• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Implementasi Program Pembinaan Anak Jalanan Kota Medan di Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan Kota Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Implementasi Program Pembinaan Anak Jalanan Kota Medan di Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan Kota Medan"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Perkembangan kota di segala bidang tidak hanya memberikan nuansa

positif bagi kehidupan masyarakat. Perkembangan kota melahirkan persaingan

hidup sehingga muncul fenomena kehidupan yang berujung pada kemiskinan.

Kota yang padat penduduk dan banyaknya keluarga yang bermasalah telah

membuat makin banyaknya anak yang kurang gizi, kurang perhatian, kurang

pendidikan, kurang kasih sayang dan kehangatan jiwa, serta kehilangan hak untuk

bermain, bergembira, bermasyarakat dan hidup merdeka. Banyak kasus yang

menunjukkan meningkatnya penganiayaan terhadap anak-anak, mulai tekanan

batin, kekerasan fisik, hingga pelecehan seksual, baik oleh keluarga sendiri,

teman, maupun orang lain.

Kemiskinan perkotaan yang melanda kota-kota besar di Indonesia

disebabkan oleh gejolak ekonomi yang semakin menyengsarakan masyarakat

telah menimbulkan masalah-masalah baru yang cukup kompleks. Kemiskinan

kerap kali menjadi persoalan yang tidak kunjung selesai. Mulai dari kesadaran

masyarakat hingga kemampuan pemerintah dalam menganalisis masalah dan

merencanakan program yang menjanjikan. Faktanya program itu hanya bersifat

aturan yang tertulis diatas kertas sedangkan keluh kesah warga keras terdengar di

telinga.

Fenomena keberadaan anak jalanan yanghingga kini masih menuai

masalah tanpa ada solusi yang tepat untuk mengatasinya merupakan salah satu

(2)

temui di sudut-sudut kota besar terutama Kota Medan. Mata kita sudah tidak asing

lagi melihat anak-anak yang mengerumuni mobil-mobil dipersimpangan lampu

merah. Mereka mendatangi warung-warung pinggir jalan menawarkan jasa atau

sekedar meminta sumbangan. Aktivitasnya dimulai dengan bermain musik,

menjual koran, menyemir sepatu hingga meminta sumbangan dengan kotak amal.

Indonesia telah menetapkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.

31 Tahun 2013 tentang Koordinasi Penanggulangan Anak Jalanan, Gelandangan

dan Pengemis yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat. Pemerintah dalam hal ini

telah banyak mengeluarkan kebijakan tentang bagaimana menangani keberadaan

anak jalanan. Koordinasi penanggulangan anak jalanan dalam Undang- Undang

ini, dilaksanakan melalui satu tim yang bersifat konsultatif dan koordinatif. Tim

yang dimaksud dalam keputusan Presiden ini yaitu mempunyai tugas dalam

membantu Menteri Sosial dalam menetapkan kebijakan pemerintah di bidang

penanggulangan anak jalanan, gelandangan dan pengemis (Gepeng). Tim tersebut

bekerja dalam perumusan dan perincian kebijaksanaan pelaksanaan

penanggulangan anak jalanan.

Sejalan dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat

menegaskan bahwa tujuan dibentuknya pemerintahan Negara Republik Indonesia

adalah melindungi segenap bangsa Indonesia yang kemudian di turunkan dalam

undang-undang dasar Negara Republik Indonesia Pasal 34 ayat (1) UUD 1945

disebutkan bahwa ”fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara”.

Secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa semua orang miskin dan semua

anak terlantar pada prinsipnya dipelihara oleh negara, tetapi pada kenyataannya

(3)

dipelihara oleh negara. Penanganan masalah masyarakat miskin yang bergantung

pada penghasilan di jalanan merupakan masalah yang harus dihadapi oleh semua

pihak, bukan hanya orang tua atau keluarga saja, tetapi juga setiap orang yang

berada dekat anak tersebut harus dapat membantu pertumbuhan anak dengan baik.

Hak-hak asasi anak terlantar dan anak jalanan, pada hakekatnya sama

dengan hak-hak asasi manusia pada umumnya, seperti halnya tercantum dalam

UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan Keputusan Presiden RI

No. 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convension on the Right of the Child

(konvensi tentang hak-hak anak). Mereka perlu mendapatkan hak-haknya secara

normal sebagaimana layaknya anak, yaitu hak sipil dan kemerdekaan, lingkungan

keluarga dan pilihan pemeliharaan, kesehatan dasar dan kesejahteraan,

pendidikan, rekreasi dan budaya dan perlindungan khusus.

