• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERPIKIR, DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka

1. Kemampuan Berpikir Kritis pada Siswa Kelas IV Sekolah Dasar a. Karakteristik Siswa Kelas IV Sekolah Dasar

Seorang guru harus memperhatikan karakteristik siswa sebelum memilih model pembelajaran yang akan digunakan dalam kegiatan pembelajaran. Menurut Piaget, terdapat empat tahap perkembangan kognitif anak, yakni:

1) Tahap sensorimotor (lahir – 2 tahun), pada tahap ini anak mulai mengenal lingkungan disekitarnya dan mulai berperilaku dengan tujuan tertentu.

2) Tahap pra operasional (umur 2 – 7 tahun), pada tahap ini anak mulai menggunakan bahasa dengan menggunakan simbol-simbol untuk mengatakan suatu objek.

3) Tahap operasional konkret (umur 7 – 11 tahun), pada tahap ini anak mampu berpikir secara logis untuk pemecahan masalah.

4) Tahap operasional formal (umur 11 tahun ke atas), pada tahap ini anak sudah mampu mengaplikasikan cara berpikir logis terhadap permasalahan konkret maupun abstrak secara sistematis. (Trianto, 2015: 71)

Usia siswa SD berkisar antara 7-11 tahun. Piaget (Sari, 2014) mengemukakan bahwa “Siswa SD berada pada tahap operasional konkret, yaitu anak sudah memahami hubungan fungsional karena mereka sudah menguji coba suatu permasalahan”. Pada tahap ini anak sudah mampu berpikir konkret dalam memahami sesuatu sebagaimana kenyataannya serta mampu memahami konsep melalui pengamatan sendiri dan lebih objektif. Karakteristik siswa yang berada pada tahap operasional konkret, yaitu siswa dapat mengembangkan pikiran logis. Tingkat ini merupakan permulaan berpikir rasional, berarti siswa memiliki operasi-operasi logis

7 commit to user commit to user

(2)

yang dapat diterapkannya pada masalah-masalah konkret. Apabila menghadapi suatu pertentangan antara pikiran dan persepsi, siswa dalam tahap operasional konkret mampu memilih mengambil keputusan logis.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa karakteristik siswa sekolah dasar kelas IV berada pada usia 7-11 tahun pada tahap operasional konkret yakni siswa dapat berpikir konkret dalam memahami sesuatu sebagaimana kenyataannya, mampu mengonversi angka, serta memahami konsep melalui pengamatan sendiri dan lebih objektif, sehingga apabila pemahaman konsep siswa baik maka pengetahuan atau kognitif siswa juga akan baik dan meningkat. Siswa usia Sekolah Dasar juga telah mampu memilih dan mengambil keputusan logis, mampu berpikir sistematis mengenai benda-benda dan peristiwa- peristiwa yang konkret yang berarti bahwa siswa kelas IV sudah mampu untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritisnya melalui kegiatan pembelajaran melalui tahap menduga, melakukan percobaan, dan membandingkan hasilnya.

b. Hakikat Kemampuan Berpikir Kritis

Berpikir adalah satu hal yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia. Secara umum, berpikir didefinisikan sebagai proses kognitif untuk memperoleh pengetahuan. Liliasari (Erviana, 2016) mengemukakan bahwa kemampuan berpikir dapat dibedakan menjadi berpikir kritis dan berpikir kreatif. Kedua jenis berpikir ini disebut juga sebagai keterampilan berpikir tingkat tinggi. Kemampuan berpikir tingkat tinggi meliputi analisis, sintesis, dan evaluasi. Berpikir kritis merupakan proses mental yang terorganisasi dengan baik dan berperan dalam proses mengambil keputusan untuk memecahkan masalah dengan menganalisis dan menginterpretasikan data. Berpikir kritis adalah bentuk berpikir yang perlu dikembangkan dalam memecahkan masalah, merumuskan kesimpulan, mengumpulkan berbagai kemungkinan, serta membuat keputusan ketika menggunakan semua keterampilan tersebut secara efektif dan tepat. Dewey (Fisher, 2009: 2) menyatakan bahwa commit to user commit to user

(3)

berpikir kritis secara essensial adalah sebuah proses aktif dalam memikirkan berbagai hal secara lebih mendalam, mengajukan berbagai pertanyaan, menemukan informasi yang relevan, dan lain-lain daripada menerima berbagai hal dari orang lain. Glaser menegaskan bahwa kemampuan berpikir kritis menuntut upaya keras untuk memeriksa setiap keyakinan atau pengetahuan pemikiran asumtif berdasarkan bukti pendukungnya dan kesimpulan lanjutan yang diakibatkannya (Fisher, 2009: 3).

