Kajian Pupuk Majemuk PK terhadap Produksi Bawang Merah di Lahan Berpasir Dataran Rendah
Vidya, Suparman dan Karjo
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Tengah Jl. G. Obos Km. 5 Palangka Raya
E-mail : [email protected]
Abstrak
Tanaman bawang merah merupakan komoditas yang banyak digunakan oleh masyarakat. Setiap tahun kebutuhan bawang merah meningkat sementara luas panen pada sentra produksi bawang merah semakin menurun akibat degradasi hara. Lahan berpasir yang memiliki ketersediaan hara rendah dijadikan alternatif untuk tetap mempertahankan produksi bawang merah. Untuk memenuhi ketersediaan hara pada lahan berpasir, dilakukan penggunaan pupuk majemuk.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dosis pupuk majemuk PK yang menghasilkan produksi bawang merah tertinggi di lahan berpasir Desa Banturung, Kecamatan Bukit Batu, Kota Palangka Raya, Provinsi Kalimantan Tengah. Penelitian dilakukan pada bulan Oktober – Desember 2015 menggunakan metode Rancangan Acak Kelompok dengan empat perlakuan yang diulang sebanyak tiga kali. Dosis yang diaplikasikan pada perlakuan yaitu Kontrol (P0), 50 kg/ha (P1), 75 kg/ha (P2) dan 100 kg/ha (P3). Parameter yang diamati antara lain tinggi tanaman, jumlah anakan per rumpun, berat per umbi, berat basah dan berat kering. Data hasil pengamatan dianalisis dengan Univariate Program SPSS dan jika ada yang berbeda nyata diuji lanjut dengan uji Duncan pada taraf nyata 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dosis sebesar 75 kg/ha dapat menghasilkan produksi bawang merah tertinggi dengan berat umbi, berat basah dan berat kering 1,57 g; 17,47 t/ha dan 10,48 t/ha. Hal ini menunjukkan bahwa dosis pupuk majemuk PK sebesar 75 kg/ha mampu memenuhi ketersediaan hara di lahan berpasir Desa Banturung, Kecamatan Bukit Batu, Kota Palangka Raya, Provinsi Kalimantan Tengah.
Kata Kunci : bawang merah, lahan berpasir, pupuk.
Pendahuluan
Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran dataran rendah unggulan yang sejak lama telah diusahakan oleh petani secara intensif dan banyak digunakan sebagai bumbu dapur. Tanaman bawang merah diyakini berasal dari daerah Asia Tengah, yakni sekitar Bangladesh, India, dan Pakistan. Sejak ribuan tahun yang lalu bawang merah dapat dikatakan sudah dikenal oleh masyarakat.
Kegunaan lain dari bawang merah adalah sebagai obat tradisional penurun kadar gula dan kolesterol darah, pencegah penebalan atau pengerasan pembuluh darah dan maag. Umbi bawang merah memiliki kandungan senyawa-senyawa yang bersifat bakterisida (Rukmana,1994). Bawang merah diketahui sudah banyak digunakan sejak zaman Mesir kuno untuk pengobatan (Tim Bina Karya Tani, 2008).
Kebutuhan bawang merah cenderung ditingkatkan kurang lebih 5% setiap tahunnya di dalam negeri untuk mengimbangi pesatnya peningkatan industri-industri pengolahan makanan.
Menurut BPS (2014) luas panen bawang merah mengalami penurunan 22 ha dari tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan lahan-lahan di sentra-sentra produksi bawang merah mengalami degradasi hara akibat input-input bahan kimia pada kegiatan pertanian yang diberikan secara berlebihan. Luas panen bawang merah yang berkurang di Indonesia menyebabkan produksi bawang merah tidak mampu memenuhi kebutuhan bawang merah yang semakin meningkat.
Degradasi hara yang terjadi di wilayah sentra-sentra produksi bawang merah menyebabkan penanaman bawang merah berpindah ke lahan alternatif dengan tingkat ketersediaan unsur hara yang rendah yakni lahan berpasir (Cahyono dkk 2005).
