• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Implementasi 2.1.1 Pengertian Implementasi - Implementasi Program Pembinaan Anak Jalanan Kota Medan di Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Implementasi 2.1.1 Pengertian Implementasi - Implementasi Program Pembinaan Anak Jalanan Kota Medan di Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan Kota Medan"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Implementasi

2.1.1 Pengertian Implementasi

Implementasi dimaksudkan membawa ke suatu hasil (akibat) melengakapi dan menyelesaikan. Implementasi juga dimaksudkan menyediakan sarana (alat) untuk melaksanakan sesuatu, memberikan hasil yang bersifat praktis terhadap sesuatu. Pressman dan Wildavsky mengemukakan bahwa : “implimentation as to carry out, accomplish, fullfil, produce, complete” maksudnya: membawa,

menyelesaikan, mengisi, menghasilkan, melengkapi (Wahab, 2002: 95). Implementasi dapat diartikan sebagai suatu aktivitas yang berkaitan dengan penyelesaian suatu pekerjaan dengan penggunaan sarana (alat) untuk memperoleh hasil.

Dikaitkan dengan dengan kebijakan publik, maka kata implementasi kebijakan publik dapat diartikan sebagai aktivitas penyelesaian atau pelaksanaan kebijakan publik yang telah ditetapkan/disetujui dengan penggunaan sarana (alat) untuk mencapai tujuan kebijakan. Pengertian implementasi dikemukakan oleh Solichin Abdul Wahab dalam bukunya Analisis Kebijakan: Dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara yaitu: “Implementasi adalah

(2)

Implementasi merupakan tindakan-tindakan untuk mencapai tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan. Tindakan tersebut dilakukan baik oleh individu, pejabat pemerintah ataupun swasta. Dunn mengistilahkannya implementasi secara lebih khusus, menyebutnya dengan istilah implementasi kebijakan dalam bukunya yang berjudul Analisis Kebijakan Publik. Menurutnya implementasi kebijakan (Policy Implementation) adalah pelaksanaan pengendalian aksi-aksi kebijakan di dalam kurun waktu tertentu (Winarno 2002:101)

Berkaitan dengan faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan suatu program, Subarsono dalam bukunya yang berjudul Analisis Kebijakan Publik (Konsep, Teori dan Aplikasi), mengutip pendapat G. Shabbir Cheema dan

Dennis A. Rondinelli mengemukakan bahwa terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan program-program pemerintah yang bersifat desentralistis. Faktor-faktor tersebut di antaranya:

1) Kondisi lingkungan

Lingkungan sangat mempengaruhi implementasi kebijakan, yang dimaksud lingkungan ini mencakup lingkungan sosio kultural serta keterlibatan penerima program.

2) Hubungan antar organisasi

Dalam banyak program, implementasi sebuah program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lain. Untuk itu diperlukan koordinasi dan kerjasama antar instansi bagi keberhasilan suatu program.

(3)

Implementasi kebijakan perlu didukung sumberdaya baik sumber daya manusia (human resources) maupun sumber daya non-manusia (non human resources). 4) Karakteristik dan kemampuan agen pelaksana

Yang dimaksud karakteristik dan kemampuan agen pelaksana adalah mencakup struktur birokrasi, norma-norma, dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semuanya itu akan mempengaruhi implementasi suatu program. (Subarsono, 2005:101).

Menurut Sobana (Wahab 2002: 84) implementasi kebijakan merupakan suatu sistem pengendalian untuk menjaga agar tidak terjadi penyimpangan dari tujuan kebijakan. Implementasi kebijakan meliputi semua tindakan yang berlangsung antara pernyataan atau perumusan kebijakan dan dampak aktualnya Berdasarkan pendapat di atas, dapat dinyatakan bahwa implementasi pada prinsipnya tidak hanya terbatas pada proses pelaksanaan suatu kebijakan namun juga melingkupi tindakan-tindakan atau prilaku individu-individu dan kelompok pemerintah dan swasta, serta badan-badan administratif atau unit birokrasi yang bertanggung jawab untuk melaksanakan program dalam mencapai tujuan, akan tetapi juga mencermati berbagai kekuatan politik, sosial, ekonomi yang mempunyai pengaruh terhadap sasaran yang ingin dicapai. Implementasi kebijakan dimaksudkan untuk memahami apa yang terjadi setelah suatu program dirumuskan, serta apa dampak yang timbul dari program kebijakan itu.

(4)

apa yang dikemukakan oleh Anderson dalam buku Joko Widodo yang berjudul Good Governance telaah dari Dimensi: Akuntabilitas dan Kontrol Birokrasi pada

Era Desentralisasi dan Otonomi Daerah. Elemen tersebut antara lain mencakup:

a. Kebijakan selalu mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu. b. Kebijakan berisi tindakan atau pola tindakan pejabat-pejabat pemerintah. c. Kebijakan adalah apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah dan bukan apa yang bermaksud akan dilakukan.

4. Kebijakan publik bersifat positif (merupakan tindakan pemerintah mengenai sesuatu masalah tertentu) dan bersifat negatif (keputusan pejabat pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu).

5. Kebijakan publik (positif), selalu berdasarkan pada peraturan perundangan tertentu yang bersifat memaksa (otoritatif) (Winarno, 2002: 16).

2.1.2 Tahap Implementasi

Pembuatan suatu sistem pasti ada tahap implementasi. yang dimaksud dengan implementasi adalah merupakan realisasi sistem yang berdasarkan pada desain yang telah dibuat. tahapan implementasi dibagi menjadi 4 tahapan, yaitu sebagai berikut

1. Membuat dan menguji basis data & jaringan

Pada tahap ini adalah tahap dimana menguji basis data dan jaringan yang telah ada pada sistem dan harus diimplementasikan sebelum pemasangan program komputer.

