• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANCAMAN KEDAULATAN UDARA INDONESIA DENGAN ADANYA KEBIJAKAN ASEAN OPEN SKY 2015

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANCAMAN KEDAULATAN UDARA INDONESIA DENGAN ADANYA KEBIJAKAN ASEAN OPEN SKY 2015"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

© Copyright 2014

ANCAMAN KEDAULATAN UDARA INDONESIA DENGAN ADANYA KEBIJAKAN ASEAN OPEN SKY 2015

Predrik Laurang 1 Nim. 0802045192

Abstrac

Open Sky Policy is a global concept which free competition cored. Deeper in the concept contain a free element in fight factors of production and use support facilities in the other countries. ASEAN Open Sky Policy is a policy for Open Sky between members ASEAN Countries. Is a form of liberalization of flight which has been the commitment head of state each member state in Bali Concord II which declared in ASEAN Summit 2003. And a Indonesian consequence and Countries member of ASEAN after ratified agreement of WTO/GATS. Data analysis techniques used by the author is content analysiswhich describes and analyzes the research data that has been read and summarized from written sources was obtained, and then presents the results of these studies into a writing. The results showed that enactment of ASEAN Open Sky 2051 would interfere with the sovereignty of the Indonesian air, because problem of Air Traffic controller if Indonesia does not have the capabilities that are considered equivalent to international flight safety requirements, as specified by ICAO, the air traffic control authority over the area of the territorial sovereignty of the Republic of Indonesia will be submitted to other countries that have been more prepared, and the second is the Black Flight, Indonesian traffic is congested airspace difficult for officials to control the airspace ATC Indonesia from the Black Flight anything else with the opening of the airspace of Indonesia in 2015. Because the amount of traffic will increase and with the limited technology available today.

Keywords: Indonesian Air Sovereignty, ASEAN Open Sky Policy

1 Mahasiswa Program S1 Hubungan Internasional, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman. Email: fredriklaurang@gmail.com

(2)

Pada dasarnya gagasan Open Sky Policy di ASEAN muncul pada tanggal 15 Desember 1995 pada saat pertemuan ASEAN di Bangkok Thailand. Gagasan penerapan Open Sky atau liberalisasi angkutan udara di kawasan ASEAN kemudian dilanjutkan pada pertemuan tahun ASEAN di Bali tahun 1996. Gagasan penerapan Open Sky Policy lebih difokuskan pada pertemuan ASEAN Air Transport Working Group. Dalam pertemuan tersebut negara anggota ASEAN sepakat untuk menuju ke arah Open Sky Policy di ASEAN dalam rangka mewujudkan ASEAN Road Map for Air Transpot Integration pada tahun 2015.

Open Skies Policy atau secara harfiah dapat diartikan sebagai kebijakan langit terbuka, adalah sebuah konsep yang bersifat global yang berintikan persaingan bebas. Arti lebih dalam dari konsep ini adalah mengandung unsur kebebasan dalam memperebutkan faktor produksi dan mempergunakan fasilitas pendukung dinegara lain. Atas dasar kesiapan dan budaya, banyak pandangan masyarakat dinegara berkembang mengartikan kebebasan bersaing dengan negara lain sebagai hal yang akan berdampak merugikan perekonomian bangsa. Negara yang memiliki cara pandang demikian, berarti belum memiliki kesiapan dalam menghadapi konsep kebijakan tersebut. Sebenarnya cara pandang yang demikian dapat dianggap sah-sah saja, sepanjang pengaruh kekuatan global untuk sementara waktu masih dapat dicegah untuk tidak masuk. Salah satunya adalah dengan terus mempertahankan azas cabotage yaitu sebuah kebijakan (dalam konteks ini berupa hak) untuk melindungi maskapai domestik dengan tidak memberikan ijin kepada maskapai asing menerbangi (dengan mengangkut penumpang) dari bandar udara satu ke yang lain dalam pelayanan domestik atau secara point to point. Azas ini biasanya dikeluarkan oleh sebuah negara terhadap maskapai dari negara lain dengan dasar proteksi bagi maskapai dalam negerinya dan dapat pula atas dasar alasan keselamatan dan keamanan. (http://www.indonesia-icao.org, Di Akses 5 Februari 2014)

