• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGOLAHAN LIMBAH BORON-10 DARI OPERASI PLTN TIPE PWR DENGAN TEKNIK SOLIDIFIKASI HYPER CEMENT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGOLAHAN LIMBAH BORON-10 DARI OPERASI PLTN TIPE PWR DENGAN TEKNIK SOLIDIFIKASI HYPER CEMENT"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

317

PENGOLAHAN LIMBAH BORON-10 DARI OPERASI PLTN TIPE PWR

DENGAN TEKNIK SOLIDIFIKASI HYPER CEMENT

Subiarto, Cahyo Hari Utomo

Pusat Teknologi Limbah Radioaktif- BATAN

ABSTRAK

PENGOLAHAN LIMBAH BORON-10 DARI OPERASI PLTN TIPE PWR DENGAN TEKNIK SOLIDIFIKASI HYPER CEMENT. Telah dilakukan pengkajian pengolahan limbah boron-10

dari operasi PLTN tipe PWR. Pada sistem air pendingin primer untuk PLTN tipe reaktor air ringan bertekanan (pressurized water reactor, PWR), penanganan jumlah neutron yang terbentuk dari reaksi fisi di dalam reaktor selain dengan menggunakan batang kendali saat siklus awal juga dilakukan dengan penambahan boron dalam bentuk asam borat. Asam borat ini ditambahkan kedalam air pendingin primer pada kadar 4000 ppm untuk menyerap neutron. Asam borat dalam limbah cair (air pendingin bekas) akan memberikan kesulitan dalam proses sementasi untuk isolasi dan pengungkungan unsur radioaktif, karena beton hasil pemadatan akan menjadi sulit untuk mengeras. Untuk mengatasi masalah tersebut perlu dilakukan pengurangan kadar boron dengan teknik pengenceran tapi ini akan menambah volume limbah solidifikasi yang dihasilkan. Sebagai jalan keluar limbah asam borat dikelola dengan teknik solidifikasi (hyper-cement) yang menggunakan material semen yang menambah kandungan borat dalam produknya.

Kata kunci : Limbah boron-10, PWR, Tehnik solidifikasi ABSTRACT

THE TREATMENT OF BORON -10 WASTE GENERATED FROM PWR'S TYPE OF NUCLEAR POWER PLANT OPERATION USING HYPERCEMENT SOLIDIFICATION . The assesment of treatment of boron – 10 waste generated from PWR's type of Nuclear Power Plant have been carried out. On the primary coolant water system for PWR's type of NPP, the handling of amount of neutron formed from fission reaction within reactor besides using control rod at the starting up of the reactor, it was also done by adding boron in boric acid form. Boric acid was added into primary coolant water at the content cementation product of 4000 ppm to absorb neutron. Boric acid in liquid waste (spent coolant water) would give difficulties in solidification process for radioactive elements isolation since it would hinder the hardening process of the concrete of solidification product materials. To overcome this problem , it is necessary to reduce the amount of boric by dilution technique, but this will increase the waste volume of the solidification products of waste solidification. Therefore there is a need to develop a solidification technique using cement materials that increases the borate content in products.

Keywords : Boron-10 waste, PWR, solidification PENDAHULUAN

Penggunaan boron-10 dalam bentuk asam borat diperlukan untuk menyerap neutron yang dihasilkan selama reaksi fisi di dalam reaktor tipe pwr , karena penggunaan batang kendali saja tidak memadai. Boron dalam bentuk asam borat ditambahkan ke dalam sistem air pendingin primer pada kandungan 4000 ppm [1,2]. Penambahan boron ini di dalam reaktor menjalankan fungsi :

Mengendalikan reaktivitas teras. Meratakan fluks neutron agar bahan

bakar mengalami pembakaran yang sama.

Reaksi penyerapan neutron oleh boron adalah [2] : 5 B 10 + 0 n 1 → 3 Li 7 + 2 α 4

Selain harganya mahal, keberadaan elemen boron di dalam limbah tidak dikehendaki karena akan mencemari lingkungan, karenanya diupayakan pengambilan kembali boron ini di dalam sistem air pendingin primer reaktor tipe PWR. Pengambilan kembali ini bisa dilakukan baik dengan menggunakan metoda evaporasi ataupun dengan menggunakan resin penukar ion.

Berdasarkan pertimbangan ekonomi dan keselamatan, asam borat yang terdapat dalam air pendingin bekas diambil kembali melalui proses evaporasi sehingga diperoleh asam borat sebagai pekatan yang digunakan kembali dan kondensat yang dipakai sebagai air make-up. Jika air berkadar boron cukup tinggi mengalami pendinginan, maka akan ada resiko penyumbatan saluran pipa karena terbentuknya kristal. Telah diketahui pula kondisi proses yang optimal agar pada proses evaporasi belum terdapat resiko

(2)

318

penyumbatan oleh terjadinya kristal asam borat, yaitu pada kadar asam borat maksimum 6 % [1]

Asam borat dapat pula diambil kembali dengan metode penukar ion. Resin yang dipergunakan adalah resin penukar anion basa lemah. Larutan asam borat dialirkan melalui kolom penukar ion berisi resin penukar anion berukuran 20 – 50 mesh, sehingga ion-ion borat terkonsentrasi pada resin. Kemudian resin dielusi dengan air dan dalam fraksi efluen , kandungan isotop B10 akan meningkat pada akhir tahap elusi. Faktor pemisahan terbaik yang diperoleh adalah sebesar 1,03 pada temperatur operasi 25°C, kecepatan umpan boron dalam bentuk larutan asam borat 0,101 M adalah 50 ml/jam/cm2 dan kecepatan elusi sebesar 38 ml/jam/cm2 dalam kolom uji berukuran 0,8 cm x 48 cm Dapat pula diketahui bahwa temperatur operasi yang lebih tinggi dan laju alir umpan boron yang lebih besar akan mengakibatkan kecenderungan pengurangan faktor pemisahan. Larutan yang mengandung banyak isotop B10 akan terkumpul terpisah di bagian belakang dari proses elusi. Ada metoda lain, juga secara catu, untuk meningkatkan kandungan isotop B10 dalam larutan asam borat dari 19,78 % menjadi 91 % dengan mengalirkan larutan umpan melewati resin penukar anion basa lemah berukuran 80 – 100 mesh di dalam kolom penukar ion sepanjang 256 cm dengan menggunakan air sebagai eluen. Konsentrasi umpan asam borat adalah 0,1 mol/dm3dan kecepatan elusi sebesar 20 cm3/jam/cm2 pada temperatur operasi 40°C. Faktor pemisahan yang diperoleh konstan sepanjang kolom, yakni sebesar 1,0100 ± 0,0005 per 100 cm.[1,2]

Setelah unsur boronnya diambil kembali, baik dengan cara evaporasi maupun dengan penukar ion, maka limbah radioaktif yang tersisa dapat diproses lebih lanjut agar tidak mengancam keselamatan manusia dan mengganggu keseimbangan lingkungan. Dalam makalh ini akan dilakukan pengkajian teknik solidifikasi untuk digunakan dalam menangani limbah boron dari operasi PLTN tipe PWR. Teknik solidifikasi yang dipilih adalah solidifikasi

hyper – cement yang dapat mengurangi

volume limbah cair boron-10 dari PLTN tipe PWR dengan cara solidifikasi semen stabil.

KARAKTERISTIK LIMBAH BORON DARI OPERASI PLTN TIPE PWR

Dari operasi PLTN tipe PWR akan ditimbulkan limbah radioaktif cair terkonsentrasi boron dengan karakteristik sebagai berikut : [3]

1. Tipe limbah : limbah aktivitas rendah 2. Kerapatan jenis : 1,2 g/cm3

3. Karakteristik fisik : gambaran umum berupa lumpur dimana mayoritas air limbah telah diolah baik dengan cara evaporasi maupun dengan resin penukar ion.

4. Komponen fisik : konsentrat boron 90 % dan air 10 %.

Konsentrat boron didisposal jika tidak bisa digunakan kembali, karena terkontaminasi secara kimia sehingga menghalangi penggunaannya kembali. Bentuknya secara fisik berupa lumpur yang densitasnya lebih besar daripada air. Setelah diolah maka limbah disolidifikasi ke dalam drum 200 l dan kemudian ditempatkan di dalam kontainer yang memenuhi standar ISO. Radioaktivitas dari limbah terdiri dari pemancar alfa, beta dan gamma.

SOLIDIFIKASI LIMBAH

KONSENTRAT BORON

Limbah radioaktif cair yang mengandung boron setelah diambil boronnya baik dengan cara evaporasi maupun penukar ion, maka limbah konsentratnya kemudian disolidifikasi agar dapat dengan aman disimpan di fasilitas penyimpanan. Dalam makalah ini akan ditampilkan satu teknik solidifikasi yang menghasilkan tidak begitu banyak limbah untuk dibuang di fasilitas penyimpanan lestari, jauh lebih sedikit dibandingkan cara solidifikasi konvensional, yang dinamakan teknik solidifikasi hyper-cement. Dengan menggunakan teknik ini, rasio reduksi volume limbah yang dihasilkan lebih besar dibandingkan dengan cara teknik bitumen, yang secara konvensional digunakan dalam solidifikasi limbah cair terkonsentrasi dari PLTN tipe PWR.

Material semen diketahui sangat bagus untuk solidifikasi limbah radioaktif karena sifat tak tembus airnya setelah pengerasan dan sifat penyerapannya yang tinggi terhadap elemen radioaktif ke dalam material yang mengeras. Sejalan dengan kesederhanaan proses solidifikasi

(3)

319 menggunakan bahan- bahan ini, sistem

solidifikasi semen telah beroperasi di banyak fasilitas nuklir. Tetapi proses pengerasan kadang-kadang terhambat oleh kehadiran komponen-komponen tertentu seperti asam borat dan asam fosfat sebab unsur-unsur tersebut mengganggu reaksi hidrasi semen. Gangguan ini menjadi titik perhatian khusus dalam hal solidifikasi limbah cair terkonsentrasi dari reaktor tipe air bertekanan (PWR) karena komponen utamanya adalah asam borat. Untuk menghindari gangguan ini, adalah perlu untuk mengurangi kandungan komponen ini pada solidifikasi semen, tetapi ini mengakibatkan bertambahnya volume produk solidifikasi limbah. Untuk alasan ini diperkenalkanlah teknik bitumen dimana garam- garam dari campuran borat dan elemen-elemen radioaktif dicampurkan kedalam aspal molten. Teknik ini dapat mengurangi timbulnya produk solidifikasi limbah di PLTN tipe PWR. Tapi proses solidifikasi ini rumit dan kadang-kadang diperlukan perbaikan peralatan akibat aktivasi aspal molten pada temperatur tinggi yang berujung pada korosi logam. Jadi perlu dikembangkan teknik solidifikasi menggunakan bahan semen yang menambah kandungan borat dalam produknya.

DATA DAN PEMBAHASAN a, Proses Solidifikasi Hyper - Cement

Telah dikembangkan teknik solidifikasi semen yang baru, yang dikenal dengan nama teknik solidifikasi

hyper-cement yang menghasilkan reduksi volume

limbah yang tinggi. Teknik ini terdiri dari 2 proses : proses pengeringan untuk mengurangi volume limbah radioaktif dan proses sementasi untuk solidifikasi sejumlah besar produk pengeringan dengan semen. Menggunakan teknik ini, rasio reduksi volume limbah lebih besar daripada jika kita menggunakan teknik bitumen.

Gambar 1 menunjukkan proses solidifikasi (pemadatan) yang dikembangkan untuk limbah radioaktif terkonsentrasi dari PLTN tipe PWR .

Mula-mula teknik pra-pengolahan diterapkan untuk mengubah borat yang larut menjadi borat yang tak larut dengan

menambahkan bahan kimia Ca (OH)2 ke

dalam larutan sebelum pengeringan. Dengan menambahkan Ca (OH)2 ke dalam limbah

cair, kristal kalsium dan campuran boron akan mengendap dalam limbah cair. Ca dan boron (B) ini tidak akan berpengaruh terhadap reaksi hidrasi semen karena keduanya tidak larut dalam air [4].

Dalam proses kedua, dengan tujuan untuk mengurangi volume limbah cair dari PLTN tipe PWR , limbah cair pra pengolahan direduksi menjadi bentuk bubukan padat dengan metode pengeringan. Telah dikembangkan peralatan evaporasi untuk lmbah cair dan resin bekas. yang dinamakan

“wiped film evaporator”. Kondisi optimum

untuk proses pengeringan limbah cair terkonsentrasi dari PWR adalah pada rasio mol Ca/B antara 0,4 – 0,6. Faktor dekontaminasi (DF) dari “wiped film

evaporator” pada kondisi ini adalah 300 –

400, dan nilai ini sudah cukup tinggi dibandingkan dengan yang diharapkan.[4]

Dalam proses selanjutnya, limbah bubuk ini disolidikasi dengan semen. Semen ini mengandung campuran khusus yang mendispersi partikel-partikel semen dan limbah bubuk dalam air pencampur, dan hasil campuran ini viskositasnya rendah. Konsekwensinya, sejumlah besar limbah bubuk dapat dicampurkan secara homogen dan rasio reduksi volumenya 6 – 7 kali lebih besar dibandingkan dengan proses solidifikasi semen konvensional.[4]

b. Kandungan Asam Borat dalam Solidifikasi Semen

Rasio mol Ca/B dari limbah bubuk dipilih sebesar 0,5 – 0,6 dan bahan semen yang digunakan untuk solidifikasi bubuk ini adalah campuran dari semen portland biasa dan kerak sisa pembakaran. Dalam rangka menambah jumlah limbah bubuk yang disolidifikasi dalam drum 200 l (untuk dibandingkan dengan solidifikasi dengan bitumen), akan dipelajari hubungan antara jumlah asam borat yang disolidifikasi dengan dua sifat, yakni viskositas campuran dan kuat tekan setelah proses pengerasan. Dipilih pula kondisi optimum untuk proses solidifikasi semen, yakni viskositas campuran yang rendah ( < 50 dPa.s ) dengan tujuan untuk memperoleh kuat tekan yang tinggi ( > 5 MPa ).

(4)

320

Gambar 1. Proses solidifikasi limbah dengan bahan matriks semen

Gambar 2. Hubungan antara kadar asam borat dalam pemadatan dengan semen dan viskositas campuran.

Gambar 2 menunjukkan hubungan antara kandungan asam borat dalam solidifikasi semen untuk drum berukuran 200 l dengan viskositas campuran. Diperoleh bahwa viskositas campuran itu terjaga tetap rendah meskipun campuran berisi sekitar delapan kali lipat lebih banyak asam borat (sebanyak 110 kg dalam drum 200 liter ) dibanding dengan proses sementasi konvensional. Karena campuran menambah potensial zeta dari bubukan dalam air, maka partikel-partikel saling tolak-menolak satu sama lain sehingga mengurangi viskositas campuran.

Tabel 1 memperlihatkan kuat tekan dari produk solidifikasi setelah 28 hari. Diperoleh bahwa kuat tekan campuran terjaga tetap tinggi, di atas lebih dari 5 Mpa sekalipun mengandung sekitar 8 kali lebih banyak asam borat (sekitar 110 kg dalam drum 200 liter) daripada semen konvensional.

Hasil ini menguatkan kemungkinan untuk menambah kandungan asam borat dalam produk solidifikasi. Dibandingkan dengan teknik solidifikasi semen konvensional, teknik solidifikasi hyper

cement yang baru ini memberikan sekitar 8

V is co si ta s (d P a’ s)

(5)

321 kali lipat penambahan jumlah kandungan

asam borat dalam produk solidifikasi. Tabel 1. Kuat Tekan Produk Solidifikasi

setelah 28 Hari [4]

Jumlah Asam Borat

Kuat Tekan ( MPa ) Semen Solidifikasi Baru Kondisi Optimum 100 kg 10,0 > 5 110 kg 6,7 > 5

c. Pelindian Produk Solidifikasi

Studi pelindian radionuklida-radionuklida dari produk solidifikasi penting dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kemampuan pengungkungan kandungan radionuklida dari produk solidifikasi . Pelindian limbah radioaktif aktivitas rendah tersolidifikasi diukur dengan sebuah prosedur uji jangka pendek (metoda American National Laboratory). Radionuklida yang digunakan adalah Cs-137 dan Co-60. Spesimen sampel untuk uji pelindian adalah sebuah silinder sirkuler dengan diameter 1,8 cm dan panjang 1,4 cm. Indeks pelindian dihitung berdasarkan difusivitasnya.

Gambar 3 menunjukkan hubungan antara waktu pelindian dengan difusivitas Cs-137 dan Co-60, sedangkan tabel II menunjukkan indeks pelindian yang diperoleh.

Tabel 2 . Indeks Pelindihan untuk Cs-137 dan Co-60 [4] Jumlah Asam Borat Indeks Pelindihan Cs-137 Co-60 100 kg 9,2 12,6 9,3 12,7 110 kg 9,6 12,6 9,3 12,5

Indeks pelindihan nuklida-nuklida penting yang dioeroleh dengan metoda ANL adalah sekitar 9 untuk Cs-137 dan sekitar 12 untuk Co-60. Hasil ini menunjukkan bahwa produk yang dihasilkan dengan teknik ini telah memenuhi regulasi disposal limbah aktivitas rendah Amerika Serikat.

Limbah cair simulasi yang mengandung campuran natrium dan boron (21.000 ppm boron) dan bubuk Ca (OH)2

(ratio mol Ca/B adalah 0,5) dicampurkan pada suhu 80 °C , dan campuran lalu dikeringkan dengan “wiped film evaporator”.

Campuran mengandung asam borat sebanyak 100 kg dalam drum 200 l. Volume limbah tersolidifikasi direduksi hingga seperdelapan volume limbah menggunakan teknik solidifikasi semen konvensional. Gambar 4 (a) menunjukkan peralatan skala penuh.dan Gambar 4 (b) menunjukkan hasil solidifikasi dalam drum 200 liter dengan teknik baru sementasi.

Gambar 3. Hubungan antara waktu lindi dengan difusifitas Cs-137 dn C0-60

D if u si fi ta s (c m 2/s )

(6)

322

Gambar 4.Peralatan Solidifikasi dan drum 200 l hasil olahan Perubahan konsumsi daya motor

diukur selama operasi proses solidifikasi. Nilai rata-rata konsumsi daya motor selama operasi adalah 2 kWh, nilai puncak adalah sekitar 2,5 kWh. Fluktuasi konsumsi daya motor yang relatif kecil selama operasi disebabkan oleh gerakan ke bawah yang halus dari film tipis yang terbentuk pada permukaan dalam dari dinding yang dipanasi ke dasar “wiped film evaporator”. Bubukan diketahui mempunyai kurang daripada 10 % berat campuran. Hasil ini memenuhi nilai yang ditargetkan (50 dPa.s), juga dikonfirmasikan bahwa tidak ada benda-benda padat di peralatan solidifikasi semen. Temperatur puncak di inti produk adalah sekitar 60 °C setelah 6 jam pencampuran. Gambar 4 (b) menunjukkan foto dari produk drum berukuran 200 liter yang diproduksi menggunakan peralatan solidifikasi semen skala penuh. Pada hasil solidifikasi tidak ditemukan adanya cacat, retakan, rongga ataupun kandungan sedimentasi. Hasil ini mengkonfirmasi bahwa limbah cair boron-10 terkonsentrasi dari PLTN tipe PWR telah dapat disolidifikasi dengan baik memakai teknik solidifikasi hyper cement ini. Volume limbah yang dihasilkan dari teknik solidifikasi hyper cement ini adalah seperdelapan dibandingkan dengan jika menggunakan solidifikasi konvensional. KESIMPULAN

Telah dikembangkan sebuah teknik solidifikasi semen yang baru ( teknik solidifikasi hyper cement ) untuk limbah cair boron-10 terkonsentrasi yang ditimbulkan oleh PLTN tipe PWR. Volume limbah

berkurang hingga seperdelapan dibandingkan jika menggunakan teknik solidifikasi konvensional. Produk solidifikasi mempunyai sifat yang bagus dan memenuhi standar regulasi disposal limbah aktivitas rendah di Amerika Serikat.

DAFTAR PUSTAKA

1. ZAINUS SALIMIN, Pengambilan Kembali Asam Borat dari Limbah Cair Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Jenis Reaktor Air Ringan Bertekanan, PTPLR – BATAN, Serpong, 2003.

2. MULYONO DARYOKO,

Prarancangan Alat Pengambilan Asam Borat dari Sistem Air Pendingin Primer PLTN – Reaktor Air Ringan Bertekanan, 1000 MW, Pusat Teknologi Limbah Radioaktif, BATAN, Serpong, 2006.

3. Devenport Management Limited, Waste Stream 7D 38 Low Level Waste – PWR 1&2 Boron Concentrate, USA, 2007.

4. M. KANEKO, M. TOYOHARA, T. SATOH, Development of High Volume Reduction and Cement Solidification Technique for PWR Concentrated Waste, WM '01 Conference, Tucson, AZ, 2001.

Gambar

Gambar 1. Proses solidifikasi limbah dengan bahan matriks semen
Tabel 2 . Indeks Pelindihan untuk Cs-137  dan Co-60 [4]  Jumlah  Asam Borat  Indeks Pelindihan  Cs-137  Co-60  100 kg  9,2  12,6  9,3  12,7  110 kg  9,6  12,6  9,3  12,5
Gambar 4.Peralatan Solidifikasi dan drum 200 l hasil olahan   Perubahan  konsumsi  daya  motor

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil pengujian yang ditampilkan pada Gambar 3 menunjukkan bahwa apabila kompor induksi tersebut faktor dayanya tinggi (mendekati nilai 1), maka waktu yang digunakan

Kesimpulan penelitian adalah tidak terdapat perbedaan yang nyata kadar logam Pb pada buah jeruk yang terpapar dengan yang tidak terpapar polusi kendaraan di kota Cirebon.. Kata kunci:

Dari beberapa pendapat ahli mengenai berpikir kritis, dapat dipahami bahwa berpikir kritis adalah keterampilan berpikir tingkat tinggi yang digunakan dalam memecahkan masalah

Informasi yang disajikan pada motion graphic ini adalah bahaya dari aktivitas pertambangan yang tidak sesuai prosedur yang benar, aturan mengenai pertambangan, dan

bukti yang menunjukkan tanaman ini telah ditanam oleh masyarakat dalam ditanam oleh masyarakat dalam kerajaan ini adalah berdasarkan jumpaan sekam dan bijian padi di beberapa

Sebalilmya, di dalam percobaan pemuatan kriti~ teraa dimuati dengan elemen bakar sesuai dengan pola yang telah diranoang oleh General Atomics, yakni: 20 elemen bakar di

Data perencanaan yang digunakan dalam penilitian adalah data kajian eksperimental dari penilitian yang sudah ada yaitu “kajian eksperimental pengaruh dinding bata

Penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian Rustiana yang menyatakan bahwa tingkat depresi itu terjadi paling banyak pada laki-laki, pendapat Ruli juga menyatakan bahwa