• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keefektifan Model Talking Stick Berbantuan Media Cetak Gambar Untuk Meningkatkan Keterampilan Berbicara Siswa Kelas III SD IT Faidlurrahman.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Keefektifan Model Talking Stick Berbantuan Media Cetak Gambar Untuk Meningkatkan Keterampilan Berbicara Siswa Kelas III SD IT Faidlurrahman."

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

PROPOSAL SKRIPSI

Keefektifan Model Talking Stick Berbantuan Media Cetak

Gambar Untuk Meningkatkan Keterampilan Berbicara Siswa Kelas III SD IT Faidlurrahman

Oleh

KHARISMA ARUM HANDAYANI NIM 201833114

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MURIA KUDUS

2021

(2)

Bab II Kajian Pustaka 2.1 Pengertian Berbicara

Berbicara merupakan salah satu aspek keterampilan berbahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Pada dasarnya manusia sudah mengenal dan belajar bahasa berawal dari mereka dengar kemudian manusia mengucap sampai akhirnya terampil dalam berbicara. Berbicara adalah aktivitas kedua setelah mendengarkan. Hal ini dikuatkan oleh pendapat nurgiyantoro (2013:399) bahwa berbicara merupakan aktivitas kedua yang digunakan oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari setelah mendengarkan. Abbas (2006:83) mengemukakan bahwa berbicara pada hakikat adalah suatu proses komunikasi menggunakan suara dihasilkan oleh alat ucap untuk memindahkan pesan atau informasi dari sumber ke tempat yang lain. Berbicara bukan hanya sekedar mengucapkan kata-kata, melainkan untuk komunikasikan gagasan atau pendapat yang sudah disusun dan dikembangkan oleh pembicara sesuai kebutuhan pendengar.

Wijayanti (2015) mengemukakan bahwa berbicara adalah aspek keterampilan berbicara yang bersifat produktif, artinya kemampuan seorang pembicara tersebut dalam menyampaikan gagasan, pikiran atau perasaan.

Sukmawati & purbaningrum (2015) mengemukakan bahwa berbicara merupakan keterampilan berbahasa yang berkembang pada kehidupan anak, artinya keterampilan berbicara dipelajari setelah mempelajari keterampilan menyimak terlebih dahulu. Berdasarkan beberapa ahli berpendapat dapat disimpulkan bahwa berbicara merupakan kemampuan seseorang tersebut dalam menyampaikan ide, pikiran, gagasan atau perasaan yang ada dalam diri yang sudah melibatkan orang lain dalam menyampaikan pesan atau informasi tersebut dengan menggunakan kata-kata. Berbicara adalah aktivitas seseorang dalam menyampaikan informasi atau pesan yang sudah disusun dan dikembangkan sesuai kebutuhan pendengar serta berbicara adalah aktivitas kedua setelah melakukan kegiatan menyimak.

(3)

2.2 Pengertian Keterampilan Berbicara

Keterampilan berbicara merupakan kemampuan seseorang untuk mengucapkan kata-kata yang menyatakan pendapat atau gagasan kepada seseorang. Tarigan (2015:16) mengemukakan bahwa berbicara merupakan kemampuan seseorang dalam mengucapkan bunyi-bunyi atau kata-kata yang mengekspresikan, menyatakan atau menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan. Yahya (2009:1) mengemukakan bahwa keterampilaan berbicara adalah pembelajaran yang sangat penting karena keterampilan berbicara mempengaruhi kemampuan siswa dalam menyampaikan ide atau gagasannya. Dalam lingkungan pendidikan, siswa dituntut terampil berbicara dalam mengikuti proses kegiatan pembelajaran. Siswa mampu dalam menyampaikan gagasan, menjawab pertanyaan dari guru dan mengajukan pertanyaan yang baik sehingga siswa yang lain dapat memahami. Sugiarta (2007:28) berpendapat bahwa keterampilan berbicara merupakan keterampilan berbahasa dalam menggunakan bahasa lisan. Agar mendapatkan keterampilan berbicara dengan baik diperlukan suatu proses yang tepat dan benar. Keterampilan berbicara tidak bisa dipisahkan dengan keterampilan menyimak. Semakin lebih baik dan benar pemahaman siswa dalam melakukan kegiatan menyimak maka keterampilan berbicara akan lebih baik. Berdasarkan beberapa ahli berpendapat dapat disimpulkan bahwa keterampilan berbicara adalah kemampuan seseorang dalam mengucapkan kata- kata yang mengutarakan ide, pendapat atau gagasannya kepada seseorang dengan jelas. Keterampilan berbicara adalah keterampilan berbahasa yang mempengaruhi siswa dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar. Oleh sebab itu, siswa diharapkan terampil berbicara dengan baik agar dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar berjalan dengan baik dan lancar.

(4)

2.3 Indikator Keterampilan Berbicara

Meningkatkan keterampilan berbicara pada siswa tentu memiliki tujuan agar siswa berani menyampaikan pendapatnya. Keterampilan berbicara memiliki beberapa indikator yang dapat dijadikan dalam penilaian siswa.

Arsjad dan Mukti (1988:87) menyebutkan indikator keterampilan berbicara yang dapat dijadikan ukuran atau penilaian adalah aspek kebahasaan dan non kebahasaan. Aspek kebahasaan merupakan aspek-aspek yang berkaitan dengan masalah bahasa, yang seharusnya dipenuhi ketika seseorang menjadi pembicara. Sedangkan aspek non kebahasaan merupakan aspek- aspek yang menentukan keberhasilan seorang pembicara dalam berbicara yang tidak ada kaitannya dengan masalah Bahasa.

Arsjad dan Mukti (1988:87) menyebutkan indikator keterampilan berbicara dalam aspek kebahasaan adalah: a) ketepatan pengucapan, b) penempatan tekanan, nada, sendi, dan durasi yang sesuai, c) pilihan kata (diksi), d) ketepatan sasaran pembicaraan.

a. Ketepatan pengucapan

Pembicara membiasakan diri mengucapkan bunyi atau kata-kata bahasa dengan baik dan tepat. Pengucapan yang kurang tepat dapat mengalihkan pendengar. Pola ucapan dan artikulasi setiap orang berbeda-beda. Perbedaan dalam pengucapan yang berlebihan dapat mengakibakan suatu penyimpangan dan keefektifan dalam melaksanakan berbicara kurang baik. Dalam pengucapan terdiri dari pengucapan vocal dan pengucapan konsonan.

b. Penempatan tekanan, nada, sendi dan durasi yang sesuai

Kesesuaian tekanan nada, sendi, dan durasi adalah daya tarik tersendiri dalam berbicara. Bahkan bisa dikatakan sebagai faktor penentu dalam melaksanakan berbicara. Walaupun isi pokok dalam melaksanakan pembicaraan yang dibicarakan kurang menarik tetapi dengan penempatan tekanan, nada, sendi dan durasi yang tepat akan membuat pembicaraan menarik. Sebaliknya, isi pokok pembicaraan

(5)

yang menarik tetapi penyampaian pembicaraan dengan ekspresi datar dapat menimbulkan kejenuhan, bosan dan keefektifan berbicara kurang baik.

c. Pilihan kata (diksi)

Pemilihan kata sangat pentik dikuasai oleh pembicara. Pemilihan kata yang tepat akan memudahkan pendengar untuk memahami isi pokok pembicaraan yang disampaikan. Hal yang penting dalam pemilihan kata adalah situasi dan pendengar. Situasi merupakan bagaimana pembicara menyesuaikan pemilihan kata dengan situasi dimana pembicaraan belangsung dilaksanakan.

d. Ketepatan sasaran pembicaraan

Ketepatan sasaran pembicaraan berkaitan dengan penggunaan kalimat yang efektif dalam melaksanakan berbicara. Ciri-ciri kalimat efektif ada empat yaitu keutuhan, perpautan, pemusatan perhatian dan kehematan. Keutuhan adalah setiap kata bagian yang padu pada kalimat.

Keutuhan kalimat akan rusak karena ketiadaan subjek. Perpautan memiliki makna bahwa pertalian unsur-unsur kalimat saling terkaitan dalam satu pokok bahasan dan saling mendukung sehingga tidak bisa berdiri sendiri. Pemusatan perhatian memiliki arti topik pembicaraan yang jelas, tepat dan tidak melebar kemana-mana. Kehematan memiliki arti kalimat yang digunakan tidak banyak, singkat, padat, dan jelas mencakup topik pembicaraan yang disampaikan.

Nurgiyantoro (2015:95) menyebutkan indkator keterampilan berbicara dalam aspek kebahasaan adalah ketepatan kandungan isi program, ketepatan isi, ketepatan diksi, ketepatan kalimat dan kelancaran berbicara.

a. Ketepatan kandungan isi program

Ketepatan kandungan isi program adalah ketepatan bacaan yang sesuai dengan soal pertanyaan dan berkaitan dengan materi yang sudah dijelaskan oleh guru. kandungan isi adalah menjelaskaan materi dengan

(6)

jelas sehingga memudahkan untuk memahami pelajaran yang sudah disimpulkan.

b. Ketepatan isi

Ketepatan isi adalah kesesuaian antara penyampaian materi dengan keadaan yang sebenarnya didunia nyata sehingga dapat menjelaskan makna dari materi kepada pendengar.

c. Ketepatan diksi

Ketepatan diksi (kata) adalah penggunaan kata yang disesuaikan dengan tempat dan suasana saat melaksanakan berbicara. Penggunaan kata dalam penyampaiannya harus jelas agar dapat dipahami oleh pendengar.

d. Ketepatan kalimat

Ketepatan kalimat dalam berbicara berkaitan dengan penggunaan kalimat yang efektif. Ciri-ciri kalimat efektif yaitu keutuhan, perpautan, pemusatan perhatian, dan kehematan antar kalimat secara lisan.

e. Kelancaran berbicara

Kelancaran berbicara adalah penggunaan kalimat yang tidak putus- putus, tidak teralu cepat dalam pengucapan dan jarak antar kata tetap tidak berubah. Kelancaran berbicara didukung kemampuan vocal seorang pembicara yang baik dan benar tanpa ada sisipan bunyi e, anu, em dan sebagainya.

Arsjad dan mukti (1988:20) menyebutkan beberapa indikator keterampilan berbicara dalam aspek non kebahasaan adalah: a) sikap yang wajar, tenang dan tidak kaku, b) pandangan harus diarahkan kepada lawan bicara, c) kesediaan menghargai pendapat orang lain, d) gerak dan mimik yang tepat, e) kenyaringan suara, f) kelancaran dalam berbicara, g) penalaran, h) penguasaan topik dalam pembicaraan.

a. Sikap yang wajar, tenang dan tidak kaku.

Seorang pembicara yang baik saat berbicara didepan umum atau didepan orang banyak seharusnya memiliki kemampuan baik dalam mengatur tubuhnya. Dalam hal ini agar sikap tubuh tersebut mampu

(7)

mendukung keberhasilan berbicara. Sikap tubuh yang ditunjukkan adalah sikap wajar yaitu tidak bersikap berlebihan seperti melakukan gerakan yang tidak penting. Sikap yang wajar sebenarnya pembicara sudah dapat menunjukkan otoritas dan integritas dirinya. Sikap wajar ditentukan oleh situasi, tempat, dan penguasaan pada materi yang ingin disampaikan oleh pembicara. Penguasaan materi yang baik dapat menghilangkan kegugupan. Sikap wajar ini memerlukan latihan agar terbiasa, sehingga rasa gugup hilang dan timbul sikap tenang. Sikap tenang daapat ditunjukkan dengan tidak terlihat grogi, gelisah, takut maupun berpindah posisi. Sikap fleksibel atau tidak kaku yaitu mudah dan dapat menyesuaikan dirinya dengan situasi saat pembicara melakukan pembicaraan. Sikap fleksibel dapat mendukung keberhasilan pembicara dalam menyampaikan ide-idenya.

b. Pandangan harus diarahkan kepada lawan bicara

Berbicara didepan umum atau didepan orang banyak sebaiknya pembicara mengarahkan pandangannya kepada lawan bicaranya. Dalam hal ini sebagai bagian dari bentuk penghormatan kepada lawan bicara.

Pembicara dapat mengetahui reaksi lawan bicara terhadap pembicaraan yang disampaikan, sehingga seorang pembicara dapat memposisikan dirinya agar dapat menguasai situasi dengan baik. Pandangan yang tertuju satu arah menyebabkan pendengar kurang diperhatikan. Agar perhatian pendengar tidak berkurang, seorang pembicara sebaiknya berusaha pendengar tersebut merasa terlibat dan diperhatikan.

c. Kesediaan menghargai pendapat orang lain

Dalam menyampaikan isi pokok pembicaraan, pembicara sebaiknya memilliki sikap terbuka. Sikap terbuka dalam arti menerima pendapat atau ide dari orang lain, menerima kritikan dan saran, dan bersedia mengubah pendapatnya jika pendapatnya tersebut tidak benar. Namun, tidak berarti pembicara begitu saja mengikuti pendapat orang lain dan mengubah pendiriannya, tetapi harus mempertahankan pendapat tersebut jika argument benar-benar diyakini kebenarannya.

(8)

Pembicara yang baik selalu berusaha menghargai pendapat dari orang lain. Dalam arti menghargai pendapat dari orang lain adalah ketika berbicara pembicara tidak menganggap bahwa pendapatnya yang paling baik dan benar. Jika kejadian tersebut terjadi, lawan bicara yang berbeda pendapat tidak dapat menerima gagasan atau pendapat dari pembicara.

Agar diperhatikan lawan bicaranya, pembicara harus memiliki sikap mengapresiasi pendapat dan pola pikir lawan bicaranya.

d. Gerak-gerik dan mimik yang tepat

Gerak dan mimik yang tepat dapat mendukung keberhasilan tujuan dalam melaksanakan pembicaraan seorang pembicara. Hal yang penting selain mendapat tekanan, dapat dibantu dengan cara melakukan gerak tangan atau mimik. Hal ini dapat menghidupkan komunikasi agar tidak kaku.

e. Kenyaringan suara

Kenyaringan suara berkaitan dengan situasi tempat, jumlah pendengar, dan akustik. Situasi tempat berhubungan dimana tempat pembicaraan dilaksanakan, apakah didalam ruang tertutup (indoor) atau di ruang terbuka (outdoor). Jumlah pendengar mempengaruhi pembicara dalam mengatur volume suara. Semakin banyak jumlah pendengar diruangan tersebut, semakin keras volume suara. Berbeda halnya jika pendengar dengan jumlah sedikit, pembicara tidak perlu menaikkan volume suara. Akustik merupakan apakah ada musik yang mengiringi pembicaraan tersebut. Jika ada, pembicara menyeimbangkan suara dengan suara musiknya agar pendengar mampu menangkap isi pembicaraan yang disampaikan dengan baik.

f. Kelancaran dalam berbicara

Kelancaran dalam berbicara merupakan penggunaan kalimat lisan yang tidak terlalu cepat dalam pengucapan, tidak terputus-putus, dan jarak antar kata tetap. Kelancaran dalam berbicara dapat didukung kemampuan vokal pembicara yang tepat tanpa ada sisipan bunyi ee, oo, aa, dan sebagainya. Pembicara yang terlalu cepat akan menyulitkan

(9)

pendengar memahami isi pokok pembicaraan. Hal yang menjadi titik pokok kelancaran dalam berbicara merupakan penggunaan kalimat yang tetap, tidak terlalu cepat, dan tidak terputus-putus sehingga pembicaraan menjadi efektif.

g. Penalaran

Dalam sebuah pembicaraan seharusnya antar bagian dalam kalimat memiliki hubungan saling mendukung dan tidak bisa dipisahkan.

Gagasan demi gagasan haruslah berhubungan dengan runtut. Proses berpikir untuk sampai pada suatu kesimpulan harus logis dan relevan.

Relevan atau penalaran merupakan proses berpikir seseorang untuk menghubungkan data atau fakta yang ada sehingga dapat disimpulkan.

Data atau fakta yang dinalar tersebut boleh benar dan boleh tidak benar.

Penalaran berkaitan tepat tidaknya isi pembicaraan dengan topik yang sedang dibicarakam. Penalaran juga berkaitan apakah penggunaan kalimat tersebut saling mendukung dalam konteks pembicaraan atau tidak.

h. Penguasaan topik pembicaraan

Penguasaan topik dalam sebuah pembicaraan memiliki arti yang penting. Hal ini dikarenakan seseorang yang menguasai topik dengan baik akan lebih mudah dalam menyakinkan pendengar. Penguasaan topik yang baik dapat menumbuhkan keberanian dan kelancaran dapat mendukung keberhasilan pembicara dalam melakukan pembicaraan.

Berdasarkan beberapa pendapat ahli diatas, peneliti menyimpulkan bahwa indikator keterampilan berbicara yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: a) ketepatan dalam pengucapan, penempatan tekanan, nada, sendi dan durasi yang sesuai, b) pilihan kata, c) ketepatan sasaran pembicaraan, d) sikap yang wajar, tenang dan tidak kaku, e) kenyaringan suara, f) gerak dan mimik yang tepat, dan g) kelancaran berbicara.

(10)

2.4 Faktor Penunjang Keefektifan Keterampilan Berbicara

Dalam berbicara, selain indikator keterampilan berbicara ada beberapa faktor penunjang keterampilan berbicara yang perlu diperhatikan. Mudini dkk (2010) mengemukakan dalam berbicara ada faktor yang perlu diperhatikan yaitu pembicara dan pendengar. Kedua faktor tersebut menentukan berhasil atau tidaknya dalam melakukan kegiatan berbicara.

Sujana (2017:15) berpendapat bahwa faktor-faktor yang menentukan keefektifan berbicara yaitu pembicara, pendengar dan topik pembicaraan.

Ketiga faktor ini sangat menentukan berhasil atau tidaknya kegiatan berbicara.

Pembicara merupakan salah satu faktor yang menimbulkan terjadinya kegiatan berbicara. Sujana (2017:13) berpendapat bahwa pembicara berbicara karena pikirannya dimiliki orang lain. Oleh karena itu, pembicara ingin disimak dan didengar. Seorang pembicara yang tidak didengar dan disimak oleh pendengar mengakibatkan kegiatan pembicaraanya gagal.

Keefektifan berbicara juga ditunjang oleh sikap pendengar. Sering terjadi berbicara tidak bermanfaat karena sikap pendengar tersebut kurang baik misalnya pendengar lupa apa yang didengarkan, kurang memperhatikan isi pokok pembicaraan yang disampaikan oleh pembicara, dan sebagainya.

Oleh karena itu, sikap positif dari pendengar dipupuk dan berusaha mengabaikan gangguan tersebut. Selain pendengar, pokok persoalan juga memegang peranan yang penting.

Dalam memilih pokok pembicaraan seorang pembicara harus mempertimbangkan siapa pendengarnya dan harus menyesuaikan pokok pembicaraaan dengan pendengar. Pembicara tidak boleh memilih pokok pembicaraan yang tidak sesuai oleh pendengar, sehingga akhirnya pendengar tidak memperhatikan saat melakukan pembicaraan. Sujana (2017:15) mengemukakan bahwa topik pembicaraan adalah salah satu

(11)

faktor penunjang keefektifan berbicara. Memilih topik pembicaraan adalah memilih apa yang akan disampaikan dalam melakukan pembicaraan. Topik dapat diperoleh dari berbagai sumber diantaranya pengalaman, pengamatan, pendapat, dan sebagainya.

Sujana (2017:16) menyebutkan hal yang pelu dipertimbangkan oleh pembicara dalam memilih pokok pembicaraan adalah: a) topik yang akan dipilih menarik, b) topik jangan terlalu luas maupun terlalu sempit, c) topik yang dipilih bermanfaat bagi pendengar, d) topik yang dipilih dikuasai oleh pembicara, e) bahan tersedia.

a. Topik yang akan dipilih menarik

Topik yang menarik akan menarik perhatian dari pendengar. Pilihan topik yang menarik adalah modal utama seorang pembicara dalam keberhasilan melakukan pembicaraann. topik akan menarik bila masalah yang menyangkut persoalan bersama, jalan keluar dari suatu persoalan yang tengah dihadapi, mengandung konflik pendapat, tidak melampaui daya tangkap pendengar yang artinya tidak mudah untuk daya tangkap oleh pendengar, dan masalah yang akan dibicarakan oleh pembicara dapat diselesaikan dalam waktu yang sudah ditentukan.

b. Topik jangan terlalu luas maupun terlalu sempit

Topik yang terbatas memudahkan kita mencari informasi, sehingga masalah dapat dikuasai dan menumbuhkan kepercayaan diri pada pembicara.

c. Topik yang dipilih bermanfaat bagi pendengar

Topik yang dibahas oleh pembicara bermanfaat untuk pendengar, baik untuk menambah wawasan atau atau berkaitan dengan profesi para pendengar tersebut.

d. Topik yang dipilih dikuasai oleh pembicara

Jangan mengambil topik yang tidak diketahui sama sekali, pilihlah topik yang diketahui dengan baik, agar dapat menumbuhkan rasa ingin tahu oleh pendengar.

(12)

e. Bahan tersedia

Topik yang sudah dipilih, seharusnya sudah diketahui serba sedikit serta ada kemungkinan mendapatkan bahan untuk melakukan pembicaraan. bahan tersedia, artinya topik yang dipilih terdapat sumbernya.

Berdasarkan beberapa ahli berpendapat dapat disimpulkan bahwa faktor penunjang keefektifan berbicara adalah pembicara, pendengar dan topik pembicaraan.

2.5 Pengertian Model Pembelajaran Talking Stick

Talking stick merupakan model pembelajaran yang berbantuan menggunakan tongkat untuk melatih siswa berani dalam menyampaikan pendapatnya. Hasan Fauzu Maufur (2009:88) mengemukakan bahwa model pembelajaran talking stick merupakan model pembelajaran yang berguna untuk melatih keberanian siswa dalam menjawab dan berbicara kepada orang lain. Sedangkan menurut Shoimin (2014:198) model pembelajaran talking stick merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran ini menggunakan tongkat. Tongkat dijadikan sebagai giliran untuk berpendapat atau menjawab pertanyaan dari guru setelah siswa mempelajari materi pelajaran.

Trianto (2010:121), dalam penerapan model pembelajaran tipe talking stick, guru membagi kelas menjadi beberapa kelompok kecil dengan anggota yang heterogen. Kelompok dibentuk heterogen dengan mempertimbangkan keakraban atau minat. Setiap kelompok berdiskusi dan mempelajari materi pelajaran. Model talking stick adalah suatu model pembelajaran kelompok sama seperti model snowball throwing. Tetapi dalam penerapan model pembelajaran talking stick ini, dengan memanfaatkan tongkat oleh sebab itulah disebut talking stick (tongkat berbicara). Berdasarkan pendapat dari beberapa para ahli dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran talking stick merupakan model pembelajaran

(13)

kooperatif dengan memanfaatkan tongkat. Model pembelajaran ini, melatih siswa untuk berani menyampaikan pendapatnya kepada orang lain.

2.6 Langkah-Langkah Model Pembelajaaran Talking Stick

Pelaksanaan model pembelajaran talking stick dalam kegiatan pembelajaran dikelas dilakukan melalui beberapa sintaks. Aris shoimin (2014:199) menyebutkan langkah-langkah model pembelajaran talking stick adalah 1) siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, 2) siswa mendengarkan penjelasan dari guru mengenai tugas kelompok, 3) setiap kelompok diberi tugas kelompok yang berbeda-beda, 4) kelompok membahas soal yang sudah ada secara kooperatif, 5) selesai berdiskusi, juru atau ketua bicara kelompok menyampaikan hasil pembahasan kelompoknya, 6) kesimpulan, 7) evaluasi, dan 8) penutup.

1. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok.

Pada tahap ini, siswa diminta oleh guru untuk membentuk 5 kelompok.

Satu kelompok terdiri dari 5 orang.

2. Siswa mendengarkan penjelasan dari guru mengenai tugas kelompok.

Pada tahap ini, siswa menyimak guru saat menjelaskan cara bermain sambil belajarnya. Disini guru mengambil tongkat, tongkat diberikan salah satu kelompok, tongkat digulirkan dari siswa ke siswa lain sambil bernyanyi lagu yang sudah ditentukan oleh guru sampai lagunya berhenti.

Siapa yang terakhir memegang tongkat, kelompok tersebut yang menjawab soal.

3. Setiap kelompok diberikan tugas kelompok yang berbeda-beda.

Pada tahap ini, kelompok yang terakhir memegang tongkat pembelajaran akan diberi soal kepada guru.

4. Masing-masing kelompok membahas soal yang sudah ada secara kooperatif.

Pada tahap ini, kelompok berdiskusi soal tentang menyampaikan tanggapan yang sudah diberikan oleh guru secara kooperatif.

5. Setelah ber diskusi, juru atau ketua bicara kelompok menyampaikan hasil pembahasan kelompoknya.

(14)

Pada tahap ini, perwakilan kelompok menyampaikan hasil diskusinya bersama kelompoknya didepan kelas.

6. Kesimpulan.

Pada tahap ini, siswa bersama guru menyimpulkan pembelajaran.

7. Evaluasi.

Pada tahap ini, siswa mengerjakan tes tertulis.

8. Penutup.

Pada tahap ini, salam dan doa penutup dipimpin salah satu siswa

Menurut Kurniasih dan Berlin (2015:83-84) menyebutkan langkah- langkah model pembelajaran talking stick adalah: 1) guru menjelaskan tujuan pembelajaran, 2) siswa membentuk kelompok terdiri dari 5 orang, 3) guru menyiapkan tongkat yang panjangnya kira-kira 20 cm, 4) setelah itu, guru menyiapkan materi yang akan dipelajari, kemudian memberikan kesempatan kepada para kelompok untuk membaca dan mempelajari materi tersebut dalam waktu yang sudah ditentukan, 5) siswa berdiskusi, 6) setelah kelompok selesai membaca materi pelajaran dan mempelajari isinya, guru meminta siswa untuk menutup bukunya, 7) guru mengambil tongkat dan memberikan kepada salah satu anggota kelompok yang memegang tongkat tersebut harus menjawabnya demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa mendapat bagian untuk menjawab setiap pertanyaan dari guru, tongkat bergulir dari satu siswa ke siswa yang lain dengan diiringi musik, 8) siswa yang lain boleh membantu menjawab pertanyaan dari guru jika anggota kelompoknya tidak bisa menjawab pertanyaan, 9) setelah semua mendapat giliran menjawab pertanyaan, guru membuat kesimpulan dan melakukan evaluasi, baik individu maupun kelompok, dan setelah itu menutup pembelajaran.

1. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran.

Pada tahap ini, siswa menyimak tujuan pembelajaran yang disampaikan oleh guru.

2. Siswa membentuk kelompok terdiri dari 5 orang.

(15)

Pada tahap ini, siswa diminta oleh guru membentuk 5 kelompok, satu kelompok terdiri dari 5 orang.

3. Guru menyiapkan tongkat yang panjangnya kira-kira 20 cm.

Pada tahap ini, guru menyiapkan tongkat panjangnya kira-kira 20 cm.

4. Setelah itu, guru menyiapkan materi yang akan dipelajari, kemudian memberikan kesempatan kepada para kelompok untuk membaca dan mempelajari materi tersebut dalam waktu yang sudah ditentukan.

Pada tahap ini, siswa diberikan kesempatan oleh guru untuk membaca dan mempelajari materi tentang menyampaikan tanggapan.

5. Siswa berdiskusi.

Pada tahap ini, siswa berdiskusi tentang materi menyampaikan tanggapan bersama kelompoknya masing-masing

6. Setelah kelompok selesai membaca materi pelajaran dan mempelajari isinya, guru meminta siswa untuk menutup bukunya.

Pada tahap ini, setelah siswa membaca dan mempelajari materinya.

Siswa diminta untuk menutup bukunya.

7. Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada salah satu anggota kelompok yang memegang tongkat tersebut harus menjawabnya demikian seterusnya sampai Sebagian besar siswa mendapat bagian untuk menjawab setiap pertanyaan dari guru. Tongkat bergulir dari satu siswa ke siswa lain dengan diiringi musik.

Pada tahap ini, guru mengambil tongkat kemudian diberikan salah satu kelompok. Tongkat digulirkan siswa ke siswa yang lain sambil menyanyikan lagu yang sudah ditentukan oleh guru. Kelompok yang terakhir memegang tongkat, kelompok tersebut yang menjawab. Demikian seterusnya sampai siswa mendapat bagiannya untuk menjawab pertanyaan dari guru.

8. Siswa yang lain boleh membantu menjawab pertanyaan dari guru jika anggota kelompoknya tidak bisa menjawab pertanyaan.

Pada tahap ini, siswa yang lain boleh membantu menjawab pertanyaan jika anggota kelompoknya tidak bisa menjawab pertanyaan dari guru.

(16)

9. Setelah semua mendapat giliran menjawab pertanyaan, guru membuat kesimpulan dan melakukan evaluasi, baik individu maupun kelompok dan setelah itu menutup pelajaran.

Pada tahap ini, siswa bersama guru menyimpulkan pembelajaran dan siswa diminta untuk mengerjakan tes tertulis. Setelah itu, salam dan doa penutup dipimpin salah satu siswa.

Berdasarkan pendapat beberapa ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa modifikasi penerapan sintaks model pembelajaran talking stick saat melaksanakan pembelajaran dikelas adalah: 1) siswa dibagi menjadi 5 kelompok, 2) guru menyiapkan tongkat yang panjangnya 20 cm, 3) siswa mendengarkan penjelasan dari guru mengenai tugas kelompok, 4) siswa diberi kesempatan untuk membaca dan mempelajari materi tersebut, 5) siswa berdiskusi membahas tugas kelompok, 6) selesai membaca dan mempelajari materi tersebut, siswa diminta untuk menutup bukunya, 7) guru mengambil tongkat dan memberikan kepada salah satu kelompok. Talking stick dilakukan dengan cara mengoper tongkat diiringi lagu yang ditentukan oleh guru, 8) setelah lagunya selesai dan tongkat berhenti di salah satu kelompok, kelompok tersebut yang menjawab pertanyaan dari guru, 9) siswa lain boleh membantu menjawab pertanyaan jika anggota kelompoknya tidak bisa menjawab, demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa mendapat bagian untuk menjawab pertanyaan dari guru, 10) evaluasi dan kesimpulan, 11) menutup pembelajaran.

1. Siswa dibagi menjadi 5 kelompok.

Pada tahap ini, siswa diminta oleh guru untuk membentuk 5 kelompok.

Satu kelompok terdiri dari 5 orang.

2. Guru menyiapkan tongkat yang pan jangnya 20 cm.

Pada tahap ini, guru menyiapkan tongkat panjangnya kira-kira 20 cm.

3. Siswa mendengarkan penjelasan guru mengenai tugas kelompok.

Pada tahap ini, siswa mendengarkan penjelasan materi yang akan dipelajari tentang menyampaikan tanggapan oleh guru.

4. Siswa diberi kesempatan untuk membaca dan mempelajari materi tersebut.

(17)

Pada tahap ini, siswa diberi kesempatan untuk membaca dan mempelajari materi tentang menyampaikan tanggapan.

5. Siswa berdiskusi membahas tugas kelompok.

Pada tahap ini, siswa berdiskusi tentang materi menyampaikan tanggapan bersama kelompoknya masing-masing.

6. Selesai membaca dan mempelajari materi tersebut, siswa diminta untuk menutup bukunya.

Pada tahap ini, selesai membaca dan mempelajari materi tersebut, siswa diminta untuk menutup bukunya masing-masing.

7. Guru mengambil tongkat dan memberikan kepada salah satu kelompok.

Talking stick dilakukan dengan cara mengoper tongkat diiringi lagu yang ditentukan oleh guru.

Pada tahap ini, salah satu kelompok diberi tongkat oleh guru. Kemudian tongkat tersebut digulirkan siswa ke siswa yang lain diiringi lagu yang sudah ditentukan oleh guru.

8. Setelah lagunya selesai dan tongkat berhenti di salah satu kelompok, kelompok tersebut yang menjawab pertanyaan dari guru.

Pada tahap ini, setelah lagu selesai dan salah satu kelompok yang terakhir memegang tongkat, kelompok tersebut yang menjawab pertanyaan dari guru.

9. Siswa lain boleh membantu menjawab pertanyaan jika anggota kelompoknya tidak bisa menjawab, demikian seterusnya sampai sebagian besar siswa mendapat bagian untuk menjawab pertanyaan dari guru.

Pada tahap ini, siswa lain boleh membantu menjawab pertanyaan dari guru jika anggota kelompoknya tidak bisa menjawab.

10. Evaluasi dan kesimpulan.

Pada tahap ini, siswa diminta untuk mengerjakan tes tertulis. Setelah itu, siswa bersama guru menyimpulkan pembelajaran.

11. Menutup pembelajaran.

Pada tahap ini, salam dan doa pentup dipimpin salah satu siswa.

2.7 Kelebihan dan Kekurangan Model Talking Stick

(18)

Dalam model pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Model talking stick juga memiliki kelebihan dan kekurangan. Shoimin (2014:199) menyebutkan kelebihan model pembelajaran talking stick adalah: a) menguji kesiapan siswa dalam pembelajaran, b) melatih siswa memahami materi dengan cepat, c) memacu siswa agar lebih giat belajarnya (belajar dulu sebelum pembelajaran dimulai), d) siswa berani menyampaikan pendapat.

a. Menguji kesiapan siswa dalam pembelajaran.

Kesiapan dalam belajar diartikan tingkat perkembangan yang harus dicapai oleh seseorang untuk dapat menerima materi pembelajaran baru.

Siswa dikatakan memiliki kesiapan belajar apabila seseorang telah mencapai tingkat kematangan tertentu maka seorang tersebut siap untuk menerima pembelajaran yang baru. Menguji kesiapan siswa dalam pembelajaran diartikan guru disini menguji siswanya, apakah siswa tersebut siap untuk memberi respon atau jawaban dalam mengikuti pembelajaran dikelas.

b. Melatih siswa memahami materi dengan cepat.

Melatih siswa memahami materi dengan cepat diartikan siswa diajak untuk mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru sesegera mungkin.

Siswa tidak menunda-nunda mengerjakan tugas dari guru.

c. Memacu siswa agar lebih giat belajarnya (belajar dahulu sebelum pelajaran dimulai).

Siswa mempersiapkan pembelajaran yang akan diajarkan oleh guru dan mempelajari materi tersebut sebelum pembelajaran dimulai.

d. Siswa berani menyampaikan pendapat.

Dalam menyampaikan pendapat siswa dilatih untuk percaya diri.

Kepercayaan diri yang rendah dapat mengakibatkan dalam menyampaikan pendapatnya belum maksimal. Oleh sebab itu, keberanian dalam menyampaikan pendapat harus melatih kepercayaan diri. Kepercayaan diri yang meningkat dengan baik, dalam menyampaikan pendapat akan menghasilkan hasil yang maksimal.

(19)

Shoimin (2014:199) menyebutkan kekurangan model pembelajaran talking stick adalah: a) membuat siswa senam jantung, b) siswa yang tidak siap tidak bisa menjawab dengan benar, c) membuat siswa tegang, d) ketakutan akan pertanyaan yang diberikan oleh guru.

a. Membuat siswa senam jantung.

Siswa senam jantung disebabkan kurang matangnya persiapan dalam mengikuti pembelajaran dikelas. Saat guru memberikan pertanyaan kepada siswa secara acak, siswa belum siap untuk menjawab pertanyaan tersebut.

b. Siswa yang tidak siap tidak bisa menjawab dengan benar.

Kurangnya persiapan dalam belajar mengakibatkan siswa belum siap mengikuti pembelajaran dikelas. Ketika guru memberikan pertanyaan pada siswa tersebut, siswa tidak bisa menjawab pertanyaan dari guru dengan benar.

c. Membuat siswa tegang.

Siswa tegang karena ada kecemasan yang dialami oleh siswa tersebut.

Kecemasan merupakan suatu kondisi kurang menyenangkan yang dialami seseorang. Kecemasan akan muncul ketika siswa takut, gelisah dan khawatir diberi pertanyaan oleh guru.

d. Ketakutan akan pertanyaan yang akan diberikan oleh guru.

Ketakutan diberi pertanyaan oleh guru disebabkan kecemasan dari siswa tersebut. Kecemasan yang dialami, siswa takut ingin menjawab pertanyaan dari guru atau takut salah menjawab pertanyaan dari guru.

2.8 Media Pembelajaran

Media pembelajaran merupakan media atau alat yang digunakan oleh guru saat melaksanakan proses pembelajaran dikelas gunanya untuk menarik perhatian siswa mengikuti pembelajaran. Azhar Arsyad (2019:3) mengemukakan bahwa kata media berasal dari bahasa latin medius yang secara harfiah berarti tengah, perantara atau pengantar. Dalam bahasa arab media adalah pengantar pesan dari pengirim kepada penerima pesan.

Daryanto (2012:4) berpendapat media adalah sarana perantara dalam proses pembelajaran. Guru, buku teks, lingkungan sekolah, poster, peta, grafik dan

(20)

gambar merupakan media. Rifa’i (2010:194-196) mengemukakan bahwa media pembelajaran merupakan alat yang digunakan guru dalam proses pembelajaran. Media digunakan dalam kegiatan belajar mengajar karena dapat menyajikan benda jauh dari subyek belajar dan menyajikan peristiwa kompleks.

Depdiknas (2004:7), kualitas media pembelajaran tampak dari beberapa hal yaitu: 1) menciptakan pengalaman belajar yang bermakna, 2) mampu memfasilitasi proses interaksi antara siswa dan guru, siswa dengan siswa, serta siswa dengan ahli, 3) memperkaya pengalaman belajar siswa, dan 4) mengubah suasana belajar sehingga siswa menjadi aktif berdiskusi dan mencari informasi melalui berbagai sumber belajar yang ada. Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran adalah alat atau media pembelajaran yang digunakan oleh guru saat melakukan pembelajaran dikelas gunanya untuk memudahkan dalam menyampaikan pembelajaran, menarik perhatian siswa, dan menumbuhkan minat siswa untuk belajar.

2.9 Media Gambar

Media gambar merupakan suatu media yang berbentuk visual yang digunakan dalam proses pembelajaran. Hal ini dikuatkan oleh pendapat dari Kafsul & Hendra (2011:170) bahwa gambar adalah media yang paling umum dipakai dalam pembelajaran. Gambar adalah media yang tidak diproyeksikan dan dapat dirancang oleh guru sendiri sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai. Hal ini dikuatkan pendapat dari Azhar Arsyad (2019:35) bahwa media yang tidak diproyeksikan yaitu gambar, poster, foto dan sebagainya. Siswa lebih menyukai media gambar daripada tulisan, apalagi jika gambar disajikan sesuai dengan persyaratan yang baik, siswa akan semangat dalam mengikuti kegiatan belajar mengajar. Media gambar lebih efektif apabila gambar disesuaikan dengan tingkatan anak, baik dalam hal besarnya gambar, detail, warna dan latar belakang yang perlu untuk penafsiran. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan ukuran gambar 594x841 cm.

(21)

Langkah-langkah penggunaan media gambar sebagai berikut:

a. Guru melakukan apersepsi

b. Guru menyampaikan tujuan dan manfaat pembelajaran

c. Siswa mengamati gambar tentang keberagaman karakteristik atau kebiasaan individu, kemudian siswa menceritakan apa maksud dari gambar tersebut. Setelah itu, siswa diminta untuk membentuk 5 kelompok, 1 kelompok terdiri 5 orang.

d. Kelompok yang ditunjuk oleh guru, kelompok tersebut diminta untuk bermain peran, memerankan tokoh yang ada digambar dan begitu seterusnya.

e. Dalam bermain peran, siswa dapat memahami perbedaan karakteristik atau kebiasaan individu

f. Siswa diminta untuk menyampaikan tanggapannya apa pentingnya memahami perbedaan karakrakteristik individu yang ada dilingkungan sekitar.

Azhar arsyad (2019:103) berpendapat prinsip-prinsip menerapkan media gambar saat melaksanakan pembelajaran dikelas adalah: a) kesederhanaan, b) keterpaduan, c) penekanan, dan d) keseimbangan.

a. Kesederhanaan

Kesederhanaan secara umum mengacu kepada jumlah elemen yang terkandung dalam visual. Artinya, jumlah elemen yang lebih sedikit ditangkap memudahkan siswa memahami pesan yang disajikan visual tersebut. Sebaliknya pesan yang panjang atau rumit perlu dibagi-bagi kedalam beberapa visual agar mudah dipahami oleh siswa.

b. Keterpaduan

(22)

Keterpaduan mengacu kepada hubungan yang terdapat diantara elemen-elemen visual yang ketika diamati akan berfungsi bersama- sama. Elemen saling terkait dan menyatu secara keseluruhan sehingga visual adalah bentuk keseluruhan yang dapat dikenal dapat membantu pemahaman pesan yang dikandungnya.

c. Penekanan

Penekanan yang dimaksud adalah penekanan dalam menggunakan ukuran, hubungan-hubungan, warna, perspektif, atau ruang penekanan dengan bertujuan untuk menumbuhkan pusat perhatian siswa.

d. Keseimbangan

Bentuk yang dipilih sebaiknya menempati ruang penayangan yang memberikan persepsi keseimbangan walaupum tidak seluruhnya simetris. Keseimbangan yang keseluruhannya simetris disebut keseimbangan formal. Keseimbangan formal adalah keseimbangan yang menampakkan dua bayangan visual sama dan sebangun. Oleh sebab itu, kelihatan cenderung tampak statis. Keseimbangan informal adalah keseimbangan yang tidak keseluruhannya simetris, memberikan kesan dinamis dan dapat menarik perhatian.

Azhar arsyad (2019:107) menyebutkan unsur-unsur media gambar yang perlu dipertimbangkan adalah: a) bentuk, b) garis, c) tekstur dan d) warna.

a. Bentuk

Bentuk yang asing dan aneh bagi siswa dapat membangkitkan minat dan perhatian dalam mengikuti pembelajaran. Oleh sebab itu, pemilihan bentuk sebagai unsur visual dalam penyampaian informasi harus diperhatikan.

b. Garis

Garis bertujuan untuk menghubungan unsur-unsur sehingga dapat menuntun perhatian siswa.

c. Tekstur

(23)

Tekstur adalah visual yang menimbulkan kesan kasar atau halus.

Tekstur digunakan untuk penekanan suatu unsur seperti warna.

d. Warna

Warna adalah unsur visual yang sangat penting, tetapi perlu digunakan dengan hati-hati supaya mendapatkan hasil yang baik. Warna bertujuan untuk memberi kesan pemisah, penekanan atau membangun keterpaduan. Tiga hal penting yang harus diperhatikan dalam penggunaan warna yaitu pemilihan warna khusus (merah, biru dan sebagainya), nilai warna (tingkat ketebalan atau ketipisan), kekuatan warna yang dapat memberikan dampak yang diinginkan.

Sadiman dkk (2011:29-31) menyebutkan kelebihan media pembelajaran berupa gambar adalah: a) sifatnya konkret, b) gambar dapat mengatasi ruang dan waktu, c) gambar mengatasi keterbatasan pengamatan kita, d) gambar dapat memperjelas suatu masalah, e) harganya tidak mahal dan mudah didapat.

a. Sifatnya konkret.

Konkret adalah objek yang nyata dan dapat diraba. Artinya gambar dapat dilihat dan diraba secara langsung.

b. Gambar dapat mengatasi ruang dan waktu.

Media gambar mudah dibawa ke dalam kelas dan tidak memakan waktu yang terlalu banyak.

c. Gambar dapat mengatasi keterbatasan pengamatan kita.

Gambar dapat dilihat dengan mata secara langsung dengan jelas dan disajikan dengan jelas berupa gambar

d. Gambar dapat memperjelas suatu masalah.

Gambar dapat memperjelas masalah dalam bidang apapun, dan untuk tingkat usia berapa saja, sehingga dapat mencegah dan membetulkan kesalah pahaman.

e. Harganya tidak mahal dan mudah didapat.

Sadiman dkk (2011:31) menyebutkan kekurangan media pembelajaran berupa gambar adalah: a) gambar menekankan pada

(24)

persepsi indera mata, b) kurang sempurna dalam kegiatan pembelajaran, c) ukurannya terbatas.

a. Gambar menekankan pada persepsi indera mata.

Gambar hanya memfokuskan pada penglihatan indera mata b. Kurang sempurna dalam kegiatan pembelajaran.

Kurang sempurnanya dalam kegiatan pembelajaran. Artinya tidak meratanya penggunaan gambar dan kurang efektif dalam penglihatan karena siswa yang duduk dibelakang kurang jelas gambar.

c. Ukurannya terbatas.

Ukurannya terbatas jika digunakan untuk kelompok besar.

2.10 Tema/Muatan

Penelitian ini menggunakan Tema 7 Perkembangan Teknologi, Subtema 1 Perkembangan Teknologi Produksi Pangan, muatan Bahasa Indonesia dan PPKn pembelajaran 5. Pada muatan Bahasa Indonesia dengan cakupan materi menyampaikan tanggapan. Pada muatan PPKn tentang memahami keberagaman individu dilingkungan sekitar. Berikut dibawah ini kompetensi dan indikator muatan Bahasa Indonesia dan PPKn.

Bahasa Indonesia

No Kompetensi Dasar Indikator

3.6 Mencermati isi teks informasi tentang perkembangan teknologi, produksi, komunikasi dan transportasi lingkungan setempat.

3.6.1 Mengenal bentuk paragraf dari teks bacaan “Pengolahan Susu Sapi”.

3.6.2 Menemukan paragraf dari teks bacaan’’Pengolahan Susu Sapi” yang sudah dibaca dengan tepat.

4.6 Meringkas informasi tentang perkembangan teknologi produksi, komunikasi, dan transportasi dilingkungan setempat secara tertulis, menggunakan kosa kata baku dan kalimat efektif.

4.6.1 Mengamati pokok pikiran dari tiap paragraph, siswa dapat bertukar informasi mengenai isi dari teks

“Pengolahan Susu Sapi”.

4.6.2 Melengkapi informasi dari teks bacaan dengan tepat “Pengolahan Susu Sapi”.

(25)

PPKn

2.11 Tema 7 Subtema 1

2.11.1 Materi Menyampaikan Tanggapan

Kegiatan berbicara dalam menyampaikan tanggapan sering dilakukan seseorang dalam kehidupan sehari-hari. Rakhmat (2013:50) mengemukakan bahwa tanggapan merupakan pengalaman tentang obyek, hubungan atau peristiwa yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.

Umam (2012:67) berpendapat bahwa persepsi dalam kamus merupakan sebagai proses pemahaman ataupun pemberian makna atas suatu informasi terhadap stimulus. Stimulus didapatkan dari proses penginderaan terhadap peristiwa, objek atau hubungan antar gejala yang selanjutnya akan diproses oleh otak. Suryabrata (2014:36-37) berpendapat bahwa tanggapan adalah bayangan yang

No

Kompetensi Dasar Indikator

3.3 Menjelaskan makna keberagaman karakteristik individu di lingkungan sekitar.

3.3.1 Menentukan sikap yang dapat diambil dalam menghadapi

perbedaan.

4.3 Menyajikan makna keberagaman karakteristik individu dilingkungan sekitar

4.3.1 Menyampaikan Kembali informasi tentang pentingnya memahami perbedaan karakteristik individu dalam kehidupan sehari-hari dilingkungan sekitar dengan cara bermain peran.

(26)

tinggal dalam ingatan setelah kita melakukan pengamatn.

Tanggapan tidak hanya menghidupkan kembali apa yang telah diamati dimasa lampau, akan tetapi dapat mengantisipasikan masa yang akan datang. Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa tanggapan merupakan reaksi seseorang dalam melihat objek, peristiwa atau hubungan yang diperoleh, kemudian peristiwa tersebut disimpulkan. Dalam menyampaikan tanggapan bisa mengkritik atau memberikan saran pada peristiwa.

2.12 Faktor Yang Mempengaruhi Tanggapan

Tanggapan mempunyai beberapa faktor yang mempengaruhi tanggapan. Rakhmat (2013:54) menyebutkan faktor-faktor yang menentukan persepsi atau tanggapan dibagi menjadi dua yaitu faktor fungsional dan faktor struktural.

a. Faktor fungsional

Faktor fungsional merupakan faktor yang berasal dari pengalaman masa lalu, kebutuhan dan hal-hal lain yang termasuk apa yang kita sebut sebagai faktor-faktor personal.

Faktor fungsional menentukan tanggapan bukan bentuk stimulus melainkan karakteristik orang yang memberikan respon pada stimulus tersebut. Faktor fungsional sama halnya faktor internal. Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam individu. Hal ini dikuatkan pendapat dari Restiyanti Prasetijo (2005:69) mengemukakan bahwa faktor yang mempengaruhi tanggapan adalah faktor internal. Faktor intenal diantaranya pengalaman, kebutuhan, ekspetasi dan penilaian.

b. Faktor struktural.

Faktor struktural merupakan faktor-faktor yang berasal dari sifat stimulus fisik terhadap efek-efek syaraf yang ditimbulkan pada sistem saraf individu. Faktor-faktor struktural yang menentukan tanggapat menurut teori Gestalt bila kita ingin memahami suatu perisstiwa kita tidak dapat meneliti faktor-

(27)

faktor yang terpisah tetapi memandangnya dalam hubungan keseluruhan. Faktor struktural sama hal faktor eksternal. Faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar individu. Hal ini dikuatkan pendapat dari Restiyanti Prasetijo (2005:69) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi tanggapan, selain faktor internal ada juga faktor eksternal yang bisa mempengaruhi tanggapan. Faktor eksternal diantaranya sifat stimulus, situasi lingkungan dan tampakan luar.

Walgito (2010:101) menyebutkan faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi atau tanggapan adalah: a) objek yang dipersepsi atau ditanggapi, b) alat indera, syarat dan pusat susunan syaraf, c) perhatian.

a. Objek yang dipersepsi atau ditanggapi.

Objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indera, berperan sebagai reseptor. Stimulus datang dari luar individu yang menanggapi, tetapi juga dapat datang dari dalam individu yang bersangkutan langsung mengenai syaraf penerima yang berperan sebagai reseptor.

b. Alat indera, syaraf, dan pusat susunan syaraf.

Alat indera atau reseptor merupakan alat untuk menerima stimulus. Di samping itu juga harus ada syaraf sensoris sebagai alat untuk meneruskan stimulus yang diterima alat indera kepusat susunan syaraf yaitu otak sebagai pusat kesadaran.

c. Perhatian.

Perhatian merupakan konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang ditujukan kepada sekumpulan objek.

2.13 Proses Terjadinya Tanggapan

Dalam menyampaikan tanggapan ada beberapa proses terjadinya tanggapan. Suryabrata (2014:37-38) menyebutkan

(28)

proses terjadinya suatu tanggapan adalah: a) pengamatan, b) bayangan pengiring, c) bayangan eidentik, d) tanggapan.

a. Pengamatan.

Pengamatan merupakan proses dimana tiap-tiap keinderaan harus diorganisasikan dan diinterpretasikan supaya membawa makna yang lebih dalam kehidupan manusia. Penerima akan memilih rangsangan yang bermakna bagi dirinya dengan memberikan tumpuan kepada rangsangan tersebut.

b. Bayangan pengiring.

Bayangan pengiring merupakan bayangan yang timbul mengiringi proses pengamatan, setelah proses pengamatan tersebut berakhir. Bayangan pengiring tidak memiliki tempat yang pasti dalam penglihatan masih berpindah-pindah menurut gerakan mata

c. Bayangan eidentik.

Bayangan eidentik merupakan bayangan yang gambarannya sudah jelas, bayangan ini didapatkan setelah melakukan pesrsepsi.

d. Tanggapan.

Tanggapan merupakan bayangan yang tinggal setelah melakukan pengamatan.

(29)

2.2 Penelitian Relevan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Usrawati, Andi Ardhila Wahyudi (2020) penelitiannya menujukkan bahwa efektivitas penggunaan model pembelajaran talking stick terhadap hasil belajar konsep penjumlahan pada siswa kelas I SDN No. 9 Bone-Bone Kecamatan Pattallassang, Kabupaten Takalar. Hasil penelitiannya adalah menunjukkan skor rata-rata sebelum menggunakan model pembelajaran talking stick deviasi 16,184. Skor rata-rata setelah menggunakan model talking stick materi konsep penjumlahan adalah 80,74 dengan standar deviasi 12,1990. Terjadi peningkatan hasil belajar siswa setelah menggunakan model talking stick.

Dimana nilai rata-rata gain ternormalisasi adalah 0,51 dalam klasifikasi sedang. Rata-rata persentase aktivitas siswa 85,18 %.

Angket respon tanggapan siswa positif 87,80 % hal ini dapat disimpulkan bahwa penggunaan model pembelajaran talking stick efektif pada materi konsep penjumlahan pada siswa kelas I SDN Bone-Bone Kecamatan Pattallassang, Kabupaten Takalar.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Risma Rossyana Wijayanto (2019) penelitiannya yaitu menunjukkan bahwa keefektifan penerapan model talking stick terhadap hasil belajar tema cita-citaku, penelitian ini dilaksanakan di SDN 1 Sukodadi pada siswa kelas IV. Hasil penelitiannya nilai pretest dengan rata- rata 63,31 ada 16 siswa yang tuntas dan 16 siswa yang tidak tuntas.

Dan hasil posttest dengan rata-rata 85,50 ada 31 siswa yang tuntas dan 1 siswa yang tidak tuntas. Dari perhitungan uji-t diperoleh thitung 13,3725 dan ttabel 1,6939 atau thitung lebih besar ttabel yaitu 13,3725 > 1,6939. Maka dapat disimpulkan bahwa penerapan model talking stick efektif terhadap hasil belajar tema cita-citaku kelas IV SDN 1 Sukodadi, kecamatan Kangkung, Kabupaten Kendal.

(30)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Indah Putri Ramadhani (2018) penelitiannya yaitu menunjukkan bahwa efektivitas model pembelajaran kooperatif tipe talking stick dalam keterampilan membaca intensif pada siswa kelas III SD Negeri Monggang Bantul.

Hasil penelitiannya adalah kelompok yang menggunakan model talking stick thitung = 1,557, p = 0,126. Karena p ≤ 0,01, maka hipotesis diterima. Dapat disimpulkan bahwa adanya perbedaan signifikan keterampilan membaca intensif, siswa yang diajar menggunakan model talking stick dan menggunakan model ceramah pada siswa kelas III.

No Nama

Peneliti, judul dan tahun

Persamaan Perbedaan

1. Usrawati, Andi Ardhila Wahyudi, Efektivitas Penggunaan Model

Pembelajaran Talking Stick Terhadap Hasil Belajar Konsep Penjumlahan, 2020.

Dalam penelitiannya menggunakan model

pembelajaran talking stick.

Penelitiannya membahas

keefektifan model pembelajaran talking stick yang diterapkan dalam pembelajaran.

Tempat penelitian di SDN No.9 Bone-Bone, Kecamatan Pattallassang, Kabupaten Takalar.

Sampel penelitian adalah kelas I.

Penelitiannya membahas konsep penjumlahan pada pelajaran matematika.

2. Risma Rossyana Wijayanto,

Dalam penelitiannya menggunakan

Tempat penelitiannya di SD N 1 Sukodadi.

(31)

Keefektifan Penerapan Model Talking Terhadap Hasil Belajar Tema Cita- Citaku, 2019.

model

pembelajaran talking stick, serta ada atau tidaknya keefektifan

penggunaan model talking stick dalam proses pembelajaran dikelas.

Sampel penelitian adalah kelas IV.

Penelitiannya membahas tentang hasil belajar tema cita-citaku.

3. Indah Putri Ramadhani, Efektivitas Model

Pembelajaran Kooperatif Tipe Talking Stick Dalam Keterampilan Membaca Intensif Pada Siswa Kelas III SD Negeri Monggang, 2018

Penelitiannya menggunakan model

pembelajaran talking stick, serta ada atau tidaknya keefektifan

penggunaan model talking stick dalam proses pembelajaran dikelas.

Tempat penelitiannya dikelas III SD Negeri Monggang Bantul

Membahas keterampilan membaca intensif.

(32)

2.3 Kerangka Berpikir

Bahasa Indonesia merupakan mata pelajaran yang diberikan di sekolah dasar hingga sekolah menengah atas. Pada dasarnya bahasa indonesia mata pelajaran yang mempelajari keterampilan berbahasa indonesia diantaranya menyimak, berbicara, menulis dan mendengarkan. Salah satunya bahasa indonesia mempelajari keterampilan berbicara.

Berbicara merupakan salah satu aspek keterampilan berbahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Keterampilan berbicara adalah kemampuan seseorang mengucapkan kata-kata untuk menyampaikan ide, pendapat atau gagasannya kepada seseorang dengan jelas. Banyaknya keterampilan berbahasa yang dipelajari di dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia mengakibatkan minat dan ketertarikan siswa terhadap mata pelajaran Bahasa Indonesia menjadi berkurang. Selain itu, guru juga masih menggunakan model pembelajaran kurang inovatif sehingga siswa tersebut menjadi bosan. Dalam pembelajaran konvensional adalah pembelajarannya masih berpusat guru, belum berpusat siswa. Hal tersebut siswa menjadi bosan dalam pembelajaran. Oleh karena itu, guru harus melakukan pembelajaran yang variatif, seperti pembelajaran dengan menggunakan model talking stick.

Dalam penelitian ini, metode pembelajaran talking stick akan dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Peneliti akan melakukan pretest model pembelajaran konvensional pada kelas III b. Sedangkan akan melakukan posttest model pembelajaran talking stick pada kelas III b dengan materi menyampaikan tanggapan untuk melatih keterampilan berbicara. Berikut dibawah ini merupakan kerangka berpikir keefektifan model pembelajaran talking stick disajikan dalam bentuk bagan.

(33)

Gambar 2.1 kerangka berpikir.

Bahasa Indonesia Bermain peran

Pretest Posttest

Model

Konvensional

Model Talking Stick

Keterampilan Berbicara

Keterampilan Berbicara

Dibandingkan

Ada tidaknya perbedaan hasil keterampilan berbicara siswa mata pelajaran Bahasa Indonesia materi menyampaikan tanggapan antara yang memperoleh model pembelajaran talking stick dan yang memperoleh model pembelajaran konvensional.

(34)

2.4 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka berpikir, dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

1. Ho: Tidak ada perbedaan hasil keterampilan berbicara pada siswa kelas III antara yang memperoleh pembelajaran menggunakan model talking stick dan yang memperoleh pembelajaran dengan menggunakan model konvensional.

Ha: Ada perbedaan hasil keterampilan berbicara pada siswa kelas III antara yang memperoleh pembelajaran menggunakan model talking stick dan yang memperoleh pembelajaran dengan menggunakan model konvensional.

2. Ho: tidak ada keefektifan model pembelajaran talking stick dalam meningkatkan keterampilan berbicara pada peserta didik kelas III.

Ha: ada keefektifan model pembelajaran talking stick dalam meningkatkan keterampilan berbicara pada peserta didik kelas III.

(35)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

3.1.1 Tempat Penelitian

Tempat penelitian adalah suatu tempat pelaksanaan suatu penelitian oleh peneliti. Penelitian ini dilaksanakan di SD IT Faidlurrahman sebagai kelas eksperimen yang beralamat di Desa Cendono Kecamatan Dawe Kabupaten Kudus pada siswa kelas III tahun ajaran 2022/2023.

3.1.2 Waktu Penelitian

Waktu penelitian adalah proses yang dilaksanakan selama penelitian.

Pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2021 sampai dengan waktu yang belum ditentukan, dari tahap observasi hingga penyusunan proposal skripsi selesai.

3.2 Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian Pre-Experimental Design dengan pendekatan kuantitatif. Desain penelitian pre-experimental design menggunakan One Group Pretest-Posttest Design. Bentuk tersebut dapat digambarkan:

Tabel 3.1 Desain penelitian One Group Pretest-Posttest Design

Keterangan:

X = perlakuan/ treatment yang diberikan

O₁ X O₂

Pretest Treatment Posttest

(36)

O₁= soal pretest O₂= soal posttest

Sumber: Prof. Dr. Sugiyono (2017) 3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi adalah keseluruhan subjek atau objek suatu penelitian. Sugiyono (2017:130) menyatakan populasi adalah keseluruhan objek atau subjek yang mempunyai karakteristik yang sudah ditentukan oleh peneliti. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa kelas III sekolah dasar yang ada di Desa Cendono.

3.3.2 Sampel

Sampel adalah bagian yang tidak dapat berpisah dari populasi. Sugiyono (2017:131) menyatakan sampel adalah bagian dari jumlah maupun karakteristik yang dimiliki populasi. Sampel dianggap sebagai perwakilan dari populasi yang hasilnya mewakili keseluruhan kejadian yang telah diteliti maupun diamati. Menentukan sampel dilakukan dengan teknik sampling purposive. Jakni (2016:87) mengemukakan bahwa sampling purposive adalah penentuan sampel dengan pertimbangan. Anggota sampel yang diambil oleh peneliti yaitu siswa kelas III SD IT Faidlurrahman yang siswanya berjumlah 25 siswa.

3.4 Pengumpulan Data

Pengumpulan data diperlukan untuk memperoleh data yang diharapkan oleh peneliti. Pada penelitian ini, pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah observasi, dokumentasi, dan tes.

3.4.1 Observasi

Observasi adalah suatu metode untuk mencari data dengan cara diamati objeknya. Sudjana (2013) menyatakan observasi dapat mengukur atau

(37)

menilai hasil, keterampilan dan proses belajar siswa. Observasi penelitian ini, dilakukan sebelum dan pelaksanaan penelitian untuk mengetahui aktivitas siswa dalam mengikuti pembelajaran dikelas eksperimen. Alat ukur yang digunakan berupa lembar observasi yang diisi oleh peneliti untuk mengamati proses pembelajaran siswa dan guru dalam menjelaskan materi didalam kelas yang terkait keterampilan berbicara siswa.

3.4.2 Dokumentasi

Dokumentasi adalah metode cara untuk pencarian dan pengumpulan data. Sugiyono (2013) menyatakan dokumentasi adalah catatan peristiwa yang sudah terjadi. Dokumentasi digunakan untuk mendapatkan keterangan dan bukti. Dokumentasi dapat berupa foto dalam proses pembelajaran, video pembelajaran, hasil nilai keterampilan berbicara pada semester ganjil tahun ajaran 2021/2022, dan nama-nama siswa di SD IT Faidlurrahman.

3.4.3 Tes

Tes adalah alat yang digunakan untuk mengukur suatu kompetensi, pengetahuan dan keterampilan siswa. Sudjana (2013) menyatakan tes adalah alat penilaian yang berupa pertanyaaan yang diberikan kepada siswa untuk mendapat jawaban dari siswa dalam bentuk tes lisan, tes tertulis atau tes tindakan. Tes digunakan untuk mengukur keterampilan berbicara siswa.

Tes yang diberikan berupa pretest dan posttest dalam bentuk tes lisan.

Pretest diberikan bertujuan untuk mengukur keterampilan awal siswa dalam keterampilan berbicara, sedangkan post-test untuk melihat peningkatan keterampilan berbicara siswa pada kelas eksperimen.

3.5 Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan untuk mengumpulkan data guna mengukur keterampilan berbicara siswa yaitu tes.

(38)

3.5.1 Instrumen Tes dan NonTes 3.5.1.1 Instrumen Tes

3.5.1.1.1 Tes

Instrumen tes digunakan untuk mengukur dan memberi penilaian kepada siswa. Tes yang digunakan oleh peneliti adalah tes perbuatan (praktik). Tes perbuatan dipilih karena dapat mengukur keterampilan berbicara siswa. Tes perbuatan adalah bentuk tes yang berupa bentuk perilaku, Tindakan atau perbuatan, dan keterampilan melakukan tugas- tugas tertentu. Dalam penelitian ini, tes perbuatan berupa praktik berbicara.

3.5.1.2 Instrumen NonTes 3.5.1.2.1 Lembar Observasi

Lembar observasi digunakan untuk mengukur aktivitas siswa selama penelitian dilakukan, terutama ketika keterampilan berbicara pada siswa kelas III selama melakukan penelitian. Observasi dilakukan dikelas eksperimen. Lembar observasi yang digunakan yaitu lembar observasi untuk mengamati keterampilan berbicara siswa selama proses pembelajaran.

3.5.1.1.1 Uji Validitas

Uji validitas adalah uji yang digunakan untuk menunjukkan sejauh mana alat ukur yang akan digunakan oleh peneliti untuk mengukur apa yang diukur. Sugiyono (2019:192) menyatakan uji validitas adalah hasil penelitian yang valid terdapat kesamaan antara data yang terkumpul dengan data yang sesungguhnya terjadi pada obyek yang diteliti. Setelah mendapatkan butir soal yang valid, selanjutnya soal akan diuji cobakan untuk mendapatkan soal yang baik. Penelitian ini yang digunakan adalah validitas isi. Validitas isi adalah sebuah pengembangan alat ukur berupa tes. Tes tersebut menggunakan

(39)

prosedur validasi dengan membuat keputusan kelayakannya yang diajukan oleh seseorang yang ahli dalam bidangnya (expert judgment).

Penilaian validasi media gambar dilakukan oleh tiga ahli, yaitu (1) Imaniar Purbasari, M.Pd, (2) Ika Oktavianti M.Pd, (3) Umi Latifah S.Pd. Sedangkan, validasi soal dilakukan oleh tiga ahli, yaitu (1) Ristiyani, M.Pd, (2) Muhammad Noor Ahsin, M.Pd, (3) Umi Latifah, S.Pd. Adapun analisis hasil validitas kemampuan berbicara dan penggunaan media gambar akan dihitung dengan rumus menurut (Setyowati, 2014) sebagai berikut.

Nilai =∑Skor perolehan x 100%

∑Skor maksimum Keterangan kategori:

81,25 < x < 100 : sangat baik 62,5 < x < 81,25 : baik 43,75 < x < 62,5 : cukup 25,00 < x < 43,75 : kurang 3.5.1.1.2 Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas adalah uji yang menujukkan konsistensi suatu alat pengukur dan terdapat persamaan data dalam waktu yang berbeda.

Sugiyono (2019:193) menyatakan uji reliabilitas adalah hasil penelitian yang reliabel, terdapat kesamaan data dalam waktu yang berbeda. Uji reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan SPSS 23 teknik Alpha Cronbach dengan skala likert 1-5. Uji reliabilitas digunakan untuk instrumen tes bersifat reliabel atau tidak. Rumus alpha cronbach sebagai berikut:

𝑟11 = ( 𝑛

(𝑛−1)) (1 −∑ 𝜎

2 1 𝜎21 )

(40)

Keterangan:

𝑟11 = reliabilitas yang dicari

∑ 𝜎21 = jumlah varians skor tiap-tiap item 𝜎2

1 = varians total

Sumber: Arikunto (2012:122) 3.6 Teknik Analisis Data

3.6.1 Analisis Data Awal

Analisis data awal dalam penelitian ini yaitu menggunakan program SPSS 23. Analisis data awal meliputi uji normalitas data dan uji homogenitas data.

3.6.1.1 Uji Normalitas

Uji normalitas data adalah uji yang digunakan untuk menilai sebaran data pada sebuah kelompok data atau variabel. Kariadinata dan Abdurahman (2012:177) menyatakan tujuan uji normalitas data untuk mengetahui apakah data yang diambil berdistribusi normal atau tidak. Data berdistribusi normal apabila data memusatkan pada nilai rata-rata dan median. Pengujian normalitas data dapat dilakukan menggunakan uji chi kuadrat (X²). Dengan kriteria jika 𝑥2ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝑥2𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙, maka dapat disimpulkan 𝐻0 diterima atau berdistribusi normal. Uji normalitas data dalam penelitian ini menggunakan data nilai pre-test pada kelas eksperimen.

Kariadinata dan Abdurrahman (2012:177) menyebutkan langkah- langkah untuk melakukan uji chi kuadrat (𝑋²) adalah: merumuskan formula hipotesis, menentukan nilai uji statistik, menentukan taraf nyata (𝛼), menentukan kriteria pengujian hipotesis, dan memberikan kesimpulan.

(41)

1. Merumuskan formula hipotesis 𝐻0 = data berdistribusi normal 𝐻𝑎 = data tidak berdistribusi normal

2. Merumuskan nilai uji statistik, menggunakan rumus:

𝑋2ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = ∑𝑜𝑖−𝐸𝑖

𝐸𝑖 Keterangan:

X² hitung = chi kuadrat

𝑂𝑖 = frekuensi pengamatan pada klasifikasi ke-i

𝐸𝑖 = frekuensi yang diharapkan pada klasifikasi ke-i 3. Menentukan taraf nyata

𝑋2𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 𝑋²(1−𝛼)(𝑑𝑘) Keterangan:

dk = derajat kebebasan = k-3 k = banyak kelas interval

4. Menentukan kriteria pengujian hipotesis Ho ditolak jika 𝑋2ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 ≥ 𝑋²𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 Ho diterima jika 𝑋2ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 < 𝑋²𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 5. Memberikan kesimpulan

Menguji normalitas data juga dapat dilakukan dengan aplikai SPSS 23. Pengujian normalitas menggunakan SPSS dengan melihat nilai dan taraf signifikan. Penelitian ini menggunakan uji kolmograv sminov dengan nilai 𝛼 = 5% atau jika nilai signifikan

> 𝛼 maka Ho diterima dan nilai signifikan < 𝛼 maka Ha diterima.

3.6.1.2 Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan setelah data berdistribusi normal.

Purwanto (2011:177) menyebutkan uji homogenitas bertujuan untuk memastkan bahwa kelompok yang dibandingkan merupakan kelompok yang memiliki varians homogen. Uji homogenitas dapat diuji menggunakan uji F. Data yang digunakan oleh peneliti untuk

(42)

menguji uji homogenitas yaitu nilai pretest pada kelas eksperimen menggunakan program Microsoft 365.

Lestari dan Yudhanegara (2015) menyebutkan langkah-langkah pengujian hipotesis uji F adalah: 1) menentukan hipotesis dalam uraian kalimat dan model statistik, 2) menentukan nilai uji statistik, 3) menentukan nilai kritis, 4) menentukan kriteria pengujian hipotesis dan 5) memberikan kesimpulan.

1. Menentukan hipotesis dalam uraian kalimat dan model statistik.

𝐻0 = tidak ada perbedaan dari beberapa kelompok data (homogen)

𝐻𝑎 = ada perbedaan varian dari beberapa kelompok data (tidak homogen)

Dengan model statistiknya:

𝐻0 : 𝜎 = 𝜎 𝐻𝑎 : 𝜎 ≠ 𝜎

2. Menentukan nilai uji statistik 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 =𝑉𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑡𝑒𝑟𝑏𝑒𝑠𝑎𝑟

𝑉𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛𝑠𝑖 𝑡𝑒𝑟𝑘𝑒𝑐𝑖𝑙 3. Menentukan nilai kritis

𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 =𝐹(∝)(𝑑𝑘1𝑑𝑘2) Keterangan:

dk₁ = derajat kebebasan varians terbesar, dk₁ = n₁ -1 dk₂ = derajat kebebasan varians terbesar, dk₂ = n₂ -1 4. Menentukan kriteria pengujian hipotesis

Jika 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 ≥ 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙, maka 𝐻0 ditolak Jika 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 < 𝐹𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙, maka 𝐻0 diterima 5. Memberikan kesimpulan

3.6.2 Analisis Data Akhir

Analisis data akhir dalam penelitian ini diolah menggunakan program SPSS 23. Analisis data akhir meliputi uji normalitas, uji

Gambar

Gambar Untuk Meningkatkan Keterampilan Berbicara Siswa Kelas III SD  IT Faidlurrahman
Gambar hanya memfokuskan pada penglihatan indera mata  b.  Kurang sempurna dalam kegiatan pembelajaran

Referensi

Dokumen terkait

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Projek Akhir Arsitektur tahap Landasan Teori dan Program dengan judul : Asrama Haji Embarkasi dan Debarkasi Jateng di Boyolali

Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui pemahaman salat dan implementasinya pada terdakwa di rumah tahanan kepolisian resor kota Salatiga

Dengan ini peneliti menyatakan bahwa dalam laporan penelitian ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk penelitian lain atau untuk memperoleh gelar

Untuk membedakan penelitian yang berjudul Teknik Persuasi dan Gaya Bahasa Berdasarkan Struktur Kalimat pada Slogan Iklan dalam Aplikasi Belanja di Google Play

Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui keadaan Kerajaan Siak pada masa pemerintahan sebelum Sultan Assaidis Syarif Hasyim Abdul Jalili Saifuddin, untuk

Sebuah mesin press dilengkapi dengan beberapa alat bantu, diantaranya adalah alat bantu yang berfungsi untuk memperbesar tenaga awal yang diberikan sehingga tenaga

Konsep yang digunakan pada perancangan resort di Kawasan Wisata Girimanik adalah konsep yang mengutamakan keseimbangan antara bangunan dengan lingkungan sekitarnya yang bersifat

Hal ini kemungkinan disebabkan perbedaan cara kerja baik dari obat allopurinol maupun rebusan daun salam, dan bisa juga dosis rebusan daun salam yang mungkin