• Tidak ada hasil yang ditemukan

KORELASI PERTUMBUHAN DAN KEPADATAN KERANG DARAH (Anadara granosa) DI PERAIRAN TANJUNG TIRAM KABUPATEN BATU BARA PROVINSI SUMATERA UTARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KORELASI PERTUMBUHAN DAN KEPADATAN KERANG DARAH (Anadara granosa) DI PERAIRAN TANJUNG TIRAM KABUPATEN BATU BARA PROVINSI SUMATERA UTARA"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

BATU BARA PROVINSI SUMATERA UTARA

TRI ASTUTI ANGGREANI NASUTION 150302003

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2019

(2)

BATU BARA PROVINSI SUMATERA UTARA

SKRIPSI

TRI ASTUTI ANGGREANI NASUTION 150302003

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2019

(3)

BATU BARA PROVINSI SUMATERA UTARA

SKRIPSI

TRI ASTUTI ANGGREANI NASUTION 150302003

Skripsi Ini Sebagai Salah Satu Diantara Beberapa Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2019

(4)
(5)

Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Tri Astuti Anggreani Nasution NIM : 150302003

Menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Korelasi Pertumbuhan dan Kepadatan Kerang Darah (Anadara granosa) di Perairan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara Provinsi Sumatera Utara” adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun.

Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir skripsi ini.

Medan, November 2019

Tri Astuti Anggreani Nasution NIM. 150302003

(6)

TRI ASTUTI ANGGREANI NASUTION. Korelasi Pertumbuhan dan Kepadatan Kerang Darah (Anadara granosa) di Perairan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara Provinsi Sumatera Utara. Dibimbing oleh AMANATUL FADHILAH.

Kerang Darah (Anadara granosa) termasuk ke dalam salah satu jenis biota Bivalvia yang banyak dijumpai di Perairan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara.

Sejauh ini data mengenai korelasi pertumbuhan dan kepadatan Kerang Darah (Anadara granosa) di Perairan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara belum pernah ditemukan sehingga perlu dilakukan penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola pertumbuhan, kepadatan dan hubungan kepadatan Kerang Darah dengan faktor fisika-kimia perairan. Pengambilan sampel Kerang Darah dilakukan pada bulan Juni–Juli 2019 di Perairan Tanjung Tiram pada 3 stasiun yang berbeda. Kerang Darah yang diperoleh di setiap stasiun dihitung jumlah individunya, diukur lebar cangkang dan bobot tubuhnya, selanjutnya dilakukan analisis yang meliputi pola pertumbuhan, faktor kondisi dan kepadatan.

Pengukuran parameter fisika-kimia perairan dilakukan secara insitu dan exsitu.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepadatan Kerang Darah paling banyak pada stasiun II dengan nilai 111,142 ind/m2. Pola pertumbuhan Kerang Darah yang di peroleh pada setiap stasiun di Perairan Tanjung Tiram bersifat allometrik negatif yaitu pertumbuhan panjang lebih dominan daripada pertumbuhan beratnya. Faktor kondisi Kerang Darah pada setiap stasiun lokasi penelitian secara morfologi memiliki kemontokan yang baik, serta hubungan Principal Component Analysis (PCA) antara kepadatan Kerang Darah terhadap DO, kedalaman, kecerahan, c- organik, nitrogen total dan fosfat tergolong berkorelasi positif. Sedangkan hubungan antara kepadatan Kerang Darah terhadap suhu, salinitas dan pH tergolong berkorelasi negatif.

Kata Kunci: kepadatan, kerang darah, perairan tanjung tiram, pola pertumbuhan

(7)

TRI ASTUTI ANGGREANI NASUTION. Correlation of Growth and Density of Blood Shells (Anadara granosa) in Tanjung Tiram Waters, Batu Bara Regency, North Sumatera Province. Supervisor by AMANATUL FADHILAH.

Blood Shells (Anadara granosa) belong to one type of Bivalvia biota that is often found in the Tanjung Tiram Waters, Batu Bara Regency. So far the data regarding the correlation of growth and density of Blood Shells (Anadara granosa) in Tanjung Tiram Waters, Batu Bara Regency has never been found, so that research is needed. This study aims to determine the pattern of growth, density and the relationship of Blood Shells density with water physical-chemical factors. Blood Shells sampling was conducted in June-July 2019 in Tanjung Tiram Waters at 3 different stasions. Blood Shells obtained at each station were counted by the number of individuals, measured the width of the shell and body weight, then performed an analysis which included growth patterns, condition factors and density. The measurement of the physical-chemical parameters of the waters is done insitu and exsitu. The results showed that the highest density of Blood Shells was at Station II with a value of 111,142 ind/m2. The growth pattern of Blood Shells obtained at each station in the Tanjung Tiram Waters is negative allometric, namely that long growth is more dominant then weight growth.

Condition factors of Blood Shells at each station location of the study morphologically have a good body shape and the Principal Component Analysis (PCA) relationship between Blood Shells density to DO, depth, brightness, c- organic, total nitrogen and phosphate are positively correlated. While the relationship between Blood Shells density to temperature, salinity and pH is negatively correlated.

Keywords: blood shells, density, growth patterns, tanjung tiram waters

(8)

Penulis lahir di Tebing Tinggi pada tanggal 26 September 1997 dari Ayahanda Syahrial Asman Nasution dan Ibunda Rahmawati. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara.

Penulis mengawali pendidikan formal di SD Negeri 014722 Desa Sumber Makmur pada tahun 2003–

2009 dan pendidikan menengah pertama ditempuh dari tahun 2009–2012 di SMP Negeri 1 Limapuluh. Penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Limapuluh dengan jurusan IPA pada tahun 2012– 2015.

Penulis melanjutkan pendidikan di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) tahun 2015.

Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Unit Pelaksana Teknis Penerapan Mutu Hasil Perikanan (UPT PMHP) Medan, Provinsi Sumatera Utara.

Penulis juga melaksanakan Kuliah Kerja Nyata Pembelajaran Pemberdayaan Masyarakat (KKN-PPM) di Desa Telaga, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2018.

Selain mengikuti perkuliahan penulis juga menjadi asisten Laboratorium Oseanografi pada tahun 2017-2018. Penulis juga menjadi asisten Laboratorium Pencemaran Perairan pada tahun 2018-2019.

(9)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Korelasi Pertumbuhan dan Kepadatan Kerang Darah (Anadara granosa) di Perairan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara Provinsi Sumatera Utara”.

Skripsi disusun sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Allah SWT yang telah meridhoi penulis dalam menyelesaikan skripsi.

2. Ayahanda dan Ibunda yang telah memberikan dukungan doa, semangat, moril dan materil kepada penulis.

3. Dr. Eri Yusni M.Sc selaku kepala jurusan Manajemen Sumeberdaya Perairan dan Bapak Rizky Febriansyah Siregar, S.Pi., M.Si selaku sekretaris jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan.

4. Ibu Amanatul Fadhilah, S.Pi., M.Si selaku dosen pembimbing dan Bapak Rusdi Leidonald, S.P., M.Sc serta Bapak Rizky Febriansyah Siregar, S.Pi., M.Si selaku dosen penguji yang telah memberikan ilmu, masukan dan saran dalam penulisan skripsi ini.

5. Seluruh Bapak dan Ibu dosen, staff pengajar dan pegawai di lingkungan Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

6. Kepada abang dan kakak saya serta keponakan saya yang telah memberikan dukungan doa, semangat dan nasihat kepada penulis.

(10)

dan bapak nelayan kerang yang telah membantu kami selama penelitian.

8. Sahabat saya tersayang yaitu Herdiana Rukmana, Glory Hesli Claudita Ginting, Risna Anita Sari Siregar, Beby Aulia Kesuma Wardani, S.Pi, Hizri Khairani Nasution, S.Pi, Husna Syukrika, S.Pi, Siti Anisah dan Dianita Ratwitasari yang telah memberikan dukungan doa dan semangat kepada penulis.

9. Seluruh teman-teman angkatan 2015 Program Studi Manajemen Sumberaya Perairan yang telah memberikan dukungan doa dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

10. Seluruh teman-teman KKN Desa Telaga Langkat tahun 2018 yang telah memberikan dukungan doa dan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat sebagai dasar penelitian selanjutnya dan dapat menjadi sumber informasi bagi pihak yang membutuhkan, khususnya dibidang kelautan dan perikanan.

