kapasitas tekan balok dalam memikul beban luar berkurang. Oleh karena itu, maka tendon prategang diletakkan di bawah sumbu netral di tengah bentang. Sedangkan di daerah tumpuan tendon diletakkan dengan jarak yang kecil terhadap sumbu netral yang berarti tendon prategang diletakkan di atas sumbu netral. Sehingga tegangannya menjadi: (Imran I 2006)

σ = −

P

+

P.eW

W (9)

σ = −

P

P.eW

+

W (10)

W =

YI (11)

Gambar 6 Tegangan tekan dan tarik akibat gaya prategang Keterangan:

σt = Tegangan pada serat atas/Tegangan tekan (Mpa) σb = Tegangan pada serat bawah/Tegangan tarik (Mpa) P = Gaya prategang (N)

e = Eksentrisitas tendon (mm) Y = Eksentrisitas penampang (mm) M = Momen akibat beban luar (N.mm) W = Momen Tahanan (mm3)

(22)

8

Tegangan Ijin beton

Tegangan Ijin Tekan pada Kondisi Transfer Gaya Prategang

Untuk kondisi beban sementara atau untuk komponen beton prategang pada saat transfer gaya prategang, tegangan tekan dalam penampang beton tidak boleh melampaui nilai 0.60 fci’. fci’ adalah kuat tekan beton yang direncanakan pada umur saat dibebani atau dilakukan transfer gaya prategang, dinyatakan dalam satuan MPa. (SNI T-12-2004).

Tegangan Ijin Tarik pada Kondisi Transfer Gaya Pategang

Tegangan tarik yang diijinkan pada penampang beton untuk kondisi transfer gaya prategang, diambil dari nilai-nilai:

 Serat terluar mengalami tegangan tarik, tidak boleh melebihi 0.25√f′ i, kecuali untuk kondisi di bawah ini.

 Serat terluar pada ujung komponen struktur yang didukung sederhana dan mengalami tegangan tarik, tidak boleh melebihi nilai 0.5√f′ i.

Tegangan ijin tarik dinyatakan dalam satuan MPa. (SNI T-12-2004). Tegangan Ijin Baja Tulangan Prategang

Tegangan Ijin pada Kondisi Transfer Gaya Prategang

Tegangan tarik baja prategang pada kondisi transfer tidak boleh melampaui nilai berikut (SNI T-12-2004) :

Akibat gaya penjangkaran tendon sebesar 0.94 fpy, tetapi tidak lebih besar dari 0.85 fpu, atau nilai maksimum yang direkomendasikan oleh fabrikator pembuat tendon prategang atau jangkar.

Sesaat setelah transfer gaya prategang sebesar 0.82 fpy, tetapi tidak lebih besar dari 0.74 fpu.

Lendutan Ijin Maksimum

Struktur jalan layang/jembatan termasuk ke dalam jenis komponen struktur atap atau lantai yang menahan atau disatukan dengan komponen non-struktural (tendon) yang mungkin tidak rusak akibat lendutan yang besar, lendutan yang diperhitungkan merupakan lendutan total yang terjadi setelah pemasangan komponen non-struktural (jumlah dari lendutan jangka panjang akibat semua beban tetap yang bekerja dan lendutan seketika yang terjadi akibat penambahan sebaran beban hidup), dalam hal ini proses konstruksi termasuk lendutan jangka panjang akibat semua beban tetap yang bekerja, maka batas lendutan yang digunakan sebesar (SNI 03-2847-2002):

=

(12)

Keterangan:

(23)

9

METODOLOGI

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2014 di Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor. Data yang digunakan berupa data sekunder yang diperoleh dari PT. Wijaya Karya (Persero) Tbk. dalam proyek konstruksi Jalan Layang Tol Bogor Outer Ring Road (BORR) Seksi IIA, Bogor (Kedunghalang-Kedungbadak). Permodelan struktur, perhitungan analisis, dan penyusunan skripsi dilakukan dari bulan April sampai Juni 2014. Berikut lokasi proyek konstruksi Jalan Layang Non-Tol BORR seksi IIA.

Gambar 7 Lokasi proyek Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: 1. Data umum jalan layang tol BORR, seksi IIA

2. Data gambar (As built drawing)

3. RSNI T-02-2005 tentang Standar Pembebanan Struktur Jembatan 4. RSNI T-12-2004 tentang Perencanaan Struktur Beton untuk Jembatan

5. SNI 03-1725-1989 tentang Tata Cara Perencanaan Pembebanan Jembatan Jalan Raya

6. SNI 03-1732-1989 tentang Tata Cara Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya

7. SNI 03-2847-2002 tentang Tata Cara Perencanaan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung

8. AASHTO LRFD

Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini Antara lain:

1. Laptop ASUS N56V

2. Software CSI Bridge versi 15

3. Sofware AutoCAD 2014

(24)

10

Tahapan penelitian

Gambar 8 Tahapan penelitian MULAI

Pengumpulan Data

Pemodelan Jembatan (CSI Bridge V15)

Nilai Distribusi: • σ dan Box Girder

• σ dan Kolom • (Displacement)

Kontrol: • � < �

• ∈ < ∈

• � < �

Menyusun Laporan Data

As Built Drawing

 PT. Wijaya Karya (Persero) Tbk.

Peraturan

 AASHTO

 SNI

SELESAI Ya

(25)

11

Hasil dan Pembahasan

Permodelan Struktur Jembatan

Tahap analisis distribusi tegangan regangan pada proses konstruksi yang dilakukan dalam penelitian ini dilakukan dengan membuat permodelan struktur jalan layang terlebih dahulu. Permodelan dilakukan dengan menggunakan program CSI Bridge Versi 15 dengan berdasarkan data yang diperoleh dari kontraktor utama PT. Wijaya Karya (Persero) Tbk. Secara umum proyek jalan layang tol Bogor Outer Ring Road (BORR) seksi IIA memiliki panjang total 1521.4 m yang terdiri dari

main road dan on/off ramp, sedangkan pada main road itu sendiri terdapat 30 span

(A1-P30). Data - data yang dijadikan pembahasan adalah 6 span (P6 – P12) pada

main road, yaitu:

1. Tipe jalan layang adalah jembatan precast segmental box girder

2. Struktur atas berupa box girder

3. Struktur bawah berupa abutment, pier, dan pierhead. 4. Material box girder adalah K-500

5. Material pier dan pierhead adalah K-500

6. Pot bearing yang digunakan adalah OD (One Direction) dan MD (Multi Direction)

7. Jembatan 2 jalur (Kedungbadak – Kedunghalang)

8. 1 jalur terdapat 2 lajur jalan utama (1 lajur = 3.5 m) dan 1 bahu jalan (2 m) 9. Lebar total jembatan 20.6 m