Open Sky dipandang sebagai komponen penting dalam integrasi ekonomi ASEAN, terutama di sektor industri pelayanan udara, karena sampai saat ini transportasi udara masih menjadi isu krusial dalam perdagangan antar negara ASEAN. Selain itu, Open Sky juga berperan dalam peningkatan kualitas layanan pariwisata yang akan meningkatkan aspirasi turis untuk berkunjung, yang pada gilirannya akan menambah devisa negara yang bersangkutan. Sementara di sektor industri penerbangan, Open Sky akan meningkatkan kualitas industri pesawat udara dan akan menjadi sektor ekspor yang potensial bagi negara anggota ASEAN.

Kebijakan Open Sky yang diterapkan di Indonesia diartikan sebagai terbukanya wilayah udara Indonesia atas berbagai penerbangan asing untuk melewati wilayah udara dan mendarat di bandara-bandara di wilayah Indonesia. Open Sky menetapkan bahwa semua bandara sipil di Indonesia terbuka bagi maskapai penerbangan asing manapun. Maskapai penerbangan asing tersebut diperbolehkan melakukan pendaratan di bandara wilayah Indonesia sebagai tujuan penerbangannya, asalkan membawa wisatawan yang akan berwisata.

(3)

Namun tidak sedikit yang skeptis mengenai terwujudnya liberalisasi penerbangan ASEAN ini, karena situasi dan kondisi tiap – tiap negara berbeda, ada yang sangat maju dan sebaliknya beberapa negara masih dalam tahap membangun bahkan ada yang belum siap sama sekali. Kerjasama bisa menjadi timpang dan akan berakibat kelak satu pihak yang kuat akan menjatuhkan yang lemah. Tidak terkecuali dengan Indonesia, sebelum adanya rencana kebijakan ASEAN Open Sky 2015, kondisi wilayah udara Indonesia telah diatur oleh Singapura sejak tahun 1973 hingga saat ini.

Selain itu, wilayah udara Indonesia cukup banyak dilewati oleh pesawat asing yang tidak memiliki izin untuk melintas (clearance). Salah satu contoh kasus yang pernah terjadi pada 2011, ketika tim Kohanudnas berhasil mencegat pesawat tanpa izin. Saat itu pesawat jet P2-ANW Dassault Falcon 900EX yang ditumpangi Wakil Perdana Menteri Papua Nugini Belden Namah di berhentikan oleh pesawat Shukoi Indonesia. (http://www.jpnn.com. Di Akses 12 Agustus 2013)

Di samping itu juga pengaturan lalu lintas udara atau ATC (Air Traffic Control) juga perlu diperbaiki agar kinerjanya dapat memenuhi syarat minimum dari aspek keamanan terbang internasional. Pengaturan Air Traffic Controller dapat mengganggu kedaulatan. Masalahnya, bila Indonesia dianggap tidak memiliki kemampuan yang setara dengan persyaratan keamanan terbang internasional, seperti yang telah ditetapkan oleh ICAO, maka wewenang pengaturan lalu lintas udara di atas kawasan wilayah kedaulatan RI akan diserahkan kepada negara lain yang sudah lebih siap. Meskipun dalam Konvensi Chicago 1944 dikatakan bahwa setiap negara berdaulat penuh di kawasan udaranya secara komplit dan eksklusif, tetap saja atas nama keamanan terbang, wewenang dalam mengatur lalu lintas udara dapat di delegasikan kepada negara yang memiliki kemampuan mengelola sesuai standar keamanan terbang internasional.(http://pkn.informasibandara.org.

Di Akses 2 Agustus 2013)

Oleh karena itu dengan melihat banyaknya masalah diwilayah udara Indonesia sebelum berlangsungnya ASEAN Open Sky 2015, seperti penerbangan gelap, wilayah udara Indonesia yang dikontrol oleh Singapura, kemudian ATC yang tidak baik dengan kondisi-kondisi tersebut dapat memberi ancaman terhadap wilayah kedaulatan udara Indonesia. Terlebih lagi jika ASEAN Open Sky 2015 telah di berlakukan.