Konvensi hak-hak anak merupakan komitmen dalam pemenuhan

kebutuhan dasar anak agar dapat tumbuh secara wajar. Kemudian, pemerintah

juga menerbitkan Undang-undang tentang Perlindungan Anak No.23 Tahun 2002,

sehingga konsekuensinya Pemerintah berkewajiban semaksimal mungkin

berupaya memenuhi hak-hak anak Indonesia namun, kenyataan menunjukkan

bahwa hak-hak seperti yang tercantum dalam konvensi hak anak dan UU yang

mengaturnya, belum sepenuhnya didapatkan oleh anak jalanan tersebut. Orang tua

memang merupakan pihak utama untuk memberikan hak-hak tersebut, tetapi

karena kondisi ekonomi keluarga yang tidak mendukung, maka peran

pemerintahlah khususnya melalui Dinas Sosial berkewajiban memberikan

(4)

Berdasarkan data dari NGO (Non Goverment Organization) diketahui

bahwa Kota Jakarta merupakan wilayah terbanyak ditemukan nya anak terlantar

yaitu anak jalanan, gelandangan dan pengemis padahal pemerintah daerah telah

mencanangkan berbagi kebijakan baik melalui aturan, program dan berbagai

kegiatan untuk mengentaskan problema anak jalanan. Hal ini sungguh tidak wajar

dipandang, mengingat Kota Jakarta adalah ibukota dari Negara Indonesia yang

harus dijaga ketertibannya. Salah satu wujud nyata adalah Pemerintah Daerah

Kota Jakarta dalam keputusannya telah menetapkan suatu kebijakan mengenai

pembinaan khusus sebagai penerobosan untuk menyikapi keberadaan anak

jalanan. Peraturan Daerah No 8 Tahun 2013 tentang Pembinaan Anak Jalanan,

Gelandangan dan Pengemis (Gepeng) sudah disahkan oleh walikota Jakarta. Pada

kenyataannya yang terjadi hingga saat ini diketahui, masih banyak saja ditemukan

anak jalanan dan terlantar di kota Jakarta.

Terdapat program dan kegiatan yang dicantumkan dalam kebijakan pada

undang-undang perda Kota Jakarta. Program tersebut diantaranya yaitu: (1)

program pemberdayaan terhadap anak jalanan yaitu proses penguatan keluarga

yang dilakuan secara terencana dan terarah sesuai dengan keterampilan yang

dimiliki tiap individu yang dibina; (2) program pembinaan yaitu terdapat bebarapa

indikator di dalamnya yakni pembinaan pencegahan, pembinaan lanjutan, serta

rehabilitasi sosial; (3) program bimbingan yaitu salah satu cara pembinaan yang

dilakukan melalui kegiatan monitoring evaluasi dari program pemberdayaan

sebelumnya.

Tujuan diadakannya berbagai program tersebut adalah untuk memudahkan

(5)

jumlah anak jalanan yang sudah sanga membanjiri kota kota besar ini. Pada

kenyataannya hal itu hanya legalisasi pelepasan tanggung jawab pemerintah,

padahal anak-anak jalanan dan kaum miskin perkotaan adalah tanggung jawab

negara. Saat ini masih banyak masyarakat miskin yang seharusnya mendapat

perhatian pemerintah, hingga saat ini banyak kita temukan di jalanan dan

tempat-tempat tertentu Kota Jakarta. Hal tersebut membuktikan bahwa keberhasilan dari

program dan kegiatan yang telah disusun ternyata belum mencapai target yang

diinginkan.

Berbeda dengan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), kota ini

memang telah menunjukkan keistimewaannya. Penurunan populasi anak jalanan

berhasil dilakukan pada tahun 2014. Di tengah arus besar yang berlangsung di

hampir seluruh wilayah Indonesia yang selama ini menempatkan anak jalanan

sebagai pelaku kriminal (termasuk perkembangan beberapa tahun terakhir juga

mengkriminalisasi para pemberi uang kepada anak jalanan) dan karenanya jalan

yang banyak ditempuh menggunakan pendekatan represif, telah diubah dengan

pendekatan hak anak. Perubahan ini tercermin nyata dengan disahkannya

Peraturan Daerah Kota Yogyakarta No. 6 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak

yang hidup di jalan pada tanggal 20 Januari 2014. Aturan berikutnya terkait

dengan implementasi atas perda tersebut yang tertuang pada Peraturan Gubernur

No. 31 tahun 2013, tentang Tata Cara Penjangkauan dan Pemenuhan Hak Anak

yang hidup di Jala

(6)

Tujuan yang terkandung dalam Peraturan Daerah Kota Yogyakarta adalah

untuk perlindungan anak yang hidup di jalanan, terdapat pada pasal 3 yaitu; (1)

mengentaskan anak dari kehidupan di jalan; (2) menjamin pemenuhan hak-hak

anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal

sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan; dan (3) memberikan

perlindungan dari diskriminasi, eksploitasi dan kekerasan, demi terwujudnya anak

yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera. Program yang dilakukan,

terdapat pada pasal 6 yaitu: (1) program pencegahan; (2) program penjangkauan

(3) program pemenuhan hak; dan (4) program re-integrasi sosial.

Berdasarkan program yang telah dicanangkan pada perda Yogyakarta,

pada program penjangkauan anak jalanan, Tim Perlindungan Anak (TPA) yang

anggotanya mewakili berbagai unsur seperti Dinas Sosial, Dinas Kesehatan,

Kepolisian, Satuan polisi Pamong Praja, dan juga unsur dari masyarakat sipil ikut

turun serta mengambil bagian. Program yang dilakukan dalam penjangkauan

mengedepankan pendekatan yang manusiawi, dengan mengenal, bermain

bersama, menjalin persahabatan dan menanamkan kepercayaan anak. TPA

melakukan wawancara untuk mengungkapkan masalah yang tengah dihadapi anak

kepada anak, orangtua atau orang terdekat. Pada kegiatan-kegiatannya, TPA juga

bisa melibatkan anak yang sudah mendapatkan pembinaan. Diketahui hasil yang

didapat bahwa dengan adanya program pemerintah daerah Kota Yogyakarta yang

efektif maka keberadaan populasi anak jalanan telah berkurang pada tahun 2014.

Kota Palembang juga merupakan salah satu kota besar di Sumatera Selatan

yang masih dibanjiri populasi anak jalanan di daerah-daerah keramaian. Sama

(7)

daerahnya. Pemerintah Kota Palembang juga telah mengeluarkan kebijakan

berupa aturan mengenai pembinaan anak jalanan. Peraturan Daerah Kota

Palembang terdapat pada Undang-Undang No 9 tahun 2013 tentang Pembinaan

dan Pengentasan Anak Jalanan. Dalam undang-undang tersebut terdapat berbagi

program yang mengatur anak jalanan. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan

pemerintah melaui Dinas Kesejahteraan dan Sosial Kota Palembang

menyebutkan: (1) kegiatan preventif yaitu kegiatan yang dilakukan di

tempat-tempat yang potensial menjadi daerah pengirim gelandangan, pengemis dan anak

jalanan. Kegiatan ini dipandang penting dengan asumsi mencegah lebih baik

daripada mengobati; (2) kegiatan dukungan; (3) kegiatan rehabilitatif yaitu

kegiatan yang dilakukan dengan penjangkauan seperti pemulangan anak jalanan

dan pemberian keterampilan.

Berbagai program dan kegiatan telah dilakukan guna pengentasan anak

jalanan di Kota Palembang namun sepertinya kebijakan tersebut hanya sebatas

program yang tertuang dalam suatu peraturan. Aparatur pemerintah dan pihak

yang berwenang belum efektif melaksanakan tugasnya dan diketahui masih

banyak menggelandang anak jalanan di sudut-sudut Kota Palembang.

Disimpulkan bahwa keberhasilan kebijakan yang dilakukan masih belum dapat

direalisasikan sehingga masih membutuhkan pelaksanaan yang benar-benar

efektif dari pemerintah daerah Kota

Palemba

(8)

Kota Medan merupakan wilayah metropolitan terbesar di luar

Pulau

Data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Medan mengatakan

bahwa laju pertumbuhan, penduduk Kota Medan mengalami pertumbuhan yang

fluktuatif. Berdasarkan data BPS diketahui pada tahun 2014, jumlah penduduk

Kota Medan diperkirakan meningkat menjadi 2.136.105 jiwa. Ada peningkatan

jumlah penduduk Kota Medan dari 2.109.156 jiwa pada tahun 2013 menjadi

2.136.105 jiwa pada tahun 2014 dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar

0,91%. Hal itu disebabkan oleh faktor-faktor alami, seperti tingkat kelahiran,

kematian dan arus urbanisasi. Fakta tersebut menunjukkan bahwa Medan

merupakan salah satu kota dengan jumlah penduduk yang besar.

