• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori 1. Balok Beton Bertulang

Beton bertulang digunakan sebagai bahan konstruksi bangunan di setiap negara. Di banyak negara, beton bertulang merupakan material struktural yang dominan dalam rekayasa konstruksi. Beberapa faktor yang menjadi pendukung dalam pemilihan beton bertulang sebagai komponen struktural adalah sebagai berikut: faktor ketersediaan, fleksibilitas material dalam proses desain dan casting, tahan api dan perawatan yang cenderung murah. (Wight dan MacGregor, 2012). Namun, karena sifat utama dari beton adalah sangat kuat terhadap gaya tekan namun lemah terhadap gaya tarik, maka dalam suatu komponen struktur beton bertulang membutuhkan peran material baja sebagai tulangan. Karena sifat utama batang baja sangat kuat terhadap beban tarik. Dari karakteristik utama, jika dua bahan (beton dan baja) digunakan secara bersamaan atau dikompositkan menjadi satu kesatuan akan diperoleh material baru yang umum disebut dengan beton bertulang. Pada saat ini, bahan beton bertulang sangatlah penting dalam berbagai pembangunan, baik untuk gedung bertingkat tinggi, jembatan, bendungan, jalan raya dan lain-lain.

Balok sebagai elemen struktur arah horizontal berfungsi menyediakan tahanan terhadap keruntuhan lentur, geser, dan torsi akibat beban-beban pada bangunan.

Keruntuhan geser merupakan keruntuhan yang sulit diprediksi karena bersifat getas (brittle), terjadi secara tiba-tiba, ditandai dengan retakan diagonal pada daerah bentang geser balok. Penulangan sengkang (tulangan transversal) digunakan untuk meningkatkan kapasitas geser pada struktur balok. Keruntuhan geser umumnya terjadi bersamaan dengan keruntuhan akibat beban yang lainnya (lentur, torsi) sehingga perlu kehati-hatian selama proses penelitian berlangsung.

(2)

2. Teori Perilaku Geser Balok Beton Bertulang

Penelitian-penelitian yang telah diterbitkan menunjukkan bahwa sifat keruntuhan akibat gaya geser pada elemen struktur beton bertulang adalah getas, tidak ulet, dan keruntuhan terjadi tiba-tiba tanpa peringatan. Ini karena kekuatan geser struktur beton bertulang terutama tergantung pada kekuatan tarik dan tekan beton. Situasi ini sangat berbeda dari tujuan yang direncanakan yang selalu membutuhkan struktur yang daktail. Perilaku balok beton bertulang dan balok baja dibedakan dari kekuatan tariknya dimana balok beton bertulang hanya memiliki sekitar satu per sepuluh daripada kekuatan tekannya. Gaya tekan yang berada di atas garis netral balok mencegah terjadinya retakan dikarenakan tegangan utama maksimum yang terjadi pada elemen tersebut merupakan tekan. Elemen yang berada di bawah garis netral balok memiliki tegangan utama maksimum pada tariknya, sehingga terjadilah retakan pada balok. Gambar 2.1-2.2 menunjukkan tegangan utama yang terjadi pada balok beton yang dijelaskan pada buku “Prestressed Concrete, A Fundamental Approach” (Nawy, 2009)

Gambar 2.1 Distribusi Tegangan pada Balok Persegi Panjang (Nawy, 2009)

Potongan melintang Distribusi tegangan lentur

Distribusi tegangan geser

Garis Netral

(3)

`

Gambar 2.2 Tegangan pada Elemen A1 dan A2

(a) tegangan pada elemen A1 (b) representasi lingkaran mohr untuk elemen A1 (c) tegangan pada elemen A2 (d) representasi lingkaran mohr untuk elemen A2

(Nawy, 2009)

Semakin mendekati area tumpuan, momen lentur yang dihasilkan akan semakin berkurang, disertai dengan meningkatnya tegangan geser. Tegangan utama terjadi kurang lebih pada sudut 45o di sekitar area tumpuan. Rendahnya kuat tarik pada beton menyebabkan terbentuknya retakan di sepanjang bidang yang arahnya tegak lurus terhadap lintasan tegangan tarik utama, sehingga untuk mencegah terjadinya retakan tersebut digunakanlah tulangan baja untuk memikul gaya tarik yang terjadi.

Gambar 2.3 menunjukkan arah tegangan utama yang terjadi sepanjang balok (Nawy, 2009).

Gambar 2.3 Lintasan Tegangan Utama pada Balok. (Nawy, 2009)

Tegangan tekan utama

Tegangan tarik utama

Bidang x Koordinat Tegangan normal Tegangan geser maksimal

Bidang x Koordinat

Tegangan geser

Bidang y Koordinat Tegangan geser

Bidang y Koordinat

Tegangan tarik utama Tegangan tekan utama

Tegangan normal Tegangan geser maksimal

(4)

Tegangan geser tinggi pada balok beton memicu pembentukan retakan diagonal.

Retakan diagonal ini dapat terjadi tanpa adanya retakan lentur maupun sebagai pemanjangan dari retak lentur yang telah terbentuk sebelumnya. Retakan diagonal yang terjadi pada balok yang sebelumnya belum terjadi retak lentur biasa dikenal dengan sebutan “web-shear crack”, dan retakan diagonal yang merupakan perpanjangan dari retak lentur yang telah terjadi sebelumnya disebut dengan

“flexural-shear crack”.

3. Tegangan Lentur - Geser Pada Balok

Balok yang mengalami lentur pada saat yang sama dapat menahan gaya geser yang disebabkan oleh lentur. Kondisi geser kritis yang disebabkan oleh lentur ditunjukkan oleh tegangan-regangan tarik tambahan yang terjadi di lokasi tertentu pada komponen struktur terlentur. Jika gaya geser yang bekerja pada struktur beton bertulang cukup besar untuk melebihi kapasitas beton, tulangan tambahan berupa sengkang harus dipasang untuk menahan geser. Setiap lokasi di sepanjang balok akan menghasilkan tegangan tarik dengan perubahan besar dan kemiringan karena adanya gabungan geser atau kombinasi dengan lentur yang harus dipertimbangkan dalam analisis dan perencanaan. Kegagalan gaya geser pada balok beton tanpa tulangan sengkang cenderung gagal di area sekitar 1,5 terhadap tinggi efektif balok (d) dari titik pembebanan. Retak tarik diagonal disebabkan oleh kerusakan geser.

Semakin pendek bentang geser maka akan menyebabkan kerusakan akibat kegagalan geser. Untuk balok beton bertulang dengan bentang geser yang lebih panjang, retakan akibat tegangan tarik lentur akan muncul terlebih dahulu sebelum retak tarik diagonal.

Pada balok dengan tumpuan sederhana seperti yang diperlihatkan dalam Gambar 2.4, jika dibebani akan mengalami momen lentur (M), momen tersebut akan menyebabkan elemen beton yang berada di daerah atas dari garis netral mengalami tegangan tekan, dan elemen beton yang berada di bawah garis akan mengalami tegangan tarik. Sebagai syarat untuk memenuhi kesetimbangan gaya vertikal, maka tegangan-tegangan geser yang terjadi dalam elemen harus sama dengan gaya-gaya vertikal (V) yang bekerja dalam beton.

(5)

Gambar 2.4 Gaya Geser dan Momen Lentur pada Balok Sederhana

Di bawah garis netral tersebut terdapat gaya geser yang keadaannya dapat dilihat pada Gambar 2.5:

Gambar 2.5 Keadaan Geser Murni

Gambar 2.5 menunjukkan penjelasan bahwa pada daerah geser yang berada di bawah garis netral, terdapat tegangan tarik yang memiliki nilai yang sama dengan tegangan geser pada bidang dengan kemiringan 45o (diagonal). Tarik diagonal ini menyebabkan terjadinya retakan miring, sehingga keruntuhan geser (shear failure) sebenarnya adalah keruntuhan tarik pada arah retak miring. Kuat geser dalam balok beton selalu diikuti oleh desak dan tarik oleh lendutan. Pengaruh-pengaruh geser yang ditimbulkan merupakan akibat dari torsi dan kombinasi torsi dengan lentur.

A

A

(6)

Gambar 2.6 SFD dan BMD

∑MB = 0

=𝑅𝑎𝑣. 𝐿 − 𝑃.12𝐿

RAV =

L P

.

2

... (2.1) Gaya lintang: RAV = RBV

Momen:

MMaks = (𝑅𝑎𝑣.12𝐿) = P.L

4

1 ... (2.2) Gambar 2.6 menunjukkan hasil gaya geser (SFD) dan momen (BMD) dari pembebanan satu titik pada balok sederhana. Jika beban balok itu sendiri diabaikan, maka gaya geser pada kedua ujung balok akan mencapai nilai maksimum antara beban terkonsentrasi dan tumpuan. Ketika gaya geser di tengah balok adalah nol (saat momen mencapai nilai maksimum). Semakin dekat tumpuan, nilai torsi akan menurun secara linear, dan pada tumpuan nilai M = 0.

(7)

4. Pola Retak

Pola retak akibat kelebihan beban yang direncanakan dapat dilihat pada Gambar 2.7. Perencanaan biasanya direncanakan untuk menghasilkan kekuatan lentur, tetapi karena tidak adanya tulangan geser maka retakan miring akan muncul dalam struktur beton bertulang, dimana merupakan kelanjutan dari retakan lentur atau kadang-kadang retakan independen. Setelah retakan berkembang, struktur akan runtuh kecuali penampang beton yang retak mempertahankan kekuatannya.

Gambar 2.7 Pola Retak Balok Geser

Retak yang terjadi setelah beton mengeras akibat adanya pembebanan yang mengakibatkan munculnya tegangan lentur geser dan tarik. Menurut (Triwiyono, 2004) retak yang terjadi pada elemen struktur beton terdiri dari 3 macam, antara lain adalah :

1. Retak lentur (flexural crack) adalah retak yang diakibatkan karena beban lentur jauh lebih besar daripada beban geser (mengarah/menjalar dari bagian tarik menuju tekan).

2. Retak geser (shear crack) adalah Retakan yang disebabkan oleh gaya geser dan bentuk retakan ini akan berada pada sudut 45o terhadap gaya yang bekerja pada bagian tersebut.

3. Retak geser lentur (flexural shear crack) adalah retak berlanjut dari retakan lentur sebelumnya. Jika gaya lentur dan gaya geser yang dihasilkan sama, retak ini akan terjadi.

(8)

Gambar 2.8 Jenis Pola Retak pada Balok Beton Bertulang

Retak diagonal dari geser jauh lebih lebar dibandingkan dengan retak lentur.

Karena perilaku kegagalan getas (brittle) ini, perencana harus merancang penampang yang cukup kuat untuk memikul beban geser luar rencana tanpa mencapai kapasitas gesernya (Nawy, 1998). Rasio antara bentang geser dan tinggi balok menentukan kisaran keruntuhan balok. Pada dasarnya dapat terjadi tiga ragam keruntuhan atau kombinasinya, yaitu:

1. Keruntuhan lentur

2. Keruntuhan tarik diagonal, dan 3. Keruntuhan tekan akibat geser.

Gambar 2.9 Ragam keruntuhan dari kelangsingan balok (Nawy, 1998)

(a) Retak lentur

(b) Retak geser web (c) Retak geser lentur

Retak geser lentur

Retak lentur

(9)

Keterangan:

(a) keruntuhan lentur

(b) keruntuhan tarik diagonal (c) keruntuhan geser tarik

Tabel 2.1. Pengaruh Kelangsingan Balok Terhadap Ragam Keruntuhan Kategori Balok Ragam Keruntuhan Perbandingan bentang

geser dengan tinggi sebagai ukuran dari kelangsingan

Beban terpusat, a/d Sangat

Ramping

Lentur >6,0

Ramping Tarik Diagonal 2,5-6,0

Tinggi Tekan Geser 1,0-2,5

Sumber: Wight dan MacGregor (2012) 5. Mekanisme Transfer Geser

ACI-ASCE Committee-426 (1973) menyatakan bahwa mekanisme geser beton bertulang adalah sebagai berikut:

1. Beam shear – carrying action

a. Perlawanan geser oleh beton yang belum retak pada zona tekan

Balok dalam keadaan terlentur, serat penampang atas balok akan mengalami tegangan tekan dan serat penampang bawah mengalami tegangan tarik. Tekan yang diakibatkan oleh lentur dapat menahan geser selama balok belum mengalami retak. Kedalaman zona tegangan tekan tersebut menentukan tinggi uncracked concrete in the compression zone.

b. Gaya ikat antar agregat (agregat interlock)

Adanya gaya ikatan antar agregat dan matriks semen yang saling mengunci, yang serupa dengan gaya gesek akibat saling ikat antar agregat yang tidak teratur di sepanjang permukaan beton kasar. Pada bidang retak diagonal balok, aggregate interlock (kontak antara agregat dan matriks semen) memberikan ketahanan terhadap slip yang dapat mentransfer tegangan geser.

(10)

c. Dowel Action

Ketika tegangan transversal pada tulangan longitudinal terjadi maka dowel action akan bekerja. Tulangan dapat mentransfer tegangan geser melalui aksi lentur dan aksi geser. Wight dan MacGregor (2012) “Reinforced Concrete”

menyatakan bahwa rasio tulangan longitudinal berkisar dari 0.0075 sd 0.025 meningkatkan kuat geser pada balok beton bertulang.

d. Residual tensile strength of concrete

Beton dapat menahan tegangan tarik setelah terjadinya retakan. Tegangan residual terjadi pada zona proses fraktur pada retakan dan berkurang nilainya seiring dengan bertambahnya lebar retak.

e. Stirrup

Setelah terjadinya inclined cracking strength maka, kontribusi tahanan geser oleh sengkang (tulangan geser) akan mulai bekerja. Saat tulangan sengkang mengalami yield atau pemuluran maka luasan tulangan sengkang mengalami penurunan dan menurunkan kontribusi dari tulangan sengkang. Setelah terjadinya pelelehan pada baja sengkang, lebar retak diagonal akan meningkat dengan cepat dan disusul dengan keruntuhan balok.

2. Arching Action

Arching action identik dengan mekanisme rangka batang dimana terdapat batang yang tertekan dan tertarik dan memiliki nilai yang konstan sepanjang batangnya.

Arching action menjadi semakin dominan dengan semakin pendeknya bentang geser balok. Strut tekan akan terbentuk (menghubungkan titik pembebanan dan titik tumpuan) membawa seluruh kontribusi beton dalam menahan geser, sedangkan tulangan longitudinal akan berfungsi sebagai komponen pengikat yang mengambil seluruh tegangan tarik yang terjadi.

Wight dan Macgregor (2012) menjelaskan bahwa apabila tidak terdapat tulangan geser pada balok beton, hal-hal yang dapat menyalurkan gaya geser sepanjang garis A-B-C adalah sebagai berikut: shear resistance of the uncracked concrete (Vcy) yaitu geser pada zona kompresi, interlock action of aggregates (Va) yaitu komponen vertikal dari penyaluran geser di sepanjang retakan oleh gaya interlock dari partikel agregat pada kedua permukaan retakan, dan dowel action (Vd) dati tulangan longitudinal. Mekanisme penyaluran gaya geser sepanjang retakan

(11)

diagonal pada balok tanpa tulangan sengkang dapat dilihat pada Gambar 2.10.

Segera setalah retakan diagonal, sebanyak 40-60% dari total geser dibawa oleh Vd dan Vay secara bersamaan.

Gambar 2.10 Gaya-gaya yang bekerja pada keretakan miring tanpa tulangan sengkang (Wight dan MacGregor, 2012)

Transfer gaya geser beton akan berupa:

 Vcy = Komponen gaya geser pada daerah blok beton tekan

 Vay = Komponen gaya geser antar permukaan retak

 Vd = Komponen dowel action (aksi pasak) oleh tulangan longitudinal

𝑉 = 𝑉𝑐𝑦 + 𝑉𝑑 + 𝑉𝑎𝑦 ... (2.3) Kontribusi Va menurun saat retakan melebar, kemudian tahanan geser oleh komponen gaya geser pada daerah blok beton tekan dan komponen dowel action (aksi pasak) oleh tulangan longitudinal meningkat. Dowel action menyebabkan splitting crack di sepanjang penulangan, sehingga ketika retakan ini terjadi, nilai dowel action turun mendekati nol. Semua geser dan kompresi ditransmisikan ke kedalaman AB di atas retakan saat agregat interlock dan dowel action menghilang, dan V’cy dan C’1 ikut menghilang. Pengaplikasian UPR-mortar sebagai material patch repair menunjukkan pengaruh pada mekanisme transfer geser. Kekuatan tarik UPR-mortar yang tinggi dapat menahan inisiasi merambatnya retakan miring yang terjadi. UPR-mortar akan memberikan ketahanan slip yang baik dan meningkatkan kontribusi agregat interlocking lebih lama sehingga balok dapat menahan pembebanan pada nilai yang lebih tinggi.

(12)

Pada balok tanpa sengkang, keruntuhan balok dapat disebabkan oleh salah satu dari tiga komponen transmisi gaya yang disebutkan di atas segera setelah pembentukan retak diagonal. Jumlah ketiga komponen di atas yang disebut komponen gaya geser yang dapat ditahan oleh beton (Vc). Untuk balok semacam ini, beban retak miring Vc adalah parameter yang menentukan dalam desain. Karena balok tanpa tulanganan geser dapat mengakibatkan keruntuhan secara tiba-tiba tanpa cukup pertanda, sehingga peraturan biasanya mengharuskan penggunaan tulangan sengkang seoptimal mungkin.

6. Kekuatan Geser Beton

Untuk gaya geser pada komponen struktur balok beton dipengaruhi oleh kuat geser sumbangan dari beton (Vc) dan sumbangan kuat geser dari tulangan (Vs), dimana kuat geser beton (Vc) sendiri dipengaruhi oleh kuat geser nominal (Vn) yang saling berhubungan dengan momen (Mu) yang terjadi. Pada sampel uji penelitian ini hanya menggunakan tulangan utama tanpa adanya tulangan sengkang, hal ini bertujuan untuk memastikan pada saat pengujian balok akan mengalami gagal geser. Untuk itu kekuatan geser nominal (Vn) hanya dari kontribusi kekuatan geser beton (Vc).

Vu ≤ Vn

Vn = Vs + Vc ... (2.4) Vs = 0, maka,

Vn = Vc... (2.5) Terdapat beberapa persamaan yang telah diusulkan untuk dapat mengestimasi kekuatan geser balok beton bertulang. Untuk mengevaluasi model yang diusulkan, maka diajukan tiga persamaan terkenal yang dipengaruhi oleh faktor rasio bentang geser terhadap tinggi efektif, yakni:

1. Persamaan Zsutty’s (1971)

2. Persamaan American Concrete Institute (ACI) (1989) 3. dan persamanaan Niwa’s (1983)

Persamaan ini adalah sebagai berikut:

(13)

1. Persamaan Zsutty’s

Vc =

3 1

' 1746 .

2 

 

a

f c

d .bw.d untuk a/d ≥ 2,5 ... (2.6)

Vc =

3 1

' 1746 . 2 . 5 ,

2 

 

 

 

a f d a

d

c

.bw.d untuk a/d < 2,5 ... (2.7)

dimana:

Vn = kuat geser nominal (N) b = lebar balok (mm)

d = tinggi efektif (mm)

a = panjang bentang geser (mm) ρ = rasio penulangan longitudinal f’c = kuat tekan beton (MPa)

2. Persamaan ACI

Vc = b d

M d

f V w

u u w

c 



0,16 ' 17,2 untuk a/d ≥ 2,0 ... (2.8)

Vc = b d

M d f V

d V

M

w u u w c

u

u 







3,52,5 . 0,16 ' 17,2 untuk a/d < 2,0 ... (2.9)

dimana:

Vu = kuat geser terfaktor pada penampang (N) Vn = kuat geser nominal (N)

Vs = kuat geser yang disumbangkan oleh tulangan geser (N) Vc = kuat geser yang disumbangkan oleh beton (N)

Φ = faktor reduksi kekuatan (untuk geser 0,6) b = lebar balok (mm)

d = tinggi efektif (mm)

a = panjang bentang geser (mm) ρ, ρw = rasio penulangan longitudinal f’c = kuat tekan beton (MPa)

(14)

Mu= moment ultimate 3. Persamaan Niwa

Vc = b d

d a c d

f

pww

 

 



 

/ 4 , 75 1 , 1000 0 )

' 100 ( 2 ,

0 4

1 3

1

untuk a/d ≥ 2,5 ... (2.9)

Vc = b d

d a d

p r c

f w  w



 





21 2

3 2

) / ( 1 33 1 , 3 1 ) 100 ( 1 . ' 24 ,

0 untuk a/d< 2,5 ... (2.10)

dimana:

Vu = kuat geser terfaktor pada penampang (N) Vc = kuat geser yang disumbangkan oleh beton (N) r = tebal plat tumpuan (mm)

b = lebar balok (mm) d = tinggi efektif (mm)

a = panjang bentang geser (mm) ρ, ρw = rasio penulangan longitudinal f’c = kuat tekan beton (MPa)

7. Faktor yang Mempengaruhi Kekuatan Geser Balok Beton Bertulang Dalam laporan ASCE Committee 426, kekuatan geser beton dengan atau tanpa tulangan adalah sama, yaitu merupakan nilai gaya geser yang menyebabkan keretakan miring. Dalam hal ini tulangan geser dianggap hanya menahan kelebihan gaya geser dari yang dapat ditahan oleh beton tanpa tulangan. Kriteria ini didasarkan pada hasil-hasil percobaan. Menurut Wight dan MacGregor (2012) balok tanpa tulangan geser akan gagal tidak lama setelah maupun saat retak diagonal terjadi, sehingga ketahanan geser balok diambil sama dengan retak diagonal geser. Beban retak diagonal balok dipengaruhi oleh variabel utama yaitu:

a. Kekuatan Beton

Struktur balok beton dapat mengalami keruntuhan tekan-geser, keruntuhan tarik-geser dan keruntuhan lentur. Semakin tinggi kuat tekan maka kekuatan geser yang dimiliki lebih tinggi, dimana kuat tekan dan kuat tarik beton akan mempengaruhi kapasitas geser balok bergantung jenis keruntuhannya. Pada mode keruntuhan lentur dan shear compression failure kuat tekan yang akan

(15)

berpengaruh lebih dominan tetapi pada mode keruntuhan shear tension failure kuat tarik yang akan berpengaruh lebih dominan

b. Agregat Kasar

Pada mekanisme geser aggregate interlocking terjadi hubungan saling mengikat antara matriks semen dan agregat. Ukuran dan kekuatan agregat sangat berpengaruh terhadap aggregate interlocking. Ukuran agregat yang lebih besar akan meningkatkan kekasaran pada permukaan retak dan tegangan geser yang dapat ditransfer. Kekuatan agregat yang lebih rendah akan membuat kontribusi aggregate interlocking menjadi berkurang. Retakan akan merambat melalui agregat yang berukuran lebih kecil atau lebih lemah. Kontribusi aggregate interlocking dapat berkurang seperti pada kasus beton mutu tinggi yang menggunakan agregat yang berukuran lebih kecil dan beton dengan agregat lime stone (batuan kapur) yang memiliki kekuatan lebih lemah dari pada normal agregat.

c. Rangkak dan Susut (Creep and Shrinkage)

Creep and shrinkage atau rangkak dan susut beton. Susut diakibatkan oleh perubahan kelembapan atau keluarnya air dari pori – pori beton sehingga volume beton akan menyusut. Rangkak diakibatkan oleh beban permanen dalam jangka waktu lama yang akan mengakibatkan pertambahan deformasi.

Pada beton yang terbebani maka pada bagian pori - pori yang berisi air atau udara akan terjadi tegangan segala arah yang diakibatkan oleh air dalam pori – pori beton cenderung merusak beton disekitarnya. Shrinkage akan mengurangi kekuatan geser balok bertulang dan creep akan mengurangi kekuatan geser karena regangan menjadi lebih besar maka dapat melewati batas tegangan jauh lebih besar dan lebih mudah mengalami retak tetapi dapat menambah dengan asumsi karena regangan yang lebih besar sehingga garis netral menjadi turun maka daerah compression zone lebih besar dan kontribusi uncracked concrete in the compression zone meningkat.

d. Kekuatan Tualangan

Kekuatan geser baja dapat diketahui melalui yield strength (kekuatan luluh).

Baja dengan nilai yield strength yang lebih rendah atau mudah terlewati yield- nya maka memiliki kekuatan gesernya lebih kecil.

(16)

e. Rasio Penulangan

Retak lentur akan meningkat dan membuka lebih lebar ketika rasio tulangan longitudinal kecil. Peningkatan lebar retak dengan nilai yang besar menyebabkan penurunan nilai maksimum dari komponen geser, dan akan disalurkan melintasi retakan diagonal dengan aksi dowel atau dengan tegangan geser pada permukaan retakan, kemudian tahanan sepanjang retakan turun di bawah persyaratan yang seharusnya dipenuhi untuk menahan beban (MacGregor dan Wight, 2012).

Gambar 2.11 Pengaruh Rasio Tulangan Pada Kapasitas Geser Pada Beton Tanpa Sengkang (Wight dan MacGregor, 2012)

f. Bentang geser terhadap tinggi efektif (a/d)

Jika faktor rasio a/d ditetapkan pada penampang balok, maka perubahan kapasitas geser dapat diinterpretasikan seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.12 dan Gambar 2.13 di bawah ini:

(17)

Gambar 2.12 Perubahan rasio a/d terhadap momen keruntuhan

Gambar 2.13 Perubahan rasio a/d terhadap kapasitas geser balok (Sumber: Wight dan MacGregor, 2012)

Ketika kegagalan geser terjadi pada beton bertulang, kerusakan biasanya terjadi di daerah sepanjang kurang lebih 1,5 terhadap tinggi efektif (d) dari titik pembebanan. Retak miring pada badan balok beton bertulang yang disebabkan geser dapat terjadi tanpa retak lentur di sekitarnya, atau dapat juga sebagai kelanjutan dari proses retak lentur yang telah terjadi sebelumnya.

Gambar 2.14 Retak miring pada balok beton bertulang (Sumber: Dipohusodo, 1994)

Keruntuhan geser pada balok dapat dibagi menjadi empat kategori:

a. Balok tinggi dengan rasio a/d < 1,0 (very short beam)

Untuk tipe ini, tegangan geser lebih menentukan daripada tegangan lentur. Setelah retak miring terjadi, aksi yang muncul berupa aksi lengkung (arch action) dengan kapasitas yang cukup besar. Pada very short beam terjadi perbedaan yang sangat besar antara inclined cracking strength dengan ultimate strength, sehingga ultimate strength memiliki

(18)

nilai yang jauh lebih besar dibandingkan dengan inclined cracking strength.

b. Balok pendek dengan 1,0 < a/d < 2,5 (short beam), kekuatan gesernya melampaui kapasitas keretakan diagonal.

Setelah retak geser-lentur, ketika beban terus meningkat, retakan ini akan menyebar ke zona kompresi beton. Pada short beam terjadi perbedaan signifikan yang besar antara inclined cracking strength dengan ultimate strength, sehingga inclined cracking akan terjadi terlebih dahulu dan balok masih dapat menahan beban lebih sebelum balok runtuh.

c. Balok dengan 2,5 < a/d < 6 (slender beam), kekuatan geser sama dengan besar kapasitas keretakan diagonal.

Keruntuhan geser biasanya dimulai dengan retakan vertikal murni di tengah bentang dan miring saat mendekati lokasi dengan tegangan geser yang lebih besar. Pada slender beam nilai inclined cracking strength dengan ultimate cracking strength memiliki nilai yang sama atau hampir sama. Sehingga saat terjadi inclined cracking strength maka akan segera terjadi ultimate strength atau keruntuhan balok.

d. Balok panjang dengan rasio a/d>6 (very slender beam), kekuatan lentur kurang dari kekuatan geser, dengan kata lain keruntuhan akan sepenuhnya ditentukan oleh jenis lentur.

g. Ukuran Balok

Semakin tinggi balok maka jarak tempuh retakan lentur dan lebar retakan cenderung meningkat. Peningkatan ketinggian balok dengan mengakibatkan penurunan geser pada keruntuhan. Pada beton dengan ukuran yang lebih besar maka kontribusi agregat interlocking akan menurun karena ukuran agregat terhadap ukuran balok menjadi relative lebih kecil. Fenomena ini dikenal sebagai size effect yang menghasilkan kuat geser yang lebih rendah. Namun, tidak ada perubahan yang signifikan saat dilakukan pertambahan pada lebar struktur. Kondisi tidak stabil akan terjadi apabila tegangan geser yang ditransfer melalui retakan, melebihi kekuatan gesernya.

(19)

h. Gaya Aksial

Keberadaan gaya tekan aksial akan mengurangi regangan longitudinal pada struktur. Dengan adanya gaya aksial, retakan lentur menjadi semakin menyempit, retakan sulit untuk meluas ke dalam balok, dan akhirnya akan meningkatkan kekuatan geser balok. Sebaliknya, gaya tarik aksial akan menurunkan kapasitas geser balok dan gaya aksial yang terlalu besar akan menurunkan kekuatan geser karena balok beton akan lebih mudah mengalami keruntuhan.

8. Kerusakan pada Struktur Beton Bertulang

Dengan adanya kerusakan pada beton maka dilakukan perbaikan agar beton yang telah dikerjakan dapat mencapai layan, oleh sebab itu untuk mendapatkan hasil perbaikan dan perkuatan yang tepat guna dan mencapai sasaran yang telah ditetapkan, maka dilakukan investigasi untuk mendapatkan data – data kerusakan baik melalui pengamatan visual ataupun dengan pengujian non-destructive maupun semi-destructive dan me-review dokumen dari struktur yang ada. Dari hasil investigasi tersebut, kemudian dianalisis dan evaluasi pada struktur tersebut untuk menetapkan apakah kerusakan yang terjadi hanya perlu perbaikan atau perlu perkuatan atau dalam kondisi yang terjelek struktur yang mengalami kerusakan harus dilakukan pembongkaran dan dibangun struktur baru.

Korosi tulangan baja pada struktur beton menyebabkan beton retak dan terkelupas, yang mengakibatkan biaya perawatan dan perbaikan yang mahal (El-Sayed dkk, 2006). Berikut ini adalah contoh untuk perbaikan beton (beserta penjelasannya) yang mengalami keretakan ataupun mengalami spalling (terlepasnya bagian beton).

a. Keretakan

Untuk retak non-struktur, dapat digunakan metode injeksi dengan material pasta semen yang dicampur dengan expanding agent serta latex atau hanya melakukan sealing saja dengan material polimer mortar, geopolymer atau polyurethane sealant. Sedang pada retak struktur, digunakan metode injeksi dengan material epoxy yang mempunyai viskositas yang rendah, sehingga

(20)

dapat mengisi dan sekaligus melekatkan kembali bagian beton yang terpisah.

Proses injeksi dapat dilakukan secara manual maupun dengan mesin yang bertekanan, tergantung pada lebar dan dalamnya keretakan.

b. Voids

Voids adalah lubang-lubang yang relatif dalam dan lebar pada beton. Void pada beton dapat ditimbulkan oleh berbagai sebab diantaranya :Pemadatan yang dilakukan dengan vibrator kurang baik, karena jarak antar bekisting dengan tulangan atau jarak antar tulangan terlalu sempit sehingga bagian mortar tidak dapat mengisi rongga antara agregat kasar dengan baik. Void yang terjadi berupa lubang-lubang tidak teratur yang disebut honey combing. Bocor pada bekisting yang menyebabkan air atau pasta semen keluar, akan lebih parah jika campuran banyak mengandung air, atau banyak pasta semen atau gradasi agregat yang kurang baik. Keadaan ini disebut sand streaking.

c. Spalling

Salah satu jenis kerusakan yang banyak ditemukan pada elemen struktur balok beton bertulang yakni adanya pengelupasan pada permukaan beton (spalling).

Spalling disebabkan karena suatu kondisi dimana terjadinya kerusakan pada permukaan beton akibat tingginya kelembaban, pelapukan dan korosi bahan bangunan. Kerusakan yang sering ditemukan akibat korosi pada batang baja biasa disebabkan karena adanya pengelupasan selimut beton (spalling).

Adapun akibat dari kerusakan ini salah satunya akan mempengaruhi penurunan kapasitas geser balok beton bertulang. Maka pada penelitian ini, dititik beratkan pada penanganan masalah spalling beton.

9. Teknik Perbaikan Kerusakan Spalling Pada Struktur Beton a. Grouting

Ketika pengelupasan (spalling) melebihi selimut beton, metode grouting dapat digunakan, yaitu metode perbaikan menggunakan pengecoran mortar yang tidak menyusut. Metode ini dapat dilakukan secara manual (gravitasi) atau menggunakan pompa. Dalam metode pemeliharaan ini, perlu dipertimbangkan bahwa bekisting yang dipasang harus benar-benar tahan terhadap air, sehingga

(21)

tidak ada kebocoran khusus yang menyebabkan porositas akan terjadi, dan itu harus kuat agar mampu menahan tekanan dari material grouting. Bahan yang digunakan harus cairan dan tidak menyusut. Metode ini dilakukan dengan cara membongkar retakan hingga dasar retakan atau sampai terlihat daging betonnya. Setelah itu, menuang material perbaikan struktur berbahan dasar semen pada celah retakan. Umumnya digunakan bahan dasar seperti lem (bounding agent) untuk mempermudah proses perekatan antara beton lama dengan material perbaikan struktur.

b. Shot-crete (Beton Tembak/ Semprot)

Jika spalling terjadi pada area yang luas, metode shotcrete harus digunakan.

Dalam metode ini, tidak perlu untuk bekisting lebih seperti pengecoran biasa, ada dua jenis pencampuran shotcrete yakni kering (dry-mix) dan basah (wet- mix). Pada sistim dry-mix, campuran yang dimasukkan dalam mesin berupa campuran kering, dan akan tercampur dengan air di ujung selang. Mutu dari beton yang ditembakkan sangat tergantung pada keahlian tenaga yang memegang selang, yang mengatur jumlah air. Keuntungan dari sistem ini sangat mudah dalam perawatan mesin shot-crete-nya, karena tidak pernah terjadi ‘blocking’. Pada sistim wet-mix, campuran yang dimasukkan dalam mesin berupa campuran basah, sehingga mutu beton yang ditembakkan lebih seragam. Tapi sistim ini memerlukan perawatan mesin yang tinggi, apalagi bila sampai terjadi blocking. Pada metode shot-crete, umumnya digunakan additive untuk mempercepat pengeringan (accelerator), dengan tujuan mempercepat pengerasan dan mengurangi terjadinya banyaknya bahan yang terpantul dan jatuh (rebound).

c. Grout Preplaced Aggregat (Beton Prepack)

Metode perbaikan lainnya untuk memperbaiki kerusakan berupa spalling yang cukup dalam adalah dengan metode Grout Preplaced Aggregat. Pada metode ini beton yang dihasilkan adalah dengan cara menempatkan sejumlah agregat (umumnya 40% dari volume kerusakan) kedalam bekisting, setelah itu dilakukan pemompaan bahan grout, kedalam bekisting. Material grout yang digunakan sebaiknya memiliki flow cukup tinggi dan tidak susut.

(22)

d. Overlay

Metode overlay ini adalah metode memperbaiki beton, yang hampir sepenuhnya dikupas dari permukaan beton. Oleh karena itu, sebelum melakukan metode ini, diperlukan agen perawatan permukaan yang akan diperbaiki.

e. Patch Repair

Untuk pengelupasan (spalling) yang tidak terlalu dalam (kurang dari selimut beton) dan memiliki area kecil, metode perbaikan tambalan dapat digunakan.

Metode perbaikan ini adalah metode perbaikan manual dengan melampirkan bahan perbaikan secara manual. Dalam implementasinya, perlu dicatat bahwa fokusnya adalah kapan menempatkan material perbaikan agar benar-benar mendapatkan hasil yang andal. Bahan-bahan yang digunakan harus mudah diproses, tidak ada susut setelah instalasi, dan tidak ada drop (lihat ketebalan maksimum yang dapat dipasang di setiap lapis), terutama untuk pekerjaan pemeliharaan overhead.

10. Syarat-syarat Material Perbaikan Beton Adapun syarat-syarat material perbaikan, yaitu : a. Daya lekat kuat

Kemampuasn antara bahan perbaikan dan beton yang akan diperbaiki harus dicampur dengan baik untuk membuatnya menjadi satu kesatuan unit beton.

b. Modulus elastisitas mampu menahan overstressing

Modulus elastisitas disini adalah kekakuan suatu bahan. Semakin tinggi nilainya maka semakin sedikit perubahan bentuk pada material perbaikan apabila diberi gaya, selain itu semakin tinggi modulus elastisitas maka material perbaikan lebih tahan terhadap benturan dan tahan retak.

c. Tidak mengurangi kekuatan beton

Bahan perbaikan yang digunakan untuk memperbaiki beton haruslah yang dapat menahan beban sesuai beton yang akan dilakukan perbaikan.

d. Tidak susut

Bahan perbaikan tidak akan menyusut terlalu banyak, sehingga beton yang akan diperbaiki tidak akan kehilangan sebagian kekuatannya.

e. Memiliki Permeabilitas yang baik

(23)

Permeabilitas material perbaikan adalah tingkat derajat kerapatan yang dimiliki material perbaikan untuk dapat ditembus oleh zat cair (air misalnya).

Material perbaikan di harapkan memiliki permeabilitas yang tinggi sehingga awet dan tahan lama, selain itu juga material perbaikan juga mampu meningkatkan permeabilitas beton yang diperbaiki.

f. Deformabilitas pada beton.

Bahan perbaikan harus dapat menyesuaikan bentuk beton yang akan diperbaiki.

Bahan beton yang akan digunakan harus diketahui untuk merespons kondisi penggunaan tertentu. Memilih bahan perbaikan yang diperlukan harus memiliki efek perbaikan yang bertahan lama.

11. Perbaikan Geser pada Struktur Beton Bertulang a. Fiber Reinforced Polymer

Umumnya terdapat banyak metode dan material perbaikan yang biasa diterapkan pada kasus-kasus perbaikan struktur balok beton bertulang. Dimana salah satu material yang paling sering ditemui adalah material perbaikan berupa fiber reinforced. Di dalam jurnal penelitian yang dilakukan oleh Bousselham dan Chaallal (2006) terkait pengaruh rasio bentang geser terhadap tinggi efektif (a/d) dengan mempertimbangkan balok ramping (a/d = 3,0) dan balok tinggi (a/d = 1,5).

Hasil yang diperoleh dengan jelas menunjukkan bahwa pada balok ramping, perkuatan CFRP pada kapasitas geser terlihat signifikan, sedangkan pada pada balok tinggi terlihat kurang signifikan.

Li dan Leung (2017) juga dalam penelitiannya menjelaskan bahwa pada pada perkuatan FRP dengan rasio a/d berkisar dari 2,0 hingga 3,0, nilainya relatif konservatif dibandingkan dengan a/d kurang dari 2,0. Pemanfaatan material fiber reinforced dengan jenis lain pun di terapkan pada jurnal penelitian oleh Kim, dkk (2008) yang meneliti tentang perkuatan kapasitas geser dengan membandingkan hasil perkuatan dengan material carbon fiber reinforced polymer (CFRP) dan carbon fiber sheet (CFS), dengan hasil yang menyatakan bahwa perkuatan dengan menggunakan material CFRP memberikan pengaruh peningkatan sebesar 14%

begitupun dengan material CFS yang memberikan pengaruh peningkatan sebesar

(24)

12% pada kapasitas gesernya. Namun kekurangan dari material perbaikan jenis ini yakni memiliki harga yang kurang ekonomis sebagai material perbaikan struktur balok beton bertulang.

b. Plat Alumunium

Metode dan material perbaikan lain pun telah dilakukan oleh Fayed, Basha dan Hamoda (2019) yang meneliti tentang perkuatan kapasitas geser menggunakan material perbaikan berupa plat alumunium yang dipasang pada permukaan luar balok beton bertulang, hasilnya menunjukan bahwa kapasitas geser balok dapat ditingkatkan pada sampel benda uji yang memiliki mutu beton 27,6 MPa, namun dijelaskan juga bahwa kekurangan dari metode perbaikan dengan material berupa plat alumunium ini tidak dapat meningkatkan kapasitas kuat gesernya pada sampel benda uji yang memiliki mutu kuat tekan rendah ≤ 20 MPa.

c. Unsaturated Polyester Resin (UPR)-Mortar

Material perbaikan sebaiknya memiliki sifat yang seragam dengan beton yang akan ditambal. (Nugraha dan Antoni, 2007). Salah satu bahan yang dapat digunakan adalah polimer. Polimer adalah salah satu bahan rekayasa bukan logam (non- metallic material) yang telah banyak digunakan sebagai bahan substitusi untuk logam. Polimer dipakai sebagai bahan tambah pada material beton yang dapat menghasilkan beton dengan kuat tekan tinggi. Polimer dapat meningkatkan sifat fisik, mekanik, dan ketahanan terhadap bahan kimia dalam waktu yang relative singkat. Dalam penelitian ini dipakai suatu polimer yaitu UPR atau Unsaturated Polyester Resin yang dimodifikasi dengan mortar

Polimer memberikan fleksibilitas pada mortar, sehingga bahan yang dihasilkan setelah pengeringan memiliki fleksibilitas yang lebih baik daripada bahan yang dibentuk oleh campuran semen biasa. Diharapkan polimer dapat mengisi porositas sehingga total porositas yang terbentuk dapat dikurangi. Dengan penambahan polimer pada bahan perbaikan, kemungkinan retak dapat dikurangi, sehingga selain meningkatkan kekuatan, ketahanan material komposit beton biasa dengan material perbaikan juga akan meningkaat. Unsaturated Polyester Resin (UPR) adalah jenis polimer yang termasuk dalam matriks polimer thermoset. UPR berupa resin cair

(25)

dengan viskositas yang relatif rendah, mengeras pada suhu kamar dengan penggunaan katalis tanpa menghasilkan gas sewaktu pengesetan seperti banyak resin thermoset lainnya. Unsaturated Polyester Resin yang digunakan dalam penelitian ini adalah seri Yukalac 157® BQTN-EX Series. Spesifikasi sifat mekanis dari Unsaturated Polyester Resin dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Sifat Mekanis Unsaturated Polyester Resin Yukalac 157® BQTN-EX Sifat Mekanis Satuan Nilai Catatan

Berat Jenis Kg/m3 1,215 Pada suhu 25oC

Kekerasan - 40 Barcol/GYZJ 934-1

Suhu distorsi panas oC 70 -

Penyerapan air % 0,188 24 jam

% 0,466 7 hari

Kekuatan flexural Kg/mm2 9,4 -

Modulus Elastisitas Kg/mm2 300 -

Kekuatan Tarik statis Kg/mm2 5,5 -

Modulus tarik Kg/mm2 300 -

Elongation % 2,1 -

Sumber: PT Justus Sakti Raya Corporation, 2001

UPR banyak digunakan sebagai perkuatan fiberglass pada badan kapal dan mobil, pipa, genteng atap, dan furniture pada kamar mandi. UPR juga digunakan sebagai bahan campuran dalam beton polimer (biasanya diaplikasikan pada drainase jalan).

Hal ini karena UPR dapat meningkatkan kuat tarik dan kuat lentur dari bahan utama fiberglass. UPR juga cepat mengeras pada suhu kamar. Oleh sebab itu, pada penelitian ini digunakan UPR sebagai material perbaikan patch repair untuk meningkatkan kekuatan. Unsaturated Polyester Resin (UPR) memiliki kekuatan mekanis yang baik, ketahanan terhadap zat kimia, mudah dalam pengerjaan, kuat lekat yang baik, permeabilitas yang rendah, pengerasan awal yang cepat, kuat lentur yang optimal, mengurangi susut, dan ketahanan abrasi yang baik dan sebagainya.

(Kruger dan Penhall: 1990).

Modifikasi polimer UPR sebagai bahan perbaikan dalam campuran mortar dapat meningkatkan kekuatan tarik dan kekuatan lentur dari bahan komposit beton biasa, sementara juga meningkatkan material dan mengurangi kerapuhan. Penambahan polimer pada material perbaikan akan memperkuat ikatan antara material perbaikan dengan beton pada saat proses pelapisan atau penambalan. UPR-mortar

(26)

mempunyai nilai susut yang relatif kecil sehingga sangat cocok untuk penambalan beton, hasil penelitian menunjukkan bahwa UPR- mortar menimbulkan susut bebas yang lebih rendah, risiko delaminasi dan kecenderungan retak yang lebih rendah dibandingkan dengan bahan perbaikan komersil lainnya (Kristiawan dan Fitrianto, 2017). Kristiawan dkk (2017) juga meneliti tentang perbaikan kapasitas geser balok beton bertulang dengan metode penambalan (patching) menggunakan material berupa unsaturated polyester resin (UPR)-mortar sebagai solusi perbaikan. Dari penelitian ini didapatkan hasil yang menyatakan bahwa perbaikan dengan metode penambalan (patching) menggunakan material unsaturated polyester resin (UPR)- mortar dapat meningkatkan kapasitas geser hingga 14%. Pada penelitian ini benda uji kontrol hanya dapat membawa beban tambahan sekitar 2 ton setelah retak diagonal awal terbentuk. Sedangkan pada balok perbaikan masih dapat membawa beban sebesar 5 ton sebelum salah satu retakan diagonal memecah balok. Hal tersebut memperlihatkan bahwa peningkatan kapasitas lebih dari dua kali lipat dari balok kontrol. Selain itu pada penelitian lain yang dilakukan oleh Kristiawan dkk (2017) menerangkan bahwa kekuatan tarik yang sangat tinggi dari UPR-mortar bermanfaat untuk menunda inisiasi retak. Akibatnya, deformasi pada zona yang diamati dari balok beton bertulang yang ditambal dapat dipertahankan pada tingkat rendah sebelum retak.

Abdel‐Azim dan Attia (1995), mengatakan bahwa waktu pengeringan yang sangat cepat dari material UPR-mortar membuat proses pengaplikasian pada struktur tertentu menjadi lebih cepat dialih fungsikan. Ketika UPR-mortar digunakan untuk memperkuat atau memperbaiki suatu komponen, maka hal ini sangat baik diaplikasikan karena UPR-mortar itu sendiri memiliki modulus rendah dan kekuatan rekat yang baik pada substrat. Hal ini merupakan sifat yang penting dimiliki oleh material repair. Selain kekuatan dan kekompakan yang cukup, resin yang digunakan untuk perbaikan struktur juga membutuhkan elongasi tinggi dan modulus rendah untuk memberikan kesesuaian dengan gerakan termal.

Unsaturated polyester resin (UPR) dinilai cukup baik apabila dikompositkan menjadi material berupa mortar. Karena UPR yang dihasilkan memiliki kandungan fumarat lebih dari sekitar 85% (Yang, dkk 2002). Kandungan fumarat yang tinggi membantu monomer resin mengering dengan cepat dan menyeluruh, sehingga

(27)

material komposit yang dihasilkan solid dan memiliki ketahanan air yang sangat baik. Pada penelitian yang dilakukan oleh Devi, Murugesan, Rengaraj dan Anand (1998), dengan mencampurkan fly ash sebagai pengisi UPR dapat menekan total biaya bahan komposit. Ditemukan bahwa resin isi abu terbang memiliki modulus lentur yang lebih tinggi daripada UPR isi kalsium karbonat dan resin tidak terisi.

Ditemukan bahwa fly ash memiliki ketahanan air asin, alkali, cuaca dan pembekuan yang baik.

B. Kerangka Berpikir

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan dan tujuan penelitian yang ingin dicapai serta didukung dengan kajian teori yang ada terkait metode perbaikan penambalan (patching) menggunakan material unsaturated polyester resin (UPR)- mortar sebagai upaya peningkatan kapasitas geser pada struktur balok beton bertulang yang ditinjau dari pengaruh rasio bentang geser terhadap tinggi efektif (a/d) merupakan suatu hal penting yang harus diteliti. Karena mengingat banyak faktor yang dapat menjadi penyebab kerusakan pada komponen struktur balok beton bertulang, khususnya yang berkaitan langsung kepada kemampuan kapasitas gaya geser. Masalah pada kegagalan kapasitas geser pada struktur balok pada bangunan infrastruktur dapat menimbulkan bahaya besar akibat keruntuhannya yang bersifat getas dan terjadinya secara tiba-tiba. Maka upaya yang dapat dilakukan adalah dengan memperbaiki kerusakan pada komponen struktur tersebut sebelum keruntuhan terjadi yang dapat membahayakan keselamatan manusia.

Metode perbaikan penambalan (patching) pun diusulkan dengan Unsaturated Polyester Resin (UPR)-mortar sebagai material perbaikannya. Sebagaimana penelitian terdahulu yang membuktikan bahwa penggunaan material Unsaturated Polyester Resin (UPR)-mortar sebagai material perbaikan penambalan (patching) pada kerusakan struktur balok beton bertulang dapat meningkatkan kapasitas gesernya dibandingkan dengan struktur balok yang tidak dilakukan perbaikan. Hal tersebut menjadikan landasan pemikiran penulis untuk dapat mengembangkan kembali pengaruh metode perbaikan penambalan (patching) dengan material Unsaturated Polyester Resin (UPR)-mortar yang ditinjau dari rasio bentang geser

(28)

terhadap tinggi efektif struktur balok. Masalah tersebut sangat baik untuk diinvestigasi, karena rasio bentang geser terhadap tinggi efektif struktur balok sangat berpengaruh terhadap perilaku geser yang diterima oleh struktur balok beton bertulang. Sehingga diharapkan nantinya dapat menjadi rujukan untuk perbaikan struktur balok beton bertulang di dalam dunia konstruksi. Untuk tahapan kerangka berpikir dapat dilihat pada Gambar 2.15 berikut:

Gambar 2.15 Kerangka Berpikir Penelitian

Dari uraian di atas, maka dapat ditentukan variabelnya adalah rasio bentang geser terhadap tinggi efektif balok, sedangkan parameternya adalah perilaku geser, pola retak, dan jenis keruntuhan. Pengaruh antara variabel dan parameter dapat dilihat pada Gambar 2.16.

Gambar 2.16 Paradigma Penelitian

Bahaya kerusakan struktur balok beton akibat kegagalan geser

Perilaku geser dipengaruhi oleh rasio bentang geser terhadap tinggi efektif struktur balok (a/d) dan lokasi penambalan

Perbaikan struktur balok beton bertulang dengan metode penambalan (patching) menggunakan material Unsaturated Polyester Resin (UPR)-

Mortar

Mengidentifikasi dan menganalisis hasil perbandingan dari pengaruh perbaikan dengan UPR-mortar terhadap variasi rasio a/d dan pengaruh

penempatan lokasi patch repair pada kuat geser balok beton tanpa tulangan sengkang

X1

Variabel (Rasio bentang geser terhadap tinggi efektif (a/d))

X2

Variabel (penempatan lokasi patch repair)

Y1

Parameter (Kuat geser)

(29)

C. Hipotesis

Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka berpikir maka dapat dirumuskan hipotesis awal (Ho) yakni:

1. Adanya pengaruh rasio bentang geser terhadap tinggi efektif (a/d) struktur balok beton bertulang pada kuat geser setelah diperbaiki dengan metode penambalan (patching) menggunakan material unsaturated polyester resin (UPR)-mortar.

2. Adanya pengaruh dari lokasi penempatan patch repair pada jarak 0,25 dan 0,5 bentang geser (dari loading point) terhadap kuat geser setelah diperbaiki dengan metode penambalan (patching) menggunakan material unsaturated polyester resin (UPR)-mortar.

Gambar

Gambar 2.1 Distribusi Tegangan pada Balok Persegi Panjang (Nawy, 2009)
Gambar 2.2 Tegangan pada Elemen A1 dan A2
Gambar 2.4 Gaya Geser dan Momen Lentur pada Balok Sederhana
Gambar 2.6 SFD dan BMD   ∑M B  = 0  =
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penyelenggaraan pemerintahan desa bertujuan untuk memberikan pelayanan kepada masyakat dan pelaksanaan pembangunan di desa dengan tujuan secara luas untuk meningkatkan

Kepuasan responden di Instalasi Rawat Inap RSUD Tugurejo Semarang kategori tinggi adalah 38 responden ( 38 % ) dan kategori sedang 62 responden ( 62 % ), dengan

dalam rangkaian acara yang digelar hingga 12 Februari ini juga terdapat prosesi pengangkatan jabatan yang dilakukan langsung oleh Dirut Sumber Daya Manusia

Pelaksanaan PKPA oleh mahasiswa Program Studi Profesi Apoteker ini memiliki tujuan yaitu untuk memberikan pemahaman, bekal pengetahuan, pengalaman dan untuk

Kompetisi Matematika SMA ke-26 Tahun 2011 yang akan diselenggarakan oleh MGMP Matematika SMA Provinsi DKI Jakarta ini merupakan wahana bagi pengembangan

Dalam tubuh manusia terdapat banyak elemen yang berfungsi membatu manusia dalam melakukan aktivitas yang menunjang kehidupan, elemen tersebut membentuk sistem yang dinamakan

Pendidikan merupakan faktor penting dalam mendukung berkembangnya suatu bangsa. Pendidikan menunjang berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi dan ilmu

Dari hasil penelitian ini akan terlihat bagaimana mahasiswa menerapkan peraturan tata guna lahan pada hasil tugas SPA 3 sesuai ketentuan yang telah diatur dalam RTRW