vii Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK
Nama : Hana Fedora Husada
Jurusan : S1 Sastra China
Judul : Perbandingan Novel Lo Fen Koei dan Roman Sitti Nurbaya
Objek penelitian yang dibandingkan dalam skripsi ini adalah novel Lo Fen Koei dan roman Sitti Nurbaya, dengan penokohan dan tema sebagai unsur dominan. Tokoh yang dibandingkan adalah tokoh yang penting dalam cerita, yaitu tokoh antagonis dan protagonis pria dan wanita. Analisis penokohan dilihat dari metode pengarang menghadirkan tokohnya kepada pembaca. Setelah membandingkan penokohan, ditemukan persamaan tema yang dimiliki kedua karya ini. Metode yang digunakan dalam skripsi ini adalah penelitian deskriptif komparatif, yaitu dengan menguraikan kemudian membandingkan penokohan dan tema dalam kedua karya sastra. Kesimpulan dari skripsi ini adalah bahwa kedua karya sastra ini memiliki tema yang sama, yaitu uang dan cinta.
Kata kunci:
ABSTRACT
Name : Hana Fedora Husada
Department : Bachelor Degree of Chinese Literature
Title : Comparison of Lo Fen Koei and Sitti Nurbaya
The research objects compared in this undergraduate thesis are Lo Fen Koei and Sitti Nurbaya, with characterization and theme as the dominant element. The compared characters are the characters whose roles are important in the stories, the antagonist and the male and female protagonist. The characterization analysis is viewed from the methods used by the author to present their characters to the readers. After analyzing, it shows that both literature works have a same theme. The method of this research is descriptive comparative method, that describe then compare the characterizations and theme in both literature works. The conclusion of this research is that both literature works have a same theme, money and love.
Key words:
ix Universitas Kristen Maranatha DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ... ii
LEMBAR PENGESAHAN ... iii
KATA PENGANTAR ... iv
LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vi
ABSTRAK ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Penelitian ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 3
1.3 Tujuan Penelitian ... 3
1.4 Metode Penelitian... 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 6
2.1 Sastra Bandingan ... 6
2.2 Sastra Modern Indonesia ... 7
2.2.1 Sastra Melayu Tionghoa ... 7
2.2.2 Balai Pustaka ... 10
2.3 Unsur Karya Sastra ... 11
2.3.1 Tokoh dan Penokohan ... 12
2.3.2 Tema ... 14
2.3.3 Hubungan Penokohan dan Tema ... 15
BAB 3 PEMBAHASAN ... 17
3.1 Penokohan Lo Fen Koei ... 18
3.1.1 Lo Fen Koei... 18
3.1.2 Tan San Nio... 24
3.1.3 Souw Gi Tong ... 26
3.2 Penokohan Sitti Nurbaya... 30
3.2.1 Datuk Meringgih ... 30
3.2.2 Sitti Nurbaya ... 34
3.2.3 Samsulbahri ... 40
3.3 Tema ... 44
BAB 4 KESIMPULAN ... 52
DAFTAR LAMPIRAN
1 Universitas Kristen Maranatha BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Penelitian
Sastra Melayu Tionghoa merupakan karya penulis peranakan Tionghoa
yang berkembang sejak akhir abad ke-19 sampai pertengahan abad ke-20.
Menurut Claudine Salmon, seorang sarjana Perancis yang meneliti sastra Melayu
Tionghoa, selama kurun waktu hampir 100 tahun (1870-1966) kesusastraan
Melayu Tionghoa melibatkan 806 penulis dan sudah menghasilkan 3.005 karya.
Meskipun berkembang di Indonesia, keberadaan sastra Melayu Tionghoa
seringkali tidak diakui sebagai bagian dari sastra Indonesia. Hal ini disebabkan
karena pada saat itu orang Tionghoa yang tinggal di Indonesia belum dianggap
sebagai orang Indonesia. Selain itu, bahasa Melayu Rendah yang digunakan
dalam karya-karya sastra Melayu Tionghoa dianggap bukan merupakan sumber
bahasa Indonesia. Karya-karya sastra yang menggunakan bahasa Melayu Rendah
pada saat itu dikatakan sebagai karya sastra yang bermutu rendah, dan hanya
karya sastra yang menggunakan bahasa Melayu Tinggi, yang saat itu dianggap
sebagai sumber bahasa Indonesia, yang diakui sebagai sastra Indonesia. Hal inilah
yang menjadi alasan mengapa sastra Indonesia modern dianggap baru dimulai
pada periode Balai Pustaka yang karya-karyanya menggunakan bahasa Melayu
Tinggi.
Sebenarnya, orang-orang Tionghoa yang bermigrasi ke Indonesia telah
berbaur dengan penduduk setempat dan menempatkan diri sebagai orang
Indonesia. Hal ini terlihat dari karya-karya mereka yang banyak menceritakan
tentang kehidupan orang Tionghoa di tengah-tengah penduduk setempat. Bahasa
pemersatu yang memegang peranan penting dalam pembauran orang Tionghoa
dengan penduduk setempat adalah bahasa Melayu Rendah. Penggunaan bahasa
Melayu Rendah ini dalam masyarakat lebih luas dibandingkan penggunaan bahasa
Melayu Tinggi yang terbatas untuk orang-orang berpangkat atau bangsawan.
menjadi semakin teratur dan menjadi bahasa pengantar dalam surat kabar dan
karya sastra, sehingga penggunaannya sebagai lingua franca semakin luas. Karena
penggunaannya di tengah-tengah masyarakat Indonesia semakin luas, bahasa
Melayu Rendah juga ikut mempengaruhi lahirnya bahasa Indonesia.
Berdasarkan fakta sejarah, pada tahun 1981 Claudine Salmon
menunjukkan bahwa sastra Melayu Tionghoa pantas dipandang sebagai bagian
dari kesusastraan Indonesia. Sejak saat itu penelitian terhadap sastra Melayu
Tionghoa sebagai bagian dari sastra Indonesia semakin banyak dilakukan. Karya
sastra Melayu Tionghoa ternyata memiliki mutu yang tidak kalah dibandingkan
karya-karya Balai Pustaka yang sebelumnya dianggap sebagai pelopor sastra
Indonesia modern.
Perkembangan sastra Melayu Tionghoa dan berdirinya Balai Pustaka
memiliki hubungan yang erat. Balai Pustaka didirikan pemerintah Belanda untuk
mengontrol bahan bacaan yang beredar dalam masyarakat, termasuk hasil karya
penulis Tionghoa yang isinya dikhawatirkan dapat merendahkan pemerintahan
Belanda. Karena itulah berdirinya Balai Pustaka tidak terpisahkan dari keberadaan
sastra Melayu Tionghoa.
Di antara karya-karya sastra yang terbit di awal masing-masing periode,
terdapat dua karya yang memiliki persamaan sehingga keduanya dapat
dibandingkan, yaitu Lo Fen Koei dan Sitti Nurbaya. Lo Fen Koei karya Gouw
Peng Liang yang terbit pada tahun 1903 dan Sitti Nurbaya karya Marah Rusli
yang terbit pada tahun 1922 sama-sama menceritakan adanya seorang pria
kaya-raya yang ingin mendapatkan seorang wanita untuk menjadi istrinya dengan
menghalalkan berbagai macam cara. Persamaan tersebut membuat kedua karya
sastra ini memenuhi syarat untuk dibandingkan, yaitu adanya ciri-ciri kemiripan
yang disebut varian.
Karena yang menyusun cerita adalah tokoh-tokoh, maka yang menjadi
fokus dalam skripsi ini adalah unsur penokohon dalam kedua karya sastra.
Tokoh-tokoh diciptakan oleh pengarang dengan berbagai watak masing-masing untuk
menyampaikan kisahnya kepada pembaca. Dalam skripsi ini dibandingkan
3 Universitas Kristen Maranatha
untuk menyampaikan kisah adanya seorang pria kaya-raya yang menghalalkan
berbagai macam cara untuk mendapatkan seorang wanita.
Karena kedua karya ini merupakan karya yang berbeda, maka selain
adanya persamaan, tentu saja penokohan dalam kedua karya ini memiliki
perbedaan. Karena itulah skripsi ini bukan hanya menjabarkan persamaan, tetapi
juga menunjukkan perbedaan penokohan yang terdapat dalam dua karya sastra
dengan pengarang yang berbeda latar belakang budaya.
Tokoh-tokoh yang dibandingkan dalam skripsi ini adalah tokoh-tokoh
yang memegang peranan penting dalam cerita. Tokoh Lo Fen Koei dalam Lo Fen
Koei dibandingkan dengan tokoh Datuk Meringgih dalam Sitti Nurbaya sebagai
tokoh antagonis. Tokoh Tan San Nio dalam Lo Fen Koei dibandingkan dengan
tokoh Sitti Nurbaya dalam Sitti Nurbaya sebagai wanita yang dipaksa oleh tokoh
antagonis untuk menjadi istrinya. Kemudian, tokoh Souw Gi Tong dalam Lo Fen
Koei dibandingkan dengan tokoh Samsulbahri dalam Sitti Nurbaya yang berperan
sebagai pasangan tokoh wanita dan menjadi tokoh protagonis.
Selanjutnya, karena melalui apa yang dipikirkan, dirasakan, dilakukan, dan
peristiwa yang terjadi pada tokoh, pengarang menyampaikan tema dalam kisahnya,
maka setelah membandingkan penokohan, dicari juga persamaan tema dalam
kedua karya sastra ini.
Berdasarkan penjelasan di atas, penulis tertarik untuk menulis skripsi yang
berjudul “Perbandingan Novel Lo Fen Koei dan Roman Sitti Nurbaya”.
1.2Rumusan Masalah
Masalah yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah:
1. Apakah perbedaan dalam penokohan novel Lo Fen Koei dan roman Sitti
Nurbaya?
2. Berdasarkan penokohan, apa tema dalam kedua karya sastra ini?
1.3Tujuan Penelitian
Skripsi ini bertujuan untuk menemukan persamaan dan perbedaan dalam
sebagai bagian dari kesusastraan nasional Indonesia, karya-karya sastra Melayu
Tionghoa dan Balai Pustaka memiliki keterkaitan.
1.4Metode Penelitian
Penelitian dalam skripsi ini merupakan penelitian kualitatif, yaitu
penelitian yang menurut Semi (1990) “mengutamakan kedalaman penghayatan
terhadap interaksi antarkonsep yang sedang dikaji secara empiris.” Dalam skripsi
ini penokohan dan tema dalam Lo Fen Koei dan Sitti Nurbaya dianalisis dengan
menggunakan teori-teori penokohan dan tema.
Penelitian dalam skripsi ini juga merupakan penelitian perpustakaan, di
mana penelitian dilakukan sepenuhnya terhadap karya sastra dengan
menggunakan teori-teori dari buku teks dan sumber-sumber tertulis lainnya
sebagai data tambahan.
Metode yang digunakan dalam skripsi ini adalah metode deskriptif
komparatif, sesuai yang dikatakan oleh Ratna (2004) bahwa metode deskriptif
komparatif adalah metode penelitian dengan cara menguraikan dan
membandingkan. Karena skripsi ini membandingkan dua karya sastra, maka
penelitian dalam skripsi ini masuk dalam bidang kajian sastra bandingan.
Penelitian sastra bandingan dalam skripsi ini merupakan penelitian yang
berperspektif teoritis, yaitu penelitian bersifat teoritis yang menggambarkan
konsep, kriteria, batasan, atau aturan dalam berbagai bidang kesusastraan
(Endraswara, 2011:160). Dalam skripsi ini, unsur penokohan dan tema dalam
kedua karya sastra dianalisis dulu secara teoritis, baru kemudian dibandingkan.
Karena karya sastra yang dibandingkan dalam skripsi ini adalah karya
sastra yang terbit dalam periode kesusastraan yang berbeda, yaitu novel Lo Fen
Koei yang terbit tahun 1903 pada awal periode sastra Melayu Tionghoa dan
roman Sitti Nurbaya yang terbit tahun 1922 pada awal periode Balai Pustaka,
maka penelitian dalam skripsi ini merupakan penelitian sastra bandingan
diakronik, yaitu perbandingan terhadap karya sastra yang berasal dari periode
yang berbeda (Endraswara, 2011:163).
5 Universitas Kristen Maranatha
dan Sitti Nurbaya yang dibandingkan dalam skripsi ini adalah adanya tokoh
antagonis kaya raya yang menggunakan uang dan kekuasaannya untuk memaksa
seorang gadis menjadi istrinya.
Berdasarkan teori sastra bandingan tentang objek dan subjek penelitian
sastra bandingan, yang menjadi objek penelitian sastra bandingan dalam skripsi
ini adalah penokohan dan tema, sedangkan subjek penelitiannya adalah novel Lo
Fen Koei dan roman Sitti Nurbaya. Hal ini sesuai dengan pengertian objek dan
subjek penelitian sastra bandingan menurut Endraswara (2011), yaitu bahwa objek
berkaitan dengan muatan yang dominan dalam karya sastra sehingga layak
BAB IV KESIMPULAN
Lo Fen Koei yang terbit pada tahun 1903 merupakan karya sastra yang
terbit pada awal periode sastra Melayu Tionghoa, sedangkan Sitti Nurbaya yang
terbit pada tahun 1922 merupakan karya sastra yang terbit pada awal periode
Balai Pustaka, yang dianggap sebagai periode dimulainya sastra modern Indonesia.
Kedua karya sastra ini memiliki persamaan yaitu bahwa dalam kedua karya sastra
ini, tokoh antagonis kaya raya ingin mendapatkan seorang wanita menjadi istrinya
dengan menghalalkan berbagai macam cara.
Persamaan ini membuat kedua karya ini layak menjadi objek penelitian
sastra bandingan, sedangkan penokohan dan tema, sebagai unsur dominan dalam
kedua karya sastra.
Analisis penokohan dilakukan terhadap metode pengarang menghadirkan
tokohnya, yaitu teknik ekspositori dan teknik dramatik. Teknik dramatik
dilakukan melalui beberapa teknik, yaitu teknik cakapan, tingkah laku, pikiran dan
perasaan, arus kesadaran, reaksi tokoh, reaksi tokoh lain, pelukisan latar, dan
pelukisan fisik.
Analisis perbandingan penokohan dilakukan terhadap tokoh-tokoh yang
penting dalam cerita. Tokoh Lo Fen Koei dalam Lo Fen Koei dibandingkan
dengan Datuk Meringgih dalam Sitti Nurbaya sebagai tokoh antagonis. Tokoh
Tan San Nio dalam Lo Fen Koei dibandingkan dengan Sitti Nurbaya dalam Sitti
Nurbayai sebagai tokoh utama wanita, dan Souw Gi Tong dalam Lo Fen Koei
dibandingkan dengan Samsulbahri dalam Sitti Nurbaya sebagai tokoh utama pria.
Setelah melakukan analisis penokohan terhadap tokoh antagonis, maka
dapat disimpulkan bahwa perbedaan di antara Lo Fen Koei dan Datuk Meringgih
terletak pada penampilan dan cara mereka memandang uang. Perilaku Lo Fen
53 Universitas Kristen Maranatha
Datuk Meringgih yang digambarkan memiliki penampilan yang sama buruknya
dengan perilakunya. Lo Fen Koei menggunakan uangnya sebagai alat untuk
mendapatkan keinginannya, sedangkan Datuk Meringgih menjadikan uang
sebagai tujuan hidupnya, sehingga ia sangat kikir.
Melalui perbandingan penokohan tokoh protagonis wanita, dapat
disimpulkan bahwa perbedaan di antara Tan San Nio dan Sitti nurbaya adalah
dalam hal latar belakang sosial. Tan San Nio adalah anak seorang tukang sayur
miskin, sedangkan Sitti Nurbaya adalah anak seorang saudagar kaya, meskipun
selanjutnya Sitti Nurbaya menjadi miskin setelah usaha perdagangan ayahnya
dihancurkan oleh Datuk Meringgih.
Selanjutnya, setelah membandingkan penokohan tokoh protagonis pria,
dapat disimpulkan bahwa perbedaan di antara Souw Gi Tong dan Samsulbahri
adalah bahwa Samsulbahri bertindak secara emosional, sedangkan Souw Gi Tong
lebih sabar.
Karena melalui tokoh pengarang menyampaikan masalah kehidupan yang
menjadi tema kisahnya, maka setelah membandingkan penokohan, selanjutnya
dapat ditemukan tema dari kedua karya sastra ini. Kedua karya sastra ini memiliki
tema yang sama, yaitu uang dan cinta. Walaupun memiliki tema yang sama, tetapi
kedua karya ini memperlakukan uang dan cinta dengan cara yang berbeda. Dalam
Lo Fen Koei, uang digunakan sebagai alat untuk mendapatkan cinta wanita,
sedangkan dalam Sitti Nurbaya, uang dijadikan sebagai tujuan hidup dan cinta
wanita sebagai pengalihan perhatian dari uang. Hal ini disebakan karena adanya
perbedaan maksud yang ingin disampaikan oleh pengarang. Dalam Lo Fen Koei,
Gouw Peng Liang ingin menyampaikan bahwa tidak semua hal dapat diselesaikan
dengan uang, termasuk untuk mendapatkan cinta wanita. Sedangkan Marah Rusli
dalam Sitti Nurbaya, ingin menyampaikan bahwa hal-hal material yang berharga
DAFTAR PUSTAKA
A.S., Marcus dan Pax Benedanto. (2000). Kesastraan Melayu Tionghoa dan Kebangsaan Indonesia. Jilid 1. Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia).
Endraswara, Suwardi. (2011). Metodologi Penelitian Sastra Bandingan. Jakarta: Bukupop.
Ikram, Achdiati. (2009). Sejarah Kebudayaan Indonesia Bahasa, Sastra, dan Aksara. Jakarta: Rajawali Pers.
Kenney, William. (1966). How to Analyze Fiction. United States of America: Monarch Press.
Latief, H. Ch. N., S.H., M.Si. dan DT. Bandaro. (2002). Etnis dan Adat Minangkabau Permasalahan dan Masa Depannya. Bandung: Penerbit Angkasa.
Nurgiyantoro, Burhan. (2010). Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Minderop, Albertine. (2011). Metode Karakterisasi Telaah Fiksi. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Pradopo, Rachmat Djoko. (2003). Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ratna, Nyoman Kutha. (2004). Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Roberts, Edgar V. (1964). Writing Themes about Literature. Fourth Edition. United States of America: Prentice-Hall, Inc.
Rosidi, Ajip. (1982). Ikhtisar Sejarah Sastra Indonesia. Bandung: Penerbit Binacipta.
Rusli, Marah. (1922). Sitti Nurbaya (Kasih Tak Sampai). Jakarta: Balai Pustaka.
Salmon, Claudine. (1981). Literature in Malay by the Chinese of Indonesia: A Provisional Annotated Bibliography. Paris.
---. (2010). Sastra Indonesia Awal Kontribusi Orang Tionghoa. Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia).
55
Universitas Kristen Maranatha
Suhendar, M.E., Drs., M.Pd. dan Dra. Pien Supinah. (1993). Pendekatan Teori Sejarah & Apresiasi Sastra Indonesia. Bandung: Penerbit Pionir Jaya.
Suryadinata, Leo. (1996). Sastra Peranakan Tionghoa Indonesia. Jakarta: Grasindo.
SUMBER ARTIKEL
“Sitti Nurbaya” Bukan Propaganda Antikebangsaan. (1991, 5 Oktober). Harian Pelita, 5.
Apip. (1968, 19 Januari). Mengenang Bapak Roman Modern Indonesia: Marah Rusli. Api Pantjasila.
Booegies, Abdul Haris. (1991, 1 Juni). Siti Nurbaya: Mitos Cengeng Wanita Indonesia. Majalah Tempo, 13-15.
Catatan dari Seminar “Siti Nurbaya”: Anak yang Dipaksa Membayar Hutang. (1990, 29 Nopember). Haluan, 6.
Damono, Sapardi Djoko. (1991, 10 Juli). Siti Nurbaya Alat Propaganda Kolonial. Harian Pelita, 5.
HT, Faruk, Drs. (1982, 26 Oktober). Siti Nurbaya Duduki Tempat Penting dalam Sejarah Sastra Indonesia. Kedaulatan Rakyat, 7.
JS, Jamal. (1991, 3 Desember). “Siti Nurbaya” Potret Perempuan Timur. Banjarmasin Post, 5.
Noorsy, Indi K. (1990, 21-30 November). Siti Noerbaja: Tradisi Feminisme. Majalah Panji Masyarakat, 58-59.
Salam, Alfauzi Sofi. (1981, 9 Juni). Novel Siti Nurbaya Berhasil Mencekam Masyarakat Minang. Kedaulatan Rakyat, 5.
Sitti Nurbaya Simbol Wanita Moderen yang Teraniaya Kekuasaan Adat. (1990, 2 Desember). Mingguan Singgalang, 10.
Ts, Jamal. (1991, 2 Desember). “Siti Nurbaya” Potret Perempuan Timur (I). Banjarmasin Post, 5.
Usman, Zuber. (1968, 11 Februari). Suatu Kenang2an dengan Marah Rusli P’tjakapan & Fantasi P’ngarang. Yudha Minggu, 2, 4.