• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN STANDARD MARINE COMMUNICATION PHRASES (SMCP) DI KMP. ATHAYA GUNA MENGHINDARI MISCOMMUNICATION DALAM MENUNJANG KESELAMATAN PELAYARAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENERAPAN STANDARD MARINE COMMUNICATION PHRASES (SMCP) DI KMP. ATHAYA GUNA MENGHINDARI MISCOMMUNICATION DALAM MENUNJANG KESELAMATAN PELAYARAN"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN STANDARD MARINE COMMUNICATION

PHRASES (SMCP) DI KMP. ATHAYA GUNA MENGHINDARI MISCOMMUNICATION DALAM MENUNJANG KESELAMATAN

PELAYARAN

Disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Pendidikan dan Pelatihan Pelaut Diploma III

ANISSA AYU ROFIQOH NIT 05.17.031.2.41/ N Ahli Nautika Tingkat III

PROGRAM DIPLOMA III PELAYARAN POLITEKNIK PELAYARAN SURABAYA

TAHUN 2021

(2)

PERNYATAAN KEASLIAN

Yang bertanda tangan di bawah ini :

NAMA : ANISSA AYU ROFIQOH

NIT : 05.17.031.2.41.N JURUSAN : NAUTIKA

Menyatakan bahwa karya ilmiah yang saya buat dengan judul:

PENERAPAN STANDARD MARINE COMMUNICATION PHRASES (SMCP) DI KMP. ATHAYA GUNA MENGHINDARI MISCOMMUNICATION DALAM MENUNJANG KESELAMATAN PELAYARAN

Merupakan karya asli seluruh ide yang ada dalam KIT tersebut, kecuali tema dan yang saya nyatakan sebagai kutipan, merupakan ide saya sendiri.

Jika pernyataan di atas terbukti tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi yang ditetapkan oleh Politeknik Pelayaran Surabaya.

Surabaya, 24 Maret 2021 Yang Menyatakan,

Materai 6000

ANISSA AYU ROFIQOH NIT. 05.17.031.2.41.N

(3)

PERSETUJUAN SEMINAR

KARYA ILMIAH TERAPAN

Judul :PENERAPAN STANDARD MARINE

COMMUNICATION PHRASES (SMCP) DI KMP.

ATHAYA GUNA MENGHINDARI

MISCOMMUNICATION DALAM MENUNJANG KESELAMATAN PELAYARAN.

Nama Taruna : ANISSA AYU ROFIQOH

NIT : 05.17.031.2.41/N

Program Diklat : Ahli Nautika Tingkat III

Dengan ini dinyatakan telah memenuhi syarat untuk di seminarkan SURABAYA, 15 MARET 2021

Menyetujui:

Pembimbing I

Sereati Hasugian,S.SiT.,M. T.

Penata Tk. I (III/d)

NIP. 19800809 200502 2 001

Dyah Ratnaningsih,S.S.,M.Pd.

Penata Tk. I (III/d) NIP. 19800302 200502 2 001

Mengetahui:

Ketua Jurusan Nautika

Capt. Tri Mulyatno Budhi H, S.Si.T,M.Pd.

Penata (III/c)

NIP. 19751101 200912 1 002

(4)

PENGESAHAAN PROPOSAL

KARYA ILMIAH TERAPAN

PENERAPAN STANDARD MARINE COMMUNICATION PHRASES (SMCP) DI KMP. ATHAYA GUNA MENGHINDARI MISCOMMUNICATION DALAM

MENUNJANG KESELAMATAN PELAYARAN Disusun dan Diajukan Oleh:

ANISSA AYU ROFIQOH NIT. 05.17.031.2.41/N Ahli Nautika Tingkat III

Telah dipertahankan di depan Panitia Ujian KIT Pada tanggal 26 Maret 2021

Menyetujui:

Penguji I

Dwi Haryanto, MM, Penata Tk. I (III/d) NIP. 19751125 200212 1 006

Penguji II

Sereati Hasugian,S.SiT.,M. T.

Penata Tk. I (III/d) NIP. 19800809 200502 2 001

Penguji III

Dyah Ratnaningsih,S.S.,M.Pd.

Penata Tk. I (III/d) NIP. 19800302 200502 2 001

Mengetahui:

Ketua Jurusan Nautika

Capt. Tri Mulyatno Budhi H, S.Si. T,M.Pd Penata (III/c)

NIP. 19751101 200912 1 002

(5)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah Yang Maha Kuasa atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Karya Ilmiah Terapan ini dengan judul “PENERAPAN STANDARD MARINE COMMUNICATION PHRASES (SMCP) DI KMP. ATHAYA GUNA MENGHINDARI MISCOMMUNICATION DALAM MENUNJANG

KESELAMATAN PELAYARAN” Penelitian ini dilaksanakan dalam rangka menyelesaikan tugas sebagai kelengkapan syarat praktek laut dan program DIPLOMA III Politeknik Pelayaran Surabaya serta penulis tertarik pada penerapan Standard Marine Communication Phrases di KMP. Athaya guna menghindari terjadinya miscommunication dalam menunjang keselamatan pelayaran.

Dalam kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada : 1. Yth. Capt. Dian Wahdiana, M.M selaku Direktur Politeknik Pelayaran

Surabaya.

2. Capt. Tri Mulyatno Budhi H, S.Si.T,M.Pd selaku ketua jurusan Nautika 3. Ibu Sereati Hasugian, S.Si.T.,M.T. selaku dosen pembimbing I yang turut

memberi arahan dan bimbingan dengan baik.

4. Ibu Dyah Ratnaningsih, S.S.,M.Pd. selaku dosen pembimbing II yang juga turut memberi arahan dan bimbingan dengan baik.

5. Para dosen POLTEKPEL Surabaya yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat.

6. Rekan-rekan taruna /i dan pihak yang membantu dalam penyusunan Karya Ilmiah Terapan ini.

7. Serta kedua orang tua saya yang telah mendukung sepenuhnya hingga sekarang.

Demikian, Saya sangat menyadari tidak ada manusia yang sempurna begitu juga dalam penulisan karya tulis ilmiah ini, apabila nantinya terdapat kekurangan, kesalahan dalam karya tulis ilmiah ini, saya selaku penulis sangat berharap kepada seluruh pihak agar dapat memberikan kritik dan juga saran seperlunya.

(6)

Akhir kata, semoga karya tulis ilmiah ini dapat memberikan manfaat dan bahan pembelajaran kepada kita semua.

Surabaya, 2021

ANISSA AYU ROFIQOH

(7)

ABSTRAK

ANISSA AYU ROFIQOH, PENERAPAN STANDARD MARINE COMMUNICATION PHRASES (SMCP) Di KMP. ATHAYA GUNA MENGHINDARI MISCOMMUNICATION DALAM MENUNJANG KESELAMATAN PELAYARAN. Dibimbing oleh Ibu Sereati Hasugian, S.SiT.,M.T. dan Ibu Dyah Ratnaningsih, S.S,M.Pd.

Dikarenakan adanya masalah kecelakaan yang terjadi di dalam dunia pelayaran. Salah satunya disebabkan oleh miscommunication tentang apa yang diucapkan saat melakukan komunikasi sehingga dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja di atas kapal. Dalam laporan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2019 kurang lebih terdapat 4 peristiwa yang diakibatkan oleh miscommunication atau kesalahpahaman dalam berkomunikasi antar kapal yang menimbulkan terjadinya tubrukan. Oleh karena itu demi menunjang keselamatan pelayaran ini pelaut diwajibkan untuk dapat berkomunikasi dengan baik dengan menggunakan bahasa yang sudah menjadi standar dalam dunia pelayaran yaitu Maritime English. Maka, International Maritime Organization (IMO) menetapkan STCW 1978 sebagai standar minimal dalam melakukan kegiatan pelayaran. Dalam STCW 1978 amandemen 2010 dan sejumlah IMO circular menegaskan pentingnya kompetensi yang harus dimiliki pelaut dalam Maritime English yang hubungannya dengan keselamatan pelayaran.

Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengetahui apakah Standard Marine Communication Phrases (SMCP) sudah diterapkan di atas KMP. Athaya dalam menunjang keselamatan pelayaran. Penelitian ini dilaksanakan selama satu tahun dengan lokasi penelitian yaitu KMP. Athaya yang merupakan tempat penulis melakukan praktek layar. Data primer dalam penelitian ini diperoleh secara langsung melalui observasi pada Nahkoda dan Mualim. Peneliti menemukan beberapa kejadian dimana saat Passing dengan kapal asing dianjurkan untuk berkomunikasi dengan jelas dalam hal ini menggunakan standar SMCP guna menghindari terjadinya miscommunication. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif.

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan SMCP di KMP.

Athaya sudah diterapkan dalam kegiatan komunikasi antar kapal maupun dengan daratan contohnya adalah melakukan komunikasi dengan VTS pada saat memasuki suatu alur pelayaran. Dari beberapa sudut pandang yang dipaparkan untuk masalah ini, peneliti dapat memberikan rekomendasi dalam rangka penyelesaian masalah dengan cara berlatih sesering mungkin untuk kelancaran dalam penggunaan bahasa Inggris serta mempelajari buku Standard Marine Communication and Phrases (SMCP) untuk mendalami ilmu bahasa Inggris maritim dalam kegiatan operasional kapal.

Kata kunci : Standard Marine Communication Phrases (SMCP), Miscommunication, Keselamatan

(8)

ABSTRACT

ANISSA AYU ROFIQOH, APPLICATION OF STANDARD MARINE COMMUNICATION PHRASES (SMCP) at KMP. ATHAYA TO AVOID MISCOMMUNICATION IN SUPPORTING SAFETY OF SHIPPING. Supervised by Mrs. Sereati Hasugian, S.SiT., M.T. and Mrs. Dyah Ratnaningsih, S.S, M.Pd.

Due to the problem of accidents that occur in the world of shipping. One of them is caused by miscommunication about what is said when communicating so that it can cause work accidents on board. In the report of the National Transportation Safety Committee (NTSC) from 2012 to 2019 there were approximately 4 incidents caused by miscommunication or misunderstanding in communicating between ships that led to collisions. Therefore, in order to support the safety of this voyage, seafarers are required to be able to communicate properly using a language that has become standard in the world of shipping, namely Maritime English. So, the International Maritime Organization (IMO) set STCW 1978 as the minimum standard for conducting shipping activities. In the 1978 STCW, the 2010 amendments and a number of IMO circular emphasized the importance of competences that seafarers must have in Maritime English in relation to shipping safety.

This research was conducted with the aim of knowing whether Standard Marine Communication Phrases (SMCP) have been implemented above KMP.

Athaya in supporting shipping safety. This research was conducted for one year with the research location, namely KMP. Athaya which is where the writer does the practice of sailing. Primary data in this study were obtained directly through observation with the Master and Officers. Researchers found several instances where when passing with foreign ships it was recommended to communicate clearly in this case using the SMCP standard in order to avoid miscommunication.

The results of this study indicate that the use of SMCP in KMP. Athaya has been implemented in communication activities between ships and with land, for example, communicating with VTS when entering a shipping channel. From several points of view presented for this problem, researchers can provide recommendations in order to solve the problem by practicing as often as possible for fluency in the use of English and studying the Standard Marine Communication and Phrases (SMCP) book to explore maritime English in ship operations.

Keywords: Standard Marine Communication Phrases (SMCP), Miscommunication, Safety

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN SEMINAR ... iii

PENGESAHAAN PROPOSAL ... iv

KATA PENGANTAR ... v

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR TABEL ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Batasan Masalah ... 6

D. Tujuan Penelitian ... 6

E. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

A. Review Penelitian Sebelumnya ... 8

B. Landasan Teori ... 9

1. Pengertian Penerapan ... 9

2. SMCP (Standard Marine Communication Phrases) ... 9

3. Pengertian Miskomunikasi ... 19

4. Traffic Separation Scheme (TSS) Selat Sunda ... 20

5. Teori Bahasa Inggris maritim (English Maritime) ... 23

(10)

C. Kerangka Penelitian ... 28

BAB III METODE PENELITIAN ... 29

A. Jenis Penelitian ... 29

B. Lokasi Penelitian ... 29

C. Jenis dan Sumber Data ... 30

D. Teknik Pengumpulan Data ... 31

E. Teknik Analisis Data ... 33

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 35

A. GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN ... 35

B. HASIL PENELITIAN ... 37

1. Penyajian Data ... 37

2. Analisis data ... 44

C. PEMBAHASAN ... 48

Dari analisis data tersebut, maka penulis akan membahas rumusan masalah yang telah dituliskan pada bab sebelumnya. ... 48

1. Pada saat kapal memasuki alur pelayaran Merak-Bakauheni Passing dengan kapal lain ... 48

BAB V PENUTUP... 54

A. KESIMPULAN ... 54

B. SARAN ... 54

DAFTAR PUSTAKA ... 56

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 KMP. Athaya... 37 Gambar 4.2 VHF Portable Radio and Two-way Radio ... 41 Gambar 4.3 VHF radio Ch16 ... 42

(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1Kriteria Kompetensi Perwira Deck ... 10

(13)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keselamatan dalam bekerja merupakan salah satu bagian dari faktor mutlak yang harus terpenuhi agar awak kapal dapat bekerja secara maksimal serta aman dalam melakukan kegiatan berlayar. Keamanan dalam bekerja selain dari kesadaran individu, serta alat-alat yang dapat menunjang keselamatan di atas kapal untuk setiap resiko pekerjaan yang akan timbul tentunya juga berasal dari hal yang paling mendasar dalam melakukan semua kegiatan baik antara para awak di atas kapal, antara kapal dengan kapal, maupun antara kapal dengan pelabuhan, hal ini adalah komunikasi. Kesalahan dalam berkomunikasi juga dapat mengakibatkan kecelakaan dalam bekerja di atas kapal. Dalam dunia transportasi nasional maupun Internasional angkutan laut merupakan modal transportasi besar yang mampu memuat dalam jumlah yang besar pula demi menunjang keselamatan pelayaran ini pelaut diwajibkan untuk dapat berkomunikasi dengan baik dengan menggunakan bahasa yang sudah menjadi standar dalam dunia pelayaran yaitu Maritime English.

Maritime English dalam format Standard Marine Communication Phrases (SMCP) telah menjadi bahasa pengantar untuk berkomunikasi di laut. Hal ini menjadi sangat penting bagi pelaut untuk memahami perintah yang baik dan menggunakannya secara lebih luas. Dalam dunia maritim, berkomunikasi

(14)

secara efisien dengan menggunakan bahasa Inggris menjadi faktor yang semakin penting. Komunikasi yang buruk antar awak kapal dapat menjadi ancaman bagi keselamatan keseluruhan kapal melalui kesalahpahaman penyampaian dalam berkomunikasi.

Para pelaut yang melakukan proses pelayaran dan bertemu dengan kapal asing ataupun sebuah kapal yang sedang bersandar di negara lain wajib menggunakan bahasa Inggris untuk berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda latar belakang budaya dan kenegaraan. Sebagai seorang pelaut mereka harus menguasai cara berkomunikasi yang baik. Selain safety training, cross culture communication, maka bahasa Inggris menjadi sebuah keharusan bagi para pelaut kita. Mereka harus berbaur dengan berbagai pelaut dari negara lain dari beragam nationality dan budaya. Tanpa kemampuan tersebut, mereka akan "gagap" di atas kapal.

Maritime English menjadi salah satu kompetensi standar yang harus dimiliki oleh seorang perwira pelayaran sejak International Maritime Organization (IMO) menetapkan STCW 1978 sebagai standar minimal dalam melakukan kegiatan pelayaran. Dalam STCW 1978 amandemen 2010 dan sejumlah IMO circular menegaskan pentingnya kompetensi yang harus dimiliki pelaut dalam Maritime English yang hubungannya dengan keselamatan pelayaran.

(15)

SMCP (Standard marine Communication Phrases) merupakan kunci dari kalimat – kalimat yang berasal dari bahasa Inggris dan beberapa bahasa pendukung, yang diperuntukkan sebagai standarisasi bahasa yang bertujuan untuk mecegah terjadinya miscommunication di bidang pelayaran dalam berkomunikasi baik dari kapal ke pelabuhan (ship to port), dari pelabuhan ke kapal (port to ship), dari kapal ke kapal (ship to ship), serta internal communication (komunikasi di atas kapal) yang jelas, ringkas dan sederhana, untuk menghindari terjadinya resiko tubrukan.

Kesalahan – kesalahan di dalam dunia pelayaran akibat kurangnya pemahaman bahasa baik dari pengirim ataupun penerima informasi perlu dihindari untuk mencegah hal – hal yang tidak diinginkan. Di dalam kegiatan pelayaran sering terjadi miscommunication dikarenakan kurang mampunya awak kapal dalam melakukan komunikasi sehingga dapat menyebabkan kesalahpahaman komunikasi yang dapat menimbulkan kerugian. Dalam laporan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) dari tahun 2012 sampai dengan tahun 2019 kurang lebih terdapat 4 peristiwa yang diakibatkan oleh miscommunication atau kesalahpahaman dalam berkomunikasi antar kapal yang menimbulkan terjadinya tubrukan. Salah satunya yaitu peristiwa terjadinya tubrukan antara kapal roro KMP. Bahuga Jaya dan kapal Tanker MT. Norgas Cathinka yang berada di perairan Selat Sunda. Peristiwa ini diakibakan oleh kesalahan perwira jaga KMP. Bahuga Jaya tentang persoalan misscommunication yang terjadi dan ketidakpahaman ketentuan pelayaran.

(16)

Beberapa menit sebelum tubrukan sempat terjadi kontak dari kedua kapal namun crew MT. Norgas tidak memahami komunikasi tersebut dikarenakan seluruh crew MT. Norgas adalah warga asing oleh karena itu pihak MT.

Norgas menggunakan bahasa Inggris untuk berkomunikasi, sedangkan pihak KMP. Bahuga Jaya menggunakan bahasa Indonesia itulah yang menyebabkan terjadinya miscommunication dan terjadilah tubrukan. (KNKT, Dephub, 29 April 2013)

Terdapat kecelakaan lain yang terjadi diakibatkan oleh miscommunication yaitu tabrakan antara kapal container CGM Florida dengan kapal curah Chou Shan di laut China timur. Kapal container merubah haluan untuk menghindari kapal penangkap ikan. CGM Florida melakukan komunikasi dengan menggunakan bahasa mandarin yang tidak dimengerti oleh pihak kapal curah Chou Shan sehingga mengakibatkan kebingungan atas perubahan haluan yang belum disepakati. Dalam peristiwa ini mengakibatkan tubrukan antara CGM Florida dengan kapal curah Chou Shan serta mengalami kerusakan berat pada bagian buritan kapal curah Chou Shan. ( The Marine Accident Investigation Branch, 19 march 2013)

Berdasarkan data peristiwa di atas dapat kita ketahui bahwa komunikasi di atas kapal menggunakan standar prosedur SMCP yang benar adalah sangat penting. Karena dengan adanya kecelakaan tersebut dapat menimbulkan berbagai macam kerugian. Sepertihalnya pada peristiwa diatas terdapat kerugian 610 ton tumpahnya muatan minyak bahan bakar dari kapal kontainer

(17)

CGM Florida, dikarenakan mengalami kerusakan yang hebat pada bagian sisi kirinya, mempengaruhi muatan kargo, lima blok dek akomodasi, sekoci kiri, tangki bahan bakar dan 263 kontainer. Dampak dari tumpahnya minyak bahan bakar tersebut dapat menyebabkan pencemaran di laut Cina bagian timur.

Dalam hasil observasi di KMP. Athaya saat kapal berlayar telah melakukan komunikasi dengan berbagai kapal baik itu kapal lokal maupun kapal asing. Dalam kegiatan operasional kapal kurangnya pemahaman bahasa Inggris maritim kerapkali menimbulkan kesalahpahaman dalam berkomunikasi saat passing dengan kapal asing, seperti yang dialami pada saat KMP. Athaya memasuki ALKI di dekat pulau tempurung di Selat Sunda.

Ketika berkomunikasi dengan MT. Feng Hui 32 kami kesulitan memahami aksen berbahasa Inggris mereka dikarenakan awak kapal tersebut berkebangsaan china dan mayoritas menggunakan bahasa mandarin, sehingga dalam berkomunikasi menggunakan bahasa Inggris terdengar kurang begitu jelas. Dalam hal ini miscommunication bisa saja terjadi dan dapat mengakibatkan bahaya tubrukan, sehingga diperlukan penggunaan pedoman Standard Marine Communication Phrases dalam melakukan komunikasi supaya dapat terhindar dari bahaya tubrukan.

Berdasarkan uraian – uraian di atas bahwa masih kurangnya pemahaman crew kapal terhadap SMCP (Standard Marine Communication Phrases) yang belum maksimal dalam berkomunikasi, maka peneliti tertarik untuk mengambil judul yang berkaitan dengan masalah tersebut, yaitu:

(18)

“Penerapan Standard Marine Communication Phrases (SMCP) Di KMP. Athaya Guna Menghindari Miscommunication Dalam Menunjang Keselamatan Pelayaran”.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana penerapan Standard Marine Communication Phrases (SMCP) di atas kapal KMP. Athaya untuk menghindari miscommunication ?

C. Batasan Masalah

Batasan masalah yang diambil dari penelitian ini yang hanya memfokuskan kepada pedoman Standard Marine Communication Phrases (SMCP) yang digunakan dalam berkomunikasi di KMP. Athaya dalam operasional kapal dalam menghindari terjadinya miscommunication yang dapat mengakibatkan bahaya tubrukan.

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah : Untuk mengetahui sejauh mana penerapan Standard Marine Communication Phrases (SMCP) yang digunakan di atas kapal KMP. Athaya dalam berkomunikasi guna menghindari kecelakaan yang terjadi di laut.

(19)

E. Manfaat Penelitian

Adapun hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat secara teoritis dan praktis antara lain :

1. Manfaat teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan referensi bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya untuk meningkatkan pemahaman tentang penggunaan bahasa Inggris maritim yang baik dalam berkomunikasi menggunakan SMCP sehingga dapat tercapai suatu pemahaman yang benar.

2. Manfaat praktis, penelitian diharapkan dapat memberikan konstribusi terhadap pihak – pihak tertentu, antara lain :

a. Memberikan penjelasan untuk penerapan bagi pelaut maupun kalangan umum tentang pengaruh Maritime English dalam menunjang keselamatan pelayaran di atas kapal.

b. Mengetahui penerapan tentang bagaimana tindakan yang tepat untuk tercapainya komunikasi yang benar pada saat bekerja di atas kapal.

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Review Penelitian Sebelumnya

Beberapa penulis telah melakukan penelitian tentang pentingnya penggunaan Maritime English pada saat bekerja di atas kapal yang akan dikaji untuk memberikan kelanjutan sebagai bahan untuk pelaksanaan penelitian yang akan dilakukan penulis. Berikut ini penulis memberikan salah satu penelitian dan penulis akan mengambil perbandingan dengan judul karya ilmiah sebelumnya, yang membahas tentang keterampilan awak kapal dalam berkomunikasi menggunakan bahasa Inggris maritim.

Menurut Sylvia (2017), dalam penelitian yang berjudul meningkatkan keterampilan ABK dalam berkomunikasi dengan bahasa Inggris saat melaksanakan dinas jaga di atas kapal menunjukkan bahwa awak kapal yang kemampuannya kurang dalam berkomunikasi dengan bahasa Inggris dapat menyebabkan terjadinya bahaya selama proses operasional kapal. Data tersebut merupakan informasi penting berkaitan dengan topik yang akan penulis teliti yaitu tentang kesalahpahaman berkomunikasi dalam bahasa Inggris yang dapat mengakibatkan bahaya tubrukan. Dari kesimpulan yang dapat diambil bisa diketahui bahwa penggunaan Maritime English sangat penting bagi kelancaran operasional kapal serta untuk menghindari bahaya tubrukan yang disebabkan oleh miscommunication.

(21)

B. Landasan Teori

1. Pengertian Penerapan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pengertian penerapan adalah perbuatan menerapkan. Sedangkan menurut beberapa ahli berpendapat bahwa, penerapan adalah suatu perbuatan mempraktekkan suatu teori, metode, dan hal lain untuk mencapai tujuan tertentu dan untuk suatu kepentingan yang diinginkan oleh suatu kelompok atau golongan yang telah terencana dan tersusun sebelumnya.

Menurut J.S Badudu dan Sutan Mohammad Zain, penerapan adalah hal, cara atau hasil (Badudu & Zain, 1996:1487). Adapun menurut Lukman Ali, penerapan adalah mempraktekkan, memasangkan (Ali, 1995:1044). Berdasarkan pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan merupakan sebuah tindakan yang dilakukan baik secara individu maupun kelompok dengan maksud untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan yang dapat juga dilakukan di atas kapal dalam penerapan pedoman Standard Marine Communication Phrases (SMCP) di KMP. Athaya.

2. SMCP (Standard Marine Communication Phrases)

Berdasarkan IMO SUB-COMMITTEE ON SAFETY OF NAVIGATION 46th session Agenda item 9 about IMO SMCP. Kata SMCP adalah

(22)

singkatan dari Standard Marine Communication Phrases. SMCP adalah standart frasa komunikasi laut yang merupakan bahasa laut yang diakui secara internasional. SMCP bertujuan untuk menjelaskan frasa komunikasi eksternal antara kapal dengan kapal lain, maupun kapal dengan pihak darat. SMCP juga digunakan untuk komunikasi selama berada di atas ataupun di dalam kapal. Standard Marine Communication Phrases (SMCP) ditetapkan oleh IMO ke-22 pada bulan November 2001 sebagai resolusi A.918 (22) Frase Komunikasi Laut Standar IMO.

Resolusi ini mengacu kepada semua pelaut dan semua otoritas pendidikan kelautan. Kemampuan untuk menguasai dan memahami IMO-SMCP disyaratkan bagi sertifikasi untuk perwira-perwira deck yang terlibat pada dinas jaga untuk kapal dengan GT 500 atau lebih dengan criteria-kriteria yang diinginkan seperti yang dijelaskan dalam tabel 1 dibawah ini :

Tabel 2.1Kriteria Kompetensi Perwira Deck

Kolom 1 Kompetensi

Penggunaan IMO-SMCP dan menggunakan bahasa Inggris secara tulisan dan lisan.

Kolom 2 Pengetahuan, Pemahaman dan Kecakapan

(23)

Bahasa Inggris

Pengetahuan bahasa Inggris yang cukup yang memungkinkan perwira deck menggunakan peta, dan publikasi-publikasi tentang navigasi lain-lain, mengerti informasi mengenai meteorology dan pesan-pesan yang berkaitan dengan keselamatan dan pengoperasian kapal, berkomunikasi dengan kapal-kapal lain, stasiun pantai, dan pusat pengendali lalu lintas kapal atau Vessel Traffic Control (VTS) , dan melakukan pekerjaannya sebagai perwira dek dalam kemampuan untuk menggunakan dan mengerti IMO-SMCP.

Kolom 3 Metode dalam mendemonstrasikan Kompetensi

Pengujian dan penilaian dari bukti-bukti yang diperoleh dari instruksi-instruksi praktis.

Kolom 4 Kriteria untuk mengevaluasi kompetensi Kriteria untuk mengevaluasi kompetensi

Sumber: IMO (2011) STCW 2010: Part A Tabel A-ll/1 hal 105

SMCP menggantikan Standard Marine Navigational Vocabulary (SMNV) yang ditetapkan oleh IMO pada tahun 1977 dan diubah pada tahun 1985. SMNV dikembangkan untuk digunakan oleh seluruh pelaut, mengikuti kesepakatan bahwa bahasa umum di dalam dunia pelayaran yaitu bahasa Inggris Maritim. SMCP dibuat untuk tujuan navigasi di atas kapal, kesulitan bahasa muncul akibat belum adanya suatu kaidah dalam menentukan komunikasi di atas kapal sehingga dikembangkan SMCP sebagai bahasa keselamatan standar yang lebih komprehensif, dengan mempertimbangkan

(24)

perubahan kondisi di pelayaran modern dan mencakup semua komunikasi verbal terkait keselamatan.

SMCP mencakup frasa yang telah dikembangkan untuk dapat mencakup semua bidang yang terkait dengan keselamatan dari darat ke kapal maupun komunikasi yang dilakukan di atas kapal. Tujuan dari SMCP adalah untuk mengatasi masalah hambatan bahasa di laut dan menghindari kesalahpahaman yang dapat menyebabkan kecelakaan. SMCP digunakan sebagai pengetahuan dasar bahasa Inggris dan telah disusun dalam versi bahasa Inggris maritim yang disederhanakan. Hal ini termasuk frasa yang digunakan dalam apapun seperti berlabuh dan respon yang digunakan dalam situasi darurat.

IMO membagi SMCP menjadi 2:

a. External Communication yaitu percakapan menggunakan VHF antara kapal satu dengan kapal lainnya dan juga bisa berkomunikasi ke pelabuhan atau VTS (Vessel Traffic Sevices).

b. Internal Communication yaitu percakapan secara langsung yang terjadi di atas kapal.

Cara berkomunikasi yang lebih baik dirangkum sebagai berikut:

a. Avoiding synonyms (hindari penggunaan sinonim) b. Avoiding Contracted form (hindari formulir kontrak) c. Gunakan yes/ no question

(25)

d. Gunakan one phrases for one event (satu frasa untuk satu kejadian) e. Susunan Phrases corresponding menurut principal (dasar)

Untuk mencegah terjadinya kesalahpahaman dalam berkomunikasi di atas kapal khususnya pada saat kapal akan memasuki maupun keluar di area alur pelayaran, maka di dalam peraturan SMCP diatur tentang beberapa hal yaitu :

a. Prosedur

Ada sebuah prosedur yang diperlukan pada saat akan menggunakan SMCP adalah sebagai berikut:

"Please use Standard Marine Communication Phrases."

"I will use Standard Marine Communication Phrases."

Kata-kata ini harus dinyatakan terlebih dahulu untuk menghindari kesalahan dalam pemahaman pada saat melakukan komunikasi menggunakan bahasa Inggris maritim saat bekerja di atas kapal.

b. Message Markers

Dalam komunikasi antara darat-ke-kapal dan kapal-ke-darat atau komunikasi radio pada umumnya, Message Markers berikut yang dapat digunakan:

1) Instruction (instruksi)

Menunjukkan bahwa pesan berikut menyiratkan niat pengirim untuk mempengaruhi orang lain dengan suatu peraturan.

(26)

Contoh : Intruction. Do not cross the fairway.

2) Advice (saran) :

Menunjukkan bahwa berita berikut menyatakan niat si pengirim mempengaruhi yang lain dengan rekomendasi. Saran tidak harus di ikuti tetapi seharusnya dipertimbangkan dengan sangat hati-hati.

Contoh : Advice (advice you) stand by on VHF (Very High Frequencies) channel six nine

3) Warning (peringatan) :

Ini menunjukkan bahwa berita berikut menyatakan niat si pengirim untuk menginfokan yang lain tentang bahaya.

Contoh : Warning rock in the fair way 4) Information (Informasi) :

Ini menunjukkan bahwa berita berikut dilarang terhadap situasi atau fakta yang diamati. Tanda ini lebih digunakan pada informasi lalu lintas dan navigasi konsekuensinya tergantung pada si penerima berita.

Contoh : Information. Mv.gunung anyar will over take on the west of you 5) Question (Pertanyaan) :

Penggunaan marker ini menghilangkan keraguan terutama ketika introgative seperti what, where, why, who, when dan how digunakan di awal pertanyaan si penerima diharapkan membalas dengan jawaban.

Contoh : Question. (what it) your present maximum draft?

6) Answer (jawaban)

(27)

Menunjukkan bahwa berita berikut adalah balasan ke pertanyaan sebelumnya.

Contoh : Answer, yes i read you load and clear 7) Request (permintaan)

Penggunaan marker ini adalah memberi signal saya ingin sesuatu untuk disiapkan

Contoh : Request, I require two tugs 8) Intention (maksud/niat)

Ini menunjukkan bahwa berita berikut adalah memberitahukan yang lain tentang aksi navigasi langsung di niatkan. Penggunaan tanda ini adalah secara logika dilarang untuk berita aksi navigasi yang sedang di umumkan oleh kapal pengirim berita ini.

Contoh : Intention, I will reduce my speed 9) Ambigious Words (kata kata yang ambigu)

Beberapa kata di dalam bahasa Inggris mempunyai arti bergantung pada konteksnya, kesalahan pahaman sering terjadi terutama pada VTS, komunikasi dan hal ini bisa membuat kecelakaan seperti penggunaan

“May, Might, Should dan Could”

May

- Do not say : May i enter the fair way ?

- Say : “Question” Do i have permission to enter the fair way

?

- Do not say : you may enter the fair way

- Say : “Answer” you have permission to enter the fair way

(28)

Might

- Do not say : I might enter the fair way

- Say : “Intention” I will enter the fair way Should

- Do not say : you should anchor in anchorage B3 - Say : “Advice. Anchor in anchorage B3.”

Could

- Do not say : You could be running into danger - Say : “Warning” you are running into danger c. Tanggapan

Berikut adalah bentuk tanggapan yang sebaiknya digunakan sesuai dengan peraturan yang ditetapkan di dalam Standard Marine Communication Phrases:

1) Apabila menjawab untuk sebuah pertanyaan yang disetujui, katakan:

“Yes, …. “ – diikuti dengan ungkapan yang sesuai secara lengkap.

2) Apabila menjawab untuk sebuah pertanyaan yang ditolak, katakan: “No,

…. “ – diikuti dengan ungkapan yang sesuai secara lengkap.

3) Apabila informasi yang diminta tidak tersedia pada saat itu juga, katakan:

“Stand by” – diikuti dengan interval waktu di mana informasi akan tersedia.

4) Apabila informasi yang diminta tidak dapat diberikan, katakan: “No information.”

5) Apabila sebuah instruksi (instruction). misalnya dengan Stasiun VTS, kapal angkatan laut atau petugas yang berwenang penuh lainnya atau

(29)

sebuah saran (advice) diberikan, jika tanggapan positif, katakan : “I will/can … “ – diikuti dengan instruksi atau saran secara penuh. Jika tanggapan negatif, katakan : “I will not/cannot … “ – diikuti dengan instruksi atau saran secara penuh. Misalnya : “Advice. Do not overtake the vessel North of you.” Tanggapan : “I will not overtake the vessel North of me.”

Tanggapan atas perintah dan jawaban atas pertanyaan yang sangat penting baik dalam komunikasi eksternal maupun di atas kapal diberikan dalam kata-kata dan frase yang bersangkutan.

d. Posisi

Posisi di atas kapal ditentukan oleh garis lintang dan bujur, dimana semua ini menggunakan satuan derajat dan menit, seperti :

"Warning. Dangerous wreck in position 15 degrees 34 minutes North 061 degrees 29 minutes West”

(Peringatan. Bahaya tubrukan pada posisi 15 derajat 34 menit Utara 061 derajat 29 menit Barat)

Ketika posisi kapal mendekati obyek yang berada pada peta, dan obyek tersebut tergambar didalam peta maka komunikasi dapat dilakukan seperti:

"Your position bearing 137 degrees from Big Head lighthouse distance 2.4 nautical miles."

e. Distress, Urgency and Safety Signal

1) Mayday : digunakan pada saat mengumumkan pesan keadaan bahaya.

(30)

2) Pan - pan : digunakan pada saat mengumumkan pesan mendesak 3) Securite : digunakan pada saat mengumumkan pesan keselamatan

Tiga bentuk pesan ini digunakan pada saat hendak memanggil bantuan ataupun memberikan informasi keselamatan/keamanan kepada kapal yang lain ataupun kepada daratan terdekat pada saat dan kondisi tertentu, mayday adalah bentuk pesan atau panggilan yang menjadi prioritas utama untuk diperhatikan karena mengalami musibah dan membutuhkan bantuan segera, contoh dari bentuk panggilan mayday adalah pada saat kapal mengalami kebakaran, kapal terbalik, dan juga pada saat kapal kandas. Pan – pan adalah bentuk panggilan berita segera atau urgency seperti kecelakaan kerja, sakit parah dan membutuhkan penanganan segera, juga ketika ada orang jatuh ke laut (Man Over Board). Sedangkan securite biasanya disiarkan oleh petugas VTS (Vessel Traffic System) untuk menyampaikan informasi-informasi bahaya navigasi atau keadaan cuaca di wilayah tersebut ataupun pada saat kapal mengalami blackout.

f. Frase Organisasi Standar

SMCP juga memiliki beberapa pernyataan ataupun frase standar yang biasa digunakan terutama pada saat melakukan komunikasi menggunakan radio, seperti:

1) "How do you read (me)?"

2) "I read you ...

(31)

3) Apabila disarankan untuk tetap berada di saluran VHF/frekuensi, katakan:

"Stand by on VHF Channel ... / frequency ... "

4) Apabila diterima untuk tetap berada di saluran VHF / frekuensi yang ditunjukkan, katakan; "Standing by on VHF Channel ... / frequency ... "

5) Apabila disarankan untuk beralih ke frekuensi / saluran VHF lainnya, katakan: "Advise (you) change to VHF Channel ... / frequency"

"Advise (you) try VHF Channel .. / frequency "

6) Apabila perubahan frekuensi / saluran VHF diterima, katakan: "Changing to VHF Channel ... / frequency "

3. Pengertian Miskomunikasi

Miscommunication adalah suatu proses penyampaian pesan (ide dan gagasan) dari suatu pihak lain agar terjadi saling mempengaruhi diantara keduanya. Pada umumnya, komunikasi dilakukan dengan menggunakan kata – kata yang dapat dimengerti oleh kedua belah pihak. Melalui komunikasi, sikap dan perasaan seseorang atau sekelompok orang dapat dipahami oleh pihak lain. Miscommunication biasa terjadi pada komunikasi antara kedua pihak.

Miscommunication terjadi dikarenakan salah satu pihak tidak mengerti dengan pesan yang disampaikan oleh pihak lain. Mungkin bahasanya, atau ejaan kalimatnya atau tentang pengetahuan kedua pihak tersebut tidak sama atau bisa juga karena media yang digunakan. Dapat disimpulkan

(32)

bahwa Miscommunication atau lebih sering disebut mis komunikasi merupakan adanya kesalahpahaman antara kedua belah pihak dalam mencerna proses komunikasi, sehingga antara pesan yang disampaikan dengan pesan yang diterima berbeda penafsiran atau arti. Mis komunikasi dapat menyebabkan tidak tercapainya tujuan atau misi yang hendak dicapai.

4. Traffic Separation Scheme (TSS) Selat Sunda

Kementerian Perhubungan (Kemenhub) melalui Direktorat Jenderal Perhubungan Laut mengoptimalkan pengoperasian Vessel Traffic Service (VTS) Merak untuk meningkatkan pengawasan Traffic Separation Scheme (TSS) atau bagan pemisahan alur laut di Selat Sunda. Tak terkecuali membuat panduan sistem pelaporan kapal yang akan melintas di Selat tersebut. Telah ditetapkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 130 Tahun 2020 tentang Penetapan Sistem Rute di Selat Sunda, maka juga diatur mengenai pelaksanaan Sistem Pelaporan dan Informasi Navigasi (SUNDAREP) bagi kapal-kapal yang melintas pada TSS di Selat Sunda.

Adapun pelaksanaan Sistem Pelaporan dan Informasi Navigasi (SUNDAREP) dilaksanakan agar terdapat manajemen lalu lintas yang efisien dan cepat, demi kepentingan keselamatan navigasi dan perlindungan lingkungan laut, sebagaimana didefinisikan dalam konvensi Internasional yang relevan. Hal tersebut juga sesuai dengan Konvensi

(33)

SOLAS Chapter V, yang mengatur tentang fungsi dan peran terkait operasional Vessel Traffic Services (VTS) dan Ship Reporting System (SRS), serta Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 26 Tahun 2011 tentang Telekomunikasi Pelayaran. "Bagi TSS Selat Sunda melalui Radio VHF pada channel 22 atau 68 dengan nama panggil Merak VTS”.

Berikut 5 (lima) hal penting dalam sistem navigasi dan pelaporan di TSS Selat Sunda :

a. Navigasi

Seluruh kapal yang berlayar di TSS kedua selat harus mematuhi ketentuan aturan 10 COLREGs 1972 terkait TSS yaitu:

1) Berlayar dalam arah jalur lalu lintas yang sesuai 2) Menjauhi garis/zona pemisah

3) Memasuki/meninggalkan jalur pada ujung jalur 4) Menghindari memotong jalur-jalur lalu lintas 5) Menghindari berlabuh jangkar

6) Menghindari menangkap ikan.

b. Komunikasi

Komunikasi antar kapal dalam pelayaran di Selat Sunda dilaksanakan melalui percakapan yang mudah dimengerti dan singkat. Komunikasi di TSS Selat Sunda melalui Radio VHF pada channel 22 atau 68, dengan nama panggil Merak VTS. Seluruh

(34)

kapal yang melewati TSS tersebut harus sepenuhnya melaksanakan tugas jaga dengar.

c. Sifat Penerapan

Sistem Pelaporan dan Informasi Navigasi di Selat Sunda dan bersifat wajib bagi seluruh kapal berbendera Indonesia yang melintas, menyeberangi atau memotong TSS di daerah kewaspadaan (precaution area). Sedangkan bagi kapal asing bersifat sangat dianjurkan untuk berpartisipasi dalam Sistem Pelaporan dan Informasi Navigasi.

d. Format Laporan

Kemenhub juga telah menyusun Format Pelaporan sesuai Standard Marine Communication Phrases (SMCP) IMO. Format Sistem Pelaporan Kapal disampaikan berdasarkan kode, identifikasi pesan (jenis laporan) dan laporan pertama. Kode A disampaikan terkait informasi kapal (nama, tanda panggilan, nomor identifikasi IMO dan bendera kapal), kode P untuk muatan di atas kapal (kargo berbahaya atau tidak), dan kode Q untuk informasi cacat/kerusakan/kekurangan/keterbatasan, dan Kode X untuk informasi lain - lain yang relevan. "Adapun jika diperlukan VTS Operator dapat meminta informasi tambahan kepada kapal antara lain Destination, Last port, Sarat kapal dan lain-lain, serta memberikan pelayanan lainnya yang termasuk dalam pelayanan

(35)

INS (Information Navigation Service) dan NAS (Navigational Assistance Service).

e. Titik Pelaporan

Terdapat 3 (tiga) titik pelaporan untuk TSS Selat Sunda, meliputi (1) Batas Garis Pelaporan Selatan, (2) Batas Garis Pelaporan utara, dan (4) titik pelaporan di area kewaspadaan.

5. Teori Bahasa Inggris maritim (English Maritime)

Bahasa Inggris maritim adalah bahasa Inggris yang dapat memberi kode-kode tertentu antar pelaut guna kelancaran dalam hal berkomunikasi dan bertukar informasi selama proses oprasional kapal. Bahasa ini mempunyai arti khusus yang sudah diatur dalam STCW (Standart of Trainning Certification and Watchkeeping) amandemen 1978 yaitu SMCP (Standart Marine Communication and Phrases).

Teori inggris maritim sesuai dengan SOLAS chapter V regulation 14 (4) Berikut isi dari SOLAS chapter V regulation 14 (4)

"On ships to which chapter I applies, English shall be used on the bridge as the working language for bridge-to-bridge and bridge-to- shore safety communications as well as for communications on board between the pilot and bridge watchkeeping personnel, unless those directly involved in the communication speak a common language other than English"

(36)

Artinya:

"Pada kapal yang berlayar, bahasa Inggris harus digunakan di anjungan sebagai bahasa kerja untuk anjungan-dengan-anjungan dan komunikasi keselamatan anjungan-ke-pelabuhan serta untuk komunikasi di atas kapal antara perwira jaga anjungan, kecuali mereka yang terlibat langsung dalam komunikasi bahasa yang sama selain bahasa Inggris.

a. Posisi SMCP dalam Praktek Maritim Posisi SMCP telah disusun :

1) Untuk membantu keamanan proses navigasi di kapal.

2) Standar berbahasa yang digunakan dalam berkomunikasi, untuk kepentingan navigasi di laut, ketika mendekati pelabuhan, dan di perairan.

3) Membantu lembaga-lembaga pelatihan maritim dalam memenuhi tujuan yang disebutkan di atas.

SMCP ini tidak dimaksudkan untuk bertentangan dengan peraturan internasional untuk mencegah tabrakan di laut 1972 (P2TL) atau khusus aturan lokal atau rekomendasi yang dibuat oleh IMO mengenai pengaturan rute kapal, baik yang dimaksudkan untuk menggantikan kode internasional sinyal, dan penggunaannya dalam kapal eksternal. Komunikasi harus sesuai dengan prosedur telepon radio yang relevan sebagaimana diatur dalam ITU radio regulation.

(37)

SMCP sebagai kumpulan frase individu yang memberikan petunjuk- petunjuk bagi operasional di kapal. SMCP memenuhi persyaratan konvensi STCW 1978 sebagai revisi dan dari SOLAS (Safety Of Life at Sea) convention 1974 mengenai komunikasi lisan. Penggunaan SMCP harus dilakukan sesering mungkin dalam preferensi untuk kata- kata yang bermakna sama dengan bahasa yang berbeda, sehingga pelaut harus mengetahui situasi ini. Bahasa Inggris digunakan untuk komunikasi antara individu-individu dari segala bangsa maritim pada kesempatan ketika bahasanya berbeda.

b. Organisasi dari SMCP

SMCP dibagi menjadi Komunikasi Eksternal frasa bagian A dan bagian B untuk statusnya dalam kerangka STCW tahun 1978.

1) Bagian A mencakup frase yang berlaku dalam komunikasi ekstemal yang digunakan dan dipahami seperti telah dijelaskan di STCW 1995, bagian ini diperkaya dengan frase penting mengenai kapal dan keselamatan navigasi untuk digunakan diatas kapal khususnya komunikasi yang digunakan perwira di anjungan, seperti yang dipersyaratkan oleh peraturan 14 (14) bab V, SOLAS 1974. Seperti pada saat keadaan darurat bisa menggunakan istilah "mayday / distress"

untuk meminta pertolongan.

2) Bagian B disebut perhatian untuk kapal lain berstandar keselamatan, tambahan untuk bagian A, juga dapat diperhatikan

(38)

untuk instruksi Inggris maritim. Seperti menyebutkan penentuan posisi, draft, dan perpindahan kapal.

c. Penggunaan SMCP

1) Kapal dengan Pelabuhan

Apabila sebuah kapal mendekati dermaga maka wajib menghubungi VTS (Vessel Travic Service) jika ingin bersandar atau berlayar kembali.

2) Kapal dengan Kapal

Untuk berkomunikasi dengan kapal lain guna bertukar informasi, meminta bantuan ataupun akan melakuakan lalu lintas laut seperti crossing, overtaking dan lain-lain maka wajib menggunakan Inggris maritim sebagai bahasa Internasional.

3) Awak Kapal di atas Kapal

Apabi1a dalam sebuah kapal terdapat awak-awak kapal yang berbeda Negara, maka seorang pemimpin di kapal tersebut sebaiknya menggunakan bahasa Inggris untuk berkomunikasi ataupun memberi perintah kepada bawahannya agar tidak terjadi miscommunication.

d. Pentingnya SMCP

1) Untuk membantu menghidari resiko terjadinya kecelakaan yang lebih besar untuk operasional kapal.

(39)

2) Untuk membakukan bahasa (standart berbahasa) yang digunakan dalam komunikasi untuk navigasi di laut.

e. Tempat-tempat dimana SMCP digunakan 1) Pada saat mendekati pelabuhan

2) Di perairan 3) Di pelabuhan 4) Di atas kapal

Berdasarkan teori tersebut dapat disimpulkan bahwa penerapan Bahasa Inggris maritim yang berpedoman pada Standard Marine Communication Phrases (SMCP) dalam melakukan pelayaran baik di Indonesia maupun di Negara lain sangat diperlukan, dikarenakan didalam berjalannya operasional kapal diperlukan adanya komunikasi baik itu kapal dengan kapal maupun kapal dengan pihak darat. Pada saat akan memasuki Traffic Separation Scheme (TSS) penggunaan SMCP ini juga diperlukan karena dalam hal ini Kemenhub juga menyusun format laporan memasuki TSS yang sesuai dengan Standard Marine Communication Phrases (SMCP).

Pelaporan kepada VTS juga menggunakan standar IMO SMCP. Dalam hal ini peranan SMCP sangat penting sebagai pedoman berkomunikasi yang baik dalam meningkatkan keselamatan pelayaran.

(40)

Proses

Subjek Objek Metode KMP.

Athaya

Awak Kapal

Deskriptif Kualitatif Penerapan Standard Marine

Communication Phrases (SMCP) yang belum optimal

Awak kapal menerapkan SMCP sesuai dengan standard prosedur yang baik dan benar sesuai dengan ketentuan serta sebagai syarat untuk berlayar dengan aman.

Keselamatan Pelayaran di KMP. Athaya

1. Perlunya berlatih sesering mungkin untuk kelancaran dalam penggunaan bahasa Inggris 2. Mempelajari buku Standard Marine Communication and Phrases (SMCP) untuk

mendalami ilmu bahasa Inggris maritim dalam kegiatan operasional kapal

1. IMO SUB-COMMITTEE ON SAFETY OF NAVIGATION 46th session Agenda item 9 about IMO SMCP 2. SOLAS chapter V regulation 14 (4)

3. Peraturan Kementerian Perhubungan tentang Traffic Separation Scheme (TSS) Selat Sunda.

28 C.Kerangka Penelitian

(41)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Menurut Herdiansyah (2010:9) penelitian kualitatif adalah suatu penelitian ilmiah yang bertujuan untuk memahami suatu fenomena dalam konteks sosial secara alamiah dengan mengedepankan proses interaksi komunikasi yang mendalam antara peneliti dengan fenomena yang diteliti.

Metode ini penulis dapat memahami dan mengungkapkan tentang masalah yang penulis teliti, dan juga metode kualitatif ini penulis dapat melakukan interview dengan objek yang penulis teliti. Metode kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata – kata tertulis atau lisan dari orang – orang dan perilaku yang dapat diamati. Metode kualitatif adalah suatu cara dalam menganalisa data-data yang akurat berdasarkan wawancara atau pengamatan secara langsung tentang suatu kejadian.

Dalam menganalisis dan mendeskripsikan mengenai penerapan Standard Marine Communication Phrases (SMCP), penulis menggunakan landasan teori sebagai pemandu agar fokus penelitian sesuai dengan fakta di lapangan.

Selain itu landasan teori juga memberikan gambaran umum tentang latar belakang penelitian serta bahan pembahasan pada hasil penelitian.

B. Lokasi Penelitian

Untuk mendapat data-data informasi yang sehubungan dengan penulisan karya ilmiah ini, penulis telah melakukan penelitian yang dilaksanakan di

(42)

kapal KMP. Athaya pada saat melaksanakan Praktek Laut (PRALA) selama 1 tahun yang telah dilaksanakan terbilang dari September 2019 hingga September 2020.

C. Jenis dan Sumber Data

Dalam Karya Ilmiah Terapan ini data yang digunakan adalah data kualitatif. Menurut Bungin (2011: 339), data kualitatif adalah data yang memberikan kejelasan makna tentang fakta, objek, atau kasus yang sedang dilakukan. Yang termasuk data kualitatif dalam penelitian ini yaitu gambaran umum objek penelitian, meliputi: komunikasi di atas kapal, penggunaan SMCP.

Sumber data dalam penelitian ini adalah subyek darimana data dapat diperoleh. Dalam penelitian ini penulis menggunakan dua sumber data yaitu:

a. Data Primer

Data Primer adalah data yang hanya dapat diperoleh dari sumber asli atau pertama melalui narasumber yang tepat dan dijadikan responden dalam penelitian. Penelitian ini mendapatkan data primer ini melalui wawancara langsung kepada responden yaitu awak kapal KMP.

Athaya tentang bagaimana penerapan SMCP untuk menghindari miscommunication dalam menunjang keselamatan pelayaran di atas kapal dan apakah penggunaan pedoman SMCP telah diterapkan dalam operasional kapal.

(43)

b. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data pelengkap yang diperoleh dari dokumentasi ataupun kepustakaan yang berkaitan dengan penelitian yang ada hubungannya dengan masalah dan merupakan data pelengkap dari data primer yang didapat.

D. Teknik Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dan digunakan dalam penyusunan penelitian ini adalah data yang merupakan informasi yang diperoleh penulis melalui pengamatan langsung di lapangan. Dari sumber-sumber ini diperoleh data dan informasi melalui:

1. Observasi

Observasi atau mengadakan pengamatan secara langsung di lapangan dimana penulis melaksanakan praktek laut. Observasi adalah metode pelengkap, teknik observasi digunakan dengan maksud untuk mendapatkan atau mengumpulkan data secara langsung dengan melakukan pengamatan serta mencatat data yang berkaitan dengan pokok masalah yang diteliti. Observasi yang penulis lakukan adalah dengan mengadakan pengamatan langsung sewaktu penulis akan melaksanakan praktek laut, mengamati cara-cara kerja prosedur darurat terkhusus pada saat sedang melakukan komunikasi yang dilakukan oleh seluruh awak kapal, setelah itu oleh para perwira jaga akan melakukan pengecekan

(44)

prinsip dan tindakan yang harus diambil saat terjadi situasi berbahaya, bila terdapat kesalahan.

2. Wawancara

Menurut Riduwan (2003:56) wawancara adalah suatu cara pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh informasi langsung dari sumbernya. Wawancara merupakan proses tanya jawab secara lisan yang dilakukan seseorang saling berhadapan dan saling menerima serta memberikan informasi. Wawancara sebagai alat pengumpul data menghendaki adanya komunikasi langsung antara penelitian dengan sasaran penelitian. Dalam menyusun penelitian ini, penulis melakukan wawancara non-formal dalam kegiatan sehari-hari dengan crew di atas kapal pada saat melakukan komunikasi di anjungan, sehingga dapat lebih meyakinkan pembaca juga sebagai bahan acuan untuk mendeskripsikan data dan mempermudah dalam proses penganalisaanya.

3. Dokumentasi

Metode dokumentasi berarti menggunakan dokumen-dokumen kapal sebagai sumber data dengan menggunakan dokumen. Dalam hal ini penulis akan menggunakan dokumen yang berbentuk gambar seperti foto pada proses komunikasi dan alat-alat yang digunakan dalam melakukan komunikasi. Studi dokumen merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dalam penelitian kualitatif.

(45)

E. Teknik Analisis Data

Proses analisis data merupakan proses memilih dari beberapa sumber maupun permasalahan yang sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan.

Dikatakan oleh Tesch (Creswell:1994) tidak ada satu jalan yang benar, oleh sebab itu metaphor dan analogi sangat sesuai untuk membuka atau mengajukan dan menjawab pertanyaan yang diperlukan.

1. Penyajian Data

Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk urutan singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart, dan sejenisnya. Yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif. Dalam hal ini penulis akan menampilkan data dalam bentuk naratif dengan menyusun kronologi kejadian.

2. Verifikasi atau Penyimpulan Data

Kesimpulan dalam penelitian kualitatif mungkin dapat menjawab rumusan masalah yang dirumuskan sejak awal, tetapi mungkin juga tidak. Karena seperti telah dikemukakan bahwa masalah dan rumusan masalah dalam penelitian ini masih bersifat sementara dan akan berkembang setelah didapatkan hasil dari penelitian di lapangan.

Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah dengan cara mengecek atau memverifikasi data pada saat awak kapal melakukan komunikasi di

(46)

atas kapal yang benar dan menggunakan bahasa Inggris maritim yang sesuai dengan Standard Marine Communication Phrases (SMCP).

(47)

DAFTAR PUSTAKA

Adonis Radjab (2011), Pengertian Inggris Maritim (Online), https://www.facebook.com/permalink.php?id=439799239368240&story_fbid

=446783272003170. Diakses pada tanggal 06 maret 2019 Bungin, B. (2011). Penelitian Kualitatif. Jakarta: Prenada Media Group.

Creswell, & W, J. (1994). Research Design Quantitative & Qualitative Approach.

London: Sage Publication, Inc.

Herdiansyah, Haris (2010), Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial.

Jakarta: Salemba Humanika.

Michael sendow (2013), Kemampuan Pelaut Indonesia (online), https://www.kompasiana.com/michusa/551fa1a6813311546f9de1ee/kemampu an-pelaut-indonesia. Diakses pada tanggal 11 maret 2019

Miles & Huberman (1992: 16). Menulis Proposal Penelitian.

Mohamad wahyuddin (2011), Alat Navigasi Kapal dan Alat Komunikasi Kapal (online),http://kapal-cargo.blogspot.com/2011/01/navigasi-kapal-alat- komunikasi-kapal.html. Diakses pada tanggal 11 maret 2019

Riduwan. (2003). Dasar-dasar Statistika Cetakan Ketiga. Bandung: Alfabet.

Sedarmayanti, & Hidayat, S. (2011). Metodologi Penelitian. Bandung: CV Mandar Maju.

SUB-COMMITTEE ON SAFETY OF NAVIGATION. (2000). IMO Standard Marine Communication Phrases (SMCP). Kroasia: Rijeka College of Maritime Studies.

Suparlan, P. (1994). Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Program Kajian Wilayah Amerika-Universitas Indonesia.

The Marine Accident Investigation Branch (13 maret 2013). Collision between Container Vessel CMA CGM Florida and Bulk Carrier Chou Shan (online), https://www.gov.uk/maib-reports/collision-between-container-vessel-cma-

(48)

cgm-florida-and-bulk-carrier-chou-shan-140-miles-east-of-shanghai-in-the- east-china-sea. Diakses pada tanggal 23 maret 2019

Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) (Online).

http://knkt.go.id/post/read/laporan-final

pelayaran?cat=QmVyaXRhfHNlY3Rpb24tNjU. Diakses pada tanggal 10 Maret 2021

Keputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor KM 130 Tahun 2020 tentang Penetapan Sistem Rute Di Selat Sunda. (2020)

Gambar

Tabel 2.1Kriteria Kompetensi Perwira Deck

Referensi

Dokumen terkait