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan berpikir tingkat tinggi secara aktif dan mendalam yang menuntut upaya keras untuk memeriksa setiap keyakinan dan pengetahuan asumtif dengan bukti yang kredibel.

Glaser menyatakan indikator-indikator berpikir kritis adalah sebagai berikut.

1) Mengenal masalah.

2) Menemukan cara-cara yang dapat dipakai untuk menangani masalah- masalah itu.

3) Mengumpulkan dan menyusun informasi yang diperlukan.

4) Mengenal asumsi-asumsi dan nilai-nilai yang tidak dinyatakan.

5) Menganalisis data.

6) Mengenal adanya hubungan yang logis antara masalah-masalah.

7) Menarik kesimpulan-kesimpulan dan kesamaan-kesamaan yang diperlukan

8) Menguji kesamaan-kesamaan dan kesimpulan-kesimpulan yang seseorang ambil.

9) Membuat penilaian yang tepat tentang hal-hal dan kualitas- kualitas tertentu dalam kehidupan sehari-hari (Erviana, 2016).

Ennis (1993) mengidentifikasi kemampuan berpikir kritis menjadi lima indikator sebagai berikut:

1) Memberikan penjelasan serderhana, yaitu: a) memfokuskan pertanyaan; b) menganalisis argument. commit to user commit to user

(4)

2) Membangun keterampilan dasar, yaitu: a) menilai kredibilitas atau sumber; b) mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi.

3) Menyimpulkan, yaitu: a) membuat deduksi dan mempertimbangkan hasil induksi; b) membuat dan mempertimbangkan nilai keputusan.

4) Membuat penjelasan lebih lanjut, yaitu: a) membuat definisi dari suatu istilah; b) mengidentifikasi asumsi.

5) Mengatur strategi dan taktik, yaitu; a) memutuskan suatu tindakan;

b) berinteraksi dengan orang lain (Jayasari, 2018: 34-36).

Indikator kemampuan berpikir kritis dalam penelitian ini mengacu pada pendapat Ennis (1993), yaitu: (1) Siswa mampu memberikan penjelasan sederhana dengan baik; (2) Siswa mampu membangun keterampilan dasarnya; (3) Siswa mampu membuat kesimpulan berdasar percobaanya; (4) Siswa mampu memberikan penjelasan lanjut; (5) Siswa mampu menemukan dan mengatur strategi dan teknik dalam percobaan.

2. Hasil Belajar IPA tentang Sifat Cahaya a. Hasil Belajar

Setiap proses pembelajaran menuntut adanya perubahan yang berupa hasil belajar siswa. Susanto (2013: 5) menyatakan makna hasil belajar yaitu perubahan-perubahan yang terjadi pada diri siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik sebagai hasil dari kegiatan belajar. Selain itu, Nawawi (Susanto, 2013: 5) menyebutkan bahwa hasil belajar dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam memperlajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam skor yang didapatkan dari hasil tes mengenal sejumlah materi pelajaran tertentu. Woordworth juga menerangkan bahwa hasil belajar adalah kemampuan aktual yang diukur secara langsung. Dari hasil pengukuran inilah yang akhirnya dapat diketahui seberapa jauh tujuan pembelajaran telah tercapai (Majid, 2017: 28).

