Sumber Daya
Bumi Dan Energi
Pembimbing:
Prof. Dr. Ir. Edy Sutriyono, M.Sc
POTENSI SUMBER DAYA ENERGI PANAS BUMI DI DANAU RANAU, LAMPUNG DAN
SUMATERA SELATAN
Oleh:
Farisyah Melladia Utami 03042681318009
Program Pascasarjana Teknik Pertambangan
Universitas Sriwijaya
2013
POTENSI SUMBER DAYA ENERGI PANAS BUMI DI DANAU RANAU, LAMPUNG DAN SUMATERA SELATAN
I. PENDAHULUAN
Provinsi Lampung sebagai salah satu provinsi di pulau Sumatera dengan wilayah yang cukup besar. Kekurangan pasokan listrik yang terjadi hampir melanda seluruh wilayah Indonesia termasuk di provinsi ini. Hal tersebut menjadi masalah yang cukup serius, sehingga bisa menimbulkan terhambatnya kemajuan baik di bidang indusri, pertambangan, peternakan, dan lain sebagainya. Dalam mengatasi masalah ini maka diperlukan energi alternatif sebagai penopang dan pengganti energi fosil untuk pembangkit tenaga listrik, yaitu panas bumi.
Lokasi potensi panas bumi Danau Ranau, terletak di daerah kaki Gunungapi Seminung dan di pinggir Danau Ranau yang secara geografis berada pada zona 48 S UTM dengan koordinat 380000 mE – 392000 mE dan 9462000 mN - 9449200 mN atau koordinat geografis pada 103°55’07” BT; 4°51’59” LS sampai 104°01’37” BT; 4°58’42” LS dengan luas area daratan sekitar 127 km2. Daerah ini secara administratif termasuk ke dalam wilayah dua provinsi, yaitu Provinsi Lampung dan Sumatera Selatan, 60% daerah penyelidikan berada di Kecamatan Sukau, Kabupaten Lampung Barat, Provinsi Lampung dan 40% lainnya termasuk dalam Kecamatan Banding Agung, Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Selatan, Provinsi Sumatera Selatan. Lokasi prospek panas bumi ini berada sekitar 32 km dari kota Liwa yang dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan umum sekitar dua jam perjalanan (Gambar 1).
Sumber: Pusat Sumber Daya Geologi 2009
Gambar 1. Peta lokasi panas bumi Danau Ranau Kabupaten Lampung Barat-Oku Selatan, Provinsi Lampung dan Sumatera Selatan
II. DASAR TEORI
II.1. Sebaran Sumber Panas Bumi
Penyebaran sumber daya panas bumi di Indonesia sebagian besar mengikuti jalur gunung api di Pulau Sumatera, Jawa, Bali-NTB-NTT, Sulawesi, Maluku, dan Maluku Utara. Sumber daya panas bumi juga terdapat di beberapa daerah non vulkanik seperti di Kalimantan, Pulau Bangka-Belitung, Sulawesi Tengah dan Papua. Hingga tahun 2009, telah teridentifikasi 265 daerah panas bumi di seluruh wilayah Indonesia dengan total potensi mencapai 28,5 GW (Gambar2) . Jumlah tersebut setiap tahunnya diperbaharui seiring dengan kegiatan penemuan daerah–daerah panas bumi baru ataupun kegiatan dalam rangka peningkatan status dari survei pendahuluan menjadi survei rinci hingga ke pemboran eksplorasi.
Data tersebut kemudian digunakan sebagai data awal dalam penentuan wilayah kerja pengusahaan pertambangan panas bumi.
Sumber: Pusat Sumber Daya Geologi 2009
Gambar 2: Distribusi lokasi daerah panas bumi di Indonesia
II.2. Sistem Panas Bumi di Indonesia
Posisi Kepulauan Indonesia yang terletak pada pertemuan antara tiga lempeng besar (Hindia Australia – Eurasia – Pasifik) menjadikannya memiliki tatanan tektonik yang kompleks. Subduksi antar lempeng benua dan samudra menghasilkan suatu proses peleburan magma dalam bentuk partial melting batuan mantel dan magma mengalami diferensiasi pada saat perjalanan ke permukaan. Proses tersebut membentuk kantong-kantong magma berkomposisi asam hingga basa yang berperan dalam pembentukan jalur gunung api yang dikenal sebagai lingkaran api pasifik (ring of fire)
Sumber: Pusat Sumber Daya Geologi 2009
Gambar 3. Penampang Model Skematik Sistem Panas Bumi
Gambar 3 adalah suatu penampang model skematik dari sistem panas bumi atau hidrotermal yang umum terjadi di sepanjang jalur vulkanik Kuarter di Indonesia, seperti di Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Maluku dan Sulawesi Utara.
Sedangkan gambar berikutnya merupakan model skematik sistem panas bumi yang terjadi di daerah graben dengan topografi relatif datar, seperti di sebagian daerah Sumatera yang berasosiasi dengan Sesar Besar Sumatera. Keberadaan rentetan gunung api di sebagian wilayah Indonesia beserta aktivitas tektoniknya dijadikan dasar dalam penyusunan model konseptual pembentukan sistem panas bumi Indonesia.
Kedua model skematik tersebut memperlihatkan bahwa keberadaan manifestasi di permukaan seperti mata air panas, tanah panas, fumarol, solfatar, dan sebagainya dapat menjadi indikator kepastian adanya suatu sistem panas bumi di
bawahnya. Sehingga dalam pencarian atau eksplorasi sumber energi panas bumi tidak akan terlalu jauh keberadaannya dari manifestasi yang ada. Yang menjadi permasalahan adalah berapa besarnya kapasitas energi panas bumi yang terkandung di dalamnya. Hal inilah yang perlu dilakukan eksplorasi yang lebih rinci.
Berdasarkan asosiasi terhadap tatanan geologi, sistem panas bumi di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi 3 tipe utama, yaitu: vulkanik, graben (vulkano- tektonik) dan non-vulkanik. Pengelompokan tipe ini dapat digunakan sebagai pedoman dalam mengestimasi awal besarnya potensi energi dalam suatu sistem panas bumi.
Sumber: Lawless, 1995
Gambar 4. Penampang skematik suatu system panas bumi atau hidrotermal pada daerah cekungan
Tabel 1 berikut ini memperlihatkan hubungan antara sistem panas bumi dengan estimasi potensi energi yang dikandungnya, tampak bahwa potensi yang besar pada umumnya dimiliki oleh tipe vulkanik berjenis komplek gunung api dan kaldera.
Tabel 1. Hubungan Tipe Sistem Panas Bumi di Indonesia dan Estimasi Potensi Energi
Tipe Temperatur/Entalpi Potensi Energi Contoh Vulkanik Gunung Api
Strato Tunggal Tinggi 250oC Sedang 50-100 MW
G. Tanpomas, G.
Ungaran Komplek
Gunung Api Tinggi 250oC Besar
> 100 MW
G. Salak, G. Wayang Windu, G. Lawu
Kaldera Tinggi 250oC Besar > 100 MW
Kamojang, Darajat, Ulumbu, Sibayak Vulkano –
Tektonik
Graben-kerucut vulkanik
Sedang – Tinggi 200oC – 250oC
Sedang – Besar 50 – 100 MW
Sarula, Bonjol, Danau Ranau, Sipahalon
Non-
Vulkanik Intrusi Rendah – Sedang 200oC
Kecil – Sedang 50 MW
Lapangan-lapangan di Sulsel, Sulteng, dan
Sultra, P. Buru Sumber: Badan Geologi 2004
II.3. Sistem Vulkanik
1. Gunung Api Strato Tunggal
Secara umum daerah magmatik berhubungan dengan model gunung api strato berumur Kuarter yang tersebar di Indonesia bagian barat mulai dari Sumatera– Jawa dan berakhir di Nusa Tenggara Timur dan ke bagian Indonesia Timur mulai dari Sulawesi Utara – Maluku. Pembentukan sistem panas bumi gunung api strato biasanya tersusun oleh batuan vulkanik menengah (andesit-basaltis). Sistem panas bumi ini umumnya memiliki karakteristik reservoir sekitar 1,5 km dengan temperatur reservoir tinggi (~
250oC). Potensi panas bumi pada lapangan gunung api strato tunggal pada umumnya memiliki potensi sedang yaitu 50 MW hingga 100 MW. Beberapa
daerah yang berhubungan dengan sistem gunung api strato tunggal seperti Gunung Talang, Gunung Tampomas dan Gunung Ungaran.
Pada daerah vulkanik ini biasanya memiliki umur batuan yang relatif muda dengan temperatur yang tinggi dan kandungan gas magmatik besar.
Ruang antar batuan (porositas) dan sifat permeabilitas masih relatif kecil, karena faktor aktivitas tektonik yang belum terlalu dominan dalam membentuk rekahan yang intensif sebagai batuan reservoir, sedangkan daerah vulkanik yang berumur relatif lebih tua dan telah mengalami aktivitas tektonik yang cukup kuat, telah mampu membentuk permeabilitas batuan berupa rekahan yang intensif. Pada kondisi tersebut biasanya terbentuk temperatur menengah hingga tinggi dengan konsentrasi gas magmatik yang lebih sedikit.
Gambar 5 adalah model tentatif sistem panas bumi yang berasosiasi dengan gunung api strato tunggal.
Sumber: Badan Geologi 2004
Gambar 5. Model Tentatif Sistem Panas Bumi Gunung Talang, Sumatera Barat, contoh Tipe Sistem Panas Bumi Gunung Api Strato Tunggal
2. Komplek Gunung Api
Daerah vulkanik dengan model komplek gunungapi di Indonesia tersebar di beberapa tempat pada jalur magmatik Indonesia. Pembentukan sistem panas bumi komplek gunung api biasanya tersusun oleh batuan vulkanik menengah hingga asam.Lapangan panas bumi pada sistem komplek gunung api terdiri dari beberapa tubuh gunung api dan sumber erupsi yang bila dikaitkan dengan kepanasbumian memiliki satu atau lebih sumber panas. Pada umumnya lapangan panas bumi pada sistem ini memiliki temperatur atau entalpi yang tinggi dengan suhu reservoir diatas 250°C. Potensi panas bumi pada lapangan komplek gunungapi pada umumnya memiliki potensi besar yaitu di atas 100 MW.Beberapa daerah panas bumi yang berhubungan dengan sistem komplek gunungapi adalah di Jaboi, Aceh, sedangkan yang sudah beroperasi sebagai PLTP adalah di Gunung Salak dan Gunung Wayang Windu, Jawa Barat (Gambar 6). Komplek gunung api yang memiliki batuan beku asam (dasitik hingga riolitik) seperti yang terdapat di G. Salak, biasanya memiliki tubuh sumber panas (magma) yang besar, sehingga zona sistem panas bumi akan lebih luas pula.
Sumber: Badan Geologi 2005
Gambar 6. Model Sistem Panas Bumi Jaboi, Aceh yang Merupakan Contoh Sistem Panas Bumi pada Komplek
3. Kaldera
Erupsi besar yang mengeluarkan produk berupa batuapung dan abu vulkanik dalam jumlah besar dapat mengakibatkan runtuhnya dinding batuan yang menutupi kantong magma dangkal sehingga membentuk kawah besar berdiameter 1,5 km hingga puluhan kilometer yang biasa disebut kaldera. Sumber daya panas bumi yang berada di lingkungan kaldera akan tetap ada selama aktivitas erupsi masih berlangsung, dan sumber daya memiliki waktu hidup beberapa juta tahun setelah aktivitas vulkanik terakhir. Aktivitas hidrotermal terlihat pada alterasi asam sulfat yang tampak di permukaan. Fluida asam terbentuk ketika H2S dan CO2 lulus dari reservoir air panas di bawah dan teroksidasi di kedalaman yang dangkal. Air didalam reservoir ini umumnya merupakan air tanah yang terpanaskan dari daerah resapan dalam sistem kaldera. Lapangan panas bumi pada sistem kaldera bila dikaitkan dengan kepanasbumian memiliki energi yang sangat besar yang masih tersimpan. Pada umumnya lapangan panas bumi pada sistem ini memiliki temperatur atau entalpi yang tinggi dengan suhu reservoir diatas 250°C. Potensi panas bumi pada lapangan kaldera ini pada umumnya memiliki potensi besar yaitu diatas 100 MW. Beberapa daerah yang berhubungan dengan sistem kaldera seperti di Gunung Kamojang, Darajat, Lahendong dan Gunung Sibayak (Gambar 7).