TELAH
DICATAT/DI
DOKUMENTASI
KAN
PADA
PERPUSTAKAAN FAKU
LTAS
PSIKOLOGI
UN
IVERSITAS PADJADJARAN
Perpustakan
J5tnika, MT 1988032003
Telah diperiksa oleh : Guru Besar/Dosen Senior
Prof.Dr. Hj. Kusdwiratri Setyono
Siregar, M.Pd 1 1 1819032001
Psikologi ..,1
.
-Univr,l
I
1
KETUA BAGIAN PSIKOLOGI
KLINIS
Drs. H.Hatta Albanik, M.Psi NtP. 1 94705121981031 001
Mengetahui :
Dekan Fakultas Psikologi Padjadjaran
Terdaftar di Perpustakaan
tj
Prasangka dalam
perspektif
psikologi
Sosial
Oleh
Zainal Abidin Fakultas psikologi
Universitas Padjadjaran, Bandung
t.
PendahuluanPrasangka merupakan salah satu
tema
utama dalam psikologi sosial (lihatmisalnya
Allport,
1955; Hardrng, 1969; Kortendkk,
1970;young,
L970; Brown,1995, Baron
and
Byrne, 2005). Har
itu
bisa
dipahami, karena
tema
ini menggambarkan gejala sehari-hari yang ditemukan dalam kehidupan sosial yangsifatnya universal. Gejala ini dapat ditemukan dan dirasakan baik di negara-negara
maju
seperti
ASdan
rnggris, maupundi
negara-negara berkembangseperti
dilndonesia.
Prasangka
dapat
didefinisikan sebgai sikap negatif yang diarahkan padaseseorang
karena
keanggotaannyadalam
kerompoktertentu. Allport
(1955)mengatakan
bahwa karena sifatnya
yang negatif,
maka
seringkari prasangka berdampak destruktif, misalnya saja diskriminatif dan juga agresif. Dampak burukprasangka
terhadap perilaku
destruktif tersebut telah mendorong para psikolog
sosial
untuk
mengadakan serangkaianpenelitian
dan
eksperimen
tentang
prasangka' Penelitian-penelitian mengenai prasangka telah
dimulai
bahkan sejaksebelum
Perang Dunia Keduadan
tidak pernah berhenti,bahkan hingga dewasa
ini
(Harding, dkk, 1969; crausen&
Bermingham, L9g1; Brown,1995; Brascovisch,
Makalah
ini
dimaksudkan untuk memahami apa sebetulnya prasangka itu,sebab-sebab kemunculannya,
dan
bagaimanaya
prasangka rasial, apadampaknya bagi kemanusiaan.
2.
Definisi PrasangkaPrasangka pada dasarnya adalah suatu sikap
(Allport,
1955; Harding dkk,1969; Brown, 1995); sedangkan sikap (Ajzen dan Fishbein, 1982) btsa didefinisikan
sebagai pertimbangan evaluatif tentang suatu objek. Karena prasangka merupakan bagian dari sikap, maka pada bagian ini akan dijelaskan
terlebih
dulu tentang apayang dimaksudkan dengan sikap.
Menurut
Brigham (1991), paling tidakterdapat
dua konsepsi yang sangatpopuler tentang sikap. Konsepsi pertama tentang sikap menyatakan bahwa sikap
selalu
terdiri dari tiga
komponen,yakni
komponen afeksi, kognisi,dan
konasi.Komponen
afeksi menunjuk pada reaksi
emosional
terhadap objek
sikap;komponen kognitif menunjuk pada pemikiran atau informasi tentang objek sikap;
dan
komponen
konatif atau
behavioralmenunjuk pada
kecenderungan untukberperilaku terhadap objek sikap. Konsepsi tentang sikap seperti
itu dirumuskan
dan dikembangkan antara lain
oleh
Katz&
Stotland, Rajecki, dan akhir-akhir inioleh Sears, dkk (Sears, dkk., 1988).
Konsepsi kedua tentang sikap menyatakan bahwa sikap
tidak lain
adalahafeksi (perasaan) atau evaluasi terhadap objek sikap. Konsepsi kedua tentang sikap
ini
dirumuskan dan dikembangkan terutama oleh Ajzen dan Fishbein (dalam Hill,1981), Thurstone, Zanna dan Rempel (dalam Brigham, 1991), dan akhir-akhir ini
oleh
Baron&
Byrne (1995). Dalam pandangan mereka dayadan
intensitas darikomponen kognisi atau pengetahuan kurang kuat dibandingkan dengan daya dan
mbarkan
konsepsikedua
tentang sikap
secarabaik
dirumuskan olehbein berikut ini:
'An
ottitudeis
o
bipolar evoluotive judgementof
the
object.lt
is
essentiolly osubjective judgment thot I like or dislike the object, thot
it is
goodor
bad, thot t,m fovorable or unfavorable toword it. once ogain, the term ,,object',
is
used ino
genericsense. Thus
I
moy have attitudes toword people, institutions, events, behaviors, outcomes, ond so on." (Fishbein, dalam Hill, 1991, 357).finisi serupa dikemukakan oleh Thurstone;
ia
menulis bahwa sikap merupakanterhadap objek-objek
psikologistas dari
afeksi
positif
atau
negatifrstone, dalam Brigham, 199j.).
Konsekwensi
dari
adanya
dua
konsepsitentang
sikap
tersebut
adalahbahwa di dalam diskursus tentang prasangka
pun,
terdapat dua konsepsi tentangprasangka.
seperti
halnya
konsepsipertama
tentang
sikap,
konsepsi pertama
tentang
prasangka menegaskanbahwa
prasangkaterdiri
dari
tiga
komponen:afeksi, kognisi, konasi.
Konsepsiini
misalnya dikemukakanoleh
Harding, dkk(1969), Brown (1995), dan sears, dkk
(19ss),
Brown memberikan definisitentang
prasangka sebagai berikut:
"Preiudice
is
the holdingof
derogotory
sociol attitudesor
cognitive beliefs,the expression
of
negative affect,or
the displayof
hostileor
disqiminatory behoviour towords membersof
o groupon
occountof
their
membershipif
that group." (Brown, 1995, p.g).
Definisi ini secara eksprisit menyatakan adanya tiga komponen di daram prasangka, yakni kognitif, afektif, dan konatif.
uraian yang lebih
rinci
mengenaiketiga
komponendi
dalam prasangkatersebut
dikemukakan misalnyaoleh
Hardingdkk
(1969) dan searsdkk
(1ggg).Menurut
sears dkk.,
komponen kognitif
di
daram
prasangka
merupakankepercayaan tentang
atribut-atribut
atau sifat-sifat yang dimiliki oleh orang-orangdl
dalam sua'tu kelompok atau suatu rastertentu.