Berdasarkan paparan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah perubahan yang terjadi pada diri siswa, baik yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik sebagai hasil dari commit to user commit to user

(5)

kegiatan belajar yang dapat digunakan untuk mengukur keberhasilan pembelajaran yang dinyatakan dengan skor dari hasil.

b. Hakikat Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) di Sekolah Dasar

Pembelajaran IPA adalah sarana bagi siswa untuk mempelajari diri sendiri dan lingkungannya. Susanto (2013: 170) menyatakan bahwa pembelajaran IPA adalah pembelajaran berdasarkan proses yang dapat menumbuhkan sikap ilmiah siswa terhadap konsep-konsep IPA yang diterapkan melalui pemberian pengalaman secara langsung. Melalui pengalaman tersebut siswa akan menemukan dan membangun pengalaman terhadap konsep IPA yang meliputi discovery, inkuiri, dan kontruktivisme, sehingga diharapkan dapat menumbuhkan sikap ilmiah siswa dan aktivitas pembelajaran yang baik. Sejalan dengan pendapat di atas, Samatowa (2006: 12) mengemukakan bahwa pembelajaran IPA ialah pembelajaran yang menggunakan pengalaman langsung yang memegang peranan penting sebagai pendorong lajunya perkembangan kognitif siswa.

Susanto (2013: 170) menyatakan bahwa kegiatan dalam pembelajaran IPA akan mendapatkan pengalaman langsung melalui pengamatan, diskusi, dan penyelidikan sederhana. Pembelajaran yang demikian dapat menumbuhkan sikap ilmiah siswa yang diindikasikan dengan merumuskan masalah dan menarik kesimpulan sehingga siswa mampu berpikir kritis melalui pembelajaran IPA.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran IPA merupakan proses yang dapat menumbuhkan sikap ilmiah siswa yang diterapkan melalui pemberian pengalaman secara langsung dalam meningkatkan afektif, kognitif, dan psikomotorik siswa melalui langkah metode ilmiah, cara berpikir, pengamatan, diskusi, dan penyelidikan sederhana dalam kehidupan sehari-hari atau learning by doing bukan hanya menghafal agar dapat menumbuhkan sikap ilmiah, aktivitas siswa, serta kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran IPA

commit to user commit to user

(6)

Menurut Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) tahun 2006, pembelajaran IPA di Sekolah Dasar dimaksudkan untuk: (1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaan-Nya, (2) Mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari (3) Mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi dan masyarakat, (4) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan, (5) Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga dan melestarikan lingkungan alam, (6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan, serta (7) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep dan keterampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP/MTs. Berdasarkan tujuan tersebut dapat disimpulkan bahwa tujuan pembelajaran IPA adalah mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep IPA, menumbuhkan ketrampilan dan kemampuan dalam memecahkan masalah, menanamkan kebiasaan untuk berpikir analitis induktif dan deduktif, membuat keputusan dengan mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan pemahaman konsep-konsep IPA.

Materi pokok yang akan digunakan dalam penelitian ini akan dilakukan pada pembelajaran IPA kurikulum 2013. Pembelajaran yang digunakan terdapat pada tema 4 (Pahlawanku), subtema 1 (Pejuangan Para Pahlawan), pembelajaran 1 dan 3, dan kompetensi dasar 3.7 dan 4.7.

Berikut pemetaan kompetensi dasar dan indikator yang akan digunakan dalam penelitian.

commit to user commit to user

(7)

Tabel 2.1. Kompetensi Dasar dan Indikator Penelitian

Sumber:Buku Guru Tema 4 Pahlawanku dikembangkan oleh peneliti Adapun materi yang akan dipelajarai selama penelitian adalah materi pokok yang sesuai dengan KD dan indikator di atas, yaitu sifat-sifat cahaya yang mencakup: 1) Cahaya merambat lurus; 2) Cahaya menembus benda bening; 3) Cahaya dapat dipantulkan; 4) Cahaya dapat dibiaskan; 5) Dispersi cahaya.

Berdasarkan uraian pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa hasil belajar IPA pada penelitian ini adalah perubahan yang terjadi pada diri siswa yang menyangkut aspek kognitif sebagai hasil dari pembelajaran IPA yang digunakan untuk mengukur keberhasilan pembelajaran yang dinyatakan dengan skor dari hasil tes pada tema pahlawanku tentang sifat-sifat cahaya.

3. Model Pembelajaran Predict-Observe-Explain (POE)

Model pembelajaran di SD khususnya sangat bervariatif dan banyak sekali. Winataputra menyatakan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang menggambarkan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi guru dalam merencanakan dan melaksanakan aktivias pembelajaran (Sugiyanto, 2009: 3). Sejalan dengan pendapat di atas, Arends (Trianto, 2010: 22) mengemukakan pendapatnya,

“The term teaching model refers to a particular approach to instruction that

Kompetensi Dasar Indikator

3.7

4.7

Menerapkan sifat-sifat

cahaya dan

keterkaitannya dengan indera penglihatan.