(5)

Tahap yang kedua adalah tahap membuat dan menguji program. Pada tahap ini rencana yang telah ada dikembangkan lagi menjadi lebih rinci dan dilakukan pengujian terhadap program tersebut.

3. Memasang dan menguji sistem baru.

Pada tahapan yang ketiga ini dilakukan uji coba terhadap sistem baru tersebut, untuk meyakinkan bahwa sistem tersebut sudah terpenuhi.

4. Mengirim sistem baru kedalam sistem operasi.

Tahapan yang keempat atau tahapan yang terakhir adalah untuk menggantikan sistem yang lama dengan sistem baru yang telah dibuat pada tahap sebelumnya. Tahap ini menunjukkan bahwa sistem sudah siap untuk dioperasikan.

2.2. Program Pembinaan

2.2.1 Pengertian Program Pembinaan

Menurut Stoner dalam (Ketaren, 2009:114) program secara harfiah diartikan sebagai rencana aktifitas atau rencana kegiatan dalam suatu wadah tertentu. Berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh Stoner tersebut maka program meliputi seperangkat kegiatan yang relatif luas dimana program ini memperlihatkan:

a. Langkah utama diperlukan untuk mencapai tujuan

b. Unit atau anggota yang bertanggung jawab untuk setiap langkah. c. Ukuran atau pengaturan dari setiap langkah.

(6)

implementasi. Jika ditinjau dari aspek tingkat pelaksanaannya, secara umum pelaksanaan terhadap program dapat dikelompokkan kedalam dua jenis, yaitu:

1. Penilaian atas perencanaan, yaitu mencoba memilih dan menetapkan prioritas terhadap berbagai alternatif dan kemungkinan atas cara mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

2. Penilaian atas pelaksanaan, yaitu melakukan analisis tingkat kemajuan pelaksanaan dibandingkan dengan perencanaan, didalamnya meliputi apakah pelaksanaan program sesuai dengan apa yang direncanakan, apakah ada perubahan-perubahan sasaran maupun tujuan dari program yang sebelumnya direncanakan (Siagian dan Suriadi, 2012:117-118).

Penyusunan program tidak semudah yang diperkirakan banyak orang, karena memerlukan waktu, uang dan pemikiran. Tidak saja dari orang-orang yang membuatnya tetapi juga dari pihak-pihak yang akanterlibat dalam pelaksanaannya kelak dikemudian hari. Suatu program tidak hanya diuraikan tentang kegiatan apa, tetapi juga mengenai mengapa dilakukan kegiatan tersebut. Pembuatan penyusunan program perlu diperhatikan azas-azas di bawah ini:

a. Disusun berdasarkan analisa dan waktu.

b. Dipilih masalah-masalah berdasarkan kebutuhan-kebutuhan yang dirasakan. c. Ditentukan tujuan-tujuan dan cara-cara pemecahannya yang akan memberikan

kepuasan kepada semua pihak.

d. Mempunyai kekekalan tetapi luwes (fleksibel).

e. Mempunyai keseimbangan-keseimbangan untuk keseluruhan masyarakat tetapi dengan mengutamakan yang terpenting.

(7)

g. Merupakan suatu proses yang terus-menerus.

h. Merupakan suatu proses pengajaran dan pembimbingan. i. Merupakan suatu proses koordinasi.

j. Memberikan kesempatan untuk penilaian (evaluasi) hasil-hasil pekerjaan (Wiriaatmadja, 1998: 69).

Menurut (Mangunhardjana, 1999: 37) pembinaan adalah menekankan pada pengembangan manusia dari segi praktis, yaitu pengembangan sikap, kemampuan dan kecakapan. Mangunhardjana mengatakan bahwa dalam pembinaan, orang tidak sekedar dibantu untuk mempelajari ilmu murni, tetapi ilmu yang dipraktekkan, tidak dibantu untuk mendapatkan pengetahuan demi pengetahuan tetapi pengetahuan untuk dijalankan.

Orang terutama dilatih untuk mengenal kemampuan dan mengembangkannya agar dapat memanfaatkannya secara penuh dalam bidang hidup atau kerja mereka. Unsur pokok dalam pembinaan adalah mendapatkan sikap dan kecakapan. Pembinaan dapat diartikan proses belajar untuk melepaskan hal-hal yang dianggap sudah tidak berguna dan menggantinya dengan mempelajari pengetahuan dan praktek baru.

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pembinaan berfungsi untuk menyampaikan informasi dan pengetahuan, merubah dan mengembangkan sikap, memberikan latihan, mengembangkan kecakapan dan keterampilan. Pembinaan akan berjalan dengan baik apabila seseorang telah mengikuti pembinaan yang memiliki kemampuan untuk:

a. Melihat diri dan pelaksanaan hidup serta kerjanya.

(8)

c. Menemukan masalah-masalah dalam kehidupan serta berusaha mengatasinya. d. Menemukan hal-hal yang sebaiknya diubah atau diperbaiki.

e. Merenungkan sasaran yang ingin dicapai dalam hidup setelah mengikuti pembinaan (Mangunhardjana, 1999: 16).

2.2.2 Sasaran Program Pembinaan

Seminar advokasi anak jalanan yang dikutip oleh (Soedijar, 2004: 29) mengatakan bahwa sasaran pembinaan anak jalanan :

a. Melindungi dan berusaha mengangkat derajat anak jalanan

b. Memberikan pelayanan secara teliti sehingga kesehatan dan gizi mereka tetap terjamin.

c. Menumbuhkan rasa sadar diri, semangat kerja dan mengangkat derejat hidup mereka sendiri bahkan keluarga dan masyarakat sekitarnya.

d. Memberikan pengarahan pada waktu bermain, rekreasi dan pada saat waktu luangnya.

Isi dari program pembinaan harus sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai, dengan demikian sasaran tersebut akan menjadi jawaban dari permasalahan yang dihadapi para anak jalanan. Suatu pembinaan yang tidak mempunyai sasaran yang jelas dapat mengandung bahaya yang besar karena kegiatan itu tidak akan memiliki arah dan tujuan. Sulit untuk dinilai berhasil atau tidaknya program bila sasaran tidak dirumuskan. Sasaran perlu dirumuskan dengan jelas dan tegas dan sasaran harus ada hubungannya dengan minat dan kebutuhan yang dibina.

(9)

a. Perlu dijaga agar dalam seluruh program diciptakan variasi, metode dalam mengolah kegiatan agar program berjalan lancar, memikat dan tidak monoton serta membosankan.

b. Perlu diketrahui sikap, pengalaman dan keahlian Pembina dalam bidang pembinaan. Sikap Pembina sangat menentukan cara pelaksanaan program. (Soedijra, 2004: 29)

2.3 Keberadaan Anak Jalanan 2.3.1 Pengertian Anak

Secara biologis, anak merupakan hasil dari pertemuan antara sel telur seorang perempuan yang disebut ovum dengan benih dari seorang laki-laki yang disebut spermatozoa, yang kemudian menyatu menjadi zigot, lalu tumbuh menjadi janin dan pada akhirnya terlahir ke dunia sebagai seorang manusia (bayi) yang utuh. Tidaklah mungkin seorang anak terlahir ke dunia tanpa ada peran dari seorang laki-laki yang telah menanamkan benih keturunan di rahim seorang perempuan, sehingga secara alami anak terlahir atas perantaraan ayah dan ibu kandungnya. Namun tidak demikian dalam pandangan hukum, bisa saja terjadi seorang anak yang lahir tanpa keberadaan ayah secara yuridis, bahkan tanpa kedua orangtua sama sekali. Idealnya, seorang anak yang dilahirkan ke dunia secara otomatis akan mendapatkan seorang laki-laki sebagai ayahnya dan seorang perempuan sebagai ibunya, baik secara biologis maupun hukum (yuridis), karena dengan memiliki orangtua yang lengkap akan mendukung kesempurnaan bagi si anak dalam menjalani masa pertumbuhannya.

(10)

orangtua, faktor lingkungan juga memiliki peranan yang sangat penting dalam mempengaruhi kepribadian si anak ketika menyongsong fase kedewasaannya kelak. Anak adalah sosok yang akan memikul tanggung jawab di masa yang akan datang, sehingga tidak berlebihan jika Negara memberikan suatu perlindungan bagi anak-anak dari perlakuan-perlakuan yang dapat menghancurkan masa depannya (Witanto, 2012:4-6).

Menurut The Minimum Age Convention Nomor 138 tahun 1973, pengertian tentang anak adalah seseorang yang berusia 15 tahun ke bawah. Convention onThe Right Of the Child tahun 1989 yang telah diratifikasi

pemerintah Indonesia melalui Keppres Nomor 39 Tahun 1990 disebutkan bahwa anak adalah mereka yang berusia 18 tahun ke bawah. Sementara itu, UNICEF mendefenisikan anak sebagai penduduk yang berusia antara 0 sampai dengan 18 tahun. Undang-Undang RI Nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, menyebutkan bahwa anak adalah mereka yang belum berusia 21 tahun dan belum menikah. Undang-undang Perkawinan menetapkan batas usia 16 tahun (Huraerah, 2006: 19).

(11)

Menurut Atika anak dalam makna sosial ini lebih mengarahkan pada perlindungan kodrati karena keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki oleh seorang anak. Faktor keterbatasan kemampuan karena anak berada pada proses pertumbuhan, proses belajar dan proses sosialisasi dari akibat usaha yang belum dewasa, disebabkan kemampuan daya nalar dan kondisi fisik dalam pertumbuhan dan mental spiritual yang berada dibawah kelompok usia orang dewasa (Huraerah, 2006: 24).

2.3.2 Hak-Hak Anak

Hak-hak anak adalah merupakan alat untuk melindungi anak dari kekerasan dan penyalahgunaan. Hak anak dapat menciptakan saling menghargai pada setiap manusia. Penghargaan terhadap hak anak hanya bisa dicapai apabila semua orang, termasuk anak-anak sendiri, mengakui bahwa setiap orang memiliki hak yang sama, dan kemudian menerapkannya dalam sikap dan perilaku yang menghormati, mengikutsertakan dan menerima orang lain.

Tujuan Hak-hak anak adalah untuk memastikan bahwa setiap anak memiliki kesempatan untuk mencapai potensi mereka secara penuh, serta memiliki akses terhadap pendidikan dan perawatan kesehatan, tumbuh di lingkungan yang sesuai, mendapat informasi tentang hak-hak mereka dan berpartisipasi secara aktif di masyarakat. Sedangkan Konvensi Hak-Hak Anak adalah sebuah perjanjian internasional yang mengakui hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial dan budaya dari anak-anak. Perjanjian ini diadopsi oleh perserikatan bangsa-bangsa pada tanggal 20 November 1989.

(12)

untuk menghormati, melindungi, mempromosikan dan memenuhi hak-hak anak di Indonesia. Agar terwujud, maka pemerintah dan seluruh dunia harus dapat menghormati dan menjunjung tinggi Hak-hak anak, melalui undang-undang yang mereka kembangkan di tingkat nasional. Namun demikian, agar anak-anak dapat menikmati hak-hak mereka, secara penuh konvensi itu harus dihormati dan dipromosikan oleh semua anggota masyarakat mulai dari orangtua untuk mendidik kepada anak-anak sendiri. Prinsip-prinsip Konvensi Hak Anak:

1. Non-diskriminasi dan kesempatan yang sama.

Semua anak memiliki hak yang sama. Konvensi ini berlaku untuk semua anak, apapun latar belakang etnis, agama, bahasa, budaya atau jenis kelamin. Tidak perduli darimana mereka dating atau dimana mereka tinggal, apa pekerjaan orangtua mereka, apakah mereka cacat, atau mereka kaya atau miskin. Semua anak harus memiliki kesempatan yang sama untuk mencapai potensi mereka sepenuhnya.

2. Kepentingan terbaik dari anak.

Kepentingan terbaik bagi anak harus menjadi pertimbangan utama ketika membuat keputusan yang mungkin berdampak pada anak. Ketika orang dewasa membuat keputusan, mereka harus berfikir bagaimana keputusan mereka itu berdampak pada anak-anak.

3. Hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan.

(13)

4. Partisipasi anak.

Anak mempunyai hak untuk mengekspresikan diri dan didengar. Mereka harus memiliki kesempatan untuk menyatakan pendapat tentang keputusan yang berdampak pada mereka dan pandangan mereka harus dipertimbangkan. Berkaitan dengan ini, usia anak, tingkat kematangan, dan kepentingan mereka yang terbaik harus selalu diingat bila mempertimbangkan idea atau gagasan anak (Joni dan Zulchaina, 1999:33-46).

Secara internasional, diakui tentang adanya hak anak sebagaimana dimaksud dalam Konvensi Hak Anak PBB yang telah diratifikasi dengan KEPRES No.36/1990, dimana dinyatakan anak-anak seperti juga halnya dengan orang dewasa memiliki hak dasar sebagai manusia. Akan tetapi karena kebutuhan-kebutuhan khusus dan kerawanannya, maka hak-hak anak perlu diperlakukan dan diperhatikan secara khusus. Hak anak adalah bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindingi dan dipenuhi oleh orangtua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan Negara. Adapun Hak Anak menurut KEPRES tersebut adalah:

1. Hak untuk hidup yang layak.

Setiap anak memiliki hak untuk kehidupan yang layak dan terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar mereka termasuk makanan, tempat tinggal dan perawatan kesehatan.

2. Hak untuk berkembang.

(14)

pendapat, memilih agama, mempertahankan keyakinannya dan semua hak yang memungkinkan mereka berkembang secara maksimal sesuai potensinya. 3. Hak untuk dilindungi.

Setiap anak berhak untuk dilindungi dari segala bentuk tindakan kekuasaan, ketidakpedulian dan eksploitasi.

4. Hak untuk berperan serta.

Setiap anak berhak untuk berperan aktif dalam masyarakat dan di negaranya termasuk kebebasan untuk berekspresi, kebebasan untuk berinteraksi dengan orang lain dan menjadi anggota suatu perkumpulan.

5. Hak untuk memperoleh pendidikan.

Setiap anak berhak menerima pendidikan tingkat dasar, pendidikan tingkat lanjutan harus dianjurkan dan dimotivasi agar dapat diikuti oleh sebanyak mungkin anak.

Undang-undang memberikan beberapa pandangan tentang terminologi anak berdasarkan fungsi dan kedudukannya antara lain sebagai berikut:

a. UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak:

(15)

tumbuh dan berkembang, berpartisipasi serta berhak atas perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi serta hak sipil dan kebebasan.

b. UU Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak:

Anak adalah potensi serta penerus cita-cita bangsa yang dasar-dasarnya telah diletakan oleh generasi sebelumnya.

c. UU Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak:

Anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah satu sumber daya manusia yang merupakan potensi dan penerus cita-cita perjuangan bangsa, yang memiliki peranan strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus, memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan sosial secara utuh, serasi, selaras dan seimbang.

d. PP Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pengangkatan Anak:

Anak merupakan bagian dari generasi muda, penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional.

2.3.3 Kategori Masalah Anak

(16)

Konvensi Hak Anak, akan tetapi yang terpenting adalah mengimplementasikan hak-hak anak dan hukum anak dalam praktek kehidupan masyarakat sehari-hari.

Hak-hak anak sebagaimana dituangkan dalam Konvensi Hak Anak bukan pula sekedar hak-hak anak dalam keadaan yang sulit dan tertindas sehingga perlu dilindungi, akan tetapi juga memasuki wilayah kesejahteraan anak yang lebih luas baik secara sosial, ekonomi sosial dan budaya bahkan politik. Hak anak untuk terjamin kebebasannya menyatakan pendapat dan memperoleh informasi merupakan wujud perluasan hak-hak anak yang lebih maju (progressive rights). Akan tetapi, dalam kenyataan keseharian, masalah anak-anak yang paling mendesak dilakukan langkah intervensi dan intervensi itupun dilakukan secara khusus adalah terhadap kategori anak-anak yang berada dalam situasi sulit. Berdasarkan bentuk dan bobot pelanggaran hak-hak anak yang berada dalam situasi sulit itu dapat dikualifikasi sebagai berikut:

A. Anak-anak yang berada dalam keadaan diskriminatif, yakni: 1) Larangan perlakukan diskriminasi anak;

2) Nama dan kewarganegaraan anak; 3) Anak cacat (disabled);

4) Anak suku terasing (children of indegeneous people); B. Anak-anak dalam situasi eksploitasi, yakni:

1) Anak yang terpisah dengan keluarganya;

2) Anak korban penyelundupan dan terdampar di luar negeri; 3) Anak yang terganggu privasinya;

(17)

6) Anak yang diadopsi;

7) Anak yang ditempatkan pada suatu lokasi yang perlu ditinjau secara berkala;

8) Buruh anak;

9) Anak korban eksploitasi seksual; penculikan anak;

10)Anak korban perdagangan anak, penyelundupan anak dan penculikan anak. 11)Anak yang dieksploitasi dalam lain-lain bentuk;

12)Anak korban penyiksaan dan perampasan kebebasan; C. Anak-anak dalam situasi darurat dan kritis, yakni:

1) Anak-anak yang perlu dipertemukan kembali dengan keluarganya; 2) Pengungsi anak-anak;

3) Anak yang terlibat dalm konflik bersenjata dan serdadu anak; 4) Anak yang ditempatkan yang harus ditinjau secara berkala;

Sementara itu dalam pandangan lain menyebutkan bahwa masalah anak-anak dapat dikualifikasi berdasarkan masalah yang dialami anak-anak-anak-anak sendiri, dikualifikasi sebagai berikut:

1) Anak terlantar;

2) Anak yang tidak mampu; 3) Anak cacat;

4) Anak yang terpaksa bekerja (pekerja anak);

5) Anak yang melakukan pelanggaran/kenakalan anak; 6) Penyalahgunaan narkotika dan zat adiktif lainnya; 7) Kewarganegaraan;

(18)

9) Pengangkatan anak;

10)Perlindungan terhadap pemerkosaan, kejahatan dan penganiayaan. 11)Perlindungan terhadap penculikan;

12)Bantuan hukum baik di dalam maupun di luar pengadilan; 13)Resosialisasi eks narapidana anak;

14)Pewarisan;

15)Perlindungan anak yang orangtuanya bercerai; 16)Anak luar kawin;

17)Alimentasi;

18)Penyalahgunaan seksual;

19)Anak putus sekolah (Joni dan Zulchaina, 1999:109-111). 2.3.4 Pengertian Anak Jalanan

Anak jalanan adalah anak-anak yang mencari nafkah di jalanan. Mereka pada mumnya bekerja sebagai pengamen, pedagang asongan, gelandangan, pengemis, penjual koran, tukang semir sepatu, pemulung, tukang parker hingga pekerja seks anak. Anak jalanan sebagian besar menghabiskan waktunya untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan dan tempat-tempat umum lainnya. Resistensinyaterhadap permasalahan di jalanan cukup tinggi (Batubara, 2010: 15).

Departemen Sosial mengatakan seseorang akan dikatakan anak jalanan bila berumur dibawah 18 tahun dan berada di jalan lebih dari 6 jam sehari, 6 hari seminggu. UNICEF memberikan definisi tentang anak jalanan, yaitu street child are those who have abandoned their homes, school and immediate communities

before they are sixteen years of age, and have drifted into nomadic street life(anak

(19)

diri dari keluarga, sekolah, lingkungan dan masyarakat terdekatnya, larut dalam kehidupan yang berpindah-pindah di jalan raya).

Menurut Johanes dalam (Huraerah, 2006: 80) pada seminar tentang pemberdayaan anak jalanan yang dilaksanakan Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial Bandung (STKS) menyebutkan bahwa anak jalanan adalah anak yang menghabiskan waktunya di jalanan baik untuk bekerja maupun tidak yang terdiri dari anak-anak yang mempunyai hubungan dengan keluarga dan anak yang mandiri sejak kecil karena kehilangan orang tua atau keluarga.

Tulisan Shalahuddin dan KHA (Konvensi Hak Anak) yang dikutip dari (Jurnal Penelitian Kesejahteraan Sosial, 2003: 35) memberikan pengertian anak jalanan sebagai satu kelompok anak yang berada dalam kesulitan khusus (children inespecially difficultcircumtance) yang menjadi prioritas untuk segera ditangani.

Berbeda dengan pandangan Sudijar dalam (Jurnal Penelitian Kesejahteraan Sosial, 2003:65) mendefinisikan anak jalanan sebagai anak-anak usia 7-21 tahun yang bekerja di jalan raya dan tempat-tempat umum lainnya yang dapat mengganggu ketertiban dan keselamatan orang lain serta membahayakan dirinya, yang pada umumnya bekerja sebagai pengamen, penjual koran, penyemir sepatu, pedagang asongan dan pemulung.

2.3.5 Karakteristik Anak Jalanan

(20)

masa bodoh, mempunyai rasa penuh curiga, sangat sensitif, tidak berfikir panjang atau berani menanggung resiko. Seorang anak dikatakan anak jalanan bilamana mempunyai indikasi sebagai berikut:

1. Usia di bawah 18 tahun.

2. Orientasi hubungan dengan keluarganya adalah hubungan yang sekedarnya, tidak ada komunikasi yang rutin diantara mereka:

a. Ada yang sama sekali tidak berhubungan dengan keluarganya.

b. Masih ada hubungan sosial secara teratur minimal dalam arti bertemu sekali setiap hari.

c. Masih ada kontak dengan keluarganya, namun tidak teratur. 3. Orientasi waktu

Mereka tidak mempunyai orientasi mendatang. Orientasi waktunya adalah masa kini. Dan waktu yang dihabiskan di jalanan lebih dari 4 jam setiap harinya.

4. Orientasi tempat tinggal

a. Tinggal bersama orang tuanya.

b. Tinggal dengan teman-teman sekelompoknya.

c. Tidak mempunyai tempat tinggal, tidur disembarang tempat.

5. Orientasi tempat berkumpul mereka adalah tempat-tempat yang kumuh, kotor, banyak makanan sisa, tempat berkumpulnya orang-orang, misalkan; pasar, terminal bus, stasiun kereta api, taman-taman kota, daerah lokalisasi WTS, perempatan jalan atau jalan raya, di kendaraan umum atau mengamen dan tempat pembuangan sampah.

(21)

Aktifitas yang mereka kerjakan adalah aktifitasnya yang berorientasi pada kemudahan mendapatkan uang sekedarnya untuk menyambung hidup, seperti; menyemir sepatu, mengasong, menjadi calo, menjajakan koran/majalah, mencuci kendaraan, menjadi pemulung, mengamen, menjadi kuli angkut dan menjadi penghubung penjual jasa.

7. Pendanaan dalam aktifitasnya a. Modal sendiri

b. Modal kelompok c. Modal majikan d. Bantuan

8. Permasalahan-permasalahan yang dihadapi. a. Korban eksploitasi seks

b. Dikejar-kejar aparat. c. Terlibat kriminal.

d. Konflik dengan kelompok lain atau teman dalam kelompok e. Potensi kecelakaan lalu lintas

f. Ditolak masyarakat.

9. Kebutuhan-kebutuhan anak jalanan. a. Haus kasih sayang.

b. Rasa aman

c. Kebutuhan sandang, pangan (gizi), kesehatan d. Kebutuhan pendidikan

(22)

g. Harmonisasi hubungan sosial dengan keluarga, orang tua dan masyarakat. Berdasarkan Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI) yang dikutip dari (Jurnal Penelitian Kesejahteraan Sosial, 2003: 35) terdapat 3 (tiga) kategori dalam menilai seorang anak apakah anak jalanan atau tidak, yaitu:

a. Anak-anak jalanan yang betul-betul tinggal di jalanan, lepas sama sekali dari orang tuanya. Mereka ini pada umumnya dianggap gelandangan.

b. Anak-anak jalanan yang kadang-kadang saja kembali kepada orang tuanya. Anak jalanan seperti ini umumnya lebih banyak menghabiskan waktu di luar rumah.

c. Anak-anak jalanan yang lain, yang tinggal jauh dari orang tuanya. Mereka ini kehilangan kontak sama sekali dengan orang tuanya.

Yayasan KKSP(Kelompok Kerja Sosial Perkotaan) juga memberikan karakteristik atau sifat-sifat yang menonjol dari anak jalanan diantaranya adalah: a. Terlihat kumuh atau kotor, baik kotor tubuh maupun kotor pakaian

b. Memandang orang lain, yang tidak hidup di jalanan sebagai orang yang dapat dimintai uang.

c. Mandiri, artinya anak-anak tidak terlalu menggantungkan hidup terutama dalam hal tempat tidur dan makan.

d. Mimik wajah yang selalu memelas, terutama ketika berhubungan dengan orang yang bukan dari jalanan. Anak-anak tidak memiliki rasa takut untuk berinteraksi dan berbicara dengan siapapun selama di jalanan.

(23)

mencuci pakaian dan menyimpan pakaian. pada tanggal 14 Februari, pukul 17.04 WIB.

2.3.6 Faktor Penyebab Munculnya Anak Jalanan

Penyebab sebagian anak jalanan bertahan hidup dengan cara-cara yang secara sosial kurang atau bahkan tidak dapat diterima, menurut Farid dalam (Sularto, 2000: 54), tantangan kehidupan yang mereka hadapi pada umumnya berbeda dengan kehidupan normatif yang ada di masyarakat. Terdapat banyak kasus anak jalanan sering hidup berkembang di bawah tekanan dan stigma atau dicap sebagai pengganggu ketertiban. Perilaku mereka sebenarnya merupakan konsekuensi logis dari stigma sosial keterasingan mereka dalammasyarakat. Tidak ada yang berpihak kepada mereka dan justru perilaku mereka sebenarnya mencerminkan cara masyarakat memperlakukan mereka sebagai kelompok masyarakat yang terpinggirkan.

(24)

Surjana menyebutkan bahwa faktor yang mendorong anak untuk turun ke jalan terbagi dalam tiga tingkatan, yakni sebagai berikut :

1. Tingkat Mikro (Immudiate Cause), yaitu faktor yang berhubungan dengan anak dan keluarganya. Pada tingkat mikro ini yang biasa diidentifikasi dari anak dan keluarga yang berkaitan tetapi juga biasa berdiri sendiri, yakni :

a. Lari dari keluarga, disuruh bekerja baik karena masih sekolah atau sudah putus sekolah, berpetualangan, bermain-main atau diajak teman.

b. Sebab dari keluarga terlantar. Ketidakmampuan orangtua menyediakan kebutuhan dasar, ditolak orangtua, salah perawatan atau kekerasan di rumah, kesulitan berhubungan dengan keluarga, tetangga, terpisah dengan orangtua, sikap-sikap yang salah terhadap anak, keterbatasan merawat anak yang mengakibatkan anak menghadapi masalah fisik, psikologis dan sosial.

2. Tingkat Messo (Underlying Cause), yaitu faktor di masyarakat. Pada tingkat masyarakat, sebab yang dapat diidentifikasi meliputi :

a. Pada masyarakat miskin, anak-anak adalah aset untuk membantu peningkatan keluarga, anak-anak diajakan bekerja yang mengakibatkan drop out dari sekolah.

b. Pada masyarakat lain, urbanisasi menjadi kebiasaan dan anak-anak mengikuti.

c. Penolakan mayarakat dan anggapan anak jalanan sebagai calon kriminal. 3. Tingkat Makro (Basic Cause), yaitu faktor yang berhubungan dengan struktur

(25)

a. Ekonomi adalah adanya peluang pekerjaan sektor informal yang tidak terlalu membutuhkan modal dan keahlian, mereka harus lama di jalanan dan meninggalkan bangku sekolah, ketimpangan desa dan kota yang mendorong urbanisasi.

b. Pendidikan adalah biaya sekolah yang tinggi, perilaku guru yang deskriminati dan ketentuan-ketentuan teknis dan birokrasi yang mengalahkan kesempatanbelajar.

2.4 Kesejahteraan Anak

Kesejahteraan anak adalah suatu tata kehidupan anak yang dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangan nya dengan wajar, baik secara rohani, jasmani, maupun sosial. Peraturan anak ini diaturdalam Undang-Undang Dasar tahun 1979 tentang kesejahteraan anak. Anak sebagai bagiaan dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa. Undang-undang yang mengatur hal tersebut memiliki hak sebagai berikut:

a. Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan berdasarkan kasih sayang di dalam keluarga maupun di dalam asuhan khusus untuk tumbuh kembang yang wajar.

b. Anak berhak atas pelayanan untuk mengembangkan kemampuan dan kehidupan sosialnya sesuai dengan kebudayaan dan kepribadian bangsa untuk menjadi warga negara yang baik dan berguna.

(26)

d. Anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan yang dapat membahayakan atau menghambat pertumbuhan dan perkembangan secara wajar (Ramadhani, 2014: 32).

2.5 Kerangka Pemikiran

Kemiskinan bukanlah satu-satunya faktor penyebab munculnya anak jalanan. Permasalahan tersebut merupakan kenyataan sosial kemasyarakatan yang juga disebabkan oleh berbagai faktor seperti modernisasi, laju pertumbuhan penduduk yang tinggi, masalah disorganisasi keluarga. lingkungan dari tempat tinggal, kebodohan, urbanisasi, ketiadaan lapangan pekerjaan dan sulitnya mendapatkan pelayanan pendidikan. Anak jalanan bekerja dengan cara yang mudah yaitu sebagai pengamen, penjual rokok & koran, penyemir sepatu, pengasong dan sebagainya.Anak-anak yang bekerja dijalanan dapat membantu keluarga dalam perekonomiannya dan kematangan pribadi. Anak yang bekerja dijalanan juga mempunyai efek samping, yaitu terjadinya kemunduran fisik, anak putus sekolah dan juga kemerosotan moral.

Berdasarkan program yang telah disusun tentang pembinaan anak jalanan, gelandangan dan pengemis maka pemerintah daerah yang dimaksud penulis dalam melaksanakan peraturan daerah tersebut adalah aparatur yang bertanggungjawab dalam pelaksanaan program. Salah satu instansi atau bagian yang berwewenang dalam hal ini yaitu Dinas Sosial Kota Medan yang telah membuat program pembinaan anak jalanan guna untuk meminimalisasikan keberadaan anak jalanan di Kota Medan.

(27)

peraturan tentang program pembinaan anak jalanan. Program yang disusun menegaskan ada beberapa pembinaan yang dilakukan dalam mengurangi pertumbuhan jumlah anak jalanan di Kota Medan, yaitu:

1. Program Penertiban. Program Penertiban yang dimaksud yaitu program yang dilakukan oleh Dinas Sosial bekerja sama dengan aparat Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dan pihak lain yang terlibat untuk melakukan razia di tempat-tempat umum anak jalanan bekerja dan berkeliaran.

2. Program Pembinaan Lanjutan, yaitu program pembinaan yang memberikan pengarahan dan pengajaran pada anak jalanan. Program ini mempunyai beberapa kegiatan yaitu melakukan bimbingan sosial, mental, rohani, motivasi dan fisik dan pada setiap bimbingan terdapat kegiatan-kegiatan yang dilakukan para anak jalanan.

3. Program Pelatihan Keterampilan. Program ini dilakukan dengan pemberian keterampilan kepada anak jalanan berupa kerajinan tangan dan pekerjaan lain yang bisa meningkatkan bakat dan minat anak untuk bisa berkarya.

4. Program Pemberdayaan. Program ini ditujukan pada keluarga/orangtua anak jalanan yang merupakan proses penguatan keluarga yang dilakuan secara terencana dan terarah

Berbicara tentang bagaimana implementasi suatu kebijakan dapat berjalan efektif dipengaruhi oleh beberapa faktor. Penulis mengaitkan keefektifan suatu implementasi kebijakan dengan faktor-faktor sebagai berikut (Wahab: 2002: 54) :

1. Faktor Pendukung

(28)

pembinaan anak jalanan di Kota Medan yang sesuai dengan peratuaran yang telah ditentukan.

2. Faktor Penghambat

(29)

Berikut diuraikan alur penelitian yang dituangkan dalam bentuk bagan kerangka pemikiran yaitu sebagi berikut :

Bagan 2.1

Bagan Kerangka Pemikiran

Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan Kota Medan

Anak Jalanan Program Pembinaan Anak

Jalanan, meliputi: 1. Program Penertiban

2. Program Pembinaan Lanjutan 3. Program Pelatihan

Keterampilan

4. Program Pemberdayaan

(30)

2.6 Definisi Konsep dan Defini Operasional 2.6.1 Definisi Konsep

Definisi konsep merupakan istilah khusus yang digunakan para ahli dalam upaya menggambarkan secara cermat fenomena sosial yang akan diteliti untuk menghindari salah pengertian atas makna konsep-konsep yang akan dijadikan objek penelitaian. Penulis berupaya membawa para pembaca hasil penelitian ini untuk memaknai konsep sesuai yang diinginkan dan dimaksudkan oleh penulis. Definisi konsep adalah pengertian yang terbatas dari suatu konsep yang dianut dalam suatu penelitian (Siagian, 2011:138).

Memahami pengertian mengenaikonsep yang akan digunakan, maka peneliti membatasi konsep yang digunakan dengan penjelasan sebagai berikut:

a. Implemementasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah penerapan aturan yang lebih difokuskan lagi sebagai kebijakan pemerintah. Implementasi juga bertujuan untuk mencapai dan mangukur tingkat keberhasilan aturan atau program pemerintah tersebut dapat berjalan.

b. Anak Jalanan Kota Medan yaitu anak yang melewatkan atau memanfaatkan sebagian besar waktunya untuk melakukan kegiatan hidup sehari-hari, mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan termasuk di lingkungan pasar dan pusat-pusat keramaian lainnya di Kota Medan, berumur dibawah 18 tahun dan berada di jalan lebih dari 6 jam sehari, 6 hari seminggu.

(31)

1. Program Penertiban. Program Penertiban yang dimaksud yaitu program yang dilakukan oleh Dinas Sosial bekerja sama dengan aparat Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dan pihak lain yang terlibat untuk melakukan razia di tempat-tempat umum anak jalanan bekerja dan berkeliaran.

2. Program Pembinaan Lanjutan, yaitu program pembinaan yang memberikan pengarahan dan pengajaran pada anak jalanan. Program ini mempunyai beberapa kegiatan yaitu melakukan bimbingan sosial, mental, rohani, motivasi dan fisik dan pada setiap bimbingan terdapat kegiatan-kegiatan yang dilakukan para anak jalanan.

3. Program Pelatihan Keterampilan. Program ini dilakukan dengan pemberian keterampilan kepada anak jalanan berupa kerajinan tangan dan pekerjaan lain yang bisa meningkatkan bakat dan minat anak untuk bisa berkarya.

4. Program Pemberdayaan. Program ini ditujukan pada keluarga/orangtua anak jalanan yang merupakan proses penguatan keluarga yang dilakuan secara terencana dan terarah.

2.6.2 Definisi Operasional

(32)

Defenisi operasional dari penelitian ini terdiri dari satu variabel atau variabel tunggal, yaitu program pembinaan anak jalanan di Kota Medan oleh Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan Kota Medan. Indikator pada implementasi program pembinaan Dinas Sosial terhadap anak jalanan di Kota Medan, penulis mengangkat gagasan dari Grindle yang mengidentifikasi bahwa ada dua hal yang sangat menentukan keberhasilan dari implementasi dan kemudian lebih disederhanakan oleh peneliti dengan tujuan untuk mempermudah pelaksanaan penelitian tanpa mengurangi kebenaran data yang diperoleh nantinya.

Indikator-indikator yang dimaksud pada penelitian iniadalah program pembinaan yang dilakukan pada anak jalanan yaitu:

1. Program Penertiban,kegiatan yang dilakukan yaitu: a. Pendataan

b. Penampungan sementara

c. Pengungkapan dan pemahaman masalah d. Sosialisasi

2. Program Pembinaan Lanjutan, kegiatan yang dilaksanakan: a. Bimbingan mental spiritual/rohani

b. Bimbingan fisik c. Bimbingan sosial d. Bimbingan motivasi

3. Program Pelatihan Keterampilan, kegiatan yang dilakukan: a. Bimbingan pelatihan dan keterampilan

(33)

4. Program Pemberdayaan, kegiatan yang dilakukan yakni: a. Bimbingan lanjut pada orang tua

b. Pelatihan keterampilan berbasis rumah tangga b. Pelatihan kewirausahaan

Referensi

Dokumen terkait

Moin (2003: 303) bahwa Cumulative Average Abnormal Return ( CAAR ) yang diperoleh perusahaan target signifikan pada saat 20 hari sebelum pengumuman. dan setelah

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk di pelajari dan

dokumen yang berkaitan dengan jamaah umroh atau haji yang mendaftar

Luas CA Situ Patengan yang hanya 21,18 ha dan letaknya yang berbatasan dengan kawasan perkebunan dan kawasan hutan produksi Perum Perhutani, dapat menjadi ancaman bagi

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan pemahaman konsep fisika peserta didik yang diajar dan tidak

Di dalam penulisan laporan akhir ini, penulis ingin mengetahui bagaimana metode perencanaan geometrik dan tebal perkerasan yang baik pada Jalan Trans Batumarta, sehingga

60 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan 'Aisyiyah Bandung Bandung 1 61 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bhakti Kencana Bandung 1 62 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Dharma Husada Bandung 1

Proses pembelajaran tidak lagi terpusat pada guru, melainkan pada masing-masing siswa itu sendiri (student centred). Melalui strategi pembelajaran discovery ini, siswa