Kepercayaan inistereotipe. Komponen
afektif
merupakan penilaian tentang suatu kelompok atauanggota kelompok
tertentu
atas dasar keanggotaannyadi
dalam suatu kelompokatau suatu ras
tertentu.
Komponen ini disebut juga prasangka (prejudice). Varianlain
di
dalam
komponenafektif
(prasangka) adalah etnosentrisme, yakni suatukeyakinan
bahwa
kelompokatau
rasnya sendiri (ingroup) merupakan kelompokyang
terbaik dan
lebih
superior daripada kelompok-kelompokatau
ras-ras lainloutgoup).
Komponenkonatif
merupakan penerimaanatau
penolakan terhadapseseorang
atas
dasar keanggotaannyadi
dalam suatu kelompokatau
suatu rastertentu.
Bentuk
dari
prasangka
yang
demikian misalnya
tampak
darikecenderungan
untuk
bertindak
secara diskriminatifdan
membuatjarak
sosial(sociol distonce) terhadap anggota outgroup.
Konsepsi
kedua
tentang
prasangkamengikuti
konsepsikedua
tentangsikap, yakni sangat menekankan afeksi atau
emosi.
Dalam konteksini,
prasangkadidefinisikan sebagai
sikap
emosionalyang negatif
(dan
sering
kali
irasional)terhadap
orang atau
sekelompok orang karena keanggotaannyadi
dalam suatukelompok sosial
tertentu
(misalnya Tajfel dan Turner, dalam Turner & Giles, 1985;Baron
&
Byrne, 1994; Brigham, 199L; Jussim dkk, 1995; Brewer&
Miller,
1996).Menurut
Baron&
Byrne (L994), karena prasangka merupakan sikap, dan sikapmelibatkan
afeksi atau emosi,
maka konsekwensinya adalahbahwa
prasangkamelibatkan
lebih dari
sekedar
penilaiannegatif terhadap kelompok
tertentu.Prasangka
selalu
melibatkan
perasaan-perasaanatau
ernosi-emosi
negatifterhadap orang-orang
atau
sekelompok orang yang menjadi sasaran prasangka.Hal yang sama ditegaskan pula oleh Simpson & Yinger serta oleh Brehm
&
Kassim.Menurut
simpson&
Yinger (dalam seeman, 1981), prasangka merupakan sikapemosional dan kaku terhadap sekelompok manusia
tertentu.
Menurut
Brehm &individu-individu semata-mata
karena
keanggotaannyadi
daram
suatute rte nt u.
Di
dalam peneritianini,
peneriti mengikutikonsepsi kedua tentang sikap,
menempatkan sikap sebagai afeksi
atau
evaruasi terhadap objek tertentu.
yang dimaksudkan
di
daram peneritianini
menunjuk
pada
objek sosiar,a
kelompok ras
atau etnis, yakni
warga
pribumi dan cina.
Dengan
ikian'
di
dalam penelitianini
sikap didefinisikansebagai afeksi atau evaluasi dilakukan oleh anggota kerompok sosiar
tertentu
terhadap anggota kerompokal
lain'
selain
merupakan pengembangandari
beberapa
definisi
dalam nsepsi kedua tentang sikap, definisiini
mendapatkan justifikasi teoritisnya dari
&
Byrne'
Mengacupada pendapat
Fazio, Baron&
Byrne
menegaskan"attitudes invorve
ossociationsbetween
ottitude
objects(virtuaily
ony ospects of the sociar worrd)and
evoruotionsof
thoseobjects (Baron
&
Byrne, 1994, p.1.29).Konsekwensi
dari
pengadaptasianteoritis dari
konsepsi
kedua
tentangsikap adalah
bahwa
peneriti
pun
(harus)mengikuti
konsepsikedua
tentang
prasangka'
oleh
sebab itu,secara teoritis prasangka didefi-nisikan sebagai evaluasi emosional
yang negatif
terhadap kelompok sosial
tertentu. Jika orang
atau kelompok sosial yang menjadisasaran prasangka itu adalah dari kelompokras atau
etnis yang berbeda, maka
prasangkamenjadi
prasangkarasial
atau
etnis. Prasangka rasial atau etnis dide-finisikan sebagai evaluasr emosional
yang
negatifterhadap anggota yang berasar dari kerompok ras atau etnis
tertentu.
Menurut
rajfer
dan Turner (daram Turner&
Gires, rggT), prasangka ataudilepaskan
dari
penilaian emosional terhadap kelompoknya sendiri (ingrouptionl.
Perbedaandari
kedua
penilaiantersebut
adalah, jika
penilaianional
terhadap kelompok
lain
bersifat negatif, maka penilaian
terhadapanggota
dari
kelompoksendiri hampir selalu
menghasilkan penilaianpositif. Artinya, penilaian negatif terhadap kelompok lain (prasangka) selalu
rengi oleh penilaian positif terhadap kelompoknya sendiri (ingroup favoritism
diseb ut juga et nose ntrism e).
Di
dalamteori
identitas sosial {socialidentity theory)
yang disusun olehdan
Turner,
proses penilaian manusia yang bersifatbipolar
itu
bisa dicaribabnya
ke
dalam
proses kategorisasi sosialdan
perbandingan sosial.ut
Tajfel
danTurner
(dalam Turner&
Giles, 1987), manusia mempunyaiungan
untuk
membuat
kategorisasisosial,
atau
mengklasifikasikanindividu
ke
dalam
kategori-kategoriatau
kelompok-kelompok
sosialu. Kecenderungan manusia yang
bersifat'alamiah'
ini ditujukan antara lainmemposisikan
diri
individu-individuke dalam
kelompok sosial yang satu)
dan
membedakannyadari
kelompok sosialyang
lain
(outgroup).
Diitu, di dalam mengadakan interaksi antar
kelompoklintergroup
relotionslindividu
selalu membuat perbandingan sosial (sociol comporison) antarakelompok
sendiri.dengan
kelompok-kelompoklain;
dan
di
dalamdingan sosial
itu,
mereka menilai kelompoksendiri
lebih
baikatau
lebihkai
daripada
kelompoklain
(ingroupfovoritism).
Kelompoklain
seringkalidinilai secara
negatif,
dan terhadap kelompok-kelompoktertentu
yang tidakkai
bahkan
dinilai
secara sangatnegatif
(prasangka).Menurut Tajfel
dan(dalam Turner
&
Giles, 1987), proses yang dinamakan ingroup fovoritismprasangka
tersebut
sebetulnya dilakukan
oleh
individu-individu
untuk3.
Sebab-sebab MunculnyaPrasangkapat sejumlah faktor yang dapat menyebabkan munculnya prasangka.
Faktor-proses belajar, kompetisi, dan
tersebut
diantaranya adalaj kategori sosial,deprivation.
Kategori sosial
Menurut
Allport
(1955)
dan
Tajfel (dalam Turner
&
Giles,
1985),si merupakan basis psikologis dari munculnya prasangka. Tanpa pernah
adi interaksi antara kelompok etnis yang satu dengan kelompok etnis yang lain,
prasangka
(dan
bahkan
diskriminasi)
bisa
muncul karena adanya
proseslategorisasi itu.
Kategorisasi adalah suatu proses
kognitif untuk
mengklasifikasikanobjek-objek dan peristiwa-peristiwa ke dalam kategori-kategori
tertentu
yang bermaknaflurner
&
Giles, 1985). Prosesini
bersifatalamiah,
terjadi
pada semua manusianormal,
dan
melalui
proses
ini
maka
manusia
mampu
mengolah
berbagaiinformasi secara cepat dan otomatis (Brewer & Miles, 1996). Akan tetapi, di dalam
proses
kategorisasi
itu
individu-individu
cenderung
untuk
melebih-lebihkanpersamaan dan kurang melihat perbedaan-perbedaan pada stimulus-stimulus atau
informasi-informasi yang diamatinya. Dalam sebuah eksperimen yang dilakukan
oleh Tajfel dan
Wilkes (dalam Brown, 1995) ditunjukkan,
bagaimana responindividu-individu
terhadap
berbagai stimulusfisik,
dipengaruhi oleh
'categorylobels'yang
sudah merekamiliki
sebelumnya, dan bagaimana kategorisasi yangdiakibatkan
oleh
'category labels' tersebutjustru
membuat bias responindividu-individu tersebut.
Dalam eksperimen
itu
Tajfel dan
wilkes
membagisubjek ke
dalam duamemperkirakan panjang setiap garis yang dihadirkan pada mereka. Jumlah
dalam
eksperimen
itu
adalah delapan
buah
dan
masing-masing garisnyai
panjang yang berbeda, yaknimulai
dari
L6,
2
cm ampai 22,9
cm,perbedaan
masing-masingbaris kurang
dari
1cm.
Karenatidak
adauan khusus,
subjek
dalam kelompokkontrol
mampu membuat perkiraanhampir sesuai dengan panjang garis yang sebenarnya. Akan
tetapi,
kepadasubjek
di
dalam kelompokeksperimen diberi sedikit
informasi baru, yaknicara membubuhkan hurup "
A"
dan"8"
pada setiap kartu yang berisi garis.
Akibatnya adalah,
meski
subjek-subjek
tidak
diminta
untuk mpokkan garis-garis tersebut,tapi
mereka mengkategorikan empat garislebih
pendekdi
bawahhurup
"A"
dan empat garis yang lebih panjang diah hurup
"B".
Hasil yang sama tampak lagi, ketika perbedaan panjangmasing-garis
sektar
2
cm.
Hasil dari eksperimen yang dilakukan oleh Tajfel dans
menunjukkanbahwa
subjek-subjek cenderunguntuk
melebih-lebihkanbedaan-perbedaan
antara
stimulus-stimulus
dari
kategori-kategori
yanga,
tetapi
meminimalkan
perbedaan-perbedaandi
antara stimuli
yangda di dalam label yang sama.
Proses
kategorisasi yangsama
terjadi
dalam pergaulan sosial. Di dalamlan sosial, setiap individu memiliki kecenderungan untuk membuat kategori
sosial, yakni membuat pengelompokan atau peng-klasifikasian individu-individu ke
dalam
kelompok-kelompoksosial
tertentu.
Pada umumnya,
individu-individumembagi dunia sosial ke dalam dua kategoriyang berbeda, yakni kita dan mereka.
-Kita"
adalah ingroup,
sedangkan"mereka"
adalah
outgroup. lngroup
bisa
didefinisikan sebagai kategori sosial
atau
kategori kelompok, yangdi
dalamnyaorang atau
sekelompokorang
secara emosionaldan
psikologis merasa aman,sebagai
kategori sosial
atau
kategori kelompok
di
mana
seseorang
atauskelompok
orangtidak
merasa sebagai bagian dari kategoriitu
dan terhadap itu.rang justru
merasa tidak suka dan harus mengindar, berkompetisi, mengadakantonflik
(DeRinzo,l-990).
Dasar
dari
perasaan
ingroup adalah adanya
rasapersamaan, baik persamaan dalam hal ras, agama, kepercayaan, kelompok sosial,
pekerjaan,
jenis
kelamin, dsb. Banyak penelitiantentang
kategorisasi sosial daningroup preference membuktikan bahwa rasa suka dan penilaian positif terhadap
ingroup
terjadi
karena para subjek mengetahui adanya kesamaan dalam identitaslelompok (Brewer
&
Miller,
1996). Dasar
dari
terjadinya outgroup
adalahperbedaan dalam berbagai bentuk. Artinya, outgroup adalah kelompok yang sama
sekali berbeda dari kelompok "kita" (ingroup).
Menurut
Allport (1955),
kategorisasi sosial pada dasarnyalebih
bersifatemosional atau kurang rasional dibandingkan dengan kategorisasi terhadap
objek-objek
lain.
Artinya,
pengelompokansosial sering
dilebih-lebihkan
(dibesar-besarkan)
dan
tidak berdasarkan pada bukti yang kuat dari perbedaan intergroupyang sebenarnya (Brewer
&
Miller, 1996). Oleh sebabitu
perbedaan ingroup danoutgroup selalu
bermuatan emosional.
Di
samping
itu,
dalam
memandangoutgroup manusia mempunyai kecen-derungan untuk
tidak
melihatperbedaan-perbedaan atau variasi-variasi yang sebetulnya terdapat pada outgroup. Outgroup
dilihat sebagai sesuatu yang homogen,
tidak
ada perbedaan-perbedaan. Anggotaoutgroup dipersepsi sebagai "serupa dan sama". Oleh Lenville dkk (dalam Baron &
Byrne, 1994)
kecenderunganuntuk
menilai
sepertl
itu
disebut ilusi
tentanghomogenits
kelompok
lain
(illusionof
outgroup homogenity).
llusi seperti
initerutama
tampak
pada saat orang harus mendeskripsikanciri-ciri
outgroup danketika
harus
membedakan
outgroup
dari
ingroup.
Ketika
subjek-subjekt0
k-karakteristik
atau ciri-ciri
yangterdapat pada outgroup (Bewer
&;
1996);
anggota
outgroup
dianggap
sama
semua
(homogen),
tidakai
perbedaan-perbedaanyang
spesifik. Akibatnya,jika
ada
beberapaoutgroup yang dinilai bertindak kasar, maka kekasaran beberapa anggota
tersebut dianggap merupakan
ciri
dari semua anggota outgroup secarahan.
Kebalikandari ilusion
of
outgroup
homogenity adalah
ingroupiotion, yakni
kecenderungan
individu-individu
untuk
mempersepsikelompok sendiri sebagai kelompok yang
mempunyai
lebih banyakper-satu
sama lain,
jika
dibandingkan dengan perbedaan-perbedaan yangt
pada kelompok lain. Akibatnya,jika
ada beberapa anggotadari
ingroupbertindak kasar, maka kekasaran mereka dianggap sebagai ciri-ciri individual
terdapat pada mereka, bukan mewakili ciri-ciri kelompok secara keseluruhan.
Banyak contoh eksperimen di dalam psikologi sosial mengenai sebab-sebab
a
outgroup
homogenity
dan ingroup differentiotion.
Misalnya
sajarimen yang dilakukan oleh Lenville dkk (dalam Baron
&
Byrne, 1994) untukoutgroup
homogenitydan ingroup differentiotion dalam
hubungannyakelompok usia. Hasil dari eksperimen mereka membuktikan bahwa para
sipan (subjek) cenderung mempersepsi orang-orang yang lebih
tua
dan yangh
muda
dari
mereka
sebagaikelompok
orang yang
mempunyai
ciri-ciriribadian yang kurang lebih sama satu dengan lainnya, sedangkan orang-orang
i
dalam
kelompoknya
sendiri
dipersepsi mempunyai
banyak
perbedaan.inya, anggota yang sebaya dengan para partisipan dianggap
memiliki
ciri-ciripersonal yang khas dan berlainan, sedangkan anggota-anggota yang lebih
tua
danyang
lebih
muda masing-masing dianggap sama atautidak
memiliki
perbedaan.Contoh eksperimen lainnya dilakukan
oleh
Bothwelldkk
(dalam Baron&
Byrne,-II
p
homogenity dan ingroup differentiation
dalam hubunagnnya denganikasi wajah antarras. Dalam eksperimen ini tampak
bahwa
individu-individutermasuk ke dalam satu kelompok ras
tertentu
lebih akurat dalam mengenal-wajah
tak
dikenal
atau
asing
yang
berasal
dari
kelompoknya
sendiridingkan dengan yang berasal dari kelompok lain.
Mengapa
terjadi
outgroup
homogenity daningroup differentiotion?
Adapa sebab yang bisa dijelaskan, dan dua diantaranya berasal dari penjelasan
lle
dan
Ostrom
dkk.
Menurut
Lenville(dalam Brewer
&
Miller,
1996),du-individu lebih banyak melihat perbedaan di dalam ingroup karena mereka
lama
mengenal anggota-anggotaingroup
dibandingkan dengan mengenalnggota
outgroup.
Konsekwensi-nya, merekalebih
banyak mengetahuitang
kelompoknya
sendiri (ingroup)
sehingga
memperhatikan
banyakdaan diantara anggota-anggota ingroup. Sebaliknya, mereka tidak mengenal
group sebaik mereka mengenal ingroup, terutama
jika
merekatidak
(pernah)gadakan kontak
atau
interaksi dengan outgroup. Perbedaan dalam kekayaankompleksitas
informasi itulah yang
menyebabkanmuncul-nya
outgroupbmoge nity
dan i ng rou p d iffere ntiotio n.Riset dewasa ini dalam psikologi sosial kognitif mendukung penje-lasan itu.
Penelitian
yang
dilakukan
oleh
Ostrom
dkk (dalam Brewer
&
Miller,
1996)rnenunjukkan
bahwa informasi yang diperoleh
dari
interaksi
dengananggota-anggota ingroup dan outgroup disimpan melalui cara yang berbeda. Ketika orang
berinteraksi dengan
anggota-anggotaingroup,
mereka menyimpan
informasidalam hubungannya dengan individu-individu secara personal, seperti nama-nama
individu. Sebaliknya,
informasi tentang
anggota-anggotaoutgroup
disimpan di12
Setelah kategorisasi sosial dengan ingroup
differentiotion
serta outgrouphomogenity-nya
terbentuk,
maka terbentuklah ingroupfovoritism
dan prasangka(outgroup derogotory). tngroup fovoritism adalah proses di mana anggota-anggota
ingroup
lebih
disukai dibandingkan dengan anggota-anggota outgroup. MenurutTajfel
(dalamTurner
&
Giles, 1987), orang cenderunglebih
menyukaianggota-anggota ingroupnya dibandingkan dengan anggota-anggota
outgroup,
meski iasebetulnya
tidak tahu
apa-apatentang
karakteritik-karakteristik personal darianggota-anggota ingroup
itu.
Artinya, ingroupfovoritism
bisaterjadi
bahkan jikatidak ada
daya
tarik
interpersonal
atau
anteseden-antesedennya. Untukmembuktikan
hipotesisnya
itu
Tajfel
dkk
(dalam
Turner
&
Giles,
t987)
mengadakan eksperimen sebagal berikut. Mereka membagi subjek ke dalam dua
kelompok
dan
meminta
kepadasetiap
kelompokuntuk
mengambil keputusantentang hadlah uang yang harus diberikan
kepada
anggota-anggota anonim dariingroup dan
outgroup.
Dalam eksperimenitu
para anggota kelompok betul-betulanonim (tidak saling kenal satu sama lain), sehingga tidak
ada
kepentingan pribadiatau latar
belakang permusuhan
di
antara
mereka.
Akan
tetapi
hasil
darieksperimen
itu
sungguh mengejutkan,karena
subjek bertindak
diskriminatifdalam
keputusannyaterhadap ingroup
dan
outgroup. Mereka
tidak
hanyamemberi uang lebih
banyak pada anggota-anggotaingroup
dibandingkan padaanggota-anggota outgroup, tapi
juga
ingin memberi jumlah yang lebih kecil dariyang seharusnya
diberikan
pada anggota-anggotaoutgroup tersebut.
MenurutTajfel,
tindakan
diskriminatif
itu
disebabkanoleh
adanya kecenderungan padasetiap subjek untuk lebih menyukai ingroup ketimbang menyukaioutgroup.
Eksperimen-eksperimen lain yang mencoba untuk mereplikasl eksperimen
Tajfel
(misalnya eksperlmen Stephan, l-985;Turner dkk,
1987)
hampir
selalr-tmenunjukkan hasil yang sama, yakni bahwa para partisipan pada umumnya lebih
J
menyukai kelompoknya sendiri daripada kelompok lain (outgroup). Dalam banyak
interaksi dengan orang lain, para partlsipan cenderung menilai orang lain sebagai
kelompok
sendiri
(ingroup)
atau
sebagaikelompok
luar
(outgroup);
merekamenilai bahwa
anggota-angotaoutgroup
memiliki ciri-ciri
negatif, yang
tidakdikehendaki
dan
tidak
disukai, sedangkaningroup memiliki ciri-ciri positif
yangdiinginkan oleh subjek dan dianggap lebih superior dari pada kelompok lain yang
menjadi saingannya.
Menurut
Tajfel danTurner
(dalamTurner
&
Giles, 1985),proses
seperti
itu
terjadi
dalam setiap kelompok karena mereka
mempunyaimotivasi
untuk
mempertahankanidentitas ingroup yang
positif dan
identitasoutgroup yang negatif
(volued ingroupidentity
-
devoluedoutgroup
identity).Orang membutuhkan
identitas
sosial yangpositif,
karenaidentitas
sosial yangpositif
akan bisa meningkatkan self-esteern, namun untuk meningkatkan identitassosial yang
positif
itu orang
sering melakukannya tanpa dasar atau alasan yangobjektif. Menurut
wills
(dalam Brewer&
Miles, 1996), pada umumnya individutidak
merasa cukup dengan mengatakan"baik"
terhadapdiri
dan
kelompoknyasendiri,
tetapi
harus merasa "lebih baik" dari kelompok lain. Seringkali pula terjadibahwa
untuk
meningkatkan
identitas sosial
yang
positif
individu
harusmelakukannya
dengan cara
menolak keberadaankelompok
lain atau
menilaisecara negatif (berprasangka) terhadap kelompok lain. (Turner & Giles, 1995).
Hubungan antara kebutuhan untuk self-esteem dan
identitas
sosial yangpositif
dengan sikap berprasangka, ditunjukkan dengan baik sekalioleh
Fein &Spencer (1995).
Menurut
mereka, ancamanterhadap identitas
sosial dansef-esteem mendorong
orang untuk
mengembangkan penilaian berprasangka (danstereotipikal)
terhadap orang
atau
kelompok
lain.
Untuk
membuktikanhipotesisnya, Fein & spencer mengadakan sebuah eksperimen yang cukup menarik
t4
eksperimen menujukkan bahwa ketika para mahasiwa tersebut diharuskan untuk
menilai anggota-anggota dari kelompok lain, maka mereka kurang menilai secara
negatif iika
self-imoge
merekasendiri didukung
oleh
prosedur
self-offirmatif; tetapi mereka menilai secara negatif lika self-imoge mereka terancam oleh umpanbalik
(feedback) yangnegatif.
oleh
sebabitu,
Fein&
spencer
(1995) menarikkesimpulan, "People moy
find
stereotypingond
prejudiceto
be
o
relioble
ondeffective woy to protect their self-esteem in o
f
requent threating world.,,b. Proses Belajar
Faktor-faktor
lain
yang
berperan
di
dalam
menentukan
intensitaspasangka,
selain
faktor
kategori sosial, adalah prosesbelajar, kompetisi
antar kelompok, dan relative deprivation.Peran belajar dalam
menentukan intensitas
prasangka, dikemukakanterutama
oleh
para
psikolog sosial yangberaliran
teori
belajar
sosial (socialleorning theory). Menurut
teori
ini,
prasangkapada
dasarnyadipelajari
olehindividu-individu
dari
tingkah laku
orang-orang disekitarnyadan dari
norma-norma sosial yang
terdapat
di
dalam masyarakatdan
kebudayaan-nya. Individumengiternalisasikan sikap berprasangka bahkan sejak masih kanak-kanak dalam
proses
sosialisasi
di
tengah-tengah
keluarga
dan
masyarakatnya.
Mereka
mengadopsi dan menghayati sikap berprasangka dengan tujuan agar bisa diterima
oleh orang lain (Harding dkk, 1969).
Bahwa proses belajar mempengaruhi intensitas prasangka, bisa dibuktikan
dari perbedaan tinggi rendahnya prasangka antar berbagai kelompok
masyarakat. Dalam suatu masyarakat yang rasialis (misalnya di kalangan orang-orang kulit putih
Afrika
Selatan
dulu)
dihasilkan individu-individuyang
rasialis,karena
merekal5
1995). Berbagai
penelitian yang
dilakukan
di
Amerika
Serikat,
sebagaimanadikemukakan
oleh
searsdkk
(1988), menunjukkan bahwa orang-orang Amerikayang berasal
dari
bagian Selatanlebih
berprasangka dibandingkan dengan didaerah-daerah lain di AS, karena sejarah dan kondisi sosial yang diwariskan pada
mereka
penuh
dengan
kekerasandan
prasangkarasial; kelas pekerja
lebihberprasangka daripada kelas menengah, karena lingkungan mereka yang miskin
dan kurang berpendidikan membuat mereka
lebih
berprasangka; orangtua
kulitputih lebih berprasangka daripada orang muda
kulit
putih, karena mereka pernahhidup dalam jaman yang diskriminatif dan segregatif; dst .
Orang
tua
memainkan peran yang sangatpenting
di
dalam
mem-bantuperkembangan prasangka pada anak.
Menurut
Ashmore&
DelBoca (dalam Searsdkk, 1988), ada korelasi yang signifikan antara
orangtua
dengan anak-anak dalamhal prasangka rasial dan etnis. orang
tua,
baik langsungmaupun
tidak
langsung,mengajarkan
sikap
berprasangka kepadaanak-anak
mereka
misalnya melaluiasosiasi
atau
melalui imitasidan
melalui penguatan (reinforcement). Anak-anakmengobservasi
sikap
dan
perilaku orang
tua
mereka
dan
mereka
mampumenangkap isyarat-isyarat nonverbal yang dilakukan oleh orang
tua
mereka ketikaberreaksi terhadap orang-orang
di
luar rasnya. Akibatnya,jika
orangtua
merekaberprasangka
terhadap
anggota-anggotayang
berasaldari
kelompok
ras
lain,maka anak-anak mereka pun akan mempunyai prasangka rasial yang sama.
setelah
anak-anaktumbuh
dewasa,kelompok
sebayamenjadi
pentingdalam membentuk
sikap berprasangka.Menurut
searsdkk
(1988)
dan
Brown(1995),
kelompok
sebayapada
umumnya memperkuat pandanganorang
tuamereka, karena kelompok tersebut biasanya
terdiri
dari anak-anak yang orangtua-orang
tuanya
berasaldari
komunitas yang sama dan mempunyailatar
belakangI
l6
dari
anak-anakyang
mewarisi
nilai-nilai atau norma-norma yang sama dengankomunitas orang tua-orang tua mereka.
Media massa seperti televisi dan surat kabar pun mempunyai peran yang
ikut
menentukandi
dalam membentuk sikap berprasangka. Berita-berita tentangperilaku kelompok
ras
lain
yang negatif, semakin
meningkatkan
intensitasprasangka
yang
memang sudahterbentuk pada
individu-individu.Di
lndonesiamisalnya,
berita
kekerasandan
penjarahan yang dilakukanoleh
sebagian kecilwarga
pribumi
terhadap warga cina,
justru
semakin
meningkatkan prasangkawarga Cina
terhadap
wargapribumi.
Berita mengenai kejahatan perbankan danekonomi yang
dilakukanoleh
wargaatau
pengusaha-pengusahacina,
semakinmeningkatkan prasangka pribumi terhadap warga Cina.
c. Kompetisi
Di
sampingfaktor
belajar, sebuahfaktor lain
yang bisa
meningkat-kanprasangka
adalah kompetisi, terutama kompetisi
untuk
mendapatkan sesuatuyang sangat berharga,
tetapi
tersedia hanyadalam
jumlah yang sangat terbatas(in short
supplyl.
Misalnya saja kompetisi untukmendapat-kan
pekerjaan yanglayak, perumahan yang baik, dan status yang
tinggi.
Menurut teori
reolistic groupconflict, kompetisi menimbulkan permusuhan dan dengan demikian menimbulkan
penilain negatif (prasangka) terhadap kelompok-kelompok lain (outgroup). sebuah
eksperimen yang dilakukan oleh sherif
dkk
(dalam Baron&
Byrne, 1994; Brigham,1994) membuktikan kebenaran dari
teori
itu. Sherif dkk mengadakan eksperimenmengenai prasangka dengan cara mengirim anak-anak berusia sebelas
tahun
kesebuah perkemahan khusus di suatu daerah
terpencil.
Ketika anak-anak tersebuttelah sampai di perkemahan tersebut, mereka lalu dibagi secara acak ke dalam dua
\
l1
berjauhan. selama
satu
minggu pertama, setiap anakdi
dalam setiap kelompoktinggal dan bermain bersama, melakukan aktivitas-aktivitas yang menyenangkan
seperti memanjat,
berenang,dan
aktivitas-aktivitasolah
raga
lainnya. Selamamasa ini, anak-anak
di
dalam setiap kelompok merasa mempunyai kelekatan danketerikatan emosional
satu
sama rainnya.Mereka
masing-masing mempinyaibendera sendiri-sendiri dan memberi nama sendiri pada kelompoknya, yakni Ular
Berbisa dan Elang. Pada minggu kedua, anak-anak dari kedua kelompok tersebut
diberi
tugasuntuk
mengadakan serangkaian kompetisi,Tim
yang menang akanmenerima piala
dan
para anggotanya akan mendapatkan hadiah (pisau-dompetdan medali). Karena hadiah-hadiah tersebut sangat diinginkan oleh mereka, maka
mereka melakukan kompetisi dengan
sangat
ketat.
Setelah kompetisi dimulai,muncullah ketegangan dan konflik diantara mereka. Pertama-tama hanya berupa
perkataan-perkataan
verbal
atau
panggilan-panggilannama
yang
kurangmenyenangkan. Kemudian, reaksi mereka memuncak dalam bentuk aksi, misalnya
membakar
bendera lawan,
Hari
berikutnya,
anggota-anggotaUlar
Berbisamenyerang
perkemahan
Elang, membalikkantempat-tempat
tidur,
menyobekkelambu-kelambu nyamuk,
dan
merampasharta
benda para anggota kelompokElang. Pada
saat yang sama kedua
kelompok
saling
mencaci-maki, salingmengeluarkan kata-kata kotor terhadap lawan-lawan mereka. Dengan perkataan
lain, setelah
dua
minggu kedua kelompoktersebut mengalami konflik,
merekapada akhirnya memperlihatkan prasangka yang sangat kuat terhadap
kelompok-kelompok lainnya.
Konflik yang sama
terjadijuga
dalam kenyataan yang sebenarnya. Misalnyaantara bangsa Palestina dengan bangsa lsrae[, yang masing-masing mengklaim
wilayah yang sama; atau orang kulit putih di AS yang yang marah pada orang kullt
\
l8
jadi
bahwakonflik
yang samaterjadi
di
lndonesia, yakni wargapribumi
marahpada warga Cina karena dianggap mengeksploitasi lahan-lahan atau sumber daya
hidup mereka.
Prasangka
yang
diakibatkan
oleh
persaingan, akan semakinterasa
danintens
di
dalam kondisi
ekonomi
yang
sangat
sulit.
Penelitian
historis
danpsikologis yang dilakukan
oleh
Hovland&
sears (dalam sears, 19Bg) mengenaiprasangka rasial, membuktikan bahwa intensitas prasangka (yang diekspresikan
dalam bentuk hukuman mati tanpa pengadilan terhadap orang-orang
kulit
hitamdi
empat belas negara bagian Amerika Selatan) semakin meningkat pada saat dimana
kondisi
ekonomi sangat
sulit,
Pada
saat
situasi
ekonomi
tidakmenguntungkan,
maka
anggota-anggotakelompok ras
kulit putih
seakan-akanmendapatkan
legitimasi untuk
"menghLrkum"orang-orang
kulit
hitam,
yangmereka percayai telah membuat situasi ekonomi menjadi buruk.
d. Relative De
privation.
Faktor
lain
yang menyebabkan prasangka adalah adanya proses relativedeprivotion,
yakni
ketidakpuasanyang dialami
oleh
individu-individu
ataukelompok sosial
tertentu,
yang diakibatkan bukan oleh kondisi objektif, tetapi olehperasaan
subjektif
karena
merasa"kalah" atau
tidak
beruntung
dibandingkandengan
individu-individu atau
kelompok-kelompoklain
(petta
&
walker,
1992;Brewer & Miller, 1996). Meskitidak selalu terjadi,
tetapi
biasanya jika individu ataukelompok
individu
merasatidak
bisa
lagi
berkembang dibandingkan denganindividu atau kelompok lain, maka mereka mengungkapkan perasaan kecewanya
dengan cara memusuhi (hostile) individu-individu
atau
kelompok-kelompok laintersebut.
Halini
bisadisaksikan
di
AS pada kasus kekerasandi
daerah-daerah9
(dalam sears
dkk,
1988), bahwameski
padasaat
itu
hampir
semua warga ASmengalami pertumbuhan ekonomi yang
relatif
cukup
baik,tetapi
orang-orangkulit hitam merasa tidak berkembang dibandingkan dengan kemajuan yang dialami
oleh orang-orang
kulit
putih. Akibatdari
perasaan kecewaitu
maka mereka lalumelakukan kekerasan anti kulit putih. Meski dalam bentuk ekspresi yang berbeda,
insiden yang sama
terjadi
puladi
lndia pada tahun 1990 (Brewer&
Miller,
1996).Ketika
itu
anak-anak muda yang berasal dari kelas menengah atau dari kasta tinggi(misalnya
dari
kasta-kasta Brahma, Ksatria,dan
Waisa) melakukanbunuh
dirisebagai
protes terhadap
kebijaksanaanpemerintah yang membuka
pekerjaanuntuk
orang-orang miskin. Jikadiukur
dengan standarobjektif,
maka anak-anakmuda
dari
kasta-kastatinggi tersebut
sebetulnya kehidupan ekonominya relatifcukup baik. Namun, perasaan bahwa kasta-kasta mereka kehilangan posisi karena
meningkatnya
taraf
hidup
orang-orang
miskin,
menciptakan
perasaan tidakberuntung,
sehinggamemicu mereka
untuk
melakukanprotes
yang
dramatistersebut.
Relotive deprivotion
timbul
akibat dari perbandingan sosial yang dilakukanoleh
individu-individuatau
kelompok-kelompokindividu dalam
mengukurnilai-nilai yang
telah
mereka hasilkan(petta
&
walker,
1992; Brewer&
Miller,199G).oleh
sebabitu,
kemajuan atau perkembangan yang besar atau kecil bisa menjadisumber
kepuasanatau
ketidakpuasan,tergantung
pada
apakah
orang
ataukelompok
lain
menjalani kemajuanatau perkembangan yang lebih
besar ataulebih kecil dari apa yang telah mereka jalanr.
3. Manifestasi Prasangka
Prasangka
rasial bisa manifes
ke
dalam
beberapa
bentuk
perilaku,20
prasangka
individu, semakin tampak perilaku
berprasangka
yangdimanifestasikannya (Allport, 1954), Menurut Allport (1954), terdapat lima bentuk
perilaku
yang
diakibatkan
oleh
prasangka,
yakni
antilokusi,
menghindar(ovoidance), diskriminasi, serangan fisik, dan pembantaian. Kelima bentuk perilaku
tersebut mulai dari yang terendah sampai yang paling tinggi (ekstrim).
Pertama, antilokusi. Antilokusi
merupakan penolakan
verbal
(verbalrejection)
secaratidak
langsungterhadap
orang-orangyang
menjadi
sasaranprasangka. Bentuk
dari
antilokusidiantaranya
berupa gosipdan
humor, yangdimaksudkan
untuk
menjelekkan
atau
menyindir orang-orang
yang
menjadisasaran prasangka.
warga pribumi yang
berprasangkaterhadap
warga
cinamisalnya akan mengatakan,
"untuk
makan sajakita
susah setengah mati, tetapiorang-orang
Cinajustru
bisahidup
mewahdi
negeriini
dan
bepergianke
luarnegeri!" Mereka
mengatakan
hal
itu,
bahkan
ketika
sedang
membicarakankesulitan
hidup
merekasendiri,
bukan sedang membicarakan kehidupan wargaCina.
Kedua, menghindor (Avoidoncel.
jika
prasangka lebih intens, maka individuyang berprasangka berusaha untuk menghindari anggota yang tidak disukai. Upaya
yang
dilakukannya
bisa
dengan cara
tidak
melakukan
kontak
mata
ataumenghindar
dari
komunikasi denganoutgroup.
Dengancara
itu
mereka
tidakbermaksud membahayakan
atau
menyerang orang lain, melainkan merasa tidaknya ma n jika berh ub u nga n de nga n anggota-a nggota outgroup.
Ketiga,
diskriminosi. lndividu-individu
yang berprasangka
membuatperbedaan-perbedaan yang tegas dalam memperlakukan kelompok orang-orang
yang disukai
(ingroup)
dari
orang-orang yangtidak
disukai (outgroup). Merekamisalnya enggan memasukkan orang-orang yang
tidak
disukai ke dalam2t
sekolah,
dan
komunitas-komunitaslainnya yang hanya diperuntukan
untukanggota-a nggota ingroup,
Keempat, serongon
/isik.
Dalam kondisi emosi yang cukuptinggi,
orang-orang yang
berprasangkabisa
melakukan seranganatau
kekerasanfisik,
baiksecara langsung maupun secara
tidak
langsung. Misalnya, orangkulit
putih di
ASmengancam
atau
mengusir
keluarga-keluarganegro
dari
lingkungan mereka,sehingga menimbulkan ketakutan pada keluarga-keluarga negro tersebut.
Kelima, pembantoian. Jika prasangka sudah mencapai
tingkat
yang palingtinggi
(ekstrim),
maka
munculah dorongan
untuk
mengadakan pembantaianterhadap anggota-anggota dari outgroup. Misalnya, pembantaian yang dilakukan
oleh para anggota Nazi terhadap Yahudi atau serbia terhadap Muslim Bosnia.
Manifestasi prasangka pada perilaku
di
banyaktempat
dewasaini
padakenyataannya
tidak
begitu tampak seperti
dulu
lagi.
Manifestasi
prasangkasekarang
inijauh
lebih halus, subtel, dan nyaris tidak kelihatan (Brown, 1994). parapsikolog sosial
modern
mensinyalir bahwa paling tidak ada dua bentuk prasangkaatau diskriminasi modern, yakni tokenisme dan reverse discriminotion (lihat Brown,
7994; Baron
&
Byrne, 199a;). Tokenism adalah suatu bentuk diskriminasi terhadapkelompok ras atau etnis tertentu, yang dilakukan secara tersamar, misalnya dalam
bentuk
memberikan pekerjaan kepada mereka. Alasan pemberian pekerjaan itutidak
berdasarkanpada
kualifikasi yangnyata,
melainkan karena semata-matamereka adalah anggota-anggota ras
atau
etnistertentu.
Reverse discriminationadalah suatu bentuk diskriminasi yang
terjadi
dalam situasidi
mana orang yangberprasangka terhadap anggota kelompok ras atau etnis
tertentu
memperlakukananggota kelompok
itu
secara sangat baik, bahkanlebih
baik daripada terhadapanggota ingroup sendiri. Kedua tindakan tersebut, dengan demikian, sebetulnya
22
karena
alasan-alasaneksternar,
misarnyademi
arasan
hukum
atau
hendakmenutup-nutupi
prasangka rasial yang sebenarnya masihterdapat
di
dalam diri mereka.Selain manifes ke daram bentuk perilaku, prasangka pun manifes
ke
darampersepsi' sebagaimana
telah
disebutkandi
muka bahwa prasangka adalah suatusikap dan sikap membentuk baik perilaku maupun persepsi (Baron
&
Byrne,1,gg4).
orang yang
berprasangkacenderung
untuk bias dalam
persepsinya,karena prasangka menjadi skema afektif atau emosional yang mempengaruhi pengolahan
stimulus
atau
informasidari
luar pada saat individu melakukan persepsi(Jussim,
dkk,1995),
Daftar pustaka
Allport,
G.w.,
1955, The Nature of prejudice, Reading, MA: Addison-wesrey.Aogoustinos, M & warker, r, r,995, sociorcognition, London: sage pubrication
Augoustinos, M., Ahrens,
c, &
rnnes,).M.,
rgg4, stereotypes and prejudice:The
Australian Experience
,
British Journarof
socior psychorogy, 33,\24-14r.
Baron, R.A. & Byrne, D., 2005, Social psychology, Boston: Allyn & Bacon.
Billig,
M.,
1985), prejudice,
Categorizationand
particularization:
From
a
perceptual
to
rhetorical approach, Europeon
lournar
of
socialPsychol ogy, 75, 7 9_703.
Blascovich, J.,
Wyer,
N,, Swart, 1.A.,&
Kibler, J.L (1997), Racismand
Racial categorization, Journorof
personorityand
sociar psychorogy, 72,6,
23
L993, Sociol psychology, Boston: Houghton
Mifflin
Co.N.,
1996,
lntergroup
Relation,
Auckingham:Open
Brigham, 1,99r, sociar psychorogy, New york: Harpercorins pubrs.
rnc. Brown, R., 1995,
prejudice.
tts sociar psychorogy,cambridge: Brackweil pubr. rnc.
Brunner,
J'S.
& Tagiuri, R. The Perceptionof
people, dalam L. Gardner,1,959, The Handbook
of
socior psycholog,
vor2,Addison-wesrey, Reading Mass.
Buss, A.H., 1987, psychorogy: Behaviors
in perspectiye, chicester:John wirey.
clausen' E'G'
&
Bermingham, J., eds,, 1,gg1, prurarism,Rocism, and pubric poricy, Boston; G.K.Hall & Co,
Devine, p.G., 1999, stereotypes
and
prejudice: TheirAutomatic and
controtteu Components,!ournol
of personalityand
Social psychology,56,1, 5_1g.Fein, s. & spencer, s.J., L997, prejudice
as serf-rmage Maintenance: Affirming
the
self
Through
Derogatingothers,',
Journir
or
personatityand
socior psychology, 7 3,L, 33_34.
Fiske' s'T' & Tayror, s'E',
,gg1,
sociorcognition,
New york: McGraw-Hiil.
Harding,
J.,
proshanky,H.,
Kutner, B.,
&
Chein,
1.,
L969, prejudiceond
EtnicRelotions, daram Lindzey,
G.
&
Aronron,
o.,-rii
nonaoook
of
sociar psychol ogy, Addison_Wesley, ReadingMass.
Hewstone,
M.
&
ward,
c,
,gg5,
Ethnocentrismand
causar
Attribution
in:;l:n".r,
Asia, Journatol
personatity and Sociat psychotogy, 48,3,
6t4_Hilgard, E.R.,
1992,
tntroductionto
psychorogy, Newyork:
Haercourt, Brace & World, lnc.
lill,
R'J', "Attitudes and behavior," dalam Rosenberg,M. & Turner, R. (Eds), 19g1,
.
Social psychology, New york: Basi: Books,lnc,
Brehm, S.S.
&
Kassim, S.M.,Brewer, M.B.
&
Miller,24
Jussim' L' Nerson, T.E', Manis, M.,
&
soffin,s., lggt
prejudice, stereotypes, andLabeling Effects: sources
of Bias
in
person
perception,
rournat ol
personality
ond
Sociol psychology,6g,
2,
22g_246.MummendEy, A., "Aggressive Behavior," in Hewston, M., Strobe, (
eds'),
L9gg,w.,
& codor, J_p.rntroduction
to
socior psycorogy.A
Europeon
perspective,Oxford: Basil Blackwell, Ltd.
Petta,
G.
&
warker, r.,
1992, Rerative Deprivationand
Ethnicrdentity,
BritishJounol of Social psychology, 3J., 2gg_2g3
sagar, H.A. & schofierd,
J.w.,
19g0, Raciarand Behaviorar Cues in Brack and
white
Childern's
perceptions
of
Ambigousry AggressiveActs, Journar of
personolity and Social psychology,3g, 4, SgO-_EgS.
sears' D'O, peprau, L.A., Freedman, J.1.,
&
Tayror, s.E.,
1g'g,
sociar psychorogy,New Jersey: prentice_Hall lnc.
seeman, M,
1981,
"rntergroupReration," daram Rosenberg, M. & Turner, R, (Eds), Social psychology, New york: Basic Books,
lnc.
shaw, M.E.
&
wright,
J.M., 1,967, scaresfor
the Meosurement ofAttitudes,
Newyork: McGraw_Hill Book Co.
shilrs, E', 1993, Etika Akodemrs, (terjemahan)Jakarta: yayasan obor.
snider'
p" &
osgood,
c.E.,
(eds.),
Lg77, semanticDifferentiar
Technique, ASourceboo,k, Urbana, Chicago: University of
lllinoii
press.Tedeshi, J'
&
Ferson, R., 1gg5,violince,
Aggression,&
coercive Action,washing_ton,
DC:ApATurner, J'c,
&
Giles, H., 1985, (eds.), rntergroupBahavior,oxford:
Basil Blackwell
Ltd.
Young, K', L956, sociar psychorogy, New york, Appreton-century-crofts,