10.Panjang jembatan 267 m

11.Jumlah span adalah 6 span (P6 – P12) dengan panjang masing-masing: i. P6-P7 = 36.6 m

ii. P7-P8 = 44.3 m iii. P8-P9 = 50 m iv. P9-P10 = 50 m v. P10-P11 = 44.2 m vi. P11-P12 = 41.9 m

Gambar 9 Potongan memanjang jembatan

(26)

12

Gambar 11 Hasil pemodelan jembatan menggunakan CSI Bridge Versi 15 Struktur Box Girder dan Kolom

1. Dimensi Box Girder

Prinsip dari suatu konstruksi suatu jembatan segmental harus seperti jembatan dengan bentang tunggal untuk menhindari adanya sambungan kabel

post-tensioning, agar terhindar dari adanya eksternal post-tensioning tersebut diperlukan 3 segmen yang berbeda, yaitu terdiri dari pier segment, deviator segment, dan standard segment (Prof. Dr. Ing. G. Rombach 2002). Dimensi masing-masing segmen dapat dilihat pada Tabel 1 berikut:

Tabel 1 Dimensi box girder

No. Dimensi

Segmen (m) Standard

Segment

Deviator

Segment Pier Segment

1. Lebar 10.3

2. Tinggi 2.6

3. Panjang 2.75 – 2.85 1.9 2

3. Tebal Top Slab (t1) 0.225 0.4 - 4. Tebal Bottom Slab (t2) 0.2 0.9 - 5. Tebal Web (t3) 0.3 0.9502 -

6. t4 0.225 0.225 0.225

7. f1 Horizontal (f1H) 1.295 1.295 - 8. f1 Vertikal (f1V) 0.164 0.164 - 9. f2 Horizontal (f2H) 0.111 0.259 - 10. f2 Vertikal (f2V) 0.26 0.379 - 11. f3 Horizontal (f3H) 0.85 0 - 12. f3 Vertikal (f3V) 0.175 0 - 13. f4 Horizontal (f4H) 0.419 0 - 14. f4 Vertikal (f4V) 0.15 0 -

15. L1 2.232 2.232 2.232

(27)

13

Gambar 12 Dimensi box girder

2. Dimensi Kolom

Terdapat 2 komponen dalam struktur kolom, yaitu pier dan pier head. Desain pier berupa persegi, sedangkan pierhead terdapat variasi bentuk, selain itu pada pierhead terdapat tendon transversal yang melitang di dalamnya. Dimensi penampang maupun tunggi dari kedua komponen di atas dapat dilihat pada Tabel 2 berikut:

Tabel 2 Dimensi kolom

No. Dimensi

Kolom (m) Pier

P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 A. Pier

1 Penampang Atas 2.5 x 2.5 2 Penampang Bawah 2.5 x 2.5

3 Tinggi 6.3 6.3 11.05 7.3 7.3 7.37 6.43 B. Pier Head

1 Penampang Atas 20.6 x 2.5 2 Penampang Bawah 2.5 x 2.5

3 Tinggi 4

(a) (b)

(28)

14

3. Material Box Girder dan Kolom • Beton K-500

• Kuat tekan kubus usia 28 hari = 50 MPa • Kuat tekan silinder usia 28 hari, f’c = 0.83 x 50 = 41.5 MPa • εodulus elastisitas = 4700√ . = 30277.6 MPa • Poissons’s ratio = 0.2

• εodulus geser = 12615700 KN/m2

• Koefisien muai suhu = 1.170E-05 /°C

• Berat spesifik = 25 kN/m3

• εassa spesifik = 2.549 kg

Struktur Tendon 1. Dimensi Tendon

Struktur box girder bersifat segmental dan hollow (berongga), maka diperlukan tendon untuk menghubungkan satu sama lain sekaligus sebagai pengganti fungsi tulangan dalam menahan beban seperti konstruksi pada umumnya. Tendon terdiri dari beberapa strand yang nantinya akan dimasukkan ke dalam lubang-lubang di sekeliling dinding segmen maupun di antara rongga segmen. Tendon yang berada di dalam dinding disebut tendon internal yang dilapisi oleh ducting, sedangkan tendon yang berada di antara rongga segmen disebut tendon eksternal yang dilapisi oleh pipa HDPE. Tidak semua tendon tersebut nantinya akan diikat pada pierhead, tetapi ada beberapa yang diikat pada deviator segment. Jumlah tendon dalam 1 span bervariasi mulai dari 6 – 14 buah tendon termasuk tendon internal dan eksternal, sedangkan diameter tendon tergantung jumlah strand yang dimasukkan mulai dari 700 – 3080 mm2. Jumlah strand pada setiap titik-titik tendon dapat dilihat pada Lampiran 2

Gambar 14 Titik-titik lubang tendon pada pierhead

2. Material Tendon

Modulus elastisitas = 1.97E+06kg/cm2

Breaking Stress = 19000 kg/cm2

• Area (luas penampang) = 1.4 cm2~ 0.6 inch/m2

UTS (Ultimate Tensile Strength) = 26,60 ton

Nilai Distribusi

Setelah melalui permodelan jembatan, selanjutnya dibuat jadual konstruksi

(schedule stages) untuk menyusun prosedur pelaksanaan secara bertahap dari awal

(29)

15 pemasangan komponen struktural yang terdiri dari konstruksi kelima kolom secara berurutan dimulai dari kolom P6 sampai dengan P12 dan dilanjutkan dengan pemasangan box girder secara berurutan dari span P6 sampai dengan P12, ada 2 tahap pada pemasangan box girder dalam satu span, yaitu terdiri dari pemasangan pada jalur Kedungbadak dan dilanjutkan pada jalur Kedunghalang. Setelah komponen struktural terpasang, kemudian dilakukan pemasangan komponen non-struktural berupa stressing tendon, pemasangan tendon dilaksanakan setelah komponen box girder selesai dipasang. Setiap pekerjaan satu span berlangsung diperlukan alat berupa launching gantry, maka terlebih dahulu alat tersebut dipasang pada span yang akan dikerjakan dengan tumpuan berupa kolom. Akibat penempatan launching gantry tepat di atas kolom, maka terdapat beban tambahan yang bekerja selama proses konstruksi, sehingga beban tambahan tersebut juga dimasukkan ke dalam jadual. Permodelan tahapan konstruksi dapat dilihat pada lampiran6. Dari permodelan yang ada, diperoleh nilai tegangan dan regangan tarik maupun tekan maksimum dalam setiap tahapannya (step by step), baik terhadap segmen box girder maupun kolom.

