IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PROGRAM
PEMBINAAN ANAK JALANAN DI KOTA MEDAN
(Studi kasus pada Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan) DISUSUN
OLEH
(060903028)
PARAMITA FITHRIANIDA LUBIS
DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA
MEDAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA
HALAMAN PERSETUJUAN
Skripsi ini disetujui untuk diperbanyak dan dipertahankan oleh:
Nama : PARAMITA FITHRIANIDA LUBIS
NIM : 060903028
Departemen : Ilmu Administrasi Negara
Judul : Implementasi Kebijakan Program Pembinaan Anak Jalanan diKota
Medan (Studi Kasus Kantor Dinas Sosial dan Tenaga Kerja
Kota Medan)
Medan, Juni 2010
Ketua Departemen
Dosen Pembimbing Ilmu Administrasi Negara
Drs. M. Alwi Hasyim Batubara, M.Si
NIP. 195608311986011001 NIP. 195908161986111001
Prof. Dr. Marlon Sihombing, MA
a.n. Dekan FISIP USU Pembantu Dekan 1
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di depan panitia penguji Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sumatera Utara oleh:
Nama : PARAMITA FITHRIANIDA LUBIS
NIM : 060903028
Departemen : Ilmu Administrasi Negara
Judul : Implementasi Kebijakan Program Pembinaan Anak Jalanan diKota
Medan (Studi kasus Kantor Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota
Medan)
Yang dilaksanakan pada:
Hari :
Tanggal :
Pukul :
Tempat :
Panitia Penguji :
Ketua Penguji :
Anggota I :
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahim,
Assalmu’alaikum Wr.Wb.
Puji sykur kehdirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan seoptimal mungkin.
Dan tak lupa penulis mengucapkan shalawat briring salam kepada Nabi Muhammad
SAW, beerta keluarga, sahabat dan shahabiah, yang telah menuntun umatnya dari
alam yang gelap kepada alam yang terang benderang dan penuh dengan ilmu
pengetahuan. Semoga kita mendapatkan syafa’atnya di yaumil akhir nanti. Amin.
Adapun skripsi ini berjudul “Implementasi Kebijakan Program
Pembinaan Anak Jalanan diKota Medan (Studi kasus kantor Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan)”. Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk mengetahui bagaimana implementasi kebijakan program pembinaan anak jalanan di
Dinas Sosial Kota Medan dan untuk mengetahui apa saja kendala-kendal/hambatan
implementasi kebijakan program pembinaan anak jalanan. Skripsi ini diajukan
sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan pada program Sajana (S1)
di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, Khususnya di
Departemen Administrasi Negara.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini
menutup diri dari kritik atau saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan
skripsi ini.
Dalam hal ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah membantu, terutama kepada keluarga khususnya
kedua orang tua penulis ( Ayahanda Partomuan S Lubis dan Ibunda Idawati S.Pd )
yang telah memberikan doa, motivasi, repaten dan dukungan baik moril maupun
materil yang tak terhingga. Ayah makasih ya udah memenuhi segala kebutuhan kakak
mulai dari kakak lahir sampai sekarang yang telah meranjak dewasa ini,
mudah-mudahan kakak bisa selalu membuat ayah bangga, dan buat mamak aw, makasih
yang sangat tak terhingga atas pengorbananmu telah melahirkan kakak dan merawat
kakak singga sampai saat ini, mamak yang selalu ada buat kakak, yang
membangunkan kakak, mengingatkan sholat n terus merepet tanpa henti unuk
mengingatkan mengerjakan skripsi ini. Kakak Sayang kali sama mamak n ayah yang
selalu mendoakan kakak,dan terus doin kakak ya mak, Semoga kakak bisa menjadi
anak yang bisa di andalkan dan di harapkan. Amin. Skripsi ini kupersembahkan
sebagai wujud sembah ananda kapada kalian ( ayahanda dan ibunda ku tercinta)
yang telah meberikanku segalanya penuh dengan cinta. Tiada kata dapat terucap
untuk membalas segala pengorbanan kalian kepada ku. Hanya doa yang bisa kakak
panjatkan semoga kalian selalu berada dalam lindungan Allah SWT, sehat selalu,
panjang umur, mudah rezki, dan selalu dimudahlan dalam setiap nafas kehidupan.
Tarima kasih juga kepada saudara-saudaraku tersayang, kakak sepupQ
dukungan dari adik-adik ku (Tami “ udh bersedia mengantar ku kedinsos dengan
repetan juga”, Adis “ capai la apa yang ingin kau capai, kk selalu mendukung mu”, Anggi “ jgn malas2 ya adik bontot ku, hrus rajin2 klw disuruh ma ayah,mamak,kk mu dan abg2 mu ok, dan Isha “lanjutkan perjuangan mu ya, kul yg baek.) tetap semngat ya kalian yang menjalani sekolah itu..
Kita bisa menjadi anak yang selau di banggakan dan tidak buat malu orang tua kita.
Aminn Yaa Roob.. Luph u adik2Q Semangat..kita bisa,.
Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah
membantu, membimbing dan mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini,
baik secara langsung maupun tidak langsung yaitu kapada:
1. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial Ilmu
Politik Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. Humaizi, MA. selaku Pembantu Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Prof. Dr. Marlon Sihombing, MA selaku Ketua Departemen Ilmu
Administerasi Negara.
4. Ibu Hj. Dra. Beti Nasution. M.Si selaku sekretaris Departemen Ilmu
Administerasi Negara.
5. Bapak Drs. M Alwi Hasyim Batubara selaku Dosen Pembimbing yang telah
bersedia membimbing dan mengarahkan penulis sehingga penulis dapat
6. Bapak Drs. Kariono, M.Si. selaku dosen pengajar di Ilmu Administrasi Negara
yang menjadi teman diskusi dan banyak memberikan masukan dan bimbingan
bagi penulis.
7. Bapak/ibu Staf Pengajar serta Pegawau Administrasi FISIP USU yang telah
berjasa mendidik dan membimbing penulis selama masa perkuliahan, serta
memudahkan administrasi khususnya kepada Kak Mega dn Kak Dian selaku
pegawai bagian pendidikan FISIP USU.
8. Bapak Effendi S SH selaku Kepala Bidang Bina Sosial, yang benyak membantu
saya dala penelitian skripsi ini. Ibu Deli dan Ibu Aritonang,terima kasih atas
masukannya dan beberapa cerita kehidupanya.
9. Seluruh Staf Pegawai Kantor Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan
yang telah membantu penulis dalam melaksanakan penelitian dan pengumpulan
data.
10.Terima kasi buat mama rere Q yg aw syng..yg udh merepet juga kyk emak
aw,,mksh buat motifasinya, dan semngat nya..nnt kita pigi jln2 ber 4 (domret,
mita,rere dan bang budi junior) lagi ya..semoga lancar ya buQ semuanya..tar
awa ikot ya masok kedalam, semoga menjadi keluarga yg sakinah, mawaddah dan
warohmah. Amiin buQ2 nnt awikot ya masok kedalam melihat p********n,,ok
Yang ke 2, buat domret ( molydany) tersyang, mksh ya udh menghibur penulis
hehe..kita bisa menuju hidup yang baru, aw tunggu undangan khususny,,moga
langgeng ma papi dany.. amiin
11.Terus buat kawan2 yang telah hadir dan memberiku warna dalam hidup yaitu
Diah langgeng ya ma amardin, wencek langgeng juga ma dadang, upenk langgeng ya ma fikrinya, Venoy semngat buQ, inggid sabar ya buQ menunggu
ari kembali menjemput mu utk masa depan, hj susi ( valentino rosa ) semngt, sari,
agustina, nai laksita rini, tantri, kucai, roy, tile, fadly, nazli, hafiz, dan keluarga
Besar AN ’06 kita bisa sukses. Amin.. satu lagi ketinggalan,, wak leng, dan buat
seluruh anak An ’07 dan ‘08 (ozik, dodi, dewiQ, topic, diky, yg mewakili).
12. Makasih juga buta 2 orang sahabat SMA aw yang selalu menemani maen2,
menggila, makan, berenang, belnja, dan bnyak lah. maya “ujang”, ma wenny
suryan “wak aceh”, maksih ya woy atas dukungan, motivasi, ma mau menemai aw saat gila n maen cewek..hehehe…kan mencewek sama kita,, miki holiday
ya…semngat ko jang nyusun tu jgn malas2,.
13.Terimakasi juga buat chata, cabe, cabullbull, acha marica hehe, chamit,
rahmansyah. Makasih udah dukung aw, dan hadir dalam kehidupan awak dengan
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR... i
DAFTAR ISI... ii
DAFTAR LAMPIRAN... vii
ABSTRAK... viii
BAB I PENDAHULUAN... 1
A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Perumusan Masalah... 6
C. Tujuan Penelitian... 6
D. Manfaat Penelitian ... 7
E. Kerangka Teori ... 7
1. Pengertian Implementasi Kebijakan ... 8
2. Tahapan Kebijakan... 13
3. Model-model Implementasi Kebijakan... 15
4. Pengertian Program Pembinaan... 23
5.Karakteristik Anak Jalanan... 26
6. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Munculnya AJ... 29
7. Sasaran Program Pembinaan Anak Jalanan... 30
F. Definisi Konsep ... 31
H. Sistematika Penulisan... 34
BAB II METODE PENELITIAN... 36
2.1 Bentuk Penelitian... 36
2.2 Lokasi penelitian... 36
2.3 Informan Penelitian... 36
2.4 Teknik Pengumpulan Data... 38
2.5 Teknik Analisa Data... 39
BAB III DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN... 40
3.1 Sejarah Kantor Dinas Sosial dan Tenaga Kerja... 40
3.2 Visi dan Misi Kantor Dinas Sosial dan Tenaga Kerja... 41
3.3 Struktur Organisasi Kantor Dinas Sosial dan Tenaga Kerja.. 42
3.4 Tugas Pokok dan Fungsi Kantor Dinas Sosial Kota Medan.. 42
BAB IV PENYAJIAN DATA... 72
4.1 Penyajian data tentang Implementasi kebijakan Program Pembinaan Anak Jalanan di Dinas Sosial Kota Medan... 73
4.2 Kendala-kendala Implementasi Kebijakan Program Pembinaan Anak jalanan... 80
BAB V ANALISA DATA... 82
5.1 Implementasi Kebijakan Program Pembinaan AJ... 83
BAB VI KESIMPULAN... 93
6.1 Kesimpulan... 93
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Daftar Wawancara
Lampiran 2 : Data Anak Jalanan Kota Medan Thn 2009 Lampiran 3 : Data Panti Asuhan
Lampiran 4 : Daftar Anak Jalanan yang menerima Kegiata Uji Coba Lampiran 5 : Surat Pengajuan Judul Skripsi
Lampiran 6 : Undangan seminar Proposal Usulan Penelitian Skripsi Lampiran 7 : Berita Acara Seminar Proposal Usulan Penelitian Skripsi
Lampiran 8 : Daftar Hadir Peserta Seminar Proposal Usulan Penelitian Skripsi
Lampiran 9 : Surat Permohonan izin Penelitian dari FISIP USU
Lampiran 10 : Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian dari Kantor Dinas Sosial Kota Medan
ABSTRAK
“IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PROGRAM PEMBINAAN ANAK JALANA DIDINAS SOSIAL KOTA MEDAN”
Nama : Paramita Fithrianida Lubis NIM : 060903028
Fakultas : Ilmu Sosial Ilmu Politik Departeman : Ilmu Administrasi Negara
Pembimbing : Drs M. Alwi Hasyi Batubara M,Si
Peningkatan jumlah anak jalanan di Kota Medan setiap tahunnya meningkat sangat signifikan dengan jumlah angka pengangguran, hal ini menjadi tugas pokok dari Pemerintah Kota Medan Khususnya Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan utnuk memberikan pembinaan kepada anak jalanan. Keterbatasan ekonomi, keluarga yang kurang dalam memenuhi kebutuhan si anak, sehingga dengan terpaksa si anak disuruh untuk bekerja ataupun atas inisiatif sendiri turun ke jalan karena beban keluarga yang sangat berat. Dengan melihat kekurangan yang dihadapi anak jalanan tersebut maka Pemerintah Kota Medan sudah seharusnya mengambil kebijakan untuk memberikan pembinaan terhadap anak jalanan.
Adanya kebijakan program pembinaan anak jalanan yang dilakukan oleh Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan bertujuan untuk membina anak jalanan baik dalam pemberian mental, rohani dan pemberian bantuan untuk kebutuhan mereka sehingga dapat meminimalisasikan keberadaan mereka di jalanan. Namun, implementasi program pembinaan anak jalanan tersebut belum lah sesuai dengan apa yang diharapkan, mengingat kendala yang dihadapi seperti kurangnya fasilitas rumah singgah bagi anak jalanan dan kurangnya kucuran dana yang berasal dari pusat menjadi penghambat untuk melaksanakan program tersebut. Untuk itulah penulis ingin melihat lebih bagaimana implementasi program pembinaan anak jalanan apakah sudah terealisasi dengan baik atau belum.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode analisa kualitatif untuk mengungkap lebih dalam melalui wawancara, dan observasi yang dilakukan serta melihat bagaimana implementasi itu berjalan dan kendala yang dihadapi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan peneliti di lapangan maka terlihat bahwa implementasi program pembinaan anak jalanan di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan sudah cukup baik. Hanya kurangnya fasilitas dan dana untuk menjalankan pembinaan bagi anak jalanan tersebut.
ABSTRAK
“IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PROGRAM PEMBINAAN ANAK JALANA DIDINAS SOSIAL KOTA MEDAN”
Nama : Paramita Fithrianida Lubis NIM : 060903028
Fakultas : Ilmu Sosial Ilmu Politik Departeman : Ilmu Administrasi Negara
Pembimbing : Drs M. Alwi Hasyi Batubara M,Si
Peningkatan jumlah anak jalanan di Kota Medan setiap tahunnya meningkat sangat signifikan dengan jumlah angka pengangguran, hal ini menjadi tugas pokok dari Pemerintah Kota Medan Khususnya Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan utnuk memberikan pembinaan kepada anak jalanan. Keterbatasan ekonomi, keluarga yang kurang dalam memenuhi kebutuhan si anak, sehingga dengan terpaksa si anak disuruh untuk bekerja ataupun atas inisiatif sendiri turun ke jalan karena beban keluarga yang sangat berat. Dengan melihat kekurangan yang dihadapi anak jalanan tersebut maka Pemerintah Kota Medan sudah seharusnya mengambil kebijakan untuk memberikan pembinaan terhadap anak jalanan.
Adanya kebijakan program pembinaan anak jalanan yang dilakukan oleh Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan bertujuan untuk membina anak jalanan baik dalam pemberian mental, rohani dan pemberian bantuan untuk kebutuhan mereka sehingga dapat meminimalisasikan keberadaan mereka di jalanan. Namun, implementasi program pembinaan anak jalanan tersebut belum lah sesuai dengan apa yang diharapkan, mengingat kendala yang dihadapi seperti kurangnya fasilitas rumah singgah bagi anak jalanan dan kurangnya kucuran dana yang berasal dari pusat menjadi penghambat untuk melaksanakan program tersebut. Untuk itulah penulis ingin melihat lebih bagaimana implementasi program pembinaan anak jalanan apakah sudah terealisasi dengan baik atau belum.
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode analisa kualitatif untuk mengungkap lebih dalam melalui wawancara, dan observasi yang dilakukan serta melihat bagaimana implementasi itu berjalan dan kendala yang dihadapi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan peneliti di lapangan maka terlihat bahwa implementasi program pembinaan anak jalanan di Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan sudah cukup baik. Hanya kurangnya fasilitas dan dana untuk menjalankan pembinaan bagi anak jalanan tersebut.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kita ketahui krisis ekonomi yang sedang melanda Indonesia sejak Tahun 1997
yang ditandai dengan terjadinya krisis moneter hingga berlakunya kebijakan
menaikkan Bahan Bakar Minyak ( BBM) awal maret 2005, mengakibatkan banyak
terjadinya peningkatan jumlah penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan.
Kelompok ini disebut juga oleh Suyanto sebagai “masa rentan, kelompok marjinal”
atau masyarakat miskin. Saat ini ada 37,4% dari total penduduk yang mencapai 227
juta jiwa lebih berada di bawah garis kemiskinan.
Tidak ada angka yang pasti mengenai jumlah anak jalanan saat ini. Komisi
Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) memperkirakan, pada tahun 2006 lalu terdapat
sekitar 150 ribu anak jalanan Indonesia, dengan konsentrasi terbesar di Jakarta.
Sementara pada tahun 2007 di Sumatera Utara, Yayasan KKSP ( Kelompok Kerja
Sosial Perkotaan) memperkirakan jumlah anak jalanan sebanyak 5000 anak jalanan.
Namun berdasarkan data yang telah di peroleh dari Dinas Sosial Kota Medan pada
tahun 2008 jumlah anak jalanan berjumlah sekitar 675 jiwa, Dan pada bulan
Oktober 2009 jumlah anak jalanan meningkat khususnya di kota Medan berjumlah
sekitar 220 anak atau meningkat 1,8 % dibanding tahun 2008 yang hanya 150 anak
jalanan. Terjadinya peningkatan jumlah anak tersebut disebabkan faktor kemiskinan
Fenomena merebaknya anak jalanan di Indonesia merupakan persoalan sosial
yang kompleks. Hidup menjadi anak jalanan memang bukan merupakan pilihan yang
menyenangkan, karena mereka berada dalam kondisi yang tidak memiliki masa depan
yang jelas, dimana keberadaan mereka seringkali menjadi ”masalah” bagi banyak
pihak keluarga, masyarakat dan negara. Namun perhatian terhadap nasib anak jalanan
tampaknya belum begitu besar, padahal mereka adalah saudara kita, mereka juga
adalah amanah Allah yang harus dilindungi, dijamin hak-haknya, sehingga
tumbuh-kembang manjadi manusia dewasa yang bermanfaat, beradab dan bermasa depan
cerah.
Dalam pandangan Soetarso, bahwa dampak krisis moneter dan ekonomi
dalam kaitannya dengan anak jalanan adalah:
1. Orang tua mendorong anak untuk membantu ekonomi keluarga.
2. Pola pendidikan dan pengasuhan yang salah terhadap anak oleh orang tua
sehingga menyebabkan anak lari kejalan.
3. Anak terancam putus sekolah karena orang tua tidak mampu membayar uang
sekolah.
4. Makin banyaknya anak yang hidup di jalanan karena biaya kontrak rumah
meningkat.
5. Timbulnya persaingan dengan pekerja dewasa di jalanan, sehingga terpuruk
melakukan pekerjaan yang beresiko tinggi terhadap keselamatannya dan
eksploitasi anak oleh orang dewasa di jalanan.
7. Anak jalanan lebih lama menjadi korban pemerasan dan eksploitasi seksual,
terutama terhadap anak jalanan yang perempuan. ( Huraerah, 2006:78).
Sesungguhnya ada banyak faktor yang menyebabkan anak-anak terjerumus
dalam kehidupan di jalanan, disamping kondisi ekonomi keluarga yang kurang atau
tekanan kemiskinan, permasalahan anak jalanan juga tidak lepas dari ketidak
harmonisan rumah tangga, pengasuhan yang terlalu keras dan pengaruh lingkungan
komunitas anak. Kondisi dari faktor-faktor ini seringkali memaksa anak-anak
mengambil inisiatif mencari nafkah atau hidup mandiri di jalanan.
Aktivitas anak-anak jalanan di Kota Medan beraneka ragam, diantaranya
sebagai pengamen, pedagang koran, pedagang rokok, tukang semir sepatu, dan lain
sebagainya. Mereka terutama beroperasi di tempat-tempat keramaian atau umumnya
seperti di perempatan jalan, pusat-pusat pasar, stasiun/terminal bus, pusat
perbelanjaan. Dan rumah makan yang mengijinkan mereka masuk untuk beroprasi
seperti menyemir sepatu dan mengamen.
Anak-anak yang hidup di jalanan atau yang melakukan kegiatan di jalanan
sangat rentan dengan perlakuan kekerasan dan eksploitasi. Sudah menjadi hukum di
jalanan, siapa yang kuat merekalah yang menang. Masa anak-anak yang mestinya
dihiasi dengan keceriaan dan kemanjaan, terpaksa harus berhadapan dengan dunia
yang keras dan kejam yaitu dunia jalanan.
Tidak jarang kita temukan, anak jalanan seringkali menjadi objek kekerasan,
Anak-anak jalanan ditantang oleh resiko yang mau tidak mau harus dihadapi saat
berada di jalanan. Resiko-resiko yang dapat diidentifikasi adalah menjadi korban
perampasan modal kerja), kelangsungan hidup terancam, kurang gizi (miniman keras,
penyalah gunaan obat, tindakan kriminal dan seks bebas), ancaman tidak langsung
(zat polutan, kecelakaan lalu lintas, HIV/AIDS) serta keterkucilan dan stigmatisasi
sosial (Huraerah, 2006:79).
Kahadiran anak-anak di jalanana adalah sesuatu yang dilematis. Di satu sisi
mereka mencari nafkah dan mendapatkan pendapatan yang memuat mereka bisa
bertahan hidup dan dapat menopang kehidupan keluarga. Namun, disisi lain mereka
bermasalah, karena tindakannya seringkali merugikan orang lain. Mereka acapkali
melakukan tindakan yang tidak terpuji seperti sering berkata kotor, mengganggu
ketertiban di jalanan misalnya: memaksa pengemudi kendaraan bermotor untuk
memberi sejumlah uang (walaupun tidak seberapa), dan melakukan tindakan
kriminal lainnya.
Menurut UUD 1945, ”Anak terlantar itu dipelihara oleh negara”. Artinya
Pemerintah mempunyai tanggung jawab terhadap pemeliharaan dan pembinaan
anak-anak terlantar, termasuk anak-anak jalanan. Hak-hak asasi anak-anak terlantar dan anak-anak jalanan,
pada hakekatnya sama dengan hak-hak asasi manusia pada umumnya, seperti halnya
tercantum dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan Keputusan
Presiden RI No. 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convension on the Right of the
Chil (konvensi tentang hak-hak anak). Mereka perlu mendapatkan hak-haknya secara
normal sebagaimana layaknya anak, yaitu hak sipil dan kemerdekaan, lingkungan
keluarga dan pilihan pemeliharaan, kesehatan dasar dan kesejahteraan, pendidikan,
Konvensi hak-hak anak merupakan komitmen dalam pemenuhan kebutuhan
dasar anak agar dapat tumbuh secara wajar. Kemudian, pemerintah juga menerbitkan
Undang-undang tentang Perlindungan Anak No.23 Tahun 2002, sehingga
konsekuensinya Pemerintah berkewajiban semaksimal mungkin berupaya memenuhi
hak-hak anak indonesia.
Akan tetapi, kenyataan menunjukkan bahwa hak-hak seperti yang tercantum
dalam konvensi hak anak dan UU yang mengaturnya sebelum sepenuhnya didapatkan
oleh anak jalanan tersebut. Orang tua memang merupakan pihak utama untuk
memberikan hak-hak tersebut, tetapi karena kondisi ekonomi keluarga yang tidak
mendukung, maka peran Pemerintahlah khususnya melalui Dinas Sosial
berkewajiban memberikan hak-hak yang seharusnya diperoleh anak.
Melihat berbagai kondisi yang dialami oleh anak jalanan, maka Pemerintah
Daerah Kota Medan melalui Dinas Sosial harus mengadakan Program Pembinaan
Anak Jalanan, dimana dengan program yang realistis akan tercipta kebijakan utama
untuk mengentaskan masalah anak jalanan. Disamping itu, kelanjutan dari program
pembinaan anak jalanan yang dilakukan oleh Dinas Sosial adalah implementasi yang
nyata, dan yang paling diharapkan oleh anak jalanan misalnya, dengan terciptanya
lapangan pekerjaan, bila memang pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan usia anak
dan tidak terlalu membahayakan keselamatan jiwanya serta masih mendapatkan
kesempatan untuk sekolah dan bermain maka tidak akan berpengaruh terhadap
perkembangan anak. Anak akan terdidik melalui pekerjaan itu untuk menjadi manusia
Terlepas dari pembinaan yang diberikan kepada anak jalana, hal terpenting
yang juga harus diperhatikan oleh Dinas Sosial adalah pembinaan terhadap keluarga
anak jalanan tersebut. Jika karena kondisi ekonomi keluarga yang kurang mendukung
menjadi faktor anak turun ke jalanan untuk bekerja membantu orang tuanya, maka
pembinaan terhadap keluarga yang harus dilakukan oleh Dinas Sosial adalah dengan
pemberdayaan ekonomi keluarga yang menciptakan kemandirian , sehingga akhirnya
dengan berbagai program pembinaan yang diberikan, baik kepada si anak maupun
kepada keluarganya diharapkan mereka tidak kembali lagi ke jalanan.
B. Perumusan masalah
Mengacu pada latar belakang masalah tersebut, maka permasalahan penelitian
dirumuskan sebagai berikut:
” Bagaimana Implementasi Kebijakan Program Pembinaan Anak-Anak Jalanan di Dinas Sosial Kota Medan”?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui Implementasi Kebijakan Program Pembinaan Anak-anak
Jalanan di Dinas Sosial Kota Medan.
2. Untuk mengetahui kendala-kendala atau hambatan Implementasi Kebijakan
D. Manfaat Penelitian
Disamping tujuan yang hendak dicapai, maka suatu penelitian harus
mempunyai manfaat yang jelas. Adapun manfaat yang hendak dicapai dalam
penelitian ini adalah:
1. Dapat memberikan masukan dan informasi yang bermanfaat terutama bagi
Dinas Sosial untuk lebih memperhatikan keberadaan anak jalanan ini, karena
bagaimanapun mereka adalah tanggung jawab pemerintah dan juga tanggung
jawab kita bersama.
2. Bagi penulis, dapat menambah wawasan dan informasi tentang hal yang
diteliti serta mengembangkan kemampuan berfikir penulisan karya ilmuah ini.
3. Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat yang baik secara langsung atau
tidak langsung bagi akademik,
E. Kerangka Teori
Untuk memudahkan penulisan dalam rangka menyusun penelitian ini, maka
dibutuhkan suatu landasan berfikir yang dijadikan pedoman untuk menjelaskan
masalah yang sedang disorot. Pedoman tersebut disebut sebagai kerangka teori.
Teori adalah serangkaian asumsi, konsep, konstruksi, definisi dan proposisi untuk
menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan
hubungan antar konsep.dengan demikian yang menjadi kerangka teori dalam
1. Pengertian Implementasi Kebijakan
Dalam setiap perumusan suatu kebijakan apakah menyangkut program
maupun kegiatan-kegiatan selalu diiringi dengan suatu tindakan pelaksana
atau implementasi. Karena betapapun baiknya suatu kebijakan tanpa
implementasi, maka tidak akan banyak berarti. Berikut ini disampaikan
beberapa pengertian implementasi menurut para ahli.
Menurut Jeffri L.Pressman and Aaron B.Wildavski dalam buku
Charles O.Jones (1996:295), mengartikan Implementasi sebagai suatu proses
interaksi antara suatu perangkat tujuan dan tindakan yang mampu untuk
meraihnya. Implementasi adalah kemampuan untuk membentuk
hubungan-hubungan lebih lanjut dalam rangkaian sebab-akibat yang menghubungkan
tindakan dengan tujuan. Perangkat-perangkat yang dimaksud antara lain
adalah sebagai berikut: adanya orang atau pelaksana, uang dan kemampuan
organisasi atau yang sering disebut dengan resources. Dengan demikian
berdasar pada pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa untuk mencapai
tujuan dari implementasi tersebut dibutuhkan: manusia, anggaran dan juga
kemampuan organisasi ataupun instansi seperti teknoligi informasi.
Sementara itu, Van Meter dan Van Horn (Winarno 2002:101)
membatasi implementasi kebijakan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan
oleh individu-individu pemerintah maupun swasta yang diarahkan untuk
mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan
Kebijakan (policy) diberi arti yang bermacam-macam oleh berbagai
pakar. Seperti Fridrick mendefenisikan kebijakan sebagai berikut
“Serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah
dalam suatu lingkungan tertentu dengan menunjukkan hambatan-hambatan
dan kesenpatan-kesempatan terhadap pelaksanaan usulan kebijakan tersebut
dalam rangka mencapai tujuan tertentu”.(Islamy, 2001:17)
Sedangkan menurut Charles O.Jones, istilah kebijakan (policyterm)
digunakan dalam praktik sehari-hari namun digunakan untuk menggantikan
kegiatan atau keputusan yang sangat berbeda. Istilah ini sering dipertukarkan
dengan tujuan, program, keputusan, standar, proposal, dan grand design.
Secara umum, istilah “kebijakan” atau “policy” dipergunakan untuk
menunjukkan perilaku seorang aktor (misalnya seorang pejabat, suatu
kelompok, maupun suatui lembaga pemerintah) atau sejumlah aktor dalam
suatu bidang kegiatan tertentu. Pengertian kebijakan seperti ini dapat kita
gunakan dan relatif memadai untuk keperluan pembicaraan-pembicaraan
biasa, namun menjadi kurang memadai untuk pembicara-pembicaraan yang
lebih bersifat ilmuah dan sistematis menyangkut analisis kebijakan publik.
Oleh karena itu kita memerlukan batasan atau konsep kebijakan publik yang
lebih tepat (Winarno,2002:14).
Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), kebijakan itu diartikan
sebagai ”Pedoman untuk bertindak”. Pedoman itu boleh jadi amat sederhana
atau kompleks,bersifat umun atau khusus, luas atau sempit, kabur atau jelas,
Kebijaksanaan dalam maknanya seperti ini mungkin berupa suatu deklarasi
mengenai suatu dasar pedoman bertindak, suatu arah tindakan tertentu, suatu
program mengenai aktivitas-aktivitas tertentu atau suatu rencana
(Wahab,2004:2).
Pengertian berikutnya dikemukakan oleh Raksasataya, yang
memberikan definisi kebijakan sebagai”suatu taktik dan strategi yang
diarahkan untuk mencapai suatu tujuan”, oleh karena itu suatu tujuan
kebijakan memuat tiga elemen yaitu:
a. Identifikasi dari tujuan yang dicapai.
b. Taktik atau strategi dari berbagai langkah untuk mencapai tujuan yang
diinginkan.
c. Penyediaan berbagai input untuk memungkinkan pelaksanaan secara nyata
dari taktik atau strategi (Islamy, 2001: 17).
Dari beberapa pengertian yang diuraikan oleh berbagai pakar tersebut,
dapatlah disimpulkan bahwa kabijakan merupakan “segala tindakan atau
kegiatan yang mengarah pada tujuan tertentu yang ingin dicapai dengan
berbagai prosedur dan aturan-aturan yang ditetapkan untuk memecahkan
berbagai masalah”.
Dalam setiap perumusan suatu kebijakan apakah itu menyanghkut
program maupun kegiatan-kegiatan selalu diiringi dengan suatu tindakan
pelaksanaan atau implementasi, karena betapa pun baiknya suatu kegiatan
Kamus Weber, merumuskan secara pendek bahwa to implement (
mengimplementasikan ) berarti to provide the means for carrying out;
(menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu). Kalau pandangan ini kita
ikuti, maka implementasi kebijakan dapat dipandang sebagai “Suatu proses
melaksanakan keputusan kebijakan (biasanya dalam bentuk undang-undang,
peraturan pemerintah, keputusan peradilan, perintah eksekutif atau dekrit
presiden”) (Wahap, 2001:64).
Mazmania dan Sabatier mengatakan bahwa, makna implementasi
adalah “Memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program
dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan focus perhatian implementasi
kebijakan, kayni kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan tang timbul
sesudah disahkannya usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun
untuk menimbulkan akibat/dampak nyata pada masyarakat atau
kejadian-kejadian.(Wahab, 2001:65)
Sedangkan menurut Grindle, implementasi kebijakan sesungguhnya
bukanlah sekedar bersangkut paut dengan mekanisme penjabaran
keputusan-keputusan politik dalam prosedur-prosedur rutin lewat saluran-saluran
birokrasi, melainkan lebih dari itu, ini menyangkut masalah konflik,
keputusan dan siapa yang menperoleh apa dari suatu kebijakan. Oleh sebab itu
tidak terlalu salah jika dikatakan implementasi kebijakan merupakan aspek
yang penting dari keseluruhan proses kebijakan. Bahkan Udoji dengan tegas
mengatakan bahwa pelaksanaan kebijakan adalah suatu yang penting, bahkan
bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak diimplementasikan.
(Wahab, 2001:59).
Dari apa yang disampai kan oleh Grindle, dapat dinyatakan bahwa
keberhasilan dari implementasi sebuah kebijakan ditentukan oleh benyak hal,
terutama menyangkut kepentingan-kepentingan yang terlibat didalamnya.
Sebuah kebijakan sederhana tentu saja tidak melibatkan kepentingak banyak
orang, kelompok dan masyarakat sehingga pada akhirnya tidak akan
membawa perubahan yang besar. Sebaliknya semakin melibatkan banyak
kepentingan, maka keterlibatan seseorang atau kelompok dalam implementasi
kebijakan tersebut akan sangat tergantung pada apakah kepentingannya
terlindungi, maka dia akan berusaha untuk terlibat dalam implementasi karena
bagaimanapun juga manfaatnya pasti akan sampai kepada yang bersangkutan.
Akan tetapi kalau kepentingan seseorang terganggu atau akan merugikannya,
maka dengan sendirinya yang bersangkutan akan menghalangi implementasi
sebuah kebijakan.
Dengan demikian implementasi kebijakan merupakan tahap yang
krusial dalam proses kebijakan. Dimana suatu program kebijakan harus
diimplementasikan agar mempunyai dampak atau tujuan yang diinginkan,
karena implementasi kebijakan adalah salah satu variabel penting yang
berpengaruh terhadap keberhasilan suatu kebijakan didalam memecahkan
persoalan-persoalan. Atau juga implementasi kebijakan adalah merupakan
ingin dicapai dengan berbagai prosedur dan aturan-aturan yang ditetapkan
untuk berbagai masalah.
2. Tahapan Kebijakan
Proses pembuatan kebijakan merupakan proses yang kompleks karena
melibatkan banyak proases maupun variabel yang harus dikaji. Oleh karena
itu beberapa ahli politik yang menaruh minat untuk mengkaji kebijakan publik
membagi proses-proses penyusunan kebijakan publik kedalam beberapa
tahap. Tujuan pembagian seperti ini adalah untuk memudahkan kita dalam
mengkaji kebijakan publik. Namun demikian beberapa ahli mungkin
membagi tahap-tahap ini dengan urutan yang berbeda. Seperti misalnya,
tahapan penelitian kebijakan seperti yang tercantum dalam bagan dibawah ini
bukan merupakan tahap akhir dari proses kebijakan publik, sebab masih ada
satu tahap lagi, yakni tahap perubahan kebijakan dan terminasi atau
penghentian kebijakan. Tahap-tahap kebijakan publik adalah :
a. Tahap penyusunan agenda
Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada
agenda publik. Sebelumnya masalah-masalah ini berkompetisi terlebih dahulu
untuk dapat masuk ke dalam agenda kebijakan. Pada akhirnya, beberapa
masalah masuk ke agenda kebijakan para perumus kebijakan. Pada tahap ini
suatu masalah mungkin tidak disentuh sama sekali dan beberapa yang lain
b. Tahap formulasi kebijakan
Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian dibahas
oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi didefinisikan untuk
kemudian dicare pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut
berasal dari berbagai alternatif yang ada. Sama halnya dengan perjuangan
suatu masalah untuk masuk kedalam agenda kebijakan, dalam tahap
perumusan kebijakan masing-masing alternatif bersaing untuk dapat dipilih
sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah. Pada tahap ini,
masing-masing aktor akan ”bermain” untuk mengusulkan pemecahan masalah
terbaik.
c. Tahap adopsi kebijakan
Dari sekian banyak alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para
perumusan kebijkan, pada akhirnya salah satu dari alternatif kebijakan
tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus antara
direktur lembaga atau keputusan peradilan.
d. Tahap implementasi kebijakan
Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan-catatan elit, jika
program tersebut tidak diimplementasikan. Oleh karena itu, program
kebijakan yang telah diambil sebagai alternatif pemecah masalah harus
diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan-badan administrasi
maupun agen-agen pemerintah di tingkat bawah. Kebijakan yang telah
diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang memobilisasikan
kepentingan akan saling bersaing. Beberapa implementasi kebijakan
mendapat dukungan para pelaksana, namun beberapa yang lain mungkin akan
ditentang oleh para pelaksana.
e. Tahap penilaian kebijakan
Pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau
dievaluasi untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat telah mampu
memecahkan masalah. Kebijakan publik pada dasarnya dibuat untuk meraih
dampak yang diinginkan. Dalam hal ini, memperbaiki masalah yang dihadapi
masyarakay. Oleh karena itu, ditentukanlah ukuran-ukuran atau
kriteria-kriteria yang menjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan publik telah
meraih dampak yang diinginkan (Winarno,2004:28).
3. Model-Model Implementasi Kebijakan
Implementasi merupakan suatu proses mengubah gagasan atau
program menjadi tindakan dan bagaimana kemungkinan cara menjalankan
perubahan tersebut. Untuk menganalisis bagaimana proses implementasi
kebijakan itu berlangsung secara efektif, maka dapat dilihat dari berbagai
model implementasi kebijakan.
Sekalipun benyak dikembamgkan model-model yang membahas
tentang implementasi kebijakan, namun dalam hal ini hanya akan
menguraikan beberapa model implementasi kebijakan yang relatif baru dan
banyak mempengaruhi berbagai pemikiran meiupun tulisan para ahli.
a. Model yang dikembangkan oleh Brian W. Hogwood dan Lewis A. Gunn.
Model mereka ini kerap kali oleh para ahli disebut sebagai ”The top
dwon approach”. Menurut Hogwood dan Gunn, untuk dapat
mengimplementasikan kebijakan secara sempurna maka diperlukan beberapa
persyaratan tertentu. Syarat-syarat itu adalah sebagai berikut:
1. kondisi eksternal yang dihadapi oleh badan/instansi pelaksana tidak akan
menimbulkan gangguan atau kendala yang serius.
Beberapa kendala/hambatan pada saat implementasi kebijakan
seringkali berada di luar kendali para administrator, sebab
hambatan-hambatan itu memang di luar jangkauan wewenang kebijakan dan badan
pelaksana. Hambatan-hambatan tersebut tersebut diantaranya mungki bersifat
fisik. Adapula kemungkinan hambatan tersebut bersifat politis, dalam artian
bahwa baik kebijakan maupun tindakan-tindakan yang diperlukan untuk
melaksanakannya tidak diterima/tidak disepakati oleh berbagai pihak yang
kepentingannya terkait. Kendala-kendala semacam itu cukup jelas dan
mendasari sifatnya, sehingga sedikit sekali yang bisa diperbuat oleh para
administrator guna mengatasinya. Dalam hubungan ini yang mungkin dapat
dilakukan para administrator ialah mengingatkan bahwa
kemungkinan-kemungkinan semacam itu perlu dipikirkan matang-matang sewaktu
merumuskan kebijakan.
2. Untuk pelaksanaan program tersedia waktu dan sumber-sumber yang cukup
Syarat kedua ini sebagian tumpang tindih dengan syarat pertama,
dalam pengertian bahwa kerap kali ia muncul diantara kendala-kendala yang
bersifat eksternal. Jadi, kebijakan yang memiliki tingkat kelayakan fisik dan
politis tertentu bisa saja tidak berhasil mencapai tujuan yang diinginkan.
Alasan yang biasanya dikemukakan ialah terlalu banyak berharap dalam
waktu yang terlalu pendek, khususnya jika persoalannya menyangkut sikap
dan perilaku. Alasan lainnya ialah bahwa para politis kadangkala hanya peduli
dengan pencapaian tujuan, namun kurang peduli dengan penyediaan sarana
untuk mencapainya, sehingga tindakan-tindakan pembatasan terhadap
pembiayaan program mungkin akan membahayakan upaya pencapaian tujuan
program karena sumber-sumber yang tidak memadai.
3. Perpaduan sumber-sumber yang diperlukan benar-benar tersedia.
Persyaratan ketiga ini lazimnya mengikuti persyaratam kedua, dalam
artian bahwa di satu pihak harus dijamin tidak terdapat kandala-kendala pada
semua sumber-sumber yang diperelukan dan di lain pihak pada setiap tahapan
proses implementasinya perpaduan diantara sumber-sumber tersebut harus
benar-benar dapat disediakan.
4. Kebijakan yang akan diimplementasikan didasari oleh suatu hubungan
kausalitas yang handal.
Kebijakan kadangkala tidak dapat diimplementasikan secara efektif
bukan lantaran ia telah diimplementasikan secara sembrono/asal-asalan,
5. Hubungan kausalitas bersifat langsung dan hanya sedikit mata rantai
penghubungnya.
Pada kenyataannya program Pemerintah, sesungguhnya teori yang
mendasari kebijakan jauh lebih kompleks dari pada sekedar berupa jika X
dilakukan, maka terjadi Y dan mata rantai kualitas hubungannya hanya
sekedar jika X, maka terjadi Y, dan Jika Y terjadi maka akan diikuti oleh Z.
Dalam hubungan ini Pressman dan Wildavski memperingatkan, bahwa
kebijakan-kebijakan yang hubungan sebab-akibatnya tergantung pada mata
rantai yang amat panjang maka ia akan mudah sekali mengalami keretakan,
sebab semakin panjang mata rantai kausalitas, semakin besar hubungan timbal
balik diantara mata rantai penghubungnya dan semakin menjadi kompleks
implementasinya.
6. Hubungan saling ketergantungan harus kecil
Implementasi yang sempurna menurut adanya persyaratan bahwa
hanya terdapat Badan pelaksana tunggal untuk keberhasilan misi yang
diembannya, tidak perlu tergantung pada Badan-badan lain kalaupun dalam
pelaksanaannya harus melibatkan Badan-badan/Instansi-instansi lainnya,
maka hubungan ketergantungan dengan organisasi-organisasi ini haruslah
pada tingkat yang minimal, baik dalam artian jumlah maupun kadar
kepentingannya. Jika implementasi suatu program tenyata tidak hanya
membutuhkan serangkaian tahapan dan jalinan hubungan tertentu meleinkan
terlibat, maka peluang bagi keberhasilan implementasi program bahkan hasil
akhir yang diharapkan kemungkinan akan semakin berkurang.
7. Pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan.
Persyaratan ini menharuskan adanya pemahaman yang menyeluruh
mengenai dan kesepakatan terhadap tujuan atau sasaran yang akan dicapai dan
yang penting keadaan ini harus dapat dipertahankan selama proses
omplementasi. Tujuan tersebut haruslah dirumuskan dengan jelas, spesifik
dan lebih baik lagi apabila dapat dikuantifikasikan, dipahami,serta disepakati
oleh seluruh pihak yang terlibat dalam organisasi, bersifat saling melengkapi
dan mendukung serta mampu berperan selaku pedoman dengan mana
pelaksanaan program dapat dimonitor
8. Tugas-tugas diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat.
Persyaratan ini mengandung makna bahwa dalam mengfayunkan
langkah menuju tercapainya tujuan-tujuan yang telah disepakati, masih
dimungkinkan untuk memerinci dan menyusun dalam urutan-urutan yang
tepat seluruh tugas yang harus dilaksanakan oleh setiap pihak yang terlibat.
Kesukaran-kesukaran untuk mencapai kondisi implementasi yang sempurna
ini tidak dapat kita sngsikan lagi. Disamping itu juga duiperlukan bahkan
dapat dikatakan tidak dapat dihindarkan keharusan adanya ruangan yang
cukup bagi kebebasab bertindak dan melakukan improvisasi, sekalipun dalam
9. Komunikasi dan koordinasi yang sempurna.
Persyatratan ini menggariskan bahwa harus ada komunikasi dan
koordinasi yang sempurna diantara berbagai unsur atau badan yang terlibat
dalam program. Hood dalam hubungan ini menyatakan bahwa guna mencapai
implementasi yang sempurna barangkali diperlukan suatu sistem administrasi
tunggal.
10. Pihak-pihak yang memiliki wewenang kekuasaan dapat menuntut dan
mendapatkan kepatuhan yang sempurna.
Persyaratan terakhir ini menjelaskan bahwa harus terdapat kondisi
loyalitas penuh dan tidak ada penolakan sama sekali terhadap perintah dari
siapapun dalam sistem administrasi itu. Apabila terdapat potensi penolakan
terhadap perintah itu maka iya harus dapat diidentifikasikan oleh
kecanggihan sistem informasinya dan dicegah sedini mungkin oleh sistem
pengendalian yang handal.
b. Model yang dikembangkan oleh Van Meter dan Van Horn, yang disebut sebagai model proses implementasi kebijakan.
Meter dan Horn dalam teorinya ini beranjak dari suatu argumen bahwa
perbedaan-perbedaan dalam proses implementasi akan dipengaruhi oleh sifat
kebijakan yang akan dilaksanakan. Selanjutnya mereka menawarkan suatu
pendekatan yang mencoba untuk menghubungkan antara isu kebijakan dengan
implementasi dan suatu model konseptual yang mempertalikan kebijakan
perubahan, kontrol dan kepatuhan bertindak merupakan konsep-konsep
penting dalam prosedur-prosedur implementasi.
Van Meter dan Van Horn (dalam Subarsono, 2005:99) ada enam
variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi, yaitu:
1. Standar da sasaran kebijakan
Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat
direalisasikan. Apabila standar dan kebijakan kabur, maka akan terjadi
miti interpretasi dan mudah menimbulkan konflik diantara para agen
implementasi.
2. Sumber Daya
Implementasi kebijakan perlu dukungan sumber daya, baik sumber
daya manusia maupun sumber daya non manusia.
3. Komunikasi antar organisasi dan penguatan aktivitas
Dalam implementasi program perlu dukungan dan koordinasi dengan
instansi lain. Untuk itu perlu koordinasi dan kerja sama antara instansi
bagi keberhasilan suatu program.
4. Karakteristik Agen Pelaksana
Agen pelaksana mancakup struktur birokrasi, norma-norma, dan
pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semuanya akan
mempengaruhi implementasi suatu program.
5. Kondisi sosial, ekonomi dan politik
Variabel ini mencakup sumber daya ekonomi, lingkungan yang dapat
kelompok-kelompok kepentingan daoat memberikan dukungan bagi implementasi
kebijakan, karakteristik para partisipan, yakni mendukung atau menolak,
bagaimana sifat opini publik yang ada di lingkungan, dan apakah elit
politik mendukung implementasi kebijakan.
6. Disposisi Implementor
Disposisi implementor ini mencakup tiga hal, yakni: a) respon
implementor terhadap kebijakan yang akan dipengaruhi kemauannya
untuk melaksanakan kebijakan, b) kognisi, yakni pemahamannya terhadap
kebijakan, dan c) intensitas disposisi implementor, yakni prefansi nilai
yang dimiliki oleh implementor.
Variabel-variabel kabijakan bersangkutan paut dengan
tujuan-tujuan yang telah digariskan dan sumber-sumber yang tersedia. Pusat
perhatian pada badan-badan pelaksana meliputi baik organisasi formal
maupun informal, sedamgkan komunikasi antara organisasi terkait beserta
kegiatan-kegiatan pelaksanaannya mencakup antara hubungan di dalam
lingkungan sistem politik dan dengan para pelaksana mengantarkan kita
pada pemahaman mengenai orientasi dari mereka yang
mengoperasionalkan program di lapangan.( Subarsono, 2005:99)
c. Model yang dikembangkan oleh Daniel Mazmanian dan Paul A. Aabatier, yang disebut kerangka analisis implementasi.
Kedua ahli ini berpendapat bahwa peran penting dari analisis
mempengaruhi tercapainya tujuan-tujuan formal pada keseluruhan proses
implementasi.
Variabel –variabel yang dimaksud dapat diklasifikasikan menjadi tiga
kategori besar, yaitu:
1. Mudah tidaknya masalah yang akan dianggap dikendalikan.
2. Kemampuan keputusan kebijakan untuk menstrukturkan serta tepat
proses implelemtasinya, dan
3. Pengaruh langsung berbagai variabel-variabel politik terhadap
keseimbangan dukungan bagi tujuan yang termuat dalam keputusan
kebijakan tersebut.
4. Pengertian Program Pembinaan Anak Jalanan
Menurut Charles O. Jones Program adalah cara yang di syah kan untuk
mencapai tujuan, beberapa karakteristi tertentu yang dapat membawa
seseorang untuk mengidentifikasi suatu aktifitas sebagai suatu progran atau
tidak yaitu:
a. Program cenderung membutuhkan staf
Misalnya: untuk meleksanakan ataupun sebagai pelaku program\
b. Program biasanya memiliki anggaran tersendiri, Program kadang bisa juga
diidentifikasikan melalui anggaran
c. Program memiliki identitas tersendiri, yang bila berjalan secara efektif
Program terbaik di Dunia adalah program yang di dasarkan pada
model teoritis yang jelas, yakni sebelum menentukan masalah sosial yang
ingin diatasi dan memulai melakukan interfensi, maka sebelumnya harus ada
pemikiran yang serius terhadap bagaimana dan mengapa masalah itu terjadi
dan apa yang menjadi solusi terbaik. (Jones 1991:296).
Dalam mengatasi masalah yang dihadapai oleh anak jalana tersebut,
merupakan tugas sebagaimana yang diembangkan oleh pemerintah tentang
pembinaan dan kesejahteraan anak dalam menjamin pertumbuhan dan
perkembangannya dengan wajar baik jasmani dan rohani maupun sosialnya.
Pembinan yang harus dilakukan bervariasi dimana melalui proses pendidikan,
pembinaan mental, dan keagamaan yang berkualitas dengan segala aspek.
Arti anak jalanan adalah anak yang berusia 5-18 Tahun yang
menghabiskan sebagian besar waktunya untuk mencari nafkah dan atau
berkeliaran dijalanan maupun ditempat-tempat umum dan melakukan kegiatan
tidak jelas minimal dalam waktu 4 jam/hari dalam ukuran waktu 1 Bulan,
seperti pedagang asongan, pengamen, ojek payung, pengelap mobil, pembawa
belanjaan di pesar dan lain-lain.
Sedangkan menurut Johanes, pada seminar tenteng pemberdayaan
anak jalanan yang dilaksanakan Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial
Bandung menyebutkan bahwa anak jalanan adalah ”Anak yang menghabiskan
waktunya dijalanan baik untuk bekerja maupun tidak yang terdiri dari
anak-anak yang menpunyai hubungan dengan keluarga dan anak-anak yang mandiri
Lebih lanjut, Sudijar mendefinisikan anak jalanan sebagai ”Anak-anak
usia 7-21 tahun yang bekerja di jalanan raya dan tempat-tempat umum lainnya
yang dapat mengganggu ketertiban dan keselamatan orang lain serta
membahayakan dirinya, yang pada umumnya bekerja sebagai pengamen,
penjual koran, penyemir sepatu, pedagang asongan dan pemulung”.
Dari batas pengertian tersebut Sudijar mengemukakan bahwa ciri-ciri
anak jalanana yaitu:
a. Anak (laki-laki/perempuan) usia 7-21 tahun, melakukan kegiatan tidak
menentu, dan membahayakan dirinya sendiri di tempat-tempat umum
(jalanan, pasar, tempat hiburan, terminal. Dan stasiun)
b. Berpendidikan rendah (kebanyakan putus sekolah, dan sedikit sekali
yang tamat SD).
c. berasal dari keluarga yang tidak mampu (beberapa diantaranya tidak
jelas keluarganya).
d. Melakukan aktifasi ekonomi.
Sementara dalam pengertian Sosiologi, istilah anak jalanan
menunjukkan pada aktivitas sekelompok anak dan perilaku mereka dianggap
mengganggu ketertiban sosial. Sedangkan menurut pengertian ekonomi,
istilah anak jalanan menunjukkan pada aktivitas sekelompok anak (pekerja
anak) yang terpaksa mencari nafkah dijalanan karena kondisi ekonomi orang
tua yang miskin. (Nugroho,2003:97).
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa anak
melakukan kegiatan hidup sehari-hari di jalanan termasuk di lingkungan pasar
dan pusat-pusat keramaian lainnya.
5. Karakteristik Anak Jalanan
Menurut data yang telah saya peroleh dari Dinas Sosial, ciri anak
jalanan terbagi dalam dua kategori yaitu ciri fisik dan psikis. Ciri fisik anak
jalanan adalah anak jalanan yang mempunyai warna kulit kusam, rambut
kemerah-merahan, kebanyakan berbadan kurus, dan berpakaian kotor.
Sedangkan ciri psikis adalah mereka mempunyai mobilitas yang tinggi
terutama untuk mempunyai rasa penuh curiga, sangat sensitif, tidak berfikir
panjang (berani menanggung resiko) dan mandiri. (Dinas Sosial Kota Medan)
Dapat kita lihat bahwa seseorang anak dikatakan anak jalanan
bilamana mempunyai indikasi sebagai berikut:
a. Usia dibawah 18 Tahun.\
b. Orientasi hubungan dengan keluarganya adalah hubungan yang
sekedarnya, tidak ada komunikasi yang rutin diantara mereka :
1. Ada yang sama sekali tidak berhubungan dengan keluarganya
2. Masih ada hubungan sosial secara teratur minimal dalam arti bertemu
sekali setiap hari.
3. Masah ada kontak dengan keluarganya, namun tidak teratur.
Mereka tidak mempunyai orientasi mendatang. Orientasi waktunya adalah
masa kini. Dan waktu yang dihabiskan di jalanan lebih dari 4 jam setiap
harinya.
d. Orientasi tempat tinggal
1. Tinggal bersama orang tuanya
2. Tinggal dengan teman-teman sekelompoknya
3. Tidak mempunyai tempat tinggal, tidur disembarang tempat.
e. Orientasi tempat berkumpul mereka adalah tempat-tempat yang kumuh,
kotor, banyak makanan sisa, tempat berkumpulnya orang-orang misalkan:
pasar, terminal bus, tempat lokalisai WTS, perempatan jalan atau jalan raya.
f. Orientasi aktivitas pekerjaan
Keiatan atau aktivitas yang mereka kerjakan adalah aktivitasnya yang
berorientasi pada kemudahan mendapatkan uang sekedarnya untuk
menyambung hidup, seperti menyemir sepatuy, mengamen, menjajakam
koran, kuli angkut, pemulung, dan penghubung penjualan jasa.
g. Permasalahan yang dihadapi
1. Konflik dengan kelompok lain atau teman dalam kelompok
2. Dikejar-kejar aparat.
3. Korban eksploitasi sex.
4. Ditolak masyarakat.
5. Terlibat kriminal.
6. Potensi kecelakan lalu lintas
1. Modal sendiri.
2. Modal majikan.
3. Modal kelompok.
4. Stimulan/bantuan
i. Kebutuhan-kebutuhan anak jalanan
1. Rasa aman.
2. Haus kasih sayang.
3. Kebutuhan sandang pangan (gizi), kesehatan
Disamping itu, yayasan KKSP juga mengatakan karakteristik atau
sifat-sifat yang menonjol dari anak jalanan diantaranya adalah:
a. Kelihatan kumuh atau kotor, baik kotor tubuh maupun kotor pakaian.
b. Memandang orang lain, yang tidak hidup dijalanan sebagai oarang yang
dapat dimintai uang.
c. Mandiri artinya anak-anak tidak terlalu menggantungkan hidup terutama
dalam hal tempat tidur dan makan.
d. Mimik wajah yang selalu memelas, terutama ketika berhubungan dengan
orang yang bukan dari jalanan. Anak-anak tidak memiliki rasa takut untuk
berinteraksi dan berbicara dengan siapapun selama di jalanan.
e. Malas untuk melakukan kegiatan anak ”rumahan” misalnya jadwal tidur
selalu tidak beraturan, mandi, mebersihkan badan, gosok gigi, menyisir
6. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Munculnya Anak Jalanan
Anak adalah sebagai generasi penerus pewaris cita-cita perjuangan
bangsa dan merupakan potensi Sumber Daya Manusia (SDM) yang
berkualitas. Anak mempunyai hak dan kebutuhan hidup yang perlu dipenuhi
yaitu: Hak kebutuhan untuk makan yang bergizi, kesehatan, bermain,
kebutuhan emosional, pengembangan moral, spiritual, pendidikan serta
memerlukan lingkungan keluarga dan sosial yang mendukung kelangsungan
hidupnya.
Krisis ekonomi, adalah sebagai pemicu utama terjadinya berbagai
bencana yang telah menyebabkan banyak orang tua dan keluarga mengalami
penurunan daya beli, pemutusan hubungan kerja sehingga tidak bisa
memenuhi kebutuhan akan hak-hak anaknya. Berkaitan dengan itu jumlah
anak putus sekolah, terlantar dan marginal semakin bertambah, selain itu
akibat yang ditimbulkan terpaksa banyak anak-anak yang harus membantu
orang tuanya karena kemiskinan.
Di sisi lain tidak sedikit anak yang hidup dan tumbuh dalam
lingkungan yang tidak kondusif bagi pertumbuhan dan perkembangan anak,
diakibatkan karena situasi perkotaan yang begitu dinamis dan tidak memberi
ruang bagi masyarakat marginal, hal ini terlihat mudahnya terjadi
penggusuran serta terjadinya konflik yang tak dapat dielakkan. Konflik yang
dapat dilihat seperti perkelahian antar kelompok, dengan menggunakan
senjata tajam bisa terjadi kapan saja, dan tidak sedikit pula anak terlibat
Modernisasi, Industrialisasi, migran dan urbanisasi yang
mengakibatkan terjadinya perubahan jumlah anggota keluarga dan gaya hidup
membuat dukungan sosial dan perlindungan terhadap anak menjadi
berkurang. Faktor yang menyebabkan anak-anak turun ke jalan dikarenakan
adanya konflik yang terjadi pada rumah tangganya, mereka bosan dengan
keadaan yang terjadi di rumah. Peraturan serba ketat tanpa memberi peluang
kepada anak mengutarakan keinginannya, tidak jarang sering terjadi tindak
kekerasan terhadap anak dalam rumah tangga sebagai mana yang sering kita
saksikan akhir-akhir ini, untuk itu sebagai alternatif dalam mengurangi
meningkatnya anak terlantar perlu pemberian modal usaha dan penciptaan
lapangan kerja dari pemerintah yang merupakan tugas pokok dinas sosial
sebagaimana yang diembangkan oleh pemerintah kota tentang kesejahteraan
anak dalam menjamin pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar baik
jasmani, rohani maupun sosialnya. Karena mereka terlanjur hidup dan
mencari nafkah di jalanan dan ditempat-tempat umum lainnya maka mereka
dikenal dengan istilah anak jalanan. (RCMM-Kopa Gelar Khitanan Massal ;
Anak Jalanan di Kota Medan Meningkat/Analisa/ Medan/www.google.com)
7. Sasaran Program Pembinaan Anak Jalana
Menurut Soedijar, isi dari program pembinaan harus sesuai dengan
sasaran yang ingin dicapai, dengan demikian sasaran tersebut akan menjadi
jawaban dari permasalahan yang dihadapi para anak jalanan.
a. Melindungi dan berusaha mengangkat derejat anak jalanan.
b. Memberikan pelayanan secara teliti sehingga kesehatan dan gizi
mereka tetap terjamin.
c. Menumbuhkan rasa sadar diri, semangat kerja dan mengangkat derejat
hidup mereka sendiri bahkan keluarga dan masyarakat sekitarnya.
d. Memberikan pengarahan pada waktu bermain, rekreasi dan pada saat
waktu luangnya.
Di dalam program pembinaan perlu diperhatikan integritas dari
seluruh program pembinaan, maka:
a. Perlu djaga agar dalam seluruh program diciptakan variasi, metode
dalam mengolah kegiatan agar program berjalan lancar serta memikat
dan tidak monoton serta membosankan.
b. Perlu diketrahui sikap, pengalaman dan keahlian Pembina dalam
bidang pembinaan. Sikap Pembina sangat menentukan cara
pelaksanaan program. (Soedirja, 1990:9)
F. Defenisi Konsep
Konsep merupakan anbstraksi mengenai fenomena yang dirumuskan
atas dasar generalisis dari sejumlah karakteristik, kejadian, keadaan kelompok
atau individu. Oleh karena itu yang menjadi defenisi konsep dalam penelitian
ini adalah:
a. Implementasi Kebijakan adalah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh
untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam
keputusan-keputusan kebijakan sebelumnya.
b. Program Pembinaan adalah prosedur yang disediakan sebagai landasan
untuk menentukan isi dan ukuran kegiatan pembinaan.
c. Anak jalanan adalah anak yang sebahagian besar waktunya berada
dijalanan atau ditempat-tempat umum.
G. Defenisi Operasional
Definisi operasional adalah sebagian petunjuk pelaksana bagaimana
caranya mengukur suatu variabel atau suatu informasi ilmiah yang membantu
penlitian sehingga dari informasi tersebut diketahui bagaimana caranya
mengukur variabel penelitian tersebut. (Singarimbun, 1999 : 46-47).
Adapun yang menjadi indicator dari implementasi kebijakan program
pembinaan anak jalanan adalah
a. Standar dan sasaran dari implementasi kebijakan program pembinaan anak
jalanan, yaitu meliputi mekanisme prosedur (Standard Operating Procedurs)
yaitu pengaturan yang mengatur tata cara kerja dalam melaksanakan kegiatan
yang berkenaan dengan kebijakan program pembinaan anak jalanan.
b. Sumber daya, yaitu meliputi:
1. Sumber daya manusia yang terdiri dari jumlah pegawai, tingkat
pendidikan pegawai, keahlian, keterampilan, dan kemampuan para
2. Sumber anggaran yitu sumber dan besarnya pembiayaan untuk
melaksanakan porgam pembinaan anak jalanan tersebut.
3. Fasilitas yaitu sarana dan prasarana yang diperlukan dalam melaksanakan
program pembinaan anak jalanan.
c. Komunikasi antar organisasi dan penguatan aktivitas, yaitu meliputi
sosialisasi, baik itu sosialisasi internal maupun eksternal, ditambah dengan
adanya forum diskusi antar pegawai dan pihak-pihak yang terlibat langsung
dalam implementasi kebijakan program pembinaan anak jalanan.
d. Karakteristik Agen Pelaksana, yaitu meliputi struktur organisasi, pembagian
tugas dan wewenang, garis komando atau rentang kendali serta ketepatan atau
kesesuaian pelaksanaan program dengan tingkat structural organisasi yang
melaksanakan program tersebut.
e. Kondisi sosial, ekonomi dan politik, yaitu meliputi sumber daya ekonomi
yang dimiliki oleh organisasi dan juga keadaan sosial ekonomi dari
masyarakat yang bersangkutan.
1. Pendapat dari anak jalanan yang menjadi target implementasi kebijakan
program pembinaan anak jalanan,
2. Adanya penyesuaian kondisi ekonomi Dinas Sosial terhadap
kelangsungan implementasi kebijakan program pembinaan anak jalanan.
f. Disposisi implementor, yaitu kognisi implementor dalam meleksanakan
Implementasi Kebijakan Program Pembinaan Anak Jalanan meliputi:
2. Serta respon dari implementor terhadap pelaksanaan Implementasi
Kebijakan Program Pembinaan Anak Jalanan.
H. Sistematika Penulisan
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, defenisi
konsep, defenisi operasional dan sistematika penulisan.
BAB II : METODE PENELITIAN
Bab ini berisikan bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan
penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisa data.
BAB II I : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini menguraikan gambaran umum lokasi penelitian, yaitu
kanyor Dinas Sosial Kota Medan..
BAB IV : PENYAJIAN DATA
Bab ini berisikan tentang data-data yang diperoleh dari hasil
penelitian di lapangan untuk dianalisis.
BAB V : ANALISA DATA
Bab ini maemuat kajian dan analisa data yang diperoleh dari
lokasi penelitian.
Bab ini berisikan kesimpulan dan saran dari hasil penelitian
BAB II
METODE PENELITIAN
2.1 Bentuk Penelitian.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
deskriptif dengan analisia kualitatif. Dengan demikian penelitian ini hanya
menggambarkan bagaimana implementasi kebijakan program pembinaan anak
jalana di Dinas Sosila Kota Medan.
2.2 Lokasi Penelitian.
Lokasi penelitian ini dilakukan pada kantor Dinas Sosial Kota Medan
yang beralamat di Jalan K.H Wahid Hasyim No. 14 Medan.
2.3 Informan Penelitia.
Informan adalah orang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang
situasi dan kondisi latar penelitian. Jadi ia harus mempunyai banyak pengalaman
tentang latar penelitian. Ia berkewajiban secara sukarela menjadi anggota tim
penelitian walaupun hanya bersifat informal. Informan dengan kebaikannya dan
kesukarelaannya dapat memberikan pandangannya dari segi orang dalam
nilai-nilai, sikap, dan suatu proses yang menjadi latar penelitian tersebut.
Penelitian kualitatif tidak dimaksudkan untuk membuat generalisasi dari
populasi dan sampel. Subjek penelitian yang telah tercermin dalam fokus
penelitian tidak ditentukan sevcara sengaja. Subjek penelitian menjadi informasi
yang akan memberikan berbagai informasi yang diperlukan selama proses
penelitian. Informan penelitian ini meliputi tiga macam yaitu (1) informasi kunci
(key informan, yaitu mereka yang megetahui dan memiliki berbagai informasi
pokok yang diperlukan dalam penelitian, (2) informan utama, yaitu mereka yang
melibatkan secara langsung dalam interksi sosial yang diteliti, (3) informan
tambahan, yaitu mereka yang dapat memberikan informasi walaupun tidak
langsung terlibat dalam interaksi sosial yang sedang diteliti. (Hendarso dalam
Suyanto,2005:171-172).
Berdasarkan uraian diatas maka penelitian mentukan informan dengan
menggunakan teknik purposive sampling yaitu: penentuan informen tidak
didasarkan atas strata, kedudukan, pedoman atau wilayah tetapi didasarkan
adanya tujuan tertentu yang tetap berhubung dengan permasalahan pelenitian,
maka peneliti dalam hal ini menggunakan informan penelitian yang terdiri atas:
1. Informan kunci (key informan) yaitu kepala bidang bina sosial,
2. Informan utama yaitu terdiri dari 17 pegawai dinas sosial yang terlibat
langsung dan tidak terlibat langsung didalam bina sosial terhadap anak jalanan
tersebut, 1 orang LSM KKSP ( Kelompok Kerja Sosial Perkotaan ), 1 orang
penanggung jawab pada panti asuhan ECONOM di Kecamatan Medan Denai,
2.4 Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini diperlukan data atau keterangan dan informasi. Untuk
itu penelitian menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
1. Teknik Pengumpulan Data Primer, yaitu pengumpulan data yang dilakukan
secara langsung pada lokasi penelitian. Pengumpulan data primer dilakukan
dengan menggunakan instrumen sebagai berikut:
a. Wawancara mendalam, yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan memberikan pernyataan secara langsung kepada pihak-pihak yang
terkait dengan suatu tujuan untuk memperoleh imformasi yang dibutuhkan.
Metode wawancara ini ditujukan untuk informan penelitian yang telah
ditetapkan sebelumnya oleh si peneliti.
b. Pengamatan atau Observasi partisipan yaitu teknik pengumpulan data dengan
mengamati secara langsung objek peneliti dengan mencatat gejala-gejala yang
ditemukan dilapangan untuk melengkapi data-data yang diperlukan sebagai
acuan yang berkenaan dengan topik penelitian.
c. Kuisioner, yaitu teknik pengumpulan data dengan menggunakan sejumlah
daftar pertanyaan kapada pihak-pihak terkait.
2. Teknik Pengumpulan data Sekunder, yaitu merupakan teknik pengumpulan
data yang dilakukan melalui pengumpulan bahan keputusan yang dapat
mendukung data primer. Teknik pengumpulan data sekunder dapat dilakukan
a. Studi Dokumen, yaitu teknik pengumpulan data dengan menggunakan
catatan-catatan atau dokumen yang ada dilokasi penelitian serta
sumber0sumber lain yang relevan dengan objek penelitian.
b. Studi kepustakaan, yaitu pengumpulan data yang diperoleh dari buku-buku,
karya ilmiah, serta pendapat para ahli yang berkopetensi serta memiliki
reverensi dengan masalah yang akan diteliti.
2.5 Teknik Analisa Data
Teknik Analisa Data yang dipergunakan adalah teknik analisa data
kualitatif, yaitu dengan mengkaji data yang dimulai dengan menelaah seluruh data
yang tersedia dari berbagai sumber data yang terkumpul, mempelajari data,
menelaah, menyusunnya dalam suatu satuan, yang kemudian dikatagorikan pada
tahap berikutnya, dan memeriksa keabsahan data serta menafsirkannya dengan
analisis sesuai dengan kemampuan daya peneliti untuk membuat kesimpulan
penelitian. (Moleong, 2006:247)
Selain itu, data-data yang diperoleh dalam penelitian ini akan dianalisis
secara kualitatif, artinya untuk analisis data tidak diperlukan model uji statistik
dengan mamakai rumus-rumus tertentu, melainkan lebih ditujukan sebagai tipe
penelitian deskriptif. Kutipan hasil wawancara dan observasi sejauh mungkin
akan ditampilkan untuk mendukung analisis yang disampaikan, sehingga pada