Upaya pengembangan bawang merah di Palangka Raya Kalimantan Tengah yang dimulai tahun 2012 pada awalnya memiliki kendala mendasar. Banyak petani yang melakukan penanaman belum yakin apakah bawang merah dapat membentuk umbi. Hal ini didasarkan pada tanah yang digunakan merupakan lahan marginal, ditambah curah hujan yang umumnya tinggi, selain itu para petani minim dan belum memiliki pengalaman menanam bawang merah (Firmansyah, dkk. 2014).
Pada pertengahan tahun 2013 pengembangan lebih lanjut dilakukan menggunakan varietas Super Philips. Hasil panen terbaik mampu dicapai beberapa petani hingga 12,4 t/ha umbi bawang merah kering di lahan pasir kuarsa (Firmansyah, 2014).
Keberhasilan produksi bawang merah pada lahan dengan tingkat ketersediaan unsur hara yang rendah ditentukan oleh beberapa faktor, selain menggunakan varietas uji yang sesuai dengan lingkungan setempat, memiliki daya adaptasi yang baik dan dapat memberikan potensi hasil yang tinggi, input pupuk juga harus diperhatikan (Sumarni dan Ahmad,2005). Petani di lapangan telah banyak melakukan pemupukan tunggal secara meluas baik untuk tanaman pangan (Hayani et al., 2000), perkebunan (Nasution dan Sudarnoto, 2000; Wigena et al. 2006), dan hortikultura (Ernawati et al., 2000 dan Tuherkih et al., 2007). Penggunaan pupuk tunggal jika tidak berimbang dapat menyebabkan ketidak-seimbangan hara dalam tanah, jumlah hara yang diserap tanaman, penurunan produksi, dan kualitas hasil. Pengadaan pupuk tunggal seringkali dilakukan tidak serentak, sehingga menyulitkan petani untuk aplikasinya.
Penggunaan pupuk majemuk dapat menutup kekurangan pupuk tunggal. Pupuk majemuk memiliki keunggulan dibandingkan dengan pupuk tunggal, yaitu mengandung lebih dari satu jenis hara, lebih praktis dalam pemesanan, transportasi, penyimpanan, dan aplikasinya di lapangan.
Keuntungan lain dari penggunaan pupuk majemuk tersebut adalah lebih homogen dalam penyebaran pupuk.
Tanah berpasir memiliki pori tanah lebih besar sehingga unsur hara yang terkandung cenderung mudah tercuci (Hanafiah, 2005). Dua unsur hara penting dalam pupuk majemuk yang umum dibutuhkan di tanah berpasir yaitu unsur P (Fosfor) dan K (Kalium). Tanaman yang kekurangan kalium akan memperlihatkan gejala lemahnya batang tanaman sehingga tanaman mudah roboh, sel lemah, daun tanaman kering, ujung daun kecoklatan dan timbul nekrosis (Rosmarkam dan Yuwono, 2002). Selain kalium, fosfor sangat berpengaruh terhadap perkembangan tanaman dan pertumbuhan tanaman. Pengaruh P terhadap produksi tanaman dapat meningkatkan produksi tanaman atau bahan kering, perbaikan kualitas hasil dan mempercepat masa pematangan (Suyono dkk., 2006 dalam Saribun, 2008).
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dosis pupuk majemuk PK yang memberikan hasil produksi bawang merah terbaik pada lahan berpasir di Desa Banturung, Kecamatan Bukit Batu, Kota Palangka Raya, Provinsi Kalimantan Tengah.
Metodologi
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober-Desember 2015 di Desa Banturung, Kecamatan Bukit Batu, Kota Palangka Raya, Provinsi Kalimantan Tengah.
Penelitian dilakukan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan empat perlakuan pemupukan pupuk majemuk PK yaitu : P0 = Kontrol, P1 = 50 kg/ha, P2 = 75 kg/ha dan
P3 = 100 kg/ha, setiap perlakuan diulang sebanyak tiga kali. Ukuran petak percobaan adalah 1 x 3 m, dengan jarak tanam 20 x 20 cm. Pupuk dasar berupa pupuk kandang ayam dengan dosis 10 t/ha, kapur dolomit 2 t/ha, Pupuk dasar diberikan sekaligus seminggu sebelum tanam secara merata pada larikan bedengan sedalam 5-10 cm. Bibit bawang ditanam dengan cara membenamkan seluruh bagian umbi ke dalam tanah.
Dosis pupuk kimia yang digunakan NPK Yaramila400 kg/ha. Pemupukan susulan I dan II diberikan pada umur 15 dan 30 hari setelah tanam (HST) masing-masing setengah dosis perlakuan.
Penyiraman dilakukan sebanyak dua kali sampai umur 30 HST, selanjutnya dilakukan pengairan satu kali sehari yaitu pada pagi hari.
Pengendalian OPT dilakukan secara rutin menggunakan fungisida sistemik (Amistartop 325 SC dan Benlok) dan kontak (Antracol 70 WP,) secara bergantian setiap 3 hari sekali. Selain itu dilakukan penyemprotan pada pagi hari dengan air biasa jika malam hari terjadi hujan atau kabut embun yang tebal. Pengendalian ulat dilakukan saat terjadi serangan awal. Pengendalian gulma dilakukan secara manual sebanyak tiga kali, yaitu pada 15, 30, dan 45 HST.
Parameter tanaman bawang merah yang diamati, antara lain: tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah anakan per rumpun, berat per umbi, berat basah dan berat kering. Data hasil pengamatan di analisis dengan analisis Univariate program SPSS, apabila ada perlakuan yang berbedanya nyata maka diuji lanjut dengan uji Duncan pada taraf nyata 5%.
Hasil dan Pembahasan
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian pupuk majemuk PK memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah daun, jumlah anakan per rumpun, berat per umbi, berat basah dan berat kering, tetapi berpengaruh tidak nyata pada tinggi tanaman (Tabel 1 dan Tabel 2).
Tabel 1. Tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah anakan per rumpun, diameter umbi bawang merah.
Perlakuan Tinggi Tanaman (cm) Jumlah Daun (helai)
Jumlah Anakan per rumpun
P0 35,12 16,33 a 5,43 a
P1 36,00 20,37 b 6,21 ab
P2 37,07 21,33 b 6,61 b
P3 36,60 17,03 a 6,59 b
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbedanya pada uji duncan taraf 5%.
Berdasarkan hasil pada Tabel 1 dan Tabel 2, pertumbuhan dan produksi hasil tertinggi ditunjukkan oleh tanaman bawang merah dengan dosis aplikasi 75 kg/ha (P2). Baik jumlah daun, jumlah anakan per rumpun, berat per umbi, berat basah dan berat kering cenderung berbanding lurus pada setiap perlakuan.
Jumlah daun pada perlakuan P2 menunjukkan hasil tertinggi sebesar 21,33 t/ha dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan P1 sebesar 20,37 t/ha, sementara kontrol (P0) menunjukkan perbedaan yang nyata dengan perlakuan P1 dan P2. Jumlah daun pada perlakuan kontrol menunjukkan hasil yang paling sedikit, yaitu sebesar 14,35 t/ha. Jumlah daun berhubungan positif dan cukup erat dengan serapan hara. Peningkatan serapan hara menyebabkan kadar klorofil tanaman menjadi lebih tinggi sehingga laju fotosintesis meningkat. Peningkatan laju fotosintesis akan merangsang proses sintesis karbohidrat yang dapat meningkatkan pertumbuhan vegetatif
tanaman termasuk pertumbuhan tinggi tanaman dan pembentukkan daun (Irwan dkk., 2005). Pada perlakuan P1, P2 dan P3 jumlah anakan per rumpun menunjukkan perbedaan yang tidak nyata.
Jumlah anakan terbanyak ditunjukkan oleh perlakuan P2 sebanyak 6,61 anakan. Jumlah anakan terendah ditunjukkan oleh perlakuan kontrol sebanyak 5,43 anakan yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan P1 sebanyak 6,21 anakan. Rendahnya jumlah anakan pada perlakuan kontrol diduga karena unsur hara pada lahan tidak cukup untuk mengoptimalkan pembentukan jumlah anakan pada bawang saat vegetatif aktif. Vachhani dan Patel (1996) melaporkan bahwa pemberian pupuk K mampu meningkatkan pertumbuhan vegetatif tanaman bawang merah. Selanjutnya Vidigal et al. (2002) mengatakan bahwa pertumbuhan bawang merah meningkat secara bertahap dengan meningkatnya jumlah pemberian pupuk K.
Tabel 2. Berat per umbi, berat basah dan berat kering bawang merah.
Perlakuan Berat Per Umbi (g) Berat Basah (t/ha) Berat Kering (t/ha)
P0 1,29 a 14,35 a 8,61 a
P1 1,48 ab 16,39 ab 9,84 ab
P2 1,57 b 17,47 b 10,48 b
P3 1,57 b 17,41 b 10,45 b
Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama menunjukkan tidak berbedanya pada uji duncan taraf 5%.
Selain menunjukkan hasil terbaik pada pertumbuhan dan perkembangan, perlakuan P2 juga memberikan produksi hasil tertinggi pada berat basah dan berat kering bawang merah sebesar 17,47 dan 10,48 t/ha diikuti dengan hasil perlakuan P1 dan P3 yang tidak berbeda nyata. Hasil terendah yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan P1 ditunjukkan pada perlakuan kontrol dengan berat per umbi, berat basah dan berat kering masing-masing sebesar 1,29 g; 14,35 dan 8,61 t/ha.
Berat umbi pada perlakuan P2 dan P3 menunjukkan hasil yang sama, hal ini diduga karena berat umbi tersebut adalah bobot maksimal dari varietas bawang merah yang digunakan pada penelitian. Produktivitas umbi bawang banyak dipengaruhi oleh faktor genetik dan sedikit dipengaruhi oleh lingkungan (Azmi, dkk. 2011). Penggunaan varietas yang berbeda akan memberikan nilai bobot yang berbeda pula (Brewster 1994, Basuki 2005). Penambahan hara dalam dosis tinggi selain tidak berpengaruh nyata pada varietas tertentu juga dapat menyebabkan kelebihan hara yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman. Hal ini diduga karena kemampuan tanaman dalam penyerapan unsur hara terbatas. Menurut Hasanuddin, dkk (2006) pemupukan yang berlebihan akan menyebabkan kejenuhan sehingga akan menurunkan serapan dan efisiensi serapan hara oleh tanaman.
Dosis optimal pemberian pupuk majemuk PK yaitu 75 kg/ha karena mampu meningkatkan produksi hasil bawang merah hingga 82% lebih tinggi dari perlakuan kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa tanpa penambahan pupuk PK, cenderung kekurangan unsur hara sehingga pertumbuhan dan hasil produksi bawang merah lebih rendah dibandingkan dengan penambahan pupuk majemuk PK. Hal ini sesuai dengan pendapat Novizan (2005) bahwa P dapat merangsang pertumbuhan awal bibit, merangsang pertumbuhan bunga, buah dan biji sementara kalium dapat membantu proses metabolisme, seperti fotosintesis dan respirasi. Hasil penelitian Abdulrachman dan Susanti (2004) mengatakan pemberian pupuk K dalam tanah yang cukup menyebabkan pertumbuhan bawang merah lebih optimal. Penambahan kalium dengan dosis tinggi menunjukkan hasil yang baik karena kalium berperan membantu proses fotosintesis, yaitu pembentukan senyawa
organik baru yang diangkut ke organ tempat penimbunan, yaitu umbi. Pengaruh lain dari pemupukan kalium adalah menghasilkan umbi yang berkualitas (Bybordi dan Malakouti 2003).
Russell (1977) dalam Napitupulu dan Winarto (2009) menyatakan pupuk sebagai sumber nutrisi relevan untuk pertumbuhan tanaman. penambahan pupuk K memberikan pengaruh sangat nyata terhadap bobot umbi kering per rumpun.
Kesimpulan
1. Penambahan berbagai perlakuan dosis pupuk majemuk PK mampu meningkatkan pertumbuhan dan hasil produksi bawang merah di lahan berpasir dataran rendah Desa Banturung, Kecamatan Bukit Batu, Kota Palangka Raya.
2. Perlakuan dosis yang mampu memberikan hasil produksi tertinggi yaitu 75 kg/ha dengan hasil berat basah dan berat kering masing-masing mencapai 17,47 dan 10,48 t/ha.
3. Perlu dikaji lanjut kombinasi aplikasi pupuk majemuk PK dengan pupuk organik agar diperoleh hasil yang optimum dari tanaman bawang merah.
4. Perlu dikaji lanjut tentang pengaruh pemberian pupuk majemuk PK pada berbagai lingkungan dan jenis lahan yang berbeda-beda agar diperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai efektivitas pupuk tersebut.
Daftar Pustaka
Abdulrachman, S. dan Z. Susanti. 2004. Pengaruh Pemberian Zeolit terhadap Peningkatan Efisiensi Pupuk P dan K pada Tanaman Padi. J. Zeolit Indonesia. 3:1-12.
Azmi, C., I. M. Hidayat, dan G. Wiguna. 2011. Pengaruh Varietas dan Ukuran Umbi terhadap Produktivitas Bawang Merah. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. J. Hort. 21(3):206-213, 2011. Diterbitkan tanggal 8 Agustus 2011
Badan Pusat Statistik . 2014. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Sayuran di Indonesia.
https://www.bps.go.id/Brs/view/id/1168. Diakses : Juni 2016
Basuki, R. S. 2005. Penelitian Daya Hasil dan Preferensi Petani terhadap Varietas Bawang Merah Lokal dari Berbagai Daerah. Laporan Hasil Penelitian APBN 2005 ROPP D1. 8 Hlm.
Brewster, J.L. 1994. Onions and Other Vegetable Alliums. CAB International, Cambridge. 236 p.
Bybordi, A. and M.J. Malakouti, 2003. The Effect of Various Rates of Potassium, Zinc, and Copper on the Yield and Quality of Onion Under Saline Conditions In Two Major Onion Growing Regions of East Azarbayjan. Agric. Sci. and Technol. 17:43-52.
Cahyono, B. 2005. Bawang Daun Teknik Budidaya dan Analisis Usaha Tani. Penerbit Kanisius.Yogyakarta.
Ernawati, Rr., Ida Dwiwarni, Hasanah, dan Agusni. 2000. Pengaruh pemberian pupuk NPK Multiorganik pada tiga kultivar Cabai Merah. Hal 793-800 dalam dalam Pros. Konggres Nasional HITI VII. Buku II. Himpunan Ilmu Tanah Indonesia. Bandung 2-4 Nopember 1999.
Firmansyah, MA. 2014. Laporan evaluasi hasil pertanaman bawang merah 2013, makalah disampaikan pada Rapat Evaluasi Kegiatan Pengembangan Bawang Merah di Aula Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Kalimantan Tengah, Palangka Raya, 19 Pebruari 2014
Firmansyah, dkk. 2014. Uji Adaptasi Bawang Merah di Lahan Gambut Pada SaatMusim Hujan di Kalimantan Tengah. J. Hort. 24(2):114-123, 2014. Diterbitkan tanggal 30 Mei 2014
Hanafiah, K.A. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Raja grafindo Persada, Jakarta. Hal: 60-72.
Hasanudin, B. Gonggo M., dan Y. Indriyani. 2006. Peran Pupuk N dan P Terhadap Serapan N, Efisiensi N dan Hasil Tanaman Jahe Di Bawah Tegakan Tanaman Karet. Jurnal Ilmu- Ilmu Pertanian Indonesia Vol. 8 No. 1.
Hayani, Slameto, dan Ade Sopendi. 2000. Kajian takaran pupuk NPK pada beberapa varietas jagung hibrida dan komposit di Sidorahayu-Lampung Selatan. Hal 845-852 dalam dalam Pros. Konggres Nasional HITI VII. Buku II. Himpunan Ilmu Tanah Indonesia. Bandung 2-4 Nopember 1999.
Irwan, A.W., A. Wahyudin dan Farida. 2005. Pengaruh Dosis Kascing dan Bioaktivator Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Sawi (Brassica juncea L.) Yang dibudidayakan Secara Organik. Jurnal Kultivasi 2005, Vol. 4(2): 136 – 140. Universitas Padjajaran. Bandung.
Napitupulu, D. dan L. Winarto. 2009. Pengaruh Pemberian Pupuk N dan K terhadap Pertumbuhan dan Produksi Bawang Merah. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara. J. Hort. 20(1):27-35, 2010. Diterbitkan tanggal 21 Desember 2009
Nasution, M.Z. dan R. Sudarnoto. 2000. Efektivitas PMLT Suburin pada pembibitan utama tanaman karet. Hal 961-968 dalam Pros. Konggres Nasional HITI VII. Buku II.
Himpunan Ilmu Tanah Indonesia. Bandung 2-4 Nopember 1999.
Novizan. 2005. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Edisi Revisi. AgroMedia Pustaka. Jakarta.
Rosmarkam, A. dan Yuwono, N. W. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius, Yogyakarta.
Rukmana, R. 1994. Bawang Merah, Budidaya dan Pengolahan Pasca Panen. Kanisius, Yogyakarta.
Saribun, Daud S. 2008. Pengaruh Pupuk Majemuk Npk Pada Berbagai Dosis Terhadap Ph, P- Potensial Dan P-Tersedia Serta Hasil Caysin (Brassica Juncea) Pada Fluventic Eutrudepts Jatinangor. Universitas Padjadjaran. Jatinangor.
Sumarni, N dan Ahmad, H. 2005. Budidaya Bawang Merah. Balai Penelitian Tanaman Sayuran.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.
Tim Bina Karya Tani. 2008. Pedoman Bertanam Bawang Merah. Yrama Widya, Bandung.
Tuherkih, E., J. Purnomo, dan P, Nainggolan. 2007. Pengaruh pupuk Majemuk NPK terhadap produksi dan kualitas buah jeruk keprok di Kabupaten Karo, Sumatra Utara (Laporan Tahunan Balai Penelitian Tanah, Belum dipublikasikan).
Vachhani, M.U. and Z.G. Patel, 1996. Growth and Yield of Onion (Allium cepa L.) as Influenced by Levels of Nitrogen, Phosphorus, and Potash Under South Gujarat Conditions.
Progressive Horticulture. 25:166-167.
Vidigal, S. M., P. R. G. Pereira, and D. D. Pacheco. 2002. Mineral Nutrition and Fertilization of Onion.Informe. Agropecuario. 23(218):36-50.
Wigena, I G.P., J. Purnomo, E. Tuherkih, dan A. Saleh. 2006. Pengaruh pupuk “slow release”
majemuk padat terhadap pertumbuhan dan produksi kelapa sawit muda pada Xanthic Hapludox di Merangin, Jambi. Hal 10-21 dalam Jurnal Tanah dan Iklim No 24 Desember 2006. BB Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian.