1
IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBINAAN ANAK JALANAN KOTA MEDAN DI DINAS SOSIAL DAN KETENAGAKERJAAN KOTA MEDAN
Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat SKRIPSI
untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosial
Universitas Sumatera Utara
Disusun Oleh :
110902020
FEBRIANY INDAH NINGSI
DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
i
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL Nama : Febriany Indah Ningsi Simanjuntak
NIM : 110902020
ABSTRAK
IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBINAAN ANAK JALANAN KOTA MEDAN DI DINAS SOSIAL DAN KETENAGAKERJAAN KOTA MEDAN
Peningkatan jumlah anak jalanan di Kota Medan setiap tahunnya meningkat sangat signifikan dengan jumlah angka pengangguran. Hal ini menjadi tugas pokok dari Pemerintah Kota Medan Khususnya Dinas Sosial dan Ketenakerjaaan Kota Medan untuk memberikan pembinaan kepada anak jalanan. Keterbatasan ekonomi, keluarga yang kurang dalam memenuhi kebutuhan si anak sehingga dengan terpaksa si anak disuruh untuk bekerja ataupun atas inisiatif sendiri turun ke jalan karena beban keluarga yang sangat berat. Melihat kekurangan yang dihadapi anak jalanan tersebut maka Pemerintah Kota Medan mengambil kebijakan untuk memberikan pembinaan terhadap anak jalanan. Tujuannya untuk membina anak jalanan baik dalam pemberian mental, rohani dan pemberian bantuan untuk kebutuhan mereka sehingga dapat meminimalisasikan keberadaan mereka di jalanan.
Penelitian ini berbentuk penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif yaitu dengan menggambarkan dan melukiskan data yang didapat dari lapangan dan kemudian menjelaskannya dengan kata-kata. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi program pembinaan anak jalanan oleh Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan Kota Medan. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam dan observasi lapangan. Data yang didapat kemudian dinarasikan secara kualitatif dengan mengadakan kategorisasi dan selanjutnya dianalisis.
Berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan dan yang telah dianalisis serta penelitian yang dilakukan peneliti di lapangan maka dapat disimpulkan bahwa implementasi program pembinaan anak jalanan masih belum maksimal ditandai dengan kurangnya fasilitas dan dana untuk menjalankan program pembinaan bagi anak jalanan seperti kurangnya fasilitas rumah singgah bagi anak jalanan dan kurangnya kucuran dana yang berasal dari pusat menjadi penghambat untuk melaksanakan program pembinaan bagi anak jalanan.
ii
UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA
FACULTY OF SOCIAL SCIENCE AND POLITICAL SCIENCE DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE
Name : Febriany Indah Ningsi Simanjuntak NIM : 110902020
ABSTRACT
IMPLEMENTATION PROGRAM OF STREET CHILDREN GUIDANCE FIELD IN THE CITY DEPARTMENT OF SOCIAL AND EMPLOYMENT
FIELD CITY OF MEDAN
An increasing number of street children in Medan each year increased significantly the number of unemployment. This became the basic tasks of particular Medan City Government Department of Social Welfare and Ketenakerjaaan Medan to provide guidance to the street children. Economic constraints, families are lacking in meeting the needs of the child so that the child was forced to asked to work on their own initiative or on the streets because of a very heavy burden on families. Seeing shortage faced by street children, the Medan City Government adopted a policy to provide guidance to the street children. The goal is to nurture street children both in the provision of mental, spiritual and assistance to their needs so as to minimize their presence in the streets.
This researh is a descriptive study with qualitative approach is to describe and depict the data obtained from the field and then explain it with words. This study aims to determine the implementation of development programs of street children by the Department of Social Welfare and Labor Medan. Data collected by in-depth interviews and field observations. Data were obtained and then narrated qualitatively by holding categorization and further analyzed.
Based on the data that has been collected and analyzed as well as the research that has been conducted by researchers in the field it can be concluded that the implementation of the development program of street children has been implemented quite well just the lack of facilities and funds to carry out training for street children such as the lack of facilities for children's hospice the streets and the lack of funding from central become an obstacle to implementing coaching programs for street children.
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah yang berkuasa, Tuhan
Yesus Kristus atas berkat dan kasih karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan baik. Adapun judul skripsi ini adalah “Implementasi Program
Pembinaan Anak Jalanan Kota Medan di Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan Kota
Medan”. Skripsi ini disusun untuk diajukan sebagai salah satu syarat untuk meraih
gelar Sarjana Sosial pada Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan berbahagia ini, penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak
akan bisa selesai tanpa bantuan, perhatian bahkan kasih sayang dari berbagai
pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, maka
dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Terkhusus buat kedua orangtuaku, Bapak E. Simanjuntak dan Mama D.
Samosir yang telah merawat penulis dengan penuh kasih sayang. Motivasi dan
dukungan yang penulis rasakan baik secara materi yang tak terhitung nilainya
serta selalu mendoakan penulis untuk meraih keberhasilan dalam meraih
cita-cita. Semoga Tuhan Yesus senantiasa memberikan kesehatan dan rezeki buat
Bapak dan Mama.
2. Kepada saudara-saudara ku tercinta yaitu ito dan anggiku, buat Ito Mangasi
Simanjuntak (Bang Asi) makasi ito buat motivasi, semangat dukungan dan
nasihat yang selalu ito berikan buat penulis. Tuhan Yesus memberkati karir
abang dan juga buat studi abang ke depannya dan tetaplah jadi inspirasi buat
penulis dalam meraih cita-cita seperti abang. Buat ketiga adikku, Nora
iv
Simanjuntak, terimakasih buat semangat kalian, rajin belajar ya, semoga
kalian jadi anak yang berguna dan berhasil nantinya. Amin. Tuhan
memberkati. Aku sayang kalian.
3. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.
4. Ibu Hairani Siregar, S.Sos. M.SP. selaku Ketua Departemen Ilmu
Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Sumatera Utara dan juga selaku Dosen Pembimbing penulis. Terimakasih Ibu
atas bimbingan, kritik, saran dan juga semangat dalam menyelesaikan skripsi
ini. Semoga ilmu pengetahuan yang Ibu berikan dapat menjadi bekal
pembelajaran bagi penulis kedepannya.
5. Kepada seluruh staf pengajar FISIP USU, khususnya Departemen Ilmu
Kesejahteraan Sosial yang telah membimbing dan mengajar penulis selama
masa perkuliahan serta seluruh staf pegawai administrasi Departemen Ilmu
Kesejahteraan Sosial yang telah memberikan informasi dan mempersiapkan
segala kebutuhan penulis.
6. Kepada Bapak Zailun S.H selaku Kepala Bidang Pelayanan Sosial dan seluruh
staf, pegawai Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan Kota Medan yang telah
memberikan kesempatan buat penulis untuk melakukan penelitian disana.
7. Buat Bang Syurman Jaya Zega, terimakasih untuk semangat, dukungan,
bantuan dan nasihat yang diberikan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi
ini dan terimakasih buat canda tawa, suka, sedih yang diberi dan dialami
bersama. Semoga kamu selalu diberkati Tuhan dan jadi berkat buat banyak
v
8. Buat sahabat-sahabatku Juni Magdalena Sitompul (Bubeh), Chaterin Gratia
Imoia Boang Manalu (Bibeh) dan Maria Monika Tarigan (Bebeh).
Terimakasih ya buat persahabatan kita selama ini, saling menguatkan dan
memberi semangat dalam banyak hal. Sukses buat kita ya
9. Buat teman seperjuangan selama perkuliahan hingga skripsi, Cindy Charina
Sembiring (sinnn) dan Elvana Pebrianti Togatorop (vaaaa). Terimakasih ya
buat kebersamaan kita baik saat senang sedih, suka duka. Sukses buat kita ya.
Rajin kontak doa. Haha.
10.Buat teman seperjuangan ketika di PKBM Empaty, Asa, Revor, Ecko, Ronni,
Sindi dan Vana, you are nice team, guys. Ayok kita berkelana lagi di Medan ini, kapan kita naik gunung? jangan cuma rencana aja :p
11.Buat teman Kessos 2011, Faras, Sofia, Vindy. Henny (bebebb) sahabat
seperjuangan PKL di Dinas Sosial dan seperdopingan plus teman curhat
hahah, bolelah sering-sering ngopi film sama mu ya beb :p , Tika, Riasapta,
Heriana, Indah Simanjuntak, Desrina, Irawati, Elisabeth, Agus, Noni, Neysa,
Dina, Iqbal, Mesya, Eka, Sandy, Chairi, Andri, Ricky, Nugek, Simon, Fikri,
Fajar dan seluruh teman-teman Kessos 2011, semoga kita tetap menjaga
pertemanan ini ya. VIVA KESSOS!!!!!!!!
Akhirnya, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi para pembaca.
Namun demikian, skripsi ini tentunya jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, dengan
segala kerendahan hati, penulis mohon maaf atas ketidaksempurnaan tersebut.
Medan, Juni 2015 Hormat Saya,
vi DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK………... i
ABSTRACT………...……. .ii
KATA PENGANTAR………...… iii
DAFTAR ISI………...…… vi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah………....……….... 1
1.2 Rumusan Masalah……….……… 13
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian……….……….. 13
1.3.2 Manfaat Penelitian……….……….... 13
1.4 Sistematika Penulisan... 14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Implementasi...………..…………... 16
2.1.1 Pengertian Implementasi... 16
2.1.2 Tahap Implementasi... 19
2.2 Program Pembinaan... 20
2.2.1 Pengertian Program Pembinaan... 20
2.2.2 Sasara Program Pembinaan... 23
2.3 Keberadaan Anak Jalanan………....……… 24
2.3.1 Pengertian Anak... 24
2.3.2 Hak-Hak Anak... 26
2.3.3 Kategori Masalah Anak... 30
2.3.4 Pengertian Anak Jalanan... 33
2.3.5 Kharakteristik Anak Jalanan... 34
2.3.6 Faktor Penyebab Kemunculan Anak Jalanan... 38
2.4 Kesejahteraan Anak... 40
2.5 Kerangka Pemikiran………... 41
2.6 Defenisi Konsep dan Defenisi Operasional 2.6.1 Defenisi Konsep………... 45
2.6.2 Defenisi Operasional……...………... 46
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian……… 49
3.2 Lokasi Penelitian……… 49
3.3 Informan………. 50
3.4 Teknik Pengumpulan Data………... 51
3.5 Teknik Analisa Data………... 52
vii
4.1.2 Visi & Misi Disosnaker………..54 4.1.3 Tugas Pokok dan Fungsi Disosnaker………...….…... 55 4.1.4 Struktur Organisasi dan Pembagian Tugas..……….….. 55 4.2 Gambaran Umum Kehidupan Anak Jalanan... 71 BAB V ANALISIS DATA
5.1 Pengantar………... 75
5.2 Hasil Temuan
5.2.1 Informan Kunci………. 76 5.2.2 Informan Utama……… 101 5.2.3 Informan Tambahan……….. 115 BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan……… 129
6.2 Saran……….. 131
i
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL Nama : Febriany Indah Ningsi Simanjuntak
NIM : 110902020
ABSTRAK
IMPLEMENTASI PROGRAM PEMBINAAN ANAK JALANAN KOTA MEDAN DI DINAS SOSIAL DAN KETENAGAKERJAAN KOTA MEDAN
Peningkatan jumlah anak jalanan di Kota Medan setiap tahunnya meningkat sangat signifikan dengan jumlah angka pengangguran. Hal ini menjadi tugas pokok dari Pemerintah Kota Medan Khususnya Dinas Sosial dan Ketenakerjaaan Kota Medan untuk memberikan pembinaan kepada anak jalanan. Keterbatasan ekonomi, keluarga yang kurang dalam memenuhi kebutuhan si anak sehingga dengan terpaksa si anak disuruh untuk bekerja ataupun atas inisiatif sendiri turun ke jalan karena beban keluarga yang sangat berat. Melihat kekurangan yang dihadapi anak jalanan tersebut maka Pemerintah Kota Medan mengambil kebijakan untuk memberikan pembinaan terhadap anak jalanan. Tujuannya untuk membina anak jalanan baik dalam pemberian mental, rohani dan pemberian bantuan untuk kebutuhan mereka sehingga dapat meminimalisasikan keberadaan mereka di jalanan.
Penelitian ini berbentuk penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif yaitu dengan menggambarkan dan melukiskan data yang didapat dari lapangan dan kemudian menjelaskannya dengan kata-kata. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi program pembinaan anak jalanan oleh Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan Kota Medan. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam dan observasi lapangan. Data yang didapat kemudian dinarasikan secara kualitatif dengan mengadakan kategorisasi dan selanjutnya dianalisis.
Berdasarkan data-data yang telah dikumpulkan dan yang telah dianalisis serta penelitian yang dilakukan peneliti di lapangan maka dapat disimpulkan bahwa implementasi program pembinaan anak jalanan masih belum maksimal ditandai dengan kurangnya fasilitas dan dana untuk menjalankan program pembinaan bagi anak jalanan seperti kurangnya fasilitas rumah singgah bagi anak jalanan dan kurangnya kucuran dana yang berasal dari pusat menjadi penghambat untuk melaksanakan program pembinaan bagi anak jalanan.
ii
UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA
FACULTY OF SOCIAL SCIENCE AND POLITICAL SCIENCE DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE
Name : Febriany Indah Ningsi Simanjuntak NIM : 110902020
ABSTRACT
IMPLEMENTATION PROGRAM OF STREET CHILDREN GUIDANCE FIELD IN THE CITY DEPARTMENT OF SOCIAL AND EMPLOYMENT
FIELD CITY OF MEDAN
An increasing number of street children in Medan each year increased significantly the number of unemployment. This became the basic tasks of particular Medan City Government Department of Social Welfare and Ketenakerjaaan Medan to provide guidance to the street children. Economic constraints, families are lacking in meeting the needs of the child so that the child was forced to asked to work on their own initiative or on the streets because of a very heavy burden on families. Seeing shortage faced by street children, the Medan City Government adopted a policy to provide guidance to the street children. The goal is to nurture street children both in the provision of mental, spiritual and assistance to their needs so as to minimize their presence in the streets.
This researh is a descriptive study with qualitative approach is to describe and depict the data obtained from the field and then explain it with words. This study aims to determine the implementation of development programs of street children by the Department of Social Welfare and Labor Medan. Data collected by in-depth interviews and field observations. Data were obtained and then narrated qualitatively by holding categorization and further analyzed.
Based on the data that has been collected and analyzed as well as the research that has been conducted by researchers in the field it can be concluded that the implementation of the development program of street children has been implemented quite well just the lack of facilities and funds to carry out training for street children such as the lack of facilities for children's hospice the streets and the lack of funding from central become an obstacle to implementing coaching programs for street children.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang
Perkembangan kota di segala bidang tidak hanya memberikan nuansa
positif bagi kehidupan masyarakat. Perkembangan kota melahirkan persaingan
hidup sehingga muncul fenomena kehidupan yang berujung pada kemiskinan.
Kota yang padat penduduk dan banyaknya keluarga yang bermasalah telah
membuat makin banyaknya anak yang kurang gizi, kurang perhatian, kurang
pendidikan, kurang kasih sayang dan kehangatan jiwa, serta kehilangan hak untuk
bermain, bergembira, bermasyarakat dan hidup merdeka. Banyak kasus yang
menunjukkan meningkatnya penganiayaan terhadap anak-anak, mulai tekanan
batin, kekerasan fisik, hingga pelecehan seksual, baik oleh keluarga sendiri,
teman, maupun orang lain.
Kemiskinan perkotaan yang melanda kota-kota besar di Indonesia
disebabkan oleh gejolak ekonomi yang semakin menyengsarakan masyarakat
telah menimbulkan masalah-masalah baru yang cukup kompleks. Kemiskinan
kerap kali menjadi persoalan yang tidak kunjung selesai. Mulai dari kesadaran
masyarakat hingga kemampuan pemerintah dalam menganalisis masalah dan
merencanakan program yang menjanjikan. Faktanya program itu hanya bersifat
aturan yang tertulis diatas kertas sedangkan keluh kesah warga keras terdengar di
telinga.
Fenomena keberadaan anak jalanan yanghingga kini masih menuai
masalah tanpa ada solusi yang tepat untuk mengatasinya merupakan salah satu
2
temui di sudut-sudut kota besar terutama Kota Medan. Mata kita sudah tidak asing
lagi melihat anak-anak yang mengerumuni mobil-mobil dipersimpangan lampu
merah. Mereka mendatangi warung-warung pinggir jalan menawarkan jasa atau
sekedar meminta sumbangan. Aktivitasnya dimulai dengan bermain musik,
menjual koran, menyemir sepatu hingga meminta sumbangan dengan kotak amal.
Indonesia telah menetapkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.
31 Tahun 2013 tentang Koordinasi Penanggulangan Anak Jalanan, Gelandangan
dan Pengemis yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat. Pemerintah dalam hal ini
telah banyak mengeluarkan kebijakan tentang bagaimana menangani keberadaan
anak jalanan. Koordinasi penanggulangan anak jalanan dalam Undang- Undang
ini, dilaksanakan melalui satu tim yang bersifat konsultatif dan koordinatif. Tim
yang dimaksud dalam keputusan Presiden ini yaitu mempunyai tugas dalam
membantu Menteri Sosial dalam menetapkan kebijakan pemerintah di bidang
penanggulangan anak jalanan, gelandangan dan pengemis (Gepeng). Tim tersebut
bekerja dalam perumusan dan perincian kebijaksanaan pelaksanaan
penanggulangan anak jalanan.
Sejalan dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat
menegaskan bahwa tujuan dibentuknya pemerintahan Negara Republik Indonesia
adalah melindungi segenap bangsa Indonesia yang kemudian di turunkan dalam
undang-undang dasar Negara Republik Indonesia Pasal 34 ayat (1) UUD 1945
disebutkan bahwa ”fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara”.
Secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa semua orang miskin dan semua
anak terlantar pada prinsipnya dipelihara oleh negara, tetapi pada kenyataannya
3
dipelihara oleh negara. Penanganan masalah masyarakat miskin yang bergantung
pada penghasilan di jalanan merupakan masalah yang harus dihadapi oleh semua
pihak, bukan hanya orang tua atau keluarga saja, tetapi juga setiap orang yang
berada dekat anak tersebut harus dapat membantu pertumbuhan anak dengan baik.
Hak-hak asasi anak terlantar dan anak jalanan, pada hakekatnya sama
dengan hak-hak asasi manusia pada umumnya, seperti halnya tercantum dalam
UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Keputusan Presiden RI
No. 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convension on the Right of the Child (konvensi tentang hak-hak anak). Mereka perlu mendapatkan hak-haknya secara
normal sebagaimana layaknya anak, yaitu hak sipil dan kemerdekaan, lingkungan
keluarga dan pilihan pemeliharaan, kesehatan dasar dan kesejahteraan,
pendidikan, rekreasi dan budaya dan perlindungan khusus.
Konvensi hak-hak anak merupakan komitmen dalam pemenuhan
kebutuhan dasar anak agar dapat tumbuh secara wajar. Kemudian, pemerintah
juga menerbitkan Undang-undang tentang Perlindungan Anak No.23 Tahun 2002,
sehingga konsekuensinya Pemerintah berkewajiban semaksimal mungkin
berupaya memenuhi hak-hak anak Indonesia namun, kenyataan menunjukkan
bahwa hak-hak seperti yang tercantum dalam konvensi hak anak dan UU yang
mengaturnya, belum sepenuhnya didapatkan oleh anak jalanan tersebut. Orang tua
memang merupakan pihak utama untuk memberikan hak-hak tersebut, tetapi
karena kondisi ekonomi keluarga yang tidak mendukung, maka peran
pemerintahlah khususnya melalui Dinas Sosial berkewajiban memberikan
4
Berdasarkan data dari NGO (Non Goverment Organization) diketahui bahwa Kota Jakarta merupakan wilayah terbanyak ditemukan nya anak terlantar
yaitu anak jalanan, gelandangan dan pengemis padahal pemerintah daerah telah
mencanangkan berbagi kebijakan baik melalui aturan, program dan berbagai
kegiatan untuk mengentaskan problema anak jalanan. Hal ini sungguh tidak wajar
dipandang, mengingat Kota Jakarta adalah ibukota dari Negara Indonesia yang
harus dijaga ketertibannya. Salah satu wujud nyata adalah Pemerintah Daerah
Kota Jakarta dalam keputusannya telah menetapkan suatu kebijakan mengenai
pembinaan khusus sebagai penerobosan untuk menyikapi keberadaan anak
jalanan. Peraturan Daerah No 8 Tahun 2013 tentang Pembinaan Anak Jalanan,
Gelandangan dan Pengemis (Gepeng) sudah disahkan oleh walikota Jakarta. Pada
kenyataannya yang terjadi hingga saat ini diketahui, masih banyak saja ditemukan
anak jalanan dan terlantar di kota Jakarta.
Terdapat program dan kegiatan yang dicantumkan dalam kebijakan pada
undang-undang perda Kota Jakarta. Program tersebut diantaranya yaitu: (1)
program pemberdayaan terhadap anak jalanan yaitu proses penguatan keluarga
yang dilakuan secara terencana dan terarah sesuai dengan keterampilan yang
dimiliki tiap individu yang dibina; (2) program pembinaan yaitu terdapat bebarapa
indikator di dalamnya yakni pembinaan pencegahan, pembinaan lanjutan, serta
rehabilitasi sosial; (3) program bimbingan yaitu salah satu cara pembinaan yang
dilakukan melalui kegiatan monitoring evaluasi dari program pemberdayaan
sebelumnya.
Tujuan diadakannya berbagai program tersebut adalah untuk memudahkan
5
jumlah anak jalanan yang sudah sanga membanjiri kota kota besar ini. Pada
kenyataannya hal itu hanya legalisasi pelepasan tanggung jawab pemerintah,
padahal anak-anak jalanan dan kaum miskin perkotaan adalah tanggung jawab
negara. Saat ini masih banyak masyarakat miskin yang seharusnya mendapat
perhatian pemerintah, hingga saat ini banyak kita temukan di jalanan dan
tempat-tempat tertentu Kota Jakarta. Hal tersebut membuktikan bahwa keberhasilan dari
program dan kegiatan yang telah disusun ternyata belum mencapai target yang
diinginkan.
Berbeda dengan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), kota ini
memang telah menunjukkan keistimewaannya. Penurunan populasi anak jalanan
berhasil dilakukan pada tahun 2014. Di tengah arus besar yang berlangsung di
hampir seluruh wilayah Indonesia yang selama ini menempatkan anak jalanan
sebagai pelaku kriminal (termasuk perkembangan beberapa tahun terakhir juga
mengkriminalisasi para pemberi uang kepada anak jalanan) dan karenanya jalan
yang banyak ditempuh menggunakan pendekatan represif, telah diubah dengan
pendekatan hak anak. Perubahan ini tercermin nyata dengan disahkannya
Peraturan Daerah Kota Yogyakarta No. 6 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak
yang hidup di jalan pada tanggal 20 Januari 2014. Aturan berikutnya terkait
dengan implementasi atas perda tersebut yang tertuang pada Peraturan Gubernur
No. 31 tahun 2013, tentang Tata Cara Penjangkauan dan Pemenuhan Hak Anak
yang hidup di Jala
6
Tujuan yang terkandung dalam Peraturan Daerah Kota Yogyakarta adalah
untuk perlindungan anak yang hidup di jalanan, terdapat pada pasal 3 yaitu; (1)
mengentaskan anak dari kehidupan di jalan; (2) menjamin pemenuhan hak-hak
anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal
sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan; dan (3) memberikan
perlindungan dari diskriminasi, eksploitasi dan kekerasan, demi terwujudnya anak
yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera. Program yang dilakukan,
terdapat pada pasal 6 yaitu: (1) program pencegahan; (2) program penjangkauan
(3) program pemenuhan hak; dan (4) program re-integrasi sosial.
Berdasarkan program yang telah dicanangkan pada perda Yogyakarta,
pada program penjangkauan anak jalanan, Tim Perlindungan Anak (TPA) yang
anggotanya mewakili berbagai unsur seperti Dinas Sosial, Dinas Kesehatan,
Kepolisian, Satuan polisi Pamong Praja, dan juga unsur dari masyarakat sipil ikut
turun serta mengambil bagian. Program yang dilakukan dalam penjangkauan
mengedepankan pendekatan yang manusiawi, dengan mengenal, bermain
bersama, menjalin persahabatan dan menanamkan kepercayaan anak. TPA
melakukan wawancara untuk mengungkapkan masalah yang tengah dihadapi anak
kepada anak, orangtua atau orang terdekat. Pada kegiatan-kegiatannya, TPA juga
bisa melibatkan anak yang sudah mendapatkan pembinaan. Diketahui hasil yang
didapat bahwa dengan adanya program pemerintah daerah Kota Yogyakarta yang
efektif maka keberadaan populasi anak jalanan telah berkurang pada tahun 2014.
Kota Palembang juga merupakan salah satu kota besar di Sumatera Selatan
yang masih dibanjiri populasi anak jalanan di daerah-daerah keramaian. Sama
7
daerahnya. Pemerintah Kota Palembang juga telah mengeluarkan kebijakan
berupa aturan mengenai pembinaan anak jalanan. Peraturan Daerah Kota
Palembang terdapat pada Undang-Undang No 9 tahun 2013 tentang Pembinaan
dan Pengentasan Anak Jalanan. Dalam undang-undang tersebut terdapat berbagi
program yang mengatur anak jalanan. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan
pemerintah melaui Dinas Kesejahteraan dan Sosial Kota Palembang
menyebutkan: (1) kegiatan preventif yaitu kegiatan yang dilakukan di
tempat-tempat yang potensial menjadi daerah pengirim gelandangan, pengemis dan anak
jalanan. Kegiatan ini dipandang penting dengan asumsi mencegah lebih baik
daripada mengobati; (2) kegiatan dukungan; (3) kegiatan rehabilitatif yaitu
kegiatan yang dilakukan dengan penjangkauan seperti pemulangan anak jalanan
dan pemberian keterampilan.
Berbagai program dan kegiatan telah dilakukan guna pengentasan anak
jalanan di Kota Palembang namun sepertinya kebijakan tersebut hanya sebatas
program yang tertuang dalam suatu peraturan. Aparatur pemerintah dan pihak
yang berwenang belum efektif melaksanakan tugasnya dan diketahui masih
banyak menggelandang anak jalanan di sudut-sudut Kota Palembang.
Disimpulkan bahwa keberhasilan kebijakan yang dilakukan masih belum dapat
direalisasikan sehingga masih membutuhkan pelaksanaan yang benar-benar
efektif dari pemerintah daerah Kota
Palemba
8
Kota Medan merupakan wilayah metropolitan terbesar di luar
Pulau
Data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Medan mengatakan
bahwa laju pertumbuhan, penduduk Kota Medan mengalami pertumbuhan yang
fluktuatif. Berdasarkan data BPS diketahui pada tahun 2014, jumlah penduduk
Kota Medan diperkirakan meningkat menjadi 2.136.105 jiwa. Ada peningkatan
jumlah penduduk Kota Medan dari 2.109.156 jiwa pada tahun 2013 menjadi
2.136.105 jiwa pada tahun 2014 dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar
0,91%. Hal itu disebabkan oleh faktor-faktor alami, seperti tingkat kelahiran,
kematian dan arus urbanisasi. Fakta tersebut menunjukkan bahwa Medan
merupakan salah satu kota dengan jumlah penduduk yang besar.
Jumlah penduduk kota Medan yang semakin meningkat, berjalan seiring
dengan pertumbuhan jumlah anak. Bertambahnya anak disebabkan oleh tingginya
angka kelahiran yang terjadi. Seseorang dikatakan anak adalah yang berumur 0-18
tahun dan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara mencatat jumlah
anak di Kota Medan tahun 2014 mencapai 956.442 jiwa sedangkan pada tahun
2013 tercatat, terdapat 894.334 jiwa pada tahun 2012 sejumlah 865.442 jiwa. Data
tersebut membuktikan adanya angka kenaikan jumlah anak di Kota Medan setiap
tahunnya.
Fenomena merebaknya anak jalanan merupakan persoalan sosial yang
kompleks. Hidup menjadi anak jalanan memang bukan merupakan pilihan yang
menyenangkan, karena mereka berada dalam kondisi yang tidak memiliki masa
depan yang jelas, dimana keberadaan mereka seringkali menjadi masalah bagi
9
jalanan tampaknya belum begitu besar karena mereka adalah saudara kita, mereka
juga adalah amanah Tuhan yang harus dilindungi dijamin hak-haknya, sehingga
tumbuh kembang menjadi manusia dewasa yang bermanfaat, beradab dan
bermasa depan cerah.
Anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya di jalanan
menganggap bahwa mereka lebih baik bekerja dan mencari uang untuk jajan dari
pada pergi ke sekolah karena malas berfikir. Mereka bisa mendapatkan kurang
lebih Rp.20.000 sampai Rp.100.000 per hari dari bekerja di jalanan. Mereka
merasa betah berada di jalanan. Anak-anak jalanan menjadi malas jika diajak ke
habitat normal seperti anak seusia mereka pada
umumnya
sumut,
Tidak ada angka yang pasti mengenai jumlah anak jalanan. Komisi
Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) memperkirakan, pada tahun 2014 lalu
terdapat sekitar 150 ribu anak jalanan Indonesia, dengan konsentrasi terbesar di
Jakarta. Jumlah anak jalanan dari tahun ke tahun semakin meningkat. Data yang
dikeluarkan oleh Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan Kota Medan tahun 2014
terlihat bahwa, jumlah anak jalanan yang berada di Kota Medan menduduki
jumlah yang tertinggi yaitu, mencapai 1.526 jiwa (50.26%) dari seluruh anak
jalanan yang berada di Kabupaten/Kota yang ada di Sumatera Utara. Hal ini
terjadi karena Kota Medan merupakan ibu kota propinsi yang memiliki daya tarik
10
menunjukkan bahwa Kota Medan memiliki perkembangan kota yang lebih cepat
jika dibandingkan dengan Kabupaten/Kota lain yang berada di Propinsi Sumatera
Utara.
Berdasarkan banyaknya jumlah anak di kota Medan, menurut data yang
diperoleh dari Yayasan Pusaka Indonesia, menaksir jumlah anak jalanan di
Sumatera Utara mencapai 4.500 anak dan 1.500 anak diantaranya berada di Kota
Medan. Perserikatan Perlindungan Anak (PPAI) Sumatera Utara menghimpun
angka yang lebih banyak, yaitu 5000 anak jalanan berada di Seluruh Sumatera
Utara dan 1.800 dari jumlah tersebut tiggal di Kota Medan. Menurut KKSP
(Kelompok Kerja Sosial Perkotaan) ada sekitar 1.150 anak jalanan di seluruh
Sumatera Utara pada tahun 2014.
Aktivitas anak-anak jalanan di Kota Medan beraneka ragam, diantaranya
sebagai pengamen, pedagang koran, pedagang rokok, tukang semir sepatu, dan
lain sebagainya. Mereka terutama beroperasi di tempat-tempat keramaian atau
umumnya seperti di perempatan jalan, pusat-pusat pasar, stasiun/terminal bus,
pusat perbelanjaan serta rumah makan yang mengijinkan mereka masuk untuk
beroprasi seperti menyemir sepatu dan mengamen. Anak-anak yang hidup di
jalanan atau yang melakukan kegiatan di jalanan sangat rentan dengan perlakuan
kekerasan dan eksploitasi. Sudah menjadi hukum di jalanan, siapa yang kuat
merekalah yang menang. Masa anak-anak yang mestinya dihiasi dengan keceriaan
dan kemanjaan, terpaksa harus berhadapan dengan dunia yang keras dan kejam
yaitu dunia jalanan.
Tidak jarang kita temukan, anak jalanan seringkali menjadi objek
11
dihadapi saat berada di jalanan. Resiko-resiko yang dapat diidentifikasi adalah
menjadi korban kekerasan (pemerasan, penganiayaan, eksploitasi seksual,
penangkapan dan perampasan modal kerja), kelangsungan hidup terancam, kurang
gizi (miniman keras, penyalah gunaan obat, tindakan kriminal dan seks bebas),
ancaman tidak langsung (zat polutan, kecelakaan lalu lintas, HIV/AIDS) serta
keterkucilan dan stigmatisasi sosial (Huraerah, 2006:79).
Kahadiran anak-anak di jalanan adalah sesuatu yang dilematis. Di satu sisi
mereka mencari nafkah dan mendapatkan pendapatan yang memuat mereka bisa
bertahan hidup dan dapat menopang kehidupan keluarga. Namun, disisi lain
mereka bermasalah, karena tindakannya seringkali merugikan orang lain. Mereka
acapkali melakukan tindakan yang tidak terpuji seperti sering berkata kotor,
mengganggu ketertiban di jalanan misalnya: memaksa pengemudi kendaraan
bermotor untuk memberi sejumlah uang (walaupun tidak seberapa) dan
melakukan tindakan kriminal lainnya.
Anak-anak yang hidup di jalan sangat berbeda dengan anak-anak yang
hidup dalam asuhan orang tuanya. Anak-anak dijalan hidup secara bebas. Mereka
bebas melakukan apa saja yang mungkin belum patut dilakukan anak-anak
seumuran mereka. Umumnya terlihat berpakaian lusuh, kumal, dandanan jauh dari
kesan rapi hingga tato menghiasi tubuh mereka. Rokok, minuman keras, dan
mabuk-mabukan sepertinya sudah umum dilakukan anak-anak seusia mereka
yang seharusnya mengenyam pendidikan di sekolah. Anak-anak di jalan sebagian
besar putus sekolah karena ketiadaan biaya. Akibatnya mereka seakan tidak
12
masyarakat mengasingkan mereka. Masyarakat tidak menganggap mereka bagian
dari warga masyarakat. Akibatnya terjadi penolakan di setiap kehadiran mereka.
Terbitnya Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Sumatera Utara No.6 Tahun
2003 tentang Gelandangan dan Pengemis merupakan bentuk konkrit kepedulian
pemerintah terhadap penanggulangan anak jalanan. Namun pada kenyataannya hal
itu hanya legalisasi pelepasan tanggung jawab pemerintah, padahal anak-anak
jalanan dan kaum miskin perkotaan adalah tanggung jawab negara. Pelayanan
yang diberikan terhadap anak jalanan masih tidak terarah.
Instrumen hukum dan kebijakan tersebut belum terimplementasi dengan
baik, kenyataan menunjukkan bahwa hak-hak seperti yang tercantum dalam
konvensi hak anak dan UU yang mengaturnya belum sepenuhnya didapatkan oleh
anak jalanan, orang tua memang merupakan pihak utama untuk memberikan
hak-hak kepada anaknya, tetapi karena kondisi ekonomi keluarga yang tidak
mendukung maka peran Pemerintahlah khususnya melalui Dinas Sosial
berkewajiban memberikan hak-hak yang seharusnya diperoleh anak.
Melihat berbagai kondisi yang dialami oleh anak jalanan, maka
Pemerintah Daerah Kota Medan melalui Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan Kota
Medan mengadakan Program Pembinaan Anak Jalanan, dimana dengan program
yang realistis akan tercipta kebijakan utama untuk mengentaskan masalah anak
jalanan. Disamping itu, kelanjutan dari program pembinaan anak jalanan yang
dilakukan oleh Dinas Sosial adalah implementasi yang nyata dan yang paling
diharapkan oleh anak jalanan misalnya, dengan terciptanya lapangan pekerjaan,
bila memang pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan usia anak dan tidak terlalu
13
sekolah dan bermain maka tidak akan berpengaruh terhadap perkembangan anak.
Anak akan terdidik melalui pekerjaan itu untuk menjadi manusia yang
bertanggung jawab.
Terlepas dari pembinaan yang diberikan kepada anak jalanan, hal
terpenting yang juga harus diperhatikan oleh Dinas Sosial adalah pembinaan
terhadap keluarga anak jalanan tersebut. Jika karena kondisi ekonomi keluarga
yang kurang mendukung menjadi faktor anak turun ke jalanan untuk bekerja
membantu orang tuanya, maka pembinaan terhadap keluarga yang harus
dilakukan oleh Dinas Sosial adalah dengan pemberdayaan ekonomi keluarga yang
menciptakan kemandirian , sehingga dengan berbagai program pembinaan yang
diberikan, baik kepada si anak maupun kepada keluarganya diharapkan mereka
tidak kembali lagi ke jalanan dan akhirnya hal tersebut dapat meminimalisir
keberadaan anak jalanan di Kota Medan.
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan pada latar belakang, penulis
sangat tertarik untuk meneliti dan mengkaji lebih lanjut tentang masalah ini dalam
bentuk skripsi dengan judul : “Implementasi Program Pembinaan AnakJalanan di
Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan Kota Medan”.
1.2Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan, maka penulis
merumuskan masalah penelitian sebagai berikut: Bagaimana implementasi
program pembinaan anak jalanan di Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan Kota
Medan.
14
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi program
pembinaan anak jalanan oleh Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan Kota Medan.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Secara akademis, dapat memberikan sumbangan yang positif terhadap
keilmuan yang dikembangkan Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial dan
dapat bermanfaat dalam pembuatan keputusan dan kebijakan dalam upaya
menyikapi masalah sosial.
2. Secara teoritis, dapat mempertajam kemampuan penulis dalam penulisan
karya ilmiah, menambah pengetahuan dan mengasah kemampuan berpikir
penulis dalam menyikapidan menganalisis masalah-masalah sosial.
3. Secara praktis, dapat digunakan sebagai bahan masukan, pertimbangan dan
sebagai bahan evaluasi khususnya bagi Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan
Kota Medan dan bagi pemerintah, maupun pihak-pihak luar secara umum
guna meningkatkan pelaksanaan program yang diberikan kepada anak jalanan.
1.4Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisikan latar belakang masalah, tujuan dan manfaat
penelitian.
15
Bab ini berisikan tentang uraian dan teori-teori yang berkaitan
dengan masalah dan objek yang akan diteliti, kerangka pemikiran,
definisi konsep dan definisi operasional.
BAB III : METODE PENELITIAN
Bab ini berisikan tentang tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi
dan sampel penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik
analisis data.
BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini berisikan sejarah singkat dan gambaran umum lokasi
penelitian serta data-data yang mendukung karya ilmiah.
BAB V : ANALISIS DATA
Berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian
beserta dengan analisisnya.
BAB VI : PENUTUP
Berisikan tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian
16 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Implementasi
2.1.1 Pengertian Implementasi
Implementasi dimaksudkan membawa ke suatu hasil (akibat) melengakapi
dan menyelesaikan. Implementasi juga dimaksudkan menyediakan sarana (alat)
untuk melaksanakan sesuatu, memberikan hasil yang bersifat praktis terhadap
sesuatu. Pressman dan Wildavsky mengemukakan bahwa : “implimentation as to carry out, accomplish, fullfil, produce, complete” maksudnya: membawa, menyelesaikan, mengisi, menghasilkan, melengkapi (Wahab, 2002: 95).
Implementasi dapat diartikan sebagai suatu aktivitas yang berkaitan dengan
penyelesaian suatu pekerjaan dengan penggunaan sarana (alat) untuk memperoleh
hasil.
Dikaitkan dengan dengan kebijakan publik, maka kata implementasi
kebijakan publik dapat diartikan sebagai aktivitas penyelesaian atau pelaksanaan
kebijakan publik yang telah ditetapkan/disetujui dengan penggunaan sarana (alat)
untuk mencapai tujuan kebijakan. Pengertian implementasi dikemukakan oleh
Solichin Abdul Wahab dalam bukunya Analisis Kebijakan: Dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara yaitu: “Implementasi adalah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh individu atau pejabat-pejabat-pejabat
kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan
17
Implementasi merupakan tindakan-tindakan untuk mencapai tujuan yang
telah digariskan dalam keputusan kebijakan. Tindakan tersebut dilakukan baik
oleh individu, pejabat pemerintah ataupun swasta. Dunn mengistilahkannya
implementasi secara lebih khusus, menyebutnya dengan istilah implementasi
kebijakan dalam bukunya yang berjudul Analisis Kebijakan Publik. Menurutnya implementasi kebijakan (Policy Implementation) adalah pelaksanaan pengendalian aksi-aksi kebijakan di dalam kurun waktu tertentu (Winarno
2002:101)
Berkaitan dengan faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan
suatu program, Subarsono dalam bukunya yang berjudul Analisis Kebijakan Publik (Konsep, Teori dan Aplikasi), mengutip pendapat G. Shabbir Cheema dan Dennis A. Rondinelli mengemukakan bahwa terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi implementasi kebijakan program-program pemerintah yang
bersifat desentralistis. Faktor-faktor tersebut di antaranya:
1) Kondisi lingkungan
Lingkungan sangat mempengaruhi implementasi kebijakan, yang dimaksud
lingkungan ini mencakup lingkungan sosio kultural serta keterlibatan penerima
program.
2) Hubungan antar organisasi
Dalam banyak program, implementasi sebuah program perlu dukungan dan
koordinasi dengan instansi lain. Untuk itu diperlukan koordinasi dan kerjasama
antar instansi bagi keberhasilan suatu program.
18
Implementasi kebijakan perlu didukung sumberdaya baik sumber daya manusia
(human resources) maupun sumber daya non-manusia (non human resources). 4) Karakteristik dan kemampuan agen pelaksana
Yang dimaksud karakteristik dan kemampuan agen pelaksana adalah mencakup
struktur birokrasi, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam
birokrasi, yang semuanya itu akan mempengaruhi implementasi suatu program.
(Subarsono, 2005:101).
Menurut Sobana (Wahab 2002: 84) implementasi kebijakan merupakan
suatu sistem pengendalian untuk menjaga agar tidak terjadi penyimpangan dari
tujuan kebijakan. Implementasi kebijakan meliputi semua tindakan yang
berlangsung antara pernyataan atau perumusan kebijakan dan dampak aktualnya
Berdasarkan pendapat di atas, dapat dinyatakan bahwa implementasi pada
prinsipnya tidak hanya terbatas pada proses pelaksanaan suatu kebijakan namun
juga melingkupi tindakan-tindakan atau prilaku individu-individu dan kelompok
pemerintah dan swasta, serta badan-badan administratif atau unit birokrasi yang
bertanggung jawab untuk melaksanakan program dalam mencapai tujuan, akan
tetapi juga mencermati berbagai kekuatan politik, sosial, ekonomi yang
mempunyai pengaruh terhadap sasaran yang ingin dicapai. Implementasi
kebijakan dimaksudkan untuk memahami apa yang terjadi setelah suatu program
dirumuskan, serta apa dampak yang timbul dari program kebijakan itu.
Implementasi kebijakan tidak hanya terkait dengan persoalan
administratif, tetapi mengkaji faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap
proses implementasi kebijakan tersebut. Berdasarkan pengertian di atas, maka
19
apa yang dikemukakan oleh Anderson dalam buku Joko Widodo yang berjudul
Good Governance telaah dari Dimensi: Akuntabilitas dan Kontrol Birokrasi pada Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah. Elemen tersebut antara lain mencakup: a. Kebijakan selalu mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu.
b. Kebijakan berisi tindakan atau pola tindakan pejabat-pejabat pemerintah.
c. Kebijakan adalah apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah dan bukan
apa yang bermaksud akan dilakukan.
4. Kebijakan publik bersifat positif (merupakan tindakan pemerintah mengenai
sesuatu masalah tertentu) dan bersifat negatif (keputusan pejabat pemerintah
untuk tidak melakukan sesuatu).
5. Kebijakan publik (positif), selalu berdasarkan pada peraturan perundangan
tertentu yang bersifat memaksa (otoritatif) (Winarno, 2002: 16).
2.1.2 Tahap Implementasi
Pembuatan suatu sistem pasti ada tahap implementasi. yang dimaksud
dengan implementasi adalah merupakan realisasi sistem yang berdasarkan pada
desain yang telah dibuat. tahapan implementasi dibagi menjadi 4 tahapan, yaitu
sebagai berikut
1. Membuat dan menguji basis data & jaringan
Pada tahap ini adalah tahap dimana menguji basis data dan jaringan yang telah
ada pada sistem dan harus diimplementasikan sebelum pemasangan program
komputer.
20
Tahap yang kedua adalah tahap membuat dan menguji program. Pada tahap ini
rencana yang telah ada dikembangkan lagi menjadi lebih rinci dan dilakukan
pengujian terhadap program tersebut.
3. Memasang dan menguji sistem baru.
Pada tahapan yang ketiga ini dilakukan uji coba terhadap sistem baru tersebut,
untuk meyakinkan bahwa sistem tersebut sudah terpenuhi.
4. Mengirim sistem baru kedalam sistem operasi.
Tahapan yang keempat atau tahapan yang terakhir adalah untuk menggantikan
sistem yang lama dengan sistem baru yang telah dibuat pada tahap sebelumnya.
Tahap ini menunjukkan bahwa sistem sudah siap untuk dioperasikan.
2.2. Program Pembinaan
2.2.1 Pengertian Program Pembinaan
Menurut Stoner dalam (Ketaren, 2009:114) program secara harfiah
diartikan sebagai rencana aktifitas atau rencana kegiatan dalam suatu wadah
tertentu. Berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh Stoner tersebut maka
program meliputi seperangkat kegiatan yang relatif luas dimana program ini
memperlihatkan:
a. Langkah utama diperlukan untuk mencapai tujuan
b. Unit atau anggota yang bertanggung jawab untuk setiap langkah.
c. Ukuran atau pengaturan dari setiap langkah.
Program merupakan tahap-tahap dalam penyelesaian rangkaian kegiatan
yang berisi langkah-langkah yang akan dikerjakan untuk mencapai tujuan dan
21
implementasi. Jika ditinjau dari aspek tingkat pelaksanaannya, secara umum
pelaksanaan terhadap program dapat dikelompokkan kedalam dua jenis, yaitu:
1. Penilaian atas perencanaan, yaitu mencoba memilih dan menetapkan prioritas
terhadap berbagai alternatif dan kemungkinan atas cara mencapai tujuan yang
telah ditetapkan sebelumnya.
2. Penilaian atas pelaksanaan, yaitu melakukan analisis tingkat kemajuan
pelaksanaan dibandingkan dengan perencanaan, didalamnya meliputi apakah
pelaksanaan program sesuai dengan apa yang direncanakan, apakah ada
perubahan-perubahan sasaran maupun tujuan dari program yang sebelumnya
direncanakan (Siagian dan Suriadi, 2012:117-118).
Penyusunan program tidak semudah yang diperkirakan banyak orang,
karena memerlukan waktu, uang dan pemikiran. Tidak saja dari orang-orang yang
membuatnya tetapi juga dari pihak-pihak yang akanterlibat dalam pelaksanaannya
kelak dikemudian hari. Suatu program tidak hanya diuraikan tentang kegiatan
apa, tetapi juga mengenai mengapa dilakukan kegiatan tersebut. Pembuatan
penyusunan program perlu diperhatikan azas-azas di bawah ini:
a. Disusun berdasarkan analisa dan waktu.
b. Dipilih masalah-masalah berdasarkan kebutuhan-kebutuhan yang dirasakan.
c. Ditentukan tujuan-tujuan dan cara-cara pemecahannya yang akan memberikan
kepuasan kepada semua pihak.
d. Mempunyai kekekalan tetapi luwes (fleksibel).
e. Mempunyai keseimbangan-keseimbangan untuk keseluruhan masyarakat
tetapi dengan mengutamakan yang terpenting.
22 g. Merupakan suatu proses yang terus-menerus.
h. Merupakan suatu proses pengajaran dan pembimbingan.
i. Merupakan suatu proses koordinasi.
j. Memberikan kesempatan untuk penilaian (evaluasi) hasil-hasil pekerjaan
(Wiriaatmadja, 1998: 69).
Menurut (Mangunhardjana, 1999: 37) pembinaan adalah menekankan
pada pengembangan manusia dari segi praktis, yaitu pengembangan sikap,
kemampuan dan kecakapan. Mangunhardjana mengatakan bahwa dalam
pembinaan, orang tidak sekedar dibantu untuk mempelajari ilmu murni, tetapi
ilmu yang dipraktekkan, tidak dibantu untuk mendapatkan pengetahuan demi
pengetahuan tetapi pengetahuan untuk dijalankan.
Orang terutama dilatih untuk mengenal kemampuan dan
mengembangkannya agar dapat memanfaatkannya secara penuh dalam bidang
hidup atau kerja mereka. Unsur pokok dalam pembinaan adalah mendapatkan
sikap dan kecakapan. Pembinaan dapat diartikan proses belajar untuk melepaskan
hal-hal yang dianggap sudah tidak berguna dan menggantinya dengan
mempelajari pengetahuan dan praktek baru.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pembinaan
berfungsi untuk menyampaikan informasi dan pengetahuan, merubah dan
mengembangkan sikap, memberikan latihan, mengembangkan kecakapan dan
keterampilan. Pembinaan akan berjalan dengan baik apabila seseorang telah
mengikuti pembinaan yang memiliki kemampuan untuk:
a. Melihat diri dan pelaksanaan hidup serta kerjanya.
23
c. Menemukan masalah-masalah dalam kehidupan serta berusaha mengatasinya.
d. Menemukan hal-hal yang sebaiknya diubah atau diperbaiki.
e. Merenungkan sasaran yang ingin dicapai dalam hidup setelah mengikuti
pembinaan (Mangunhardjana, 1999: 16).
2.2.2 Sasaran Program Pembinaan
Seminar advokasi anak jalanan yang dikutip oleh (Soedijar, 2004: 29)
mengatakan bahwa sasaran pembinaan anak jalanan :
a. Melindungi dan berusaha mengangkat derajat anak jalanan
b. Memberikan pelayanan secara teliti sehingga kesehatan dan gizi mereka tetap
terjamin.
c. Menumbuhkan rasa sadar diri, semangat kerja dan mengangkat derejat hidup
mereka sendiri bahkan keluarga dan masyarakat sekitarnya.
d. Memberikan pengarahan pada waktu bermain, rekreasi dan pada saat waktu
luangnya.
Isi dari program pembinaan harus sesuai dengan sasaran yang ingin
dicapai, dengan demikian sasaran tersebut akan menjadi jawaban dari
permasalahan yang dihadapi para anak jalanan. Suatu pembinaan yang tidak
mempunyai sasaran yang jelas dapat mengandung bahaya yang besar karena
kegiatan itu tidak akan memiliki arah dan tujuan. Sulit untuk dinilai berhasil atau
tidaknya program bila sasaran tidak dirumuskan. Sasaran perlu dirumuskan
dengan jelas dan tegas dan sasaran harus ada hubungannya dengan minat dan
kebutuhan yang dibina.
Program pembinaan memerlukan integritas dari seluruh program
24
a. Perlu dijaga agar dalam seluruh program diciptakan variasi, metode dalam
mengolah kegiatan agar program berjalan lancar, memikat dan tidak monoton
serta membosankan.
b. Perlu diketrahui sikap, pengalaman dan keahlian Pembina dalam bidang
pembinaan. Sikap Pembina sangat menentukan cara pelaksanaan program.
(Soedijra, 2004: 29)
2.3 Keberadaan Anak Jalanan 2.3.1 Pengertian Anak
Secara biologis, anak merupakan hasil dari pertemuan antara sel telur
seorang perempuan yang disebut ovum dengan benih dari seorang laki-laki yang disebut spermatozoa, yang kemudian menyatu menjadi zigot, lalu tumbuh menjadi janin dan pada akhirnya terlahir ke dunia sebagai seorang manusia (bayi) yang utuh. Tidaklah mungkin seorang anak terlahir ke dunia tanpa ada peran dari
seorang laki-laki yang telah menanamkan benih keturunan di rahim seorang
perempuan, sehingga secara alami anak terlahir atas perantaraan ayah dan ibu
kandungnya. Namun tidak demikian dalam pandangan hukum, bisa saja terjadi
seorang anak yang lahir tanpa keberadaan ayah secara yuridis, bahkan tanpa kedua orangtua sama sekali. Idealnya, seorang anak yang dilahirkan ke dunia
secara otomatis akan mendapatkan seorang laki-laki sebagai ayahnya dan seorang
perempuan sebagai ibunya, baik secara biologis maupun hukum (yuridis), karena dengan memiliki orangtua yang lengkap akan mendukung kesempurnaan bagi si
anak dalam menjalani masa pertumbuhannya.
25
orangtua, faktor lingkungan juga memiliki peranan yang sangat penting dalam
mempengaruhi kepribadian si anak ketika menyongsong fase kedewasaannya
kelak. Anak adalah sosok yang akan memikul tanggung jawab di masa yang akan
datang, sehingga tidak berlebihan jika Negara memberikan suatu perlindungan
bagi anak-anak dari perlakuan-perlakuan yang dapat menghancurkan masa
depannya (Witanto, 2012:4-6).
Menurut The Minimum Age Convention Nomor 138 tahun 1973,
pengertian tentang anak adalah seseorang yang berusia 15 tahun ke bawah.
Convention onThe Right Of the Child tahun 1989 yang telah diratifikasi pemerintah Indonesia melalui Keppres Nomor 39 Tahun 1990 disebutkan bahwa
anak adalah mereka yang berusia 18 tahun ke bawah. Sementara itu, UNICEF
mendefenisikan anak sebagai penduduk yang berusia antara 0 sampai dengan 18
tahun. Undang-Undang RI Nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak,
menyebutkan bahwa anak adalah mereka yang belum berusia 21 tahun dan belum
menikah. Undang-undang Perkawinan menetapkan batas usia 16 tahun (Huraerah,
2006: 19).
Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa rentang usia anak terletak pada
skala 0 sampai dengan 21 tahun. Penjelasan mengenai batas usia 21 tahun
ditetapkan berdasarkan pertimbangan kepentingan usaha kesejahteraan sosial,
kematangan pribadi dan kematangan mental seseorang umumnya dicapai setelah
seseorang melampaui usia 21 tahun. Konvensi Hak Anak (KHA), mendefinisikan
anak secara umum sebagai yang umumnya belum mencapai 18 tahun, namun
diberikan juga pengakuan terhadap batasan umur yang berbeda yang mungkin
26
Menurut Atika anak dalam makna sosial ini lebih mengarahkan pada
perlindungan kodrati karena keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki oleh seorang
anak. Faktor keterbatasan kemampuan karena anak berada pada proses
pertumbuhan, proses belajar dan proses sosialisasi dari akibat usaha yang belum
dewasa, disebabkan kemampuan daya nalar dan kondisi fisik dalam pertumbuhan
dan mental spiritual yang berada dibawah kelompok usia orang dewasa
(Huraerah, 2006: 24).
2.3.2 Hak-Hak Anak
Hak-hak anak adalah merupakan alat untuk melindungi anak dari
kekerasan dan penyalahgunaan. Hak anak dapat menciptakan saling menghargai
pada setiap manusia. Penghargaan terhadap hak anak hanya bisa dicapai apabila
semua orang, termasuk anak-anak sendiri, mengakui bahwa setiap orang memiliki
hak yang sama, dan kemudian menerapkannya dalam sikap dan perilaku yang
menghormati, mengikutsertakan dan menerima orang lain.
Tujuan Hak-hak anak adalah untuk memastikan bahwa setiap anak
memiliki kesempatan untuk mencapai potensi mereka secara penuh, serta
memiliki akses terhadap pendidikan dan perawatan kesehatan, tumbuh di
lingkungan yang sesuai, mendapat informasi tentang hak-hak mereka dan
berpartisipasi secara aktif di masyarakat. Sedangkan Konvensi Hak-Hak Anak
adalah sebuah perjanjian internasional yang mengakui hak-hak sipil, politik,
ekonomi, sosial dan budaya dari anak-anak. Perjanjian ini diadopsi oleh
perserikatan bangsa-bangsa pada tanggal 20 November 1989.
Negara Indonesia adalah salah satu Negara yang meratifikasi Konvensi
27
untuk menghormati, melindungi, mempromosikan dan memenuhi hak-hak anak di
Indonesia. Agar terwujud, maka pemerintah dan seluruh dunia harus dapat
menghormati dan menjunjung tinggi Hak-hak anak, melalui undang-undang yang
mereka kembangkan di tingkat nasional. Namun demikian, agar anak-anak dapat
menikmati hak-hak mereka, secara penuh konvensi itu harus dihormati dan
dipromosikan oleh semua anggota masyarakat mulai dari orangtua untuk
mendidik kepada anak-anak sendiri. Prinsip-prinsip Konvensi Hak Anak:
1. Non-diskriminasi dan kesempatan yang sama.
Semua anak memiliki hak yang sama. Konvensi ini berlaku untuk semua anak,
apapun latar belakang etnis, agama, bahasa, budaya atau jenis kelamin. Tidak
perduli darimana mereka dating atau dimana mereka tinggal, apa pekerjaan
orangtua mereka, apakah mereka cacat, atau mereka kaya atau miskin. Semua
anak harus memiliki kesempatan yang sama untuk mencapai potensi mereka
sepenuhnya.
2. Kepentingan terbaik dari anak.
Kepentingan terbaik bagi anak harus menjadi pertimbangan utama ketika
membuat keputusan yang mungkin berdampak pada anak. Ketika orang
dewasa membuat keputusan, mereka harus berfikir bagaimana keputusan
mereka itu berdampak pada anak-anak.
3. Hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan.
Anak mempunyai hak untuk hidup. Anak harus memperoleh perawatan yang
diperlukan untuk menjamin kesehatan fisik, mental, dan emosi mereka serta
28 4. Partisipasi anak.
Anak mempunyai hak untuk mengekspresikan diri dan didengar. Mereka
harus memiliki kesempatan untuk menyatakan pendapat tentang keputusan
yang berdampak pada mereka dan pandangan mereka harus dipertimbangkan.
Berkaitan dengan ini, usia anak, tingkat kematangan, dan kepentingan mereka
yang terbaik harus selalu diingat bila mempertimbangkan idea atau gagasan
anak (Joni dan Zulchaina, 1999:33-46).
Secara internasional, diakui tentang adanya hak anak sebagaimana
dimaksud dalam Konvensi Hak Anak PBB yang telah diratifikasi dengan
KEPRES No.36/1990, dimana dinyatakan anak-anak seperti juga halnya dengan
orang dewasa memiliki hak dasar sebagai manusia. Akan tetapi karena
kebutuhan-kebutuhan khusus dan kerawanannya, maka hak-hak anak perlu diperlakukan dan
diperhatikan secara khusus. Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang
wajib dijamin, dilindingi dan dipenuhi oleh orangtua, keluarga, masyarakat,
pemerintah dan Negara. Adapun Hak Anak menurut KEPRES tersebut adalah:
1. Hak untuk hidup yang layak.
Setiap anak memiliki hak untuk kehidupan yang layak dan terpenuhinya
kebutuhan-kebutuhan dasar mereka termasuk makanan, tempat tinggal dan
perawatan kesehatan.
2. Hak untuk berkembang.
Setiap anak berhak untuk tumbuh kembang secara wajar tanpa halangan.
29
pendapat, memilih agama, mempertahankan keyakinannya dan semua hak
yang memungkinkan mereka berkembang secara maksimal sesuai potensinya.
3. Hak untuk dilindungi.
Setiap anak berhak untuk dilindungi dari segala bentuk tindakan kekuasaan,
ketidakpedulian dan eksploitasi.
4. Hak untuk berperan serta.
Setiap anak berhak untuk berperan aktif dalam masyarakat dan di negaranya
termasuk kebebasan untuk berekspresi, kebebasan untuk berinteraksi dengan
orang lain dan menjadi anggota suatu perkumpulan.
5. Hak untuk memperoleh pendidikan.
Setiap anak berhak menerima pendidikan tingkat dasar, pendidikan tingkat
lanjutan harus dianjurkan dan dimotivasi agar dapat diikuti oleh sebanyak
mungkin anak.
Undang-undang memberikan beberapa pandangan tentang terminologi
anak berdasarkan fungsi dan kedudukannya antara lain sebagai berikut:
a. UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak:
Anak adalah amanah sekaligus karunia Tuhan yang Maha Esa, yang senantiasa
harus kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat dan hak-hak
sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Hak asasi anak merupakan bagian
dari hak asasi manusia yang termuat dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan
Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-Hak Anak. Dari sisi
kehidupan berbangsa dan bernegara, anak adalah masa depan bangsa dan generasi
30
tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak
kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.
b. UU Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak:
Anak adalah potensi serta penerus cita-cita bangsa yang dasar-dasarnya telah
diletakan oleh generasi sebelumnya.
c. UU Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak:
Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia
yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki
peranan strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan
dan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik,
mental dan sosial secara utuh, serasi, selaras dan seimbang.
d. PP Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pengangkatan Anak:
Anak merupakan bagian dari generasi muda, penerus cita-cita perjuangan bangsa
dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional.
2.3.3 Kategori Masalah Anak
Dalam Konvensi Hak Anak telah ditegaskan sejumlah hak-hak anak yang
kemudian diterapkan ke dalam hukum nasional mengenai hukum anak, baik di
bidang hukum perdata, hukum pidana dan hukum di bidang kesehatan,
kesejahteraan anak, jaminan sosial, ketenagakerjaan, pendidikan dan lain-lain.
Masalah yang menyangkut hak-hak anak bukan hanya bagaimana
31
Konvensi Hak Anak, akan tetapi yang terpenting adalah mengimplementasikan
hak-hak anak dan hukum anak dalam praktek kehidupan masyarakat sehari-hari.
Hak-hak anak sebagaimana dituangkan dalam Konvensi Hak Anak bukan
pula sekedar hak-hak anak dalam keadaan yang sulit dan tertindas sehingga perlu
dilindungi, akan tetapi juga memasuki wilayah kesejahteraan anak yang lebih luas
baik secara sosial, ekonomi sosial dan budaya bahkan politik. Hak anak untuk
terjamin kebebasannya menyatakan pendapat dan memperoleh informasi
merupakan wujud perluasan hak-hak anak yang lebih maju (progressive rights). Akan tetapi, dalam kenyataan keseharian, masalah anak-anak yang paling
mendesak dilakukan langkah intervensi dan intervensi itupun dilakukan secara
khusus adalah terhadap kategori anak-anak yang berada dalam situasi sulit.
Berdasarkan bentuk dan bobot pelanggaran hak-hak anak yang berada dalam
situasi sulit itu dapat dikualifikasi sebagai berikut:
A. Anak-anak yang berada dalam keadaan diskriminatif, yakni:
1) Larangan perlakukan diskriminasi anak;
2) Nama dan kewarganegaraan anak;
3) Anak cacat (disabled);
4) Anak suku terasing (children of indegeneous people); B. Anak-anak dalam situasi eksploitasi, yakni:
1) Anak yang terpisah dengan keluarganya;
2) Anak korban penyelundupan dan terdampar di luar negeri;
3) Anak yang terganggu privasinya;
4) Anak korban kekerasan dan penelantaran;
32 6) Anak yang diadopsi;
7) Anak yang ditempatkan pada suatu lokasi yang perlu ditinjau secara
berkala;
8) Buruh anak;
9) Anak korban eksploitasi seksual; penculikan anak;
10)Anak korban perdagangan anak, penyelundupan anak dan penculikan anak.
11)Anak yang dieksploitasi dalam lain-lain bentuk;
12)Anak korban penyiksaan dan perampasan kebebasan;
C. Anak-anak dalam situasi darurat dan kritis, yakni:
1) Anak-anak yang perlu dipertemukan kembali dengan keluarganya;
2) Pengungsi anak-anak;
3) Anak yang terlibat dalm konflik bersenjata dan serdadu anak;
4) Anak yang ditempatkan yang harus ditinjau secara berkala;
Sementara itu dalam pandangan lain menyebutkan bahwa masalah
anak-anak dapat dikualifikasi berdasarkan masalah yang dialami anak-anak-anak-anak sendiri,
dikualifikasi sebagai berikut:
1) Anak terlantar;
2) Anak yang tidak mampu;
3) Anak cacat;
4) Anak yang terpaksa bekerja (pekerja anak);
5) Anak yang melakukan pelanggaran/kenakalan anak;
6) Penyalahgunaan narkotika dan zat adiktif lainnya;
7) Kewarganegaraan;
33 9) Pengangkatan anak;
10)Perlindungan terhadap pemerkosaan, kejahatan dan penganiayaan.
11)Perlindungan terhadap penculikan;
12)Bantuan hukum baik di dalam maupun di luar pengadilan;
13)Resosialisasi eks narapidana anak;
14)Pewarisan;
15)Perlindungan anak yang orangtuanya bercerai;
16)Anak luar kawin;
17)Alimentasi;
18)Penyalahgunaan seksual;
19)Anak putus sekolah (Joni dan Zulchaina, 1999:109-111).
2.3.4 Pengertian Anak Jalanan
Anak jalanan adalah anak-anak yang mencari nafkah di jalanan. Mereka
pada mumnya bekerja sebagai pengamen, pedagang asongan, gelandangan,
pengemis, penjual koran, tukang semir sepatu, pemulung, tukang parker hingga
pekerja seks anak. Anak jalanan sebagian besar menghabiskan waktunya untuk
mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan dan tempat-tempat umum lainnya.
Resistensinyaterhadap permasalahan di jalanan cukup tinggi (Batubara, 2010: 15).
Departemen Sosial mengatakan seseorang akan dikatakan anak jalanan
bila berumur dibawah 18 tahun dan berada di jalan lebih dari 6 jam sehari, 6 hari
34
diri dari keluarga, sekolah, lingkungan dan masyarakat terdekatnya, larut dalam
kehidupan yang berpindah-pindah di jalan raya).
Menurut Johanes dalam (Huraerah, 2006: 80) pada seminar tentang
pemberdayaan anak jalanan yang dilaksanakan Sekolah Tinggi Kesejahteraan
Sosial Bandung (STKS) menyebutkan bahwa anak jalanan adalah anak yang
menghabiskan waktunya di jalanan baik untuk bekerja maupun tidak yang terdiri
dari anak-anak yang mempunyai hubungan dengan keluarga dan anak yang
mandiri sejak kecil karena kehilangan orang tua atau keluarga.
Tulisan Shalahuddin dan KHA (Konvensi Hak Anak) yang dikutip dari
(Jurnal Penelitian Kesejahteraan Sosial, 2003: 35) memberikan pengertian anak
jalanan sebagai satu kelompok anak yang berada dalam kesulitan khusus (children inespecially difficultcircumtance) yang menjadi prioritas untuk segera ditangani. Berbeda dengan pandangan Sudijar dalam (Jurnal Penelitian Kesejahteraan Sosial,
2003:65) mendefinisikan anak jalanan sebagai anak-anak usia 7-21 tahun yang
bekerja di jalan raya dan tempat-tempat umum lainnya yang dapat mengganggu
ketertiban dan keselamatan orang lain serta membahayakan dirinya, yang pada
umumnya bekerja sebagai pengamen, penjual koran, penyemir sepatu, pedagang
asongan dan pemulung.
2.3.5 Karakteristik Anak Jalanan
Menurut data Departemen Sosial tahun 2014, karakteristik anak jalanan
terbagi dalam dua kategori yaitu ciri fisik dan psikis. Ciri fisik anak jalanan adalah
anak jalanan yang mempunyai warna kulit kusam, rambut kemerah-merahan,
kebanyakan berbadan kurus dan berpakaian kotor. Ciri psikis mereka adalah
35
masa bodoh, mempunyai rasa penuh curiga, sangat sensitif, tidak berfikir panjang
atau berani menanggung resiko. Seorang anak dikatakan anak jalanan bilamana
mempunyai indikasi sebagai berikut:
1. Usia di bawah 18 tahun.
2. Orientasi hubungan dengan keluarganya adalah hubungan yang sekedarnya,
tidak ada komunikasi yang rutin diantara mereka:
a. Ada yang sama sekali tidak berhubungan dengan keluarganya.
b. Masih ada hubungan sosial secara teratur minimal dalam arti bertemu
sekali setiap hari.
c. Masih ada kontak dengan keluarganya, namun tidak teratur.
3. Orientasi waktu
Mereka tidak mempunyai orientasi mendatang. Orientasi waktunya adalah
masa kini. Dan waktu yang dihabiskan di jalanan lebih dari 4 jam setiap
harinya.
4. Orientasi tempat tinggal
a. Tinggal bersama orang tuanya.
b. Tinggal dengan teman-teman sekelompoknya.
c. Tidak mempunyai tempat tinggal, tidur disembarang tempat.
5. Orientasi tempat berkumpul mereka adalah tempat-tempat yang kumuh, kotor,
banyak makanan sisa, tempat berkumpulnya orang-orang, misalkan; pasar,
terminal bus, stasiun kereta api, taman-taman kota, daerah lokalisasi WTS,
perempatan jalan atau jalan raya, di kendaraan umum atau mengamen dan
tempat pembuangan sampah.
36
Aktifitas yang mereka kerjakan adalah aktifitasnya yang berorientasi pada
kemudahan mendapatkan uang sekedarnya untuk menyambung hidup, seperti;
menyemir sepatu, mengasong, menjadi calo, menjajakan koran/majalah,
mencuci kendaraan, menjadi pemulung, mengamen, menjadi kuli angkut dan
menjadi penghubung penjual jasa.
7. Pendanaan dalam aktifitasnya
a. Modal sendiri
b. Modal kelompok
c. Modal majikan
d. Bantuan
8. Permasalahan-permasalahan yang dihadapi.
a. Korban eksploitasi seks
b. Dikejar-kejar aparat.
c. Terlibat kriminal.
d. Konflik dengan kelompok lain atau teman dalam kelompok
e. Potensi kecelakaan lalu lintas
f. Ditolak masyarakat.
9. Kebutuhan-kebutuhan anak jalanan.
a. Haus kasih sayang.
b. Rasa aman
c. Kebutuhan sandang, pangan (gizi), kesehatan
d. Kebutuhan pendidikan
e. Bimbingan keterampilan
37
g. Harmonisasi hubungan sosial dengan keluarga, orang tua dan masyarakat.
Berdasarkan Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI) yang dikutip
dari (Jurnal Penelitian Kesejahteraan Sosial, 2003: 35) terdapat 3 (tiga) kategori
dalam menilai seorang anak apakah anak jalanan atau tidak, yaitu:
a. Anak-anak jalanan yang betul-betul tinggal di jalanan, lepas sama sekali dari
orang tuanya. Mereka ini pada umumnya dianggap gelandangan.
b. Anak-anak jalanan yang kadang-kadang saja kembali kepada orang tuanya.
Anak jalanan seperti ini umumnya lebih banyak menghabiskan waktu di luar
rumah.
c. Anak-anak jalanan yang lain, yang tinggal jauh dari orang tuanya. Mereka ini
kehilangan kontak sama sekali dengan orang tuanya.
Yayasan KKSP(Kelompok Kerja Sosial Perkotaan) juga memberikan
karakteristik atau sifat-sifat yang menonjol dari anak jalanan diantaranya adalah:
a. Terlihat kumuh atau kotor, baik kotor tubuh maupun kotor pakaian
b. Memandang orang lain, yang tidak hidup di jalanan sebagai orang yang dapat
dimintai uang.
c. Mandiri, artinya anak-anak tidak terlalu menggantungkan hidup terutama
dalam hal tempat tidur dan makan.
d. Mimik wajah yang selalu memelas, terutama