Kerangka Dasar Teori

1. Konsep Kedaulatan Negara di Udara

Kedaulatan suatu Negara di ruang udara di atas wilayah teritorialnya bersifat utuh dan penuh. Ketentuan ini merupakan salah satu tiang pokok hukum internasional yang mengatur ruang udara. Ini dinyatakan dalam pasal 1 Konvensi Chicago 1944 tentang penerbangan sipil internasional. (T. Rudy May, 2002:32) Sifat tertutup ruang udara nasional dapat dipahami mengingat udara sebagai

(4)

kolong. Pelanggaran wilayah udara adalah suatu keadaan di mana pesawat terbang suatu negara sipil militer memasuki wilayah udara negara lain tanpa izin sebelumnya dari negara yang di masukinya. Hal ini berarti pada dasarnya wilayah udara suatu negara adalah tertutup bagi pesawat-pesawat negara lain.

Penggunaan dan kontrol atas wilayah udaranya tersebut hanya menjadi hak yang utuh dan penuh dari negara kolongnya.

Jarak/Batas Ketinggian Kedaulatan Negara atas Ruang Udara/Angkasa 1. Penggolongan/Klasifikasi Umum (Makro) :

a. Kedaulatan sampai ketinggian tidak terbatas

b. Kedaulatan sampai ketinggian tidak terbatas, tetapi di batasi oleh kewajiban memberi “hak lintas damai” kepada pesawat udara Negara lain.

c. Kedaulatan sampai jarak atau ketinggian tertentu.

d. Bahwa ruang udara/angkasa adalah bebas, tetapi negara kolong (subjacent state) boleh menetapkan pembatasan tertentu ruang angkasa di atas wilayah teritorialnya atau menetapkan jalur-jalur kepentingan keamanan, sanitasi/kesehatan, pelestarian lingkungan, dan lain sebagainya.

2. Penggolongan/Klasifikasi Spesifik :

a. Kedaulatan di ruang udara di atas wilayah negara sepenuhnya berlaku sampai ketinggian tidak terbatas. Konvensi Paris (1919) dan Konvensi Chicago (1944), masing-masing pada Pasal 1, bisa kita simpulkan menyatakan berlakunya kedaulatan atas ruang udara/angkasa sampai ketinggian tak terbatas ini.

b. Kedaulatan pada prinsipnya sampai ketinggian tidak terbatas, tetapi dalam masa damai harus mengijinkan lalu-lintas pesawat-pesawat asing (hak lintas damai) ruang udara di atas wilayahnya.

c. Sampai ketinggian yang masih ada gaya tarik (gravitasi) bumi.

d. Kedaulatan di ruang udara terbatas sampai ketinggian pilot/penerbang mampu menerbangkan pesawat tanpa menggunakan perlatan khusus (pakaian khusus, masker, tabung oksigen, dan lain sebagainya).

e. Sampai ketinggian terbang yang di capai oleh pesawat tempur (ketinggian bisa berubah/meningkat selaras dengan perkembangan/kemajuan teknologi penerbangan).

f. Sampai ketinggian yang bisa di deteksi oleh radar di darat.

g. Sampai ketinggian tertentu yang dihitung berdasarkan jarak dan jangkauan tembakan artileri dari darat ke udara.

h. Sampai ketinggian pegunungan tertinggi di negara yang bersangkutan.

i. Sampai ketinggian bangunan yang paling tinggi di negara tersebut.

j. Bahwa ruang udara bebas untuk lalu-lintas pesawat udara negara lain, tetapi boleh di adakan zona larangan terbang di atas area-area dan/atau lokasi- lokasi tertentu pada wilayah Negara kolong yang bersangkutan.

k. Bahwa kedaulatan di ruang udara tidak tegak lurus di atas wilaya teritorialnya (daratan dan lautan/perairan), tetapi melebar ke atas, berbentuk cerobong asap, karena permukaan bumi adalah bulat dan bukan datar.

(5)

2. Konsep Keamanan Nasional

Berdasarkan berbagai literatur, keamanan nasional secara umum diartikan sebagai kebutuhan dasar untuk melindungi dan menjaga kepentingan nasional suatu negara dengan menggunakan kekuatan politik, ekonomi dan militer untuk menghadapi berbagai ancaman baik yang datang dari luar maupun dari dalam negeri. Kepentingan nasional kemudian menjadi faktor dominan dalam konsep keamanan nasional suatu bangsa. Keamanan nasional juga bisa diartikan sebagai kebutuhan untuk memelihara dan mempertahankan eksistensi negara melalui kekuatan ekonomi, militer dan politik serta pengembangan diplomasi. Konsep ini menekankan kepada kemampuan pemerintah dalam melindungi integritas territorial negara dari ancaman yang datang dari luar dan dari dalam negara tersebut. (Sekretariat Jenderal Dewan Ketahanan Nasional. Hal. 9 PDF)

Dengan pemahaman bahwa keamanan nasional adalah upaya untuk mengejar dan mempertahankan tujuan kepentingan nasional dari berbagai bentuk dan sumber ancaman, maka jelas bahwa kebijakan keamanan nasional merupakan tanggung jawab dari otoritas politik. Upaya untuk mencapai tujuan kepentingan nasional, yang sering disebut sebagai strategi keamanan nasional, bertumpu pada tiga pilar yaitu pilar politik, pilar ekonomi, dan pilar pertahanan/militer. Ketiga pilar ini merupakan kerangka strategi kebijakan keamanan nasional yang ditetapkan oleh Presiden atau pemerintah.

3. Konsep Ancaman

Ancaman adalah gangguan, hambatan dan tantangan. (Pasal 1 Angka 13 UU Nomor 20 Tahun 1982 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia). Ancaman adalah setiap upaya dan kegiatan, baik dari dalam negeri maupun luar negeri yang dinilai mengancam atau membahayakan kedaulatan negara, keutuhan wilayah negara, dan keselamatan segenap bangsa. (Pasal 1 Angka 22 UU Nomor 34 Tahun 2004 Tentang Tentara Nasional Indonesia).

Ancaman adalah segala bentuk perbuatan yang menimbulkan akibat, baik langsung maupun tidak langsung, yang mengakibatkan Saksi dan/atau Korban merasa takut dan/atau dipaksa untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu hal yang berkenaan dengan pemberian kesaksiannya dalam suatu proses peradilan pidana. (Pasal 1 Angka 4 UU Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban).

Ancaman adalah setiap upaya, pekerjaan, kegiatan, dan tindakan, baik dari dalam negeri maupun luar negeri, yang dinilai dan/atau dibuktikan dapat membahayakan keselamatan bangsa, keamanan, kedaulatan, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan kepentingan nasional di berbagai aspek, baik ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, maupun pertahanan dan keamanan.

(http://penelitihukum.org. Di Akses 5 Februari 2014).

(6)

Teknik analisis data yang digunakan oleh penulis ini adalah analisa isi (content analysis) yang menjelaskan dan menganalisa data hasil penelitian yang telah dibaca dan dirangkum dari sumber tertulis yang berhasil diperoleh, dan kemudian menyajikan hasil penelitian tersebut kedalam suatu penulisan.( Trygve Mathisen, 1963)

Hasil Penelitian

Beberapa bagian umum dalam penelitian ini yaitu : Wilayah udara Indonesia, Indonesia Flight Information Region, ASEAN Open Sky

1. Wilayah udara Indonesia

Batas wilayah kedaulatan atas ruang udara nasional belum diatur dalam peraturan perundang-undangan yang ada, hanya menetapkan bahwa Indonesia mempunyai kedaulatan atas ruang udara nasional sebagaimana ditetapkan dalam pasal 4 dan 5 UU No.5 Tahun 1992 tentang Penerbangan. (Bappenas, UU Tentang Penerbangan)