Menyajikan laporan hasil percobaan tentang sifat- sifat cahaya.

3.7.1

3.7.2

4.7.1 4.7.2

Mengidentifikasi sifat-sifat cahaya dan keterkaitannya dengan indera penglihatan berdasarkan hasil percobaan sederhana.

Menjelaskan sifat-sifat cahaya terkait dengan cakram warna.

Mengkomunikasikan hasil percobaan dengan detail.

Membuat laporan hasil percobaan tentang cakram warna kaitannya dengan sifat cahaya.

commit to user commit to user

(8)

includes its goals, syntax, environment, and management syatem.” yang artinya bahwa model pengajaran mengarah pada satu pendekatan pembelajaran tertentu termasuk tujuannya, sintaksnya, lingkungannya, dan sistem pengelolaanya. Huda (2014: 73) mengemukakan pendapatnya bahwa model pembelajaran dirancang untuk mencapai tujuan tertentu, mengajarkan konsep-konsep, cara-cara berpikir, dan studi nilai-nilai sosial yang melibatkan siswa untuk terlibat aktif dalam aspek kognitif dan sosial.

Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah pola yang menggambarkan langkah yang sistematis dalam mengorganisasikan pembelajaran yang mempertimbangan tujuannya, sintaksnya, lingkungannya, dan hal lainnya guna mencapai tujuan pembelajaran yang mengajarkan siswa memperoleh konsep, cara-cara berpikir, nilai-nilai sosial, informasi, keterampilan, ide, dan berekspresi.

Indrawati dan Setiawan (2009: 45) menjelaskan bahwa “POE adalah singkatan dari Predict-Observe-Explain”. Herlina (2013) menyebutkan bahwa POE pertama kali diperkenalkan oleh White dan Gunstone pada tahun 1995 dalam bukunya Probing Understanding. POE dinyatakan sebagai strategi yang efisien untuk memperoleh dan meningkatkan konsepsi IPA siswa.

Strategi ini mensyaratkan prediksi perserta didik, lalu peserta didik melakukan eksperimen untuk mencari tahu kecocokan atau ketidakcocokan antara hasil pengamatan dengan prediksinya. POE dapat membantu siswa mengekplorasi dan meneguhkan gagasannya, khususnya pada tahap prediksi dan pemberian alasan. Tahap observasi dapat memberikan situasi konflik pada siswa berkenaan dengan prediksi awalnya, tahap ini memungkinkan terjadinya rekonstruksi dan revisi gagasan awal. Selanjutnya, siswa memberikan penjelasan lanjut pada tahap eksplanasi.

Widyaningrum (Sari, 2014) mengemukakan bahwa model POE merupakan rangkaian proses pemecahan masalah yang dilakukan oleh siswa melalui tahap prediksi atau membuat dugaan awal (predict), pengamatan atau pembuktian dugaan (observe), serta penjelasan terhadap hasil pengamatan (explain). Ozdemir menyatakan bahwa POE dapat meningkatkan pemahaman commit to user commit to user

(9)

konsep IPA siswa. Model ini dapat digunakan untuk menggali pengetahuan awal siswa, memberikan informasi kepada guru mengenai kemampuan berpikir siswa, mengkondisikan siswa untuk melakukan diskusi, memotivasi siswa untuk mengeksplorasi konsep yang dimiliki, dan membangkitkan siswa untuk melakukan investigasi (Sari, 2014).

Pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat White dan Gunstone (Sari, 2014) yakni bahwa POE memuat tiga tahapan yang meliputi prediksi, observasi dan eksplanasi. Model POE merupakan model pembelajaran yang dikembangkan dalam pendidikan IPA konstruktivisme. Pembelajaran dengan menggunakan model POE sesuai dengan karakteristik siswa SD yakni senang bermain, bergerak, bekerja dalam kelompok, dan merasakan atau melakukan/memperagakan sesuatu secara langsung. Pembelajaran dengan menggunakan model POE memungkinkan siswa berpindah atau bergerak dan bekerja atau belajar dalam kelompok, mengandung unsur permainan, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk terlibat langsung dalam pembelajaran. Sari (2014) mengemukakan pembelajaran dengan model POE menggunakan 3 langkah utama yaitu sebagai berikut.

1) Prediction (prediksi)

Prediction (prediksi) adalah merupakan suatu proses membuat dugaan terhadap suatu fenomena. Guru memulai pembelajaran dengan menghadapkan para pembelajar dengan seperangkat alat dan bahan percobaan, kemudian guru menjelaskan apa saja yang harus dilakukan terkait peralatan tersebut (Suyono dan Hariyanto, 2014: 41). Para siswa kemudian membuat suatu prediksi mengenai apa yang dapat terjadi maupun hasil apa yang akan diperoleh dengan bereksperimen menggunakan alat dan bahan tersebut. Dalam membuat dugaan siswa sudah memikirkan alasan mengapa siswa membuat dugaan seperti itu.

Dalam proses ini siswa diberi kebebasan seluas-luasnya menyusun dugaan dengan alasannya.

commit to user commit to user

(10)

2) Observation (observasi)

Observation (observasi) yaitu melakukan penelitian atau percobaan sederhana dan kemudian mengamati apa yang terjadi. Siswa melakukan percobaan untuk menguji kebenaran prediksi yang mereka sampaikan dan mengamati apa yang terjadi saat percobaan. Bagian terpenting dalam tahapan ini yaitu konfirmasi atas prediksi mereka. Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengalami sendiri segala sesuatunya dan memperoleh hikmah pembelajarannya sendiri dan mengalami sendiri segala sesuatunya. (Suyono dan Hariyanto, 2014: 41).

Dengan melakukan percobaan (eksperimen) pada tahap observe, pembelajaran terjadi by doing science yang melibatkan siswa secara langsung dengan mengaktualisasikan diri ke dalam pengalaman nyata.

Siswa akan belajar sebaik-baiknya dengan mengalami sendiri segala sesuatu, “we learn best by experiencing things for ourselves” (Suyono dan Hariyanto 2014: 41). Proses pembelajaran IPA yang demikian akan menumbuhkan sikap ilmiah siswa yakni menumbuhkan rasa ingin tahu yang tinggi serta melatih keterampilan berpikir kritis.

3) Explanation (eksplanasi)

Explanation (eksplanasi) yaitu pemberian penjelasan terutama tentang kesesuaian antara dugaan dengan hasil eksperimen dari tahap observasi. Eksplanasi adalah kelompok mencoba melakukan dekonstruksi hasil percobaan dan menjelaskan mengapa hal yang didemonstrasikan tersebut terjadi (Suyono dan Hariyanto, 2014: 42).

Tahap ini membangkitkan diskusi baik antara siswa dengan siswa maupun antara siswa dengan guru. Proses yang terjadi pada tahap ini juga mengembangkan penalaran siswa dan cara berpikir siswa. Pada tahap explain juga mendorong siswa untuk memperoleh dan memahami pengetahuannya sendiri yang bermula dari gagasan yang dimiliki siswa.

Liew (2004) menjelaskan bahwa aktivitas guru dan siswa dalam model pembelajaran POE dapat dijelaskan dalam tabel 2.2 berikut ini (Sari, 2014).

commit to user commit to user

(11)

Tabel 2.2 Aktivitas Guru dan Siswa dalam Pembelajaran Model POE Langkah

Pembelajaran Aktivitas Guru Aktivitas Siswa Tahap 1

Meramalkan (Predict)

Memberikan

apersepsi terkait materi yang akan dibahas.

Membuat dan mengajukan hipotesis bedasarkan permasalahan yang diambil dari pengalaman siswa atau buku panduan yang memuat suatu fenomena terkait materi yang akan dibahas.

Tahap 2 Mengamati

(Observe)

Sebagai fasilitator dan mediator apabila siswa mengalami kesulitan.

Mengobservasi dengan melakukan eksperimen atau percobaan berdasarkan permasalahan yang dikaji dan mencatat hasil pengamatan untuk direfleksikan satu sama lain.

Tahap 3 Menjelaskan

(Explain)

Memfasilitasi

jalannya diskusi apabila siswa mengalami

kesulitan.

Mendiskusikan fenomena yang telah diamati serta membandingkan hasil observasi dengan hipotesis sebelumnya.

Mempresentasikan hasil observasi di kelas dan kelompok lain memberikan tanggapan, sehingga diperoleh kesimpulan dari permasalahan yang sedang dibahas.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran Predict-Observe-Explain (POE) adalah model pembelajaran yang dikembangkan dalam pendidikan IPA kontruktivisme yang efisien untuk memperoleh dan meningkatkan pemahaman konsep IPA siswa serta kemampuan berpikir siswa. Langkah-langkah dalam penggunaan model pembelajaran POE adalah: (1) Predict (memprediksi) yaitu siswa memberikan hipotesis dari materi yang akan dibahas; (2) Observe (mengobservasi) atau dapat dikatakan sebagai kegiatan percobaan sederhana kemudian dibandingkan dengan hasil hipotesis yang diajukan; (3) Explain (menjelaskan) yaitu mempresentasikan hasil observasi dan memberikan alasan dan asumsi yang valid dan dapat dipercaya dengan menggunakan sumber yang kredibel. Aktivitas guru dalam proses pembelajaran adalah sebagai mediator dan fasilitator, sehingga semua pengetahuan dibangun commit to user commit to user

(12)

sendiri oleh siswa, sedangkan aktivitas siswa dilaksanakan menurut tiga langkah dalam pembelajaran, yaitu memprediksi, melakukan percobaan, dan menjelaskan hasil dan alasan.

a. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran POE 1) Kelebihan Model Pembelajaran POE

Kearney mengemukakan bahwa keuntungan terbesar dari penggunaan POE yaitu ketika POE digunakan sebagai alat untuk mengidentifikasi kemampuan dan konsep awal pemahaman siswa.

POE membantu guru merancang pembelajaran selanjutnya untuk mencapai tujuan pembelajaran pada pertemuan berikutnya sesuai dengan kemampuan siswa. Jika diskusi diantara siswa digunakan semestinya pada langkah model pembelajaran POE, maka pembelajaran menjadi lebih efektif untuk memfasilitasi kematangan konsep siswa (Sari, 2014). Warsono dan Hariyanto (2012: 93) menjelaskan manfaat yang diperoleh dari implementasi model pembelajaran POE yaitu: a) Dapat menggali gagasan awal siswa; b) Dapat memberikan informasi kepada guru tentang pemikiran siswa; c) Dapat membangkitkan diskusi baik antara siswa dengan siswa maupun antara siswa dengan guru; d) Dapat memberikan motivasi kepada siswa untuk menyelidiki konsep yang belum dipahami; e) Dapat membangkitkan rasa ingin tahu dan minat siswa untuk menyelidiki. Senada dengan pendapat di atas, Ozdemir (Sari, 2014) menyatakan bahwa POE dapat meningkatan pemahaman konsep siswa, menggali pengetahuan awal siswa, mengetahui kemampuan berpikir kritis siswa, serta membangkitkan minat dan motivasi siswa untuk mengembangkan konsep yang mereka miliki.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kelebihan penggunaan model pembelajaran POE yaitu: a) Mendeteksi kemampuan/gagasan awal siswa; b) Mengetahui kemampuan berpikir siswa; c) Membangkitkan diskusi dalam kelas yang baik;

commit to user commit to user

(13)

d).Memberikan motivasi siswa; e) Membangkitkan minat dan rasa ingin tahu siswa.

2) Kekurangan Model Pembelajaran Predict-Observe-Explain (POE) Sukendar mengemukakan beberapa kelemahan dalam penggunaan model pembelajaran POE yaitu: a) Memerlukan persiapan yang lebih matang, terutama berkaitan penyajin persoalan IPA dan kegiatan eksperimen yang akan dilakukan untuk membuktikan prediksi yang diajukan siswa; b) Memerlukan peralatan, bahan-bahan, dan tempat yang memadai; c) Memerlukan kemampuan dan keterampilan yang khusus bagi guru, sehingga guru dituntut untuk bekerja lebih professional; d) Memerlukan kemauan dan motivasi guru yang bagus untuk keberhasilan proses pembelajaran didik (Herlina, 2013).

Restami, Suma, & Pujani (2013) menyebutkan kekurangan dari model pembelajaran POE adalah: (a) Memerlukan peralatan, bahan- bahan, dan tempat yang memadai; (b) Memerlukan kemampuan dan keterampilan khusus dari guru; (c) Memerlukan keamanan dan motivasi guru untuk keberhasilan pembelajaran.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan kekurangan dari penggunaan model pembelajaran POE yaitu: 1) Memerlukan alat, bahan, dan tempat yang memadai; 2) Memerlukan kemampuan dan keterampilan khusus dari guru; 3) Memerlukan keamanan dan motivasi dari guru.

Menurut beberapa pendapat tentang kelebihan dan kekurangan model pembelajaran Predict-Observe-Explain (POE) di atas, maka kelebihan model tersebut dapat dioptimalkan dalam meningkatkan pembelajaran IPA khususnya untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan hasil belajar IPA di kelas IV Sekolah Dasar, sedangkan kekurangan model Predict-Observe-Explain (POE) dapat di atasi dengan penggunaan alat dan bahan praktikum yang mudah didapatkan di sekitar kita dan guru

commit to user commit to user

(14)

lebih memperlajari serta mempersiapkan pembelajaran, baik penguasaan materi, langkah model, serta alat bahan pembelajaran.

B. Kerangka Berpikir

1. Pengaruh Model Pembelajaran POE (Predict-Observe-Explain) terhadap Kemampuan Berpikir Kritis Siswa

Karakteristik siswa kelas IV Sekolah Dasar berada pada tahap operasional konkret yaitu mampu memahami sesuatu sebagaimana kenyataannya, memahami konsep melalui pengamatan sendiri, lebih objektif, serta mampu memilih dan mengambil keputusan logis serta berpikir sistematis sehingga pembelajaran IPA SD yang baik adalah lebih menekankan pada pemberian pengalaman langsung kepada peserta didik tidak hanya terpaku pada penyampaian materi oleh guru. Dengan demikian, pembelajaran dapat melatih kemampuan berpikir siswa termasuk kemampuan berpikir kritisnya.

Model POE dapat memberikan sumbangan pada kemampuan berpikir kritis yang memiliki indikator yaitu memberikan penjelasan dasar, membangun keterampilan dasar, menyimpulkan, memberikan penjelasan lanjut, dan mengatur strategi dan teknik. Pada tahap predict (memprediksi) siswa dilatih untuk membuat hipotesis dan menjelaskan alasan penulisan hipotesis tersebut.

Ini melatih siswa dalam memberikan penjelasan dasar. Selanjutnya, tahap observe (mengobservasi atau melakukan percobaan) siswa dibiasakan untuk membangun keterampilan dasar yakni mampu mencari sumber yang kredibel dan mempertimbangkan hasil observasi serta siswa memilih strategi dan teknik yang tepat dalam percobaan. Pada tahap explain (memberikan penjelasan) siswa dibiasakan untuk memberikan penjelasan lanjut dari apa yang diteliti dan membandingkan hipotesis serta hasil observasi. Hal tersebut didukung oleh pendapat Sreerekha & Sankar (2016) yang menyatakan, “This strategy focuses on linking students existing ideas and beliefs relevant to a situation and exploring the appropriateness of these ideas and beliefs”. Maksudnya adalah model POE menfokuskan pada kegiatan yang mengubungkan ide-ide siswa dan sumber yang relevan serta mengeksplorasi kesesuaian gagasan dan keyakinan commit to user commit to user

(15)

tersebut dengan kata lain model POE dapat melatih kemampuan berpikir kritis siswa dengan membandingkan hasil pemikiran siswa (hipotesis) dan hasil percobaan yang disertai sumber yang relevan dan kredibel. Dari uraian di atas, diduga model pembelajaran Predict-Observe-Explain berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis siswa.

2. Pengaruh Model Pembelajaran POE (Predict-Observe-Explain) terhadap Hasil Belajar IPA

Tahap operasional konkret merupakan karakteristik siswa kelas IV Sekolah Dasar yakni mampu memahami sesuatu sebagaimana kenyataannya, memahami konsep melalui pengamatan sendiri, lebih objektif. Jika siswa telah memiliki pemahaman konsep yang baik, maka siswa akan memahami penerapannya sehingga struktur kognitifnya dapat terbentuk dengan baik.

Penggunaan model pembelajaran POE melatih siswa untuk melakukan sendiri percobaan dan mengeksplorasi konsep yang ada untuk mendapatkan pengalaman langsung. Seperti yang disampaikan Minarta (2015), “Ketika siswa melakukan sendiri eksplorasi konsep yang ada, maka akan mendapatkan pengalaman langsung tentang konsep yang dipelajarinya. Hal ini akan meningkatkan penguasaan siswa tentang konsep apa yang dipelajari”. Usmeldi (2018) menambahkan bahwa, “The POE learning strategies were the effective learning strategy to improve the student competence, generate student ideas, and conduct discussions of their ideas.” Apabila penguasaan konsep siswa telah baik, maka kognitif siswa juga akan tersusun dengan baik sehingga berdampak baik pula pada peningkatan hasil belajarnya. Dari uraian di atas, diduga model pembelajaran Predict-Observe-Explain berpengaruh terhadap hasil belajar IPA siswa.

C. Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pernyataan. Hipotesis juga dapat dinyatakan sebagai jawaban teoritis

commit to user commit to user

(16)

belum jawaban yang empiris dengan data (Sugiyono, 2016: 96). Adapun hipotesis pada penelitian ini adalah:

1. H0 = Model pembelajaran POE (Predict-Observe-Explain) tidak berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis tema Pahlawanku tentang sifat cahaya pada siswa kelas IV Sekolah Dasar Negeri segugus Banyumudal tahun ajaran 2018/2019.

H1 = Model pembelajaran POE (Predict-Observe-Explain) berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis tema Pahlawanku tentang sifat cahaya pada siswa kelas IV Sekolah Dasar Negeri segugus Banyumudal tahun ajaran 2018/2019.

2. H0 = Model pembelajaran POE (Predict-Observe-Explain) tidak berpengaruh terhadap hasil belajar IPA tema Pahlawanku tentang sifat cahaya pada siswa kelas IV Sekolah Dasar Negeri segugus Banyumudal tahun ajaran 2018/2019.

H1 = Model pembelajaran POE (Predict-Observe-Explain) berpengaruh terhadap hasil belajar IPA tema Pahlawanku tentang sifat cahaya pada siswa kelas IV Sekolah Dasar Negeri segugus Banyumudal tahun ajaran 2018/2019.

Hipotesis statistik : 1. H0 : β = 0

H1 : β ≠ 0 2. H0 : β = 0 H1 : β ≠ 0

commit to user commit to user

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian mengenai pengaruh gelombang mikro terhadap tubuh manusia menyatakan bahwa untuk daya sampai dengan 10 mW/cm2 masih termasuk dalam nilai ambang batas aman

Hermawan, Y., 2006, Pemanfaatan Limbah Sekam Padi Sebagai Bahan Bakar Bentuk Briket, Laporan Penelitian, Jurusan Teknik Mesin, fakultas Teknik, Universitas Jember.. N.,

Mengetahui nilai kekerasan dengan menggunakan variasi komposisi dari serat sabut kelapa, fiber glass, dan serbuk tembaga, matriks polimer jenis phenolic, dibandingkan dengan

1) Memanfaatkan dan mengelola limbah jarak pagar dan pertanian menjadi biobriket. 2) Mengkombinasikan komposisi limbah jarak pagar, limbah sekam padi dan jerami yang

Hal ini sesuai dengan pendapat Stein (dalam Yuniarti 2002) kehidupan lajang adalah kehidupan pria dan wanita yang belum menikah, yang tidak terlibat dalam hubungan homoseksual

Ledakan penduduk juga terjadi karena rumah tangga tidak direncanakan secara baik dan tidak melihat faktor sebab akibat, banyak rumah tangga yang berdiri tapi tidak

Sertifikasi Bidang Studi NRG

Data hasil pretes dan postes yang telah diperoleh akan dianalisis untuk melihat bagaimana efektivitas model pembelajaran reflektif untuk meningkatkan pemahaman