Medan, November 2019

Tri Astuti Anggreani Nasution

(11)

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Rumusan Masalah... 3

Tujuan Penelitian ... 4

Manfaat Penelitian ... 4

Kerangka Pemikiran ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Kerang-Kerangan (Bivalvia) ... 6

Kerang Darah (Anadara granosa) ... 7

Hubungan Panjang Bobot ... 9

Faktor Kondisi ... 11

Parameter Lingkungan Perairan ... 12

Suhu ... 12

Salinitas ... 13

Kecerahan ... 13

Kedalaman ... 14

Derajat Keasaman (pH) ... 14

DO (Dissolved Oxygen) ... 15

Substrat ... 16

Nitrat ... 17

Fosfat ... 18

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian... 19

(12)

Deskripsi Area Penelitian ... 20

Pengambilan Sampel Kerang Darah (Anadara granosa) ... 22

Pengukuran Parameter Lingkungan Perairan ... 23

Analisi Data ... 23

Kepadatan Kerang Darah ... 23

Hubungan Panjang Berat ... 24

Faktor Kondisi ... 25

Analisis Komponen Utama (PCA) ... 26

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kepadatan Kerang Darah ... 28

Hubungan Panjang Berat Kerang Darah ... 28

Faktor Kondisi Kerang Darah ... 31

Parameter Lingkungan Perairan ... 33

Analisis Komponen Utama (PCA) ... 34

Pembahasan Kepadatan Kerang Darah ... 35

Hubungan Panjang Berat Kerang Darah ... 36

Faktor Kondisi Kerang Darah ... 37

Parameter Lingkungan Perairan ... 39

Analisis Komponen Utama (PCA) ... 44

Rekomendasi Pengelolaan... 47

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 48

Saran ... 48 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(13)

No. Teks Halaman

1.

Kerangka Pemikiran Penelitian ... 5

2. Kerang Darah (Anadara granosa) ... 9

3. Peta Lokasi Penelitian ... 19

4. Lokasi Stasiun 1 ... 21

5. Lokasi Stasiun 2 ... 21

6. Lokasi Stasiun 3 ... 22

7. Simulasi Hasil Analisis PCA dalam Bentuk Lingkaran Korelasi ... 27

8. Kepadatan Kerang Darah ... 28

9. Hubungan Panjang Berat Kerang Darah pada Stasiun I ... 29

10. Hubungan Panjang Berat Kerang Darah pada Stasiun II ... 30

11. Hubungan Panjang Berat Kerang Darah pada Stasiun III... 30

12. Faktor Kondisi Kerang Darah pada Stasiun I ... 32

13. Faktor Kondisi Kerang Darah pada Stasiun II ... 32

14. Faktor Kondisi Kerang Darah pada Stasiun III ... 32

15. Grafik Analisis Komponen Utama (PCA) ... 35

(14)

No. Teks Halaman

1.

Satuan, Alat dan Metode Pengkuran Paramter Fisika-Kimia Biologi

dan Subsrat ... 22

2.

Data Hubungan Panjang Berat Kerang Darah ... 31

3.

Parameter Kualitas Perairan yang didapatkan Selama Penelitian ... 33

4.

Analisis Substrat Dasar... 34

(15)

No. Teks Halaman

1.

Alat dan Bahan Penelitian ... 55

2.

Kegiatan Penelitian ... 58

3.

Tabulasi Data Parameter Fisika Kimia Tiap Stasiun ... 60

4.

Hasil Analisis Laboratorium dan Penentuan Tekstur Substrat ... 61

5.

Tabulasi Data Kerang Darah Tiap Stasiun ... 63

6.

Perhitungan Panjang Berat dan Faktor Kondisi ... 74

7.

Hasil Tangkapan yang didapatkan Selama Penelitian ... 77

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perairan Tanjung Tiram secara administrasi terletak di Kecamatan Tanjung Tiram, Kabupaten Batubara merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Sumatera Utara yang baru terbentuk pada tahun 2007, hasil pemekaran dari Kabupaten Asahan. Sebagian besar wilayahnya berada dipesisir dan karena itu nelayan menjadi mata pencarian utama penduduk tersebut, disamping pertanian dan perkebunan. Kabupaten Batubara berada di kawasan Pantai Timur Sumatera Utara yang berbatasan dengan Selat Malaka. Perairan ini banyak dimanfaatkan untuk berbagai aktivitas manusia diantaranya penangkapan ikan dan kerang, pembuangan limbah pabrik, tempat bersandarnya kapal nelayan dan terdapat muara sungai tempat pertemuan air sungai dan air laut.

Bivalvia (kerang-kerangan) adalah biota perairan yang biasa hidup di dalam substrat dasar perairan (biota bentik) yang relatif lama sehingga keberadaannya biasa digunakan sebagai bioindikator untuk menduga kualitas perairan. Biota ini juga merupakan salah satu komunitas yang memiliki keanekaragaman yang tinggi. Kebanyakan bivalvia (kerang-kerangan) adalah filter feeder, tetapi ada beberapa yang scavenger (pemakan bangkai) atau bahkan predator (Insafitri, 2010).

Bivalvia merupakan salah satu potensi sumberdaya penting di Indonesia, karena pada kenyataannya hampir semua spesies kelas Bivalvia dapat dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan manusia meskipun hanya beberapa jenis bernilai ekonomis penting (Rochmady, 2012).

(17)

Anadara granosa sering disebut sebagai Kerang Darah karena adanya warna merah kecoklatan dari daging Anadara. Warna ini terjadi karena adanya haemoglobia dalam darah. Anadara granosa atau kerang darah adalah salah satu jenis kerang yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi dan pada umumnya sebagai sumber makanan laut di wilayah Asia Tenggara dan beberapa wilayah Pasifik.

Kerang Darah atau A. granosa adalah salah satu jenis kerang yang banyak ditangkap di perairan (Prasojo et al., 2012).

Kerang Darah (Anadara granosa) merupakan salah satu jenis kerang yang memiliki nilai ekonomis tinggi untuk dikembangkan sebagai sumber protein dan mineral untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat Indonesia. Untuk mempertahankan hidup, makhluk hidup berinteraksi dengan lingkungan dan cenderung untuk memilih kondisi lingkungan serta tipe habitat yang terbaik untuk tetap tumbuh dan berkembangbiak. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kerang yaitu musim, suhu, salinitas, substrat, makanan, dan faktor kimia lainnya yang berbeda-beda pada masing-masing daerah (Lindawaty et al., 2016).

Pertumbuhan adalah perubahan bentuk dan ukuran, baik panjang, bobot atau volume dalam waktu tertentu. Secara morfologi pertumbuhan diartikan sebagai perubahan bentuk (metamorfosis), sedangkan secara energetik pertumbuhan diartikan sebagai perubahan kandungan total energi (kalori) tubuh pada periode tertentu (Effendie, 2002).

Sebagai upaya pemanfaatan sumberdaya hayati laut yang berwawasan lingkungan akan lebih mudah dilakukan dan dikendalikan apabila mengetahui informasi-informasi mengenai sumberdaya hayati, seperti dengan mengetahui

(18)

pola pertumbuhan pada kerang. Data hubungan panjang berat pada kerang darah, sangat diperlukan untuk kepentingan pengelolaan kerang disuatu perairan. Selain itu juga dapat mengetahui kondisi fisiologis kerang dalam hubungannya dengan kualitas air. Oleh karena itu dilakukan penelitian mengenai kepadatan, hubungan panjang berat dan faktor kondisi pada Kerang Darah yang tertangkap di perairan Tanjung Tiram.

Rumusan Masalah

Perairan Tanjung Tiram yang terletak di Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batubara, merupakan kawasan perairan yang banyak dilakukan berbagai aktivitas masyarakat seperti aktivitas penangkapan ikan dan kerang, pembuangan limbah pabrik serta tempat bersandarnya kapal nelayan. Secara tidak langsung akan mempengaruhi pertumbuhan suatu biota dan kondisi keadaan kerang di suatu perairan. Sejauh ini belum ada penelitian yang menjelaskan tentang bagaimana hubungan antara panjang berat dan faktor kondisi pada Kerang Darah (Anadara granosa) yang ada di perairan Tanjung Tiram. Oleh karena itu maka diperlukan pengamatan secara langsung di lapangan untuk mengkaji hal tersebut. Adapun perumusan masalah adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana kepadatan Kerang Darah (Anadara granosa) di perairan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara Provinsi Sumatera Utara?

2. Bagaimana pola pertumbuhan dan faktor kondisi Kerang Darah (Anadara granosa) di perairan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara Provinsi Sumatera Utara?

(19)

3. Bagaimana hubungan kepadatan Kerang Darah (Anadara granosa) dengan faktor fisika kimia di perairan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara Provinsi Sumatera Utara?

Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui kepadatan Kerang Darah (Anadara granosa) di perairan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara Provinsi Sumatera Utara.

2. Mengetahui pola pertumbuhan dan faktor kondisi Kerang Darah (Anadara granosa) di perairan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara Provinsi Sumatera Utara.

3. Mengetahui hubungan kepadatan Kerang Darah dengan faktor fisika kimia di perairan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara Provinsi Sumatera Utara.

Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai informasi mengenai kepadatan, pola pertumbuhan dan faktor kondisi pada Kerang Darah (Anadara granosa) serta hubungan kepadatan Kerang Darah dengan faktor fisika kimia di perairan Tanjung Tiram Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara Provinsi Sumatera Utara, serta sebagai sumber informasi untuk rekomedasi pengelolaan di wilayah tersebut.

Kerangka Pemikiran

Sampai saat ini informasi mengenai pertumbuhan dan kepadatan Kerang Darah di Perairan Tanjung Tiram masih belum ada. Untuk itu perlu dilakukan penelitian mengenai kepadatan, pola pertumbuhan dan faktor kondisi pada Kerang Darah di Perairan Tanjung Tiram.

(20)

Pengambilan sampel hasil tangkapan di lapangan dilakukan untuk melihat kepadatan Kerang Darah dan aspek pertumbuhannya melalui analisis hubungan panjang berat dan faktor kondisi. Selanjutnya juga untuk mengetahui aspek parameter fisika kimia di Perairan Tanjung Tiram yang memiliki hubungan terhadap pertumbuhan biota yang ada disana. Selanjutnya kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Perairan Tanjung Tiram

Kerang Darah

Kepadatan Pola Pertumbuhan Parameter Fisika Kimia

Jumlah Individu Kerang Darah

-Hubungan Panjang Berat -Faktor Kondisi

Parameter Fisika Kimia -Suhu -Fosfat -Salinitas -C-organik -Kecerahan -Tekstur Substrat -Kedalaman

-pH -DO

-Nitrogen Total

Hubungan Parameter Fisika Kimia

Rekomendasi Pengelolaan

(21)

TINJAUAN PUSTAKA

Kerang-Kerangan (Bivalvia)

Bivalvia adalah Moluska yang secara tipikal mempunyai dua katup, dan kedua bagiannya lebih kurang simetris. Kerangkanya disusun oleh klasifikasi katup yang ada di sisi kanan dan kiri tubuh. Katupnya dikatupkan di sepanjang tepi dorsal yang disebut hinge, dan dihubungkan oleh stuktur kapur yang elastis yang disebut ligamen. Mereka ditutup dengan aksi menarik satu atau dua (kadang tiga) otot aduktor. Byssus atau kaki menonjol keluar dari anterior kerangkanya, dimana posterior dari kerangkanya adalah dimana ada tonjolan siphon.

Kebanyakan kerang adalah filter feeder, tetapi ada beberapa yang scavenger (pemakan bangkai) atau bahkan predator. Di dunia, ada 10.0000 spesies kerang (Insafitri, 2010).

Kerang ada yang hidup di air tawar, darat, maupun di perairan pesisir dan laut. Kekerangan hidup di perairan laut, baik di perairan pantai maupun di laut.

Kedua perairan tersebut dapat dikategorikan sebagai kekerangan laut. Selain itu adanya jenis-jenis kekerangan laut yang hidup di dasar perairan (benthic) maupun di permukaan (pelagic). Sehingga kekerangan dapat hidup juga di perairan benthic, baik hidup diperairan dangkal (littoral) maupun perairan dalam (deep zone) (Setyono, 2006).

Kerang yang hidup di daerah pasang surut air menyebabkan pencarian sumber nutrien juga dipengaruhi oleh gerakan pasang surut air. Selama air pasang, kerang secara aktif menyaring makanan yang melayang dalam air, sedangkan selama air surut kegiatan pengambilan makanan akan sangat menurun bahkan

(22)

mungkin akan terhenti sama sekali. Makanan kerang terutama terdiri atas fitoplankton dan bahan-bahan organik melayang lainnya (Dwiono, 2003).

Kerang Darah (Anadara granosa)

Kerang Darah (Anadara granosa) merupakan salah satu jenis kerang yang memiliki nilai ekonomis tinggi untuk dikembangkan sebagai sumber protein dan mineral untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat Indonesia. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan kerang yaitu musim, suhu, salinitas, substrat, makanan, dan faktor kimia lainnya yang berbeda-beda pada masing-masing daerah. Semua spesies Anadara termasuk ekonomis penting dan umumnya mendiami substrat yang lunak. Kerang darah dapat ditemukan pada substrat lumpur berpasir tetapi densitas tertinggi di daerah intertidal berbatasan dengan mangrove (Lindawaty et al., 2016).

Kerang Darah (Anadara granosa) termasuk ke dalam kelas Bivalvia yang kebanyakan hidup di laut terutama di daerah litoral, dasar perairan yang berlumpur atau berpasir. Kerang Darah (Anadara granosa) merupakan feeder (sebagai deposit feeder). Sebagai filter feeder menyaring makanannya menggunakan insang. Makanan utamanya adalah plankton, terutama fitoplankton.

Biota ini mampu mengakumulasikan logam berat sehingga dapat dimanfaatkan sebagai indikator pencemaran (Imtihan et al., 2014).

Ciri-ciri Kerang Darah adalah sebagai berikut: mempunyai 2 keping cangkang yang tebal, ellifs dan kedua sisi sama, kurang lebih 20 rib, cangkang berwarna putih ditutupi periostrakum yang berwarna kuning kecoklatan sampai coklat kehitaman. Ukuran kerang dewasa 6-9 cm. Anadara granosa disebut Kerang Darah karena kelompok kerang ini memiliki pigmen darah

(23)

merah/haemoglobin yang disebut bloody cockles, sehingga kerang ini dapat hidup pada kondisi kadar oksigen yang relatif rendah, bahkan setelah dipanen masih bisa hidup walaupun tanpa air. Oleh sebab itu tidak mengherankan jika pedagang menjual Kerang Darah dalam keadaan hidup dengan ciri cangkang tertutup rapat bila terkena sentuhan. Sedangkan Kerang Darah yang mati cangkangnya agak terbuka dan sedikit menganga yang diikuti oleh bau segar yang perlahan-lahan berganti dengan ditandai oleh bau busuk (amoniak) (Nurjanah et al., 2005).

Kerang Darah bersifat kosmopolitan dan terdapat di perairan tropis dan subtropis. Hidup di perairan pantai yang berdasar lumpur atau lumpur berpasir halus dan dipengaruhi air sungai. Kerang Darah mempunyai daya tahan tinggi terhadap perubahan kadar garam yaitu sekitar 0,5 sampai 35 permil. Aspek ekologi yang diperlukan bagi kehidupan kerang adalah substrat, salinitas, dan makanan serta hubungan dengan biota lain yang ada di sekitarnya. Daerah hidup Kerang Darah berada antara pertengahan air pasang penuh sampai air pasang terendah, serta pada teluk yang banyak hutan bakau dan banyak mengeluarkan air payau. Pertumbuhannya akan lebih baik pada substrat berlumpur lunak daripada lumpur berpasir. Lumpur yang baik bagi pertumbuhan kerang darah yaitu lunak tersusun dari 90% lumpur atau lebih, dengan diameter partikel lebih kecil atau sama dengan 0,124 mm (Lindawaty et al., 2016).

Klasifikasi Kerang Darah (Anadara granosa) menurut Barnes (1989) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Filum : Mollusca Kelas : Bivalvia

(24)

Ordo : Arcoida Famili : Archidae Genus : Anadara

Species : Anadara granosa

Nama Lokal : Kerang darah atau Kerang dagu

Gambar 2. Kerang Darah (Anadara granosa)

Hubungan Panjang Berat

Pertumbuhan merupakan pertambahan ukuran panjang atau berat dalam suatu waktu. Pertumbuhan dapat diartikan pula sebagai pertambahan jaringan akibat pembelahan sel secara mitosis. Pola pertumbuhan kerang terdiri dari pertumbuhan allometrik positif, artinya pertambahan berat lebih dominan daripada pertambahan panjang. Allometrik negatif, pertambahan panjang lebih dominan daripada pertambahan berat. Pengukuran panjang-berat dapat memberikan informasi komposisi stok untuk menduga ketersediaan ukuran organisme kerang dalam lingkungan perairan tempat hidupnya, mortalitas, pertumbuhan, reproduksi, dan siklus hidup sehingga dapat memberikan informasi mengenai selang ukuran organisme kerang yang layak ditangkap (Abida et al., 2014).

(25)

Hubungan panjang-bobot adalah model matematika yang menggambarkan pertumbuhan biota dan digunakan dalam pendugaan stok. Parameter panjang- bobot (a dan b) bermanfaat dalam ilmu perikanan khususnya untuk memperkirakan bobot individu, menghitung faktor kondisi serta membandingkan kondisi lingkungan dan habitat yang berbeda (Gustiarisanie et al., 2016).

Hubungan panjang dengan berat hampir mengikuti hukum kubik yaitu bahwa berat sebagai pangkat tiga dari panjangnya. Hubungan yang terdapat pada kerang sebenarnya tidak demikian karena bentuk dan panjang yang berbeda-beda.

Dengan melakukan analisa hubungan panjang berat tersebut maka pola pertumbuhan ikan dapat diketahui. Selanjutnya dapat diketahui bentuk tubuh biota tersebut gemuk atau kurus (Mahendratama, 2011).

Nilai b dari hasil analisa hubungan panjang bobot menggambarkan adanya keseimbangan pertumbuhan panjang dan bobot tubuh. Apabila nilai b sama dengan 3 maka pertumbuhannya isometrik yaitu pertumbuhan yang bentuk tubuh dan berat jenisnya tidak berubah selama proses pertumbuhannya atau pertumbuhannya ideal karena mempertahankan bentuk yang sama. Jika nilai b tidak sama dengan tiga maka pertumbuhannya allometrik. Jika nilai b<3 menunjukkan keadaan biota yang kurus dimana pertambahan panjangnya lebih cepat dari pertambahan beratnya dan jika nilai b>3 maka menunjukkan gemuk dimana pertambahan berat lebih cepat dari pertambahan panjangnya (Suruwaky dan Gunaisah, 2013).

Hubungan panjang dan berat kerang merupakan faktor yang sangat penting di dalam sebuah penelitian karena hubungan panjang dan berat digunakan

(26)

untuk mengetahui pola pertumbuhan kerang yang terdiri dari pertumbuhan allometrik positif dan allometrik negatif (Haryatik et al., 2013).

Faktor Kondisi

Faktor kondisi merupakan salah satu derivat dari pertumbuhan yang sering disebut pula sebagai Faktor K. Faktor kondisi ini menunjukkan keadaan baik dari segi kapasitas fisik untuk survival dan reproduksi. Apabila dalam suatu perairan terjadi perubahan mendadak dari kondisi itu, situasi demikian itu memungkinkan untuk dapat diselidiki. Apabila kondisinya kurang baik mungkin populasinya terlalu padat dan sebaliknya apabila kondisinya baik dan sumber makanan cukup melimpah maka ada kecenderungan biota yang mendiami habitat tersebut gemuk/montok. Untuk keperluan analisis tersebut dilakukan uji faktor kondisi (Effendie, 2002).

Faktor kondisi adalah suatu angka yang menunjukkan kegemukan. Dari sudut pandang nutrisional, faktor kondisi merupakan akumulasi lemak dan perkembangan gonad. Faktor kondisi secara tidak langsung menunjukkan kondisi fisiologis yang menerima pengaruh dari faktor intrinsik (perkembangan gonad dan cadangan lemak) dan faktor ekstrinsik (ketersediaan sumberdaya makanan dan tekanan lingkungan) (Rahardjo dan Simanjuntak, 2008).

Faktor kondisi dihitung untuk menilai kesehatan biota secara umum, produktivitas dan kondisi fisiologi dari populasi. Faktor kondisi ini mencerminkan karakteristik morfologi tubuh, kandungan lipid dan tingkat pertumbuhan. Biota dengan faktor kondisi yang lebih tinggi diharapkan akan memiliki fekunditas lebih tinggi daripada biota dengan faktor kondisi lebih rendah (Mulfizar et al., 2012)

(27)

Faktor kondisi menunjukkan kondisi kesehatan biota yang dilihat dari kemampuan fisik dalam mempertahankan kelangsung hidup dan reproduksi.

Faktor kondisi digunakan untuk menilai kondisi biologis, produktifitas dan kondisi fisiologis dari populasi. Faktor nutrisi, suhu dan tekanan fisiologis berperan penting dalam meningkatkan pertumbuhan. Bertambah ukuran, kemampuan renang dalam mencari sumber pakan lebih luas dan kemampuan menghindar serangan pemangsa dilingkungan lebih baik (Harteman, 2015).

Parameter Fisika Kimia Perairan Suhu

Suhu mempunyai pengaruh yang besar terhadap ekosistem pesisir. Suhu merupakan faktor pembatas bagi beberapa fungsi fisiologi hewan air seperti migrasi, pemijahan, efesiensi makanan, kecepatan renang, perkembangan embrio, dan kecepatan metabolisme. Suhu di suatu badan air dipengaruhi oleh musim, lintang (latitude) ketinggian dari permukaan laut (altitude), sirkulasi udara, dan aliran serta kedalaman badan air. Peningkatan suhu perairan sebesar 10oC menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen oleh organisme akuatik sekitar 2 – 3 kali lipat (Marbun, 2017).

Kisaran suhu lingkungan perairan lebih sempit dibandingkan dengan lingkungan daratan, karena itulah maka kisaran toleransi organisme akuatik terhadap suhu juga relatif sempit dibandingkan dengan organisme daratan Berubahnya suhu badan air besar pengaruhnya terhadap komunitas akuatik.

Naiknya suhu perairan dari yang biasa, karena pembuangan sisa pabrik, misalnya dapat menyebabkan organisme akuatik terganggu, sehingga dapat mengakibatkan komunitasnya berubah (Suin, 2002).

(28)

Salinitas

Salinitas merupakan ciri khas perairan pantai atau laut yang membedakannya dengan air tawar. Berdasarkan perbedaan salinitas, dikenal biota yang bersifat stenohaline dan euryhaline. Biota yang mampu hidup pada kisaran yang sempit disebut sebagai biota bersifat stenohaline dan sebaliknya biota yang mampu hidup pada kisaran luas disebut sebagai biota euryhaline. Keadaan salinitas akan mempengaruhi penyebaran organisme, baik secara vertikal maupun horizontal. pengaruh salinitas secara tidak langsung mengakibatkan adanya perubahan komposisi dalam suatu ekosistem (Rasyid, 2010).

Salinitas adalah jumlah gram garam terlarut dalam satu kilogram air laut dan dinyatakan dalam satuan perseribu. Selanjutnya dinyatakan dalam air laut terlarut bermacam-macam gram terutama natrium clorida. Selain itu terdapat pula garam-garam magnesium, kalsium, kalium, dan sebagainya. Sebaran salinitas di laut di pengaruhi oleh beberapa faktor antara lain pola sirkulasi, penguapan, curah hujan dan aliran sungai (Asmara, 2005).

Salinitas dinyatakan dalam satuan g/kg atau promil (o/oo). Nilai salinitas perairan tawar biasanya kurang dari 0,5o/oo, perairan payau antara 0,5o/oo – 30o/oo

dan perairan laut 30o/oo - 40o/oo. Pada perairan hiperline, nilai salinitas dapat mencapai kisaran 40 o/oo - 80 o/oo. Pada perairan pesisir nilai salinitas sangat dipengaruhi oleh masukan air tawar dari sungai (Effendi, 2003).

Kecerahan

Kecerahan air tergantung pada warna dan kekeruhan. Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan yang ditentukan secara visual dengan menggunakan secchi disc. Cara kerja secchi disc adalah pertama secchi disc

(29)

diturunkan ke dalam perairan hingga batas tidak terlihat dan dicatat tinggi permukaan air pada tambang secchi disc (A). Kemudian secchi disc diangkat perlahan hingga kelihatan dan dicatat kembali tinggi permukaan air pada tambang secchi disc (B) dan dilakukan perhitungan dengan rumus (A+B)/2 (Sayekti et al., 2015).

Kecerahan sangat berhubungan erat dengan produktivitas primer, karena merupakan faktor penting terhadap laju fotosintesis dimana nilai kecerahan diidentikkan dengan kedalaman sebagaimana berlangsungnya proses fotosintesis.

Selanjutnya dikatakan bahwa < 3 m adalah tipe perairan yang subur (eutropik), antara 3-6 m kesuburan sedang (mesotrofik) dan > 6 m digolongkan pada tipe perairan kurang subur (oligotrofik) (Rahman et al., 2016).

Kedalaman

Kedalaman menentukan seberapa dalam cahaya matahari yang dapat menembus lapisan air. Cahaya matahari di dalam suatu perairan sangat penting dalam membantu proses fotosintesis yang dilakukan oleh fitoplankton, dan melalui proses fotosintesis dapat meningkatkan kandungan oksigen terlarut di dalam perairan tersebut (Zulfia dan Aisyah, 2013).

Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman (pH) dalam suatu perairan merupakan salah satu parameter kimia yang penting dalam memantau kestabilan perairan. Perubahan nilai pH suatu perairan terhadap organisme aquatik mempunyai batasan tertentu dengan nilai pH yang bervariasi (Simanjuntak, 2012).

Faktor abiotik yang diukur pada penelitian ini meliputi suhu, pH, salinitas, pasang surut dan substrat (fraksi tanah). Tinggi rendah pH ini merupakan faktor

(30)

yang penting untuk mengontrol aktifitas dan distribusi organisme yang hidup di dalam perairan. Nilai pH yang optimum juga karena adanya pengaruh air laut yang secara berkala masuk ke hutan mangrove pada saat pasang (Siwi et al., 2017).

Air laut mempunyai kemampuan menyangga yang sangat besar untuk mencegah perubahan pH. Perubahan pH sedikit saja dari pH alami akan memberikan petunjuk terganggunya sistem penyangga. Hal ini dapat menimbulkan perubahan dan ketidakseimbangan kadar CO2 yang dapat membahayakan kehidupan biota laut. pH air laut permukaan di Indonesia umumnya bervariasi dari 6,0-8,5 (Riyadi et al., 2005).

Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen/DO)

DO (Dissolved Oxygen) menunjukkan banyaknya oksigen terlarut yang terdapat di dalam air yang dinyatakan dalam ppm. Kadar oksigen terlarut juga berfluktuasi secara harian (diurnal) dan musiman, tergantung pada percampuran (mixing) dan pergerakan (turbulence) massa air, aktivitas fotosintesis, respirasi, dan limbah (effluent) yang masuk ke dalam badan air. Penurunan oksigen terlarut dalam air dapat disebabkan karena suhu yang tinggi, proses respirasi, masukan bahan organik, proses dekomposisi, serta tingginya salinitas. Perubahan kandungan oksigen sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup bagi biota air. Semakin tinggi kadar oksigen di perairan maka semakin banyak organisme yang bisa bertahan hidup (Marbun, 2017).

Jika kadar organik tanah atau substrat berkisar antara 7-17% maka tergolong sedang. Tinggi rendahnya kadar organik dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kedalaman tanah, iklim, tekstur tanah dan drainase. Tingginya kadar

(31)

organik pada substrat dikarenakan vegetasi mangrovenya yang masih alami dan rapat didukung pula dengan tekstur sedimen yang berupa lumpur (Febrita et al., 2015).

Kondisi Oksigen Terlarut yang layak untuk kehidupan organisme aquatik adalah > 5 mg/L. Sedangkan, kisaran oksigen terlarut diperairan laut antara 7 – 11 mg/L dengan sumber oksigen terlarut diperairan berasal dari difusi oksigen yang berada di atmosfer serta aktifitas fotosintesis oleh tumbuhan air dan fitoplankton (Febrian et al., 2016).

Substrat

Substrat dasar merupakan salah satu faktor ekologis utama yang mempengaruhi struktur komunitas makrozoobenthos. Penyebaran makrozoobenthos dapat dengan jelas berkorelasi dengan tipe substrat.

Makrozoobenthos yang mempunyai sifat penggali pemakan deposit cenderung melimpah pada sedimen lumpur dan sedimen lunak yang merupakan daerah yang mengandung bahan organik yang tinggi. Substrat dasar atau tekstur tanah merupakan komponen yang sangat penting bagi kehidupan organisme. Substrat di dasar perairan akan menentukan kelimpahan dan komposisi jenis dari hewan bentos (Susiana, 2011).

Substrat dibedakan atas beberapa kelompok besar yaitu jenis substrat pasir, kerikil, dan lumpur. Pada sedimen yang halus kandungan bahan organik yang tersedia dalam jumlah yang lebih banyak dibanding dengan kondisi substrat yang kasar. Bahan organik pada substrat dimanfaatkan sebagai bahan makanan melalui penyaringan (filter feeder) (Febrian et al., 2016).

(32)

Tekstur tanah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi penyebaran gastropoda dan bivalvia karena berkaitan dengan ketersediaan nutrien dalam sedimen. Substrat pada stasiun yang berupa lumpur, dimana substrat berlumpur ini merupakan habitat yang paling disukai oleh gastropoda dan Bivalvia karena teksturnya halus dan memiliki kadar nutrien yang lebih besar daripada substrat yang bertekstur kasar. Hal ini dikarenakan zat organik lebih mudah mengendap di partikel yang halus sehingga daerah tersebut kaya akan nitrien dan ini sangat baik bagi kehidupan gastropoda dan bivalvia (Febrita et al., 2015).

Nitrat

Nitrat (NO3) adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan algae. Nitrat nitrogen sangat mudah terlarut dalam air dan bersifat stabil. Senyawa ini dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan. Nitrifikasi yang merupakan proses oksidasi amonia menjadi nitrit dan nitrat dengan bantuan mikroorganisme adalah proses yang penting dalam siklus nitrogen (Effendi, 2003).

Salah satu fungsi dari ekosistem laut yaitu sebagai perangkap zat hara seperti nitrat, fosfat, dan bahan organik yang berasal dari perairan disekitarnya.

Nitrat di perairan merupakan makro nutrien yang mengontrol produktivitas primer di daerah eufotik. Kadar nitrat di perairan sangat dipengaruhi oleh asupan nitrat dari badan sungai. Sumber utama nitrat berasal dari buangan rumah tangga dan pertanian termasuk kotoran hewan dan manusia. Nitrit di perairan biasanya ditemukan dalam jumlah sedikit karena bersifat tidak stabil. Senyawa nitrit yang

(33)

terdapat di perairan merupakan hasil reduksi senyawa nitrat atau oksidasi amonia oleh mikroorganisme (Makmur et al., 2012).

Fosfat

Fosfat merupakan unsur yang terdapat dalam perairan alami dalam jumlah yang sangat sedikit dan berperan sebagai senyawa mineral dan senyawa organik, bila jumlahnya meningkat itu akan berbahaya bagi biota aquatik yang hidup dalam perairan tersebut. Memang secara alami lingkungan perairan memiliki kadar phospat 10 % dan 90 % sisanya bersumber dari aktifitas manusia seperti, buangan limbah industri, domestik, dan kegiatan lainnya. Bila kadar phospat di dalam perairan tinggi akan menyebabkan masalah eutrofikasi yaitu ketersediaan nutrient yang berlebihan (Dewi, 2003).

Fosfat, nitrat dan oksigen terlarut merupakan tiga unsur senyawa kimia yang sangat penting untuk mendukung kehidupan organisme dalam suatu perairan. Fosfat dan nitrat dibutuhkan untuk mendukung organisme dalam pertumbuhan dan perkembangan hidupnya, sedangkan oksigen terlarut digunakan oleh organisme perairan dalam proses respirasi. Secara alami ketiga senyawa kimia ini terdapat dalam air laut pada kadar yang sesuai. Perubahan kadar yang terjadi tentu akan mempengaruhi kehidupan organisme yang hidup dalam perairan (Patty, 2015).

(34)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Juni sampai Juli 2019 di Perairan Tanjung Tiram Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara Provinsi Sumatera Utara. Identifikasi pengukuran kerang darah dilakukan di Laboratorium Lingkungan Perairan Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Pengukuran parameter fisika dan kimia perairan dilakukan langsung di lapangan dan analisis tekstur substrat, c-organik, nitrogen total dan fosfat di lakukan di Laboratorium Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS) Medan, Sumatera Utara.

Gambar 3. Peta Lokasi Penelitian

Alat dan Bahan Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah garuk kerang, Global Position System (GPS), cool box, termometer, pH meter, DO meter, refraktometer, secchi disk, kantong plastik sampel, tali rafia, karet, meteran, timbangan analitik, jangka sorong, botol sampel, kamera digital, alat tulis, kertas milimeter, software PCA dan Microsoft Excel.

(35)

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel kerang darah, alkohol 70%, aquadest, kertas label, sampel air dan sampel substrat.

Prosedur Penelitian

Penentuan Lokasi Penelitian

Penentuan titik sampling menggunakan metode purposive sampling yang didasarkan pada keterwakilan karakteristik yang berbeda di lokasi penelitian (Jumanto et al., 2013) yang dibagi menjadi 3 (tiga) stasiun penelitian.

Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali dengan selang waktu dua minggu sekali. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan alat tangkap garuk kerang. Stasiun pertama terletak di daerah perairan laut yang merupakan lokasi penangkapan bivalvia, stasiun kedua merupakan perairan laut, dimana daerah tersebut terletak di dekat Pantai Bunga yang di pengaruhi oleh kegiatan wisata dan daerah tersebut juga termasuk dalam lokasi penangkapan bivalvia dan stasiun ketiga terletak di daerah perairan laut lepas atau terletak di dekat Selat Malaka.

Deskripsi Setiap Stasiun Pengamatan Pengamatan Stasiun I

Stasiun I merupakan perairan laut yang merupakan lokasi penangkapan bivalvia. Stasiun ini berjarak ± 1 km dari stasiun II. Stasiun ini terletak pada titik koordinat 3o13’41,60” LU dan 99o37’9,10” BT (Gambar 4).

(36)

Gambar 4. Lokasi Stasiun I Stasiun II

Stasiun ini merupakan perairan laut yang berjarak ± 1 km dari stasiun I.

Stasiun ini terletak pada titik koordinat 3o14’33,90” LU dan 99o33’40,30” BT.

Pada stasiun ini merupakan daerah yang terletak di dekat Pantai Bunga yang di pengaruhi oleh kegiatan wisata dan daerah tersebut juga termasuk dalam lokasi penangkapan bivalvia (Gambar 5).

Gambar 5. Lokasi Stasiun II Stasiun III

Stasiun ini merupakan perairan laut yang berjarak ± 1 km dari stasiun II.

Stasiun ini terletak pada titik koordinat 3o15’2,60” LU dan 99o34’58,20” BT.

(37)

Lokasi ini merupakan perairan laut lepas atau terletak di dekat Selat Malaka (Gambar 6).

Gambar 6. Lokasi Stasiun III Pengambilan Sampel Kerang Darah (Anadara granosa)

Sampel Kerang Darah diambil menggunakan alat penangkap kerang (garuk kerang) dengan ukuran lebar bukaan garuk yaitu 70 cm. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak tiga kali dengan selang waktu dua minggu sekali.

Pengambilan sampel Kerang Darah pada setiap stasiun lokasi dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali pengulangan. Garuk kerang dimasukkan ke dalam dasar perairan, lalu ditarik sepanjang lima meter. Garuk kerang yang telah berisi Kerang Darah diangkat ke atas perairan kemudian diayak agar sampel Kerang Darah terpisah dari substrat perairan. Garuk kerang kemudian diletakkan di atas kapal lalu dibersihkan dan disortir dari sampah lalu sampel kerang darah dimasukkan ke dalam kantong plastik berisi alkohol 70% sebagai pengawet dan diberi label penanda. Kemudian panjang cangkang diukur dimulai dari ujung anterior ke ujung posterior cangkang. Sedangkan pengukuran terhadap berat tubuh dilakukan dengan cara penimbangan menggunakan timbangan analitik terhadap bobot tubuh kerang darah.

(38)

Pengukuran Parameter Fisika Kimia Perairan

Pengukuran parameter fisika dan kimia perairan dilakukan secara bersamaan dengan pengambilan sampel kerang. Alat dan metode pengukuran terhadap paramater fisika dan kimia perairan dilakukan pada saat pengambilan contoh sampel selama penelitian seperti tersaji pada Tabel 1.

Tabel 1. Satuan, alat dan metode pengukuran parameter fisika kimia perairan Parameter Satuan Metode Analisis/Alat Lokasi Fisika

Suhu ºC Termometer In situ

Salinitas Ppt Refraktometer In situ

Kecerahan m Secchi disk In situ

Kedalaman M Papan berskala In situ

Tekstur Substrat % Hydrometri Ex situ

Kimia

pH - pH meter In situ

Oksigen Terlarut (DO) mg/l DO meter In situ

Nitrogen Total mg/l Titrimetri Ex situ

Fosfat mg/l Spektrofotometri Ex situ

C-Organik % Spektrofotometri Ex situ

Analisis Data

Kepadatan Kerang Darah

Kepadatan jenis (Ki) didefinisikan sebagai jumlah individu per satuan luas (m2). Data yang dianalisis untuk menentukan kepadatan kerang darah digunakan formula menurut Hasan et al (2014) sebagai berikut:

Keterangan:

Ki = Kepadatan jenis (ind/m2) ni = Jumlah total individu jenis A = Luas area pengamatan (m2)

(39)

Hubungan Panjang Berat

Secara umum, hubungan panjang berat hampir mengikuti hukum kubik, yaitu bahwa berat kerang sebagai pangkat tiga dari panjangnya. Tetapi hubungan yang terdapat pada setiap jenis kerang sebenarnya berbeda-beda karena bentuk panjang kerang yang berbeda. Menurut Effendie (2002) untuk menentukan hubungan panjang berat dapat digunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

W = Berat tubuh (gram) L = Panjang tubuh (mm) a dan b = Konstanta

Hubungan parameter panjang total dengan berat dapat dilihat dari nilai b yang dihasilkan. Nilai b sebagai penduga kedekatan hubungan kedua parameter yaitu:

Nilai b = 3, menunjukkan pola pertumbuhan isometrik yang berarti bahwa pertambahan panjang seimbang dengan pertambahan berat.

Nilai b ≠ 3, menunjukkan pola pertumbuhan allometrik yang berarti bahwa pertambahan panjang tidak seimbang dengan pertambahan berat.

Jika b > 3, maka allometrik positif (pertumbuhan berat lebih dominan).

Jika b < 3, maka allometrik negatif (pertumbuhan panjang lebih dominan).

Untuk menguatkan pengujian dalam menentukan keeratan hubungan kedua parameter (nilai b) dilakukan uji t dengan rumus sebagai berikut (Walpole, 1992):

W = aLb

(40)

Keterangan:

Sb1 = Simpangan koefisien b1 b0 = Intercept

b1 = Slope (hubungan panjang berat), sehingga diperoleh hipotesis:

H0 : b = 3 (isometrik) H1 : b ≠ 3 (allometrik)

Kemudian nilai thitung dibandingkan dengan ttabel sehingga keputusan yang dapat diambil adalah sebagai berikut:

thitung > ttabel, maka tolak H0 thitung < ttabel, maka terima H0

Keeratan hubungan panjang berat ditunjukkan oleh koefisien korelasi (r) yang diperoleh dari rumus √R². Nilai mendekati 1 (r>0,7) menggambarkan hubungan yang erat antara keduanya dan nilai menjauhi 1 (r<0,7) menggambarkan hubungan yang tidak erat antara keduanya (Walpole, 1992).

Faktor Kondisi

Faktor kondisi dapat dihitung berdasarkan panjang dan berat. Jika pertumbuhan bersifat isometrik, maka faktor kondisi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut (Effendie, 2002):

Jika pertumbuhan bersifat allometrik maka dapat digunakan rumus:

(41)

Keterangan:

K = Faktor kondisi W = Berat biota (gram) L = Panjang biota (mm) a dan b = Konstanta

Ketentuan Faktor Kondisi (Suwarni, 2009)

FK 0 - <1 : biota tergolong yang bentuk badan yang pipih atau tidak gemuk.

FK 1 – 3 : biota tergolong yang bentuk badan kurang pipih

Analisis Komponen Utama (Participal Component Analysis)

Metode PCA adalah teknik yang digunakan untuk mengetahui hubungan dalam satu variabel atau lebih dalam kumpulan kumpulan variabel. Prosedur PCA pada dasarnya untuk menyederhanakan variabel yang diamati dengan cara menyusutkan (mereduksi) dimensinya. Hal ini dilakukan dengan cara menghilangkan korelasi diantara variabel bebas melalui transformasi variabel bebas ke variabel baru yang tidak berkorelasi sama sekali atau yang biasa disebut dengan principal component. Setelah beberapa komponen hasil PCA yang bebas multikolinearitas diperoleh, maka komponen-komponen tersebut menjadi variabel bebas baru yang akan diregresikan atau dianalisa pengaruhnya terhadap variabel tak bebas (Y). Keuntungan menggunakan principal component analysis (PCA) yaitu dapat menghilangkan korelasi secara bersih (korelasi = 0) sehingga masalah multilinearitas dapat teratasi secara bersih, dapat digunakan untuk segala kondisi penelitian, dapat dipergunakan tanpa mengurangi jumlah variabel asal dan memiliki kesimpulan yang lebih akurat dibanding metode lain (Soemartini, 2008).

Interprestasi lingkaran korelasi antar variabel dapat dilihat dari

(42)

pembentukan sudut yang terbentuk antar bentukan variabel. Posisi 1800 terlihat pada gambar terbentuk antara variabel CE dan LI, juga antara variabel AR dan DE, PA, juga variabel DE dan LI. Korelasi pembentukan sudut 900 terlihat pada variabel AR dan CE, juga variabel PA dan LI. Hal tersebut dapat dideskripsikan bahwa variabel yang dapat membentuk sudut 1800 menggambarkan hubungan korelasi negatif kecil, kemudian variabel-variabel yang membentuk sudut 900, menunjukkan tidak adanya korelasi antar variabel-variabel tersebut dan variabel yang berhimpitan (00) menunjukkan bahwa variabel tersebut berkorelasi positif (Bengen, 2000).

Gambar 7. Simulasi Hasil Analisis PCA dalam Bentuk Lingkaran Korelasi

(43)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Kepadatan Kerang Darah

Jumlah individu Kerang Darah yang didapatkan selama penelitian sebanyak 961 individu. Jumlah Kerang Darah yang paling tinggi didapatkan pada stasiun II yaitu sebanyak 389 inidividu dengan nilai kepadatan (Ki) sebesar 111,142 ind/m², diikuti dengan stasiun I yaitu sebanyak 311 individu dengan luas area pengamatan kepadatan (Ki) sebesar 88,857 ind/m² dan yang paling sedikit didapatkan pada stasiun III yaitu sebanyak 261 individu dengan nilai kepadatan (Ki) sebesar 74,571 ind/m². Kepadatan Kerang Darah pada setiap stasiun penelitian dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Kepadatan (Ki) Kerang Darah di Setiap Stasiun

Hubungan Panjang Berat Kerang Darah

Perhitungan hubungan panjang berat dilakukan untuk mengetahui pola pertumbuhan Kerang Darah. Stasiun I sebanyak 311 individu dengan ukuran panjang cangkang berkisar antara 1,9 cm – 4 cm dan berat berkisar antara 2,5 gr - 11,5 gr, stasiun II sebanyak 389 individu dengan ukuran panjang cangkang

(44)

berkisar antara 2 cm – 3,6 cm dan berat berkisar antara 2,82 gr – 16,88 gr dan stasiun III sebanyak 261 individu dengan ukuran panjang cangkang berkisar antara 1,8 cm – 3,5 cm dan berat berkisar antara 2,3 gr – 15,1 gr (dapat dilihat pada Lampiran 5).

Pada stasiun I Kerang Darah berjumlah 311 individu menghasilkan regresi W = 0,777L2,180 dengan koefisien determinasi (R2) sebesar 0,669 dan korelasi (r) sebesar 0,818 dimana hubungan panjang berat Kerang Darah memiliki korelasi yang sangat kuat karena nilai korelasi (r) mendekati 1 (satu). Kerang Darah pada stasiun I memiliki pola pertumbuhan allometrik negatif (b < 3) yaitu pertumbuhan panjang lebih dominan daripada pertumbuhan beratnya. Kurva hubungan panjang berat Kerang Darah pada stasiun I dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Hubungan Panjang Berat Kerang Darah pada Stasiun I

Pada stasiun II Kerang Darah berjumlah 389 individu menghasilkan regresi W = 0,447L2,799 dengan koefisien determinasi (R2) sebesar 0,798 dan korelasi (r) sebesar 0,893 dimana hubungan panjang berat Kerang Darah memiliki korelasi yang sangat kuat karena nilai korelasi (r) mendekati 1 (satu). Kerang Darah pada stasiun I memiliki pola pertumbuhan allometrik negatif (b < 3) yaitu pertumbuhan panjang lebih dominan daripada pertumbuhan beratnya. Kurva

(45)

hubungan panjang berat Kerang Darah pada stasiun II dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Hubungan Panjang Berat Kerang Darah pada Stasiun II

Pada stasiun III Kerang Darah berjumlah 261 individu menghasilkan regresi W = 0,670L2,439 dengan koefisien determinasi (R2) sebesar 0,678 dan korelasi (r) sebesar 0,823 dimana hubungan panjang berat Kerang Darah memiliki korelasi yang sangat kuat karena nilai korelasi (r) mendekati 1 (satu). Kerang Darah pada stasiun III memiliki pola pertumbuhan allometrik negatif (b < 3) yaitu pertumbuhan panjang lebih dominan daripada pertumbuhan beratnya. Kurva hubungan panjang berat Kerang Darah pada stasiun III dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Hubungan Panjang Berat Kerang Darah pada Stasiun III

(46)

Hasil dari perhitungan panjang berat Kerang Darah pada setiap stasiun penelitian didapatkan nilai konstanta b pada setiap stasiun. Nilai hubungan panjang berat adalah sebagai berikut yang tersaji dalam Tabel 2.

Tabel 2. Data Hubungan Panjang Berat Kerang Darah pada Stasiun Penelitian

No Stasiun B Pola Pertumbuhan

1 I 2,180 Allometrik Negatif (-)

2 II 2,799 Allometrik Negatif (-)

3 III 2,439 Allometrik Negatif (-)

Berdasarkan data pada tabel 2, maka pola pertumbuhan Kerang Darah pada setiap stasiun penelitian memiliki nilai konstanta b di stasiun I yaitu 2,180, stasiun II yaitu 2,799 dan stasiun III yaitu 2,439 yang menunjukkan bahwa pola pertumbuhan bersifat allometrik negatif (-) artinya pertumbuhan panjang lebih dominan dibandingkan berat.

Faktor Kondisi Kerang Darah

Hasil perhitungan faktor kondisi Kerang Darah pada pengambilan sampel yang dilaksanakan di bulan Juni 2019 – Juli 2019 dimana pada stasiun I memiliki nilai faktor kondisi berkisar antara 0,72 – 1,47 dengan nilai faktor kondisi rata- rata 1,0120. Pada stasiun II memiliki nilai faktor kondisi berkisar antara 0,71 – 2,21 dengan nilai faktor kondisi rata-rata 1,0123. Pada stasiun III memiliki nilai faktor kondisi berkisar antara 0,70 – 2,11 dengan nilai faktor kondisi rata-rata 1,0170. Grafik faktor kondisi tiap stasiun dapat dilihat pada Gambar 12-14.

(47)

Gambar 12. Faktor Kondisi Kerang Darah Stasiun I

Gambar 13. Faktor Kondisi Kerang Darah Stasiun II

Gambar 14. Faktor Kondisi Kerang Darah Stasiun III

(48)

Parameter Fisika Kimia Perairan

Kondisi parameter perairan merupakan faktor pendukung yang dapat mempengaruhi keberadaan Kerang Darah di Perairan Tanjung Tiram Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara. Untuk parameter suhu, salinitas, kecerahan, kedalaman, pH dan DO diukur secara insitu. Sedangkan parameter nitrogen total, fosfat, tekstur substrat dan c-organik diukur secara exsitu. Hasil pengukuran kualitas air di Perairan Tanjung Tiram Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara berdasarkan KEPMEN LH No. 51 Tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut untuk biota laut saat pengamatan pada bulan Juni 2019 – Juli 2019. Nilai parameter fisika kimia perairan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Parameter Fisika Kimia Perairan yang didapatkan Selama Penelitian Parameter Satuan Baku

Mutu

Stasiun Pengamatan

I II III

Fisika

Suhu oC 28-32 29,5 28,7 30

Salinitas Ppt s/d 34 30 31 31

Kecerahan meter - 1,1 1,2 0,9

Kedalaman meter - 2,1 2,3 1,6

Kimia

pH - 7-8,5 7,1 7,4 7,6

DO mg/l >5 5,6 6 5,2

Nitrogen Total mg/l 0,008 1,44 3,24 1,44

Fosfat mg/l 0,015 0,29 0,32 0,18

Sumber: KEPMEN LH No. 51 Tahun 2004

Dari hasil penelitian yang diperoleh bahwa hasil tekstur substrat dan c-organik yang didapat pada perairan Tanjung Tiram Kecamatan Tanjung Tiram Kabupaten Batu Bara yaitu pasir berlempung. Hasil analisis substrat dapat dilihat pada Tabel 4.

(49)

Tabel 4. Analisis Substrat Dasar

Stasiun C-Organik (%) Tekstur Substrat USDA

Pasir (%) Debu (%) Liat (%)

I 0,60 80 15 5 Pasir Berlempung

II 0,46 80 17 3 Pasir Berlempung

III 0,39 84 11 5 Pasir Berlempung

Analisis Komponen Utama (Principal Component Analysis)

Pengukuran indikator fisika dan kimia perairan yang telah dilakukan dihubungkan menggunakan (Principal Component Analysis) dengan kepadatan Kerang Darah. Hasil analisis interprestasi lingkaran korelasi antar variabel dapat dilihat dari pembentukan sudut yang terbentuk antar bentukan variabel seperti terlihat pada Gambar 15. Hasil analisis korelasi PCA yang menunjukkan hubungan DO, kecerahan, kedalaman, c-organik, nitrogen total dan fosfat terhadap kepadatan Kerang Darah tergolong yang berkorelasi positif dengan membentuk sudut <90o sehingga parameter tersebut sangat berpengaruh terhadap kepadatan Kerang Darah. Sedangkan hasil analisis korelasi PCA yang menunjukkan hubungan suhu, salinitas dan pH terhadap kepadatan Kerang Darah tergolong yang berkorelasi negatif dengan membentuk sudut >90o yang artinya tidak terlalu berpengaruh terhadap kepadatan Kerang Darah. Grafik hasil analisis komponen utama (PCA) dapat dilihat pada Gambar 15.

(50)

Gambar 15. Grafik Analisis Komponen Utama (PCA)

Pembahasan

Kepadatan Kerang Darah

Hasil yang didapatkan bahwa kepadatan Kerang Darah paling tinggi pada stasiun II sebesar 111,142 ind/m2. Kepadatan Kerang Darah yang tinggi disebabkan karena suatu organisme sangat erat kaitannya dengan faktor pendukung dan faktor pembatas dari organisme tersebut. Faktor pendukung meliputi luas kawasan dan ketersediaan makanan, sedangkan faktor pembatas yaitu jenis substrat yang merupakan faktor yang sangat penting sebagai tempat tinggal, salinitas, pH, arus dan gelombang. Hal ini karena Kerang Darah merupakan bentos yang hidup dengan cara membenamkan diri di dalam lumpur.

Hal ini sesuai dengan Abdurrahman et al (2017) yang menyatakan bahwa Kerang darah (A.granosa) merupakan benthos yang hidup dengan cara membenamkan diri di dalam lumpur. Kepadatan suatu organisme pada ekosistem sangat erat kaitannya dengan faktor pendukung dan faktor pembatas dari organisme tersebut.

(51)

Faktor pendukung meliputi ketersediaan makanan dan luas kawasan untuk menampung suatu organisme. Sedangkan faktor pembatas meliputi kondisi ekologis seperti curah hujan, salinitas, pH, jenis substrat, arus dan gelombang.

Substrat merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam kehidupan makrozobentos yaitu sebagai habitat atau tempat tinggal.

Hasil dari penelitian ini di dapat bahwa kepadatan Kerang Darah pada setiap stasiun yaitu stasiun I sebesar 88,857 ind/m2, stasiun II sebesar 111,142 ind/m2 dan stasiun III sebesar 74,571 ind/m2. Nilai kepadatan tertinggi terdapat pada stasiun I dan II. Hal ini dikarenakan kandungan bahan organik lebih tinggi pada stasiun I dan II daripada stasiun lainnya, sehingga menyebabkan kepadatan Kerang Darah pada stasiun I dan II tertinggi. Hal ini sesuai dengan Cole (1983) yang menyatakan bahwa bahan organik yang terlarut dalam perairan merupakan sumber nutrisi utama bagi hewan benthos, sehingga minim atau maksimumnya bahan organik dalam suatu perairan merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan kehadiran hewan benthos, diantaranya adalah dari kelompok bivalvia (Anadara granosa).

Hubungan Panjang Berat Kerang Darah

Hasil analisis panjang dan berat Kerang Darah yang didapatkan yaitu pada stasiun I nilai b=2,180, pada stasiun II nilai b=2,799 dan pada stasiun III nilai b=2,439. Dari hasil tersebut terlihat bahwa pertumbuhan Kerang Darah pada tiap stasiunnya bersifat allometrik negatif dengan nilai b < 3. Berdasarkan nilai b yang didapatkan pada masing-masing stasiun dapat dikatakan bahwa pertambahan panjang cangkang Kerang Darah lebih cepat daripada pertambahan berat tubuhnya. Hal ini dikarenakan Kerang Darah memiliki bagian paling menonjol

(52)

yaitu cangkang sehingga pertambahan panjang cangkang lebih dominan daripada beratnya. Hal ini sesuai dengan Akbar et al (2014) yang menyatakan bahwa kerang-kerangan memiliki bagian paling menonjol yaitu cangkang, maka pertumbuhan kerang adalah pertambahan panjang cangkang yang dilanjutkan dengan pertambahan berat tubuh lunaknya.

Nilai koefisien korelasi (r) Kerang Darah yang didapatkan mendekati 1 yaitu pada stasiun I nilai (r) sebesar 0,818, pada stasiun II nilai (r) sebesar 0,893 dan pada stasiun III nilai (r) sebesar 0,823. Dimana nilai koefisien korelasi (r) pada setiap stasiun menunjukkan r > 0,7. Nilai tersebut menunjukkan bahwa hubungan panjang dan berat tubuh Kerang Darah memiliki korelasi yang sangat kuat, ini berarti apabila panjang bertambah maka berpengaruh terhadap pertambahan beratnya. Hal ini diduga karena kondisi perairan yang mampu mendukung untuk kehidupan Kerang Darah yang tertangkap cukup baik. Hal ini sesuai dengan Walpole (1992), dimana nilai mendekai 1 (r>0,7) menggambarkan hubungan yang erat antara keduanya dan nilai menjauhi 1 (r<0,7) menggambarkan hubungan yang tidak erat antara keduanya.

Faktor Kondisi Kerang Darah

Hasil analisis terhadap faktor kondisi Kerang Darah pada tiap stasiun mendapatkan nilai faktor kondisi yang menunjukkan nilai FK>1 dengan nilai faktor kondisi di masing-masing stasiunnya yakni stasiun I sebesar 1,0120, pada stasiun II sebesar 1,0123 dan pada stasiun III sebesar 1,0170. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi Kerang Darah di perairan Tanjung Tiram secara morfologi dapat dikatakan memiliki kemontokan atau bentuk tubuh yang baik.

Hal ini juga dipengaruhi oleh banyaknya jenis makanan yang dikonsumsi oleh

(53)

Kerang Darah maka meningkatkan ukuran gonad dan juga akan mempengaruhi ukuran tubuh Kerang Darah. Hal ini sesuai dengan Mzighami (2005) yang menyatakan bahwa semakin banyak jenis makanan yang dikonsumsi oleh suatu organisme maka akan meningkatkan ukuran gonad, sehingga akan mempengaruhi ukuran tubuh organisme tersebut. Selanjutnya Suwarni (2009) yang menyatakan bahwa bila nilai faktor kondisi berkisar 1–3 maka biota tergolong yang bentuk badan kurang pipih (montok). Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa kondisi tubuh Kerang Darah masih dalam kondisi yang baik.

Faktor kondisi Kerang Darah di perairan Tanjung Tiram menunjukkan nilai FK tertinggi pada stasiun III dan nilai FK terendah pada stasiun I dan II dengan nilai kisaran suhu sekitar 28oC-30oC pada setiap stasiun. Suhu pada perairan Tanjung Tiram selama periode penelitian berada pada kondisi optimum dan tidak mengalami perubahan yang signifikan dan kondisi lingkungan yang masih cukup baik untuk pertumbuhan Kerang Darah. Dimana faktor lingkungan dan suhu akan memberikan pengaruh terhadap laju pertumbuhan kerang. Hal ini sesuai dengan Widowati (2004) yang menyatakan bahwa suhu merupakan faktor pembatas bagi beberapa fungsi biologis hewan air seperti migrasi, pemijahan, kecepatan proses perkembangan embrio serta kecepatan metabolisme. Selanjutnya Widyastuti (2011), mengungkapkan bahwa perbedaan kondisi lingkungan yang mencolok dapat memberikan perbedaan nyata terhadap pertumbuhan kerang dan dapat mempengaruhi proses reproduksi kerang.

Referensi

Dokumen terkait

Perhitungan biaya instalasi kedua metode pengendali buoyancy dilakukan untuk menentukan metode yang paling efisien.Perhitungan manual metode concrete weight coating

Dua puluh delapan aksesi yang terdiri dari 16 varietas, satu spesies, serta 11 calon galur harapan padi terdeteksi mengandung alel-alel SSR yang berasosiasi dengan ketahanan

g. Hendaklah seorang penuntut ilmu mencontoh akhlak dan kepribadian guru. Mencontoh kebiasaan dan ibadahnya. Bila pelajaran sudah dimulai, hendaklah bagi seorang penuntut

Dimasa pandemi ini orang tua sangat berperan penting terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini untuk mendukung, mengarahkan, dan memotivasi dalam kegiatan

Motif prososial yang ada dalam diri mahasiswa Program Studi Keperawatan akan berguna bagi profesi yang ditekuninya kelak yaitu menjadi seorang perawat

Statistik deskriptif digunakan untuk menyajikan data yang diperoleh dari nilai kemampuan awal siswa dan nilai tes akhir pada materi transformasi geometri dalam bentuk

Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan permasalahan penelitian yaitu bagaimana pengaruh faktor predisposing (pengetahuan, sikap dan kepercayaan), enabling

Berdasarkan dari hasil penelitian yang telah dilakukan penulis yaitu Studi Penggunaan Layar sebagai Sumber Utama Penggerak Kapal, maka dapat disimpulkan bahwa dengan