Jumlah penduduk kota Medan yang semakin meningkat, berjalan seiring

dengan pertumbuhan jumlah anak. Bertambahnya anak disebabkan oleh tingginya

angka kelahiran yang terjadi. Seseorang dikatakan anak adalah yang berumur 0-18

tahun dan Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara mencatat jumlah

anak di Kota Medan tahun 2014 mencapai 956.442 jiwa sedangkan pada tahun

2013 tercatat, terdapat 894.334 jiwa pada tahun 2012 sejumlah 865.442 jiwa. Data

tersebut membuktikan adanya angka kenaikan jumlah anak di Kota Medan setiap

tahunnya.

Fenomena merebaknya anak jalanan merupakan persoalan sosial yang

kompleks. Hidup menjadi anak jalanan memang bukan merupakan pilihan yang

menyenangkan, karena mereka berada dalam kondisi yang tidak memiliki masa

depan yang jelas, dimana keberadaan mereka seringkali menjadi masalah bagi

(9)

jalanan tampaknya belum begitu besar karena mereka adalah saudara kita, mereka

juga adalah amanah Tuhan yang harus dilindungi dijamin hak-haknya, sehingga

tumbuh kembang menjadi manusia dewasa yang bermanfaat, beradab dan

bermasa depan cerah.

Anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya di jalanan

menganggap bahwa mereka lebih baik bekerja dan mencari uang untuk jajan dari

pada pergi ke sekolah karena malas berfikir. Mereka bisa mendapatkan kurang

lebih Rp.20.000 sampai Rp.100.000 per hari dari bekerja di jalanan. Mereka

merasa betah berada di jalanan. Anak-anak jalanan menjadi malas jika diajak ke

habitat normal seperti anak seusia mereka pada

umumnya

sumut,

Tidak ada angka yang pasti mengenai jumlah anak jalanan. Komisi

Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) memperkirakan, pada tahun 2014 lalu

terdapat sekitar 150 ribu anak jalanan Indonesia, dengan konsentrasi terbesar di

Jakarta. Jumlah anak jalanan dari tahun ke tahun semakin meningkat. Data yang

dikeluarkan oleh Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan Kota Medan tahun 2014

terlihat bahwa, jumlah anak jalanan yang berada di Kota Medan menduduki

jumlah yang tertinggi yaitu, mencapai 1.526 jiwa (50.26%) dari seluruh anak

jalanan yang berada di Kabupaten/Kota yang ada di Sumatera Utara. Hal ini

(10)

menunjukkan bahwa Kota Medan memiliki perkembangan kota yang lebih cepat

jika dibandingkan dengan Kabupaten/Kota lain yang berada di Propinsi Sumatera

Utara.

Berdasarkan banyaknya jumlah anak di kota Medan, menurut data yang

diperoleh dari Yayasan Pusaka Indonesia, menaksir jumlah anak jalanan di

Sumatera Utara mencapai 4.500 anak dan 1.500 anak diantaranya berada di Kota

Medan. Perserikatan Perlindungan Anak (PPAI) Sumatera Utara menghimpun

angka yang lebih banyak, yaitu 5000 anak jalanan berada di Seluruh Sumatera

Utara dan 1.800 dari jumlah tersebut tiggal di Kota Medan. Menurut KKSP

(Kelompok Kerja Sosial Perkotaan) ada sekitar 1.150 anak jalanan di seluruh

Sumatera Utara pada tahun 2014.

Aktivitas anak-anak jalanan di Kota Medan beraneka ragam, diantaranya

sebagai pengamen, pedagang koran, pedagang rokok, tukang semir sepatu, dan

lain sebagainya. Mereka terutama beroperasi di tempat-tempat keramaian atau

umumnya seperti di perempatan jalan, pusat-pusat pasar, stasiun/terminal bus,

pusat perbelanjaan serta rumah makan yang mengijinkan mereka masuk untuk

beroprasi seperti menyemir sepatu dan mengamen. Anak-anak yang hidup di

jalanan atau yang melakukan kegiatan di jalanan sangat rentan dengan perlakuan

kekerasan dan eksploitasi. Sudah menjadi hukum di jalanan, siapa yang kuat

merekalah yang menang. Masa anak-anak yang mestinya dihiasi dengan keceriaan

dan kemanjaan, terpaksa harus berhadapan dengan dunia yang keras dan kejam

yaitu dunia jalanan.

Tidak jarang kita temukan, anak jalanan seringkali menjadi objek

(11)

dihadapi saat berada di jalanan. Resiko-resiko yang dapat diidentifikasi adalah

menjadi korban kekerasan (pemerasan, penganiayaan, eksploitasi seksual,

penangkapan dan perampasan modal kerja), kelangsungan hidup terancam, kurang

gizi (miniman keras, penyalah gunaan obat, tindakan kriminal dan seks bebas),

ancaman tidak langsung (zat polutan, kecelakaan lalu lintas, HIV/AIDS) serta

keterkucilan dan stigmatisasi sosial (Huraerah, 2006:79).

Kahadiran anak-anak di jalanan adalah sesuatu yang dilematis. Di satu sisi

mereka mencari nafkah dan mendapatkan pendapatan yang memuat mereka bisa

bertahan hidup dan dapat menopang kehidupan keluarga. Namun, disisi lain

mereka bermasalah, karena tindakannya seringkali merugikan orang lain. Mereka

acapkali melakukan tindakan yang tidak terpuji seperti sering berkata kotor,

mengganggu ketertiban di jalanan misalnya: memaksa pengemudi kendaraan

bermotor untuk memberi sejumlah uang (walaupun tidak seberapa) dan

melakukan tindakan kriminal lainnya.

Anak-anak yang hidup di jalan sangat berbeda dengan anak-anak yang

hidup dalam asuhan orang tuanya. Anak-anak dijalan hidup secara bebas. Mereka

bebas melakukan apa saja yang mungkin belum patut dilakukan anak-anak

seumuran mereka. Umumnya terlihat berpakaian lusuh, kumal, dandanan jauh dari

kesan rapi hingga tato menghiasi tubuh mereka. Rokok, minuman keras, dan

mabuk-mabukan sepertinya sudah umum dilakukan anak-anak seusia mereka

yang seharusnya mengenyam pendidikan di sekolah. Anak-anak di jalan sebagian

besar putus sekolah karena ketiadaan biaya. Akibatnya mereka seakan tidak

(12)

masyarakat mengasingkan mereka. Masyarakat tidak menganggap mereka bagian

dari warga masyarakat. Akibatnya terjadi penolakan di setiap kehadiran mereka.

Terbitnya Peraturan Daerah (Perda) Provinsi Sumatera Utara No.6 Tahun

2003 tentang Gelandangan dan Pengemis merupakan bentuk konkrit kepedulian

pemerintah terhadap penanggulangan anak jalanan. Namun pada kenyataannya hal

itu hanya legalisasi pelepasan tanggung jawab pemerintah, padahal anak-anak

jalanan dan kaum miskin perkotaan adalah tanggung jawab negara. Pelayanan

yang diberikan terhadap anak jalanan masih tidak terarah.

Instrumen hukum dan kebijakan tersebut belum terimplementasi dengan

baik, kenyataan menunjukkan bahwa hak-hak seperti yang tercantum dalam

konvensi hak anak dan UU yang mengaturnya belum sepenuhnya didapatkan oleh

anak jalanan, orang tua memang merupakan pihak utama untuk memberikan

hak-hak kepada anaknya, tetapi karena kondisi ekonomi keluarga yang tidak

mendukung maka peran Pemerintahlah khususnya melalui Dinas Sosial

berkewajiban memberikan hak-hak yang seharusnya diperoleh anak.

Melihat berbagai kondisi yang dialami oleh anak jalanan, maka

Pemerintah Daerah Kota Medan melalui Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan Kota

Medan mengadakan Program Pembinaan Anak Jalanan, dimana dengan program

yang realistis akan tercipta kebijakan utama untuk mengentaskan masalah anak

jalanan. Disamping itu, kelanjutan dari program pembinaan anak jalanan yang

dilakukan oleh Dinas Sosial adalah implementasi yang nyata dan yang paling

diharapkan oleh anak jalanan misalnya, dengan terciptanya lapangan pekerjaan,

bila memang pekerjaan yang dilakukan sesuai dengan usia anak dan tidak terlalu

(13)

sekolah dan bermain maka tidak akan berpengaruh terhadap perkembangan anak.

