• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembinaan narapidana narkoba di rumah tahanan negara klas i Surakarta Jurnal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pembinaan narapidana narkoba di rumah tahanan negara klas i Surakarta Jurnal"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

PEMBINAAN NARAPIDANA NARKOBA DI

RUMAH TAHANAN NEGARA KLAS I

SURAKARTA

J U R N A L

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Ujian Skripsi

Oleh :

WAHYU WIDYA ARTA NIM : E. 1107233

FAKULTAS HUKUM

(2)

commit to user

ABSTRACT

GUIDANCE PRISONERS OF DRUGS IN HOUSE STATE PRISONERS CLASS I

WAHYU WIDYA ARTA FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

The purpose of this study is to describe the procedures for implementing coaching Prisoners Drugs and efforts to overcome obstacles in the development of drug-using inmates in State Prison Class I Surakarta.

This study is a descriptive empirical research. The data used are primary data and secondary data. Data collection techniques were used, namely through interviews, and literature. Qualitative data analysis techniques with interactive model analysis.

The results showed that the development of the drug cases in the detention center inmates Class I Surakarta is basically similar to the training conducted on inmates to other criminal cases, starting from the reception to the expenditure stage. However to convict drug cases limited activity on the block where they lived and separated from other inmates crime. It is intended to affect the other inmates to try or use drugs, thereby preventing criminal acts / new recidivists. Inmates drug cases no assimilation program because of concern will affect the people around him to just try or use any kind of drugs. Inmates Development inhibiting factor Narcotics, consisting of: internal limiting factor, i.e. a factor derived from prisoner including prisoners themselves. Internal limiting factor in the development of inmates include: the presence of background Prisoners drug abusers (addicts) in detention which physical and mental condition unfavorable to undergo coaching process; lack of self-awareness of the importance of fostering an inmate; lack of skilled human resources in dealing with prisoners of narcotics; lack of infrastructure, facilities and supporting infrastructure to handle inmates narcotics; less optimal guidance to the inmates of narcotics in terms of time a sentence of imprisonment are relatively short. External inhibiting factor in the development of inmates include economic factors with fewer jobs available. This is certainly an obstacle, and it is feared inmates will return to sellers and users of narcotics to finance day-to-day life. In addition, the minimal educational factors make it difficult to apply the inmates coaching skills acquired during the penalty period. For that we need additional education or continuing education that previously was stopped during serving.

Keywords: Prisoners Drugs, State Prison

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Pelaksanaan pembinaan dan bimbingan terhadap warga binaan, pihak lembaga pe-masyarakatan mempunyai prosedur yang dapat ditempuh oleh warga binaan. Setiap warga binaan mempunyai wali pemasyarakatan yang berkewajiban untuk menjelaskan tentang proses pembinaan yang harus dijalani oleh warga binaan. Selain mendapatkan pembinaan dan bimbingan, warga binaan juga mendapat kan beberapa fasilitas yang dapat digunakan, misalnya warga binaan bisa melakukan konseling dengan tim konseling.

Pembinaan narapidana diharapkan agar mereka mampu memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindakan yang bertentangan

(3)

commit to user

Perumusan Masalah

1. Bagaimanakah pembinaan narapidana

narkoba di Rumah Tahanan Negara Klas I Surakarta?

2. Bagaimanakah bentuk-bentuk pembinaan

narapidana narkoba di Rumah Tahanan Negara Klas I Surakarta?

3. Apakah kendala-kendala dalam pembinaan

narapidana narkoba di Rumah Tahanan Negara Klas I Surakarta?

Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian adalah penelitian hukum empiris atau non doktrinal, dimana berdasarkan fakta / kenyataan di lapangan. 2. Sifat Penelitian

Pembahasan dilakukan dengan mendes-kripsikan secara lengkap, objektif dan menyeluruh mengenai pelaksanaan konseling dan psikoterapi bagi narapidana narkoba sebagai upaya pembinaan di Rumah Tahanan Klas I Surakarta.

3. Pendekatan Penelitian

Menggunakan pendekatan kualitatif, di mana penulis meneliti hakekat dan makna dari data mengenai permasalahan.

4. Jenis dan Sumber data a. Data primer

Hasil wawancara penulis dengan para pihak yang memberikan konseling dan psikoterapi kepada narapidana narkoba di Rumah Tahanan Klas I Surakarta. b. Data sekunder

Sumber data sekunder diperoleh dari studi kepustakaan khususnya mengenai perundang-undangan yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

5. Tehnik Pengumpulan Data

a. Studi Kepustakaan

Pengumpulan data dengan membaca tertulis seperti buku–buku ilmiah, pera turan perundangan, hasil penelitian, artikel–artikel yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

b. Studi Lapangan

Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara (interview), yang berkaitan dengan peranan konseling dan psikoterapi terhadap narapidana di Rumah Tahanan Negara Klas I Surakarta.

6. Teknik Analisis Data

Analisis data yang dilakukan oleh peneliti adalah melalui pendekatan kualitatif. Data

yang diperlukan terkumpul selanjutnya adalah analisis data. Analisis data yang dilakukan adalah teknik analisis kualitatif model interaktif (Interactive Model of

Analysis).

Kerangka Teori

1. Teori-teori tentang Pembinaan Narapidana

Tujuan diadakan pemidanaan diperlu kan untuk mengetahui sifat dasar dari hukum pidana. Menurut Franz von List, yang mengajukan problematik sifat pidana yang menyatakan bahwa, “rechtsguterschutz durch

rechtsguter verletung yang artinya melindungi

kepentingan tetapi dengan menyerang

kepentingan” (Bambang Poernomo, 1982:27). Menurut Hugo de Groot menyatakan bahwa, dalam hubungan tersebut “malum

passionis (quod infligitur) propter malum actionis yang artinya penderitaan jahat

menimpa dikarenakan oleh perbuatan jahat” (Bambang Poernomo, 1982:27).

Berbagai pemikiran muncul mengenai manfaat pidana, sehingga muncul beberapa teori dan konsep pemidanaan yang antara lain : Teori Retributif (Retribution Theory), Teori

Pencegahan, Teori Rehabilitasi, Teori

Abolisionis dan Teori Integratif (Teori Gabungan).

Pembinaan Narapidana dewasa dilaksanakan melalui 4 (empat) tahap yang merupakan suatu kesatuan proses yang bersifat terpadu, antara lain:

a. Tahap Pertama

Disebut pembinaan tahap awal, di mana kegiatan masa pengamatan, penelitian dan pengenalan lingkungan untuk menentukan perencanaan pelaksanaan program pembinaan kepribadian dan kemandirian. Pembinaan pada tahap ini masih dilakukan dalam Lembaga Pemasyarakatan dan pengawasannya maksimun (maksimum

security).

b. Tahap Kedua

Narapidana yang bersangkutan diberikan kebebasan lebih banyak dan ditempatkan pada Lembaga Pemasyarakatan dengan melalui pengawasan medium-security. c. Tahap Ketiga

Wadah proses pembinaannya diperluas dengan program Asimilasi.

d. Tahap Keempat

(4)

commit to user

program integrasi yang dimulai sejak berakhirnya tahap lanjutan sampai dengan berakhirnya masa pidana dari Narapidana yang bersangkutan. (Surat Edaran No.KP.10.13/3/1 tertanggal 8 Februari 1965 tentang Pemasyarakatan Sebagai Proses)

Pola Pembinaan Narapidana dapat dibagi ke dalam 2 (dua) bidang yakni Pembinaan Kepribadian dan Pembinaan kemandirian

Pelaksanaan Pembinaan Tahanan yang menyatakan bahwa bentuk pembinaan, antara

lain: Pelayanan Tahanan, Pembinaan

Narapidana dan anak didik dan Bimbingan klien.

2. Konseling dan Psikoterapi

Konseling sebagai hubungan antara seorang petugas bantuan yang terlatih dengan seseorang yang meminta bantuan, di mana keterampilan petugas bantuan tersebut beserta suasana yang diciptakannya dapat membantu orang belajar berhubungan dengan dirinya sendiri dan dengan orang lain dengan cara yang lebih menghasilkan pertumbuhan (Cavanagh M.E., 1982: 1-2).

Definisi ini mengandung tujuh unsur kunci, yaitu petugas bantuan merupakan professional yang terlatih, konselor memiliki hubungan dengan orang yang sedang dibantunya, seorang konselor professional perlu memiliki keterampilan konseling dan kepribadian yang menunjang, seorang konselor membantu orang belajar, orang belajar berhubungan dengan dirinya sendiri dan dengan orang lain dan orang belajar berhubungan menuju pertumbuhan yang lebih

produktif, serta konseling mengandung

konotasi hubungan antara seorang konselor dengan seseorang yang meminta bantuan (Cavanagh, M.E., 1982: 12).

Jika salah satu dari ketujuh unsur tersebut tidak ada, maka konseling tidak dapat berlangsung betapa pun baiknya niat orang-orang yang terlibat di dalamnya.

3. Narapidana

Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di LAPAS (Lembaga Pemasyarakatan). Nara-pidana bukan saja objek melainkan juga subjek yang tidak berbeda dari manusia lainnya yang sewaktu-waktu dapat melakukan kesalahan atau kekhilafan yang dapat dikenakan pidana, sehingga tidak harus diberantas. Yang harus

diberantas adalah faktor-faktor yang dapat dikenakan pidana (Pasal 1 angka 3 Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang

Pemasyarakatan).

Salim Bachtiar Agus, dalam Leonie Fitriani Ndoen mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan narapidana adalah : Orang yang dipenjara karena tindak pidana. Jadi, narapidana adalah orang yang pada waktu tertentu dalam konteks suatu budaya, perilakunya dianggap tidak dapat ditoleransi dan harus diperbaiki dengan penjatuhan sanksi pengambilan kemerdekaannya sebagai penegakkan norma-norma (aturan-aturan) oleh alat-alat kekuasaan (negara) yang ditujukan untuk melawan dan memberantas perilaku yang mengancam keberlakuan norma tersebut (Leonie Fitriani Ndoen, 2009:8).

4. Tinjauan Umum Tentang Narkotika

Sudarto mengatakan bahwa narkotika berasal dari perkataan Yunani “Narke”, yang berarti terbius sehingga tidak merasa apa-apa (Soedarto, 1986:36). Sedangkan Smith Kline dan French Clinical Staff mengemukakan bahwa narkotika adalah zat-zat atau obat yang dapat mengakibatkan ketidaksadaran atau

pembiusan dikarenakan zat-zat tersebut

bekerja mempengaruhi susunan syaraf sentral (Moh. Taufik Makaro dkk, 2005:17-18).

Narkotika menurut Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika adalah : Zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi-sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam undang-undang ini atau yang kemudian ditetapkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan (Pasal 1 UU No. 35/2009).

5. Teori Sistem Pembinaan Narapidana Narkotika

M. Cherif Bassiouni menegaskan: “kita tidak tahu dan tidak pernah tahu secara pasti metode-metode tindakan (treatment) apa yang paling efektif untuk mencegah dan memperbaiki atau kita pun tidak mengetahui seberapa jauh efektivitas setiap metode tindakan itu” (Barda Nawawi Arief, 1996:62).

(5)

commit to user

kejahatan yang telah dilakukan seseorang. Kejahatan dipandang sebagai perbuatan yang amoral dan asusila di dalam masyarakat. Oleh karena itu pelaku kejahatan harus dibalas dengan menjatuhkan pidana. Tujuan pemidanaan dilepas dari tujuan apapun sehingga pemidanaan hanya mempunyai satu tujuan yaitu pembalasan.

Tokoh teori retributive adalah Imma-nuel Kant yang menyatakan bahwa “pem-benaran pidana dan tujuan pidana adalah pembalasan terhadap serangan kejahatan atas ketertiban sosial dan moral” (Priyatno Dwija, 2006:23).

Teori deterrence berakar dari teori klasik tentang pemidanaan. Beccaria menyata kan bahwa : "akhir dari hukuman adalah tidak lain tidak bukan untuk mencegah penjahat mencederai lebih lanjut masyarakat dan mencegah orang lain dari perbuatan-perbuatan yang serupa” (Cesare Beccaria, 2011:38).

Teori Treatment sebagai tujuan

pemidanaan. Pemidanaan yang dimaksud di sini adalah memberikan tindakan perawatan

(treatment) dan perbaikan (rehabilitation)

sebagai pengganti dari penghukuman. Argumen pada positif ini adalah bahwa pelaku

kejahatan adalah orang yang sakit sehingga membutuhkan perawatan (treatment) dan perbaikan (rehabilitation).

Teori Utilitaris bukan sekedar menjadi pembalasan atau pengimbalan bagi pelaku tindak pidana, tetapi mempunyai tujuan tertentu menjadi bermanfaat oleh karena itu teori ini sering disebut juga dengan teori tujuan (Utilitarian Theory). Pembinaan dalam Lembaga Pemasyarakatan dapat terlaksana secara komprehensif terhadap narapidana. Sebab terapi medis dan rehabilitasi sosial terhadap narapidana narkotika memberi manfaat dalam pemulihan pecandu.

Kemanfaatan hukum bagi narapidana sebagai sistem pemidanaan dalam pandangan

utilitarian (utilitarian view) menyatakan

pemidanaan itu harus dilihat dari segi manfaatnya. Pandangan utilitarian, tujuan hukum dari segi manfaat dan kegunaannya yang dilihat adalah situasi atau keadaan yang ingin dihasilkan dengan dijatuhkan pidana itu. Pembinaan sebagai terobosan yang menjadi alat/sarana di lembaga pemasyarakatan terhadap narapidana.

Kerangka Pemikiran

Gambar 2 Kerangka Pemikiran Putusan Hakim berupa

Pemidanaan

Pembinaan Narapidana

UU No. 12 Tahun 1999

Pelaksanaan Konseling dan Psikoterapi

Kendala Konseling dan Psikoterapi

Upaya pemecahan Konseling dan Psikoterapi

Pasal 5 UU No. 12 Tahun

1995

(6)

commit to user

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Penelitian

1. Deskripsi Narapidana Narkoba di Rumah

Tahanan Klas I Surakarta

a. Narapidana narkoba berdasarkan

tingkat pendidikan

No Jenis Kelamin

Jumlah Prosentase

1 2

Laki-laki Perempuan

51 10

83,61 16,39

Jumlah 61 100 %

Sumber : Rutan Klas I Surakarta, 2013

b. Narapidana narkoba berdasarkan

tingkat pendidikan

No Tingkat Pendidikan

Jumlah Prosentase

1

Sumber : Rutan Klas I Surakarta, 2013

c. Narapidana narkoba berdasarkan

kelompok usia

No Kelompok Usia

Jumlah Prosentase

1

Sumber : Rutan Klas I Surakarta, 2013

2. Pembahasan

a. Pembinaan Narapidana Narkoba di Rumah

Tahanan Negara Klas I Surakarta

Pembinaan terhadap narapidana penyalahgunaan narkotika umumnya lebih diintensifkan pada bidang kesehatan para penyalahguna narkoba khususnya yang masih mengalami ketergantungan. Adapun perawatan kesehatan terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan narkotika:

1) Kegiatan perawatan kesehatan umum

2) Kegiatan perawatan ketergantungan

narkoba

3) Kegiatan perawatan kesehatan jasmani

4) Kegiatan perawatan kesehatan mental dan

rohani

b. Bentuk pembinaan narapidana narkoba di

Rumah Tahanan Negara Klas I Surakarta

Pembinaan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Surakarta adalah sebagai berikut:

1) Pembinaan Kepribadian

a) Pendidikan Agama

Kewajiban untuk menjalankan ajaran agama yang dianut narapidana selama menjalani pidana, akan sangat berguna sekali bagi narapidana. Tidak diragukan lagi bahwa bagi setiap orang, menderita sakit mental lebih parah daripada sakit fisik, karena sakit fisik mungkin saja dapat digunakan sebagai media berfikir dan merenung, tidak mengganggunya untuk beribadah dan mengingat Tuhan Yang Maha Esa. Sebaliknya jika yang sakit adalah mental, maka seseorang tidak akan menggunakan sarana fisiknya dengan baik. Pendidikan agama di Rutan Klas I Surakarta saat ini sudah termasuk lengkap. Hal ini dikarenakan semua tempat ibadah telah disediakan di dalam Rutan, seperti Masjid untuk agama Islam, Pura untuk agama Hindu, Wihara untuk agama Budha, Gereja untuk Agama Kristen (baik Katolik maupun Protestan). Dengan kelengkapan sarana dan prasarana ibadah yang memadai, diharapkan pemberian Pendidikan Agama dapat berjalan dengan lebih maksimal dan warga binaan dapat lebih mendekatkan diri dengan Tuhan. Selain itu kelengkapan sarana dan prasarana ibadah ini merupakan hak bagi setiap warga binaan, sehingga pihak Rutan Klas I Surakarta berusaha untuk mencapai hasil pembinaan bagi warga binaan dengan lebih baik.

b) Pesantren Kilat

Pelaksanaan pesantren kilat bagi warga binaan di Rutan Klas I Surakarta dilakukan dalam bentuk paket, dimana pesantren kilat dikhususkan bagi warga binaan yang baru saja masuk ke dalam Rutan. Hal ini dilakukan sebagai bagian dari orientasi dan pembekalan bagi warga binaan nantinya. Pelaksanaan pesantren kilat dilakukan dengan bekerjasama dengan Kantor Departemen Agama Kota Surakarta, FOSMI FH UNS, MTA dan Amanat Muslim Surakarta, sedang untuk pelaksanaannya dilakukan empat kali tiap tahunnya.

c) Penyuluhan

(7)

commit to user

menutup kemungkinan untuk melakukan komunikasi dari dua pihak. Berdasarkan situasi dalam pembinaan, maka dapat dilakukan dua pendekatan yaitu pendekatan dari atas dan pendekatan dari bawah. Penyuluhan dilakukan tiap bulan dengan instansi yang terkait.

Berbagai materi yang disampaikan dalam penyuluhan, diantaranya adalah penyuluhan tentang kesadaran hukum yang bertujuan untuk mencapai kadar kesadaran hukum yang tinggi, sehingga sebagai anggota masyarakat mereka menyadari akan hak dan kewajibannya dalam rangka menegakkan hukum dan keadilan, serta mau memperbaiki kesalahan yang pernah diperbuat dan kembali menjadi warga yang baik, patuh pada hukum yang berlaku, dan bertanggu gjawab pada diri sendiri serta masyarakat. Sedang untuk penyuluhan dibidang budi pekerti, ditekankan sebagai dasar untuk perubahan sikap dan tingkah laku yang lebih baik.

d) Pendidikan Filsafat

Pendidikan Filsafat dirasa perlu diberikan oleh pihak Rumah Tahanan karena pendidikan ini memberikan pengetahuan dasar untuk dapat melihat makna dari kehidupan. Dengan adanya pendidikan filsafat maka diharapkan para narapidana akan tersadar akan pentingnya kehidupan mereka dan dapat mengubah sudut pandang mereka dalam menjalani kehidupan.

e) Pendidikan Bahasa Inggris

Seperti yang kita ketahui, saat ini

hampir semua lapangan kerja

mengharuskan karyawannya untuk dapat berbahasa inggris. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor Bahasa Inggris wajib diberikan kepada Narapidana Rumah Tahanan Klas I Surakarta agar setelah keluar dari Lapas mereka dapat memperbaiki kehidupannya.

Dari hasil wawancara tersebut, dapat disimpulkan bahwa pemberian atau pembekalan pengetahuan berupa kursus bahasa Inggris yang diberikan oleh pihak Rutan Klas I Surakarta dapat menjadikan modal yang bagus bagi warga binaan untuk nantinya apabila mereka telah keluar dan bergabung dalam masyarakat, dapat mengaplikasikan kemampuan bahasa Inggrisnya dengan baik dan mampu

menunjang kelancaran dalam mereka bekerja nantinya.

f) Pendidikan Alkitab

Pendidikan Alkitab diberikan kepada para Warga Binaan agar mereka dapat lebih mendekatkan diri dengan Tuhan. Pendidikan ini berlaku untuk semua agama baik Islam, Budha, Hindu, Kristen Katolik, dan Kristen Protestan dengan didampingi oleh seorang petugas pembimbing.

g) Pendidikan Olahraga

Dalam membentuk fisik yang sehat, kebiasaan olahraga harus dilakukan setiap hari, minimal tiga puluh menit dalam sehari, pada pagi hari sebelum melakukan aktifitas apa-apa. Kebiasaan olahraga tidak hanya membentuk badan/fisik yang sehat, tetapi juga akan membentuk jiwa yang sehat pula. Narapidana yang melakukan olah-raga setiap pagi akan tampak bergairah dalam menghadapi kehidupan selama sehari, energik, muka kelihatan lebih segar, optimis dalam menatap hari esok.

Pendidikan olahraga di Rumah

Tahanan Negara Klas I Surakarta

tergolong lengkap. Jenis-jenis olahraga yang disediakan oleh Rumah Tahanan Negara Pemasyarakatan Klas I Surakarta adalah sepak bola, tenis, bulu tangkis, voli, tenis meja, tinju, catur dan senam. Olahraga senam di Rutan Klas I Surakarta merupakan olahraga wajib yang harus diikuti oleh seluruh warga binaan.

Selain berbagai bentuk kegiatan olahraga, warga binaan juga memperoleh pembinaan dibidang kesehatan. Pembinaan kesehatan ini ditangani langsung oleh Dokter Rutan Klas I Surakarta yang bekerjasama dengan Dinas Kesehatan Kota Surakarta. pelaksanaan dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan pada setiap hari jam kerja. Pembinaan kesehatan tersebut selain menangani pembinaan dari segi fisik juga menangani kondisi mental dan kejiwaan warga binaan, sehingga keadaan warga binaan selalu terkontrol. Dengan demikian secara tidak langsung mendukung jalannya pembinaan tahanan dan warga binaan dalam bidang-bidang yang lainnya.

2) Pembinaan Kemandirian

(8)

commit to user

fisik saja. Lebih dari itu, para warga binaan perlu diberikan keterampilan yang diharapkan bisa membekali mereka dengan kemampuan, keahlian bahkan juga dari segi finansial dan materiil. Pemberian pelatihan tersebut diharapkan akan mempunyai nilai preventif, edukatif dan produktif. Sedang tujuan dari pembinaan kemandirian itu sendiri adalah :

1) Agar warga binaan tidak mengulang

kesalahan yang pernah diperbuatnya.

2) Agar warga binaan bertanggungjawab

bagi diri sendiri, keluarga dan masyarakat.

3) Agar warga binaan dapat berguna bagi

pembangunan.

Pembinaan Kemandirian merupakan pendidikan yang lebih

diarahkan pada pemberian bekal bakat dan keterampilan narapidana. Pembinaan kemandirian dilakukan agar Warga Binaan Pemasyarakatan dapat kembali berperan sebagai anggota masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab. Pendidikan kemandirian di Rutan Klas I Surakarta saat ini adalah sebagai berikut:

a. Menjahit h. Refleksiologi i. Kerajinan Perak

Dari berbagai pembinaan yang telah dilakukan oleh Rutan Klas I Surakarta baik yang bersifat kepribadian maupun kemandirian adalah wujud nyata dari peran dan fungsi Rutan sebagai tempat bagi warga binaan untuk nantinya dapat bergabung dengan warga di lingkungan mereka masing-masing. Selain sebagai tempat pembinaan bagi narapidana narkotika, Rutan Klas I Surakarta juga dapat menjadi tempat yang baik untuk memberikan tingkat kesadaran yang lebih baik bagi warga binaan untuk nantinya menjalani kehidupan yang lebih baik lagi. 3) Pembinaan dalam lingkup psikoterapi a) Mapenaling

Mapenaling merupakan salah satu kegiatan perawatan tahap awal dari proses

pemasyarakatan/perawatan tahanan, dengan tidak melihat lamanya masa

penahanan. Setiap tahanan wajib mengikuti Mapenaling dan ditempatkan pada blok/kamar khusus penaling paling lama tujuh hari. Terkait pelaksanaan kegiatan mapenaling di Rutan Klas I Surakarta, sudah terlaksana dengan baik. b) Pengasingan

Pengasingan dilakukan terhadap warga binaan yang melakukan keributan dan melanggar tata tertib yang telah ditentukan. Hal tersebut dilakukan selain agar tidak membahayakan penghuni Rutan yang lain, juga sebagai upaya penjeraan dan menumbuhkan kesadaran pada diri narapidana tersebut. Dengan pencabutan beberapa hak narapidana, pengisolasian komunikasi dan pembatasan pelayanan terhadap narapidana tersebut, diharapkan akan adanya perubahan.

c) Asimilasi

Pelaksanaan asimilasi warga binaan kasus narkoba di Rutan Klas I Surakarta tidak dilaksanakan, karena biasanya masa hukuman warga binaan rata-rata setahun, sehingga syarat dan ketetapan dalam ketentuan asimilasi tidak tercapai.

c. Kendala Pelaksanaan Pembinaan Nara

pidana Narkoba di Rumah Tahanan Negara Klas I Surakarta dan upaya pemecahannya.

1) Kendala pelaksanaan pembinaan nara

pidana narkoba di Rumah Tahanan Negara Klas I Surakarta

a) Faktor Interen

(1) Sarana Gedung Rumah Tahanan

Dengan jumlah warga binaan yang terus meningkat setiap tahunnya, hal ini secara tindak langsung akan memberikan dampak semakin padatnya warga binaan yang mendiami setiap sel. Hal ini tentunya kurang baik, karena dapat memicu perkelahian dalam memperebutkan ruangan dalam sel.

(2) Kualitas dan Kuantitas Petugas

(9)

commit to user

hambatan intern juga disebabkan dari diri warga binaan sendiri, dimana mreka merasa minder sebagai orang tahanan, sehingga diharus ditempatkan dalam terali besi dan dijaga dengan ketat. Hal ini mengakibatkan keper-cayaan warga binaan luntur, sehingga apabila warga binaan tidak segera mendapat bantuan bimbingan dan pemberian motivasi serta pembinaan diri untuk dapat merubah perilaku yang selama ini merugikan msyarakat. (3) Sarana/Fasilitas Pembinaan

Sarana atau fasilitas pembinaan yang memadai tentunya akan mem berikan hasil yang lebih baik dalam memberikan bekal keahlian bagi warga binaan. Beberapa gedung tersebut diantaranya gedung untuk kegiatan kemandirian bagi narapidana narkotika, yaitu gedung untuk sablon yang kurang luas dan gedung untuk pelatihan menjahit. Hal ini tentunya akan memberikan pengaruh bagi pelaksana an kegiatan tersebut, sehingga hasil yang dicapai kurang maksimal.

(4) Anggaran Rumah Tahanan

Anggaran yang digunakan oleh Rutan Klas I Surakarta untuk pem biayaan operasional berasal dari Pusat. Untuk kebutuhan tertentu yang men desak, seringkali kiriman dari pusat kurang tepat waktu. Hal ini memberi kan pengaruh yang kurang baik bagi lancarnya kegiatan pembinaan yang sudah dijadwalkan oleh pihak Rutan. Berbagai kegiatan sering kali berhenti ditengah jalan karena minimnya atau belum turunnya anggaran dari pusat.

(5) Kualitas dan Ragam Program

Pembinaan

Beberapa program pembinaan yang diterapkan oleh Rutan Klas I Kota Surakarta, dari sisi kualitas maupun ragamnya kurang sesuai dengan apa yang menjadi kebutuhan bagi warga binaan untuk bekal nantinya dapat terjun dalam masyarakat. Beberapa program tersebut khususnya yang membutuhkan biaya yang besar untuk dapat dilaksanakan, sehingga warga binaan yang tidak mampu akan merasakan kesulitan untuk menerapkan ilmu yang diperolehnya selama masa pembinaan di Rutan Klas I Surakarta.

b) Faktor Ekstern

(1) Faktor ekonomi yang diikuti dengan minimnya lapangan pekerjaan yang ada atau yang tersedia

Beberapa warga binaan yang berasal dari keluarga yang tidak mampu, sudah barang tentu akan mengalami kesulitan untuk dapat bekerja langsung setelah masa hukuma n selesai. Hal ini tentunya menjadi kendala tersendiri, dan dikhawatirkan warga binaan akan kembali menjadi penjual dan pemakai narkotika untuk membiayai kehidupan sehari-hari. Dengan semakin minimnya lapangan pekerjaan yang tersedia dan kurang sesuai dengan keahlian yang dimiliki olah warga binaan akan semakin mem perberat langkah untuk mengawali kehidupan yang baru di tengah-tengah masyarakat.

(2) Faktor pendidikan yang minim (pendidikan formal maupun non-formal) dari pelaku tindak kejahatan

Faktor pendidikan yang minim menjadikan warga binaan kesulitan untuk mengaplikasikan pembinaan kete rampilan yang diperoleh selama masa hukuman. Untuk itu perlu adanya pen didikan tambahan maupun melanjutkan pendidikan yang sebelumnya sempat berhenti karena menjalani hukuman.

2) Upaya yang dilakukan dalam mengatasi

hambatan pembinaan narapidana narkoba di Rumah Tahanan Negara Klas I Surakarta

Dalam mengatasi hambatan yang terjadi dalam sistem rumah tahanan. Upaya reformasi mendasar minimal dilaku kan dengan mempertimbangkan sejumlah hal-hal antara lain:

a) Reformasi dalam proses kebijakan

pemasyarakatan

b) Reformasi dalam Sistem Pembinaan

Narapidana dengan membuat metode pemanfaatan waktu luang

c) Reformasi paradigmatik

Pemasyarakatan harus dikembalikan kepada konsepsi dasarnya sebagai upaya reintegratif atau mengintegrasi kan kembali pelaku kejahatan dengan masyarakatnya setelah terjadi konflik berupa kejahatan

3) Upaya-upaya yang dilakukan dalam

(10)

commit to user

Berdasarkan hasil wawancara salah satu faktor penyebab makin tingginya jumlah penghuni Rumah tahanan adalah tidak terlepasnya pandangan dari masyarakat agar bentuk hukuman harus memberikan efek jera / menakutkan. Untuk mengatasi masalah kelebihan kapasitas atau (over capacity), yaitu :

a) Mengajukan permohonan untuk mere

novasi atau memperbaharui bangunan yang sudah ada

b) Mengurangi atau membatasi Nara

pidana Narkotika ke Rumah Tahanan Negara

c) Mempercepat pengeluaran Narapidana

dengan program CB, PB, Asimilasi, CMB, remisi dan lain-lain

d) Optimalisasi Pemindahan narapidana

dari Rutan yang over capacity ke wilayah yang memiliki Rutan yang masih dapat menampung tambahan Narapidana Narkotika.

4) Upaya-upaya yang dilakukan dalam

mengatasi hambatan-hambatan yang

terjadi menuju sistem Rumah Tahanan yang lebih baik

a) Pembenahan Sumber Daya Manusia

atau dalam hal ini petugas atau

pegawai Rutan yang menangani

Narapidana Narkotika

b) Perubahan sarana dan prasarana di

dalam Rutan

c) Mengefektifkan pengklasifikasian

Narapidana baik dari segi umur, jenis kelamin, jenis tindak pidana dan lamanya pidana yang dijalani

d) Mengoptimalkan motivasi bagi para

Narapidana Narkotika di dalam melaksanakan program-program pembinaan yang telah ditentukan

e) Narapidana yang mengulangi tindak

pidana (residivis), maka upaya yang dilakukan adalah memberdayakan pegawai Rutan yang berpendidikan psikolog dan bekerja sama dengan pihak Home Industri.

P E N U T U P 1. Simpulan

a. Pembinaan terhadap narapidana kasus

narkoba di Rutan Klas I Surakarta pada dasarnya hampir sama dengan pembinaan yang dilakukan terhadap narapidana untuk kasus kejahatan lainnya, mulai dari tahap penerimaan sampai dengan tahap

pengeluaran yang meliputi administrasi, perawatan kesehatan, pelayanan kebutuhan jasmani rohani, serta penyuluhan dan bimbingan kegiatan. Meski demikian untuk narapidana kasus narkoba aktivitasnya terbatas pada blok dimana mereka tinggal dan dipisahkan dari narapidana kasus kejahatan lainnya. Hal ini ditujukan agar narapidana kasus narkoba tidak mempengaruhi narapidana kasus kejahatan yang lain untuk sekedar mencoba atau memakai segala jenis obat-obatan terlarang, sehingga mencegah tindak pidana/residivis baru. Selain itu narapidana kasus narkoba tidak ada program asimilasi karena dikuatirkan akan mempengaruhi orang-orang disekitarnya untuk sekedar mencoba atau memakai segala jenis obat-obatan terlarang.

b. Bentuk pembinaan narapidana narkoba

yang dilaksanakan di Rumah Tahanan Negara Klas I Surakarta secara garis besar terbagi menjadi tiga yaitu pembinaan yang bersifat kepribadian dan kemandirian serta pembinaan dalam lingkup psikoterapi. Pembinaan kepribadian yang meliputi pembinaan agama dan filsafat, peningkatan kemampuan bahasa asing, dalam hal ini bahasa Inggris dan pendalaman Alkitab serta pendidikan olahraga. Sedang pembin aan yang bersifat kemandirian, diwujudkan dengan peningkatan kemampuan narapi dana seperti menjahit, melukis, desain grafis, sablon, laundry, berkebun, beternak, refleksiologi dan kerajinan perak. Kegiatan pembinaan dalam bentuk psikoterapi di Rutan Klas I Surakarta, diantaranya adalah Mapenaling yaitu masa pengenalan, pengamatan dan penelitian lingkungan, pengasingan yang dilakukan terhadap warga binaan yang melakukan keributan dan melanggar tata tertib yang telah ditentukan serta tindakan asimilasi yaitu upaya membina warga binaan untuk berbaur dengan masyarakat sebagai realisasi dari sistem pemasyarakatan yang dilakukan di luar tembok Rutan.

c. Faktor penghambat Pembinaan Narapidana

Narkotika, terdiri dari :

(11)

commit to user

tika (pecandu) di Rutan yang kondisi fisik dan mentalnya kurang mendukung untuk menjalani proses pembinaan, kurangnya kesadaran dari diri seorang narapidana akan penting nya pembinaan, kurangnya sumber daya manusia yang ahli dalam me-nangani narapidana narkotika, kurang nya sarana, prasarana dan infrastruktur pendukung guna menangani narapi dana narkotika, kurang optimalnya pembinaan terhadap narapidana narkotika ditinjau dari waktu hukuman pidana penjara yang relatif singkat.

2) Faktor penghambat eksternal dalam

pembinaan narapidana meliputi faktor ekonomi yang diikuti dengan minim nya lapangan pekerjaan yang ada atau yang tersedia. Hal ini tentunya menjadi kendala tersendiri, dan dikhawatirkan warga binaan akan kembali menjadi penjual dan pemakai narkotika untuk membiayai kehidupan sehari-hari. Dengan semakin minimnya lapangan pekerjaan yang tersedia dan kurang sesuai dengan keahlian yang dimiliki olah warga binaan akan semakin memperberat langkah untuk mengawali kehidupan yang baru di tengah-tengah masyarakat. Selain itu faktor pendi-dikan yang minim dari beberapa warga binaan, akan menjadi hambatan tersendiri untuk memasuki kehidupan baru di masyarakat. Faktor pendidikan yang minim tersebut menjadikan warga binaan kesulitan untuk mengaplikasi kan pembinaan keterampilan yang di peroleh selama masa hukuman. Untuk itu perlu adanya pendidikan tambahan maupun melanjutkan pendidikan yang sebelumnya sempat berhenti karena menjalani hukuman.

2. Saran

1. Pembinaan narapidana narkoba sebaiknya

dilakukan di tempat yang nyaman dan dalam suasana yang bersifat kekeluargaan, sehingga hubungan yang tercipta antara Pembina dengan narapidana seperti orang tua dengan anaknya dan narapidana merasa tenteram jauh dari kesan bahwa narapidana sedang menjalani hukuman dalam penjara.

2. Dalam pembinaan kepribadian sebaiknya

lebih menitikberatkan pada pendidikan budi pekerti dan penanaman jiwa yang

ikhlas. Karena dengan budi pekerti yang luhur dan jiwa yang ikhlas, dalam keadaan atau kondisi apapun seseorang akan mampu dan siap untuk menghadapi hidup.

3. Perlunya perhatian yang lebih dari

Pemerintah untuk membantu mewujudkan pembinaan khusus bagi narapidana penya lahgunaan narkoba sehingga narapidana penyalahgunaan narkoba tidak hanya men jalani hukuman pidananya tetapi juga dapat sembuh dari ketergantungannya. Peran tersebut dapat diwujudkan dengan adanya peningkatan subsidi untuk me-ningkatkan kualitas SDM pihak Rutan dan juga kelengkapan sarana dan prasarana pendukung pelaksanaan pembinaan nara-pidana narkoba.

DAFTAR PUSTAKA

Achmad Ali. 2009. Menguak Teori Hukum

(legal Theory) dan Teori Peradilan (judicial Prudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legis Prudence). Jakarta: Kencana.

Bambang Poernomo. 1982. Asas-asas Hukum

Pidana, Yogyakarta : Ghalia Indonesia.

Barda Nawawi Arief. 1996. Bunga Rampai

Kebijakan Hukum Pidana, Bandung:

Citra Aditya Bakti.

C.I. Harsono Hs. 1995. Sistem Baru

Pembinaan Narapidana Jakarta:

Djambatan.

Cavanagh, ME. 1982. The Counseling Experience: A Theoretical and

Practical Approach. Monterey.

California: Brooks/Cole Publishing Company.

Cesare Beccaria. 2011. Perihal Kejahatan dan

Hukuman. diterjemahkan oleh

Wahmuji. Yogyakarta : Genta

Publising cetakan Pertama.

Gregorius Aryadi. 1995. Putusan Hakim

dalam Perkara Pidana. Yogyakarta:

Universitas Atma Jaya.

Hari Sasangka. 2003. Narkotika &

Psikotropika dalam Hukum Pidana.

Bandung: Mandar Maju.

Hadiman. 1996. Perlakuan Barang Haram

(12)

commit to user

Seperti Barang Haram Lainnya.

Jakarta: Bimmas Polri.

Kusrohmaniah, S. 2000. Profile Kepribadian, Status Identitas, dan Analisis Kebutuhan Remaja Pasien Rehabilitasi Penyalahgunaan Napza (Narkotik, Psikotropika, dan Zat Adiktif). Laporan Penelitian. Yogyakarta: Lembaga Penelitian UGM.

Latifah, S. 1994. Perubahan Kepribadian pada

Narapidana sesudah Menerima

Pembinaan di Rumah Tahanan. Skripsi. Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.

Leonie Fitriani Ndoen. Jurnal Pengungkapan Diri Pada Mantan Narapidana (http://www.gunadarma.ac.id/library/ar ticles/graduate/psychology/2009/Artike l_10504094.pdf. diakses 26 Februari 2013).

Maslim R. 1996. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa. Rujukan dari PPDGJ lll. Jakarta.

Matthew B. Miles dan A. Michael Huberman. 1992. Analisis Dulu Kualitatif, Jakarta: Salemba Empat.

Muladi. 1984. Gerakan Abolisionis Ancaman

Non-Represif terhadap Kejahatan,

Makalah Ceramah Ilmiah. Semarang: Fakultas Hukum Universitas Tujuh Belas Agustus 1945.

Muladi. 1985. Lembaga Pidana Bersyarat, Bandung: Alumni.

Muladi, Arief Barda Nawawi. 1998.

Teori-Teori Dan Kebijakan Pidana,

Bandung: Alumni.

Departemen Hukum dan HAM RI. 2004.

Pedoman Perawatan Kesehatan Warga Binaan Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara. Jakarta: Direktorat Jendral

Pemasyarakatan.

Priyatno Dwija. 2006. Sistem Pelaksanaan

Pidana Penjara Di Indonesia,

Bandung : Refika Aditama.

Romli Atmasasmita. 1982. Strategi

Pembinaan Pelanggar Hukum dalam Konteks PenegakanHukum Di Indonesia. Bandung: Alumni.

Salim, Bachtiar Agus. 2003. Tujuan Pidana

Penjara Sejak Reglemen 1917 Hingga Lahirnya Sistem Pemasyarakatan di Indonesia Dewasa ini, Medan, Pustaka

Bangsa, Pemikiran Hukum Guru Besar dari Masa ke Masa, editor Tan Kamello.

Setiadi. 2007. Konsep Penulisan Riset

Keperawatan. Jogyakarta : Graham

Ilmu.

Soerjono Soekanto. 1986. Pengantar

Penelitian Hukum. Jakarta Ul Press.

Surayin, 2001. Kamus Umum Bahasa

Indonesia. Bandung: Yrama Widya.

Undang-Undang Narkotika dan Psikotropika. 1999. Jakarta: Sinar Grafika

Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang

Pemasyarakatan.

Keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan Nomor : E.KP.09.05-701A Tahun 2003 Tentang Tugas Pejabat Struktural dan Petugas Operasional Di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika.

Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor: M.02-PK.04.10 Tahun 1990 tentang Pola Pembinaan Narapidana/Tahanan.

Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor : M.02-PK.04.10 Tahun 1990 Tentang Pola Pembinaan Narapidana/Tahanan Bab II angka 7, Pembinaan dan Pola Pembinaan ini meliputi tahanan, pelayanan tahanan, pembinaan narapidana dan anak didik dan bimbingan klien.

Pasal 1 angka (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika.

Gambar

Gambar 2 Kerangka Pemikiran

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari penelitian ini ialah pembiayaan yang dilakukan oleh Perbankan Syariah dalam upaya untuk meningkatkan perkembangan sektor rill atau UMKM di Kota Makasar

Sistem komunikasi serat optik mengalami perkembangan yang sangat pesat begitu juga dengan sistem komunikasi nirkabel, perpaduan antara Radio over Fiber (RoF) dan Ortogonal

Untuk pemilihan motor induk dari suatu kapal, maka dibutuhkan perkiraan daya dari motor induk agar bisa beroperasi dengan baik sesuai dengan kebutuhan. Daya motor induk

Setiap rumah tradisional di pesisir Selatan Pulau Seram struktur otonom; misalnya rumah untuk kapitan; hanya ditempati oleh kapitan dan keturunannya, perlu untuk

Toleransi arah kiblat dalam perspektif astronomi yang diterjemahkan dari hadis imam Baihaqi diperoleh dari hasil perhitungan arah kiblat berdasarkan titik acuan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan santoquin dan vitamin E dalam pakan tidak nyata (P > 0,05) berpengaruh terhadap konsumsi pakan, bobot hidup, pertambahan

[r]

sebab tata graha adalah bagian yang bertugas dan bertanggung jawab untuk menjaga. kebersihan, kerapian, keindahan dan kenyamanan di seluruh areal hotel,