6 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Batu Ginjal 2.1.1 Definisi
Calculus of Kidney atau penyakit batu ginjal merupakan batu kalsium yang menempel di pelvis ginjal atau melewati ureter. Selain itu, batu ginjal adalah pengkristalan mineral yang mengelilingi zat organik, misalnya nanah, darah, atau sel yang sudah mati dan biasanya batu (kalkuli) terdiri dari atas garam kalsium (oksalat dan fosfat) atau magnesium fosfat dan asam urat. Batu ginjal terbentuk bila konsentrasi garam atau mineral dalam urine mencapai nilai yang memungkinkan terbentuknya kristal yang akan mengendap pada tubulus ginjal atau ureter, dimana meningkatnya konsentrasi garam-garam disebabkan adanya kelainan metabolisme atau pengaruh lingkungan dan sebagian besar batu ginjal merupakan garam kalsium, fosfat, oksalat, serat asam urat (Handayani, 2020).
Penyakit batu ginjal merupakan penyakit yang terbentuk karena terjadinya pengkristalan kalsium dan atau asam urat dalam tubuh (ginjal), cairan mineral ini memompa dan membentuk kristal yang mengakibatkan terjadinya batu ginjal. Penyakit batu ginjal biasanya terdapat di dalam ginjal tubuh seseorang, dimana tempat bernaungnya urine sebelum dialirkan melalui ureter menuju kandung kemih (Widayati et al., 2017).
2.1.2 Etiologi
Penyebab batu ginjal adalah idiopatik. Namun, ada faktor yang merupkan predisposisi dan yang utama adalah ISK (Infeksi Saluran Kemih). Infeksi tersebut akan meningkatkan terbentuknya zat organik, zat ini dikelilingi mineral yang mengendap. Pengendapan mineral ini (karena infeksi) akan mengakibatkan alkalinitas urine dan mengakibatkan pengendapan kalsium fosfat dan magnesium ammonium fosfat. Selain itu faktor lain yang dikaitkan dengan pembentukan batu adalah konsumsi
antasida dalam jangka panjang, terlalu banyak vitamin D, dan kalsium karbonat. Selain itu, etiologi batu ginjal antara lain :
1. Faktor endogen yang meliputi faktor genetik, pada hipersistinuria, hiperkalsuria, dan hiperoksaloria
2. Faktor eksogen yang meliputi faktor lingkungan, pekerjaan, makanan, infeksi dan kejenuhan mineral dalam air minum
3. Faktor lain, seperti:
a. Infeksi, dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan akan menjadi inti pembentukan batu saluran kencing, infeksi bakteri akan memecah ureum dan membentuk ammonium yang mengubah pH urine menjadi alkali
b. Stasis dan obstruksi urine, adanya obstruksi dan stasis urine akan mempermudah infeksi saluran kencing
c. Jenis kelamin, lebih banyak terjadi pada laki-laki daripada perempuan
d. Ras, batu saluran kencing lebih banyak ditemukan di Afrika dan Asia
e. Keturunan, anggota keluarga batu saluran kencing lebih banyak mempunyai kesempatan
f. Air minum, memperbanyak diuresis dengan cara banyak minum air akan memgurangi kemungkinan terbentuknya batu, sedangkan kurang minum menyebabkan kadar semua substansi dalam urine meningkat
g. Pekerjaan, pekerja keras yang banyak bergerak mengurangi kemungkinan terbentuknya batu dari pada pekerja yang lebih banyak duduk
h. Suhu, tempat yang bersuhu panas menyebabkan banyak mengeluarkan keringat
i. Makanan, masyarakat yang banyak mengkonsumsi protein hewani angka morbiditas batu saluran kencing berkurang, sedangkan penduduk yang vegetarian yang kurang makan putih
telur lebih sering menderita batu saluran kencing (buli-buli dan uretra) (Citerawati et al., 2018).
2.1.3 Klasifikasi
Menurut Nuari, (2017), beberapa klasifikasi batu ginjal antara lain:
1. Batu kalsium
Batu kalsium mengandung fosfat atau kalium oksalat, dimana dari bentuk partikel yang terkecil (disebut pasir atau kerikil) sampai dengan ukuran yang terbesar (staghorn) yang berada di pelvis dan dapat masuk ke kaliks. Faktor penyebabnya yaitu hypercalsuria (peningkatan jumlah kalsium dalam urine), hiperoksaluri (eksresi oksalat urine melebihi 45 gram perhari), hipositraturi (di dalam urine sitrat akan bereaksi menghalangi ikatan kalsium dengan oksalat atau fosfat), hipomagnesuri (magnesium bertindak sebagai penghambat timbulnya batu kalsium).
2. Batu struvit
Batu struvit terbentuk karena karena disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi ini adalah kuman golongan pemecah urea atau urea spilitter yang dapat menghasilkan enzim urease dan merubah urine mejadi basa melalui hidrolisis urea menajdi amoniak. Dimana keadaan tersebut memudahkan garam-garam magnesium, ammonium fosfat dan karbonat membentuk batu magnesium ammonium (MAP).
3. Batu asam urat
Batu asam urat terbentuk karena beberapa faktor yaitu urin yang terlalu asam yang disebabkan oleh makanan yang yang banyak mengandung purine serta peminum alkohol, volume urine yang jumlahnya sedikit (<2 liter perhari) atau dehidrasi, hiperurikosuri atau kadar asam urat melebihi 850 mg/24 jam, dimana asam urat yang berlebih dalam urine bertindak sebagai inti batu untuk terbentunya batu kalsium oksalat.
4. Batu sistin
Batu sistin merupakan jenis yang timbul biasanya pada anak kecil dan orang tua.
5. Batu xanthine
Batu xanthine terjadi karean kondisi hederiter hal ini terjadi karena defisiensi oksidasi xanthine (Widayati et al., 2017).
2.1.4 Patofisiologi
Mekanisme pembentukan batu ginjal tidak diketahui secara pasti, akan tetapi proses terjadinya batu dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :
a. Adanya presipitasi garam-garam yang larut dalam air seni, dimana apabila air seni jenuh akan terjadi pengendapan.
b. Adanya inti (nidus). Misalnya ada infeksi kemudian terjadi tukak, dimana tukak ini menjadi inti pembentukan batu, sebagai tempat menempelnya partikel-partikel batu pada inti tersebut.
c. Perubahan pH atau adanya koloid lain di dalam air seni akan menetralkan muatan dan meyebabkan terjadinya pengendapan.
Selain itu teori pembentukan batu ginjal antara lain:
a. Teori pembentukan inti
Pembentukan batu berasal dari kristal atau benda asing yang berada dalam urin yang pekat
b. Teori supersaturasi
Peningkatan dan kejenuhan substansi pembentukan batu dalam urine sperti sistin, xastin, asam urat, kalsium oksalat mempermudah terbentuknya batu. Kejenuhannya dipengaruhi oleh pH dan kekuatan ion
c. Teori presipitasi-kristalisasi
Perubahan pH urine akan mempengaruhi solubilitas substansi dalam urin, dimana di dalam urin yang asam akan mengendap sistin, xastin, asam urat, sedangkan di dalam urin yang basa akan mengendap garam-garam fosfat
d. Teori berkurangnya faktor penghambat
Tidak adanya atau berkurangnya substansi penghambat pembentukan batu seperti fosfopeptida, pirofosfat, polifosfat, asam mukopolisakarida dalam urine akan mempermudah pembentukan batu urine. Batu urine dapat menimbulkan penyulit berupa obstruksi dan infeksi saluran kemih. Manifestasi obstruksi pada saluran kemih bagian bawah adalah retensi urine atau keluhan miksi yang lain sedangkan pada batu saluran kemih bagian atas dapat menyebabkan hidroureter atau hidrinefrosis. Batu yang dibiarkan di dalam saluran kemih dapat menimbulkan infeksi, abses ginjal, pionefrosis, urosepsis dan kerusakan ginjal permanen (gagal ginjal) (Zamzami, 2018).
2.1.5 WOC
Gangguan laju aliran urin, perubahan suhu dan PH urin Mempengaruhi perubahan kondisi metastable
Presipitasi kristal (kristal tidak terlarut dalam urin)
Terjadi agregasi kristal
Agregat menempel pada epitel saluran kemih
Kelainan metabolisme sistin Gangguan absorbsi sitin dalam mukosa usus
Kadar sistin urin ↑
Proses kristalisasi
Batu sistin Enzim xanthine
oksidase merubah xipoxantin menjadi xantin Terbentuk asam urat
Diet mengandung purin
Asam urat tidak larut air, mudah membentuk kristal asam urat Batu asam urat
↑ reabsorbsi kalsium melalui usus, gangguan reabsorbsi kalsium melalui tubulus ginjal, ↑ reabsorbsi kalsium tulang
Infeksi saluran kemih kuman urea splitter
Hiperkalsiuri
Kalsium urine > 250- 300
Gangguan penyerapan oksalat pada usus
Menghasilkan enzim urease Proses
hidrolisis urea
Mempermudah garam
magnesium, ammonium fosfat dan karbonat membentuk batu Gangguan
penyerapan asam urat pada usus
Gangguan penyerapan magnesium pada usus
Gangguan penyerapan magnesium pada usus
Terbentuk inti batu (nukleasi)
Membentuk retensi kristal
Di dalam tubuh degradasi purin dirubah menjadi hypoxantin melalui asam inosinat
↓ magnesium oksalat Ekskresi
oksalat urin >
45 gram/hari
↑ ikatan kalsium dengan oksalat/
fosfat
↓ kalsium sitrat
Batu struvit Urine menjadi bernuansa Kadar asam
urat dalam urin > 850 mg/ 24 jam
↓ sitrat yang berikatan dengan kalsium
↓ magnesium yang
berikatan dengan oksalat
↑ ikatan kalsium dengan oksalat Proses kristalisasi
Batu kalsium
Hiperoksaluri Hiperurikosuri Hipsitraturia Hipomagnes uria
Faktor intrinsik : Usia, keturunan, jenis kelamin
Faktor intrinsik : Dehidrasi, diet, obat-obatan, iklim, pekerjaan
23
Adanya luka insisi Penutupan leher
kandung kemih
Gesekan batu pada mukosa saluran kemih
Obstruksi berkelanjutan
(kronik) Peristaltik otot
polos sistem kalises ataupun
ureter ↑
↑ tekanan intraluminal Peregangan saraf
terminal Nyeri Akut
Aliran urin mula- mula lancar langsung terhenti
dan menetes (retensi urin)
Trauma mukosa saluran kemih
Iritasi
Hematuria
Penumpukan cairan pada ginjal dan ureter
Tindakan invasive dan pembedahan
Ansietas
Inflamasi
Infeksi Hidronefrosis
atau hidroureter
Hipervolemia
Pienefrosis, urosepsis Urolitiasis/ batu saluran kemih
Gangguan eliminasi urine Batu ginjal
Merangsang peritoneum
Batu ureter Batu buli-buli Batu uretra
Mual, muntah
Obstruksi saluran kemih
Nausea
Post op Pre op
Trauma jaringan setelah insisi
Nyeri Akut Gangguan
Integritas Kulit Usaha pengeluaran
batu dari saluran kemih
Menghalangi aliran kemih
Gagal ginjal
2.1.6 Manifestasi Klinis
Gejala utama batu ginjal akut adalah kolik ginjal atau nyeri kolik.
Lokasi nyeri bergantung pada lokasi batu. Apabila batu ada di dalam pelvis ginjal, penyebab nyerinya adalah hidronefrosis dan nyeri ini tidak tajam, tetap, dan dirasakan di area sudut kostovertebra. Apabila batu turun ke dalam ureter, pasien akan mengalami nyeri yang hebat, kolik, rasa seperti ditikam. Nyeri bersifat intermiten dan disebabkan oleh spasme (kejang), ureter dan anoksia dinding ureter yang ditekan batu. Nyeri menyebar ke area suprapubic, genetalia eksterna, dan paha. Nyeri kolik dapat diserati dengan mual dan muntah (Aslim et al., 2017).
Gejala lainnya adalah perut menggelembung, demam, menggigil, dan darah di dalam air kemih. Penderita biasanya akan sering berkemih, terutama ketika batu melewati ureter. Batu bisa menyebabkan infeksi saluran kemih, jika batu menyumbat aliran kemih, bakteri akan terperangkap di dalam air kemih yang terkumpul diatas penyumbatan, sehingga terjadi infeksi. Jika penyumbatan berlangsung lama, air kemih akan mengalir balik ke dalam saluran di dalam ginjal, menyebabkan penekanan yang akan menggelembungkan ginjal (hidronefrosis) dan pada akhirnya bisa terjadi kerusakan ginjal (Widiani, 2020).
2.1.7 Komplikasi
Komplikasi batu ginjal antara lain:
1. Gagal ginjal, terjadi kerusakan neuron yang lebih lanjut dan pembuliuh darah yang disebut kompresi batu pada membrane ginjal karena suplai oksigen terhambat. Hal ini menyebabkan iskemik ginjal dan jika dibiarkan menyebabkan gagal ginjal
2. Infeksi, dalam aliran urine yang statis merupakan tempat yang baik untuk perkembangbiakan mikroorganisme, sehingga akan menyebabkan infeksi pada periitoneal
3. Hidronefrosis, karena aliran urine terhambat menyebabkan urine tertahan dan menumpuk di ginjal dan lama kelamaan ginjal akan membesar karena penumpukan urin.
4. Vaskuler iskemia, terjadi karena aliran darah kedalam jaringan berkurang sehingga terjadi kematian jaringan (Widiani, 2020)
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang
Menurut Tjokroprawiro, (2015), pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain:
1) Ultrasonografi (USG) untuk melihat adanya hidonefrosis (pembengkakan ginjal, batu, menghambat aliran flow urin)
2) Teknik BOF/KUB untuk mendeteksi batu kalsium yang relative padat, juga anatomi ginjal. Serta lokasi batu
3) Pielografi intravena (IVP) untuk melihat besarnya batu, letaknya dan tanda obstruksi, terutama untuk batu yang bersifat tidak tembus sinar/radiolusen, serta untuk menilai fungsi ekskresi ginjal, syarat untuk pemeriksaan IVP adalah BUN dan kreatinin serum dalam rentang normal)
4) CT atau CAT adalah X-ray khusus yang tidak membutuhkan penggunaan kontras intravena
5) Mikroskopis urine, yang menunjukkan protein, sel darah merah, sel fdarah putih, bakteri, cast dan kristal
6) Kultur dari sampel urine untuk menyingkirkan infeksi
7) Tes darah lengkap, untuk peningkatan sel darah putih mengindikasikan adanya infeksi, tes fungsi ginjal, dan kadar kalsium darah yang tinggi (hiperkalsemia)
8) Pengumpulan urine 24 jam untuk mengukur volume total urin harian, magnesium, sodium, asam urat, kalsium, sitrat, oksalat, dam fosfat (Zamzami, 2018)
2.1.9 Penatalaksanaan
Menurut Nuari (2017), penatalaksanaan batu ginjal antara lain:
a. Keperawatan
1) Pengurangan nyeri
Morfin atau meperiden untuk mencegah syok dan sinkop akibat nyeri yang luar biasa, mandi air panas, atau hangat di area panggul, pemberian cairan kecuali untuk pasien muntah atau menderita gagal
jantung kongestif. Pemberian cairan dibutuhkan untuk mengurangi konsentrasi kristoid urin, mengecerkan urine dan menjamin haluaran yang besar serta meningkatkan tekanan hidrostatik pada ruang dibelakang batu sehingga mendorong massase batu kebawah
2) Pengangkatan batu
Pemeriksaan sitoskopik dan passase ureter kecil untuk menghilangkan batu yang obstruktif. Jika batu tersangkut, dapat dilakukan analisa kimiawi untuk menentukan kandungan batu
3) Terapi nutrisi dan medikasi
Tujuan terapi adalah membuat penegceran dimana batu sering terbentuk dan membatasi makanan yang memberikan kontribusi pada pembentukan batu serta anjurkan klien untuk bergerak agar mengurangi pelepasan kalsium dari tulang. Tujuan pemberian terapi diit rendah protein, rendah garam adalah membantu memperlambat pertumbuhan batu ginjal atau membantu mencegah pembentukan batu ginjal
b. Medis atau bedah
1) Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)
Mekanisme pemeriksaan adalah berbaring di mesin khusus yang menghasilkan gelombang kejut. Gelombang kejut yang dibuat di luar tubuh dan masuk melalui jaringan kulit dan tubuh sampai mereka berhenti pada batu yang lebih padat. Batu-batu tersebut terurai menjadi partikel kecil yang keluar dengan mudah lewat saluran kemih dalam urin. ESWL biasanya dilakukan secara rawat jalan. Waktu pemulihan yang relatif singkat dan kebanyakan orang dapat melanjutkan kegiatan normal dalam beberapa hari kemudian.
Komplikasi yang dapat terjadi dengan prosedur ESWL adalah terdapatnya memar dan sedikit ketidaknyamanan di daerah punggung atau perut akibat gelombang kejut. Untuk mengurangi resiko komplikasi, pasien biasanya diberitahu untuk menghindari aspirin dan obat-obatan lainnya yang mempengaruhi pembekuan darah selama beberapa minggu sebelum pengobatan. Kadang
partikel batu yang hancur menyebabkan penyumbatan kecil dari saluran kemih yang memerlukan penempatan stentke dalam ureter untuk membantu keluarnya potongan-potongan kecil tersebut. Jika batu ginjal tidak sepenuhnya hancur dengan satu pengobatan, maka pengobatan lanjutan sejenis mungkin diperlukan
2) Percutaneous Nephrolithotomy (PCNL)
PNCL sering digunakan ketika ukuran batu cukup besar atau di lokasi yang tidak memungkinkan untuk penggunaan efektif ESWL. Dalam prosedur ini, ahli bedah membuat sayatan kecil di bagian belakang tubuh yang menghasilkan sebuah terowongan langsung ke ginjal. Dokter bedah menggunakan suatu nephroscope (instrument dimasukkan ke dalam sayatan di dalam panggul ginjal untuk melihat bagian dalam ginjal untuk menemukan dan mengeluarkan batu. Sebuah tabung kecil yang disebut tabung necphrostomy akan ditinggal dalam ginjal selama beberapa hari.
Keuntungan dari prosedur percutaneous nephrolithotomy adalah bahwa beberapa potongan kecil batu ginjal dapat dikeluarkan secara langsung, bukan semata-mata mengandalkan cara keluar alami mereka dari ginjal.
3) Prosedur pengeluaran batu Ureteroscopic
Uteroscopy adalh prosedur yang melibatkan penggunaan perangkat kecil yang fleksibel atau kaku yang disebut uterescope untuk melihat dan mengeluarkan batu ginjal mungkin diperlukan untuk batu-batu ureter bagian tengah dan bawah. Dokter bedah menggunakan uterescope, suatu instrument serat optic kecil, melalui uretra dan kandung kemih kenureter untuk mencari dan memotong batu dengan energi laser dan mengeluarkannya dengan suatu keranjang mirip kurungan. Sebuah stent kecil dapat dibiarkan dalam ureter selama beberapa minggu untuk memperlancar aliran urin (Abdurrosid et al., 2017).
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Batu Ginjal 2.2.1 Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang sistematis dan pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien. Oleh karena itu, pengkajian yang akurat, lengkap, sesuai dengan kenyataan, kebenaran data sangat penting dalam merumuskan suatu diagnosa keperawatan dan memberikan pelayanan keperawatan sesuai dengan respon individu. Berikut ini adalah pengkajian keperawatan pada pasien dengan batu ginjal :
a. Pengumpulan data 1. Identitas
Data klien, mencakup : nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, pekerjaan, suku bangsa, status perkawinan, alamat, diagnosa medis, No RM, tanggal masuk, tanggal pengkajian dan ruangan tempat klien dirawat.
2. Riwayat kesehatan klien
Riwayat kesehatan pada klien dengan batu ginjal sebagai berikut : a) Keluhan utama
Alasan spesifik untuk kunjungan klien ke klinik atau rumah sakit. Biasanya klien dengan batu ginjal mengeluhkan adanya nyeri pada pinggang.
b) Riwayat kesehatan sekarang
Merupakan pengembangan dari keluhan utama dan data yang menyertai dengan menggunakan pendekatan PQRST, yaitu : P : Paliatif/ propokative. Merupakan hal atau faktor yang mencetuskan terjadinya penyakit, hal yang memperberat atau memperingan. Pada klien dengan batu ginjal biasanya klien mengeluh nyeri pada bagian pinggang dan menjalar ke saluran kemih.
Q : Quality. Kualitas dari suatu keluhan atau penyakit yang dirasakan. Pada klien dengan batu ginjal biasanya nyeri yang dirasakan seperti menusuk-nusuk.
R : Region. Daerah atau tempat dimana keluhan dirasakan.
Pada klien dengan batu ginjal biasanya nyeri dirasakan pada daerah pinggang.
S : Severity. Derajat keganasan atau intensitas dari keluhan tersebut. Skala nyeri biasanya 7.
T : Time. Waktu dimana keluhan dirasakan. Keluhan nyeri pada klien dengan batu ginjal biasanya dirasakan kadang- kadang.
c) Riwayat kesehatan yang lalu
Biasanya klien dengan batu ginjal mengeluhkan nyeri pada daerah bagian pinggang, adanya stres psikologis, riwayat minum-minuman kaleng.
d) Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya tidak ada pengaruh penyakit keturunan dalam keluarga seperti jantung, DM, hipertensi.
3. Data biologis dan fisiologis Meliputi hal-hal sebagai berikut : a) Pola nutrisi
Dikaji mengenai makanan pokok, frekuensi makan, makanan pantangan dan nafsu makan, serta diet yang diberikan. Pada klien dengan batu ginjal biasanya mengalami penurunan nafsu makan karena adanya luka pada ginjal.
b) Pola eliminasi
Dikaji mengenai pola BAK dan BAB klien, pada BAK yang dikaji mengenai frekuensi berkemih, jumlah, warna, bau serta keluhan saat berkemih, sedangkan pada pola BAB yang dikaji mengenai frekuensi, konsistensi, warna dan bau serta keluhan-keluhan yang dirasakan. Pada klien dengan batu ginjal biasanya BAK sedikit karena adanya sumbatan atau batu ginjal dalam perut.
c) Pola istirahat dan tidur
Dikaji pola tidur klien, mengenai waktu tidur, lama tidur, kebiasaan mengantar tidur serta kesulitan dalam hal tidur. Pada klien dengan batu ginjal biasanya mengalami gangguan pola istirahat tidur karena adanya nyeri.
d) Pola Aktivitas
Dikaji perubahan pola aktivitas klien. Pada klien dengan batu ginjal klien mengalami gangguan aktivitas karena kelemahan fisik gangguan karena adanya luka pada ginjal.
e) Pola Personal Hygiene
Dikaji kemampuan klien dalam memenuhi kebutuhan personal hygiene (mandi, oral hygiene, gunting kuku, keramas). Pada klien dengan batu ginjal biasanya ia jarang mandi karna nyeri di bagian pinggang.
4. Pemeriksaan fisik a) Kepala
1. Rambut
Pada klien dengan batu ginjal biasanya pemeriksaan pada rambut akan terlihat sedikit berminyak karena klien belum mampu mencuci rambut karena keterbatasan gerak klien.
2. Mata
Pada klien dengan batu ginjal pada pemeriksaan mata, penglihatan klien baik, mata simetris kiri dan kanan, sklera tidak ikterik.
3. Telinga
Pada klien dengan batu ginjal tidak ada gangguan pendengaran, tidak adanya serumen, telinga klien simetris, dan klien tidak merasa nyeri ketika di palpasi.
4. Hidung
Klien dengan batu ginjal biasanya pemeriksaan hidung simetris, bersih, tidak ada sekret, tidak ada pembengkakan.
5. Mulut
Klien dengan batu ginjal kebersihan mulut baik, mukosa bibir
kering dan mulut selalu terbuka.
6. Leher
Klien dengan batu ginjal tidak ada pembengkakan kelenjer tiroid.
b) Thorak
1. Paru- paru
Inspeksi : Klien dengan batu ginjal dadanya simetris kiri kanan.
Palpasi : Pada klien dengan batu ginjal saat dilakuan palpasi tidak teraba massa.
Perkusi : Pada klien dengan batu ginjal saat diperkusi di atas lapang paru bunyinya normal.
Auskultasi : Klien dengan batu ginjal suara nafasnya normal.
2. Jantung
Inspeksi : Klien dengan batu ginjal ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi : Klien dengan batu ginjal ictus cordis tidak teraba.
Perkusi : Suara jantung dengan kasus batu ginjal berbunyi normal.
Auskultasi : Reguler, apakahada bunyi tambahan atau tidak.
3. Abdomen
Inspeksi : Klien dengan batu ginjal abdomen tidak membesar atau menonjol, tidak terdapat luka operasi tertutup perban, dan terdapat stretchmark.
Auskultasi : Peristaltik normal.
Palpasi : Klien dengan batu ginjal tidak ada nyeri tekan.
Perkusi : Klien dengan batu ginjal suara abdomennya normal (Timpani).
4. Ekstermitas
Klien dengan batu ginjal biasanya ekstremitasnya dalam keadaan normal.
5. Genitalia
Pada klien dengan batu ginjal klien tidak ada mengalami gangguan pada genitalia.
5. Data Psikologis
Konsep diri terdiri atas lima komponen yaitu :
a) Citra tubuh
Sikap ini mencakup persepsi klien terhadap tubuhnya, bagian tubuh yang disukai dan tidak disukai.
b) Ideal diri
Persepsi klien terhadap tubuh, posisi, status, tugas, peran, lingkungan dan terhadap penyakitnya.
c) Harga diri
Penilaian/ penghargaan orang lain, hubungan klien dengan orang lain.
d) Identitas diri
Status dan posisi klien sebelum dirawat dan kepuasan klien terhadap status dan posisinya.
e) Peran
Seperangkat perilaku/tugas yang dilakukan dalam keluarga dan kemampuan klien dalam melaksanakan tugas.
6. Data Sosial dan Budaya
Dikaji mengenai hubungan atau komunikasi klien dengan keluarga, tetangga, masyarakat dan tim kesehatan termasuk gaya hidup, faktor sosial kultural dan support sistem.
7. Stresor
Setiap faktor yang menentukan stress atau menganggu keseimbangan.
Seseorang yang mempunyai stresor akan mempersulit dalam proses suatu penyembuhan penyakit.
8. Koping Mekanisme
Suatu cara bagaimana seseorang untuk mengurangi atau menghilangkan stres yang dihadapi.
9. Harapan dan pemahaman klien tentang kondisi kesehatan Perlu dikaji agar tim kesehatan dapat memberikan bantuan dengan efisien.
10. Data Spiritual
Pada data spiritual ini menyangkut masalah keyakinan terhadap tuhan Yang Maha Esa, sumber kekuatan, sumber kegiatan keagamaan yang biasa dilakukan dan kegiatan keagamaan yang ingin dilakukan selama sakit serta harapan klien akan kesembuhan penyakitnya.
11. Data Penunjang
a) Farmakoterapi : Dikaji obat yang diprogramkan serta jadwal pemberian obat.
b) Prosedur Diagnostik Medik.
c) Pemeriksaan Laboratorium.