• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KONSEP DASAR Pengertian konsep dasar asuhan keperawatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KONSEP DASAR Pengertian konsep dasar asuhan keperawatan"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

10

BAB II KONSEP DASAR

2.1. Tindakan Asuhan Keperawatan

2.1.1.Pengertian konsep dasar asuhan keperawatan

Standar merupakan uraian pernyataan tingkat kerja yang diinginkan, sehingga kualitas struktur, proses dan hasil dapat dilihat. Standar Asuhan Keperawatan (SAK) menggambarkan tingkat kompeten dari asuhan yang diberikan oleh perawat melalui proses keperawatan, mencakup : pengkajian, diagnosis, perencanaan, implementasi, evaluasi, dan dokumentasi (Goodner. B & Skidmoor. I, 2009).

SAK Berarti pernyataan kualitas yang diinginkan dan dapat dinilai pemberian asuhan keperawatan terhadap pasien. Hubungan antara kualitas dan standar menjadi dua hal yang saling berkaitan, karena melalui standar dapat dijadikan sebagai bukti pelayanan meningkat atau memburuk.

Standar diartikan sebagai ukuran atau model terhadap sesuatu yang hampir sama. Model tersebut mencakup kualitas, karakteristik, sarana, dan kinerja yang diharapkan dalam suatu intervensi, pelayanan dan seluruh kompenen yang terlibat (Nursalam, 2011). Standar juga didefinisikan sebagai pernyataan diskripsi tentang tingkat penampilan

(2)

2.1.1.1.Meningkatan mutu asuhan keperawatan dengan upaya dan peningkatan motivasi perawat terhadap pencapaian tujuan.

2.1.1.2.Mengurangi biaya asuhan keperawatan dengan mengurangi kegiatan perawatan yang tidak penting.

2.1.1.3.Memberikan landasan untuk menentukan kelalaian (Negligence) keperawatan dengan mengantisipasi suatu hasil yang tidak memenuhi standar asuhan keperawatan yang relevan, serta menentukan bahwa kegagalan perawat dapat membahayakan pasien.

SAK Menurut Amaerican Nurse Association, memberikan kriteria tertulis tentang evaluasi perawatan perawat dalam memberikan asuhan keperawatan, dan standar praktik keperawatan mengijinkan untuk mempertahankan praktiknya jika kebutuhan muncul; mengadakan penelitian untuk meningkatkan praktik keperawatan; mengukur asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien terhadap standar praktik untuk kualitas dan kelayakan (Nursalam, 2012).

SAK dapat digunakan sebagai target atau ukuran untuk menilai penampilan. Jika SAK digunakan sebagai target, maka SAK akan memberikan arah dan panduan langsung pada perawat dalam melakukan asuhan keperawatan. Standar juga dapat dipakai sebagai alat control, artinya hasil evaluasi dibandingkan dengan standar yang ada (Hamid AYS, 2004).

(3)

Bertolak dari uraian diatas, SAK merupakan pedoman bagi perawat di Indonesia dalam melaksanakan asuhan keperawatan melalui pendekatan proses keperawatan. SAK tersebut dilaksanakan oleh perawat generalis maupun perawat spesialis diseluruh tatanan pelayanan kesehatan dirumah sakit, puskesmas maupun tatanan pelayanan kesehatan lain di masyarakat (Nursalam, 2011).

Kebutuhan akan SAK sebagai pedoman dan dasar evaluasi pelaksanaan asuhan keperawatan, telah dipenuhi oleh pemerintah dengan keputusan Menteri Kesehatan R.I No. 660/Menkes/SK/IX/1987, yang dilengkapi dengan surat edaran Direktur Jenderal Pelayanan Medik No.

YM.00.03.2.6.7637 tahun 1993 tentang berlakunya standar asuhan keperawatan di rumah sakit dan Kepmenkes No. 1239/2001 tentang Registrasi dan Praktik Perawat (Depkes RI, 2003).

Tujuan utama standar adalah memberikan kejelasan dan pedoman untuk mengidentifikasi dan penilaian hasil akhir. Standar dapat meningkatkan dan menafsirkan perbaikan dan pencapaian kualitas asuhan keperawatan.

Kriteria asuhan keperawatan mencakup : aman, akurasi, kontinuitas, efektif biaya, manusiawi dan memberikan harapan yang sama tentang apa yang baik bagi perawat dan pasien. Standar menjamin perawat mengambil keputusan yang layak atau wajar dan melaksanakan intervensi-intervensi yang aman dan akuntabilitas.

Dengan demikian SAK tidak harus baku untuk selama-lamanya, melainkan sewaktu-waktu dapat ditinjau kembali dan disesuaikan dengan perkembangan IPTEK kesehatan/keperawatan, serta system nilai

(4)

masyarakat (Depkes RI, 2003).

2.1.2.Tujuan Standar Asuhan Keperawatan

SAK merupakan komitmen profesi keperawatan terhadap pelaksanaan praktik di tatanan keperawatan, baik di rumah sakit, puskesmas, maupun di tatanan pelayanan kesehatan lain. Keberadaan standar asuhan keperawatan, harus bersifat dinamis sesuai dengan kondisi, domisili, sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Menurut Depkes RI (2003) tujuan SAK adalah sebagai berikut :

2.1.2.1.Memberikan bantuan yang paripurna dan efektif kepada semua yang memerlukan pelayanan kesehatan sesuai dengan Sistem Kesehatan Nasional (SKN).

2.1.2.2.Menjamin bahwa semua bantuan diarahkan untuk memenuhi kebutuhan pasien dan mengurangi/menghilangkan kesenjangan.

2.1.2.3.Mengembangkan standar asuhan keperawatan yang ada.

2.1.2.4.Memberi kesempatan kepada semua tenaga keperawatan untuk mengembangkan tingkat kemampuan profesionalisme.

2.1.2.5.Memelihara hubungan kerja yang efektif dengan semua anggota tim kesehatan.

2.1.2.6.Melibatkan pasien dalam perencanaan dan pelaksanaan pelayanan kesehatan.

2.1.2.7.Menciptakan iklim menunjang proses belajar mengajar dalam kegiatan pendidikan bagi perkembangan tenaga keperawatan.

2.1.2.8.Menunjang program pendidikan berkelanjutan bagi pertumbuhan dan perkembangan pribadi tenaga perawat.

(5)

Dalam SAK aspek keamanan pasien mendapat perhatian dengan ketentuan tentang pencegahan terjadinya kecelakaan dan hal-hal lain yang tidak diinginkan yaitu : menjaga keselamatan pasien yang gelisah di tempat tidur, mencegah infeksi nosokomial, mencegah kecelakaan pada penggunaan alat elektronik, mencegah kecelakaan pada penggunaan alat yang mudah meledak, serta mencegah kekeliruan pemberian obat (Depkes, 2003).

Aspek kenyamanan dan kepuasan pasien akan terjaga dengan baik apabila falsafah keperawatan dan tujuan keperawatan serta kriteria-kriteria dalam standar intervensi keperawatan, khususnya dalam memenuhi kebutuhan pasien, dipatuhi dengan penuh kesadaran dan tanggung jawab. Menurut Depkes (2003) falsafah keperawatan dalam SAK adalah tenaga keperawatan berkeyakinan, bahwa :

2.1.2.1.Manusia adalah individu yang memiliki kebutuhan bio-psiko- sosial-spiritual yang unik. Kebutuhan ini harus selalu di pertimbangkan dalam setiap pemberian asuhan keperawatan.

2.1.2.2.Keperawatan adalah bantuan bagi umat manusia yang bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan secara optimal kepada semua yang membutuhkan dengan tidak membedakan bangsa, suku, agama / kepercayaan dan statusnya, disetiap tempat pelayanan kesehatan.

2.1.2.3.Tujuan asuhan keperawatan dapat dicapai melalui usaha bersama dari semua anggota tim kesehatan dan pasien/keluarga.

(6)

2.1.2.4.Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat menggunakan proses keperawatan dengan lima tahapan untuk memenuhi kebutuhan kesehatan pasien/keluarga.

2.1.2.5.Perawat bertanggung jawab dan bertanggung gugat, memiliki kewenangan melakukan asuhan keperawatan secara utuh berdasarkan standar asuhan keperawatan.

2.1.2.6.Pendidikan keperawatan berkelanjutan harus dilaksanakan secara terus menerus untuk pertumbuhan dan perkembangan staf dalam pelayanan keperawatan.

2.1.3.Aspek hukum dan sumber-sumber SAK

Standar praktik keperawatan telah disahkan oleh Menkes RI dalam Surat Keputusan Nomor : 660/Menkes/SK/IX/1987. Kemudian diperbaharui dan disahkan berdasarkan SK Dirjenyanmed Depkes RI Nomor : YM.00.03.2.6.7637, tanggal 18 Agustus 1993. Pada tahun 1996, Dewan Pimpinan Pusat PPNI menyusun standar pelayanan keperawatan, standar praktik keperawatan, standar pendidikan keperawatan dan standar pendidikan keperawatan berkelanjutan, yang selanjutnya setiap tenaga kesehatan diharapkan menggunakan standar ini sebagai pedoman dalam menyelenggarakan dan mengelola keperawatan (Nursalam, 2012).

Sumber standar yang digunakan sebagai rujukan bagi perawat Indonesia dalam melaksanakan praktik keperawatan adalah : Organisasi Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Departemen Kesehatan RI, Rumah Sakit, Undang-Undang, Keputusan Presiden, dan Peraturan Daerah (Nursalam, 2012).

(7)

2.1.4.Lingkup SAK

2.1.4.1.Standar I : Pengkajian keperawatan

Asuhan keperawatan paripurna memerlukan data yang lengkap dan terus menerus, komponen pengkajian keperawatan menurut Depkes RI (2003), meliputi :

a. Pengumpulan data : dengan kriteria : menggunakan format yang baku, sistematis, diisi sesuai item yang tersedia, actual / baru, absah / valid.

b. Pengelompokkan data : dengan kriteria : data biologis, data psikologis, data sosial, dan data spiritual.

c. Perumusan masalah : dengan kriteria : kesenjangan antara status kesehatan dengan norma dan pola fungsi kehidupan, perumusan masalah ditunjang oleh data yang telah dikumpulkan.

2.1.4.2.Standar II : Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan dirumuskan berdasarkan data status kesehatan pasien, dianalisis dan dibandingkan dengan norma fungsi kehidupan pasien. Kriteria standar dalam merumuskan diagnosa keperawatan menurut Depkes RI (2003), adalah sebagai berikut :

a. Diagnosa keperawatan dihubungkan dengan penyebab kesenjangan dan pemenuhan kebutuhan pasien.

b. Dibuat sesuai dengan wewenang perawat.

c. Komponennya terdiri dari masalah, penyebab dan

(8)

gejala / tanda (PES) atau terdiri dari masalah dan penyebab (PE).

d. Bersifat aktual apabila masalah kesehatan pasien sudah nyata terjadi.

e. Bersifat potensial apabila masalah kesehatan pasien, kemungkinan besar akan terjadi.

f. Dapat ditanggulangi oleh perawat.

2.1.4.3.Standar III : Perencanaan keperawatan

Perencanaan keperawatan disusun berdasarkan diagnose keperawatan. Menurut Depkes RI (2003) komponen perencanaan keperawatan meliputi :

a. Prioritas masalah menurut Depkes RI (2003) kriteria dalam menyusun prioritas masalah adalah sebagai berikut ini :

1) Masalah yang mengancam kehidupan merupakan prioritas pertama.

2) Masalah-masalah yang mengancam kesehatan seseorang adalah prioritas kedua.

3) Masalah-masalah yang mempengaruhi perilaku merupakan prioritas ketiga.

b. Tujuan Asuhan Keperawatan

Kriteria standar tujuan adalah spesifik, bisa diukur, bisa dicapai, realistis, ada batas waktu.

(9)

c. Rencana tindakan

Menurut Depkes RI (2003) kriteria standar rencana tindakan adalah :

1) Disusun berdasarkan tujuan asuhan keperawatan 2) Melibatkan pasien/keluarga.

3) Mempertimbangkan latar belakang budaya pasien / keluarga.

4) Menentukan alternatif tindakan yang tepat.

5) Mempertimbangkan kebijaksanaaan dan peraturan yang berlaku, lingkungan, sumberdaya dan fasilitas yang ada.

6) Menjamin rasa aman dan nyaman bagi pasien.

7) Memakai kalimat instruksi, ringkas, tegas dengan bahasanya mudah dimengerti.

2.1.4.4.Standar IV : Implementasi keperawatan

Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan rencana tindakan yang ditentukan dengan maksud agar kebutuhan pasien terpenuhi secara maksimal yang mencakup aspek peningkatan, pencegahan, pemeliharaan serta pemulihan kesehatan yang mengikutsertakan pasien/keluarga. Kriteria standar implementasi keperawatan menurut Depkes RI

(10)

(2003) adalah :

a. Dilaksanakan sesuai rencana keperawatan.

b. Menyangkut keadaan bio-psiko-sosio-spiritual pasien.

c. Menjelaskan setiap tindakan keperawatan yang akan dilakukan kepada pasien / keluarga.

d. Sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

e. Menggunakan sumberdaya yang ada.

f. Menerapkan prinsip aseptik dan antiseptik.

g. Menerapkan prinsip aman, nyaman, ekonomis, privacy dan mengutamakan keselamatan pasien.

h. Melaksanakan perbaikan tindakan berdasarkan respon pasien.

i. Merujuk dengan segera bila ada masalah yang mengancam keselamatan pasien.

j. Mencatat semua tindakan yang telah dilaksanakan.

k. Merapikan pasien dan alat setiap selesai melakukan tindakan.

l. Melaksanakan tindakan keperawatan berpedoman pada prosedur teknis yang telah ditentukan.

Implementasi atau tindakan keperawatan berorientasi pada 14 komponen keperawatan dasar menurut Depkes RI (2003)

(11)

meliputi :

a. Memenuhi kebutuhan oksigen.

b. Memenuhi kebutuhan nutrisi, keseimbangan cairan dan elektrolit.

c. Memenuhi kebutuhan eliminasi.

d. Memenuhi kebutuhan keamanan.

e. Memenuhi kebutuhan kebersihan dan kenyamanan fisik.

f. Memenuhi kebutuhan istirahat dan tidur.

g. Memenuhi kebutuhan gerak dan kegiatan jasmani.

h. Memenuhi kebutuhan spiritual.

i. Memenuhi kebutuhan emosional.

j. Memenuhi kebutuhan komunikasi.

k. Mencegah dan mengatasi reaksi fisiologis.

l. Memenuhi kebutuhan pengobatan dan membantu proses penyembuhan.

m. Memenuhi kebutuhan penyuluhan.

n. Memenuhi kebutuhan reabilitasi.

2.1.4.5.Standar V : Evaluasi keperawatan

Evaluasi keperawatan dilakukan secara periodik, sistematis dan berencana untuk menilai perkembangan pasien. Kriteria

(12)

standar evaluasi menurut Depkes RI (2003) adalah : a. Setiap tindakan keperawatan, dilakukan evaluasi.

b. Evaluasi hasil menggunakan indikator yang ada pada rumusan tujuan.

c. Hasil evaluasi segera dicatat dan dikomunikasikan.

d. Evaluasi melibatkan pasien, keluarga, dan tim kesehatan.

e. Evaluasi dilakukan sesuai dengan standar.

2.1.4.6.Standar VI : Dokumentasi asuhan keperawatan

Catatan atau dokumentasi asuhan keperawatan dilakukan secara individual. Kriteria standar dokumentasi menurut Depkes RI (2003) adalah :

a. Dilakukan selama pasien dirawat inap dan rawat jalan . b. Dapat digunakan sebagai bahan informasi, komunikasi

dan laporan.

c. Dilakukan segera setelah tindakan dilaksanakan.

d. Penulisannya harus jelas dan ringkas serta menggunakan istilah yang baku.

e. Sesuai dengan pelaksanaan proses keperawatan.

f. Setiap pencatatan harus mencantumkan initial / paraf / nama perawat yang melaksanakan tindakan, dan waktunya.

(13)

g. Menggunakan formulir yang baku.

h. Disimpan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Bila standar asuhan keperawatan tersebut dipelajari, dihayati, dan dipraktekkan dengan sungguh-sungguh sebagai pedoman dalam memberikan asuhan keperawatan, besar harapan pelayanan keperawatan di masa mendatang akan mencapai lebih baik dan adanya kepuasan yang di rasakan oleh pengguna jasa sebagai asuhan keperawatan professional.

Pentingnya penerapan standar asuhan keperawatan yang dilakukan perawat dikarenakan perawat mempunyai tanggung jawab dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan standar keperawatan tanpa melihat dimana dia bekerja dan apa spesialisasinya. Perawat memerlukan standar asuhan keperawatan sebagai petunjuk dan arah terhadap cara penyimpanan dan teknik pendokumentasian yang benar (Nursalam, 2011).

2.2. SOP (Standar Operation Procedures)

2.2.1.Pengertian SOP

Pengertian SOP (Standar Operation Procedures) adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib

(14)

daerah yang berhak diterima oleh setiap WNI secara minimal (Juknis SPM Kesehatan Kabupaten/ Kota, Setjen Depkes RI, 2008). Adapun yang dimaksud dengan pelayanan dasar adalah jenis pelayanan publik yang mendasar dan mutlak dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan dasar yang layak dalam kehidupan. Dalam penerapan SOP (Standar Operation Procedures) harus menjamin akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan dasar dari pemerintah daerah sesuai dengan ukuran dan kemampuan pemerintah daerahnya masing-masing.

SKN (Sistem Kesehatan Nasional) tahun 2004, menyatakan bahwa pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan derajat kesehatan bagi semua masyarakat, meningkatkan mutu, dan kemampuan pelayanan kesehatan yang terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Menurut Setjen Depkes RI, Pedoman Petunjuk Teknis Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal (Kepmenkes Nomor 741/MENKES/

PER/VII/2008:1), tentang standar pelayanan minimal bidang kesehatan di kabupaten/kota. Antara lain menyebutkan bahwa

2.2.2.Tujuan standar operasional prosedur (SOP).

Agar berbagai proses kerja rutin terlaksana dengan efisien, efektif dan aman, serta senantiasa meningkatkan mutu pelayanan melalui pemenuhan pencapaian standar profesi dan standar pelayanan rumah sakit. Beberapa tujuan dari suatu standar operasional prosedur (SOP) meliputi :

2.2.2.1.Untuk menjaga konsistensi dan tingkat penampilan kinerja atau kondisi tertentu suatu kegiatan secara optimal.

2.2.2.2.Sebagai acuan (Check list) dalam pelaksanaan kegiatan tertentu bagi sesama pekerja, supervisor, surveyor dan sebagainya.

(15)

2.2.2.3.Untuk menghindari kegagalan atau kesalahan, keraguan, duplikasi, serta pemborosan dalam proses pelaksanaan kegiatan.

2.2.2.4.Merupakan salah satu cara dan parameter dalam meningkatkan mutu pelayanan.

2.2.2.5.Untuk lebih menjamin penggunaan tenaga dan sumber daya secara efisien dan efektif.

2.2.2.6.Untuk menjelaskan alur tugas, wewenang dan tanggung jawab dari petugas yang terkait

2.2.2.7.Melindungi rumah sakit dan petugas bila terjadi suatu kesalahan administratif lainnya.

2.2.2.8.Sebagai dokumen pelatihan bagi pelatih.

2.2.3.Manfaat standar operasional prosedur (SOP).

2.2.3.1.Memenuhi persyaratan standar pelayanan rumah sakit.

2.2.3.2.Mendokumentasi kebijakan dan prosedur rumah sakit.

2.2.3.3.Memastikan pegawai rumah sakit tahu pekerjaannya.

2.2.3.4.Duplikasi wewenang dan tanggung jawab tidak ada.

2.2.3.5.Memastikan tidak adanya daerah abu-abu.

2.2.3.6.Overlapping dan underlapping wewenang tidak ada.

2.2.3.7.Bukti adanya manjemen mutu di rumah sakit.

2.2.4.Prinsip standar operasional prosedur (SOP).

2.2.4.1.Standar operasional prosedur (SOP) memuat segala indikasi dan

(16)

syarat yang harus dipenuhi pada setiap upaya, dan tahapan yang harus dilalui setiap kegiatan pelayanan.

2.2.4.2.Standar operasional prosedur (SOP) memberikan arah kegiatan yang langsung atau tidak langsung berhubungan dengan klien.

2.2.4.3.Gunakan bahasa sehari-hari, harus memudahkan pemakaian, mempunyai urutan, tidak bermakna ganda.

2.2.4.4.Selalu berubah mengikuti perubahan standar profesi serta perkembangan IPTEK profesi yang bersangkutan serta kebijakan dan peraturan formal.

2.2.4.5.Harus selalu di dokumentasikan.

2.2.5.Yang mempengaruhi keberhasilan standar operasional prosedur (SOP).

2.2.5.1.Ada staf yang mampu dan mau, aspek pekerjaan dan aspek psikologis.

2.2.5.2.Ada target, waktu target dan jadwal agar disusun dan disepakati.

2.2.5.3.Ada komitmen pimpinan dukungan fasilitas dan sumber daya lainnya.

2.2.5.4.Ada anggaran.

2.2.5.5.Ada pemantauan dan pelaporan evaluasi kemajuan penyusunan dokumen.

2.2.6.Standar operasional prosedur RSUD Ratu Zalecha Martapura.

2.3. Asuhan Keperawatan pada pasien asma

(17)

2.3.1.Pengertian asuhan keperawatan

Menurut Carpenito (1998) asuhan keperawatan adalah kegiatan professional perawat yang dinamis, membutuhkan kreatifitas, dan berlaku pada berbagai keadaan dan rentang kehidupan manusia. Tahap dalam melakukan asuhan keperawatan yaitu pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi (Momon, 2008).

2.3.2.Pengkajian

Pengkajian adalah suatu proses continue yang dilakukan semua fase pemecahan masalah dan menjadi dasar untuk pengambilan keputusan.

Pengkajian menggunakan banyak keterampilan keperawatan dan terdiri atas pengumpulan, klasifikasi dan analisis data dari berbagai sumber.

Untuk memberikan pengkajian yang akurat dan komprehensif, perawat harus mempertimbangkan informasi mengenai latar belakang biofisik, psikologis, sosiokultural dan spiritual pasien. Pengkajian menurut wijaya dan putri (2013) yaitu :

2.3.2.1.Identitas klien meliputi nama, usia, jenis kelamin, ras, dll,.

2.3.2.2.Informasi dan diagnosa medik yang penting.

2.3.2.3.Data riwayat kesehatan.

2.3.2.4.Riwayat kesehatan dahulu : pernah menderita penyakit asma sebelumnya, menderita kelelahan yang amat sangat dengan sianosis pada ujung jari.

2.3.2.5.Riwayat kesehatan sekarang.

a. Biasanya klien sesak nafas, batuk-batuk, lesu tidak

(18)

bergairah, pucat tidak ada nafsu makan, sakit pada dada dan pada jalan napas.

b. Sesak setelah melakukan aktifitas/menghadapi suatu krisis emosional.

c. Sesak napas karena perubahan udara dan debu.

d. Batuk dan susah tidur karena nyeri dada.

2.3.2.6.Riwayat kesehatan keluarga a. Riwayat keluarga (+) asma

b. Riwayat keluarga (+) menderita penyakit alergi, seperti rhinitis alergi, sinusitis, dermatitis, dll.

Data dasar pengkajian klien : 2.3.2.1.Aktivitas/istirahat

Gejala :

a. Keletihan, kelelahan, malaise.

b. Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari- hari karena sulit bernafas.

c. Ketidakmampuan untuk tidur perlu tidur dalam posisi duduk tinggi.

(19)

d. Dispnea pada saat istirahat aktivitas dan hiburan.

2.3.2.2.Sirkulasi

Gejala : pembengkakan pada ekstremitas bawah.

2.3.2.3.Integritas ego

Gejala : peningkatan faktor resiko dan perubahan pola hidup.

2.3.2.4.Makanan dan cairan a. Mual/muntah.

b. Nafsu makan menurun.

c. Ketidakmampuan untuk makan.

2.3.2.5.Pernafasan Gejala :

a. Nafas pendek, dada rasa tertekan dan ketidakmampuan untuk bernafas.

b. Batuk dengan produksi sputum berwarna keputihan.

Tanda :

a. Pernafasan biasanya cepat, fase ekspirasi biasanya memanjang.

b. Penggunaan otot bantu pernafasan.

c. Bunyi nafas mengi sepanjang area paru pada ekspirasi dan kemungkinan selama inspirasi berlanjut sampai

(20)

penurunan/tidak adanya bunyi nafas.

2.3.2.6.Keamanan

Gejala : riwayat reaksi alergi/sensitive terhadap zat.

2.3.2.7.Seksualitas

Gejala : penurunan libido.

2.3.3.Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah penyebutan sekelompok petunjuk yang didapat selama fase pengkajian. Istilah diagnosis keperawatan yang diakui oleh Nort American Nursing Diagnosis Association’s (NANDA’S) saat ini adalah “suatu penilaian klinis tentang respon individu, keluarga atau komunitas terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan yang actual dan potensial. Diagnosis keperawatan menjadi dasar pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai hasil menjadi tanggung gugat perawat (Wong, 2008).

Menurut Wijaya dan Putri (2013), diagnosa keperawatan yang muncul yaitu :

2.3.3.1.Tidak efektifnya bersihan jalan nafas b.d bronkospasme, penurunan produksi secret, secresi tertahan, sekresi kental, penurunan energy, kelemahan.

Tujuan : jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih atau jelas.

Kriteria hasil :

a. Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan

(21)

jalan nafas, misalnya batuk efektif dan mengeluarkan secret.

b. Menunjukkan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih atau paten.

Intervensi :

a. Auskultasi bunyi nafas. Catat adanya bunyi nafas, seperti mengi, krekels, ronchi.

b. Kaji atau pantau frekuensi pernafasan.

c. Catat adanya / derajat dispnea.

d. Kaji pasien untuk posisi yang nyaman e. Pertahankan polusi lingkungan minimum.

f. Dorong atau bantu latihan nafas abdomen dan mengeluarkan melalui mulut atau bibir.

g. Berikan obat sesuai indikasi bronkodilator xantin

2.3.3.2.Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai oksigen, kerusakan alveoli.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat.

Kriteria hasil :

a. Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan.

(22)

b. Berpartisipasi dalam program pengobatan sesuai dengan tingkat kemampuan atau situasi klien.

Intervensi :

a. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan.

b. Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernafas.

c. Palpasi fremitus.

d. Awasi tingkat kesadaran atau status mental kolaborasi.

e. Awasi atau gambarkan seri GDA dan nadi oksimetri.

2.3.3.3.Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea, kelemahan, produksi sputum, anoreksia, mual/muntah.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi klien terpenuhi.

Kriteria hasil : menunjukkan perilaku atau perubahan pola hidup untuk meningkatkan dan mempertahankan berat yang tepat.

Intervensi :

a. Kaji kebiasaan diet.

b. Dorong periode istirahat semalam 1 jam sebelum dan sesudah makan.

c. Hindari makanan penghasil gas dan minuman karbonat.

(23)

d. Timbang berat badan sesuai indikasi.

e. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk memberikan makanan yang mudah dicerna, secara nutrisi seimbang.

2.3.4.Perencanaan keperawatan

Setelah diagnosa keperawatan teridentifikasi, suatu rencana asuhan dibuat dari hasil atau tujuannya ditetapkan. Sasaran akhir dari asuhan keperawatan adalah mengubah diagnosis keperawatan menjadi status kesehatan yang diinginkan (Wong, 2008).

2.3.5.Implementasi

Fase implementasi dimulai ketika perawat menempatkan intervensi tertentu kedalam tindakan dan mengumpulkan umpan balik mengenai efeknya. Umpan balik muncul kembali dalam bentuk observasi dan komunikasi serta memberi dasar data untuk mengevaluasi hasil intervensi keperawatan. Selama tahap implementasi, keamanan dan kenyamanan fisiologi pasien berkenaan dengan asuhan atraumatik tetap harus diperhatikan (Wong, 2008).

2.4. Konsep Asma

2.4.1 Definisi Asma

Asma merupakan gangguan radang kronik saluran napas. Saluran napas yang mengalami radang kronik bersifat hiperresponsif sehingga apabila terangsang oleh faktor risiko tertentu, jalan napas menjadi tersumbat dan aliran udara terhambat karena konstriksi bronkus, sumbatan mukus, dan meningkatnya proses radang (Almazini, 2012).

(24)

Asma adalah suatu keadaan di mana saluran nafas mengalami penyempitan karena hiperaktivitas terhadap rangsangan tertentu, yang menyebabkan peradangan, penyempitan ini bersifat sementara. Asma dapat terjadi pada siapa saja dan dapat timbul disegala usia, tetapi umumnya asma lebih sering terjadi pada anak-anak usia di bawah 5 tahun dan orang dewasa pada usia sekitar 30 tahunan (Saheb, 2011).

Istilah asma berasal dari kata Yunani yang artinya “terengah-engah” dan berarti serangan nafas pendek (Price, 1995 cit Purnomo 2008). Nelson (1996) dalam Purnomo (2008) mendefinisikan asma sebagai kumpulan tanda dan gejala wheezing (mengi) dan atau batuk dengan karakteristik sebagai berikut; timbul secara episodik dan atau kronik, cenderung pada malam hari/dini hari (nocturnal), musiman, adanya faktor pencetus diantaranya aktivitas fisik dan bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan penyumbatan, serta adanya riwayat asma atau atropi lain pada pasien/keluarga, sedangkan sebab-sebab lain sudah disingkirkan.

Batasan asma yang lengkap yang dikeluarkan oleh Global Initiative for Asthma (GINA) (2006) didefinisikan sebagai gangguan inflamasi kronik saluran nafas dengan banyak sel yang berperan, khususnya sel mast, eosinofil, dan limfosit T. Pada orang yang rentan inflamasi ini menyebabkan mengi berulang, sesak nafas, rasa dada tertekan dan batuk, khususnya pada malam atau dini hari. Gejala ini biasanya berhubungan dengan penyempitan jalan nafas yang luas namun bervariasi, yang sebagian bersifat reversibel baik secara spontan maupun dengan

(25)

pengobatan, inflamasi ini juga berhubungan dengan hiperreaktivitas jalan nafas terhadap berbagai rangsangan.

2.4.2.Klasifikasi Asma

Berdasarkan kegawatan asma, maka asma dapat dibagi menjadi :

2.2.2.1.Asma bronkhiale. Asma Bronkhiale merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan adanya respon yang berlebihan dari trakea dan bronkus terhadap bebagai macam rangsangan, yang mengakibatkan penyempitan saluran nafas yang tersebar luas diseluruh paru dan derajatnya dapat berubah secara sepontan atau setelah mendapat pengobatan.

2.2.2.2.Status asmatikus. Yakni suatu asma yang refraktor terhadap obat-obatan yang konvensional (Smeltzer, 2001). status asmatikus merupakan keadaan emergensi dan tidak langsung memberikan respon terhadap dosis umum bronkodilator (Depkes RI, 2007).

Status Asmatikus yang dialami penderita asma dapat berupa pernapasan wheezing, ronchi ketika bernapas (adanya suara bising ketika bernapas), kemudian bisa berlanjut menjadi pernapasan labored (perpanjangan ekshalasi), pembesaran vena leher, hipoksemia, respirasi alkalosis, respirasi sianosis, dyspnea dan kemudian berakhir dengan tachypnea. Namun makin besarnya obstruksi di bronkus maka suara wheezing dapat hilang dan biasanya menjadi pertanda bahaya gagal pernapasan

(26)

(Brunner & Suddarth, 2001).

2.2.2.3.Asthmatic Emergency. Yakni asma yang dapat menyebabkan kematian

Klasifikasi asma yaitu (Hartantyo, 1997, cit Purnomo 2008) :

2.2.2.1 Asma ekstrinsik. Asma ekstrinsik adalah bentuk asma paling umum yang disebabkan karena reaksi alergi penderita terhadap allergen dan tidak membawa pengaruh apa-apa terhadap orang yang sehat.

2.2.2.2 Asma intrinsic. Asma intrinsik adalah asma yang tidak responsif terhadap pemicu yang berasal dari allergen. Asma ini disebabkan oleh stres, infeksi dan kodisi lingkungan yang buruk seperti kelembaban, suhu, polusi udara dan aktivitas olahraga yang berlebihan.

Selain berdasarkan gejala klinis di atas, asma dapat diklasifikasikan berdasarkan derajat serangan asma yaitu: (GINA, 2006)

2.2.2.1 Serangan asma ringan dengan aktivitas masih dapat berjalan, bicara satu kalimat, bisa berbaring, tidak ada sianosis dan mengi kadang hanya pada akhir ekspirasi.

2.2.2.2 Serangan asma sedang dengan pengurangan aktivitas, bicara memenggal kalimat, lebih suka duduk, tidak ada sianosis, mengi nyaring sepanjang ekspirasi dan kadang -kadang terdengar pada saat inspirasi.

2.2.2.3 Serangan asma berat dengan aktivitas hanya istirahat dengan posisi duduk bertopang lengan, bicara kata demi kata, mulai ada

(27)

sianosis dan mengi sangat nyaring terdengar tanpa stetoskop.

Serangan asma dengan ancaman henti nafas, tampak kebingunan, sudah tidak terdengar mengi dan timbul bradikardi.

Perlu dibedakan derajat klinis asma harian dan derajat serangan asma.

Seorang penderita asma persisten (asma berat) dapat mengalami serangan asma ringan. Sedangkan asma ringan dapat mengalami serangan asma berat, bahkan serangan asma berat yang mengancam terjadi henti nafas yang dapat menyebabkan kematian

2.4.3.Penyebab Asma

Sampai saat ini etiologi dari Asma Bronkhial belum diketahui. Suatu hal yang yang menonjol pada penderita Asma adalah fenomena hiperaktivitas bronkus. Bronkus penderita asma sangat peka terhadap rangsangan imunologi maupun non imunologi. Adapun rangsangan atau faktor pencetus yang sering menimbulkan Asma adalah: (Smeltzer & Bare, 2002).

2.2.3.1.Faktor ekstrinsik (alergik) : reaksi alergik yang disebabkan oleh alergen atau alergen yang dikenal seperti debu, serbuk-serbuk, bulu-bulu binatang.

2.2.3.2.Faktor intrinsik (non-alergik) : tidak berhubungan dengan alergen, seperti common cold, infeksi traktus respiratorius, latihan, emosi, dan polutan lingkungan dapat mencetuskan serangan.

2.2.3.3.Asma gabungan. Bentuk asma yang paling umum. Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik dan non-alergik.

(28)

Menurut The Lung Association of Canada, ada dua faktor yang menjadi pencetus asma :

2.2.3.1.Pemicu Asma (Trigger). Pemicu asma mengakibatkan mengencang atau menyempitnya saluran pernapasan (Bronkokonstriksi). Pemicu tidak menyebabkan peradangan. Trigger dianggap menyebabkan gangguan pernapasan akut, yang belum berarti asma, tetapi bisa menjurus menjadi asma jenis intrinsik.

Gejala-gejala dan bronkokonstriksi yang diakibatkan oleh pemicu cenderung timbul seketika, berlangsung dalam waktu pendek dan relatif mudah diatasi dalam waktu singkat. Namun, saluran pernapasan akan bereaksi lebih cepat terhadap pemicu, apabila sudah ada, atau sudah terjadi peradangan.

Umumnya pemicu yang mengakibatkan bronkokonstriksi adalah perubahan cuaca, suhu udara, polusi udara, asap rokok, infeksi saluran pernapasan, gangguan emosi, dan olahraga yang berlebihan.

2.2.3.2.Penyebab Asma (Inducer). Penyebab asma dapat menyebabkan peradangan (Inflamasi) dan sekaligus hiperresponsivitas (Respon yang berlebihan) dari saluran pernapasan. Inducer dianggap sebagai penyebab asma yang sesungguhnya atau asma jenis ekstrinsik.

(29)

Penyebab asma dapat menimbulkan gejala-gejala yang umumnya berlangsung lebih lama (kronis), dan lebih sulit diatasi. Umumnya penyebab asma adalah alergen, yang tampil dalam bentuk ingestan (alergen yang masuk ke tubuh melalui mulut), inhalan (alergen yang dihirup masuk tubuh melalui hidung atau mulut), dan alergen yang didapat melalui kontak dengan kulit ( VitaHealth, 2006).

Sedangkan Lewis et al. (2000) tidak membagi pencetus asma secara spesifik. Menurut mereka, secara umum pemicu asma adalah:

2.2.3.1 Faktor predisposisi Genetik.

Faktor yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi. Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit Asma Bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus. Selain itu hipersensitivitas saluran pernapasannya juga bisa diturunkan.

2.2.3.2 Faktor presipitasi

a. Alergen. Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:

1) Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan seperti debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.

(30)

2) Ingestan, yang masuk melalui mulut yaitu makanan (seperti buah-buahan dan anggur yang mengandung sodium metabisulfide) dan obat-obatan (seperti aspirin, epinefrin, ACE- inhibitor, kromolin).

3) Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit.

Contoh : perhiasan, logam dan jam tangan

Pada beberapa orang yang menderita asma respon terhadap Ig E jelas merupakan alergen utama yang berasal dari debu, serbuk tanaman atau bulu binatang. Alergen ini menstimulasi reseptor Ig E pada sel mast sehingga pemaparan terhadap faktor pencetus alergen ini dapat mengakibatkan degranulasi sel mast. Degranulasi sel mast seperti histamin dan protease sehingga berakibat respon alergen berupa asma.

b. Olahraga.

Sebagian besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktivitas jasmani atau olahraga yang berat.

Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai beraktifitas. Asma dapat diinduksi oleh adanya kegiatan fisik atau latihan yang disebut sebagai Exercise Induced Asthma (EIA) yang biasanya terjadi beberapa saat setelah latihan.misalnya: jogging, aerobik, berjalan cepat, ataupun naik tangga dan dikarakteristikkan oleh adanya bronkospasme, nafas pendek, batuk dan wheezing. Penderita asma seharusnya melakukan pemanasan selama 2-3 menit sebelum latihan.

(31)

c. Infeksi bakteri pada saluran napas

Infeksi bakteri pada saluran napas kecuali sinusitis mengakibatkan eksaserbasi pada asma. Infeksi ini menyebabkan perubahan inflamasi pada sistem trakeo bronkial dan mengubah mekanisme mukosilia. Oleh karena itu terjadi peningkatan hiperresponsif pada sistem bronkial.

d. Stres.

Stres / gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Penderita diberikan motivasi untuk mengatasi masalah pribadinya, karena jika stresnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.

e. Gangguan pada sinus.

Hampir 30% kasus asma disebabkan oleh gangguan pada sinus, misalnya rhinitis alergik dan polip pada hidung. Kedua gangguan ini menyebabkan inflamasi membran mukus.

f. Perubahan cuaca.

Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi Asma. Atmosfir yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan Asma.

Kadangkadang serangan berhubungan dengan musim, seperti musim hujan, musim kemarau.

2.4.4.Komplikasi Asma

2.4.4.1.Mengancam pada gangguan keseimbangan asam basa dan gagal nafas

2.4.4.2.Chronic persisten bronchitis 2.4.4.3.Bronchitis

(32)

2.4.4.4.Pneumonia 2.4.4.5.Emphysema

2.4.4.6.Meskipun serangan asma jarang ada yang fatal, kadang terjadireaksi kontinu yang lebih berat, yang disebut “status asmatikus”, kondisi ini mengancam hidup (Smeltzer & Bare, 2002).

2.4.5.Pemeriksaan Penunjang

2.4.5.1.Pemeriksaan sputum. Pada pemeriksaan sputum ditemukan :

a. Kristal –kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinofil.

b. Terdapatnya Spiral Curschman, yakni spiral yang merupakan silinder sel-sel cabang-cabang bronkus

c. Terdapatnya Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus

d. Terdapatnya neutrofil eosinofil

2.2.5.2 Pemeriksaan darah. Pada pemeriksaan darah yang rutin diharapkan eosinofil meninggi, sedangkan leukosit dapat meninggi atau normal, walaupun terdapat komplikasi asma

a. Gas analisa darah. Terdapat hasil aliran darah yang variabel, akan tetapi bila terdapat peninggian PaCO2 maupun penurunan pH menunjukkan prognosis yang buruk.

b. Kadang –kadang pada darah terdapat SGOT dan LDH yang

(33)

meninggi.

c. Hiponatremi 15.000/mm3 menandakan terdapat infeksi d. Pada pemeriksaan faktor alergi terdapat IgE yang meninggi

pada waktu seranggan, dan menurun pada waktu penderita bebas dari serangan.

e. Pemeriksaan tes kulit untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergennya dapat menimbulkan reaksi yang positif pada tipe asma atopik.

2.2.5.3 Foto rontgen.

Pada umumnya, pemeriksaan foto rontgen pada asma normal.

Pada serangan asma, gambaran ini menunjukkan hiperinflasi paru berupa rradiolusen yang bertambah, dan pelebaran rongga interkostal serta diagfragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, kelainan yang terjadi adalah:

a. Bila disertai dengan bronkhitis, bercakan hilus akan bertambah.

b. Bila terdapat komplikasi emfisema (COPD) menimbulkan gambaran yang bertambah.

c. Bila terdapat komplikasi pneumonia maka terdapat gambaran infiltrat pada paru.

2.2.5.4 Pemeriksaan faal paru

a. Bila FEV1 lebih kecil dari 40%, 2/3 penderita menujukkan

(34)

penurunan tekanan sistolenya dan bila lebih rendah dari 20%, seluruh pasien menunjukkan penurunan tekanan sistolik.

b. Terjadi penambahan volume paru yang meliputi RV hampi terjadi pada seluruh asma, FRC selalu menurun, sedangan penurunan TRC sering terjadi pada asma yang berat.

2.2.5.5 Elektrokardiografi. Gambaran elektrokardiografi selama terjadi serangan asma dapat dibagi atas tiga bagian dan disesuaikan dengan gambaran emfisema paru, yakni :

a. Perubahan aksis jantung pada umumnya terjadi deviasi aksis ke kanan dan rotasi searah jarum jam.

b. Terdapatnya tanda-tanda hipertrofi jantung, yakni tedapat RBBB. Tanda-tanda hipoksemia yakni terdapat sinus takikardi, SVES, dan VES atau terjadinya relatif ST depresi.

2.2.6 Penatalaksanaan Medis Asma

Pengobatan asthma secara garis besar dibagi dalam pengobatan non farmakologik dan pengobatan farmakologik.

2.2.6.1.Penobatan non farmakologik

a. Penyuluhan. Penyuluhan ini ditujukan pada peningkatan pengetahuan klien tentang penyakit asthma sehinggan klien secara sadar menghindari faktor-faktor pencetus, serta menggunakan obat secara benar dan berkonsoltasi pada tim kesehatan.

(35)

b. Menghindari faktor pencetus. Klien perlu dibantu mengidentifikasi pencetus serangan asthma yang ada pada lingkungannya, serta diajarkan cara menghindari dan mengurangi faktor pencetus, termasuk pemasukan cairan yang cukup bagi klien.

c. Fisioterapi. Fisioterpi dapat digunakan untuk mempermudah pengeluaran mukus. Ini dapat dilakukan dengan drainage postural, perkusi dan fibrasi dada.

2.2.6.2 Pengobatan farmakologik

a. Agonis beta. Bentuk aerosol bekerja sangat cepat diberika 3-4 kali semprot dan jarak antara semprotan pertama dan kedua adalan 10 menit. Yang termasuk obat ini adalah metaproterenol ( Alupent, metrapel ).

b. Metil Xantin. Golongan metil xantin adalan aminophilin dan teopilin, obat ini diberikan bila golongan beta agonis tidak memberikan hasil yang memuaskan. Pada orang dewasa diberikan 125-200 mg empatkali sehari.

c. Kortikosteroid. Jika agonis beta dan metil xantin tidak memberikan respon yang baik, harus diberikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol (beclometason dipropinate) dengan disis 800 empat kali semprot tiap hari.

Karena pemberian steroid yang lama mempunyai efek samping maka yang mendapat steroid jangka lama harus diawasi dengan ketat.

d. Kromolin. Kromolin merupakan obat pencegah asthma, khususnya anak-anak. Dosisnya berkisar 1-2 kapsul empat

(36)

kali sehari.

e. Ketotifen. Efek kerja sama dengan kromolin dengan dosis 2 x 1 mg perhari. Keuntunganya dapat diberikan secara oral.

f. Iprutropioum bromide (Atroven). Atroven adalah antikolenergik, diberikan dalam bentuk aerosol dan bersifat bronkodilator.

2.2.6.3 Pengobatan selama serangan status asthmatikus a. Infus RL : D5 = 3 : 1 tiap 24 jam

b. Pemberian oksigen 4 liter/menit melalui nasal kanul

c. Aminophilin bolus 5 mg / kg bb diberikan pelan-pelan selama 20 menit dilanjutka drip Rlatau D5 mentenence (20 tetes/menit) dengan dosis 20 mg/kg bb/24 jam.

d. Terbutalin 0,25 mg/6 jam secara sub kutan.

e. Dexamatason 10-20 mg/6jam secara intra vena.

f. Antibiotik spektrum luas.

2.5 Lama Hari Rawat

Lama hari rawat merupakan salah satu unsur atau aspek asuhan dan pelayanan di rumah sakit yang dapat di nilai atau di ukur. Bila seseorang di rawat di rumah sakit, maka yang diharapkan tentunya ada perubahan akan derajat kesehatannya.

Bila yang diharapkan tenaga medis maupun oleh penderita itusudah tercapai maka tentunya tidak ada seorang pun yang ingin berlama-lama di rumah sakit.

Lama hari rawat dapat menggambarkan kondisi penyakit pasien selama menjalani perawatan dan menggambarkan efektifitas pelayanan, pengobatan dan kinerja pelayanan Rumah Sakit. (Heryati, 1993 dalam Suheri, 2009).

(37)

Lama hari rawat dapat mempengaruhi kondisi seseorang yang sedang di rawat juga keluarga dari klien tersebut (Utama, 2003).kecemasan yang terjadi pada pasien dan keluarga juga bisa di pengaruhi oleh lamanya seseorang di rawat, bisa karena faktor biaya atau bisa juga karena diagnose pasien (Carpenito, 2007).

Lama hari rawat berhubungan erat dengan mutu dan efisiensi rumah sakit, sehingga sangat berdampak dan berpengaruh pada jumlah pengeluaran biaya oleh keluarga pasien, beban kerja rumah sakit dan beban kerja tim kesehatan di rumah sakit. Lama hari rawat merupakan selisih dari tanggal terakhir pasien di rawat dan tanggal pasien masuk ruang perawatan. Lama di rawat dihitung dari tanggal pertama pasien tersebut masuk ruang perawatan sampai tanggal pasien tersebut check out atau keluar (Indradi, 2007).

Lama hari rawat adalah jumlah hari diantara tanggal masuk dan tanggal keluar rumah sakit dari seorang pasien, dengan menghitung tanggal masuk dan tidak dihitung tanggal keluar. (DepKes, 2005). Lama hari rawat dapat dihitung dengan mengurangi tanggal pasien tersebut keluar dengan tanggal pasien itu masuk bila ada pada periode atau bulan yang sama, misalnya masuk tanggal 5 Mei dan keluar pada tanggal 8 Mei, maka lama hari rawat adalah (8-5) atau 3 hari.

Apabila tidak pada bulan yang sama, maka perlu adanya penyesuaian, misalnya masuk pada tanggal 28 Mei dan keluar tanggal 6 Juni, maka perhitungannya adalah 31 Mei, dikurangi 28 mei ditambah 6 Juni, menjadi 9 hari. Apabila pasien masuk dan keluar pada hari yang sama, maka lama hari rawatnya adalah 1 hari.

Lama hari rawat merupakan rentang waktu sejak pasien masuk perawatan hingga keluar dari Rumah Sakit. Rata-rata lama hari rawat merupakan akumulasi hari perawatan masing-masing pasien (hidup dan mati) dibagi jumlah pasien keluar (hidup dan mati). Lama hari rawat adalah rentang atau periode waktu sejak

(38)

pasien di terima masuk ke rumah sakit hingga berakhirnya proses pengobatan secara administrative oleh suatu sebab tertentu. Berakhirnya proses perawatan pasien dapat terjadi karena dinyatakan sembuh, meninggal dunia, dirujuk atau alih rawat ke rumah sakit lain atau pulang paksa.

Rata-rata lama hari rawat adalah rata-rata hari perawatan di rumah sakit yang di terima oleh seorang pasien yang sudah memutuskan untuk pulang dalam satu jangka waktu. Rata-rata lama hari rawat merupakan indikator untuk menggambarkan tingkat efisiensi dan mutu pelayanan dan apabila di terapkan pada diagnosa tertentu dapat di jadikan sesuatu hal yang perlu pengamatan yang lebih lanjut. Secara umum nilai rata-rata lama hari rawat pasien yang ideal adalah antara 6-9 hari. (Depkes, 2005)

Rata-rata lama hari rawat pasien secara umum adalah 7 sampai 10 hari.

(Nursalam, 2011) Beberapa faktor yang mempengaruhi lama hari rawat yaitu umur pasien, perawatan sebelumnya, alasan pemulangan, jenis penyakit pasien dan komplikasi yang menyertainya juga dapat mempengaruhi lamanya hari rawat contohnya penyakit kronik (Suheri, 2009). Untuk menentukan apakah penurunan lama hari rawat itu menentukan efisiensi atau perawatan yang tidak tepat, dibutuhkan pemeriksaan lebih lanjut berhubungan dengan keparahan atas penyakit dan hasil dari perawatan.

2.6. Kerangka Konsep

Berdasarkan pada kajian teoritis yang telah diuraikan diatas, maka kerangka konsep dalam penelitian ini terdiri dari variable independen, variable dependen

(39)

Variable dependen Lama hari rawat

? 5 hari

> 5 hari Variable independen

Tindakan asuhan keperawatan pada pasien asma

dan variable perancu. Variabel independen (variable bebas) adalah variable yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variable dependen (variable terikat). Variable dependen merupakan variable yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat karena adanya variable independen.

Variable perancu (Variabel kontrol) adalah variable yang dikendalikan atau dibuat konstan sehingga hubungan variable bebas terhadap variable terikat tidak dipengaruhi oleh factor luar yang tidak ditelit. Hubungan antar variable tersebut dapat digambarkan seperti pada skema dibawah ini

Gambar skema 2.1 :

kerangka konsep penelitian hubungan antara tindakan asuhan keperawatan pada pasien asma dengan lama rawat inap di Ruang Paru RSUD Ratu Zalecha

Martapura

Berdasarkan kajian teoritis dan kerangka konsep tersebut di atas, pasien yang masuk dengan diagnosa medis asma di ruang perawatan paru akan menjalani hari rawat antara 1 hari sampai lebih dari 10 hari tergantung kondisi pasien dan jenis

(40)

asma yang di derita dan factor lainnya yang mempengaruhi lamanya dirawat di ruang paru. Factor-faktor yang mempengaruhi lama hari rawat pada pasien asma diantaranya asuhan keperawatan yang diberikan. Kekambuhan asma tidak akan terjadi atau dapat dicegah pada pasien selama dirawat apabila factor-faktor yang mempengaruhinya dapat dihindari atau diminimalisir dengan cara diberikannya asuhan keperawatan pencegahan serangan asma secara terencana dan konsisten khususnya pada pasien yang beresiko.

2.7. Hipotesis

Hipotesis merupakan suatu pernyataan sementara yang harus dibuktikan kebenarannya dengan menggunakan uji statistik yang sesuai. Sesuai dengan jenis penelitian yang diambil, maka hipotesis penelitian ini adalah ada hubungan antara tindakan asuhan keperawatan pada asien asma dengan lama hari rawat di ruang paru RSUD Ratu Zalecha Martapura.

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

dari negara Indonesia yang bersumber dari moral ketuhanan yang diajarkan agama- agama dan keyakinan yang ada, sekaligus juga merupakan pengakuan akan adanya

Selanjutnya pada tugas 7.5 diharapkan output yang dihasilkan adalah Arduino mampu menerima data karakter huruf dari keyboard PC dan mengkonversi menjadi huruf capital atau

Namun dalam penelitian Shafissalam dan Azzhri (2013) memberikan kesimpulan yang berbeda bahwa variabel etos kerja Islami tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap

Berbekal informasi yang dimilikinya seorang ibu hamil dengan tingkat pendidikan tinggi dapat mengetahui resiko apa saja yang dapat terjadi pada kehamilan yang pertama kali (

Berdasarkan hasil olahan data di atas dapat dijelaskan bahwa variabel pengeluaran pemerintah, lag investasi, suku bunga, inflasi dan pertumbuhan ekonomi secara

Kemudian dalam Pasal 4 ayat (5) UUHT disebutkan bahwa “Hak Tanggungan dapat juga dibebankan pada hak atas tanah berikut bangunan, tanaman, dan hasil karya yang telah ada

Diinformasikan Kepada Bapak/Ibu Dosen Peneliti Universitas Andalas yang telah selesai melakukan Unggah Proposal Penelitian dan Pengabdian Masyarakat di SIMLITABMAS, agar segera

PERUBAHAN ATAS PERATURAN GUBERNUR BENGKULU NOMOR X.O3 TAHUN 2OO8 TENTANG PROSEDUR DAN TATA CARA PERMINTAAN SERTA PEMBAYARAN UANG MAKAN BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL