• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGANTAR. Yogyakarta, Desember Dekan Fakultas Pertanian UGM, Dr. Jamhari, S.P., M.P.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGANTAR. Yogyakarta, Desember Dekan Fakultas Pertanian UGM, Dr. Jamhari, S.P., M.P."

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan YME yang telah memberikan kemudahan dan kelancaran dalam perencanaan, persiapan dan pelasksanaan kegiatan ”Annual Outcome Survey dan District Market Study di Kota Kupang dan Kabupaten Lombok Barat” Tahun 2013”. Kegiatan ini merupakan kerja sama antara Satker Pembangunan Masyarakat Pesisir (CCDP-IFAD), Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta sesuai dengan SPK: CCDP-IFAD.31/KP3K/PMP/PTN/X/2013 Tanggal 29 Oktober 2013.

Kegiatan Annual Outcome Survey ditujukan untuk menilai partisipasi, manfaat dan dampak terhadap penerima manfaat program PMP (Pembangunan Masyarakat Pesisir) - CCDP IFAD yang telah dilaksanakan di Kota Kupang dan Kabupaten Lombok Barat. Secara umum, masyarakat berperan dan mempunyai harapan yang cukup besar terhadap kelangsungan dan keberhasilan kegiatan pemberdayaan.

Sedangkan kegiatan District Market Study bertujuan untuk identifikasi dan penentuan komoditas perikanan potensial/unggulan, menentukan rantai pasok dan pemasaran, serta intervensi pengembangan. Penentuan komoditas unggulan dilakukan melalui perpaduan metode analisis data sekunder, Analytical Hierarchical Process (AHP) dan Focus Group Discussion (FGD) yang melibatkan pelaku usaha perikanan. Komoditas perikanan unggulan yang ditemukan berbeda dan spesifik di setiap kabupaten oleh karena itu perlu penyesuaian intervensi dan program pengembangan yang akan dilakukan.

Akhir kata, semoga hasil kegiatan ini memberi manfaat bagi semua dan dapat dijadikan informasi untuk pengembangan perikanan dan kelautan, sehingga kesejahteraan masyarakat pesisir dapat tercipta.

Yogyakarta, Desember 2013.

Dekan Fakultas Pertanian UGM,

Dr. Jamhari, S.P., M.P.

(3)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

I RINGKASAN EKSEKUTIF ... 1

II PENDAHULUAN ... 6

III AKTIVITAS DAN METODOLOGI ... 8

3.1. Tujuan Studi ... 8

3.2. Pendekatan Umum ... 8

3.3. Metodologi dan Tata Laksana ... 9

3.3.1. Rancangan danTeknis Kajian Survei ... 9

3.3.2. Tata Cara dan Pelaksanaan Survei ... 10

3.4. Pelaksanaan Kegiatan ... 12

3.5. Keadaan Umum Lokasi Kajian ... 12

IV KEBIJAKAN, REGULASI DAN KERANGKA KERJA PEMERINTAH ... 16

V PROFIL PASAR IKAN KABUPATEN LOMBOK BARAT ... 19

VI PELUANG USAHA PERIKANAN BERBASIS KOMODITAS ... 22

6.1. Komoditas Potensial ... 24

6.1.1. Tongkol ... 26

6.1.1.1. Penawaran Pasar ... 25

6.1.1.2. Permintaan Pasar dan Pertumbuhan Potensial ... 27

6.1.1.3. Gambaran Umum Rantai Pasok Tongkol ... 27

6.1.1.3.1. Dekripsi Produk dan Teknologi ... 28

6.1.1.3.2. Pelaku Utama Pasar dan Peranannya ... 29

6.1.1.3.3. Alur Produk, Harga dan Margin Pemasaran ... 31

6.1.1.4. Hambatan Utama dan Solusi Pengembangan ... 33

6.1.1.5. Rekomendasi Spesifik untuk Meningkatkan Nilai Tambah dan Pendapatan ... 35

6.1.1.5.1. Tingkat Kabupaten ... 35

6.1.1.5.2. Tingkat Desa ... 35

6.1.2. Rajungan ... 37

6.1.2.1. Penawaran Pasar ... 37

6.1.2.2. Permintaan Pasar dan Potensi Pertumbuhan ... 38

6.1.2.3. Gambaran Umum Rantai Pasok Rajungan ... 39

6.1.2.3.1. Deskripsi Produk dan Teknologi ... 39

6.1.2.3.2. Pelaku Utama Pasar dan Peranannya ... 41

6.1.2.3.3. Alur Produk, Harga dan Margin Pemasaran ... 41

6.1.2.4 Hambatan Utama dan Solusi Pengembangan ... . 43 6.1.2.5. Rekomendasi Spesifik untuk Meningkatkan Nilai

(4)

Tambah dan Pendapatan ... 43

6.1.1.5.1. Tingkat Kabupaten ... 43

6.1.1.5.2. Tingkat Desa ... 44

6.1.3. Rebon ... 45

6.1.3.1. Penawaran Pasar ... 45

6.1.3.2. Permintaan Pasar dan Potensi Pertumbuhan ... 45

6.1.3.3. Deskripsi Nilai Rantai Pemasaran ... 46

6.1.3.3.1. Deskripsi Produk dan Teknologi ... 46

6.1.3.3.2. Pelaku Utama Pasar dan Peranannya ... 47

6.1.3.3.3. Alur Produk, Harga dan Margin Pemasaran ... 47

6.1.3.4. Hambatan Utama dan Solusi Pengembangan ... 48

6.1.3.5. Rekomendasi Spesifik untuk Meningkatkan Nilai Tambah dan Pendapatan ... 49

6.1.3.5.1. Tingkat Kabupaten ... 49

6.1.3.5.2. Tingkat Desa ... 50

6.1.4. Kepiting ... 51

6.1.4.1. Penawaran Pasar ... 51

6.1.4.2. Permintaan Pasar dan Potensi Pertumbuhan ... 51

6.1.4.3. Deskripsi Nilai Rantai Pemasaran ... 52

6.1.4.3.1. Deskripsi Produk dan Teknologi ... 52

6.1.4.3.2. Pelaku Utama Pasar dan Peranannya ... 53

6.1.4.3.3. Alur Pemasaran, Harga, dan Margin ... 53

6.1.4.4. Hambatan Utama dan Solusi Pengembangan ... 54

6.1.4.5. Rekomendasi Spesifik untuk Meningkatkan Nilai Tambah dan Pendapatan ... 55

6.1.4.5.1. Tingkat Kabupaten ... 55

6.1.4.5.2. Tingkat Desa ... 55

LAMPIRAN A. ... 56

LAMPIRAN B ... 58

LAMPIRAN C ... 60

LAMPIRAN D ... 61

LAMPIRAN E ... 66

                       

(5)

DAFTAR TABEL

   

Tabel 1. Kebutuhan Informasi Untuk Analisis Rantai Pasok ... 11

Tabel 2. Hasil Penilaian Komoditas Desa Labuan Tereng ... 25

Tabel 3. Hasil Penilaian Komoditas Desa Lembar Selatan ... 25

Tabel 4. Hasil Penilaian Komoditas Desa Eyat Mayang ... 25

Tabel 5. Hasil Penilaian Komoditas Desa Cendi Manik ... 25

Tabel 6. Hasil Penilaian Komoditas Desa Sekotong Barat ... 26

Tabel 7. Peran masing masing pelaku usaha dalam pemasaran ikan pindang tongkol ... 30

Tabel 8. Kondisi Aliran Pemasaran Produk Komoditas Ikan Tongkol ... 32

Tabel 9. Hambatan, Solusi dan Intervensi Kegiatan ... 33

Tabel 10. Rekomendasi program tingkat desa ... 36

Tabel 11. Peran pelaku usaha komoditas rajungan di Lombok Barat ... 41

Tabel 12. Kondisi Product Flows Komoditas Rajungan ... 42

Tabel 13. Permasalahan dan Solusi Komoditas Rajungan ... 43

Tabel 14. Kondisi Product Flows Komoditas Rajungan ... 48

Tabel 15. Permasalahan dan solusi terhadap komoditas Udang Rebon ... 49

Tabel 16. Peran pelaku usaha komoditas kepiting di Lombok Barat ... 53

Tabel 17. Permasalahan dan Solusi terhadap komoditas kepiting ... 55

 

(6)

DAFTAR GAMBAR

 

Gambar 1. Konsep Pelaksanaan Survei ... 9

Gambar 2. Peta Kabupaten Lombok Bara ... 13

Gambar 3. Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha di kabupaten Lombok Barat ... 14

Gambar 4. Grafik Produksi Perikanan Lombok Barat tahun 2007-2011 ... 19

Gambar 5. Grafik Jumlah Unit Penangkapan Ikan Tahun 2008-2011 ... 20

Gambar 6. Grafik Produksi dan Konsumsi Ikan Kabupaten Lombok Barat Tahun 2007– 2011 ... 21

Gambar 7. Peta Tingkat Eksploitasi Sumberdaya Ikan di WPP RI ... 22

Gambar 8. Grafik Jumlah Kunjungan Wisatawan 2004-2008 Kabupaten Lombok Barat ... 24

Gambar 9. Grafik Produksi Komoditas Perikanan Hasil FGD 2008-2011 ... 26

Gambar 10. Grafik Produksi Tongkol Kabupaten Lombok Barat 2007-2011 ... 27

Gambar 11. Grafik Omset Harian Pengepul Ikan Pindang Tongkol di Bangko Bangko ... 28

Gambar 12. Foto Proses pemindangan di Daerah Bangko Bangko yang masih bersifat tradisional ... 29

Gambar 13. Peta Alur Pemasaran Produk Pindang di Kabupaten Lombok Barat ... 31

Gambar 14. Alur Distribusi Tongkol dari Produsen Hingga ke Konsumen ... 32

Gambar 15. Peta Persentase Supply Rajungan di Indonesia ... 37

Gambar 16. Produksi Rajungan Lombok ... 38

Gambar 17. Volume dan Nilai Ekspor Rajungan Indonesia 2006-2008 ... 39

Gambar 18. Proses pengupasan daging rajungan ... 40

Gambar 19. Pengemasan daging rajungan berdasarkan bagian tubuh ... 40

Gambar 20. Bagan alir komoditas rajungan dan produk daging rajungan ... 42

Gambar 21. Grafik Produksi Rebon dan udang lainnya di Kabupaten Lombok Barat .... 45

Gambar 22. Terasi panggang produksi Desa Labuhan Tereng Kec. Lembar ... 46

Gambar 23. Alur Pemasaran Komoditas Rebon ... 48

Gambar 24. Perkembangan Produksi Tangkapan Kepiting di Pulau Lombok Tahun 2008-2011 ... 51

Gambar 25. Grafik volume ekspor hasil perikanan ... 52

Gambar 26 Rantai Pemasaran Kepiting ... 54

(7)

I. RINGKASAN EKSEKUTIF

Proyek Pembangunan Masyarakat Pesisir (Proyek-PMP) merupakan kegiatan kerjasama antara Kementerian Kelautan Perikanan dengan International Fund for Agricultural Development (IFAD), dengan salah tujuannya adalah peningkatan kegiatan ekonomi, khususnya pada sektor perikanan dan dan kelautan.

Pengembangan potensi perikanan memerlukan berbagai macam data dan informasi antara lain potensi produksi, produk rantai dan jaringan serta pelaku pemasaran hasil perikanan.

Survei pemasaran hasil perikanan di Kabupaten Lombok Barat ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menentukan komoditas ikan potensial/unggulan, mengetahui rantai pasok dan pemasaran komoditas unggulan, serta memberikan rekomendasi untuk perbaikan dan pengembangan. Sampel desa dalam kegiatan ini meliputi lima desa, yaitu Desa Lembar Selatan, Desa Labuhan Tereng, Desa Eyat Mayang Desa Cendi Manik, dan Desa Sekotong Barat. Untuk mengetahui saluran pemasaran dan rantai pasok ikan dilakukan survai ke beberapa pasar yaitu pasar desa di Sekotong Barat, Pasar Lembar Kecamatan Lembar, Pasar Mandalika Kota Mataram, Pasar Kebon Roek Kota Ampenan. Usaha perikanan yang dikunjungi adalah cold storage yang berada di Pasar Kebon Roek, produsen dan pengepul ikan pindang di daerah Bangko bangko serta di Pasar Mandalika, yang merupakan saluran penting mata rantai perdagangan ikan/pengolahan ikan.

Hasil analisis data sekunder dan FGD yang dilakukan di 5 desa terpilih dapat disimpulkan bahwa subsektor perikanan tangkap di Kabupaten Lombok Barat dapat dibagi menjadi dua kelompok komoditas yaitu perikanan pelagis dengan komoditas potensial adalah tongkol, dan komoditas perikanan non ikan dengan komoditas potensial adalah udang, rajungan dan kepiting. Pengembangan usaha perikanan di Kabupaten Lombok Barat dihadapkan pada beberapa tantangan, baik pada aspek ketersediaan dan akses terhadap sarana prasarana perikanan, ketersediaan dan kualitas SDM, akses dan ketersediaan modal dan teknologi, dan kelembagaan.

Secara rinci hambatan dan intervensi yang dibutuhkan untuk pengembangan perikanan pada komoditas yang diseleksi di Kabupaten Lombok Barat, sebagai berikut:

1. Struktur armada perikanan sangat timpang dan didominasi oleh perikanan tradisional atau skala kecil yaitu perahu tanpa motor sejumlah 39 % dan perahu dengan motor tempel yaitu 61%. Tahun 2011 tidak tercatat adanya kapal motor sehingga sebagian besar sumber pencarian ikan hanya terfokus

(8)

di daerah pesisir. Kondisi sumberdaya pesisir sudah tereksploitasi dengan signifikan hal ini ditunjukkan dengan penurunan hasil perikanan tangkap.

Karena itu diperlukan upaya perbaikan struktur armada perikanan untuk meningkatkan wilayah tangkap dan mengurangi intensitas pemanfaatan sumberdaya ikan, terutama di wilayah pantai. Beberapa upaya terkait perubahan struktur armada perikanan antara lain:

a. Fasilitasi dan perbaikan akses terhadap kapal motor untuk perluasan area penangkapan (fishing ground) di zona II, III dan ZEEI.

b. Untuk mendukung aktivitas penangkapan di wilayah penangkapan zona II dan III di perlukan penguatan SDM melalui pendidikan dan pelatihan untuk pengembangan perikanan demersal (kakap) dengan sistem perikanan modern seperti dengan alat bantu fish finder dan GPS.

c. Kemudahan akses dan ketersediaan kredit untuk mendukung perubahan struktur armada perikanan dan penyediaan alat tangkap dan alat bantu penangkapan ikan.

d. Program pendampingan nelayan dengan bersinergi lembaga penelitian, pendidikan maupun organisasi swadaya masyarakat.

e. Pembangunan TPI di Daerah Bangko Bangko untuk mendorong percepatan pembangunan di daerah tersebut beserta sarana dan prasarana pendukung seperti listrik dan air bersih.

f. Fasilitasi, penguatan dan pengembangan kerjasama seperti melalui kontrak kerjasama antar nelayan penghasil rebon di luar daerah dengan pengolah ikan/terasi.

2. Ketersediaan sumberdaya ikan pada beberapa jenis mengalami penurunan yang ditandai oleh lokasi penangkapan ikan yang semakin jauh, tetapi mayoritas nelayan tidak mampu memperluas daerah penangkapan karena keterbatasan armada perikanan. Karena itu selain perbaikan struktur armada perikanan, perlu dilakukan upaya pembatasan kegiatan perikanan pantai dan monitoring secara reguler yang melibatkan kelompok pengawas sumberdaya.

Beberapa program intervensi yang harus dilakukan meliputi:

a. Perbaikan sistem informasi dan database sumberdaya ikan

b. Pengembangan hatchery kepiting atau rajungan baik untuk tujuan budidaya atau tujuan restocking.

c. Pengembangan kawasan konservasi dan rehabilitasi mangrove di Teluk Lembar

(9)

d. Peningkatan sistem keamanan dan keselamatan kegiatan perikanan tangkap

e. Kerjasama pemerintah daerah, masyarakat dengan aparat penegak hukum dalam penegakkan aturan pemanfaatan sumberdaya ikan.

3. Penanganan pasca panen hasil perikanan yang masih tradisional dan belum memenuhi standar operasional sehingga belum dapat menjamin mutu dan nilai jual hasil perikanan. Karena itu, diperlukan upaya mempertahankan mutu hasil tangkapan dan meningkatkan nilai jual ikan. Upaya tersebut dapat dilakukan melalui:

a. Pengembangan sistem rantai dingin mulai di kapal hingga konsumen.

b. Peningkatan kapasitas produksi pengolahan (peningkatan sarana prasarana pengolahan).

c. Perbaikan sistem dan metode penanganan hasil penangkapan (segar), mulai di kapal (penggunaan palka khusus atau cool box dan es) hingga di tempat pelelangan ikan (TPI), atau tempat-tempat penjualan ikan lain.

d. Peningkatan dan pengembangan industri-industri pendukung antara industri pembuatan es, peningkatan kapasitas dan ketersediaan cold storage.

e. Diseminasi informasi dan teknologi pengolahan hasil perikanan dari perguruan tinggi, lembaga riset maupun sektor swasta untuk penguatan kapasitas pengolahan hasil perikanan.

f. Penyelenggaraan forum seminar, diskusi, lokakarya, dan pelatihan dengan pelaku usaha perikanan untuk menguatkan jaringan masyarakat dan usaha.

g. Fasilitasi pasar dan pemasaran produk olahan melalui promosi produk perikanan dan pengembangan kawasan pemindangan dan outlet.

h. Fasilitasi perubahan pengelolaan usaha dari kompetisi ke kerjasama, baik antar nelayan maupun nelayan dengan perusahan.

4. Pengetahuan, akses dan ketersedian modal melalui kredit dari lembaga pembiayaan formal dan pengelolaan yang baik masih terbatas. Upaya peningkatan pengetahuan, akses, ketersedian dan pengelolaan modal finansial secara lebih baik dapat dilakukan melalui:

(10)

a. Optimalisasi dan pengembangan program kredit nelayan untuk penguatan aset dan modal operasional untuk nelayan, pengolah dan pemasar hasil perikanan (nelayan dan poklasar);

b. Mendekatkan layanan lembaga keuangan dengan komunitas masyarakat pesisir

c. Pengembangan program masyarakat pesisir menabung (budaya menabung).

5. Ketatnya persyaratan dari negara pengimpor (traceability) dan kontrol kualitas hasil tangkapan masih lemah. Untuk itu perlu upaya perbaikan sistem dokumentasi, pencatatan hasil penangkapan ikan dan penanganan ikan mulai di atas kapal sampai ke tangan konsumen, melalui kegiatan:

a. Penguatan sistem administrasi dan pencatatan kegiatan usaha

b. Perbaikan sistem rantai dingin dari atas kapal sampai kepada konsumen untuk membantu nelayan mempertahankan kualitas hasil tangkapan tahan lama dan meningkatkan nilai jual produk.

Pada tingkat desa, dalam rangka proyek PMP, beberapa program yang dapat diintroduksi untuk pengembangan usaha dan peningkatan pendapatan masyarakat pesisir, diantaranya dapat dilakukan melalui penguatan pada kelompok pelaku usaha dan sarana prasarana pendukung usahanya, seperti:

1. Pengadaan armada penangkapan ikan dengan kapal motor minimal ukuran di atas 10GT, serta alat tangkap dan alat bantu penangkapan yang dikelola secara berkelompok oleh nelayan.

2. Pembangunan TPI di Daerah Bangko Bangko untuk mendorong percepatan pembangunan di daerah tersebut beserta sarana dan prasarana pendukung seperti listrik dan air bersih.

3. Pengembangan hatchery kepiting atau rajungan baik untuk tujuan budidaya atau tujuan restocking.

4. Pengembangan kawasan konservasi dan rehabilitasi mangrove di Teluk Lembar 5. Peningkatan keterampilan dan penguasaan teknologi informasi dan alat bantu

penangkapan untuk meningkatkan kecakapan nelayan dalam pengoperasian alat tangkap

6. Peningkatan akses, ketersediaan dan kemampuan pengelolaan modal usaha 7. Peningkatan kapasitas kelembagaan nelayan, pengolah dan pemasar

(kelompok/koperasi) untuk penataan administrasi dan pengelolaan usaha.

8. Perbaikan infrastruktur jalan.

(11)

9. Peningkatan akses sarana dan prasarana pemasaran ikan (coolbox, wadah pendinginan dan pembekuan) dan pendukungnya (listrik dan air bersih).

10. Pembuatan rumah produksi dan outlet penjualan produk olahan ikan secara berkelompok

11. Megembangkan system pengawasan mutu dengan pendampingan intensif kepada masyarakat terutama kelompok pengolah untuk meminimalkan reject produk

12. Pendampingan intensif pembudidaya termasuk untuk malakukan monitoring pertumbuhan kepiting di dasar budidaya

13. Menambah wilayah buffer sumberdaya ikan dengan penanaman mangrove

(12)

II. PENDAHULUAN

Pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan bekerja sama dengan lnternational Fund for Agricultural Development (IFAD) melaksanakan Coastal Community Development (CCD) atau Proyek Pembangunan Masyarakat Pesisir (PMP), yang ditetapkan melalui Financing Agreement pada tanggal 23 Oktober 2012. Proyek tersebut merupakan salah satu program IFAD yang berkolaborasi dengan usaha pemerintah untuk pengentasan kemiskinan, penyerapan tenaga kerja, pertumbuhan ekonomi, dan pembangunan yang berkelanjutan (pro- poor, pro-job, pro-growth and pro-sustainability). Proyek ini melibatkan kerjasama pemerintah, baik pada tingkat nasional maupun kabupaten/kota dalam hal pendanaan proyek pinjaman dan hibah dari IFAD, APBN, APBD, serta kontribusi masyarakat pesisir terkait, yang kesemuanya berjumlah total US$ 43,219 juta.

Proyek Pembangunan Masyarakat Pesisir hasil kerjasama Kementerian Kelautan dan Perikanan dan IFAD mendapat prioritas pendanaan karena: (i) masyarakat yang tinggal di pesisir dan pulau kecil pada umumnya termasuk kelompok masyarakat miskin sampai sangat miskin; (ii) banyak masyarakat yang memiliki motivasi dan berkomitmen untuk memperbaiki tingkat ekonomi mereka dan bertanggungjawab dalam pembangunan; (iii) adanya peluang-peluang ekonomi yang baik dengan potensi pasar yang kuat dari kelautan dan perikanan; dan (iv) sejalan dengan kebijakan dan prioritas pemerintah. Proyek ini juga merespon pentingnya mengatasi masalah degradasi sumberdaya alam dan perubahan iklim serta memberi pengalaman kepada pemerintah dalam mereplikasi dan merencanakan kegiatan yang lebih baik lagi (scaling up). Karena itu, kawasan timur Indonesia yang memiliki isu dan tingkat kemiskinan yang tinggi, menjadi lokus Proyek PMP.

Melalui Proyek Pembangunan Masyarakat Pesisir diharapkan akan terjadi berbagai peningkatan kegiatan ekonomi di lokasi sasaran. Secara rinci, indikator keberhasilan program diantaranya adalah tingkat pendapatan masyarakat pesisir sasaran proyek meningkat 10% net; nilai penjualan produk proyek rata-rata naik 30% dibanding sebelum kegiatan proyek; dan penurunan sebesar 40% dari kasus kekurangan nutrisi pada anak-anak (malnutrition).

Kabupaten Lombok Barat merupakan salah satu lokasi kegiatan Proyek PMP.

Total kelurahan dalam rencana pengembangan proyek berjumlah 9 desa yang meliputi Desa Pelangan, Desa Sekotong Barat, Desa Sekotong Tengah, Desa Batu Putih, Desa Eyat Mayang, Desa Buwun Mas, Desa Lembar, Desa Labuan Tereng dan Desa Kebon Ayu. Kesembilan lokasi tersebut tersebar di beberapa titik di Kabupaten Lombok Barat yang berdekatan dengan pesisir pantai maupun tidak. Lokasi-lokasi

(13)

tersebut merupakan daerah yang memiliki peran penting dalam alur produksi dan perdagangan dalam rantai pemasaran produk perikanan.

Produksi perikanan Kabupaten Lombok Barat sebesar 59.733,78 ton pada tahun 2011. Nilai produksi perikanan tersebut terdiri atas perikanan tangkap dan perikanan budidaya baik pada air laut maupun air tawar. Jenis ikan yang memiliki nilai ekonomi tinggi di Kabupaten Lombok Barat meliputi ikan tongkol, teri, cakalang, merah bambangan, julung-julungan, biji nangka, kerapu, tembang, kurisi, dan ikan kembung. Ikan tersebut di tangkap oleh nelayan lokal dan di pasarkan ke berbagai daerah di Lombok maupun daerah lain sampai ke Pulau Sulawesi dan Jawa.

Survei pemasaran di Kabupaten Lombok Barat secara umum bertujuan untuk mengidentifikasi seluruh komoditas perikanan tangkap, dan selanjutnya dari beragam komoditas tersebut ditentukan komoditas ikan potensial/unggulan, mengetahui rantai pasok dan pemasaran komoditas unggulan, serta memberikan rekomendasi bagi perbaikan dan pengembangan ke depan. Lebih lanjut, kegiatan ini juga membahas pelaku usaha yang terlibat dalam kegaiatan pemasaran ikan dan peran masing- masing pelaku serta saluran pemasaran komoditas potensial di Kabupaten Lombok Barat. Melalui survei ini diharapkan diperoleh gambaran utuh pemasaran ikan yang nantinya menjadi salah satu acuan (rekomendasi) dalam pengambilan kebijakan baik di tingkat pusat maupun daerah untuk pengembangan usaha perikanan di Kabupaten Lombok Barat, khususnya terkait dengan Proyek PMP.

(14)

III. AKTIVITAS DAN METODOLOGI 3.1. Tujuan Studi

Survei pemasaran ikan di Kabupaten Lombok Barat bertujuan sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi komoditas ikan potensial/unggulan di Kabupaten Lombok Barat.

2. Mengetahui rantai pasok dan pengembangan pasar serta pemasaran hasil perikanan di Proyek Pengembangan Masyarakat Pesisir (PMP).

3. Memberikan rekomendasi bagi perbaikan dan peningkatan capaian Proyek Pengembangan Masyarakat Pesisir (PMP).

3.2. Pendekatan Umum

Tujuan utama survei pemasaran ikan di Kabupaten Lombok Barat adalah menentukan komoditas unggulan dan mengetahui rantai pasok, pengembangan pasar, serta pemasaran yang nantinya dapat menjadi rekomendasi kebijakan untuk perbaikan dan peningkatan ekonomi pelaku usaha perikanan. Berdasarkan cara pengumpulan data, data-data dalam kajian ini terbagi menjadi dua jenis yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang secara langsung dikumpulkan sendiri oleh tim peneliti melalui wawancara dengan responden, sedangkan data sekunder adalah yang pengumpulannya dilakukan oleh pihak lain.

Data primer dalam kegiatan ini diperoleh melalui wawancara langsung terhadap pelaku usaha perikanan (nelayan, pengolah, pedagang, perusahaan perikanan, dan pelaku terkait lainnya) dan wakil dari pemerintah daerah (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lombok Barat, sedangkan data sekunder dikumpulkan dari berbagai sumber diantaranya Dinas Kelautan dan Perikanan, Badan Pusat Statistik, dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Lombok Barat.

Kegiatan survei pemasaran dilakukan dalam tiga tahap: (1) tahap pertama adalah penentuan informan kunci, membuat kuesioner, merinci komoditas yang kemudian dipilih menjadi komoditas unggulan/potensial (berdasarkan skor masing- masing komoditas); (2) tahap kedua adalah focus group discussion dan menganalisis rantai pemasaran serta rantai pasok. Proses pada tahap kedua ini adalah proses partisipatif dalam menentukan komoditas unggulan dan strategi pengembangannya;

(3) tahap terakhir adalah menentukan intervensi kebijakan untuk pengembangan perikanan di Kabupaten Lombok Barat.

Sampel dalam kegiatan studi adalah nelayan, pedagang, pengolah, pengusaha, dan perwakilan pemerintah daerah. Responden dipilih dengan teknik snowball sampling (bola salju) diikuti dengan pelaksanaan focus group discussion. Snowball sampling adalah metode pemilihan responden dengan pemilihan sejumlah kecil dari populasi dengan karakteristik tertentu, yang selanjutnya dijadikan responden dan

(15)

diminta untuk memberikan rekomendasi untuk responden berikutnya. Dengan teknik snowball sampling, tim memilih informan kunci sebagai pijakan awal untuk memperoleh informasi mengenai pemasaran ikan. Dari informan kunci tersebut, tim mendapatkan rekomendasi/informasi mengenai responden selanjutnya yang menurut informan kunci memahami pemasaran ikan di Kabupaten Lombok Barat.

Gambar 1. Konsep Pelaksanaan Survei

3.3. Metodologi dan Tata Laksana

3.3.1. Rancangan dan Teknis Kajian Survei

Survei dilakukan terhadap pemangku kepentingan perikanan di Kabupaten Lombok Barat yaitu dari pihak swasta dan pemerintah. Pelaku usaha perikanan di Kabupaten Lombok Barat terdiri atas nelayan, pedagang, pengolah, dan perusahaan eksportir ikan. Tahap pertama dalam penentuan sampel adalah dengan menetapkan informan kunci sebagai responden

Penentuan informan

kunci Stakeholders: Pelaku usaha

(produsen, procesor, pedagang, pelaku wsata), pemerintah, LSM, peneliti, dll.

Subsektor potensial Data: sumber input (bahan baku, dll)

pembeli, teknologi, modal (akses dan ketersediaan), aktor, permasalahan

Membuat

kuesioner Scoring

Seleksi sektor/komod

itas

Menentukan intervensi

Focus group discussion

Program intervensi (Leverage sources)

Sumber: supply, pasar, teknologi, modal,

hambatan dan resiko,kapaitas, dll 2-3 Subsektor/

komoditas unggulan

Analisis rantai pemasaran

dan rantai pasok Data: dukungan

lingkungan sosial, ekonomi, kebijakan

dan sumberdaya alam

Peta rantai pasok dari subsektor/komoditas

unggulan Overlay peta rantai

pasok

Pengembangan sistem produksi, teknologi, permodalan, kelembagaan, dan berbagai intervensi yang dibutuhkan

TAHAP I

TAHAP II 2 3

1

6

4

TAHAP III

5

(16)

pertama. Informan kunci dalam kegiatan survei pemasaran diperoleh dari kegiatan Annual Outcome Survey. Informan kunci merupakan pelaku usaha yang memahami tentang pemasaran ikan di Kabupaten Lombok Barat. Dari wawancara dengan informan kunci, tim peneliti memperoleh informasi mengenai pemasaran ikan dan memberikan rekomendasi calon responden selanjutnya yang memahami pemasaran ikan di Kabupaten Lombok Barat.

3.3.2. Tata Cara dan Pelaksanaan Survei

a. Marketing survey dilaksanakan dengan pendekatan wawancara secara langsung pada responden terpilih, dengan menggunakan panduan pertanyaan terbuka yang disusun oleh tim peneliti. Data-data yang diperoleh melalui survei umumnya berupa data kualitatif dan data kuantitatif terkait dengan komoditas ikan dan pemasaran produk perikanan.

b. Sampel dipilih dengan teknik snowball sampling. Teknik ini dilakukan dengan mendatangi ketua kelompok penerima bantuan maupun calon penerima bantuan yang dianggap mengetahui pemasaran ikan di Kabupaten Lombok Barat. Ketua kelompok tersebut merupakan responden pertama (informan kunci). Informan kunci diharapkan memberikan rekomendasi mengenai informan selanjutnya yang dianggap mempunyai pemahaman tentang pemasaran ikan di Kabupaten Lombok Barat. Wawancara dilakukan pada responden terpilih. Data hasil wawancara menjadi data primer dan selanjutnya dianalisis lebih lanjut. Kegiatan marketing survey dilengkapi dengan teknik focus group discussion (FGD) dengan pemangku kepentingan.

c. Marketing Survey memiliki tiga tahap kegiatan (fokus kajian), yaitu: (1) tahap identifikasi sektor/komoditas unggulan, (2) tahap analisis rantai pasok pada 3 - 4 sektor/komoditas unggulan yang terpilih, dan (3) tahap penentuan intervensi kegiatan.

1) Tahap pertama dilakukan dengan metode yaitu Analytic Hierarchy Process (AHP). Penggunaan metode AHP dalam menentukan komoditas/sektor unggulan di lokasi proyek mengikuti prosedur Saaty (2000) yang dimodifikasi. AHP dalam hal ini didukung dengan pendekatan matematika sederhana dan dapat dipergunakan untuk memecahkan permasalahan/ ‘decision making’ seperti pengambilan kebijakan atau penyusunan prioritas. Penilaian setiap kriteria ditetapkan berdasarkan penilaian/pendapat narasumber yang diperoleh melalui Indepth Interview menggunakan kuesioner secara terstruktur maupun Focus Group Disscussion (FGD). Narasumber adalah para pemangku kepentingan

(17)

sesuai dengan tujuan proyek, yang meliputi pelaku usaha, pengolah, pedagang, dunia usaha, pemerintah daerah, dan peneliti. Berdasarkan analisis AHP ditetapkan (tiga-empat) sektor/komoditas unggulan. Kriteria untuk seleksi antara lain pendapatan, permintaan, keberlanjutan lingkungan, dan ketersediaan sumberdaya. Penentuan bobot kriteria- kriteria didasarkan pada perbandingan berpasangan yang dilakukan dengan pemangku kepentingan (stake holder) dan pakar. Karena itu pendekatan AHP ini adalah pendekatan modifikasi yaitu dipadukan dengan pendekatan partisipatif dalam penentukan komoditas maupun kebijakan. Berdasarkan beberapa kriteria beserta variabel yang dianalisis, maka langkah selanjutnya adalah melakukan pemberian bobot disetiap komoditas/sektor/jenis usaha yang ada. Tahapan terakhir adalah melakukan akumulasi matematis dari semua hasil penilaian tersebut. Hasil akumulatif tersebut digunakan dalam menetapkan 3 - 4 komoditas/

sektor/jenis usaha unggulan yang ada di Kabupaten Lombok Barat.

2) Setelah seleksi komoditas, maka dilakukan analisis rantai pasok (value chain analysis). Value chain yang dipilih berdasarkan dua alternatif: (a) mature value chain (rantai pasok sudah terbentuk) dan (b) new value chain (rantai pasok baru). Kedua tipe rantai pasok tersebut membutuhkan data dan informasi yang berbeda dalam pengembangannya. Secara umum data yang dikumpulkan sebagai berikut:

Tabel 1. Kebutuhan Informasi untuk Analisis Rantai Pasok

Rantai Pasok Baru Rantai Pasok Terbentuk

Kelayakan Pemetaan Subsektor (Menghasilkan

Rantai Nilai Keterampilan, pengetahuan, dan

ketersediaan

- Identifikasi saluran

Jumlah penduduk (laki-laki dan perempuan)

- Identifikasi pelaku

Tingkat produksi saat ini - Peta rantai pasok Ketersediaan input Identifikasi nilai tambah Pasar (permintaan, harga, dan

kemampuan membeli)

Keterpaduan dengan pasar

Perkiraan tingkat produksi - Volume pasar

Peluang untuk nilai tambah - Harga dan biaya setiap saluran pasar - Peningkatan margin kotor terhadap

rantai pasok dan ruang lingkup

(18)

Analisis hambatan Dukungan finansial, teknologi ,dan manajemen

Logistik Penggunaan teknologi

Saluran yang memungkinkan (gambaran peta dan overlay)

Analisis penanganan produk

Upaya pengembangan Upaya peningkatan

3) Tahap selanjutnya adalah penentuan intervensi kebijakan yang sesuai dan menjadi harapan pelaku usaha perikanan untuk pengembangan perikanan di Kabupaten Lombok Barat.

d. Selain data primer, data sekunder juga akan dikumpulkan dari instansi terkait seperi BPS Kabupaten Lombok Barat, Bappeda Kabupaten Lombok Barat, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lombok Barat dan instansi terkait lainnya.

3.3.3. Pelaksanaan

Pelaksanaan Marketing Survey dilakukan selama bulan Oktober-Desember 2013 di beberapa lokasi di Kabupaten Lombok Barat. Lokasi pengambilan data lapangan diantaranya di Desa Lembar Selatan, Desa Labuhan Tereng, Desa Eyat Mayang Desa Cendi Manik, dan Desa Sekotong Barat. Dalam pencarian informasi mengenai saluran pemasaran ikan, tim mengunjungi beberapa pasar di Kabupaten Lombok Barat antara lain Pasar Mandalika, Pasar Kebon Roek, Pasar Kecamatan Lembar, Pasar Gerung dan Pasar Tawun di Sekotong Barat.

Pelaksanaan survei dilakukan dengan mengajukan pertanyaan sesuai dengan instrumen kuesioner yang telah dibuat tim peneliti dengan pengayaan yang sifatnya informatif (data deskprisi kualitatif) untuk mengumpulkan informasi yang lebih detail mengenai pemasaran ikan di Kabupaten Lombok Barat. Secara teknis di lapangan, penelitian didukung oleh tenaga pendamping desa maupun konsultan manajemen Proyek PMP.

3.3.4. Keadaan Umum Lokasi Kajian

Kabupaten Lombok Barat terletak antara 115o46’-116o28’ BT dan 80o12-80o5’ LS.

Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Lombok Utara, sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia, sebelah barat berbatasan dengan Selat Lombok dan Kota Mataram serta sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Lombok Tengah. Wilayah bagian tengah Kabupaten Lombok Barat merupakan wilayah daratan yang potensial untuk pertanian seperti palawija dan holtikultura serta

(19)

perikanan air tawar yang membentang dari Kecamatan Gunungsari, Lingsari, Narmada, Labuapi, Kediri dan Kuripan. Wilayah bagian selatan merupakan wilayah pegunungan dan perbukitan yang kondisinya kering dan potensial untuk pengembangan hutan lindung, pengembangan pertanian lahan kering serta potensial untuk pariwisata, perikanan laut dan pertambangan meliputi wilayah Gerung, Lembar dan Sekotong (RPJMD, 2009).

Gambar 2. Peta Kabupaten Lombok Barat Sumber Lombok Barat Dalam Angka 2012

Data Badan Pusat Statistik Kabupaten Lombok Barat sampai dengan tahun 2011 mencatat jumlah penduduk di Kabupaten Lombok Barat telah mencapai 606.044 jiwa yang terdiri dari laki-laki 296.680 jiwa (49%) dan perempuan 309.364 jiwa (51%).

Jumlah penduduk Kabupaten Lombok Barat mengalami dinamika dari beberapa tahun terakhir. Perkembangan penduduk ke arah positif terjadi antara tahun 2007 sampai 2009. Pada tahun 2010, jumlah penduduk menurun 1,9 persen dari total penduduk pada tahun 2009. Angka tersebut meningkat kembali dengan pertambahan penduduk sebanyak 6.058 jiwa pada tahun 2011.

(20)

25%

4%

5%

1%

24% 12%

11%

4% 14%

Lapangan Usaha terhadap PDRB

Pertanian

Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan

Listrik, Gas, dan Air Bersih Bangunan

Perdagangan, Hotel, dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan

Jasa-jasa

Berdasarkan struktur ekonomi Kabupaten Lombok Barat tahun 2010, diketahui bahwa sektor yang dominan dalam perekonomian adalah sektor pertanian;

perdagangan, restoran, dan hotel; bangunan dan konstruksi. Rerata pertumbuhan ekonomi Kabupaten Lombok Barat pada periode tahun 2007-2009 sebesar 5,40%.

Tiga sektor yang memiliki pertumbuhan paling tinggi di Kabupaten Lombok Barat adalah sektor listrik, gas, dan air bersih; sektor pertambangan dan penggalian; dan industri pengolahan. Walaupun sektor pertanian masih merupakan penyumbang terbesar dalam perekonomian Kabupaten Lombok Barat, tetapi rerata pertumbuhan sektor pertanian merupakan yang paling rendah dibandingkan sektor yang lain yaitu sebesar 1.79% per tahun. Produk domestik regional bruto atas dasar harga konstan 2000 menurut lapangan usaha di Kabupaten Lombok Barat ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3. Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha di kabupaten Lombok Barat

Sumber: Lombok Barat Dalam Angka, 2011

Kabupaten Lombok Barat memiliki potensi lestari sumberdaya ikan sebesar 15.964 ton/tahun dengan rincian untuk jenis ikan pelagis 6.056 ton/tahun dan jenis ikan demersal 9.908 ton/tahun. Potensi tersebut masih dikelola dengan kuantitas dan kualitas aplikasi teknologi yang terbatas. Pada bidang pariwisata, Kabupaten Lombok Barat memiliki pulau-pulau kecil sebanyak 23 pulau. Pulau- pulau kecil tersebut berpotensi untuk kegiatan wisata bahari karena sumber daya alamnya yang masih lestari dengan potensi biota laut seperti: Hiu Martil, Kakap

(21)

Merah, Kerapu Sunu, Lobster, Bawal, Cakalang dan Tongkol. Pulau-pulau kecil yang ada merupakan aset Pemerintah Daerah. Potensi pengembangan pulau- pulau kecil di Kabupaten Lombok Barat secara umum adalah kegiatan Budidaya Laut, Wisata alam, Wisata Bahari, Konservasi Laut, Transportasi, Sea Ranching dan kegiatan penangkapan ikan (Restra Dislutkan Kabupaten Lombok Barat, 2009). Oleh karena itu, pengembangan secara terpadu perikanan dan pariwisata sangat potensial dikembangkan di Kabupaten Lombok Barat.

(22)

IV. KEBIJAKAN, REGULASI DAN KERANGKA KERJA PEMERINTAH

Pada tingkat nasional, lembaga yang bertanggung jawab dalam pengelolaan sektor kelautan dan perikanan di Indonesia adalah Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Peraturan perundangan yang mengatur kegiatan perikanan di Indonesia terdapat dalam Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan.

Yang dimaksud pengelolaan perikanan adalah semua upaya, termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya ikan, dan implementasi serta penegakan hukum dari peraturan perundang-undangan di bidang perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumberdaya hayati perairan dan tujuan yang telah disepakati. Terkait dengan usaha perikanan, Undang-undang mewajibkan setiap orang yang melakukan usaha di bidang penangkapan, budidaya, pengangkutan, pengolahan, dan pemasaran memiliki SIUP. Untuk usaha di bidang penangkapan, selain wajib memiliki SIUP, pelaku usah di bidang penangkapan juga diwajibkan memiliki Surat Izin Penangakapan Ikan (SIPI). Selanjutnya terkait dengan kelengkapan dokumen kapal perikanan, diatur melalui Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan.

Pengelolaan wilayah pesisir di Indonesia diatur dalam Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut, sedangkan perairan pesisir adalah laut yang berbatasan dengan daratan meliputi perairan sejauh 12 mil laut diukur dari garis pantai. Dalam undang-undang diatur wewenang antara pemerintah pusat dan daerah (provinsi dan kabupaten) terkait proses pengelolaan, perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian wilayah pesisir.

Dengan adanya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah, terdapat pelimpahan kewenangan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah (provinsi dan kabupaten). Di bidang perikanan, pelimpahan kewenangan tersebut diantaranya adalah pelimpahan kewenangan wilayah teritorial laut dimana pengelolaan wilayah laut 0-3 mil merupakan wewenang pemerintah kabupaten/kota dan wilayah teritorial laut 3-12 mil menjadi kewenangan pemerintah provinsi. Selain pembagian wewenang di atas, terdapat juga pembagian wewenang pengelolaan pelabuhan dan penerbitan SIUP serta SIPI (perikanan tangkap). Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) dan Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) pengelolaannya merupakan kewenangan pemerintah pusat. Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) dikelola oleh pemerintah provinsi, sedangkan Pusat Pendaratan Ikan (PPI) dan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) berada di bawah pengelolaan pemerintah

(23)

kabupaten/kota. Terkait dengan kewenangan penerbitan Surat Izin Usaha Penangkapan (SIUP) dan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI), untuk kapal yang berukuran 5-10 GT, penerbitan izin menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota.

Kewenangan pemerintah provinsi adalah penerbitan izin untuk kapal yang berukuran 10 – 30 GT, sedangkan kewenangan pemerintah pusat adalah penerbitan izin untuk kapal yang berukuran di atas 30 GT.

Di tingkat provinsi, lembaga yang bertanggung jawab dalam pengelolaan sektor kelautan dan perikanan adalah Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Nusa Tenggara Barat, sedangkan lembaga yang bertanggung jawab di wilayah Kabupaten Lombok Barat adalah Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lombok Barat. Visi dan Misi Dinas Kelautan Provinsi adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat yang diawali dengan mewujudkan efektifitas dan efisiensi dalam usaha kecil maupun usaha menengah keatas. Untuk itu, masyarakat membutuhkan dukungan dan sistem yang sejalan dengan cita-cita tersebut. Sistem dan dukungan tersebut dibentuk dan dilaksanakan oleh pemerintah sebagai lembaga yang mengatur dan memiliki andil tinggi dalam menyokong usaha peningkatan kesejahteraan masyarakat. Arah kebijakan yang tidak jelas dan pelaksanaan regulasi yang tidak tepat sasaran akan berdampak negatif pada perkembangan dan peningkatan efektifitas usaha yang dijalankan masyarakat.

Sehubungan dengan hal tersebut, pemerintah Kabupaten Lombok Barat telah menyusun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Lombok Barat sebagai langkah pertama yang diambil untuk mendukung peningkatan efektifitas dan efisiensi usaha masyarakat. Isu strategis dalam RPMJ Kabupaten Lombok Barat dalam bidang perikanan adalah masih rendahnya produktivitas dan produksi perikanan. Menanggapi masalah tersebut, pemerintah merumuskan strategi untuk melakukan revitalisasi usaha di bidang perikanan dengan mengoptimalisasi percepatan peningkatan produksi perikanan serta meningkatkan pendapatan nelayan.

Langkah yang ditempuh adalah mendorong percepatan sistem pengelolaan sektor perikanan melalui jaminan pemasaran, revitalisasi, regulasi, intensifikasi teknologi dukungan permodalan dan peningkatan pengetahuan nelayan.

Kebijakan pembangunan kelautan dan perikanan di Kabupaten Lombok Barat dalam rangka pemanfaatan secara optimal sumberdaya perikanan dengan memperhatikan kelestariannya meliputi:

1. Memperkuat dan mengembangkan kapasitas usaha nelayan, pembudidaya, dan pelaku usaha kelautan dan perikanan lainnya.

2. Mengembangkan pesisir dan pulau-pulau kecil secara berkelanjutan dan berbasis masyarakat.

(24)

3. Mengembangkan penelitian, pengembangan IPTEK kelautan dan perikanan.

4. Mengembangkan perikanan tangkap, budidaya, dan pengolahan yang berdaya saing dan berwawasan lingkungan.

5. Memelihara keberkelanjutan sumberdaya kelautan dan perikanan melalui rehabilitasi dan konservasi.

6. Memperkuat pengawasan dan pengendalian dalam pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan.

7. Mengembangkan sistem pengawasan fungsional.

8. Mengembangkan pendidikan, pelatihan dan penyuluhan.

9. Mengembangkan produk olahan kelautan dan perikanan.

10. Mengembangkan implementasi semangat jiwa bahari.

11. Mengembangkan dan memperkokoh industri penanganan dan pengolahan (pasca panen), serta pemasaran hasil.

(25)

V. PROFIL PASAR IKAN KABUPATEN LOMBOK BARAT

Kegiatan produksi perikanan di Kabupaten Lombok Barat meliputi produksi dari perikanan tangkap dan budidaya. Secara total, produksi perikanan tangkap mengalami penurunan pada periode 2007-2012. Produksi ikan pada tahun 2007 adalah 17.632,1 ton dan pada tahun 11.232,1 ton (Gambar 4). Penurunan produksi perikanan terjadi terutama karena kecenderungan penu produksi perikanan tangkap, yang menjadi penyumbang terbesar perikanan Lombok Barat sementara kegiatan budidaya, khususnya budidaya air tawar terus mengalami pertumbuhan positif.

Gambar 4. Grafik Produksi Perikanan Lombok Barat tahun 2007-2011 Sumber: Lombok Barat dalam angka 2012

Armada perikanan tangkap dari tahun 2008 dan 2011 mengalami perubahan.

Tahun 2008 jumlah perahu tanpa motor mencapai 4.689 unit yaitu sebanyak 75%

total aramda perikanan dan perahu motor 1.550 unit (24,8%). Tahun 2011 perahu motor meningkat menjadi 2.383 unit (60,98%) dan perahu tanpa motor turun menjadi 1.550 unit (39,02%). Merujuk pada data tersebut dapat dikatakan bahwa terjadi perubahan struktur armada perikanan yaitu dari perahu yang tidak memiliki motor menjadi armada perahu motor tempel. Perubahan struktur armada perikanan tersebut cukup positif karena mulai berkembangnya armada perikanan bermotor, namun dengan mengandalkan perahu motor tempel, perikanan Lombok Barat sesungguhnya hanya mengandalkan perikanan pantai.

Peningkatan armada penangkapan ikan yang terjadi di Kabupaten Lombok Barat tidak selaras dengan hasil produksi perikanan tangkap. Produksi perikanan tangkap mengalami penurunan dari tahun 2007 hingga 2011. Penurunan produksi tersebut menunjukkan usaha penangkapan yang diusahakan di wilayah pesisir

0   2000   4000   6000   8000   10000   12000   14000   16000   18000  

2007   2008   2009   2010   2011  

Ton  

Perikanan  Tangkap  

Perikanan  Budidaya   Tawar  

Perikanan  Budidaya   Payau  

(26)

mengalami pemanfaatan yang intensif. Untk mengurangi dampak tersebut, maka upaya penangkapan ikan perlu dikembangkan ke perairan lepas pantai atau menuju zona II dan III. Karena itu, upaya meningkatkan usaha perikanan tangkap adalah menambah kapasitas kapal dan upaya penangkapan ikan dilakukan tidak di daerah pesisir atau pinggir pantai, namun ke-arah laut lepas.

Gambar 5. Grafik Jumlah Unit Penangkapan Ikan Tahun 2008-2011 Sumber Lombok Barat dalam angka 2012 diolah

Tingkat Konsumsi ikan di Kabupaten Lombok Barat mengalami sedikit peningkatan sejak tahun 2008 dari 16.890 ton menjadi 19.175 ton pada tahun 2011 dengan konsumsi perkapita meningkat dari tahun 2007 yaitu 26 kg/kapita/ttahun menjadi 31,64 kg/kapita/tahun. Tingkat konsumsi ikan yang tinggi ini berbeda dengan produksi perikanan yang menurun. Hal ini menyebabkan permintaan ikan dari daerah lain ke Kabupaten Lombok Barat yang meningkat. Tahun 2007 terjadi kekurangan supply ikan 3.067 ton dan meningkat menjadi 7.943 ton (Gambar 6). Kekurangan supply ikan tersebut didatangkan dari Lombok Timur dan Lombok Utara. Komoditas yang banyak didatangkan dari luar daerah adalah ikan pelagis besar, ikan demersal, dan cumi cumi.

0   500   1000   1500   2000   2500   3000   3500   4000   4500   5000  

2008   2009   2010   2011  

unit   Perahu  tanpa  motor  

Perahu  motor  tempel   Kapal  motor  5GT  

(27)

Gambar 6. Grafik Produksi dan Konsumsi Ikan Kabupaten Lombok Barat Tahun 2007– 2011 (Sumber: Sumber Lombok Barat dalam angka 2012 diolah)

 (3,067)    627      (3,896)    (3,136)    (7,943)   0   5   10   15   20   25   30   35  

-­‐10000   -­‐5000   0   5000   10000   15000   20000   25000  

2007   2008   2009   2010   2011   Konsumsi  per  kapita  (kg)  

Produksi  (ton),  Konsumsi  (ton)  

Produksi   Konsumsi   kelebihan   Konsumsi  ikan  

(28)

VI. PELUANG USAHA PERIKANAN BERBASIS KOMODITAS

Produksi perikanan Kabupaten Lombok Barat berasal dari usaha perikanan tangkap. Wilayah perikanan tangkap Kabupaten Lombok Barat berada di 2 Wilayah Pengelolaan Perikanan, yaitu Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPP-RI 573) yaitu perairan Samudra Hindia yang membentang dari selatan Pulau jawa singga Selatan Pulau Timor dan Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPP-RI713) Selat Makasar dan Laut Flores. Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 45 Tahun 2011 Tentang Estimasi Potensi Sumberdaya Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia diketahui bahwa potensi seluruh sumberdaya ikan pada dua WPP tersebut sebesar 1,4 juta ton/tahun. Potensi ikan pelagis besar di WPP-RI 573 sebesar 201.400 ton/

tahun, potensi ikan demersal sebesar 66.200 ton/tahun, dan potensi ikan karang konsumsi sebesar 4.500 ton/tahun. Potensi ikan pelagis besar di WPP-RI 713 sebesar 193.600 ton/tahun, potensi ikan demersal sebesar 87.200 ton/tahun, dan potensi ikan karang konsumsi sebesar 34.100 ton/tahun.

Gambar 7. Peta Tingkat Eksploitasi Sumberdaya Ikan di WPP RI Sumber: Kep-Men 45/2011

Tingkat eksploitasi sumberdaya ikan pada tiga WPP RI yang dapat diakses nelayan Kabupaten Lombok Barat sebagian besar berada dalam tingkat eksploitasi moderate exploited (KKP, 2011). Jika dilihat dari tingkat produksi, rata-rata produksi ikan di Lombok Barat pada periode tahun 2007-2011 sebesar 15.085,28 ton/tahun yang mengindikasikan nelayan Lombok Barat baru memanfaatkan 1,07% potensi sumberdaya ikan di wilayah pengelolaan penangkapan tersebut. Dengan persentase tingkat produksi yang masih kecil dibandingkan dengan potensi sumberdaya ikan,

(29)

maka produksi perikanan tangkap di Kabupaten Lombok Barat masih dapat ditingkatkan

Tingkat konsumsi ikan di Kabupaten Lombok Barat terus mengalami peningkatan. Seperti tersaji pada Gambar 6, pada tahun 2011 konsumsi ikan mencapai sebesar 31,64 kg/kapita. Pada tataran nasional, tingkat konsumsi ikan juga mengalami peningkatan, berdasarkan data dari KKP, tingkat konsumsi ikan pada 2010 sampai 2012 rata-rata mengalami peningkatan sebesar 5,44%. Pada tahun 2010, tingkat konsumsi ikan mencapai 30,48 kg/kapita/tahun, tahun 2011 sebanyak 32,25 kg/kapita/tahun, dan pada tahun 2012, tingkat konsumsi ikan mencapai 33,89 kg/kapita/tahun. Dengan meningkatnya tingkat konsumsi per kapita dapat diartikan bahwa permintaan akan produk perikanan dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Selain itu, peningkatan jumlah kelas menengah di Indonesia menyebabkan permintaan akan protein hewani termasuk ikan beserta produk turunan ikan (differentiated product) akan meningkat sehingga pengembangan pasar untuk produk perikanan dapat dilakukan.

Total kebutuhan ikan potensial pada tahun 2011 mencapai 18.568,04 ton/tahun.

Dibandingkan dengan produksi perikanan rerata Kabupaten Lombok Barat maka masih ada kekurangan supply sebesar 3.482,76 ton atau sebesar 23,08% dari kebutuhan ikan di Kabupaten Lombok Barat. Dengan demikian, kebutuhan ikan masyarakat Kabupaten Lombok Barat masih belum dapat dipenuhi oleh produksi Kabupaten Lombok Barat. Karena itu, kebutuhan tersbut dipasok dari wilayah sekitarnya seperti Bali, Lombok Utara dan Lombok Timur.

Potensi Sumberdaya Perikanan di Kabupaten Lombok Barat dengan Wilayah Pengelolaan Perikanan WPP-RI713 dan WPP-RI 573 masih tinggi. Teknologi penangkapan ikan yang memadai dan sumberdaya manusia yang terampil untuk mengoptimalkan penggunaan potensi lestari perikanan di Kabupaten Lombok Barat perlu terus dikembangkan. Selain ditunjang dengan potensi sumberdaya yang besar dan pasar yang menjanjikan, faktor lain yang menunjang keberhasilan bisnis perikanan di Kabupaten Lombok barat adalah perlunya ketersediaan sarana prasarana perikanan seperti pelabuhan perikanan.

Permintaan sumberdaya ikan tidak hanya datang untuk konsumsi masyarakat local, namun juga dari kegiatan ekonomi yang berkembang akibat pengembangan sektor pariwisata terutama pada usaha restoran atau perhotelan (bisnis kuliner).

Potensi konsumsi dari sektor pariwisata ini diperkirakan cukup besar karena jumlah wisatawan yang terus meningkat, yaitu dari 170.998 orang pada tahun 2004, meningkat menjadi 219.957 pada tahun 2008, atau meningkat rata-rata 6% per tahun.

(30)

Tren jumlah kunjungan wisatawan tersebut akan semakin meningkat dengan dibukanya penerbangan domestik maupun internasional ke Lombok.

Gambar 8. Grafik Jumlah Kunjungan Wisatawan 2004-2008 Kabupaten Lombok Barat Sumber: Dinas Pariwisata Lombok Barat

6.1. Komoditas Potensial

Komoditas potensial yang layak dikembangkan di Kabupaten Lombok Barat didapatkan dari hasil analisis data sekunder dan FGD di lima desa pesisir Kabupaten Lombok Barat yaitu Desa Labuan Tereng, Desa Lembar Selatan, Desa Eyat Mayang (Sekotong Timur) Desa Cendi Manik dan Desa Sekotong Barat. Kriteria yang digunakan dalam pemilihan komoditas potensial/unggulan adalah pendapatan, permintaan pasar, keberlanjutan lingkungan, dan ketersediaan sumberdaya dimana dari kriteria tersebut kemudian diranking untuk mendapatkan komoditas potensial yang layak untuk dikembangkan. Berikut adalah komoditas yang muncul berdasarkan skoring dan FGD bersama masyarakat

0   20000   40000   60000   80000   100000   120000   140000   160000  

2004   2005   2006   2007   2008  

Wis-­‐Man   Wis-­‐Nus  

(31)

Tabel 2. Hasil Penilaian Komoditas Desa Labuan Tereng

Kriteria

Komponen Penilaian

Komoditas

Belanak Rajungan Terasi Kembung Rebon Teribang

A1 Pendapatan (4*) 16 16 20 16 12 12

A2 Permintaan (3*) 15 15 12 15 15 15

A3 Ketersediaan sumberdaya (*2) 10 10 8 8 8 6

A4 Keberlanjutan lingkungan (*1) 5 5 5 5 5 5

Jumlah 46 46 45 44 40 38

Tabel 3. Hasil Penilaian Komoditas Desa Lembar Selatan

Kriteria

Komponen Penilaian Komoditas

Rajungan Udang Teribang Kuwe Tengiri Kerang

A1 Pendapatan (4*) 20 20 16 16 16 12

A2 Ketersediaan sumberdaya (3*) 15 15 15 15 12 15

A3 Permintaan (*2) 10 10 8 8 10 6

A4 Keberlanjutan lingkungan (*1) 4 3 3 3 3 4

Jumlah 49 48 42 42 41 37

Tabel 4. Hasil Penilaian Komoditas Desa Eyat Mayang

Kriteria

Komponen Penilaian Komoditas

Kepiting Udang Rajungan Belanak Kakap Sembilang

A1 Pendapatan (4*) 20 20 16 16 16 16

A2 Permintaan (3*) 15 15 12 12 12 9

A3 Ketersediaan sumberdaya (*2) 8 6 8 8 6 6

A4 Keberlanjutan lingkungan (*1) 4 4 4 4 4 4

Jumlah 47 45 40 40 38 35

Tabel 5. Hasil Penilaian Komoditas Desa Cendi Manik

Kriteria

Komponen Penilaian

Komoditas

Kepiting Rajungan Bandeng Belanak Teri Kerang

A1 Pendapatan (4*) 20 20 12 16 16 16

A2 Permintaan (3*) 15 15 9 12 12 9

A3 Ketersediaan sumberdaya (*2) 8 6 8 8 6 6

A4 Keberlanjutan lingkungan (*1) 4 4 4 4 4 4

Jumlah 47 45 40 40 38 35

(32)

Tabel 6. Hasil Penilaian Komoditas Desa Sekotong Barat

Kriteria

Komponen Penilaian

Komoditas

Tongkol Kerapu Kakap Teri Lemuru Gurita

A1 Pendapatan (4*) 20 20 16 16 16 16

A2 Permintaan (3*) 15 15 12 8 8 9

A3 Ketersediaan sumberdaya (*2) 10 8 6 8 8 6

A4 Keberlanjutan lingkungan (*1) 5 4 4 4 4 4

Jumlah 50 47 38 36 36 35

Dari hasil FGD di lima desa, didapatkan 4 komoditas potensial berdasarkan ranking yang disusun bersama antara masyarakat dan tim peneliti. Komoditas tersebut adalah tongkol, rajungan, udang (rebon) dan kepiting. Secara umum profil dan perkembangan produksi ikan komoditas terpilih tersaji pada Gambar 9.

Gambar 9. Grafik Produksi Komoditas Perikanan Hasil FGD 2008-2011 Sumber Sidatik dan Lombok Barat dalam angka diolah

6.1.1. Tongkol

6.1.1.1. Penawaran Pasar

Tongkol adalah komoditas perikanan dengan produksi tertinggi di Kabupaten Lombok Barat. Hasil tangkapan ikan tongkol pada tahun 2007 adalah 1.656,9 ton dan tahun 2011 sejumlah 1.859 ton. Wilayah Lombok Barat terutama perairan Selat Bali memiliki produksi perikanan tongkol yang tinggi. Berdasarkan data Sidatik (2011), volume produksi Ikan tongkol di Provinsi Nusa Tenggara Barat adalah 9.384 ton.

Lombok Barat menyumbangkan 19,88% dari produksi total tongkol Provinsi Nusa 0  

200   400   600   800   1000   1200   1400   1600   1800   2000  

2008   2009   2010   2011  

Tongkol   Rajungan   Kepiting  

Rebon  (udang  lainnya)  

(33)

Tenggara Barat. Berdasarkan pada potensi perikanan di WPP-RI 573 dan 713, sebanyak 398.400 ton ikan pelagis besar yang masih berada pada status dari moderate sampai fully exploitated. Potensi tersebut dimanfaatkan tidak hanya nelayan Kabupaten Lombok Barat, namun juga nelayan dari Nusa Penida dan nelayan lainnya pada area tangkat tersebut. Namun demikian, dari data produksi ikan di Lombok Barat nampak bahwa nelayan baru dapat memafaatkan bagian kecil dari potensi sumberdaya tersebut. Gambar 10 menyajikan data produksi tongkol di Kabupaten Lombok Barat.

Gambar 10. Grafik Produksi Tongkol Kabupaten Lombok Barat 2007-2011 Sumber: Lombok Barat Dalam Angka 2012

Gambar 10 menunjukkan bahwa hasil tangkapan ikan tongkol mengalami penurunan dari tahun 2007 hingga 2010, namun kembali mengalami peningkatan secara signifikan pada tahun 2011. Pada saat musim ikan, hasil tangkapan tongkol sangat melimpah dan tidak mampu diserap pasar lokal. Kelebihan hasil tangkapan ini kemudian di tampung sebagian oleh pemilik cold storage dan disimpan untuk kemudian di jual kembali untuk kepentingan pemindang yang ada di daerah Kota Mataram.

6.1.1.2. Permintaan Pasar dan Pertumbuhan Potensial

Permintaan pasar ikan tongkol tergolong tinggi terutama dalam bentuk olahan pindang. Ikan tongkol yang memiliki jumlah melimpah dibandingkan ikan jenis lainnya merupakan ikan kegemaran masyarakat lokal. Pengepul ikan besar yang memiliki cold storage untuk menyimpan ikan tongkol dalam bentuk beku pada saat ikan tongkol sedang melimpah untuk menyediakan stok bagi pemindang ikan di sekitar

0   500   1000   1500   2000   2500  

2007   2008   2009   2010  

2011  

Ton  

(34)

daerah Ampenan (Kampung Melayu, Kampung Berasi dan Kampung Bugis).

Konsumsi ikan tongkol baik segar maupun ikan pindang masih memiliki potensi pasar untuk dikembangkan. Permintaan Ikan olahan pindang dari Kabupaten Lombok Timur dan Lombok Tengah masih tinggi. Produksi ikan pindang yang di produksi mampu di serap habis di pasar setiap harinya.

Untuk menjalankan usaha perdagangan pindang, salah satu pengumpul ikan pindang dari daerah Bangko Bangko melaporkan diperlukan modal antara Rp5-20 juta per hari. Sejumlah uang yang harus di keluarkan pengepul ikan pindang per hari untuk membeli ikan pindang sebelum diantarkan ke Kota Mataram tampak dalam grafik dibawah ini (Gambar 11).

Gambar 11. Grafik Omset Harian Pengepul Ikan Pindang Tongkol di Bangko Bangko Sumber: Data Primer Catatan Harian Pembelian Pindang Oleh Pengepul September- November 2013

6.1.1.3. Gambaran Umum Rantai Pasok Tongkol 6.1.1.3.1. Dekripsi Produk dan Teknologi

Teknologi yang digunakan dalam usaha pemanfaatan potensi tongkol adalah menggunakan kapal dan pancing rawai dan jaring. Teknologi penangkapan yang digunakan masih tergolong sederhana dengan kapal ikan menggunakan motor dan dibantu dengan layar. Ukuran perahu yang digunakan juga masih tergolong kecil dan bermotor tempel.

 -­‐  Rp      5,000,000  Rp      10,000,000  Rp      15,000,000  Rp      20,000,000  Rp      25,000,000  Rp    

1   7   13   19   25   31   37   43   49   55   61   67   73   79   85   91   97   103   109   115   121  

Omset    (Rp)  

Hari  

(35)

Hasil tangkapan nelayan dijual dalam bentuk segar dan selanjutnya diolah oleh pemindang atau pelaku usaha pengolahan ikan lainnya menjadi berbagai produk olahan ikan. Produk olahan berupa abon ikan tongkol atau ikan pindang tongkol. Sifat ikan tongkol yang mudah rusak atau perishable dan memiliki rasa histamine yang kuat ketika sudah tidak segar menyebabkan pengolahan ikan tongkol diperlukan untuk menjaga sumberdaya ini agar tetap awet dan layak konsumsi. Tongkol di pindang dengan menggunakan metode tradisional.

Dalam proses pengolahan, tongkol yang didaratkan kemudian di susun di dalam keranjang kayu, satu keranjang bisa diisi hingga 30 ekor atau sesuai ukuran.

Dalam keranjang ditata dan ditaburi garam sebelum direbus dan direbus selama 5-10 menit, setelah itu tiriskan dan diangin-anginkan dalam keranjang baru dikirim ke Kota Mataram.

Gambar 12. Foto Proses pemindangan di Daerah Bangko Bangko yang masih bersifat tradisional

6.1.1.3.2. Pelaku Utama Pasar dan Peranannya

Pelaku pasar dalam komoditas ikan tongkol dan olahannya adalah nelayan, juragan yang juga berperan sebagai pengepul, pemindang juga yang berperan sebagai pengepul hasil tangkapan, pengepul ikan pidang tingkat desa, pengepul tingkat kabupaten, pedagang pengecer tingkat kabupaten, pengecer dan akhirnya ke konsumen. Masing masing peran pelaku peranan penting dalam distribusi ini adalah pengepul hasil tangkapan dan pengepul ikan pindang.

(36)

Tabel 7. Peran masing masing pelaku usaha dalam pemasaran ikan pindang tongkol

Pelaku Usaha Peran

Nelayan Produsen Ikan tongkol segar

Pemindang 1. Penampung ikan segar dari nelayan

2. Pengolah ikan tongkol segar menjadi pindang tongkol

Pengepul Tingkat Desa 1. Penampung hasil ikan pindang

2. Mendistribusikan ikan pindang dari desa ke Pasar Kota Mataram

3. Menentukan harga berdasarkan kualitas ikan pindang

Pengepul Tingkat Kabupaten 1. mendistribusikan ikan pindang dari Kota Mataram ke Kabupaten Lombok Timur dan Lombok Tengah

2. Mendistribusikan keranjang untuk pindang dari Kabupaten Lombok Timur ke Bangko Bangko

3. Mendistribusikan garam dari Kabupaten Lombok Timur ke Kab.

Lombok Barat

4. Memberikan bantuan permodalan kepada pemindang untuk melakukan usaha pemindangan.

Peran distributor (pengepul) sangat penting dan dominan dalam kegiatan ini.

Pengepul menentukan harga per keranjang ikan pindang yang akan diolah. Pengepul juga bertindak sebagai pemegang modal untuk para pemindang dan menyediakan keranjang serta garam untuk usaha pemindangan. Oleh karena itu, hubungan tidak tertulis ini menyebabkan pemindang memiliki pengepulnya masing masing. Berikut merupakan jalur distribusi ikan pindang dari produsen hingga ke konsumen yang didominasi oleh peran pengepul.

(37)

Gambar 13. Peta Alur Pemasaran Produk Pindang di Kabupaten Lombok Barat

6.1.1.3.3. Alur Produk, Harga dan Margin Pemasaran

Komoditas tongkol dijual dalam bentuk segar dan olahan. Dalam bentuk segar rantai pemasaran cukup singkat yaitu nelayanàpedagang retaileràkonsumen. Pada umumnya tongkol segar hanya dipasarkan di pasar desa. Ikan tongkol segar dijual dalam ikat dengan satu ikat terdiri dari 5 ekor. Ikan dijual Rp1.000 per ekor untuk harga normal, dan jika sedang musim ikan atau musim paceklik ikan, harga per ekor berkisar antara Rp500-1500/ekor. Tongkol yang telah diolah menjadi produk pindang mengalami perubahan harga. Dalam satu keranjang terdiri dari 30 ekor pindang kecil dan dijual Rp25.000-55.000 per keranjang.

Gambar

Gambar 1. Konsep Pelaksanaan Survei
Gambar 2. Peta Kabupaten Lombok Barat         Sumber Lombok Barat Dalam Angka 2012
Gambar 3. Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut  Lapangan Usaha di kabupaten Lombok Barat
Gambar 4. Grafik Produksi Perikanan Lombok Barat tahun 2007-2011  Sumber: Lombok Barat dalam angka 2012
+7

Referensi

Dokumen terkait