• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

10 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Peneliatian Terdahulu

Penelitian terdahulu merupakan salah satu dasar untuk dijadikan sumber refrensi untuk melaksanakan penelitian. Fungsi dari penelitian terdahulu ini adalah untuk memperluas dan memperdalam kajian teori, serta sebagai pembanding dalam penelitian yang akan dilaksanakan. Bukan hanya itu saja penelitian terdahulu juga merupakan salah satu inspirasi agar dapat melanjutkan sebuah proses penelitian.21 a. Dari jurnal Ahmad Ridlowi (2018) tentang “Implementasi Dan Problematika

Pembelajaran Kitab Kuning Dengan Arab Pegon”. Hasil dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa adanya problem yang muncul ketika siswa mengkomunikasikan pemahamannya kepada orang lain yang menggunakan Arab Pegon, yaitu: problem gramatika bahasa, penggunaan metode terjemahan kata demi kata, bahasa yang digunakan, kesulitan materi dan kesanggupan untuk memahami pengajaran.

Persamaan penelitian antara yang ditulis oleh Ahmad Ridlowi dengan penelitian ini adalah sama-sama membahas tentang pembelajaran Arab pegon. Dalam pembelajaran tersebut menjelaskan tetang kelebihan dan kelemahan metode Arab pegon. Sedangkan perbedaannya adalah penelitian yang diteliti oleh Ahmad Ridlowi memfokuskan bahasanya terhadap problematika pembelajaran Arab pegon. Lalu penelitian ini memfokuskan bahasannya tentang dampak bahasa Jawa Pegon dalam pembelajaran hadis terhadap pembentukan akhlak santri.

b. Penelitian Zain Almubarok & Darul Qutni (2020) tentang “Bahasa Arab Pegon Sebagai Tradisi Pemahaman Agama Islam Di Pesisir Jawa”. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Arab Pegon sebagai, bahasa yang dapat digunakan untuk mempermudah mempelajari kandungan Al-Qur’an hadis yang berbahasa arab, Arab Pegon sebagai simbol budaya, karena sebagai identifikasi komunikasi pada sistem perilaku simbolis verbal dan non verbal yang memiliki arti dan yang di bagikan diantara anggota kelompok yang saling membagi tradisi, oleh karena itu identitas budaya merupakan produk dari keanggotaan seseorang dalam

21https://www.jopglass.com/penelitian-terdahulu/diakses pada 17 Juni 2020

(2)

11 kelompok memlalui interaksi mereka dalam kelompok budaya mereka, Arab Pegon sebagai simbol masyarakat Islam, sebagai simbol identitas sosial.

Persamaan antara penelitian yang diteliti oleh Zain Almubarok dengan penelitian ini adalah sama-sama membahas tentang pembelajaran metode bahasa Jawa Pegon sebagai bahasa yang dapat digunakan untuk mempermudah mempelajari kandungan Al-Qur’an dan hadis. Sedangkan perbedaan antara penelitian yang diteliti oleh Zain Almubarok dengan penelitian ini adalah peneliti memfokuskan penelitiannya terhadap dampak bahasa Jawa Pegon dalam pembelajaran hadis terhadap pembentukan akhlak santri. Sedangkan penelitian Zain Almubarok membahas tentang Arab pegon sebagai tradisi pemahaman agama Islam di pesisir Jawa.

c. Penelitian Sri Wahyuni (2019) tentang “Pemaknaan Jawa Pegon Dalam Memahami Kitab Kuning Di Pesantren”. Hasil penelitian ini dapat di simpulkan bahwa pembelajaran kitab kuning yang menggunakan makna Jawa Pegon kemungkinan akan sangat berpengaruh pada hasil prestasi belajar siswa.

Persamaan antara penelitian dari Sri Wahyuni dengan penelitian ini adalah sama- sama membahas pengaruh metode bahasa Jawa Pegon terhadap belajar siswa.

Sedangkan perbedaannya dengan penelitian ini adalah penelitian yang ditulis dengan Sri Wahyuni tidak di cantumkan indeks nilai atau pengaruh apa yang di maksud dalam pengaruh prestasi belajar siswa, dan penelitian Sri Wahyuni lebih umum membahas tentang pembelajaran kitab kuning seperti, shorof, nahwu, dan fiqih. Lalu penelitian yang diteliti oleh peneliti lebih memfokuskan bahasannya terhadap dampak bahasa Jawa Pegon dalam pembelajaran hadis terhadap akhlak santri.

B. Kerangka Teoretik 1. Bahasa Jawa Pegon

a. Pengertian Bahasa Jawa Pegon

Huruf Pegon merupakan huruf-huruf arab yang digunakan sebagai tanda atau lambang yang digunakan untuk menandai suatu kata dalam bahasa Arab. Huruf pegon ini tujukan agar, orang yang membaca dalam suatu kalimat mengerti akan makna dan kedudukan dari kata perkata dari kalimat tersebut.22

22 Nilla Shefia, Mumtas Tsaniatuz Zahroh Zamhuri, Farida Nur Afifah. “Pemanfaatan Huruf Pegon Dalam Mempermudah Pembelajaran Nahwu”, Jurnal Seminar Nasional Bahasa Arab Mahasiswa, vol. 5, 2021, hlm.

190

(3)

12 Menurut KBBI huruf pegon merupakan huruf yang berbahasa Jawa, yang ditulis dengan Aksara Arab (huruf hijaiyyah).23 Dan menurut Kromopawiro dalam jurnal Nilla Shefia, yang mengatakan bahwa huruf Pegon berasal dari bahasa Jawa yaitu “Pego” yang memiliki arti “ora lumrah anggone ngucapake” kalimat tersebut bisa diartikan yaitu “tidak lazim ketika diucapkan”.24 Ketidak laziman tersebut dikarenakan aksara pegon secara pakem dalam bahasa Jawa seharusnya ditulis dengan aksaranya sendiri yaitu aksara Jawa.25 Selain itu, tersebut juga dikarenakan penggunaan huruf hijaiyyah tidak diserap secara keseluruhan dengan huruf Pegon, karena terdapat beberapa huruf konsonan yang tidak termasuk dalam huruf hijaiyyah.26 Seperti huruf C, P, G, NY dan NG. Maka dari itu, dilakukan penyesuaian bahasa dengan menambah atau memodifikasi bentuk huruf Pegon, yang dapat menunjukkan huruf konsonan yang belum ada.27

Berikut merupakan contoh-contoh huruf Pegon :

No Huruf Arab Hijaiyah Huruf Pegon Bentuk Huruf Bunyi Bentuk Huruf Bunyi

1

ج

Jim

ݘ

ca

2

ك

Kaf

ڮ

ga

3

ف

Fa

ڨ

pa

4

ن

nun

ڽ

nya

5

ع

ain

ڠ

nga

Tabel 2.1 Tabel Contoh Huruf Pegon

Sedangkan menurut Martin dalam Jurnal Nilla Shefia, Martin mengatakan bahwa Pegon merupakan kajian kegiatan kritis dengan model terjemahan Arab Jawa, dalam upaya pemahaman kitab kuning di pesantren Tradisional sebagai jenggotan (beard ed translation)28. Jadi Bahasa Jawa Pegon merupakan bahasa jawa yang ditulis dengan aksara Arab (hijaiyyah).

23 Ibid, 192

24 Ibid

25 Miftahus Sa’diyah & Rosyid Ridho, “Analisis Kesalahan Fonologis Pada Penulisan Arab Di Dalam Tarjamah Pegon”, Jurnal Prosiding Konferensi Nasional Bahasa Arab, vol. 11, no. 1, 9 Oktober 2021, hlm.

413

26 Ibid

27 Ibid, 193

28 Ibid, 190

(4)

13 Walaupun bahasa Jawa Pegon berasal dari bahasa Jawa, namun bahasa yang diterapkan tidak hanya menggunakan bahasa Jawa saja, melainkan dengan bahasa Indonesia, Sunda, dan bahasa Melayu.29

b. Sejarah Bahasa Jawa Pegon

Polpularitas aksara pegon berkembang pesat sejak berkembangnya Islam di Nusantara, khususnya pada pulau Jawa pada abad XVIII hingga abad XIX.

Berkembangnya Islam di nusantara dibuktikan dengan adanya kesejarahan yang berupa karya-karya intelektual Islam (kitab kuning) yang banyak digunakan di linkungan pesantren, adanya surat perjanjian, korespondesi, prasasti, papan nama, hingga surat kabar yang banyak menggunakan aksara pegon pada masanya.30

Menurut Fikri dalam jurnal Fika ia berpendapat bahwa, munculnya aksara pegon di Nusantara sejak tahun 1400 masehi, yang digagas oleh Raden Rahmat yang sekarang dikenal dengan sebutan Sunan Ampel. Pada abad XVIII hingga abad XIX, aksara pegon dikenalkan kepada masyarakat dengan karya-karya sastra, tembang-tembang, dalam surat menyurat, dan media oleh K.H. Ahmad Rifa’i dan K.H. Sholeh Darat. Beliau-beliau mengenalkan aksara pegon dengan memunculkan karya-karyanya kepada masyarakat untuk menyebarkan agama Islam.31

Islam berkembang di Indonesia atas jasa dakwah para ustadz dengan mendirikan pesantren yang lebih mengedepankan akhlak dan kearifan lokal dan juga berbasis perlawanan sosial atau dengan media penyebar Nasionalisme yang tertuang dalam kitab karyanya dalam bentuk Pegon untuk memudahkan pemahaman santri.32

Oleh karena itu, sejak dulu huruf Pegon telah digunakan oleh masyrakat Indonesia yang berada di pondok pesantren. Huruf pegon digunakan sebagai tanda baca dan juga sebagai penyingkat makna, agar tidak membutuhkan

29 Ibid, 192

30 Miftahus Sa’diyah & Rosyid Ridho, “Analisis Kesalahan Fonologis Pada Penulisan Arab Di Dalam Terjemah Pegon”, Jurnal Prosiding Nasional Bahasa Arab, vol. 11, no. 7, 9 Oktober 2021, hlm. 412

31 Fika Hidayani, “Paleografi Aksara Pegon”, Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam, vol. 8, no. 2, Desember 2020, hlm. 305

32 Fika Hidayani, “Paleografi Aksara Pegon”, Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam, vol. 8, no. 2, Desember 2020, hlm. 103

(5)

14 banyak tempat dalam memberikan makna, serta dapat menghemat waktu untuk mengimbangi terjemahan yang dihafalkan secara langsung oleh ustadz.33

Bukan hanya itu, perjuangan para ustadz terdahulu pada zaman kolonial belanda, melawan aturan-aturan mereka dengan cara berpakaian tidak berjas, tidak berdasi, dan bahkan melarang menggunakan tulisan yang bercorak kolonial seperti bahasa latin, dan bahasa asing atau bahasa non arab. Sehingga, penulisan Pegon/Pego di tradisikan di pesantren dan madrasah non formal hingga kini.34

Maka dari itu, aksara pegon merupakan produk akulturasi budaya Islam dengan masyarakat lokal yang telah dimodifikasi ke dalam bahasa daerah di Nusantara yaitu kedalam bahasa Jawa dan Sunda.35 Dan perkembangan aksara pegon tidaklah terlepas dari peran santri yang belajar di Pondok Pesantren, yang mana mereka memodifikasi tulisan Arab dengan menggunakan bahasa jawa, hal tersebut ditujukan agar mudah melafdzkannya sesuai dengan lidah jawa, sehingga masyrakat yang tidak pandai dalam berbahasa arab dapat mengerti dan memahami ajaran agama Islam dengan menggunakan terjemahan aksara pegon.

c. Pembelajaran Bahasa Jawa Pegon

Aksara Jawa Pegon dibagi menjadi dua macam yaitu pegon berharakat, dan pegon gundhul (tidak berharakat). Dan juga penulisan aksara pegon menggunakan font atau khot (dalam bahasa Arab) yang terkenal seperti khot naskhi, khot tsulutsi, khot riq’i.36 Menurut Piageud dalam jurnal Muhammad Burhanudin, beliau mengatakan bahwa teks Pegon merupakan teks bahasa Jawa yang ditulis dengan Aksara Arab. Teks Jawa Pegon dibagi menjadi dua macam jenis yaitu Pegon Gundhul (tanpa harakat) dan Pegon berharakat.37

Selain itu, Jawa Pegon juga memiliki dua macam bahasa yaitu:

1. Pegon dalam Bahasa Indonesia

33 Ibid, 190

34 Ibid, 103

35 Ibid, 318

36 Miftahus Sa’diyah & Rosyid Ridho, “Analisis Kesalahan Fonologis Pada Penulisan Arab Di Dalam Tarjemah Pegon”, Jurnal Prosiding Konfensi Nasional Bahasa Arab, vol. 11 no. 7, 9 Oktober 2021, hlm. 414

37 Muhammad Burhanuddin, “Nilai Humanisme Religius Syiir Pesantren”, Jurnal Sastra Indonesia, vol. 6 no. 1, 30 Januari 2017, hlm. 36

(6)

15 Pegon dalam bahasa Indonesia yaitu aksara pegon yang menggunakan tulisan Arab, akan tetapi cara melafadzkannya menggunakan bahasa Indonesia. Contoh:

Ilmu itu cahaya

يهاج وتإ ملع

2. Pegon Dalam Bahasa Jawa

Pegon dalam bahasa Jawa yaitu aksara pegon yang menggunakan tulisan Arab, akan tetapi cara melafadzkannya menggunakan bahasa Jawa.

Contoh:

“Bapak Tindak Masjid”

دجسم ءدنت ءافاب

Dibawah ini merupakan contoh dari pegon gundhul (tanpa harakat) dan pegon berharakat:

Gambar 2.1 Contoh Pegon Gundhul

Gambar 2.2 Contoh Pegon Berharakat

(7)

16 Ketika pembaca memperhatikan teks Jawa Pegon, pembaca akan merasakan kejanggalan jika mereka tidak dapat memahami di bawah tulisan tersebut merupakan aksara pegon. Hal tersebut dikarenakan, belum tentu orang yang mampu berbahasa Arab akan mampu memahami aksara pegon. Begitu juga dengan orang yang mampu berbahasa Jawa tanpa dapat memahami huruf Arab (yaitu hijaiyah) juga tidak akan mampu untuk membaca tulisan pegon.38 Sehingga, dalam memahami aksara Jawa Pegon sangat diperlukan pengetahuan tentang huruf-huruf Arab dan Bahasa Jawa. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa aksara pegon merupakan perwujudan dari kulturasi budaya Jawa, dan merupakan terbentuknya budaya Islam baru di luar budaya Arab.39

Selain itu, perbedaan antara huruf pegon dengan huruf arab hijaiyah adalah dilihat dari penggunaan tanda baca. Jika dalam huruf arab mengenal dengan tanda syakl atau harakat, apabila dalam huruf pegon tidak ada tanda baca. Akan tetapi, cara membaca atau vokal huruf pegon menggunakan huruf hijaiyah yaitu, huruf alif, ya’, wawu, setelah huruf konsonannya.40

Huruf Vokal

Latin a i u e o

Huruf Pegon ا ي و ي و

Tabel 2.2 Contoh Huruf Vokal Pegon Huruf Vokal Rangkap/Diftong

Latin ai ai ui

Huruf Pegon يا وا يو

Tabel 2.3 Contoh Huruf Vokal Rangkap

38 Miftahus Sa’diyah & Rosyid Ridho, “Analisis Kesalahan Fonologis Pada Penulisan Arab Di Dalam Tarjamah Pegon”, Jurnal Prosiding Konferensi Nasional Bahasa Arab, Vol. 11 no. 7, 9 Oktober 2021, hlm.

413

39 Ibid

40 Nilla Shefia, Mumtaz Tsaniatuz Zahroh Zamhuri, Firda Nur Afifah, “Pemبanfaatan Huruf Pegon Dalam Mempermudah Pembelajaran Nahwu”, Jurnal Seminar Nasional Bahasa Arab Mahasiswa, Vol. 5 (2021)

(8)

17 Tabel 2.4 contoh huruf konsonan dalam pegon

Menurut Martin Van Bruinessen dalam jurnal Islah Gusmian mengatakan bahwa, dalam adat istiadat alih bahasa, kitab-kitab yang berbahasa Arab dan diterjemahkan kedalam bahasa Jawa Pegon, dikenal dengan sebutan terjemahan gantung, dan dalam kultur pesantren lebih dikenal dengan sebutan makna gundul. Terjemah gantung atau makna gundul tersebut posisinya terletak di bawah baris teks aslinya. Maka dari itu, sebutan makna gundul berawal dari bagaimana santri mengartikan teks asli ke dalam bahasa jawa pegon secara gandul.41 Secara keseluruhan, terjemahan dalam bentuk pegon di Jawa menggunakan model menggantung. Dengan menggunakan model menggantung ini dalam menerjemahkan suatu kitab, memiliki keuntungan tersendiri bagi pembaca, yaitu pembaca dapat mengetahui makna kata per kata dari kalimat yang diterjemahkan.42

Selain itu, dalam bahasa Jawa Pegon terdapat istilah khusus yang dipakai untuk menunjukkan kedudukan kata dalam struktur kalimat.

Misalnya, kata yang berkedudukan sebagai mubtada’ di istilahkan dengan kata utawi’, kata yang berkedudukan khabar di istilahkan dengan kata iku, na’at dan man’ut di istilahkan dengan kata kang, maf’ul bih diistilahkan dengan kata ing, maf’ul mutlaq diistilahkan dengan kata kelawan, fa’il diistilahkan dengan kata sopo.43 Dengan adanya metode dalam membaca

41 Islah Gusmian, “Karakteristik Naskah Terjemahan Al-Qur’an Pegon Koleksi Perpustakaan Masjid Agung Surakatra”, Suhuf: Jurnal Kajian Al-Qur’an dan Kebudayaan, vol. 05 no. 01, 2012, hlm. 63

42 Ibid

43 Ibid

Latin b C d f G h j k l m

Huruf Pegon ب ج د ف ڮ ه ج ك ل م

Latin n P Q r S t v w Y z

Huruf Pegon ن ڨ ق ر س ت ف و ي ز/ذ

Latin kh Sy Th dz gh ng ny

Huruf Pegon خ ش ط ظ غ ڠ ڽ

Huruf Konsonan

(9)

18 huruf bahasa Jawa Pegon, akan memudahkan pembaca dalam mengartikan makna yang terkandung dalam materi tersebut.

Dalam memudahkan pembaca untuk mengartikan makna yang terkandung dalam materi tersebut tidak cukup dengan memahami metode dalam membaca, melainkan harus mengerti tentang kaidah-kaidah yang terkandung dalam aksara Jawa pegon. Berikut merupakan kaidah-kaidah arab pegon dalam bahasa Jawa pegon:44

3. Kaidah-kaidah Aksara Pegon

a. Huruf jim (

ج

) ditambahkan tanda titik tiga di tengah (

ݘ

), dan

dibaca Ca/C

b. Huruf fa (

ف

) ditambahkan tanda titik tiga di atas (

ڨ

), dan dibaca Pa/P

c. Huruf dal (

د

) ditambahkan tanda titik tiga di bawah (

), dan

dibaca Dha

d. Huruf ya (

ي

) ditambahkan tanda titik tiga (

ۑ

), dibaca Nya e. Huruf kaf (

ك

) ditambahkan tanda titik tiga (

ڮ

), dibaca Ga/G f. Huruf ‘ain/ngain (

ع

) ditambahkan tanda titik tiga (

ڠ

), dibaca

Nga/ng

4. Huruf pegon memiliki dua huruf Ha

5. Huruf pegon jika dibaca kasrah, maka ditambah ya (

ي

) yang berbunyi

ي + ت

dibaca ti

يت .

Contoh: “iki” ditulis

يكيإ

6. Huruf pegon dengan tambahan wawu (

و

( yang berbunyi u.

:و + ج وج

dibaca ju. Contoh: “Puji” ditulis

ىجوف

7. Huruf pegon di fathah dan di gandeng (

ي

) dibaca

ل + ي :يأ

Contoh: “karo” ditulis

ورك

Dalam penelitian ini terjemah Pegon yang digunakan dalam materi pembelajaran hadis bertuliskan bahasa Arab, penulisannya dengan Pegon gundhul, dan diucapkannya dengan bahasa Jawa.

44 Miftahus Sa’diyah & Rosyid Ridho, “Analisis Kesalahan Fonologis Pada Penulisan Arab Di Dalam Tarjamah Pegon”, Jurnal Prosiding Konferensi Nasional Bahasa Arab, vol. 11, no. 7, 9 oktober 2021, hlm.

414-415

(10)

19 d. Manfaat Metode Bahasa Jawa Pegon

Manfaat mengkaji kitab dengan tulisan Pegon yaitu pertama, memudahkan mengenal huruf arab dalam menulis dan membaca dari sejak dini hingga tua. Kedua, dapat memahami muatan kitab salaf klasik di era masa lalu beserta dalil nash yaitu dari al-qur’an, qiyas, dan hadis. Ketiga, dapat membantu melestarikan karya leluhur.45

Bukan hanya itu, aksara pegon juga digunakan oleh para santri sebagai sarana untuk memudahkan masyarakat mempelajari ajaran agama Islam.46 Fungsi dari penulisan arab pegon yaitu untuk memberikan kemudahan dan kelancaran santri dalam belajar menulis tulisan Arab serta untuk penguatan nilai-nilai keIslaman.47Akan tetapi lambat laut fungsi dari aksara pegon tersebut berubah, hal ini diungkapkan oleh Pudji Astuti dalam jurnal Fika, ia mengatakan bahwa aksara pegon tidak hanya untuk menyebarkan agama Islam saja melainkan untuk sarana dalam menuliskan sesuatu yang indah seperti, tulisan sastra, tembang-tembang jawa, media, dan surat menyurat, serta penulisan lainnya.48

Berikut beberapa manfaat dari aksara Bahasa Jawa Pegon:49 8. Sebagai Sarana Penulisan Teks Keagamaan

Kedudukan aksara pegon di Nusantara berkaitan erat dengan syi’ar agama Islam. Menurut Muhammed dalam jurnal Fika beliau mengatakan bahwa banyak para ulama yang menggunakan aksara pegon untuk menyebarkan agama Islam dikalangan masyarakat Indoneisa.

Selain itu, menurut Koentjaraningrat dalam jurnal Fika, beliau berpendapat bahwa aksara pegon juga digunakan pada kesustraan Jawa yang bersifat agama Islam.

45 Moh. Rosyid, “Kitab Pegon Dan Penanaman Prinsip Dasar KeIslaman: Studi Kasus Kampung Santri Tarjumah di Tambangsari, Pati, Jawa Tengah”, Al-tsaqafa: Jurnal Ilmiah Peradaban Islam, vol. 17, no. 1, 2020. Hlm. 104

46 Fika Hidayani, “Paleografi Aksara Pegon”, Jurnal Sejarah dan Kebudayaan Islam, vol. 8, no. 2, Desember 2020, hlm. 314

47 Miftahus Sa’diyah & Rosyid Ridho, “ Analisis Kesalahan Fonologis Pada Penulisan Arab Di Dalam Tarjamah Pegon,”, Jurnal Prosiding Konferensi Nasional Bahasa Arab, vol. 11, no. 7, 9 Oktober 2021, hlm.

414

48 Ibid

49 Ibid, 315-317

(11)

20 9. Sebagai Sarana Penulisan Teks Sastra

Dalam beberapa teks aksara pegon, telah banyak ditemukan karya sastra yang teks nya berupa kalimat prosa maupun puisi.

Misalnya pada naskah layang carios samud kagungan Kraton Kacirebonan, carub kandha carang status, waosan bujang genjong.

Berikut merupakan contoh kutipan teks pada naskah waosan bujang genjong, naskah tersebut berisi tentang seorang laki-laki yang bernama Bujang Genjong yang dikisahkan mengenai perjodohannya yang merupakan cerminan dari perjalanan menuju Allah SWT.

Dibawah ini merupakan contoh teks kutipan Bujang Genjong:

Kasmaran Kasmaran

Dwitara lingsirwengi Menunggu datangnya malam Sirep kabeh wong sedesa Terpengaruh semua orang satu

desa

Ararasan ki bujang mangko Sedikit malas ki bujang nanti

10. Sebagai Sara Menulis Surat

Aksara pegon juga digunakan sebagai media komunikasi yang berupa surat pribadi ataupun sebuah dokumen resmi kerajaan. Hal ini, seperti surat yang dikirim oleh pangeran Aria Cirebon kepada Direktur jendral Pan Horen yang berkuasa di Batavia.

Berikut merupakan contoh teks yang ditulis oleh pangeran Aria kepada Direktur Jendral Pan Horen:

“Hamba Tuanku malum kiranya akan hal hamba Tuanku telah sampailah ke Negeri Carbon antara berapa hari hamba Tuanku lalu ke Dermayu serta Peter Carbon mengerjakan dan menyuruh membawa balik rakit dua itu dengan suka hati, hamba sendiri Tuanku sendiri menghadapi pekerjan itu hamba Tuanku sangetlah suka mendengar warta rakit. Dua itu telah sampailah ke bawah kadam Tuanku dengan sepurnanya”

11. Sebagai Sarana Penulisan Teks Mantra, Rajah, dan Lainnya

(12)

21 Selain digunakan untuk menyebarkan agama Islam, aksara pegon juga digunakan untuk menulis teks mantra, rajah, primbon dan lain-lain. Hal ini seperti didalam kitab Teramba. Kitab yang ditulis sekitar abad ke-19 yang berbentuk puisi sejumlah 177 halaman, yang berisi tentang mantra-mantra untuk pengobatan, baik pengobatan secara fisik ataupun pengobatan secara non fisik, seperti hal nya tentang kekuasaan, perjodohan, dan meramal sifat orang.

e. Dampak Bahasa Jawa Pegon

Kehadiran aksara pegon di Nusantara sangatlah erat kaitanya dengan syiar-syiar agama Islam. Hal itu dibuktikan dengan adanya aksara pegon yang terdapat dalam kitab-kitab Intelektual Islam, yang mana dengan adanya metode bahasa jawa pegon ini dalam kitab-kitab intelektual Islam seperti kitab-kitab hadis, kitab tafsir, kitab-kitab kuning yang terdapat di pesantren menjadikan budaya pesantren yang semakin kuat, dengan adanya metode bahasa Jawa pegon yang didalam kitab tersebut akan menjadikan santri lebih memahami dan menela’ah makna yang terkandung dalam kitab tersebut. Karena pesantren masih dianggap lembaga pendidikan yang membawa keberhasilan dalam pencapaian keberhasilannya dalam belajar mengajar bahasa Arab.50

Dalam penelitian ini, melalui observasi, pengamatan, dan wawancara, bahasa Jawa Pegon ini dijadikan metode pembelajaran pelajaran hadis di Rumah Tahfidz Hj. Siti Thoyyibatun.

2. Pengertian Pembelajaran Hadis a. Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran berawal dari kata “ajar” yang berarti “petunjuk”. Yang mana petunjuk tersebut diberikan kepada orang-orang agar dapat diketahui (diturut).

Pembelajaran memiliki makna yaitu proses, cara, perbuatan yang menjadikan makhluk hidup untuk terus belajar.51 Sedangkan proses pembelajaran memiliki makna yaitu cara menjaga perubahan dalam suatu kelembagaan antara pendidik

50 Sri wahyuni & Rustam Ibrahim, “Pemaknaan Jawa Pegon Dalam Memahami Kitab Kuning Di Pesantren”, Jurnal Ilmiah Studi Islam, vol. 17, no. 1, 2017, hlm. 12-13

51 Bisri Mustofa, “Analisis Hadid Tentang Proses Pembelajaran Yang Mudah Dan Menyenangkan”, Jurnal Pigur, vol. 02 no. 01, Maret 2017, hlm. 177

(13)

22 dengan pendidik, antara pendidik dengan peserta didik, disuatu lingkungan belajar.52

Istilah pembelajaran merupakan terjemahan dari kata “Instruction”. Menurut Gegne Bringgs dan Wager menyatakan bahwa pembelajaran merupakan serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya sebuah proses belajar pada peserta didik.53 Proses pembelajaran dapat terjadi dimana saja, dan kapan saja, tidak dibatasi oleh jarak, ruang, dan waktu.54

Istilah pembelajaran telah lama dikenal oleh masyarakat luas sejak ditetapkannya Undang-Undang RI nomer 20 Tahun 2003, tentang sistem pendidikan Nasional, yang mana UU tersebut memberikan pengertian tentang pembelajaran dalam Pasal 1 butir 20 yaitu, pembelajaran diartikan sebagai

“proses interaksi antara peserta didik dengan pendidik, dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”.55

Selain itu, makna dari istilah pembelajaran mengacu kepada segala hal kegiatan yang berpengaruh langsung terhadap proses kegiatan peserta didik.

Apabila menggunakan kata “pengajaran” makna tersebut hanya dibatasi pada konteks tatap muka antara guru dengan peserta didik di dalam kelas. Sedangkan dalam istilah “pembelajaran” memiliki makna luas yaitu siswa tidak dibatasi oleh kehadiran guru secara fisik, melainkan sisiwa dapat belajar melalui bahan ajar yang telah disediakan oleh guru, dan guru dapat memainkan peran pentingnya dalam merancang setiap kegiatan pembelajaran.56

Secara Nasional pembelajaran dipandang sebagai sebuah proses interaksi yang melibatkan kompenen-komponen utama dalam kegiatan pembelajaran.

komponen-komponen utama dalam proses pembelajaran yaitu adanya peserta didik, pendidik, dan sumber belajar yang berlangsung dalam suatu lingkungan belajar. 57 Oleh karena itu, yang dikatakan dengan proses pembelajaran adalah suatu sistem yang melibatkan satu kesatuan dalam komponen yang saling

52 Ibid

53 Prof. Dr. Udin S. Winaputra, “Hakikat Belajar Dan Pembelajaran”, Jurnal Teori Belajar dan

Pembelajaran. hlm. 1.19 https://www.pustaka.ut.ac.id/lib/wp-content/uploads/pdfmk/MKDK4004-M1.pdf

54 Ibid

55 Ibid, hlm. 1.1

56 Ibid, hlm. 1.20

57 Aprida Pane & Muhammad Darwis Dasopang, “Belajar dan Pembelajaran”, Fitrah: Jurnal Kajian Ilmu- Ilmu Kesilaman, vol. 03, no. 2 Desember 2017, hlm. 338

(14)

23 berkaitan dan saling berinteraksi untuk mencapai sebuah hasil yang diharapkan secara optimal sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.58

Menurut Trianto dalam jurnal Pane Dasopang, yang menyatakan bahwa pembelajaran adalah sebuah aspek kegiatan yang terikat dan tidak dapat dijelaskan sepenuhnya. Secara sederhana, pembelajaran dapat diartikan juga sebagai kegiatan interaksi yang berkelanjutan antara pengembangan individu dan pengalaman hidup individu.59 Dengan bahasa lain, Trianto juga mengungkapkan bahwa pembelajaran merupakan sebuah usaha sadar dari seorang pendidik untuk membelajarkan peserta didiknya, dengan maksud agar tujuan pembelajaran tersebut dapat dicapai.60

Selain itu, pembelajaran pada hakikatnya merupakan suatu proses, proses bagaimana mengatur, mengorganisasikan lingkungan disekitar peserta didik sehingga, dapat menumbuhkan dan mendorong peserta didik untuk melakukan proses belajar. Oleh karena itu, hakikat dari pembelajaran merupakan sebuah

“pengaturan”. Pembelajaran juga dapat dikatakan sebagai proses memberikan bimbingan atau bantuan kepada peserta didik dalam melaksanakan proses belajar mengajar.61

Pendapat lain mengenai pembelajaran, menurut Hudojo pembelajaran merupakan sebuah kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh dua orang, yaitu oleh pendidik dan peserta didik. Perilaku pendidik adalah mengajar, dan perilaku peserta didik adalah belajar.62 Dan pada hakikatnya, pembelajaran merupakan sebuah kegiatan yang terancang dengan mengkondisikan atau merangsang seseorang agar dapat belajar dengan baik, sehingga dalam kegiatan pembelajaran dapat bermuara terhadap dua kegiatan pokok yaitu bagaimana seseorang dapat melakukan tindakan perubahan tingkah laku dan bagaimana seseorang tersebut melakukan penyampaian ilmu pengetahuan pembelajaran.63 oleh karenanya, makna dari pembelajaran adalah sebuah tindakan eksternal dari belajar.

b. Tujuan Pembelajaran

58 Ibid

59 Ibid

60 ibid

61 Ibid, 337

62 Ibid, 338

63 Ibid

(15)

24 Tujuan pembelajaran merupakan sebuah komponen yang mampu mempengaruhi komponen-komponen lain dalam pengajaran, seperti bahan pelajaran, kegiatan belajar mengajar, pemilihan metode, alat belajar, sumber belajar, dan evaluasi dalam pembelajaran. Oleh karena itu, seorang pendidik tidak dapat mengabaikan sebuah masalah yang terdapat di dalam perumusan tujuan pembelajaran, apabila hendak memprogramkan pengajarannya.64

Tujuan pembelajaran adalah faktor terpenting dalam sebuah proses pembelajaran, dengan adanya tujuan pembelajaran pendidik memiliki pedoman dan sasaran yang akan dicapai dalam sebuah kegiatan belajar mengajar.65 Dan dengan tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan hendaknya, disesuaikan dengan ketersedian waktu pendidik, sarana dan prasarana, serta kesiapan peserta didik dalam pembelajaran.66

Menurut Nata dalam jurnal Pane Dasopang, mengatakan bahwa tujuan pembelajaran dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu:67

12. Tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan secara spesifik oleh pendidik yang bartolak dari materi pelajaran yang akan disampaikan.

13. Tujuan pembelajaran umum, yaitu tujuan pembelajaran yang telah tercantum dalam garis besar pedoman pengajaran yang telah dituangkan dalam sebuah rencana pengajaran yang disiapkan oleh pendidik.

Selain itu, tujuan khusus yang telah dirumuskan oleh seorang pendidik haruslah memenuhi syarat-syarat tertentu yaitu:68

1. Secara spesifik, tujuan pembelajaran mampu menyatukan perilaku yang akan dicapai.

2. Tujuan pembelajaran dapat membatasi keadaan pengetahuan perilaku peserta didik yang diharapkan dapat tercapai (dengan adanya perubahan kondidi peserta didik dan perubahan perilaku peserta didik).

64 Aprida Pane & Muhammad Darwis Dasopang, “Belajar dan Pembelajaran”, Fitrah: Jurnal Kajian Ilmu- Ilmu keIslaman, vol. 03 no. 2, Desember 2017. Hlm. 343

65 Ibid, 342

66 Ibid, 343

67 Ibid, 343

68 ibid

(16)

25 3. Tujuan pembelajaran secara spesifik menyatakan kriteria perubahan perilaku, dalam makna yang menggambarkan standar minimal perilaku yang dapat diterima dengan hasil yang ingin dicapai.

Menurut Hisyam Zaini dalam jurnal Mohammad Asrori mengemukakan bahwa tujuan pembelajaran merupakan “Learning objectives are statement articulating the learning your will achive in your cours” yang artinya adalah tujuan pembelajaran merupakan pertanyaan-pertanyaan yang menyatakan sebuah hasil belajar yang akan dicapai oleh mahasiswa pada mata kuliah tertentu.69

Pendapat Hisyam mengenai tujuan pembelajaran di kuatkan lagi oleh Taksonomi Bloom yang menyatakan bahwa, tujuan pembelajaran dapat dibagi menjadi tiga yaitu: dalam ranah kognitif (penalaran), ranah afektif (nilai dan sikap), ranah psikomotorik (keterampilan gerak fisik).70

1. Ranah Kognitif

Ranah kognitif dalam tujuan pembelajaran mempunyau enam sub yang dimulai dengan yang paling sederhana sampai tahap yang paling kompleks yaitu:71

a) Knowledge (pengetahuan)

Knowledge yaitu kemampuan untuk mengingat pelajaran yang telah dipelajari.

b) Compherension (pemahaman)

Compherension yaitu sebuah kemampuan untuk menangkap pengertian dari suatu penjelasan. Misalnya menerjemahkan sesuatu dengan cara menjelaskan.

c) Application (penerapan)

Application yaitu sebuah kemampuan untuk menggunakan bahan materi ajar yang telah dipelajari kedalam situasi baru dan kongkret atau nyata.

d) Analysis (penguraian)

69 Mohammad Asrori, “ Pengertian, Tujuan dan Ruang Lingkup Strategi Pembelajaran”, Jurnal madrasah, vol. 05 no. 2, Januari-Juni, hlm. 166

70 Ibid, 178

71 ibid

(17)

26 Analysis yaitu sebuah kemampuan untuk memilah dan memilih bahan pada bagian koraponennya, sehingga struktur bahan tersebut dapat dipahami.

e) Synthesis (penyatuan)

Synthesis yaitu sebuah kemampuan untuk menyatukan bagian- bagian yang terpisah, untuk membangun suatu keseluruhan yang utuh.

f) Evaluation (penilaian)

Evaluation merupakan sebuah proses untuk menentukan nilai- nilai dari suatu materi dengan tujuan yang telah ditentukan

2. Ranah Afektif

a) Receiving (penerimaan)

Ketersedian seorang peserta didik untuk mengikuti suatu kegiatan tertentu, seprti contoh musik, teks, dankegiatan belajar mengajar di dalam kelas.

b) Responding (pemberian tanggapan)

Yaitu ketersediaan seseorang untu keikut sertaan secara aktif agar dapat memberikan reaksi kesiapan dalam memberikan respon atau minat

c) Value (penentuan sikap)

Yaitu yang berkaitan dengan nilai yang melekat pada peserta didik atau siswa terhadap suatu peristiwa ataupun tingkah laku.

Contohnya: meningkatkan keterampilan kelompok, d) Organiation (pengorganisasian)

Yaitu dengan cara menggabungkan beberpa nilai yang berbeda- beda sehingga dapat membangun sistem yang konsisten secara internal

2. Ranah Psikomotorik

a) Perception (persepsi)

Sesuatu yang berkenaan dengan panca indra, yaitu untuk menangkap sebuah isyarat yang membimbing aktivitas gerak

b) Set (kesiapat)

(18)

27 Untuk menunjukkan pada kesiapan terhadap sesuatu, dan untuk melakukan tindakan atau kesiapan mental dan fisik untuk melakukan sebuah tindakan

c) Guided Respons (gerakan terbiasa)

Yang berkenaan dengan sebuah kegiatan, dimana peserta didik menjadi terbiasa dengan gerakan dan dengan penuh keyakinan serta kecakapannya

d) Organisation (kreativitas)

Merujuk pada pencitraan pola-pola gerakan baru untuk menyesuaikan situasi tertentu

Dari beberapa uraian diatas mengenai tujuan pembelajaran dan beberapa fungsinya dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan suatu konsep pedagogik yang dapat diartikan sebagai upaya sistematik dan sistemik untuk menerapkan sebuah lingkungan belajar yang dapat menghasilkan potensi belajar yang berkualitas, serta dapat bermuara pada perkembangan dan potensi peserta didik.72

c. Metode Pembelajaran

Menurut Aprida Pane dan Darwis Dasopang metode pembelajaran didefinisikan sebagai cara yang digunakan pendidik untuk menjalankan fungsinya sebagai pendidik, dan juga merupakan alat untuk mencapai tujuan pembelajaran.73 Dan pendapat lain dari Rubini tentang metode pembelajaran, yang menyatakan bahwa metode pembelajaran merupakan cara yang digunakan untuk pendidik dalam menyampaikan bahan pelajaran kepada peserta didik, sehingga dengan adanya metode pembelajaran yang tepat dan sesuai, materi pelajaran dapat dikuasai oleh peserta didik dengan baik dan benar.74

Metode pembelajaran merupakan salah satu unsur dari strategi belajar menagajar yang digunakan oleh guru untuk menciptakan lingkungan belajar dan

72 Prof. Dr. Udin S. Wanaputra, “Hakikat Belajar Dan Pembelajaran”, Jurnal teori belajar dan pembelajaran, hlm. 1.1 https://www.pustaka.ut.ac.id/lib/wp-content/uploads/pdfmk/MKDK4004-M1.pdf

73 Aprida Pane & Muhammad Darwis Dasopang, “Belajar Dan Pembelajaran”, Fitrah: Jurnal Kajian Ilmu- Ilmu KeIslaman, vol. 03 no. 2, Desember 2017, hlm. 345

74 Rubini, “Metode Pembelajaran Berbasis Hadis”, Jurnal Humanika, Th. XVIII, no. 1 Maret 2018, hlm. 49

(19)

28 mengkhususkan aktivitas pendidik dan peserta didik agar telibat dalam proses pembelajaran.75

d. Pengertian Hadis

Hadis merupakan sumber ajaran agama Islam yang kedua setelah Al- qur’an, hadis merupakan ucapan, berbuatan atau penerapan yang dinisbatkan oleh Nabi, segala sesuatu yang ada pada Nabi Muhammad SAW.76 Istilah hadis dikenal dengan kata lain yaitu “khabar” atau berita dan “asar” atau peninggalan.

Akan tetapi, istilah tersebut tidak terlalu terkenal dikalangan muslim.77 Istilah hadis biasanya dikenal dengan segala sesuatu yang mengacu terhadap sesuatu yang terjadi sebelum kenabian.78

Menurut Syahrizal Afandi dalam jurnalnya mengatakan bahwa, hadis merupakan warisan Nabi Muhammad SAW, yang sampai saat ini masih dijadikan pedoman bagi umatnya. Selain itu, hadis juga merupakan bagaian yang tidak dapat dipisahkan dari Al-qur’an sebagai pedoman hidup umat muslim, karena hadis mempunyai kedudukan yang sama dalam mengamalkan ajaran agama Islam.79

Bukan hanya itu, hadis juga merupakan salah satu sumber ilmu Islam, yang memberikan keteladanan baik secara universal ataupun secara pendidikan, dan juga dapat memberikan sumber untuk berbagai kehidupan manusia yang relevan disegala zaman dan segala tempat.80

e. Ruang Lingkup Hadis

Didalam pembelajaran hadis memiliki ruang lingkup yang meliputi: akidah, ibadah, mu’amalah, akhlak, pendidikan dan lain sebagainya. Oleh karena itu, hadis memiliki kedudukan yang posisinya setingkat di bawah Al-qur’an,

75 Aprida Pane & Muhammad Darwis Dasopang, “Belajar Dan Pembelajaran”, Fitrah: Jurnal Kajian Ilmu- Ilmu KeIslaman, vol. 03 no. 2, Desember 2017, hlm. 345

76 Leni Andariati, “Hadis dan Sejarah Perkembangannya”, Diroyah: Jurnal Ilmu Hadis, vol. 04 no. 2, Maret 2020. Hlm. 164

77 Ibid, 154

78 Ibid, 153

79 Syahrizal Afandi, “Kajain Hadis Jibril Dalam Perspektif Pendidikan (Kajian Materi Pembelajaran dan Metode Pembelajaran) Jurnal Penelitian KeIslaman, vol. 15 no. 1, 2019, hlm. 30

80 Maryono, “Kajian Hadis Nabi Dalam Perspektif Pendidikan (Kajian Materi Pembelajaran, Metode Pembelajaran, Hasil Pembelajaran Dalam Hadis Sammillah Wa Kul Biyaminika Riwayat Umar Bin Abi Salamah, Jurnal Al-Fawa’id STAI Ali Bin Abi Thalib Surabaya, vol. IX no. 2, September 2019, hlm. 123

(20)

29 sehingga dapat dijadikan hujjah dan pedoman bagi umat Islam dalam kehidupan sehari-hari.81

f. Pembelajaran Hadis

Pembelajaran hadis mempunyai penekanan sendiri pada ayat-ayat tertentu, hal tersebut diperuntukkan agar dapat mempelajari hadis secara bacaan, pemaknaan, dan pemahaman. Hadis-hadis tersebut memiliki kepentingan bagi perkembangan diri peserta didik, terutama sabagai acuan dalam pembentukan sifat dan perilaku sehari-hari yang sesuai dengan tuntutan syariat agama Islam.82 Oleh karenanya, tidak heran jikalau materi pembelajaran hadis berisikan beragam ayat-ayat hadis dengan penekanan bagi pembacanya, memaknainya, dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.83

Pembelajaran hadis sangatlah identik dengan sebuah teks, sehingga dalam pembelajaran tersebut kerap dilakukan bagaimana agar peserta didik dapat membaca, memahami makna, dan menela’ah kandungan materi hadis tersebut.84 Pembelajaran tersebut dikategorikan sebagai model pembelajaran klasik yang berlangsung lama. Dikarenakan dalam pembelajaran tersebut peserta didik dituntut agar dapat membaca, memahami dan menela’ah makna kandungan hadis. Dalam hal ini, pembelajaran hadis tersebut disebut dengan istilah pembelajaran berbasis student centered.85

Menurut Juliana dalam jurnal Latifah hanum, ia mengatakan bahwa karakteristik pembelajaran hadis di klasifikasikan menjadi dua bagian bentuk pembelajaran yaitu pembelajaran secara tekstual dan pembelajaran secara kontekstual.86 Pembelajaran tekstual merupakan pembelajaran yang menekankan pada aspek teoritis yaitu seperti pembelajaran yang menekankan cara membaca, memaknai teks hadis. Sedangkan pembelajaran secara kontekstual merupakan pembelajaran yang menekankan pada pengaitan materi yang diajarkannya

81 Syahrizal Afandi, “Kajain Hadis Jibril Dalam Perspektif Pendidikan (Kajian Materi Pembelajaran dan Metode Pembelajaran) Jurnal Penelitian KeIslaman, vol. 15 no. 1, 2019, hlm. 30

82 Latifah Hanum, “Pembelajaran Al-Qur’an Hadis Berbasis Kontekstual Di MTS Pendidikan Agama Islam Medan (Studi Kasus Pada Pembelajaran Daring)”, Fitrah: Jurnal Of Islamic Education, vol. 2 no. 1, Januari 2021, hlm. 67

83 Ibid

84 Ibid

85 Ibid

86 Ibid

(21)

30 dengan situasi dunia nyata atau dengan sebuah pengalaman.87 Hal tersebut berguna untuk mendorong peserta didik agar dapat menerapkan materi hadis yang telah di pelajarinya untuk diterapkan di kehidupan sehari-hari.88

Teori pembelajaran hadis yang mendasari pembelajaran kontekstual adalah teori belajar kontruktivisme yang dikembangkan oleh Piage dan Vigotsky. Teori ini mengatakan bahwa seorang pelajar akan mendapatkan pengetahuan dari hasil mengkonstruk informasi-informasi yang dia dapatkan.89 Selain itu, teori kontruktivisme meyakini bahwa apa yang telah didapatkan secara pengajaran atau transfer knowledge, terkadang tidaklah komprehensif dapat dipahami oleh peserta didik, lazimnya peserta didik akan lebih memahami materi tersebut sesuai dengan pengalaman dan pengetahuan yang dirasakannya.90 Maka dari itu, pembelajaran kontekstual menyediakan situasi tersebut agar peserta didik dapat mengkonstruksi pemikiran sendiri melalui pengalaman yang nyata.

g. Metode Pembelajaran Hadis

Ada beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk pembelajaran hadis, diantaranya adalah metode ceramah, metode diskusi, metode tanya jawab, metode demonstrasi, metode pemberian hukuman.91

1. Metode Ceramah

Metode ceramah adalah metode dengan cara penyampaian secara lisan kepada peserta didik untuk menjelaskan suatu materi pelajaran

2. Metode Diskusi

Metode diskusi adalah metode dengan cara penyajian bahan dimana pendidik memberi kesempatan untuk peserta didik mengadakan perbincangan ilmiah yang berguna untuk mengumpulkan suatu pendapat demi memecahkan suatu masalah

3. Metode Tanya Jawab

Metode tanya jawab adalah sebuah metode yang menggunakan format interaksi antara pendidik dan peserta didik guna menunbuhkan rasa ingin tau kepada peserta didik

87 Ibid

88 Ibid

89 Ibid

90 Ibid

91 Rubini, “Metode Pembelajaran Hadis”, Jurnal Humanika, Th. XVIII, no. 1, Maret 2018, hlm. 34-38

(22)

31 4. Metode Bayan

Metode bayan merupakan metode yang digunakan untuk mejelaskan suatu materi pelajaran, dengan penjelasan dan pemahaman yang detail, yang diberikan oleh guru kepada murid, sehingga dari penjelasan tersebut murid dapat memahami apa yang telah disampaikan oleh guru. Pemilihan metode ini didasarkan atas kesesuaian materi pembelajaran. Yang mana, materi tersebut membutuhkan penjelasan yang detail dan lengkap dari seorang guru, selain itu metode ini juga disesuaikan atas jenjang peserta didik demi meningkatkan kemampuannya dalam memahami materi ajar.92

3. Pembentukan Akhlak a. Pengertian Akhlak

Menurut Louis Ma’ruf Al-Yasui akhlak secara bahasa adalah bentuk jama’ dari khulq, secara etimologi yaitu suatu kebiasaan, perilaku, sifat dasar dan perangai.93 Menurut Imam Al-Ghazali, lafad khuluq dan khalqu merupakan dua sifat yang digunakan secara bersamaan. Kata khalqu memiliki arti bentuk lahir, sedangkan makna khuluq yaitu bentuk batin.94Oleh karena itu, hakikat manusia didasari oleh bashar (kasat mata), dan memiliki ruh serta nafs yang didasari dengan adanya bashariah (mata hati), sehingga kekuatan nafs yang didasari dengan bashariah (mata hati) jauh lebih besar dari pada kekuatan jasad yang didasari dengan bashar (kasat mata).95

Menurut Abdullah Salim, makna akhlak secara terminologi adalah sifat yang tumbuh dan menyatu di dalam diri seseorang.96 Dari sifat yang terdapat dalam diri seseorang, dapat menimbulkan sikap dan tingkah laku perbuatan yang ada di dalam diri individu.97 Dari sifat yang terpancar tersebut timbul lah sikap penyabar, sikap penyayang, pemarah, dendam, iri dan

92Sumber ini diperoleh dari informan yaitu, ustadzah rumah tahfidz Hj. Siti Thoyyibatun Malang

93 Siti Halimah, “Upaya Guru Dalam Pembentukan Akhlak Anak Di Raudlotul Baipas Roudhotul Jannah Kota Malang”, Jurnal Dewantara, vol. 1 no. 1, Januari 2019. Hlm. 368

94 Ibid, 368

95 Ibid

96 Ibid

97 Ibid

(23)

32 dengki, yang mana sikap-sikap tercela tersebut dapat menimbulkan putusnya tali silaturrahmi.98

Pengertian akhlak menurut Al-Ghazali, akhlak merupakan ungkapan tentang keadaan yang ada di dalam jiwa seseorang, dari situlah muncul perbuatan yang membutuhkan penelitian dan sebuah pemikiran.99 Dari keadaan itulah, muncul sebuah perbuatan yang baik dan perbuatan yang buruk menurut akal dan syriat agma Islam. Seperti halnya sikap jujur dan adil. Maka sikap tersebut dinamakan sikap yang baik, namun apabila yang muncul merupakan perbuatan buruk, seperti halnya berbohong, maka sikap tersebut merupakan akhlak yang buruk.100

Menurut Husain Al-Habsy akhlak dalam kehidupan sehari-hari yaitu di indentifikasikan sebagai moral atau etika seseorang, yang mana etika atau moral tersebut menunjukkan keadaan situasi batiniah manusia.101 Dan Al- Ghazali berpendapat bahwa akhlak bukanlah sekedar dari sebuah perbuatan, dan bukan juga dari kemampuan untuk berbuat, serta bukan juga dari pengetahuan, melainkan akhlak merupakan gabungan dari situasi jiwa seseorang yang dapat memunculkan sifat dan sikap yang dapat menjadi sebuah kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari.102

Selain itu, Al-Ghazali mengisyaratkan bahwa pijakan baik dan buruk perilaku lahiriah adalah syari’at dan akal.103 Dengan kata lain, untuk melihat apakah akhlak tersebut baik atau buruk haruslah ditelusuri melalui agama dan akal sehat. Oleh karena itu, akal dan syari’at merupakan dua komponen yang saling melengkapi.104 Dan kesempurnaan akhlak menurut Al-Ghazali adalah seluruh tindakan yang tidak hanya bergantung kepada aspek pribadi, akan tetapi ada empat kekuatan di dalam diri seseorang yang menjadi unsur agar terbentuknya akhlak yang baik dan akhlak yang buruk.105 Kekuatan-kekuatan

98 Ibid

99 Ibid

100 Ibid, 368-369

101 Ibid 369

102 Ibid

103 Ibid

104 Ibid

105 Siti Halimah, “Upaya Guru Dalam Pembentukan Akhlak Anak Di Raudlotul Baipas Roudhotul Jannah Kota Malang”, Jurnal Dewantara, vol. 1 no. 1, Januari 2019. Hlm. 369

(24)

33 tersebut yaitu kekuatan ilmu, kekuatan nafsu, kekuatan amarah, dan kekuatan keadilan yang dapat mengimbangi tiga kekuatan tersebut.106

Akhlak buruk pada seseorang secara substansi dapat diubah menjadi akhlak yang baik. Dalam hal ini, Imam Al-Ghazali mengungkapkan bahwa adanya perubahan akhlak yang terdapat di dalam diri seseorang merupakan perilaku yang mungkin, seperti contoh seseorang yang memiliki sifat pemarah akan berubah menjadi sifat yang penyabar.107 Dalam hal tersebut, Al-Ghazali menegaskan lagi bahwa adanya perubahan-perubahan keadaan terhadap ciptaan Allah, kecuali apa yang telah menjadi ketetapan Allah seperti langit dan bintang.108

Selain itu, dalam penyempurnaan akhlak dan pengobatan jiwa, Al- Ghazali mempunyai konsep tentang tazkiyatun nafs. Tazkiyatun nafs yang telah dikonsepkan oleh Al-Ghazali sangat erat kaitannya dengan upaya peningkatan akhlak dan pengobatan jiwa. Tazkitaun nafs adalah upaya untuk pencucian jiwa, dan pembinaan serta peningkatan jiwa untuk menuju kehidupan yang lebih baik lagi, dan cakupan dalam tazkiyatun nafs tidak hanya sebatas pada tathir an-nafs (pencucian diri) saja, melainkan juga pada tanmiyatun an-nafs (menumbuh kembangkan jiwa) ke arah yang lebih baik lagi.109 Oleh karena itu, tazkiyatun nafs sangat erat hubungan nya dengan akhlak dan kejiwaan seseorang, yaitu bagaimana membentuk seseorang agar dapat mempunyai akhlak yang baik, beriman dan bertakwa kepada Allah, serta memiliki keteguhan dalam jiwa nya untuk selalu berpegang teguh kepada syariat-syariat- agama Islam.110

Al-Ghazali dalam teorinya mengungkapkan bahwa badan yang sakit harus diobati dengan obat yang berlawanan seperti contoh apabila sakit panas diobati dengan yang dingin, demikian pula sebaliknya. Dan juga apabila rohani atau jiwa yang sakit. Contohnya orang yang bodoh harus belajar agar dia tidak mengalami kebodohan secara terus menerus, penyakit sombong diobati dengan membatasi keinginan, hal-hal tersebut harus dikerjakan atas

106 ibid

107 Ibid, 370

108 Ibid

109 Ibid

110 Ibid, 374

(25)

34 keinginan dan memaksakan diri, agar hal-hal buruk yang ada pada diri sendiri dapat tertahankan atas kehendak diri kita sendiri.111

Al-Ghazali tidak hanya mengungkapkan tentang teorinya tentang akhlak, melainkan beliau juga mengungkapkan tentang ciri-ciri manusia yang berakhlak mulai yaitu, manusia yang memiliki rasa malu, sedikit menyakiti orang lain, banyak berkata jujur atau benar dalam perkataannya, sedikit bicara banyak bekerja, mengeratkan tali silaturrahmi, tidak memiliki rasa iri dan dengki, tidak penghasut, suka berbuat kebaikan.112

Al-Ghazali menempatkan akhlak tidak hanya sebagai tujuan akhir manusia di dalam perjalanan hidupnya, melainkan akhlak merupakan sebagai alat untuk mendukung fungsi tertinggi dari jiwa manusia dalam mencapai kebenaran yang hakiki, ma’rifat Allah yang terpadapat didalam diri manusia, sehingga manusia dapat menikmati kebahagiaannya.113 Puncak kebahagiaan yang diharap oleh setiap manusia yaitu terukirnya dan menyatunya hakikat- hakikat ketuhanan dalam jiwa setiap manusia, sehingga hakikat-hakikat tersebut berasal dari diri manusia itu sendiri.114 Oleh sebab itu, akhlak sebagai salah satu dari keseluruhan hidup manusia yang tujuannya adalah sebuah kebahagiaan.115

b. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Akhlak

Faktor pembentukan akhlak dipengaruhi oleh dua hal yaitu, faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang merupakan bawaan dari Naluriah seseorang, dan faktor eksternal merupakan faktor dari luar. Berikut ini faktor- faktor yang dapat membentuk akhlak seseorang diantaranya:116

a) Faktor Internal

Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari potensi fisik, Intelektual, dan hati (rohani). Contoh faktor interal adalah faktor pembawaan naluriyah,

111 Ibid, 378

112 Siti Halimah, “Upaya Guru Dalam Pembentukan Akhlak Anak Di Raudlotul Baipas Roudhotul Jannah Kota Malang”, Jurnal Dewantara, vol. 1 no. 1, Januari 2019. Hlm. 376-377

113 Ibid, 369-370

114 Ibid, 370

115 Ibid

116Hestu Nugroho W, “Pembentukan Akhlak Siswa (Studi Kasus Sekolah Madrasah Aliyah Annida Al- Islamy, Cengkaren)”, Jurnal Mandiri: Ilmu Pengetahuan, Seni, dan Teknologi, vol. 02 no. 1, Juni 2018, hlm.

71

(26)

35 yaitu merupakan faktor bawaan dari lahir yang mendorong seseorang untuk melakukan perbuatan. Faktor naluriyah ini disebut tabiat atau naluri

b) Faktor Eksternal

Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar diri seseorang contohnya, memiliki sifat keturunan atau sifat yang dapat diwariskan dari kedua orang tua atau dari keluarga

c. Metode Pembinaan Akhlak

Ada beberapa metode dalam pembinaan akhlak yang sesuai dengan syariat Islam yang dapat dilakukan, yaitu sebagai berikut:117

a. Metode Teladan (uswah) adalah sesuatu yang pantas untuk dijalani, karena mengandung nilai-nilai syariat Islam

b. Metode Pembiasaan (ta’widiah), berasal dari kata biasa. Dalam kamus Bahasa Indonesia kata “biasa” berarti umum atau lazim, dalam hal ini mempunyai makna yaitu suatu hal yang tidak terpisahkan dalam kehidupan sehari-hari

c. Metode Nasehat (mau’izah), yang berarti nasehat terpuji, memotivasi agar dapat melaksanakan suatu hal dengan perilaku yang terpuji d. Metode Cerita (qisah), yang berarti cara menyampaikan suatu materi

dengan bercerita, tentang bagaimana suatu hal bisa terjadi

e. Metode Perumpamaan (amsal), metode ini banyak digunakan dalam al- qur’an dan hadis untuk mewujudkan akhlakul karimah

Akhlak yang baik dapat dimiliki oleh seseorang apabila ia dapat mengembangkan potensi diri, dan mampu mengontrol emosional, syahwat, serta dapat berprilaku adil yang dilandasi oleh syarak.118 Akhlak yang baik adalah semua kehendak dan perilaku seseorang yang dilandasi dengan syarak serta akal murni manusia.119

d. Tujuan Pendidikan Akhlak

117 Ibid, 72

118Nur Hasan, “Elemen-elemen Psikologi Islami Dalam Pembentukan Akhlak”, Jurnal spiritualita, vol. 3 no.

1, Juni 2019. Hlm. 117

119Ibid, 117

(27)

36 Tujuan dari pendidikan akhlak adalah untuk membina manusia menjadi pribadi yang baik serta mampu menjalankan fungsinya sebagai khalifah Allah maupun sebagai hamba Allah SWT. Menjadi manusia yang baik dengan mengikuti akhlak nabi Muhammad SAW, baik kepada diri sendiri maupun kepada orang lain.120

e. Elemen-elemen Psikologi dalam Pembentukan Akhlak

Dalam pembentukan akhlak sangatlah diperlukan beberapa hal yang berkaitan dengan keadaan psikologi manusia, untuk itu ilmu psikologi memiliki beberapa aliran yang didalam nya memaparkan tentang faktor yang dapat mempengaruhi tingkah laku manusia, pertama, aliaran nativisme, yaitu aliran yang menjelaskan tentang faktor yang paling dominan dalam mempengaruhi tingakah laku manusia terhadap pembentukan diri. Faktor nativisme merupakan faktor bawaan yang cenderung mampu mempengaruhi, minat, bakat, dan akal manusia. Kedua, aliran empirisme, yaitu aliran yang sangat dominan dalam pembentukan diri seseorang dengan faktor dari luar, seperti lingkungan sosial, yang dapat memberikan pembinaan dan pendidikan yang diberikan. Ketiga, aliran konvergensi, yang menerangkan tentang pembentukan akhlak yang dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal.121

120 Hestu Nugroho W. “Pembentukan Akhlak Siswa (Studi Kasus Sekolah Madrasah Aliyah Annida Al- Islamy, Cengkaren)”, Jurnal Mandiri: Ilmu Pengetahuan, Seni, dan Teknologi, vol. 02 no. 1, Juni 2018, hlm.

76

121Nur Hasan, “Elemen-elemen Psikologi Islami Dalam Pembentukan Akhlak”, Jurnal spiritualita, vol. 3 no.

1, Juni 2019. Hlm. 114

Gambar

Tabel 2.1 Tabel Contoh Huruf Pegon
Gambar 2.1 Contoh Pegon Gundhul
Tabel 2.2 Contoh Huruf Vokal Pegon  Huruf Vokal Rangkap/Diftong

Referensi

Dokumen terkait

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan syukur Alhamdulilah untuk setiap dan anugrah yang tiada terkira telah diberikan kepada penulis selama ini sehingga dapat melalui proses

Jika anda tidak menggunakan alat untuk jangka waktu yang panjang atau pada malam hari, anda dapat mengubahnya OFF untuk menghemat

Pasir adalah media filter yang paling umum dipakai dalam proses penjernihan air, tetapi tidak semua pasir bisa dijadikan sebagai media filter.. Pemilahan pasir perlu

Kemampuan viabilitas benih cabai lokal yang direndam dengan suspensi Trichoderma harzianum bertujuan untuk melihat kemampuan lama perendaman jamur Trichoderma

Rata-rata persentase aktivitas siswa kelas eksperimen sebesar 70% berkriteria “Cukup”; (3) hasil belajar siswa sebelum penerapan model pembelajaran IPA terintegrasi

Pengadilan Negeri Cianjur yang mengadili perkara pidana pelanggaran Lalu Lintas dengan Acara Pemeriksaan Pelanggaran Lalu Lintas Jalan, telah menjatuhkan putusan terhadap

Belum memberikan perlindungan hukum yang memadai bagi pendonor dan pasien karena kepastian hukum dalam peraturan yang terkait dengan donor hidup belum memenuhi

Berdasarkan hasil penelitian dan uji statistik deskriptif dan inferensial dapat diambil kesimpulan sebagai berikut hasil pengukuran rata-rata tingkat nyeri sebelum