2. Indonesia Flight Information Region

Untuk memberikan pelayanan lalu lintas udara di wilayah Indonesia telah dibentuk ruang udara yang terbagi dalam beberapa zona pengawasan dan batas- batas yang telah ditentukan sesuai dengan kondisi dan kompleksitas lalu lintas udara seperti zona pelayanan Aeronautikal Flight Information Services (AFIS), Area Aerodrome Control (ADC), Appoach Control (APP), Area Control Center (ACC), Flight Information Center, dan Flight Services Station sesuai persyaratan-persyaratan ICAO. Dalam rangjka menciptakan penggunaan ruang udara yang efektif dan efisien pemerintah Indonesia telah melakukan restrukturisasi organisasi ruang udara dari 4 flight Information Region (FIR) dan 4 Area Control Center yang berlokasi di Medan, Jakarta, Bali dan Biak menjadi 2 FIR dan 2 ACC yaitu Jakarta dan Makassar. (http://ilmuterbang.com. Di akses 6 agustus 2014)

3. ASEAN Open Sky

Pada dasarnya gagasan Open Sky Policy di ASEAN muncul pada tanggal 15 Desember 1995 pada saat pertemuan ASEAN di Bangkok Thailand. Gagasan penerapan Open Sky atau liberalisasi angkutan udara di kawasan ASEAN kemudian dilanjutkan pada pertemuan tahun ASEAN di Bali tahun 1996.

Gagasan penerapan Open Sky Policy lebih difokuskan pada pertemuan ASEAN Air Transport Working Group. Dalam pertemuan tersebut negara anggota ASEAN sepakat untuk menuju ke arah Open Sky Policy di ASEAN dalam rangka mewujudkan ASEAN Road Map for Air Transpot Integration pada tahun 2015

A. Ancaman Kedaulatan Udara Indonesia

Saat ini salah satu sektor yang tengah berkembang pesat di Indonesia adalah sektor perhubungan udara. Industri angkutan udara di Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan terbesar di dunia, sebenarnya memang hanya menunggu waktu

(7)

saja untuk berkembang dengan luar biasa di pentas global. Ditambah lagi dengan letak geografis Indonesia yang berada membujur di sepanjang garis khatulistiwa tepat menghubungkan dua benua dan dua samudra. Keberadaan Indonesia menjadi sangat strategis dalam banyak aspek hubungan antarnegara di dunia, terutama di wilayah Pasifik tentunya. Lebih dari itu, pertumbuhan penumpang dan barang di sektor perhubungan udara tengah meningkat sangat signifikan.

Namun belum banyak masyarakat yang mengetahui ancaman yang akan terjadi jika wilayah kedaulatan udara Indonesia dibebaskan kepada negara lain. Yang menjadi pertimbangan dengan adanya ASEAN Open Sky 2015 adalah keuntungan yang akan didapat dari segi ekonomi. Kebijakan Open Sky diperkirakan mampu menyumbang masukan PDB hingga 7 triliun Rupiah dan juga meningkatkan jumlah tenaga sebanyak 32.000 lapangan kerja baru untuk peningkatan perekonomian Indonesia pada tahun 2025.

Adapun yang menjadi ancaman bagi kedaulatan udara Indonesia dengan adanya ASEAN

Open Sky yang berlangsung pada 2015 nanti adalah :

a. Air Traffic Controler

Air Traffic Controler adalah pengaturan lalu lintas udara untuk menanggani seluruh kegiatan lalu lintas di udara. Pengaturan Air Traffic Controler dapat mengusik kedaulatan dan kehormatan republik Indonesia sebagai bangsa.

Masalahnya, bila Indonesia dianggap tidak memiliki kemampuan yang setara dengan persyaratan keamanan terbang internasional, seperti yang telah ditetapkan oleh ICAO, maka wewenang pengaturan lalu lintas udara di atas kawasan wilayah kedaulatan RI akan diserahkan kepada Negara lain yang sudah lebih siap.

Salah satu isu yang mencuat dari kejadian kecelakaan pesawat sukhoi superjet 100 adalah tentang peran ATS atau Air Traffic Control Services. Mengapa pihak ATC memberikan ijin saat Sukhoi meminta untuk turun dari 10.000 ft ke ketinggian 6000 ft padahal terdapat gunung salak disana yang ketinggiannya mencapai 7200 ft. Intinya adalah, memang benar bahwa kini ATC Indonesia tengah bermasalah.

Di Tahun 2012 sebenarnya, dengan mengacu kepada Undang-undang Penerbangan no 1 tahun 2009, lembaga Air Traffic Control Services di Indonesia sudah harus berada dalam satu wadah yang terintegrasi.

Hingga saat ini Indonesia belum berdaulat sepenuhnya atas udara negeri sendiri karena sebagian masih dikontrol oleh Singapura. Untuk diketahui bahwa hingga akhir 2014 sebagian wilayah udara Indonesia masih akan dikendalikan oleh pengatur lalu lintas udara milik Singapura. Karena bunyi Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 7 Tahun 1996 tentang ratifikasi perjanjian FIR (Flight Information Region) dengan Singapura, yang menyatakan sistem navigasi timur di Indonesia dikuasai Singapura selama 15 tahun. Sistem pengamanan udara di wilayah timur Indonesia antara lain adalah sistem navigasi udara untuk Batam, Palembang, Medan, Pekanbaru, Pontianak dan Bangka Belitung.

(8)

Black Flight adalah penerbangan yang dilakukan oleh pesawat asing yang melintasi sebuah negara tanpa seijin otoritas negara tersebut. Dalam beberapa tahun terakhir, beberapa kasus-kasus pelanggaran wilayah udara Indonesia oleh pesawat-pesawat komersil dan militer asing sebenarnya juga mengemuka.

Sepanjang tahun 1999-2001 misalnya, seringkali terjadi ketegangan antara Indonesia-Australia lantaran banyaknya penerbangan gelap (black flight) atau penerbangan tanpa izin. Sempat terjadi ketegangan ketika pesawat-pesawat F-5 Tiger TNI-AU mengusir jet-jet F-18 Hornet milik Angkatan Udara Australia yang dinilai telah memasuki wilayah udara Indonesia di atas Pulau Roti tanpa izin.

Sebelumnya, di tahun 1993, sebuah F-18 Hornet AS yang tidak diketahui berasal dari kapal induk mana terpaksa melakukan technical landing setelah diketahui ole F-16 IAF di perairan Biak. Pada tahun 2003, 5 pesawat F-18 Hornet AS juga nyaris menembak pesawat F-16 TNI AU yang bermaksud melakukan identifikasi atas penerbangan yang mereka lakukan di barat laut Pulau Bawean. ketika 2 pesawat F-16 TNI AU berusaha mengontak pesawat F-18 tersebut, mereka justru mengunci (lock on) keduanya dan bersiap untuk menembak. Berdasarkan observasi TNI AU, pesawat-pesawat ini merupakan bagian dari satu Armada Angkatan Laut AS yang terdiri dari 1 kapal induk, 2 kapal fregat dan 1 kapal tanker dan mengaku memiliki izin untuk melintas. (www.tempo.co, Di AKses 2 Februari 2014)\

Hal – hal diatas murapakan beberapa pelanggaran yang yang melibatkan pesawat – pesawat asing yang melintasi wilayah udara Indonesia, dengan demikian tentu akan menjadi Ancaman bagi Indonesia, lalu lintas wilayah udara Indonesia yang padat akan menyulitkan bagi para petugas ATC untuk mengontrol wilayah udara Indonesia dari Black Flight, ditambah lagi dengan Teknologi yang terbatas, apa lagi dengan dibukanya wilayah udara Indonesia pada tahun 2015. Hal ini dikarenakan jumlah Traffic akan bertambah.

B. Upaya Pemerintah Indonesia

a. Pembatasan Jumlah Bandara Internasional

Menghadapi regulasi ASEAN open sky 2015 membuat pemerintah Indonesia akan sangat membatasi jumlah bandar udara yang akan diperbolehkan oleh penerbangan asing. Pemerintah melalui Kementrian Perhubungan yang bertindak sebagai regulator telah mengeluarkan peraturan Keputusan Menteri 11 Tahun 2010 tentang Tatanan Kebandarudaraan Nasional (KM 11), selain itu pemerintah telah menetapkan lima bandara di Indonesia yaitu, Bandara Kualanamu (Medan), Soekarno Hatta (Jakarta), Ngurah Rai (Bali), Juanda (Surabaya) dan Sultan Hassanudin (Makasar). Alasan pemilihan lima bandara tersebut, karena dinilai sebagai bandara yang berada di daerah yang tingkat pertumbuhan ekonomi relatif tinggi. Wilayah tersebut dianggap terbesar dalam kuantitas penumpang dan kargo, baik dalam angkutan udara domestik maupun luar negeri, lalu memiliki cakupan rute dalam dan luar negeri terbanyak, termasuk dilengkapi dengan fasilitas keamanan dan penerbangan terlengkap. Padahal Indonesia masih memiliki

(9)

beberapa bandara yang dinilai memadai seperti bandara Hang Nadim di Batam, bandara Sepinggan di Balikpapan dan bandara Internasional Lombok di Lombok, namun dinilai karena kurang strategis seperti di Batam yang terlalu dekat dengan Singapura serta Malaysia dan pemberlakuan peraturan Internasional pengelolaan wilayah udara sekitar bandara Hang Nadim oleh Singapura membuat terpilihnya kelima bandara tersebut. Penetapan kelima bandara tersebut akan membagi pintu masuk ke Indonesia lewat jalur barat, tengah dan timur. (www.bakrieglobal.com, Di Akses 19 May 2014)

b. Perbaikan dan Pengadaan Sistem Radar

Saat ini Indonesia mengalami kekurangan radar untuk pertahanan.

Rencananya, sebanyak 4 unit radar baru khusus militer berjenis radar primer bakal didatangkan tahun ini. Hal ini tertuang dalam rencana strategis Kementerian Pertahanan 2009-2014. Kepala Dinas Penerangan TNI AU Marsma Hadi Tjahjanto menuturkan, hingga kini Indonesia baru memiliki 20 radar yang tersebar di seluruh Indonesia. TNI AU akan membeli radar-radar baru secara bertahap.

Diharapkan, radar-radar itu dapat membantu menjaga perbatasan dan wilayah udara tanah air. (http://news.liputan6.com, Di Akses 20 May 2014)

Kesimpulan

ASEAN Open Sky Policy adalah sebuah Kebijakan Ruang Udara Terbuka di kawasan Asia Tenggara, khususnya untuk negara – negara anggota ASEAN melalui "Roadmap for Integration of ASEAN Competitive Air Service Policy"

yang telah ditindaklanjuti juga oleh Indonesia melalui pengesahan Undang- Undang No. 1 Tahun 2009 pasal 90 tentang "penerbangan".

Namun kebijakan AOS 2015 menjadi ancaman bagi kedaulatan udara Indonesia, yang pertama dikarenakan masalah Air Traffic Controler bila Indonesia dianggap tidak memiliki kemampuan yang setara dengan persyaratan keamanan terbang internasional, seperti yang telah ditetapkan oleh ICAO, maka wewenang pengaturan lalu lintas udara di atas kawasan wilayah kedaulatan RI akan diserahkan kepada Negara lain yang sudah lebih siap, dan yang kedua adalah Black Flight, lalu lintas wilayah udara Indonesia yang padat menyulitkan bagi para petugas ATC untuk mengontrol wilayah udara Indonesia dari Black Flight apa lagi dengan dibukanya wilayah udara Indonesia pada tahun 2015. Hal ini dikarenakan jumlah Traffic akan bertambah dan dengan terbatasnya Teknologi yang ada saat ini.

Ada beberapa upaya yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia untuk menjaga kedaulatan udara Indonesia serta meningkatkan keamanan dan keselamatan penerbangan diantaranya adalah pembatasan jumlah bandara, hal ini dilakukan untuk melindungi maskapai penerbangan yang ada di dalam negeri, nantinya hanya ada lima bandara internasional di Indonesia yaitu, Bandara Kualanamu (Medan), Soekarno Hatta (Jakarta), Ngurah Rai (Bali), Juanda (Surabaya) dan Sultan Hassanudin (Makasar). Alasan pemilihan lima bandara tersebut, karena dinilai sebagai bandara yang berada di daerah yang tingkat pertumbuhan ekonomi

(10)

ini Indonesia mengalami kekurangan radar untuk pertahanan. Rencananya, sebanyak 4 unit radar baru khusus militer berjenis radar primer bakal didatangkan. Hal ini tertuang dalam rencana strategis Kementerian Pertahanan 2009-2014. Kepala Dinas Penerangan TNI AU Marsma Hadi Tjahjanto menuturkan, hingga kini Indonesia baru memiliki 20 radar yang tersebar di seluruh Indonesia. TNI AU akan membeli radar baru secara bertahap.

Diharapkan, radar itu dapat membantu menjaga perbatasan dan wilayah udara tanah air.

Daftar Pustaka

Bakrie Global, RI tetapkan 5 bandara Open Sky,

http://www.bakrieglobal.com/news/read/1896/RI-Tetapkan-5-Bandara- Open-Sky.

Bappenas, UU Tentang Penerbangan,

dapp.bappenas.go.id/website/peraturan/file/pdf/UU_1992_015.pdf.

Ditpolkom, Kepentingan Nasional Indonesia Di Dunia Internasional, http://ditpolkom.bappenas.go.id/?page=news&id=31.

Ilmu Terbang, Air Traffic Services ( Pelayanan Lalulintas Udara), http://ilmuterbang.com/home-mainmenu-1/24-atc/159-air-traffic-services-

pelayanan-lalu-lintas-udara.

Indonesia ICAO, Open Skies Policy : Sebagai Alat Ukur Daya Saing Global Sebuah Maskapai Penerbangan, http://www.indonesia- icao.org/index.html#sidanganc3.

JPNN, Dua Sukhoi Cegat Pesawat Asing,

http://www.jpnn.com/index.php?mib=berita.detail&id=141482

Liputan 6, jaga-perbatasan-4-radar-baru-didatangkan-tni-au http://news.liputan6.com/read/827115/jaga-perbatasan-4-radar-baru-

didatangkan-tni-au.

Sistem Informasi Bandara, Keselamatan Penerbangan di Indonesia, http://pkn.informasibandara.org/index.php?option=com_content&view=article&i d=62:keselamatan-penerbangan-di-indonesia&catid=27:new-to-

joomla&Itemid=58

Sekretariat Jenderal Dewan Ketahanan Nasional. Keamanan Nasional, Sebuah Konsep dan Sistem Keamanan bagi Bangsa Indonesia. Hal. 9 PDF

T. Rudy May, 2002. Hukum Internasional 2, Bandung. Rafika Adita

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini penting dan perlu untuk diperhatikan, dikarenakan bila peralatan dan area kerja tidak dijaga kebersihannya maka bakteri akan tumbuh dan berkembang dengan cepat

Dengan menggunakan teknik ini, rasio reduksi volume limbah yang dihasilkan lebih besar dibandingkan dengan cara teknik bitumen, yang secara konvensional digunakan

dalam Pasal 8 PMK Nomor 17/PMK.03/2013, kedua, secara eksternal seperti pencapaian rencana penerimaan pajak dari kegiatan pemeriksaan seharusnya bukan target utama,

Tapi di sini di example text, kalian nemu, ga, kalimat yang menggunakan used to.. Can you read it to

aquifolium ini mengindikasikan bahwa perairan Ekas sangat cocok untuk dilakukan budidaya rumput laut baik dari segi kondisi lingkungan kimia, fisika dan biologi maupun

Hasil elektroforesis SDS-PAGE pada crude protein membran spermatozoa Sapi Aberdeen-angus, Sapi Bali dan Sapi Ongole menunjukkan bahwa Sapi Aberdeen- Angus memiliki

Reputasi penjamin emisi, prosentase penawaran saham, dan nilai penawaran saham berasosiasi secara statistis signifikan dengan return 15 hari seudah IPO dan kinerja

Bentuk ancaman militer merupakan ancaman terhadap keamanan ke luar, antara lain agresi, invasi, pelanggaran wilayah kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia