• Tidak ada hasil yang ditemukan

POLA INTERAKSI SOSIAL (STUDI KASUS SISWA DIFABEL TUNARUNGU PADA KELAS V TINGKAT SD DI SLB NEGERI PANTI, KECAMATAN PANTI, KABUPATEN PASAMAN) SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "POLA INTERAKSI SOSIAL (STUDI KASUS SISWA DIFABEL TUNARUNGU PADA KELAS V TINGKAT SD DI SLB NEGERI PANTI, KECAMATAN PANTI, KABUPATEN PASAMAN) SKRIPSI"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

POLA INTERAKSI SOSIAL

(STUDI KASUS SISWA DIFABEL TUNARUNGU PADA KELAS V TINGKAT SD DI SLB NEGERI PANTI, KECAMATAN PANTI,

KABUPATEN PASAMAN)

SKRIPSI

“Diajukan Sebagai Salah Satu Persyaratan Guna Mencapai Gelar Sarjana Sosiologi Agama Strata 1 (S-1)”

Disusun Oleh:

RISKI HAYAT NIM : 4617 056

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BUKITTINGGI

2021M/1442

(2)

i

(3)

ii

SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya yang bertanda tangan dibawah ini

Nama : Rizki Hayat

Nim : 4617056

Tempat/tgl lahir : 23 Oktober 1996

Judul Skripsi : Pola Interaksi Sosial (studi kasus siswa difabel tunarungu pada kelas V tingkat SD di SLB N Panti Kecamatan Panti, Kabupaten Pasaman).

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya ilmiah (skripsi) saya dengan judul diatas benar akan karya saya sendiri. Apabila dikemudian hari skripsi ini terbukti bukan karya tulis saya sendiri, maka saya bersedia diproses sesuai aturan yang berlaku.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya untuk dapat dipergunakan sebagaimana mestinya.

Bukittinggi, 01 November 2021

Rizki Hayat NIM:4617056

(4)

iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi mahasiswa S1 SOSIOLOGI AGAMA Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah IAIN Bukittinggi atas nama Riski Hayat Nim 4617056 dengan judul” Pola interaksi sosial (studi kasus siswa difabel tunarungu pada kelas V Tingkat SD di SLB N Panti Kabupaten Pasaman)” memandang bahwa tugas akhir yang bersangkutan telah memenuhi persyaratan ilmiah dan dapat di setujui untuk diajukan sidang Ujian Akhir.

Demikian persetujuan ini di berikan untuk dapat digunakan seperlunya.

Bukittinggi, Agustus 2021 Pembimbing

Hardi Putra Wiraman NIP. 198107102005011005

(5)

iv

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT yang atas dan Hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul” Pola Interaksi Sosial ( Studi Kasus Siswa Difabel Tunarungu Pada Kelas V Tingkat SD di SLB N Panti Kabupaten Pasaman ”. sebagai pelengkap syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah IAIN Bukittingi.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari dukungan orag tua yang sudah bersusah payah memberikan pendidikan terbaik untuk penulis, seterusnya pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan yang terhormat dan rasa terima kasih:

1. Ibu Dr. Ridha Ahida, M. Hum, Selaku rektor IAIAN Bukittingi yang telah memberikan dorongan kepada penulis untuk bisa menyelesaikan tugas kependidikan sebagai Mahasiswa.

2. Bapak Dr. H. Nunu Burhanuddon, Lc, M. Ag selaku dekan Fakultas Usluhuddin Adab dan Dakwah yang selalu memberikan dukungan dan motifasi kepada penulis.

3. Ibu Vivi Yulia Nora, M. SI, sebagai Ketua Prodi Sosiologi Agama yang telah memberikan nasehat- nasehat agar penulis lebih terarah untuk mengambil keputusan.

4. Bapak Drs. Miswar Munir, M.Ag dan Bapak Heru Permana Putra Selaku Penasehat Akademik yang selalu besrsedia menberikan waktu nya untuk memberikan arahan dan bimbingan serta nasehat- nasehat selama proses perkuliahn yang telah ditempuh selama waktu emapat tahun ini.

(6)

v

5. Bapak Dr. Hardi Putra Wirman, S.IP, MA selaku dosen pembimbing yang telah mengorban waktu, tenaga dan pikiran untuk membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Bapak Akdila Bulanov sebagai dosen motivasi saya sebagai penulis, selama masa perkuliahan selalu meberikan nasehat dan support ketika saya dihadapakan oleh permasalahan situasi yang genting bahkan hampir menyerah untuk melanjutkan perkuliahan ini, beliaw selalu menjadi motivator saya selama kuliah di IAIN Bukittinggi tampa kata- kata atau motivasi yang beliaw berikan saya tak kan mampu bertahan sampai hari ini.

7. Bapak dan Ibu Dosen Prodi Sosiologi Agama serta staf pegawai Fakultas Usluhuddin Adab dan Dakwah IAIN Bukittinggi.

8. Paling istimewa yang saya sayangi keluarga besarku Ayahanda Khairunnas dan Ibunda Nur Asiah, adik kandung dari Ibu saya Rosidah, M. Helmi serta kakak saya Khairistina adik saya Arifi Abdiyan, Nurul Fatiya dan Davi AL-Hamdi.

9. Sahabat Yoga Eka Saputra yang selalu setia menemani saya dalam keadaan susah dan senang selama kuliah di IAIN Bukittinggi. Dalam hidup kadang kita dihadap kan oleh masalah tentunya masalah tersebut tidak selalu berjalan manis, namun dia selalu menguatkan saya.

10. Teman- teman seperjuangan saya, Yelvika Marzelia, Nola Fatmanita, Ayu Syafitri dan Yoga Eka Saputa yang selalu mau jadi teman baik, saling membantu dan saya selalu dan saling memberi motivasi dalam keadaan apapun. Serta teman- teman sekelas lainya.

11. Teman-teman seperjuangan SA 17, yang selalu menemani hari-hariku selama lebih kurang empat tahun, susah dan senang kita lalui bersama sampai kita wisuda, teruntuk teman-teman yang sedang berjuang tetap semangat dan selalu optimis.

(7)

vi

12. Kepada seluruh masyarakat dan lingkup Sekolah Tempat penlitian saya, serta bagian yang ikut andil telah berpastisipsi penuh dalam membantu penulis dalam melakukan penelitian hingga menjadi sebuah skripsi.

Penulis menyadari adanya keterbatasan pengetahuan, kemampuan dan pengalaman. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan.

Semoga skripsi ini bermanfaat dan Allah SWT memberikan balasan kebaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini.

Bukittingi, September 2021 Penulis

RISKI HAYAT Nim. 4617056

(8)

vii ABSTRAK

Karya tulis ilmiah dalam bentuk skripsi yang berjudul “POLA INTERAKSI SOSIAL (STUDI KASUS SISWA DIFABEL TUNARUNGU TINGKAT SDLB KELAS V DI SLB NEGERI PANTI KECAMATAN PANTI KABUPATEN PASAMAN)” karya yang ditulis Oleh Riski Hayat, Nim 4617056, Mahasiswa Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah Program Studi Sosiologi Agama Pada Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi.

Yang melatar belakangi penelitian ini ialah tentang bagaimana setiap anak-anak termasuk diindonesia mempunyai hak yang sama termasuk juga anak difabel tunarungu sebagai individu. Kondisi anak difabel ini perlu mendapatkan perlakuan yang khusus yang bisa memotivasi anak difabel tunarungu dalam mengaktualisasikan dirinya dengan orang disekitarnya. Begitu juga dengan keluarga tempat pertamakali anak tersebut belajar dan juga sampai menempuh pendidikan disekolah. Sekolah Luar Biasa menyediakan tempat bagi mereka yang memiliki hambatan pertumbuhan dalam diri mereka, dalam dunia pendidikan ini pasti adanya bagaimana anak-anak difabel seperti tunarungu dalam berinteraksi. Penelitian ini membahas seperti apa pola interaksi sosial siswa difabel tunarungu di Sekolah Luar Biasa Negeri Panti demi memberikan didikan guna melancarkan kegiatan belajar mengajar. Dari permasalah itu, penelitian saya ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Pola Interaksi Sosial Difabel Tunarungu pada Tingkat SDLB di SLB N Panti Kabupaten Pasaman.

Penelitian ini juga mengacu kepada jenis penelitian deskriptif kualitatif. Teknik dalam pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan observasi, wawancara mendalam dan dokumen studi. Data primer dalam penelitian ini diperoleh dengan cara observasi dan wawancara mendalam dengan informan, sedangkan data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dengan studi dokumentasi untuk memperoleh data penelitian. Subjek dalam penelitian ini melalui Guru Pendidik beserta kegiatan siswa difabel tunarungu pada tingkat Sekolah Dasar Luar Biasa di SLB N Panti Kabupaten Pasaman. Kerangka dalam Teori ini menggunakan teori interaksionalisme simbolik dan teori interaksi sosial, untuk menunjukkan proses dalam berinteraksi dan bagaimana pola interaksi tersebut.

Dalam penelitian ini telah disimpulkan yang pertama, bagaimana pola interaksi Guru dengan Siswa Difabel Tunarungu dijenjang Sekolah Dasar di SLB N Panti pada Kelas (C) Tunarungu yang bersifat Asosiatif yang sesuai juga dengan kemampuan siswa masing- masing. Pola interaksi dalam kegiatan belajar mengajar yang dilakukan dengan siswa difabel tunarungu yang memiliki hambatan dalam berinteraksi dan mengenali lingkungannya, dalam hambatan berinteraksi anak difabel ini tidak juga menjadikan hambatan bagi mereka dalam belajar dan tetap melaksanakan pola berinteraksi yang dua arah. Kedua, interaksi yang dilakukan siswa difabel tunarungu saat belajar mengajar sangat beragam, beberapa siswa dapat melakukan interaksi yang bersifat asosiatif, mereka memiliki cara-cara tersendiri untuk saling membantu, menemukan atau berinteraksi dengan teman-temannya pada saat proses belajar mengajar kebanyakan siswa difabel tunarungu tersebut dapat saling berinteraksi.

Kata kunci: Pola Interaksi, Guru dan Siswa Difabel Tunarungu

(9)

viii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...i

DAFTAR ISI...ii

BAB I PENDAHULUAN...1

1.2. Rumusan Masalah ... 11

1.3. Tujuan Penelitian ... 11

1.4. Manfaat Penelitian ... 12

1.5. Penjelasan Judul ... 12

1.6. Sistematika Penulisan ... 13

BAB II KERANGKA TEORI ... 14

2.1. Pengertian Pola Interaksi Sosial ... 14

2.2. Syarat-syarat Terjadinya Interaksi Sosial... 17

2.2.1. Kontak Sosial ... 17

2.2.2. Adanya Komunikasi ... 18

2.3. Ciri-ciri Interaksi Sosial ... 18

1.1. Faktor-faktor yang Mendasari Terjadinya Interaksi Sosial... 19

1.1.1. Imitasi ... 19

1.1.2. Sugesti ... 19

1.1.3. Identifikasi ... 20

1.1.4. Simpati ... 20

1.1.5. Motivasi ... 20

1.1.6. Empati ... 20

2.4. Dasar Pembentukan Interaksi Sosial... 21

2.4.1. Faktor Kesamaan Kepentingan. ... 21

2.4.2. Faktor Kesamaan Keturunan ... 21

(10)

ix

2.4.3. Faktor Kesamaan Daerah Asal ... 22

2.5. Faktor-faktor penghambat interaksi sosial ... 22

2.5.1. Hambatan ideologis ... 22

2.5.2. Stereotip ... 23

2.5.3. Apatis ... 23

2.2. Difabel Tunarungu dan Klasifikasinya ... 25

2.2.1. Pengertian Difabel Tunarungu ... 25

3.2.1. Perkembangan Pada Anak Difabel Tunarungu ... 26

4.2.1. Karakteristik Difabel Tunarungu... 28

2.3. Penelitian Relevan ... 29

BAB III METODE PENELITIAN ... 32

3.1. Jenis Penelitian ... 32

3.2. Lokasi Penelitian ... 33

3.3. Informan ... 33

3.4. Teknik Pengumpulan Data ... 34

3.5. Teknik Analisis Data ... 36

3.6. Teknik Keabsahan Data ... 39

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 40

BAB V ... 77

PENUTUP ... 77

5.1. Kesimpulan... 77

5.2. Kritik dan Saran ... 79

DAFTAR PUSTAKA ... 77

LAMPIRAN ... 80

(11)

x

(12)

1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Individu Manusia dengan cara berkelompok dilingkungan masyarakat tidak bisa berpisah. Sebab, di lingkungan kehidupan sehari- hari setiap orang sudah jelas akan melakukan interaksi sosial dengan manusia lain dan kelompok masyarakat yang ada di sekitarnya, yang secara mutlak di sebut juga dengan bermasyarakat. Manusia selalu hidup berdampingan, bekerjasama dan mereka juga membentuk kelompok- kelompok sosial. Interaksi sosial merupakan suatu hubungan antara dua individu atau lebih, dimana kelakuan individu yang satu mempengaruhi, mengubah atau memperbaiki kelakuan individu yang lain atau juga sebaliknya. Dua poin utama dalam melakukan interaksi sosial yaitu, adanya dua orang individu dan adanya kaitan antara perorangan dan kelompok.1

Soerjono Soekanto menegaskan, bahwasanya interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis, yang mana menyangkut hubungan antara orang perorangan, dan juga kelompok-kelompok manusia. Interaksi sosial merupakan kunci semua sendi kehidupan sosial, karena tanpa adanya interaksi sosial, tidak akan mungkin terjadi adanya kehidupan secara bersama-sama. Pergaulan hidup baru akan terjadi apabila

1Abu Ahmadi. Psikologi Sosial. Jakarta: Rinneka Cipta. 2002

(13)

setiap individu atau orang perorangan dalam pergaulannya itu melibatkan dirinya dalam suatu interaksi sosial.2

Disaat dua orang individu manusia saling berjumpa dan menyapa, lalu interaksi sosial akan terjadi pada saat itu. Perwujudan dari interaksi ini adalah kelakuan orang pertama yang memperbaiki, berpengaruh dan perubahan kelakuan orang kedua dan sebaliknya, seperti dua orang berjumpa saat di warung atau dijalan, lalu mereka saling berkomunikasi dengan cara berbicara, menyapa dan berjabat tangan. Bermacam-macam cara interaksi sosial tentu sudah akrab dialami oleh sebagai individu manusia pada setiap segi kehidupan, termasuk juga di saat proses belajar mengajar yang berada dilingkungan sekolah.

Kelompok masyarakat di lingkungan sekolah, terdiri dari peserta didik dan tenaga pendidikan maka dalam hubungan mereka pasti terjadi interaksi sosial. Interaksi sosial sudah pasti terjadi diruangan kelas serta diluar ruangan kelas. Interaksi sosial didalam ruang kelas pasti terjadi proses belajar mengajar dengan saling berinteraksi. Misalkan, disaat guru memberikan pertanyaan kepada siswa dan siswi, mereka saling berinteraksi antara guru pengajar untuk menanggapi pertanyaan yang disampaikan guru. Sedangkan interaksi yang terjadi diluar kelas.

Misalkan, terjadi disaat para siswa-siswi tengah bermain bersama dihalaman sekolah, siswa makan dan berbelanja di kantin, interaksi siswa dengan guru, dan siswa dengan guru penjaga perpustakaan ketika akan membaca buku. Interaksi sosial ini terjadi pada umumnya dilingkungan

2Nurani Sayomukti. Soerjono Soekanto: Sosiologi. Pengantar Sosiologi:Dasar-dasar Analisis, Teori & Pendekatan Menuju Masalah Sosial. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2010.

Hal. 315

(14)

sekolah hingga pada ruang lingkup dunia pendidikan Sekolah Luar Biasa yang pasti memiliki karakteristik siswa-siswi yang lebih kompleks atau siswa-siswi yang memiliki hambatan seperti difabel tunarungu.3

Inclusion means full inclusion of chlidren with diverse abilities in all aspects of schooling that other children are able to access and enjoy.

Dengan kata lain pendidikan inklusi atau juga Sekolah Luar Biasa diartikan sebagai pendidikan yang diperuntukan bagi anak atau peserta didik yang memiliki hambatan dalam berinteraksi mendengar dan bicara yang disebut difabel tunarungu, bagi anak dengan beragam kemampuan, bakat ataupun karakteristik yang berbeda dengan sekolah lain pada umumnya, disekolah luar biasa ini peserta didik memiliki hambatan.

Seperti, hambatan pendengaran dan berbicara. dalam segala segi sehingga mereka dapat belajar bersama dengan nyaman, penuh semangat dan menyenangkan. Pendidikan Luar Biasa ini membuka peluang bagi sekolah untuk dapat melayani semua anak sesuai dengan keadaan hambatan fisik yang dialami anak tersebut dan segala aspek kemampuan yang beragam, tak terkecuali bagi anak difabel tunarungu. Hal ini di karenakan anak Difabel Tunarungu juga mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan layaknya anak-anak normal lainnya mereka berhak untuk belajar dan hidup bersama saling menunjukkan sikap toleransi dengan anak normal lainnya.4

3Abu Ahmadi. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Rinneka Cipta. 2004

4Loreman,T. Deppeler, J. & Harvey, D. Inclusive Education: a Practical Guide to Supporting Diversity in the classroom. Australia: Allen & Unwin. 2005

(15)

Siswa Difabel Tunarungu merupakan anak-anak atau peserta didik yang mempunyai hambatan perkembangan dan hambatan belajar. Seperti, hambatan saat berbicara dan mendengar. Berbaurnya mereka dengan anak Difabel tunarungu lainnya yang berada disekolah luar biasa ini, melalui Sekolah Luar Biasa ini diharapkan dapat membantu perkembangan mental, emosi, percaya diri dan interaksi sosial sehingga tidak lagi ada rasa takut, minder ataupun malu atas keterbatasan yang ada pada dirinya.

Hal ini dikarenakan mereka akan tetap hidup ditengah-tengah masyarakat.

Difabel/disabilitas atau disebut juga “different ability” merupakan salah satu masalah sosial di Negara Indonesia saat ini. Banyaknya kelompok difabel yang mendapatkan stigma negatif dari lingkungan bermasyarakat yang membuat kaum ini merasa terdiskriminasi di segala bidang kehidupan. Menurut konvensi tentang hak-hak penyandang disabilitas, disabilitas merupakan suatu konsep yang terus berkembang, dimana penyandang disabilitas mencakup mereka yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual atau sensorik dalam jangka waktu yang panjang. Keadaan ini membuat penyandang disabilitas memiliki hambatan dalam masyarakat yang berdasarkan kesetaraan dengan yang lainnya, timbulnya disabilitas dapat di latarbelakangi masalah kesehatan yang timbul sejak lahir, penyakit kronis maupun akut dan cidera yang diakibatkan oleh kecelakaan, bencana, perang dan sebagainya.5

5Al-hafid, Syamsul Bahri. Pola Komunikasi Antar Pribadi Guru dan Siswa Berkebutuhan Khusus Dalam Menumbuhkan Kemandirian. (Studi di SLB Tunas Harapan Balai Kembang Luwu Timur). Ilmu Komunikasi. Fakultas Dakwan dan Komunikasi:

Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar. 2018. diunduh

(16)

Badan pusat statistik (BPS) mengumpulkan data penyandang disabilitas yang ada di Indonesia. Salah satu cara BPS untuk mendapatkan informasi dengan melakukan survei Ekonomi (SUSENAS) pada tahun 2018, ada 14,2 % penduduk Indonesia yang menyandang disabilitas atau 30,38 juta jiwa.6 Dalam sebuah artikel yang saya baca, kementerian sosial ada data terpadu kesejahteraan sosial pada bulan januari 2020 yang di gambarkan status sosial ekonomi, kerentanan dan masalah kesejahteraan.

Tetapi data ini terbatas, hanya beru 40% status sosial ekonomi yang terbawah. Dari data tersebut ada 1,3 juta jiwa penyandang Difabel.

Setiap anak di Indonesia memiliki hak yang sama, begitu juga dengan anak penyandang difabel. Sebagai individu kondisi anak difabel perlu mendapatkan perlakuan yang sama terkait dengan hak mereka untuk mengaktualisasikan diri mereka. Pengakuan Dunia Internasional akan eksistensi hal tersebut telah di wujudkan dalam bentuk Deklarasi Janewa pada tahun 1989, tercatat 193 Negara di Dunia, yang termasuk juga Indonesia yang menandatangani Konvensi Hak Anak (KHA). Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No, 10 Tahun 2012 tentang Konvensi Hak Anak. Beberapa pokok KHA adalah (1) prinsip non diskriminasi pada anak dengan Ras, Suku dan juga Agama tertentu, prinsip ini juga berlaku pada anak penyandang Cacat. (2) prinsip yang terbaik bagi anak. (3) prinsip hak atas Hidup, kelangsungan dan juga perkembangan. (4) prinsip penghargaan, pendapat atas hak-hak anak.

6 https://www.liputan6.com/disabilitas/read/4351496/jumlah-penyandang-disabilitas-di- indonesia-menurut-kementerian-sosial

(17)

Dalam deklarasi tersebut, dengan jelas dikatakan bahwa anak-anak memiliki hak, termasuk juga dengan anak yang berkebutuhan khusus atau disebut juga dengan difabel. Anak difabel atau juga anak berkebutuhan khusus (ABK), kini mulai mendapatkan kesetaraan di masyarakat, di tandai dengan adanya beberapa sekolah yang mau menerima mereka sebagai siswa-siswi pendidikan. Pendidikan merupakan sebuah usaha untuk menumbuh kembangkan Sumber Daya Manusia (SDM) melalui kegiatan Belajar Mengajar. Kegiatan tersebut dilakukan oleh semua satuan dan jenjang pendidikan yang meliputi juga anak pendidikan usia Dini, pendidikan Dasar, pendidikan Menengah hingga Perguruan Tinggi.

Berdasarkan peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 tahun 2010 tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan, Pasal 127 yang berbunyi, Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dengan proses pembelajaran dikarenakan kelainan fisik, emosional, mental, sosial dan juga memiliki kecerdasan dan bakat yang istimewa.7

Ilmu pendidikan memberikan cahaya bagi setiap insan manusia.

Tanpa adanya ilmu, tidak akan mulai suatu peradaban yang ada di bumi ini. Banyak hadis mencari ilmu yang bisa dijadikan pegangan bagi setiap muslim untuk terus belajar dan menuntut ilmu, baik itu yang memiliki keterbatasan maupun tidak dalam menuntut ilmu. Adapun hadis yang mewajibkan menuntut ilmu kepada tiap muslim yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan di Shahihkan oleh Syaikh Albani dalam Shahih wa Dhaif

7https://translate.google.com/translate?u=https://en.wikipedia.org/wiki/Declaration_of_th e_Rights_of_the_Child&hl=id&sl=en&tl=id&client=srp&prev=search

(18)

yang arti dari kutipan hadis tersebut yaitu: “menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap individu muslim”. (HR. Ibnu Majah no.224). Dari riwayat hadist tersebut sudah dijelaskan bahwa setiap insan manusia diwajibkan menuntut ilmu.

Pendidikan di Sekolah Luar Biasa membuat lingkungan yang lebih umum dan luas bagi anak Difabel Tunarungu agar mereka menuntut ilmu serta dapat berinteraksi sosial. Misalnya, sesama anak penyandang Difabel Tunarungu, anak Difabel Tunarungu dengan guru pendamping dan Anak Difabel Tunarungu dengan guru pengajarnya.

Interaksi sosial tersebut tidak mungkin terjadi jika tidak menggunakan dua syarat. Yaitu, adanya komunikasi dan kontak sosial, sedangkan upaya untuk mendengar dengan baik merupakan suatu syarat terjadinya kontak sosial dan komunikasi yang lancar. Dengan demikian dapat tersirat bahwa anak tunarungu, sebagai salah satu anak Difabel yang memiliki hambatan mendengar dan berbicara saat berinteraksi sosial, tetapi cara mereka berinteraksi lebih menggunakan bahasa isyarat, bahasa tubuh serta menggunakan simbol-simbol yang mereka (difabel Tunarungu) lihat dilingkungan sekolah maupun diluar sekolah.

Anak Difabel Tunarungu merupakan anak yang mengalami hambatan berbicara dan pendengarannya, yang mana anak yang mengalami kekurangan pendengaran dan kurangnya ucapan berbicara mereka akan memiliki masalah yang sangat kompleks. Mereka akan mengalami berbagai hambatan dalam meniti perkembangannya terutama dalam segi ucapan bahasa dan penyesuaian sosial. Disinilah peran Sekolah

(19)

Luar Biasa untuk menuntun peserta didik Tunarungu untuk mengembangkan potensi belajar dan kemampuan interaksi, guna mengenalkan lingkungan pendidikan serta lingkungan sosialnya, supaya peserta didik tunarungu lebih percaya diri baik disekolah maupun berada dilingkungan masyarakat yang akan menjadikan anak difabel tunarungu memiliki rasa ingin tahu yang tinggi.

Pada ruang lingkup sosial masyarakat, komunikasi lisan untuk berinteraksi merupakan bentuk komunikasi yang sering dilakukan oleh setiap individu manusia. Sementara itu kasus yang dialami anak tunarungu, komunikasi lisan merupakan hal yang sulit. Dikarenakan bahwa anak yang mengalami kekurangan pendengaran dan kurangnya ucapan bahasa menjadi penghambat potensi untuk berkembangnya interaksi kemampuan berbahasa dan berbicara yang kurang.

Pernyataan diatas memperlihatkan gambaran akan upaya interaksi secara umum terutama dengan bahasa lisan bagi anak tunarungu masih penghambat, bahwasanya mereka mempunyai masalah pada menangkap gelombang suara. Dengan ini menjadi penghambat berkembangnya interaksi sosial mereka dikarenakan kurangnya pengucapan kalimat bahasa. Kekurangan akan berbahasa ini tidak dapat membuat mereka berkomunikasi dengan baik dalam proses interaksi sosialnya yang lebih menggunakan bahasa isyarat atau bahasa tubuh. Padahal seyogyanya bagi setiap manusia, tak terkecuali bagi anak tunarungu dan anak difabel lainnya yang berada di lingkungan sekolah SLB Negeri Panti, interaksi

(20)

sosial merupakan cara untuk berbaur yang diperlukan bagi kehidupan manusia dan juga di lingkup masyarakat.8

Sekolah Luar Biasa (SLB) merupakan suatu jalan yang menjawab berbagai kekurangan yang dimiliki anak atau peserta didik difabel termasuk anak tunarungu. Sebagaimana penjelasan di atas, Setiap orang atau anak-anak tunarungu tersebut dapat hidup dan belajar dalam lingkungan yang sama melalui pendidikan yang menyesuaikan karakteristiknya. Cara tersebut merupakan cara efektif dan memberikan keuntungan bagi setiap anak, bagi manusia yang normal cara interaksinya bisa saling menghargai dengan anak Difabel Tunarungu, Anak normal dapat belajar lebih menghargai sesama dan mensyukuri apa yang telah ia miliki. Sedangkan bagi anak tunarungu dan penyandang difabel lainnya, supaya dapat belajar dengan mandiri dan semangat yang tinggi serta mereka dapat belajar lebih percaya diri, tidak minder dan terbiasa hidup ditengah masyarakat umum setelah menempuh pendidikan yang menyesuaikan karakteristik peserta didik tunarungu, begitu juga dengan anak normal yang saling menambahkan sikap toleransi. Selain itu, salah satu keuntungan terbesar adalah dapat memberikan dorongan kemampuan interaksi sosial anak tunarungu dengan guru pendidik, serta memberikan pola bagaimana interaksi anak tunarungu belajar disekolah sesama tunarungu. Dibawah ini dapat dilihat tabel jumlah difabel Tunarungu di Sekolah Luar Biasa Negeri Panti Kabupaten Pasaman:

8Murni Winarsih. Intervensi Bagi Anak Tunarungu Dalam Memperoleh bahasa. Jakarta:

Depdiknas. 2007

(21)

Tabel 1.

Daftar Siswa Difabel Tunarungu Tingkat SD di SLB Negeri Panti

Sumber: Profil Sekolah Luar Biasa Negeri Panti Kab. Pasaman Tahun pembelajaran 2021/2022

Data Siswa Penyandang Difabel Tunarungu Jenjang SD Kelas V di SLB Negeri Panti

NO Kelas L P Jumlah

1 I - - -

2 II 1 1 2

3 III - 2 2

4 IV 1 1 2

5 V 2 4 6

6 VI - - -

Jumlah keseluruhan 12

Tidak dapat kita pungkiri, setiap individu memiliki perbedaan- perbedaan kemampuannya tersendiri. Kita juga harus menyadari bahwa setiap individu yang dinyatakan sehat secara fisik atau medispun juga masih kita jumpai dengan perbedaan kemampuan. Oleh karena itu, dapat kita katakan perbedaan kemampuan terdapat pada setiap orang atau manusia lainnya, baik dia penyandang difabel ataupun anak-anak yang normal. Pendidikan bagi anak difabel sudah banyak kita jumpai salah satunya di sekolah yang menangani anak-anak Difabel yaitu, di Sekolah Luar Biasa Negeri Panti Kecamatan Panti Kabupaten Pasaman.

Melihat fakta yang sudah kita bahas diatas, peneliti tertarik untuk mengetahui lebih mendalam bagaimana pola interaksi yang terjadi pada saat proses pendidikan dan pembelajaran bagi anak Difabel Tunarungu, bagaimana guru-guru dalam menerapkan pembelajaran bagi anak penyandang Difabel Tunarungu di SLB Panti. pada kondisi kemajaun IPTEK saat sekarang ini, supaya anak difabel Tunarungu mendapatkan kepercayaannya untuk bersosialisasi ditengah masyarakat dan orang-orang yang ada dikelilingnya mereka membutuhkan orang-orang yang

(22)

memahami dan mengerti situasi yang dialaminya untuk berinteraksi dengan baik.

Berdasarkan uraian tentang pentingnya interaksi sosial bagi kehidupan manusia termasuk jugaanak-anak difabel tunarungu, serta hasil observasi kelas, Guru Pendidik disekolah luar biasa. Peneliti memiliki ketertarikan untuk meneliti lebih dalam, bagaimana pola interaksi sosial anak Tunarungu yang ada di SLB Negeri Panti. Oleh karenanya peneliti mengusung judul “Pola Interaksi Sosial (Studi kasus Siswa Penyandang Difabel Tunarungu pada Kelas V Sekolah Dasar Luar Biasa Negeri Panti Kabupaten Pasaman)”.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasrkan uraian latar belakang masalah di atas, maka yang menjadi rumusan masalah yaitu:

1.2.1. Bagaimana metode pembelajaran yang digunakan guru saat melakukan interaksi dalam proses belajar mengajar dengan siswa- siswi Difabel Tunarungu di SDLB Negeri Panti?

2.2.1. Bagaimana upaya Guru untuk meningkatkan pola interaksi saat belajar antar sesama siswa-siswi Difabel Tunarungu di SDLB Negeri Panti?

1.3. Tujuan Penelitian

Seperti yang sudah dijelaskan pada rumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:

1.3.1. Untuk mengetahui seperti apa media pola interaksi saat belajar disekolah yang dilakukan Guru antara siswa-siswi Difabel

(23)

Tunarungu pada saat proses belajar mengajar dilakukan di Sekolah Dasar Luar Biasa Negeri Panti.

2.3.1. Untuk mengetahui seperti apa pola interaksi siswa-siswi difabel Tunarungu di Sekolah Dasar Luar Biasa Negeri Panti.

3.3.1. Untuk mengetahui pelayanan pembelajaran terhadap Siswa Tunarungu yang di terapkan di Sekolah Dasar Luar Biasa Negeri Panti.

1.4. Manfaat Penelitian

Sesuai dengan penjelasan penelitian di atas, maka dapat diambil manfaat dari penelitian ini yaitu:

1.4.1. Secara Teoritis, penelitian tentang pola interaksi tunarungu ini memberikan pemahaman ilmu pengetahuan dalam bidang pendidikan, khususnya dalam bidang interaksi sosial anak Difabel Tunarungu yang berada pada lingkup sekolah luar biasa tingkat SD di SLB Negeri Panti, Kec. Panti.

2.4.1. Manfaat Praktis, secara praktis hasil penelitian ini dapat meningkatkan dan memberikan kontribusi dalam merumuskan rekomendasi-rekomendasi yang dijadikan solusi untuk penanganan Difabel Tunarungu dalam dunia pendidikan dan menghasilkan suasana sosial yang nyaman bagi anak-anak Difabel Tunarungu yang melanjutkan pendidikan di SDLB Negeri Panti Kec. panti.

1.5. Penjelasan Judul

Agar tidak terjadi kesalah pahaman, maka penulisan akan menjelaskannya di bawah berikut ini:

(24)

Pola interaksi sosial : pola interaksi adalah sebagai bentuk atau sistem hubungan sosial yang menyangkut hubungan antar individu, individu dengan kelompok dan kelompok dengan kelompok.

Siswa-siswi Difabel :individu masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi melalui pembelajaran dan individu tersebut memiliki karakteristik yang berbeda dengan kebutuhan yang khas yang terkait dengan kondisi fisik, emosional dan mental yang dialami peserta didik difabel tunarungu.

Pendidikan sekolah :tempat anggota masyarakat untuk menambah wawasan dirinya, usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran, agar peserta didik dapat mengembangkan potensi dirinya kepribadian, kecerdasan, spritual keagamaan dan akhlak keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat sekitar.

1.6. Sistematika Penulisan

Gambaran keseluruh pembahasan dalam skripsi ini secara umum dapat peneliti sajikan dalam sistematika penulisan sebagai berikut:

(25)

Bab I Pendahuluan, yang terdiri dari: halaman sampul depan, latar belakang masalah, fokus masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penjelasan judul dan sistematika penulisan.

Bab II Kerangka Teori, yang terdiri dari: pola interaksi sosial, pendidikan, sekolah luar biasa dan anak penyandang disabilitas.

Bab III Metode Penelitian, yang terdiri terdiri dari: jenis penelitian, lokasi penelitian, informan penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data dan teknik keabsahan data.

(26)

14

KERANGKA TEORI

2.1. Pengertian Pola Interaksi Sosial

Di dalam kamus besar bahasa indonesia (KBBI), pola yang berarti bentuk atau sistem, cara atau bentuk yang mana pola dapat dikatakan contoh atau sebuah cetakan, sedangkan di dalam kamus popular, pola di artikan sebagai model, contoh atau pedoman (rancangan). Sedangkan individu merupakan makhluk sosial sehingga tidak bisa hidup sendiri, maka dari itu manusia hidup secara berkelompok yaitu secara bermasyarakat.

Dalam bermasyarakat setiap individu memiliki kriteria atau fungsi yang bermacam-macam, dalam keadaan yang seperti inilah terjadi interaksi timbal balik antar individu dalam bermasyarakat. Interaksi merupakan hubungan-hubungan sosial yang menyangkut hubungan antar individu, individu dengan kelompok dan kelompok dengan individu, ada dua syarat agar dapat terjadi interaksi yaitu kontak sosial dan komunikasi.9

Sebagai bentuk fenomena ini, penelitian ini mengacu kepada teori Interaksionalisme Simbolik. Interaksionalisme simbolik pembahasannya terhadap makna,simbol-simbol yang diperoleh dari proses interaksi atau hubungan dalam lingkungan bermasyarakat. untuk lebih kita ketahui, George Herbert Mead10 menjelaskan bahwa dalam melakukan interaksi Mead membaginya dalam Tiga tahap yaitu:

9 Partanto dan M. Dahlan Al barry. Kamus Ilmiah populer. Surabaya: Arloka. 1994

10Bernard Raho. Teori Sosiologi Modren. Jakarta: (prestasi pustaka, 2007), hal.106

(27)

2.1.1. Pikiran (Mind)

Menurut Mead, Mind adalah penafsiran terhadap pemikiran atau akal dan kepribadian dari diri masing-masing individu tersebut, dengan kata lain ialah proses interaksi manusia melibatkan mental dan berfikir, lalu menjadikan suatu kondisi sosial dapat di respon yang menyangkut hubungan dan tanggapan, misalnya menepuk pundak seseorang, kalau tepukan pundak kepada seseorang itu memaknai sebagai penyemangat hanya untuk seseorang yang sedang mempunyai masalah. Tetapi jika tepukan pundak kepada teman lama yang baru bertemu itu bermakna sapaan. Atau juga kita berinteraksi dengan anak Difabel Tunarungu dengan menepuk pundaknya atau tangannya untuk kita bersosialisasi dan berinteraksi melalui bahasa tubuh atau gestur tubuh. Seperti, memperagakan tangan melalui angka dan huruf dan juga menunjuk suatu tempat atau wilayah.

2.1.2. Diri (Self)

Self menurut Mied merupakan sebuah bentuk atau pembentukan jati diri dalam lingkup masyarakat, menjadikan dirinya sendiri sebagai objek ataupun subjek yang terus berjalan dengan hal ini tentu sangat jelas dan penting, karena pembentukan jadi diri yang terus terjadi saat bersosialisasi, pada proses pembentukan jati diri ini membutuhkan waktu yang cukup lama juga. Jika jati diri ini sudah dapat ditemukan maka hal ini akan

(diunduh PDF, 29-03-2021)

(28)

berpengaruh terhadap pola pikir dalam berinteraksi di lingkungan masyarkat.

2.1.3. Masyarakat (Society)

Mead menegaskan bahwa masyarakat adalah sekumpulan dari timbulnya mind dan self itu sendiri, sehingga dengan kata lain Mead berpendapat bahwa Interaksionalisme Simbolik merupakan salah satu proses hubungan yang melibatkan individu dan lingkungan yang terbentuk oleh karakter dari masing-masing individu itu sendiri.

Menurut Herbert Blummer, bahwasanya interaksi yang terjadi dilingkungan masyarakat merupakan salah satu bentuk pemaknaan dari masing-masing individu terhadap individu lainnya melalui simbol-simbol, tindakan dan respon. Sehingga hal ini juga yang kemudian menjadikan masyarakat tidak hanya bisa dilihat dari satu sisi saja melainkan dari sisi yang lainnya, karena pada dasarnya masyarakat itu Heterogen, sehingga tidak bisa masyarakat tersebut didefenisikan atas dasar atau asumsi yang tunggal, hal ini yang berakibat kepada kemajemukan didalam masyarakat itu sendiri.

Jadi, dasar individu tersebut melakukan hubungan yang juga terletak pada bagaimana dia menggunakan kemampuan untuk berfikirnya untuk melakukan interaksi dalam rangka mempelajari simbol-simbol yang kemudian menjadikan acuan untuk melakukan aksi untuk bersosialisasi, sehingga hal inilah yang mendasari individu dalam masyarakat bisa

(29)

berkembang dan menjadikan masyarakat tersebut mempunyai cara yang khas dan mengerti tentang situasi dalam proses interaksinya.

Dalam kehidupan sosial interaksi merupakan bagian yang penting agar masyarakat dapat menjalani kehidupan bersama-sama. Interaksi merupakan hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antar perorangan, antara kelompok dengan kelompok maupun antar perorangan dengan kelompok. Interaksi dapat terjadi antara dua orang atau lebih saling bertemu dan terjadi kontak atau komunikasi antara kedua belah pihak. Saat dua orang bertemu, maka interaksi sosial dimulai pada saat itu, mereka saling menegur berjabat tangan dan saling berbicara. Pola interaksi dalam penelitian ini berarti bagaimana cara atau pedoman guru dan siswa penyandang disabilitas dalam melakukan interaksi dilingkungan sekolah agar dapat terjadinya interaksi yang dua arah untuk mereka terapkan dengan baik dilingkungannya maupun dilingkup masyarakat setelah menempuh pendidikan.11

2.2. Syarat-syarat Terjadinya Interaksi Sosial 2.2.1. Kontak Sosial

Kontak sosial adalah hubungan antara satu orang atau lebih, dengan maksud saling mengerti dan tujuan mereka masing- masing. Kontak sosial berdasarkan caranya dapat juga bersifat primer dan sekunder. Kontak sosial primer yaitu sifatnya secara langsung tanpa perantara. Misalnya, berjabat tangan, mengucapkan salam atau tersenyum kepada orang lain. Sedangkan kontak sosial

11Philipus. Sosiologi dan Politik. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2004

(30)

sekunder yaitu, yang bersifat tidak langsung. Artinya, terjadi dengan menggunakan perantara. Misalnya, melalui telephone, surat dan media sosial internet.

2.2.2. Adanya Komunikasi

Komunikasi merupakan proses penyampaian pesan kepada seseorang sehingga pesan dapat diterima dan juga dipahami.

Syarat-syarat terjadinya komunikasi adalah adanya orang yang akan diajak komunikasi dan juga pesan yang disampaikan. Dengan adanya komuikasi, sikap dan perasaan seseorang atau sekelompok orang dapat diketahui dan dipahami.12

Syarat-syarat terjadinya komunikasi antara lain sebagai berikut:

a) Adanya pengirim.

b) Adanya pihak penerima.

c) Adanya pesan yang berisi maksud yang akan disampaikan.

d) Adanya tanggapan dari pihak penerima.

2.3. Ciri-ciri Interaksi Sosial

Dalam interaksi sosial, terdapat beberapa ciri-ciri terjadinya suatu interaksi sosial diantaranya sebagai berikut:

2.3.1. Adanya interaksi sosial yang jumlah pelakunya melebihi satu orang.

2.3.2. Adanya komunikasi antar individu satu dengan individu yang lainnya.

12 Sri Sudarmi, W.indriyanto. sosiologi pengantar SMA. Jakarta: Depertemen Pendidikan Nasional, 2009. Hal. 37

(31)

2.3.3. Mempunyai maksud dan tujuan yang akan di capai.

2.3.4. Mempengaruhi faktor waktu yang akan menentukan reaksi yang berlangsung.

2.3.5. Adanya komunikasi antar pelaku dengan menggunakan bahasa isyarat dan simbol-simbol.

Tidak semua tindakan merupakan interaksi. Hakikat interaksi terletak pada kesadaran yang mengarahkan tindakan kepada orang lain.

Harus ada orientasi timbal balik antara pihak-pihak yang bersangkutan, tanpa menghiraukan isi perbuatannya, cinta atau membenci, kesetiaan dan penghianatan atau juga bermaksud melukai atau tolong menolong.

1.1. Faktor-faktor yang Mendasari Terjadinya Interaksi Sosial

Secara langsung yang selalu di gaungkan, faktor selalu identik dengan “penyebab” terjadinya sesuatu dan ini selalu terjadi dilingkungan sosial. Ada enam faktor yang mendasari terjadinya interaksi sosial. Diantaranya sebai berikut:

1.1.1. Imitasi

Imitasi merupakan kecendrungan untuk meniru sikap, tindakan, tingkah laku atau penampilan fisik seseorang. Proses imitasi pertamanya terjadi dalam lingkungan keluarga.

1.1.2. Sugesti

Sugesti merupakan pemberian pengaruh pandangan seseorang kepada orang lain yang diterima tanpa berfikir panjang. Sugesti biasanya dilakukan oleh orang-orang yang

(32)

berwibawa dan mempunyai pengaruh besar terhadap lingkungan sosialnya.

1.1.3. Identifikasi

Identifikasi yaitu cenderung kepada sesuatu keinginan yang ada pada diri seseorang untuk menjadikannya persamaan (identik) dengan orang lain yang jadi tiruannya. Identifikasi merupakan kelanjutan dari proses imitasi dan sugesti yang sudah diperkuat.

1.1.4. Simpati

Simpati merupakan ketertarikan perasaan kepada seseorang dan membuat dirinya sudah seperti yang sama dengan keadaan orang lain. Seperti menyampaikan dukungan keselamatan atau mendukung pencapaian prestasi yang ia dapatkan.

1.1.5. Motivasi

Motivasi merupakan hal yang menjadi pendorong, atau stimulasi dari dalam diri seseorang untuk melakukan tindakan sepertihalnya, siswa tunarungu dipuji guru atas juara kelas yang didapat peserta didik, pujian itu secara tidak langsung memberikan motivasi untuk memberikan penampilan dan hasil yang gemilang lagi. Siswa-siswi disekolah yang mendapatkan juara kelas dan mendapatkan pujian dari Guru pengajarnya.

1.1.6. Empati

Empati merupakan adanya kemampuan dalam diri seseorang yang menganggap sudah berada dalam situasi

(33)

seseorang yang merasakan keadaan emosional orang lain.

Misalnya, anda mendengarkan kejadian yang menyedihkan.

2.4. Dasar Pembentukan Interaksi Sosial

2.4.1. Faktor Kesamaan Kepentingan atau kebutuhan

Kepentingan/kebutuhan yang sama menjadikan dorongan sekumpulan orang untuk mereka membentuk kelompok sosialnya.

Saat sekarang ini seiring dengan arus globalisasi yang semakin melaju, kebutuhan yang bersifat modren dikalangan masyarakat semakin banyak kita jumpai. Tidak terkecuali bagi anak-anak Difabel yang melanjutkan pendidikannya disekolah inklusi.

Misalnya, siswa-siswi di asrama yang berada dilingkungan SLB Negeri Panti mereka mengerjakan tugas yang diberikan gurunya sepulang sekolah mereka saling mencari tugas tentang praktek menunjukkan kosa kata melalui gestur tubuh mereka dengan menggunakan gadget dan mencari tau di internet seperti youtube dan google .

2.4.2. Faktor Kesamaan

Terbentuknya kelompok sosial juga bergantung pada kesamaan diantara anggota atau peserta didik. Pada umumnya, seseorang memang lebih nyaman melakukan interaksi dengan orang yang memiliki kesamaan dengan dirinya. Kesamaan disini meliputi kesamaan latar belakang, minat, kepercayaan, nilai usia atau karakter-karakter personal lainnya.

(34)

2.4.3. Faktor Kesamaan Nasib

Dengan adanya kesamaan nasib, maka akan terjadi pembentukan kelompok sosial, yang mewadahi memberikan tujuan meningkatkan taraf hidup maupun tempat pendidikannya.

Misalnya sekolah yang memfasilitasi peserta didik di sekolah luar biasa mereka anak yang mengalami hamba mendengar dan ucapan bahasa atau disebut juga difabel tunarungu. Adanya perkumpulan ini didasari oleh kesamaan nasib yang mana mereka membutuhkan wadah untuk saling berbagi cerita disekolah maupun diluar sekolah.

Secara umum terdapat dua bentuk interaksi sosial yaitu proses asosiatif dan proses disosiatif, proses asosiatif yaitu proses yang bersifat penggabungan antara dua objek atau tanggapan melalui masing-masing individu. Sedangkan proses disosiatif yaitu proses sosial yang bersifat perpecahan antara dua objek sebagai akibat munculnya perbedaan melalui tanggapan indrawi.

2.5. Faktor-faktor penghambat interaksi sosial 2.5.1. Hambatan ideologis

Ideologis merupakan hal yang penting sebagai pegangan hidup manusia, orang yang memiliki ideologis dan kepercayaan yang tidak melakukan hubungan sosial dengan kelompok sosial tertentu maka hal ini akan menjadikan hambatan bagi seseorang.13

13 https://dosensosiologi.com/faktor-hubungan-sosial/

(35)

2.5.2. Stereotip

Kecurigaan terhadap kelompok masyarakat tertentu membuat seseorang tidak ingin melakukan interaksi sosial. Apabila kecurigaan berlebih akan membuat seseorang jauh dari jangkauan masyarakat.

Bahkan ia akan memilih untuk menyendiri dengan keadaan yang dialaminya.

2.5.3. Apatis

Seseorang yang ada di lingkungan yang tidak memiliki kepedulian terhadap lingkungan sekitar. Sikap acuh tak acuh membuat orang tersebut terkucilkan dengan lingkungannya. Hal ini sulit untuk melakukan hubungan dengan orang yang ada dilingkungannya.

Dalam hal yang lainnya,fenomena yang saya lihat di lingkungan Sekolah Luar Biasa Negeri Panti, maupun tempat tinggal anak-anak difabel memiliki hambatan yang sangat serius dan perlu perhatian Pemerintah daerah, Guru pengajar atau Guru khusus pendamping Difabel dan masyarakat, seperti halnya yaitu:

a) Guru

Sekarang ini guru pendidik bagi anak berkebutuhan khusus, masih tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya dan kurangnya guru pendamping untuk anak difabel.

b) Siswa

Anak-anak difabel dalam proses belajar mengajar masih mengalami kesulitan mengikuti materi pembelajaran.

(36)

c) Pemerintah

Dalam hal ini, masih kurangnya perhatian dan kepedulian pemerintahan terhadap sekolah inklusif, sekarang ini juga perombakan kurikulum khusus sekolah inklusif dan model pembelajaran yang diterapkan masih kurang perhatian, dan kurangnya tenaga profesional dalam menangani siswa dan siswi difabel.

d) Masyarakat

Pengetahuan masyarakat masih minim terkait pendidikan inklusif, pandangan negatif masyarakat terhadap anak difabel dan kurangnya dukungan masyarakat terkait dalam memahami dan bersosialisasi dengan anak-anak difabel.

e) Lainnya

Sarana dan Prasarana yang menunjang pendidikan di sekolah inklusif masih kurang dan masih kurangnya keterlibatan dari semua pihak (tenaga ahli, sekolah, orang tua, akademisi, dan pemerintahan) terkait pemberdayaan sekolah inklusif.

Dari faktor penghambat diatas sudah jelas dilihat bahwa apa yang dialami oleh anak-anak difabel dalam melakukan interaksi sangat sulit untuk berbaur dengan orang normal lainnya dan orang normalpun begitu sulit untuk berinteraksi dengan anak difabel, padahal anak-anak difabel membutuhkan orang-orang terdekat untuk ia bersosialisasi, sehingga

(37)

mereka dalam menempuh pendidikanpun harus diberikan pendidikan yang khsusus supaya mereka rajin dalam mengikuti pembelajaran disekolah dan supaya mereka mampu menerima perkembangan IPTEK yang semakin melaju, untuk menunjang interaksi dengan lingkungan sekitanya itupun mereka kurang percaya diri dan minder.

2.2. Difabel Tunarungu dan Klasifikasinya 2.2.1. Pengertian Difabel Tunarungu

Ada juga yang mendefenisikan dan mengklasifikasikan penjelasan tentang Difabel Tunarungu, dengan hal ini adanya pandangan masing-masing tentang pengertian anak tunarungu, pada hakekatnya memiliki kesamaan, yaitu. Tunarungu merupakan sesuatu makana dengan merujuk kepada kondisi yang tidak berfungsinya indra pendengaran secara normal. selain itu, secara pedagogis tunarungu juga diartikan sebagai kondisi tidak mampunya seseorang dalam menerima informasi secara lisan, atau bahasa verbal. Sehingga dalam hal ini membutuhkan pendidikan, bimbingan dan pelayanan khusus dalam menempuh pendidikannya disekolah. Pengertian ini memberikan suatu upaya untuk berkembangnya potensi penyandang difabel tunarungu, melalui pendidikan khsusus di sekolah luar biasa ini. Dengan demikian anak tunarungu dapat mengembangkan dirinya secara optimal.

Menurut Mangunsong (2009), anak tunarungu adalah mereka yang mengalami masalah pada indra pendengarannya yang

(38)

tidak berfungsi sehingga membutuhkan pendidikan yang pelayanannya yang khusus.14

3.2.1. Perkembangan Pada Anak Difabel Tunarungu

Anak tunarungu pada hakekatnya sama dengan anak-anak pada umumnya, mereka juga memiliki kebutuhan dan tugas yang sama dengan anak-anak yang kita lihat normal. Namun, anak tunarungu hanya saja memiliki kondisi tidak berfungsinya indra pendengaran, yang menyebabkan anak tunarungu memiliki karakteristik yang spesifik.15

Pada perkembangan difabel tunarungu, difabel tunarungu memiliki pola yang bervariasi, secara lebih rinci, beberapa perkembangan yang spesifik diantaranya yaitu:

a) Perkembangan bahasa

Secara umum yang kita lihat, perkembangan fisik anak tunarungu tidak banyak mengalami hambatan, kecuali indra pendengaran saja yang mengalami gangguan. Kondisi anak difabel tunarungu juga mengalami masalah dalam perkembangan berbahasa pada anak difabel tunarungu, perkembangan dalam berbahasa anak sangat penting.

Sementara pada anak difabel tunarungu hal ini tidak dapat mereka lakukan dengan baik.Dalam perkembangan berbahasa anak difabel perlu bimbingan khusus sesuai dengan derajat

14MM Shinta Pratiwi. Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus. Semarang: Semarang University Press, 2011, hal. 9

15 Suparno. Pendidikan Anak Tunarungu. UNY: Jurusan pendidikan Luar Biasa. 2001,hal.

8-15

(39)

ketunarunguan mereka dan kemampuan anak difabel tunarungu masing-masing.

b) Perkembangan Intelegensi

Pada perkembangan intelegensi ini, perkembangan ini sangat dipengaruhi oleh perkembangan berbahasanya anak difabel tunarungu, perkembangan bahasa pada anak tunarungu mengakibatkan perkembangan intelegensi mereka terhambat, bukan kemampuan potensialnya yang rendah. Tetapi, disebabkan oleh intelegensinya tidak mendapat kesempatan dalam perkembangan yang optimal

Adanya bimbingan yang teratur, terutama dala pola berbahasanya anak difabel tunarungu dalam perkembangan intelegensinya. Selain itu juga kemampuan intelektual anak difabel tunarungu juga tergantung dalam faktor berbahasa sesuai dengan derajat ketunaan yang disandangnya untuk memperoleh berbahasanya anak difabel tunarungu.

c) Perkembangan Emosi dan Sosial

Perkembangan dalam percakapan berbahasanya anak difabel tunarungu yang mengakibatkan kesulitan dalam berkomunikasi, yang pada gilirannya akan menjadi penghambatbagi mereka. Dengan ini, menyebabkan kurang percaya diri dan merasa asing dari lingkungan masyarakat, sehingga tampak adanya kekurangan dalam beinteraksi dengan lingkungannya. Dengan melihat hal ini akan dapat

(40)

mempengaruhi kepada perkembangan kepribadian dan emosi pada anak difabel tunarungu.

4.2.1. Karakteristik Difabel Tunarungu

Beberapa hal yang ada pada karakteristik anak difabel tunarungu antara lain sebagai berikut:

a) Segi fisik

Dari segi fisik, karakter anak difabel tunarungu terlihat dari cara berjalannya agak kaku, pernapasannya yang pendek, gerakan mata yang cepat dan beringas dan gerakan tangan juga kakinya.

b) Segi bahasa

Dari segi bahasa, anak difabel tunarungu miskin akan kosa kata, sulit mengartikan ungkapan-ungkapan, sulit memahami kalimat yang komplek atau kalimat-kalimat yag panjang dan kurang menguasai irama dan gaya bahasa.

Dari segi bahasa, anak tunarungu banyak mengalami kelemahan, mereka melihat kondisi alam ini sesuatu yang sunyi meskipun sebenarnya pada anak tunarungu ini ada garis khayalan dalam pikirannya, namun mereka tidak dapat mengungkapkannya, mereka hanya dapat mengekspresikan bentuk dan manfaatnya saja. Untuk mengetahui karakteristik dan menganalisis anak difabel tunarungu secara mendalam, maka dapat dilakukan dengan cara metode penelitian secara mendalam bagaimana pola interaksi yang didapatkan anak tunarungu untuk memaksimalkan perkembangan berbahasanya anak tunarungu.

(41)

Banyak hal yang dapat di peroleh dalam melakuakan pengamatan dalam lingkungan anak difabel tunarungu, selain perilaku dan kondisi fisik kita juga bisa melihat mereka dengan karakteristik lainnya. Kondisi anak difabel tunarungu sangat bervariasi, sehingga dengan dilakukannya pengamatan dalam pnelitian, dapat diketahui karakteristik dan kebutuhan belajar anak difabel tunarungu. Hasil ini juga sangat membantu pendidikan dalam memberikan bimbingan dan pelayanan bagi mereka. Ketepatan pemberian bimbingan dan pelayanan pendidikan, terutama yang berkenaan dengan karakteristik individual, memungkinkan anak untuk dapat berkembang secara optimal sesuai yang di harapkan anak difabel tunarungu. Pada umumnya anak tunarungu memiliki motivasi belajar yang sangat tinggi, mereka sangat senang dipuji atas prestasi yang di dapatkannya.

2.3. Penelitian Relevan

Penelitian yang hampir sama dilakukan oleh Sri Utami tentang bagaimana cara komunikasi anak atau peserta didik tunarungu di Sekolah Luar Biasa Negeri Jenangan Ponorogo. Hasil dari penelitian menunjukkan tentang setiap anak atau peserta didik tunarungu dalam mereka berkomunikasi dengan bahasa tubuh atau bahasa isyarat. Kecenderungan bergaul dengan komunitasnya yaitu Tunarungu, tingkat emosional yang kurang serta pola komunikasi yang sulit di mengerti oleh orang yang berada lingkungannya. Hal tersebut membuat anak tunarungu terhambat dalam penyesuaian sosialnya.16

16 https://journal.iain.ponorogo.ac.id/sju/indek/epj.diunduh.pada 04 februari 2021

(42)

Penelitian selanjutnya juga di tulis oleh: Sifqa Amalia Ramadhanti yang melakukan penelitian pada tahun 2020, tentang bagaimana interaksi simbolik dalam komunikasi guru dan murid di Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB-B) Nurasih Jakarta Selatan. Dengan hasil penelitian yang menunjukkan komunikasi simbolik apa saja cara peserta didik SDLB melakukan Interaksi sosialnya.17

Tidak dapat kita pungkiri lagi, setiap individu memiliki perbedaan- perbedaan kemampuannya masing-masing. Kita sebagai individu-individu yang dinyatakan sehat secara fisik atau masih juga kita jumpai dengan perbedaan kemampuan dari dalam diri manusia. Oleh karena itu, dapat kita katakan perbedaan kemampuan terdapat pada semua orang atau manusia lainnya, baik dia anak penyandang difabel ataupun anak-anak yang normal. pendidikan khusus bagi anak-anak difabel sudah banyak kita jumpai salah satu sekolah yang menangani anak-anak difabel yaitu, SLB Negeri Panti Kab. Pasaman.

Berangkat dari beberapa penelitian yang sudah di lakukan tentang Interaksi Sosial Siswa-siswi Difabel, penelitian ini berbeda dengan yang sudah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Perbedaan penelitian terletak pada lokasi penelitian. Jika lokasi penelitian yang dilakukan oleh Yanuar Ummi Solikhatun di SLB Negeri Semarang yang membahas penyesuaian sosial anak tunarungu dan penelitian juga dilakukan oleh Tutik Faricha di SLB Negeri Kemala Bhayangkari Gresik yang membahas Siswa-siswi Difabel agar berinteraksi dengan baik.

17 http://repository.uinjkt.ac.id.diunduh.04 Februari 2021

(43)

Sedangkan penelitian ini membahas tentang Pola Interaksi Siswa- siswi Difabel Tunarungu di SDLB Negeri Panti Kab. Pasaman. Dengan melajunya percepatan arus globalisasi, seperti apa pola interaksi yang dilakukan anak difabel guna mengahadapi tantangan IPTEK saat sekarang ini, dan bagaimana mereka dapat menerima dan menyesuaikan diri dengan baik dari lingkungan sekitarnya melalui pembelajaran khusus di SLB Negeri Panti yang Beralamat di kp. Sorik, Jorong Nagari Panti, Kec. Panti, Kab. Pasaman. Yang difokuskan bagaimana Pola Interaksi Sosial Siswa- siswi Difabel Tunarungu jenjang SD di SLB Negeri Panti.

(44)

32

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang menggunakan penelitian deskriptif kualitatif.

Dengan cara menggabungkan informasi atau data-data yang aktual dan terperinci, mengidentifikasikan permasalahan dan memeriksa kondisi atau fenomena sosial dalam suatu peristiwa. Sesuai dengan defenisi penelitian kulaitatif yaitu jenis penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis dari informan yang mengerti dan terlibat atau berperan serta dalam kegiatan penelitian ini.18Penelitian ini menekankan pada data yang di gali di lapangan dengan menggunakan teknik tertentu kemudian di ilustrasikan dalam kalimat dengan mengkategorikan yang berdasarkan karakter tertentu kemudian di ambil kesimpulan.

Menurut Nana Syaodih Sukmadinata yang mengemukakan penelitian deskriptif kulaitatif merupakan penelitian untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktifitas sosial, sikap kepercayaan, persepsi dan pemikiran secara individual maupun kelompok.19 Sedangkan metode kualitatif menurut Bogdan dan Biklen dalam Emzir, mendefenisikan metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau

18 Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta. 2019, hal, 1-3

19 Nana Syaodih Sukmadinata. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2010, hal. 60

(45)

lisan dari orang-orang dan perilaku yang di amati. Data yang di hasilkan berupa kata-kata, gambar serta perilaku manusia.20

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Pendekatan kualitatif dapat di harapkan mampu menghasilakan uraian secara mendalam tentang ucapan, tulisan, atau perilaku yang dapat diamati dari individu maupun kelompok masyarakat.

Penggunaan desain penelitian deskriptif kualitatif dalam penelitian ini di maksudkan untuk mendeskripsikan dan menganalisis pola interaksi siswa- siswi penyandang difabel di Sekolah Luar Biasa Negeri Panti.

3.2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dan waktu penelitian yang merupakan penelitian di laksanakan dan di lakukan dan kapan penelitian ini berakhir. Tempat dan waktu penelitian bermanfaat untuk membatasi daerah dan waktu dari fenomena yang di teliti. Penelitian ini di lakukan di lokasi Sekolah Luar Biasa Negeri Panti Kabupaten Pasaman.

3.3. Informan

Informan atau di sebut juga dengan Narasumber yang merupakan individu pada latar penelitian yang di jadikan sebagai sumber informasi yang di butuhkan dalam pengumpulan data penelitian. Dalam hal ini peran informan adalah lebih aktif, lebih banyak berbicara, dan perannya seperti menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti, memperkenalkan atau menghubungkan peneliti dengan orang lain yang memiliki pengetahuan

20 Emzir. Analisis Data, Metedologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rajawali Pers, 2012

(46)

tentang hal yang21sama dan juga menyediakan akses dan meningkatkan pengetahuan peneliti mengenai berbagai hal lokasi penelitian dan membantu menafsirkan makna pengamatan penelitian.22

Dalam penelitian kualitatif ini, informan sangatlah penting dikarenakan informan tidak hanya sebagai dasar sumber data dalam penelitian, namun juga ikut berperan sebagai pelaku yang juga ikut menentukan berhasil atau tidaknya penelitian tentang informasi dan data yang diberikannya.

Untuk menentukan penelitian ini, teknik yang digunakan adalah purposive sampling. Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel dan sumber data dengan pertimbangan tertentu dan bertujuan juga memperoleh informasi sebanyak-banyaknya.

Untuk memperoleh informasi yang banyak, peneliti menggunakan teknik purposive sampling dengan informan sebagai berikut: Guru pendamping khusus SLB Negeri Panti; Kepala Sekolah SLB Negeri Panti, orang tua dari anak penyandang disabilitas tersebut dan orang yang ada di lingkungan masyarakat tempat anak disabilitas tinggal.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara, observasi, dan dokumentsi. Berikut akan dijelaskan uraiannya dari masing-masing teknik pengumpulan data, yaitu:

3.4.1. Wawancara

21Burhan Bugin. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007, hal.

76

22Ibid, hal.77

(47)

Wawancara adalah teknik pengunpulan data yang dilakukan dengan memberikan pertanyaan secara langsung kepada pihak-pihak yang terkait dengan tujuan untuk memperoleh informasi dan data.23

Menurut Esterberg wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Dalam penelitian ini, wawancara yang digunakan adalah wawancara semi tersrtuktur.

Wawancara semi terstruktur bertujuan untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka.

3.4.2. Observasi

Observasi adalah pengamatan yang secara sistematis terhadap gejala-gejala yang di teliti, observasi menjadi salah satu teknik pengumpulan data dan jika sesuai dengan tujuan penelitiannya, direncanakan dan di catat secara sistematis. Observasi bertujuan untuk mengamati langsung pada tempat penelitian, baik secara terbuka maupun terselubung. Menurut Sutrisno Hadi, observasi merupakan suatu proses yang kompleks, proses yang tersusun dari berbagai proses biologis maupun psikologis.24

Observasi dalam penelitian ini, peneliti melakukan observasi non parsitipatif, dimana peneliti hanya melakukan pengamatan menggunakan pedoman observasi tanpa melibatkan diri kedalam fenomena yang ada. Observasi yang dilakukan peneliti yakni melihat

23Nana Sujana. Menyusun Karya Ilmiah. Bandung: Sinar Baru, 1992, hal. 216

24Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R & Q. Bandung: Alfabeta, hal. 154

(48)

kegiatan anak-anak difabel yang ada di Sekolah Luar Biasa Negeri Panti maupun lingkungan tempat anak difabel tinggal.

3.4.3. Dokumentasi

Dalam metode penelitian kualitatif ini, peneliti merupakan instrumen yang utama. Dokumentasi merupakan berupa catatan peristiwa yang sudah berlalu dan tersaji dalam bentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang.

Dalam pelaksanaan penelitian kualitatif, ada beberapa teknik pengumpulan data yang dilakukan peneliti, teknik tersebut berupa dokumen dan foto yang diperlukan, sehubungan dengan aturan-aturan tertentu yang digunakan untuk menganalisis data.

3.5. Teknik Analisis Data

Analisis data menurut Bogdan dan Biklen adalah upaya yang dilakukan dengan cara bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan hal-hal yang penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan langkah-langkah seperti yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman yaitu:

3.5.1. Pengumpulan Data

Data dikumpulkan diawali dengan melakukan pengamatan di tempat penelitian. Selanjutnya dilakukan wawancara, observasi dan

(49)

dokumentasi dengan informan penelitian. Peneliti mencatat data-data yang diperoleh kedalam catatan lapangan yang berisikan apa yang didengar, dilihat, dialami, dirasakan, dan temuan tentang apa yang dijumpai selama penelitian. Yang mana kesemuanya ini merupakan bahan pengumpulan data untuk tahap berikutnya. Pengumpulan data penelitian yang dimaksud adalah hasil dari wawancara, observasi dan dokumentasi tentang pola interaksi sosial siswa penyandang difabel di Sekolah Luar Biasa Negeri Panti.

3.5.2. Reduksi Data

Reduksi data diartikan sebagai proses pemulihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan dan transformasi data yang muncul dari catatan-catatan yang tertulis di lapangan. Reduksi dilakukan sejak pengumpulan data dimulai dengan membuat ringkasan, mengkode, menelusur tema dan sebagainya dengan maksud menyisihkan data /informasi yang tidak relevan sampai-sampai laporan akhir tersusun lengkap. Pada saat wawancara, peneliti membuat suatu catatan.

Catatan yang sudah terkumpul, kemudian dipilih catatan yang dianggap paling relevan.25

3.5.3. Penyajian Data

Penyajian data atau display data adalah pendeskripsian sekumpulan informasi yang tersusun yang memberikan kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian

25Emzir. Metode Penelitian Kualitatif. Analisis Data. Jakarta: Rajawali Pers, 2012

Referensi

Dokumen terkait

Gambar Hasil Pemeriksaan Mikrobiologi Penetapan Batas Mikroba Pada Pati yang diisolasi dari umbi ubi kayu (Manihot utillisima Pohl.). Gambar Hasil Pemeriksaan

Pengaruh Supervisi Akademik Kepala Sekolah Dan Iklim Sekolah Terhadap Produktifitas Kerja Guru PAI di MTs Se KKM 1 Ciparay Kabupaten Bandung.. Universitas Pendidikan Indonesia

Hasil yang diperoleh dari perhitungan dengan menggunakan metode uji chi square diketahui bahwa pelanggan merasa puas terhadap pelayanan yang diberikan Salon Sveta di mana Ho ditolak

Kesimpulan yang diperoleh dari pembahasan adalah Pada metode Moving Average didapat hasil peramalan penjualan bulan Mei 2008 sebesar 307,5 sak semen dan juga tingkat toleransi

Unsur-unsur dalam karya sastra secara kongkret terwujud dalam bentuk penggunaan sistem tanda sesuai dengan cara yang ditempuh pengarang dalam menyampaiakan gagasannya;. Cara

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan. © Totoh Supardi 2014 Universitas

Perwakilan perusahaan yang hadir adalah direktur atau yang mewakili dengan membawa surat kuasa yang ditandatangani direktur. Demikianlah untuk maklum, atas perhatiannya

13.Seluruh bentuk kegiatan amal usaha muhammadiyah yang bertujuan untuk mewujudkan cita cita muhammadiyah adalah tujuan dari..... Panti