Nilai Tegangan-Regangan pada Segmen Box Girder

1. Step 1

Gambar 15 Grafik tegangan tarik dan tekan step 1 (Kedungbadak) Tabel 3 Nilai tegangan tarik dan tekan step 1 (Kedungbadak)

Step Span Teg. Tekan Maks (kN/m2)

Teg. Tarik Maks (kN/m2)

Reg. Tekan Maks

Reg. Tekan Maks 1 1 KB 3026.1 6226 9.99E-05 2.06E-04

Step 1 terdiri dari konstruksi span 1 jalur kedungbadak (KB), dari konstruksi tersebut diperoleh grafik tegangan tekan dan tarik yang dapat dilihat pada Gambar 16, untuk nilai dari masing-masing tegangan ditunjukkan pada Tabel 3. Berdasarkan Tabel 3, diperoleh tegangan tekan dan tarik maksimum secara berurut-turut sebesar 3026.1 kN/m2 dan 6226 kN/m2, sedangkan regangan tekan dan tarik sebesar 9.99E-05 dan 2.06E-04

2. Step 2

(30)
[image:30.595.103.484.118.174.2]

16

Tabel 4 Nilai tegangan tarik dan tekan step 2 (Kedunghalang) Step Span Teg. Tekan Maks

(kN/m2)

Teg. Tarik Maks (kN/m2)

Reg. Tekan Maks

Reg. Tekan Maks 2 1 KB 2877.8 5896 9.5E-05 1.95E-04

1 KH 3018.6 6220 9.97E-05 2.05E-04

Pada step 2, ketika pekerjaan span 1 jalur kedunghalang (KH) dilakukan, terjadi perubahan nilai tegangan dan regangan pada span 1 KB menjadi 2877.8 kN/m2 untuk tegangan tekan maksimum, 5896 kN/m2 untuk tegangan tarik maksimum, 9.5E-05 untuk regangan tekan maksimum, dan 1.95E-04 untuk regangan tarik maksimum, hal tersebut menunjukkan adanya penurunan nilai tegangan maupun regangan. Nilai tegangan dan regangan yang terjadi pada

span 1 KH itu sendiri adalah untuk tegangan tekan dan tarik maksimum secara

berturut-turut sebesar 3018.6 kN/m2 dan 6220 kN/m2, sedangkan regangan tekan dan tarik maksimum sebesar 9.97E-05 dan 2.05E-04. Data-data tersebut dapat dilihat pada Tabel 4

3. Step 3

[image:30.595.105.484.510.583.2]

Gambar 17 Grafik tegangan tarik dan tekan step 3 (Kedungbadak) Tabel 5 Nilai tegangan tarik dan tekan step 3 (Kedungbadak)

Step Span Teg. Tekan Maks (kN/m2)

Teg. Tarik Maks (kN/m2)

Reg. Tekan Maks

Reg. Tekan Maks 3 1 KB 3276.6 6726 1.08E-04 2.22E-04

1 KH 2951.9 5484 9.75E-05 1.81E-04 2 KB 3632.5 5708 1.2E-04 1.89E-04

(31)

17

[image:31.595.119.511.44.373.2]

4. Step 4

[image:31.595.125.511.240.331.2]

Gambar 18 Grafik tegangan tarik dan tekan step 4 (Kedunghalang) Tabel 6 Nilai tegangan tarik dan tekan step 4 (Kedunghalang)

Step Span Teg. Tekan Maks (kN/m2)

Teg. Tarik Maks (kN/m2)

Reg. Tekan Maks

Reg. Tekan Maks 4 1 KB 2913.2 5981 9.62E-05 1.98E-04

1 KH 3053.9 6305 1.01E-04 2.08E-04 2 KB 3632.5 5708 1.2E-04 1.89E-04 2 KH 3632.5 5708 1.2E-04 1.89E-04

Berdasarkan Tabel 6, saat step 4 dilakukan, nilai tegangan dan regangan maksimum yang terjadi pada span 1 KB mengalami penurunan, pada span 1 KH mengalami peningkatan, sedangkan pada span 2 KB relatif konstan. Nilai tegangan dan regangan yang terjadi pada span 2 KH itu sendiri adalah untuk tegangan tekan dan tarik maksimum secara berturut-turut sebesar 3632.5 kN/m2 dan 5708 kN/m2, sedangkan regangan tekan dan tarik maksimum sebesar 1.2E-04 dan 1.89E-1.2E-04.

5. Step 5

Gambar 19 Grafik tegangan tarik dan tekan step 5 (Kedungbadak) Tabel 7 Nilai tegangan tarik dan tekan step 5 (Kedungbadak)

Step Span Teg. Tekan Maks (kN/m2)

Teg. Tarik Maks (kN/m2)

Reg. Tekan Maks

Reg. Tekan Maks 5 1 KB 3351.7 6878 1.11E-04 2.27E-04

1 KH 2959.3 5463 9.77E-05 1.8E-04 2 KB 3632.5 5708 1.2E-04 1.89E-04 2 KH 3632.5 5708 1.2E-04 1.89E-04 3 KB 4573.9 7181 1.51E-04 2.37E-04

(32)

18

penurunan, sedangkan untuk span 2 KB dan KH relatif konstan. Berdasarkan Tabel 7, nilai tegangan dan regangan yang terjadi pada span 3 KB itu sendiri adalah untuk tegangan tekan dan tarik maksimum secara berturut-turut sebesar 4573.9 kN/m2 dan 7181 kN/m2, sedangkan regangan tekan dan tarik maksimum sebesar 1.51E-04 dan 2.37E-04.

6. Step 6

[image:32.595.96.486.312.435.2]

Gambar 20 Grafik tegangan tarik dan tekan step 6 (Kedunghalang) Tabel 8 Nilai tegangan tarik dan tekan step 6 (Kedunghalang)

Step Span Teg. Tekan Maks (kN/m2)

Teg. Tarik Maks (kN/m2)

Reg. Tekan Maks

Reg. Tekan Maks 6 1 KB 2938 6036 9.7E-05 1.99E-04

1 KH 3078.7 6360 1.02E-04 2.1E-04 2 KB 3632.5 5708 1.2E-04 1.89E-04 2 KH 3632.5 5708 1.2E-04 1.89E-04 3 KB 4573.9 7181 1.51E-04 2.37E-04 3 KH 4573.9 7181 1.51E-04 2.37E-04

Pada saat step 6 dilakukan, nilai tegangan dan regangan maksimum yang terjadi pada span 1 KB mengalami penurunan, pada span 1 KH mengalami peningkatan, sedangkan untuk span 2 (KB, KH) dan span 3 KB relatif konstan. Berdasarkan Tabel 8, nilai tegangan dan regangan yang terjadi pada span 3 KH itu sendiri adalah untuk tegangan tekan dan tarik maksimum secara berturut-turut sebesar 4573.9 kN/m2 dan 7181 kN/m2, sedangkan regangan tekan dan tarik maksimum sebesar 1.51E-04 dan 2.37E-04.

7. Step 7

[image:32.595.103.484.699.756.2]

Gambar 21 Grafik tegangan tarik dan tekan step 7 (Kedungbadak) Tabel 9 Nilai tegangan tarik dan tekan step 7 (Kedungbadak)

Step Span Teg. Tekan Maks (kN/m2)

Teg. Tarik Maks (kN/m2)

Reg. Tekan Maks

Reg. Tekan Maks 7 1 KB 3369.3 6913.6 1.11E-04 2.28E-04

(33)

19

Step Span Teg. Tekan Maks (kN/m2)

Teg. Tarik Maks (kN/m2)

Reg. Tekan Maks

Reg. Tekan Maks 2 KB 3632.5 5707.7 1.2E-04 1.89E-04 2 KH 3632.45 5708 1.2E-04 1.89E-04 3 KB 4573.9 7181.3 1.51E-04 2.37E-04 3 KH 4573.9 7181 1.51E-04 2.37E-04 4 KB 4579.2 7189.2 1.51E-04 2.37E-04

Berdasarkan Tabel 9, ketika step 7 dilakukan, nilai tegangan dan regangan maksimum yang terjadi pada span 1 KB mengalami peningkatan, pada span 1 KH mengalami penurunan, sedangkan untuk span 2 (KB, KH) dan span 3 (KB, KH) relatif konstan. Nilai tegangan dan regangan yang terjadi pada span 4 KB itu sendiri adalah untuk tegangan tekan dan tarik maksimum secara berturut-turut sebesar 4579.2 kN/m2 dan 7189.2 kN/m2, sedangkan regangan tekan dan tarik maksimum sebesar 1.51E-04 dan 2.37E-04.

[image:33.595.115.512.327.442.2]

8. Step 8

Gambar 22 Grafik tegangan tarik dan tekan step 8 (Kedunghalang) Tabel 10 Nilai tegangan tarik dan tekan step 8 (Kedunghalang)

Step Span Teg. Tekan Maks (kN/m2)

Teg. Tarik Maks (kN/m2)

Reg. Tekan Maks

Reg. Tekan Maks 8 1 KB 2847.3 6049.48 9.4E-05 2E-04 1 KH 3088 6373.39 1.02E-04 2.1E-04 2 KB 3632.5 5707.7 1.2E-04 1.89E-04 2 KH 3632.5 5707.7 1.2E-04 1.89E-04 3 KB 4573.9 7181.3 1.51E-04 2.37E-04 3 KH 4573.9 7181.3 1.51E-04 2.37E-04 4 KB 4579.2 7189.2 1.51E-04 2.37E-04 4 KH 4579.2 7189.2 1.51E-04 2.37E-04

[image:33.595.113.509.481.639.2]
(34)

20

[image:34.595.76.486.37.842.2]

9. Step 9

[image:34.595.105.484.235.407.2]

Gambar 23 Grafik tegangan tarik dan tekan step 9 (Kedungbadak) Tabel 11 Nilai tegangan tarik dan tekan step 9 (Kedungbadak)

Step Span Teg. Tekan Maks (kN/m2)

Teg. Tarik Maks (kN/m2)

Reg. Tekan Maks

Reg. Tekan Maks 9 1 KB 3325.4 6814.61 1.1E-04 2.25E-04

1 KH 2904.1 5585.01 9.59E-05 1.84E-04 2 KB 3632.5 5707.7 1.2E-04 1.89E-04 2 KH 3632.5 5707.7 1.2E-04 1.89E-04 3 KB 4573.9 7181.3 1.51E-04 2.37E-04 3 KH 4573.9 7181.3 1.51E-04 2.37E-04 4 KB 4579.2 7189.2 1.51E-04 2.37E-04 4 KH 4579.2 7189.2 1.51E-04 2.37E-04 5 KB 3616.3 5681.1 1.19E-04 1.88E-04

Saat step 9 dilakukan, nilai tegangan dan regangan maksimum yang terjadi pada span 1 KB mengalami peningkatan, pada span 1 KH mengalami penurunan, sedangkan untuk span 2 (KB, KH), span 3 (KB, KH), dan span 4 (KB, KH) relatif konstan. Berdasarkan Tabel 11, nilai tegangan dan regangan yang terjadi pada span 5 KB itu sendiri adalah untuk tegangan tekan dan tarik maksimum secara berturut-turut sebesar 3616.3 kN/m2 dan 5681.1 kN/m2, sedangkan regangan tekan dan tarik maksimum sebesar 1.19E-04 dan 1.88E-04.

10. Step 10

[image:34.595.105.479.698.756.2]

Gambar 24 Grafik tegangan tarik dan tekan step 10 (Kedunghalang) Tabel 12 Nilai tegangan tarik dan tekan step 10 (Kedunghalang)

Step Span Teg. Tekan Maks (kN/m2)

Teg. Tarik Maks (kN/m2)

Reg. Tekan Maks

Reg. Tekan Maks 10 1 KB 2942.5 6026.23 9.72E-05 1.99E-04

(35)

21

Step Span Teg. Tekan Maks (kN/m2)

Teg. Tarik Maks (kN/m2)

Reg. Tekan Maks

Reg. Tekan Maks 2 KB 3632.5 5707.7 1.2E-04 1.89E-04 2 KH 3632.5 5707.7 1.2E-04 1.89E-04 3 KB 4573.9 7181.3 1.51E-04 2.37E-04 3 KH 4573.9 7181.3 1.51E-04 2.37E-04 4 KB 4579.2 7189.2 1.51E-04 2.37E-04 4 KH 4579.2 7189.2 1.51E-04 2.37E-04 5 KB 3616.3 5681.1 1.19E-04 1.88E-04 5 KH 3616.3 5681.1 1.19E-04 1.88E-04

Saat step 10 dilakukan, nilai tegangan dan regangan maksimum yang terjadi pada span 1 KB mengalami penurunan, pada span 1 KH mengalami peningkatan, sedangkan untuk span 2 (KB, KH), span 3 (KB, KH), span 4 (KB, KH), dan span 5 KB relatif konstan. Berdasarkan Tabel 12, nilai tegangan dan regangan yang terjadi pada span 5 KH itu sendiri adalah untuk tegangan tekan dan tarik maksimum secara berturut-turut sebesar 3616.3 kN/m2 dan 5681.1 kN/m2, sedangkan regangan tekan dan tarik maksimum sebesar 1.19E-04 dan 1.88E-04.

[image:35.595.116.510.84.240.2]

11. Step 11

Gambar 25 Grafik tegangan tarik dan tekan step 11 (Kedungbadak) Tabel 13 Nilai tegangan tarik dan tekan step 11 (Kedungbadak)

Step Span Teg. Tekan Maks (kN/m2)

Teg. Tarik Maks (kN/m2)

Reg. Tekan Maks

Reg. Tekan Maks 11 1 KB 3172.3 6487.99 1.5E-04 2.14E-04

[image:35.595.109.512.539.752.2]
(36)

22

Berdasarkan Tabel 13, nilai tegangan dan regangan maksimum yang terjadi pada span 1 KB mengalami peningkatan, pada span 1 KH mengalami penurunan, sedangkan untuk span 2 (KB, KH), span 3 (KB, KH), span 4 (KB, KH), dan span 5 (KB, KH) relatif konstan. Nilai tegangan dan regangan yang terjadi pada span 6 KB itu sendiri adalah untuk tegangan tekan dan tarik maksimum secara berturut-turut sebesar 6368.3 kN/m2 dan 8063.3 kN/m2, sedangkan regangan tekan dan tarik maksimum sebesar 2.1E-04 dan 2.66E-04. 12.Step 12

[image:36.595.103.482.339.561.2]

Gambar 26 Grafik tegangan tarik dan tekan step 12 (Kedunghalang) Tabel 14 Nilai tegangan tarik dan tekan step 12 (Kedunghalang)

Berdasarkan Tabel 14, nilai tegangan dan regangan maksimum yang terjadi pada span 1 KB mengalami peningkatan, pada span 1 KH mengalami penurunan, sedangkan pada span 2 (KB, KH), span 3 (KB, KH), span 4 (KB, KH), dan span 5 (KB, KH) relatif konstan, untuk tegangan tekan maksimum pada span 6 KB mengalami penurunan, tetapi tegangan tarik maksimum mengalami peningkatan, begitu juga dengan regangan tekan dan tarik maksimum. Nilai tegangan dan regangan yang terjadi pada span 6 KH itu sendiri adalah untuk tegangan tekan dan tarik maksimum secara berturut-turut sebesar 6365.4 kN/m2 dan 8064.4 kN/m2, sedangkan regangan tekan dan tarik maksimum sebesar 2.1E-04 dan 2.66E-04.

Dilihat dari keseluruhan grafik tegangan tarik dan tekan di atas, tegangan maksimum sebagian besar terjadi di setiap ujung span, kecuali pada span 6 baik

Step Span Teg. Tekan Maks (kN/m2)

Teg. Tarik Maks (kN/m2)

Reg. Tekan Maks

Reg. Tekan Maks 12 1 KB 2936.5 6000.9 9.70E-05 1.98E-04

(37)

23 jalur Kedungbadak maupun Kedunghalang, tegangan maksimum terjadi di tengah span. Terjadinya perubahan naik turunnya nilai tegangan dan regangan menunjukkan adanya distribusi tegangan dan regangan di sepanjang masing-masing span.

Nilai Tegangan-Regangan pada Kolom

Nilai tegangan dan regangan yang terjadi pada kolom dapat dilihat pada Lampiran 3, berdasarkan Lampiran 3, nilai tegangan dan regangan maksimum yang terjadi pada setiap kolom baik sisi A maupun B seiring proses konstruksi berlangsung ada yang mengalami peningkatan, penurunan, bahkan relatif konstan. Perubahan nilai tegangan dan regangan dominan terjadi pada kolom 1 sisi A. Pada saat step 1 dan 2 dilakukan hanya kolom 1 yang menerima tegangan dan regangan, tetapi tegangan dan regangan tersebut hanya terjadi pada sisi B dengan besar 3630.3 kN/m2 untuk tegangan tekan maksimum dan 5704.4 kN/m2 untuk tegangan tarik maksimum, sedangkan regangan tekan dan tarik maksimum yang terjadi secara berturut-turut sebesar 1.2E-04 dan 1.88E-04.

Gambar 27 Kondisi kolom sebelum konstruksi dimulai

Saat step 3 dilakukan, selain kedua sisi kolom 1, kolom 2 juga mengalami tegangan dan regangan. Tegangan tekan dan tarik maksimum yang terjadi pada kolom 1 sisi A secara berturut-turut sebesar 2601.7 kN/m2 dan 4034.9 kN/m2, sedangkan regangan tekan dan tarik maksimum sebesar 8.59E-05 dan 1.33E-04, untuk kolom 1 sisi B relatif konstan. Sama halnya ketika step 1 dan 2 dilakukan, tegangan dan regangan yang bekerja pada kolom 2 hanya terjadi pada sisi B dengan besar tegangan tekan dan tarik maksimum secara berturut-turut sebesar 4570.5 kN/m2 dan 7176.2 kN/m2, sedangkan regangan tekan dan tarik maksimum sebesar 1.51E-04 dan 2.37E-04. Nilai tegangan dan regangan pada step 4 tidak berbeda dengan step 3, perubahan nilai hanya terjadi pada kolom 1 sisi A saja dengan tegangan tekan dan tarik maksimum secara berturut-turut sebesar 2603.4 kN/m2 dan 4044 kN/m2, sedangkan regangan tekan dan tarik maksimum sebesar 8.6E-05 dan 1.34E-04.

(38)

24

untuk tegangan tarik maksimum, 1.51E-04 untuk regangan tekan maksimum dan 2.37E-04 untuk regangan tarik maksimum. Tidak jauh berbeda dengan step 5, pada

step 6 perubahan tegangan dan regangan hanya terjadi pada kolom 1 sisi A dengan

tegangan tekan dan tarik maksimum secara berturut-turut sebesar 2558.6 kN/m2 dan 3985.7 kN/m2, sedangkan regangan tekan dan tarik sebesar 8.45E-05 dan 1.32E-04. Saat step 7 dilakukan, selain kolom 1, 2, dan 3, kolom 4 juga mengalami tegangan dan regangan, tetapi hanya sisi B saja dari kolom 4 tersebut yang mengalami tegangan maupun regangan dengan besar tegangan tekan dan tarik secara berturut-turut adalah 3600.1 kN/m2 dan 5656.4 kN/m2, sedangkan regangan tekan dan tarik sebesar 1.19E-04 dan 1.87E-04. Sama halnya dengan step-step

sebelumnya, untuk kolom 1 sisi B, kolom 2, dan kolom 3 nilai tegangan dan regangan relatif konstan, sedangkan kolom 1 sisi A nilai tegangan tekan dan tarik maksimum secara beruturut-turut menjadi 2288.7 kN/m2 dan 3554.8 kN/m2, sedangkan regangan tekan dan tarik sebesar 7.56E-05 dan 1.17E-04. Tidak jauh berbeda dengan step 7, pada step 8 perubahan tegangan dan regangan hanya terjadi pada kolom 1 sisi A dengan tekanan tekan dan tarik maksimum secara berturut-turut sebesar 2530.5 kN/m2 dan 3946.8 kN/m2, sedangkan regangan tekan dan tarik maksimum sebesar 8.36E-05 dan 1.3E-04.

Saat step 9 dilakukan, semua kolom mengalami tegangan dan regangan. Seluruh tegangan dan regangan tersebut sebagian besar relatif konstan, kecuali kolom 1 sisi A dengan tegangan tekan dan tarik maksimum secara berturut-turut menjadi 2271.8 kN/m2 dan 3529.1 kN/m2, sedangkan regangan tekan dan tarik maksimum menjadi 7.5E-05 dan 1.17E-04, untuk kolom 5, hanya sisi B yang mengalami tegangan maupun regangan dengan tegangan tekan dan tarik maksimum secara berturut-turut sebesar 5308.3 kN/m2 dan 8063.3 kN/m2, sedangkan regangan tekan dan tarik maksimum menjadi 1.75E-04 dan 2.66E-04. Step 10 serupa dengan step 9, kolom 1 sisi A memiliki tegangan tekan dan tarik maksimum secara berturut-turut sebesar 2525.9 kN/m2 dan 3935.9 kN/m2, sedangkan regangan tekan dan tarik maksimum menjadi 8.34E-05 dan 1.3E-04, untuk kolom 5, tegangan tekan dan tarik maksimum yang terjadi secara berturut-turut sebesar 5309 kN/m2 dan 8064.4 kN/m2, sedangkan regangan tekan dan tarik maksimum menjadi 1.75E-04 dan 2.66E-04.

Berkebalikan dengan step 9 dan 10, untuk step 11 dan 12 sisi A pada kolom 5 yang mengalami tegangan dan regangan dengan tegangan tekan dan tarik maksimum secara berturut-turut sebesar 5681.1 kN/m2 dan 5681.1 kN/m2, sedangkan regangan tekan dan tarik sebesar 1.19E-04 dan 1.88E-04. Pada step 11, tegangan tekan dan tarik di kolom 1 sisi A secara berturut-turut sebesar 2322.2 kN/m2 dan 3598.1 kN/m2, sedangkan regangan tekan dan tarik maksimum sebesar 7.67E-05 dan 1.19E-04. Pada step 12, tegangan tekan dan tarik di kolom 1 sisi A secara berturut-turut sebesar 2541.5 kN/m2 dan 3949.6 kN/m2, sedangkan regangan tekan dan tarik maksimum sebesar 8.39E-05 dan 1.3E-04. Secara keseluruhan, nilai tegangan dan regangan pada kolom-kolom tengah relatif konstan/lebih stabil dibandingkan dengan kolom 1 dan 5, hal tersebut besar kemungkinan disebabkan oleh penggunaan sendi jepit pada span-span tengah, sehingga struktur span tengah lebih kaku dan lendutan akibat penambahan segmen-segmen pada span selanjutnya lebih kecil. Kolom 1 selalu mengalami perubahan-perubahan seiring berjalannya konstruksi, tegangan tarik yang terjadi sangat meningkat ketika pekerjaan span

-span pada jalur Kedunghalang dilakukan, tetapi setelah itu menurun kembali pada

(39)

25 adanya interaksi di setiap struktur untuk saling menyeimbangkan gaya-gaya yang terjadi, terutama gaya-gaya aksial yang muncul ketika proses konstruksi berlangsung.

Gambar 28 Kondisi kolom setelah seluruh step konstruksi selesai Lendutan

[image:39.595.105.524.450.750.2]

Selain diperoleh tegangan dan regangan pada box girder maupun kolom, dari permodelan yang ada juga dapat diketahui besar lendutan yang terjadi. Lendutan (displacement) sering terjadi di setiap struktur bangunan maupun jembatan, dikatakan berbahaya jika nilai lendutan yang terjadi melebihi batas ijin, dan sebaliknya jika masih berada di bawah batas ijin, maka struktur tersebut aman. Berikut adalah besar lendutan yang diperoleh selama proses konstruksi berlangsung:

Tabel 15 Lendutan selama proses konstruksi

Step

Displacement (mm) Span

1 2 3 4 5 6

KB KH KB KH KB KH KB KH KB KH KB KH 1 5.4 4.8 6.49 4.93 6.86 5.02 6.94 5.05 6.72 5.02 5.99 4.99 2 0 5.3 4 5.52 3.95 5.64 4.01 5.68 4.18 5.59 4.7 5.58 3 0 0 11.2 8.37 11.7 8.54 11.9 8.63 11.6 8.62 10.4 8.59 4 0 0 0 11.2 7.99 11.4 8.11 11.4 8.5 4.44 9.62 11.4 5 0 0 0 0 16.3 13.1 16.4 13.2 16.1 13.2 15.1 13.3 6 0 0 0 0 0 16.3 13 16.4 13.5 16.5 14.7 16.5 7 0 0 0 0 0 0 16.3 13.1 16.1 13.2 15.1 13.3 8 0 0 0 0 0 0 0 16.3 13.4 16.4 14.7 16.5 9 0 0 0 0 0 0 0 0 11.1 8.28 10.2 8.47 10 0 0 0 0 0 0 0 0 0 11.1 9.38 11.3 11 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 16.7 15.7

12 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 16.7

Keterangan:

(40)

26

[image:40.595.89.483.184.309.2]

Berdasarkan tabel 16, lendutan maksimum terjadi pada saat step 11 dan 12 dilakukan, yaitu ketika pekerjaan pemasangan span 6 jalur Kedungbadak dan Kedunghalang dilaksanakan. Lendutan yang terjadi sebesar 16.7 mm dan berada pada span 6 jalur Kedungbadak dan Kedunghalang itu sendiri, untuk lebih jelas tempat terjadi lendutan maksimum dapat dilihat pada Gambar 29.

Gambar 29 Lendutan (displacement) maksimum Kontrol

Kontrol dilakukan untuk membandingkan nilai distribusi tegangan dan regangan yang terjadi pada setiap tahap konstruksi (construction stages) struktur atas jalan layang terhadap batas nilai yang diijinkan, selain itu juga untuk membandingkan besar lendutan yang terjadi. Tegangan yang dikontrol terdiri dari tegangan tekan dan tarik, begitu juga dengan regangan yang terdiri dari regangan tekan dan tarik.

Tegangan

Batas ijin tegangan tekan yang digunakan adalah tegangan ijin tekan pada kondisi beban sementara atau kondisi transfer gaya prategang untuk komponen beton prategang, begitu juga dengan tegangan tarik, persyaratan yang dipilih adalah serat terluar pada ujung komponen struktur yang didukung sederhana dan mengalami tegangan tarik. Besar kedua tegangan ijin tersebut adalah:

a. Tegangan ijin tekan : 0.6 f’c = 0,6 x 41.5 εPa = 24.9 MPa = 24900 kN/m2 b. Tegangan ijin tarik : 0.5 √�′� = 0,5 x √ . = 3.221 Mpa = 3221 kN/m2 Regangan

Batas ijin regangan yang digunakan baik tekan ataupun tarik tergantung pada angka tegangan ijin, besar nilai regangan ijin diperoleh dari pembagian antara tegangan terhadap modulus elastisitas beton yaitu sebesar 30277.6 MPa, sehingga diperoleh nilai kedua regangan ijin sebesar:

a. Regangan ijin tekan : .9 ��

. �� = 8.224E-4

b. Regangan ijin tarik : . ��

. �� = 1.064E-4

(41)

27 atas batas ijin, serta ada beberapa segmen box girder yang juga melebihi batas ijin, terutama di setiap ujung span. Hasil tersebut menunjukkan, struktur box girder dan kolom aman terhadap tegangan dan regangan tekan, tetapi sebagian struktur box girder tidak aman terhadap tegangan dan regangan tarik, begitu juga dengan seluruh struktur kolom selama. Hal ini besar kemungkinan terjadi karena pada saat permodelan jadual tahapan konstruksi tidak dilakukan penempatan shoring di bawah pierhead,sehingga momen yang bekerja pada pierhead maupun box girder

yang berada di ujung span semakin besar dan akibatnya tegangan maupun regangan yang terjadi juga akan semakin besar.

Kontrol tegangan dan regangan akibat gaya prategang pada span 2 (jarak 76614 mm), setelah seluruh step dilakukan:

[image:41.595.108.504.255.434.2]

Gambar 30 Eksentrisitas tendon span 2 (jarak 76614 mm) a. Y Box Girder (Eksentrisitas Box Girder)

• A = . m

• I = 4.556 m4

• ε = 12313.73 kNm

• Yg = Y = . m

• Y = h eg e − Yg

= . m − 1.739 m

= . m

b. e Tendon (Eksentrisitas Tendon)

• e = Y − h

◦ e( − ) = . − . m = . m

◦ e = . − . m = . m

◦ e = . − . m = . m

• e = Y − h

◦ e ( − ) = . − . m = . m

◦ e , = . − . m = . m

◦ e = . − . m = . m

(42)

28

◦ e = . − . m = . m

c. P tendon

• P = % x fu x A x n

• P = P − + P + P

◦ P − = % x . Kg mm⁄ x mm x = kN

◦ P = % x . Kg mm⁄ x mm x = . kN

◦ P = % x . Kg mm⁄ x mm x = . kN

◦ P = . kNm

• P = P − + P , + P + P + P

◦ P − = % x . Kg mm⁄ x mm x = . kN

◦ P , = % x . Kg mm⁄ x mm x = . kN

◦ P = % x . Kg mm⁄ x mm x = . kN

◦P = % x . Kg mm⁄ x mm x = . kN

◦P = % x . Kg mm⁄ x mm x = . kN

◦ P = . kNm

d. ∑ P dan e

• ∑P . e = . kNm

• ∑P . e = . kNm

e. Tegangan Tekan dan Tarik (Persamaan 9 dan 10)

σ = −P

A +

∑P x e x Y

I −

M x Y I

σ = − . . kN m + . kNm x . m. m − . x . kNm. m

σ = . kN m

σ = −PA + ∑P x e x YI −M x YI

σ = − . . kN m − . kNm x .. m m+ . x .. m kNm

� = − . �� �

σ ≈ σ g

. kN m⁄ ≈ . kN m

dan

σ ≈ σ g

(43)

29 f. Regangan Tekan dan Tarik (Persmaan 5)

= σE

= . kN m⁄

kN m⁄

= . E −

= σE

= . kN m⁄

kN m⁄

= . E −

g

. E − ≈ . E −

dan

g

. E − ≈ . E −

Tegangan maupun regangan tekan dan tarik yang diperoleh dari perhitungan manual mendekati perhitungan pada program, hal tersebut menunjukkan hasil distribusi tegangan dan regangan yang diperoleh telah sesuai. Hasil tegangan dan regangan span 2 pada program dapat dilihat di Lampiran 4.

Lendutan

Lendutan maksimum yang diperoleh dari permodelan sebesar 16.7 mm dengan panjang bentang span 6 adalah 41.9 m. Berdasarkan SNI 03-2847-2002, lendutan yang dijinkan dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 12:

= , m= , mm

Jadi lendutan yang terjadi masih berada di bawah batas ijin lendutan, sehingga jalan layang/jembatan dikatakan aman.

Simpulan dan Saran

Simpulan

(44)

30

1 a. Seluruh struktur box girder aman terhadap tegangan dan regangan tekan, tetapi beberapa segmen tidak aman terhadap tegangan dan regangan tarik selama proses konstruksi berlangsung, dengan tegangan tekan 2122.39 kN/m2 < 24900 kN/m2, regangan tekan 7.01E-05 < 8.224E-04, tegangan tarik 3412.96 kN/m2 > 3221 kN/m2, regangan tarik 1.13E-04 > 1.064E-04.

b. Seluruh struktur kolom aman terhadap tegangan dan regangan tekan, tetapi tidak aman terhadap tegangan dan regangan tarik selama proses konstruksi berlangsung:

• Sisi A : tegangan tekan 3632.5 kN/m2 < 24900 kN/m2, regangan tekan 1.2E-04 < 8.224E-1.2E-04, tegangan tarik 5708 kN/m2 > 3221 kN/m2, regangan tarik 1.89E-04 > 1.064E-04.

• Sisi B : tegangan tekan 4570.5 kN/m2 < 24900 kN/m2, regangan tekan 1.51E-04 < 8,224E-1.51E-04, tegangan tarik 7176.2 kN/m2 > 3221 kN/m2 , regangan tarik 2.37E-04 > 1.064E-04.

2. Lendutan maksimum terjadi pada step 11 dan 12, yaitu sebesar 16.7 mm < 174.58 mm, hal tersebut menunjukkan bahwa jembatan kaku dan aman selama konstruksi dilakukan.

Saran

Adanya beberapa nilai tegangan dan regangan yang melebihi batas ijin, khususnya pada setiap ujung span disebabkan oleh adanya faktor pengangkuran tendon dan penempatan dukungan berupa shoring pada kolom, semakin banyak titik-titik pengangkuran maka semakin besar tegangan maupun regangan yang terjadi pada struktur box girder ataupun kolom, selain itu dengan tidak adanya

shoring sebagai penopang sementara, menyebabkan momen yang bekerja pada

kolom semakin besar yang akan berpengaruh pada semakin besarnya nilai tegangan dan regangan yang terjadi. Tegangan dan regangan yang berlebih tersebut sebaiknya dihindari dengan cara dilakukan penyusunan ulang letak tendon dan penempatan shoring pada penyusunan jadual tahapan konstruksi.

DAFTAR PUSTAKA

[AASHTO] American Association of State Highway and Transportation Officials.

(US). 2004. LRFD Bridge Design Specifications, SI Units, Third

Edition.Washington DC (US) : AASHTO

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1989. SNI T-03-1732-1989. Tata Cara Perencanaan Tebal Perkerasan Lentur Jalan Raya. Jakarta (ID) : BSN [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1989. SNI T-03-1725-1989. Tata Cara

Perencanaan Pembebanan Jembatan Jalan Raya. Jakarta (ID) : BSN

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2002. SNI 03-2847-2002. Tata Cara Perencanaan Struktur Beton Untuk Bangunan Gedung. Jakarta (ID) : BSN [BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2004. SNI T-12-2004. Perencanaan struktur

beton untuk jembatan. Jakarta (ID) : BSN

(45)

31 Imran, I. 2006. Perilaku Beton Prategang. Teknik Sipil dan Lingkungan Institut

Teknologi Bandung. Bandung

Muharram, R. 2014. Jembatan Gantung (Suspension Bridge). Fakultas Teknik Universitas Siliwangi. Tasikmalaya.

Nasution, N. 2013. Pengertian Jalan Layang dan Jalan Layang Penting di Indonesia [Artikel]. Yogyakarta

Palmiyanto, H. M. 2003. Perbandingan Hasil Analisa Konsentrasi Tegangan pada Plat Berlubang Akibat Beban Tarik dengan Menggunakan Metode Elemen Hingga dan Kajian Eksperimen. Akademi Teknologi Warga Surakarta: Surakarta

Rombach, G. Precast Segmental Box Girder Bridges with External Prestressing. Technical University Hamburg-Harburg: Germany

Supriyadi, Bambang dan Agus Setyo Muntohar. 2000. Jembatan. Fakultas Teknik Universitas Gajah Mada: Yogyakarta.

(46)

32

Lampiran 1 Daftar notasi A = Luas bidang

Ag = Luas penampang berlubang An = Luas penampang bersih ∆L = Perpanjangan

e = Eksentrisitas tendon

et = Eksentrisitas tendon terhadap titik berat atas box girder eb = Eksentrisitas tendon terhadap titik berat bawah box girder E = Modulus elastisitas

f’c = Kuat tekan beton

fpy = Kuat tarik baja prategang

fu = Kuat tarik ultimate baja prategang I = Momen inersia

K = Konsentrasi tegangan L = Panjang awal benda M = Momen akibat beban luar n = Jumlah Strand

P = Gaya normal yang bekerja Ptendon = Gaya prategang tendon

Pt = Gaya prategang tendon pada penampang atas box girder

Pb = Gaya prategang tendon pada penampang bawah box girder

σ = Tegangan

σt = Tegangan pada serat atas/Tegangan tekan σb = Tegangan pada serat bawah/Tegangan tarik σmaks = Tegangan maksimum

σnominal = Tegangan nominal = Regangan

t = Regangan pada serat atas/Regangan tekan b = Regangan pada serat bawah/Regangan tekan = Lendutan

W = Momen tahanan

Y = Eksentrisitas penampang

Yt = Eksentrisitas penampang atas box girder

(47)

33

Lampiran 2 Jumlah strand pada setiap titik tendon

No. Span

Jumlah Strand

Internal Eksternal

TUT (A - D) TUB (A - D) TUB (E - F) T1 T2 T3 B1 B2 B3 C1 C2 C3 C4 C5 A. Kedunghalang

1 P6 - P7 5 7 - 19 19 19 19 19 19 19 19 15 22 -

2 P7 - P8 5 7 12 19 19 22 19 19 19 19 19 19 22 22

3 P8 - P9 5 12 12 19 19 19 19 19 19 19 19 19 22 22

4 P9 -P10 5 12 12 19 19 19 19 19 19 19 19 19 22 22

5 P10 - P11 5 12 12 19 19 22 19 19 19 19 19 19 22 22

6 P11 - P12 5 7 - - - 19 19 15 22 -

B. Ke

Gambar

Gambar 1  Launching gantry
Gambar 4  Distribusi tegangan regangan
Gambar 5  Struktur beton prategang
Gambar 7  Lokasi proyek
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dapat juga dikemukakan bahwa layanan ini bertujuan untuk membimbing seluruh siswa agar (a) memiliki kemampuan untuk merumuskan tujuan, perencanaan, atau pengelolaan

Berdasarkan tahapan kegiatan penelitian yang dilaksanakan, teknik-teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu wawancara, observasi, angket skala Liekert (skala 1, 2,

Tujuan penelitian yang akan dilakukan disisni adalah untuk mengetahui bagaimanakah implementasi metode drill pembelajaran matematika di MI Muhammadiyah Panunggalan

Berdasarkan penelitian yang peneliti lakukan pada siklus I dengan menggunakan metode wahdah dan metode takrir maka dapat dipaparkan bahwa jumlah skor

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh aset, modal sendiri, modal luar, volume usaha, dan anggota terhadap sisa hasil usaha pada Koperasi Simpan

Dari kajian ini ditemukan bahwa Dampak Covid 19 terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua pada triwulan I tahun 2020, mencapai 1,48 persen (yoy), pada triwulan II-2020,

dengan penelitian peneliti terletak pada instrumen yang digunakan, yaitu sama-sama menggunakan Barthel Index (BI) untuk kemandirian dan Berg Balance Scale untuk

12 Fitri Margi Rahayu 1500012070 PKM-GT Akuntansi FE Amir Hidayatullah 13 Ragat Subagia 1500012092 PKM-GT Akuntansi FE Amir Hidayatullah 14 Ahmad Tahir 1400010106 PKM-GT