Anak akan terdidik melalui pekerjaan itu untuk menjadi manusia yang

bertanggung jawab.

Terlepas dari pembinaan yang diberikan kepada anak jalanan, hal

terpenting yang juga harus diperhatikan oleh Dinas Sosial adalah pembinaan

terhadap keluarga anak jalanan tersebut. Jika karena kondisi ekonomi keluarga

yang kurang mendukung menjadi faktor anak turun ke jalanan untuk bekerja

membantu orang tuanya, maka pembinaan terhadap keluarga yang harus

dilakukan oleh Dinas Sosial adalah dengan pemberdayaan ekonomi keluarga yang

menciptakan kemandirian , sehingga dengan berbagai program pembinaan yang

diberikan, baik kepada si anak maupun kepada keluarganya diharapkan mereka

tidak kembali lagi ke jalanan dan akhirnya hal tersebut dapat meminimalisir

keberadaan anak jalanan di Kota Medan.

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan pada latar belakang, penulis

sangat tertarik untuk meneliti dan mengkaji lebih lanjut tentang masalah ini dalam

bentuk skripsi dengan judul : “Implementasi Program Pembinaan AnakJalanan di

Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan Kota Medan”.

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan, maka penulis

merumuskan masalah penelitian sebagai berikut: Bagaimana implementasi

program pembinaan anak jalanan di Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan Kota

Medan.

(14)

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi program

pembinaan anak jalanan oleh Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan Kota Medan.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah :

1. Secara akademis, dapat memberikan sumbangan yang positif terhadap

keilmuan yang dikembangkan Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial dan

dapat bermanfaat dalam pembuatan keputusan dan kebijakan dalam upaya

menyikapi masalah sosial.

2. Secara teoritis, dapat mempertajam kemampuan penulis dalam penulisan

karya ilmiah, menambah pengetahuan dan mengasah kemampuan berpikir

penulis dalam menyikapidan menganalisis masalah-masalah sosial.

3. Secara praktis, dapat digunakan sebagai bahan masukan, pertimbangan dan

sebagai bahan evaluasi khususnya bagi Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan

Kota Medan dan bagi pemerintah, maupun pihak-pihak luar secara umum

guna meningkatkan pelaksanaan program yang diberikan kepada anak jalanan.

1.4Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini berisikan latar belakang masalah, tujuan dan manfaat

penelitian.

(15)

Bab ini berisikan tentang uraian dan teori-teori yang berkaitan

dengan masalah dan objek yang akan diteliti, kerangka pemikiran,

definisi konsep dan definisi operasional.

BAB III : METODE PENELITIAN

Bab ini berisikan tentang tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi

dan sampel penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik

analisis data.

BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisikan sejarah singkat dan gambaran umum lokasi

penelitian serta data-data yang mendukung karya ilmiah.

BAB V : ANALISIS DATA

Berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian

beserta dengan analisisnya.

BAB VI : PENUTUP

Berisikan tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian

Referensi

Dokumen terkait

dokumen yang berkaitan dengan jamaah umroh atau haji yang mendaftar

PENGARUH KOMPETENSI, INDEPENDENSI, PROFESIONALISME, KOMITMEN ORGANISASI DAN BEBAN KERJA TERHADAP KEMAMPUAN AUDITOR DALAM MENDETEKSI KECURANGAN.. (Studi Empiris KAP

Konsep pengaturan upah dalam hukum positif Indonesia masih ditemukan adanya ketentuan yang tidak memperhatikan keadilan yaitu: ketentuan Pasal 88 ayat (2)

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan pemahaman konsep fisika peserta didik yang diajar dan tidak

60 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan 'Aisyiyah Bandung Bandung 1 61 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bhakti Kencana Bandung 1 62 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Dharma Husada Bandung 1

Di dalam penulisan laporan akhir ini, penulis ingin mengetahui bagaimana metode perencanaan geometrik dan tebal perkerasan yang baik pada Jalan Trans Batumarta, sehingga

Mis- alnya mengenai mengenai partisipasi masyarakat pada program ICBRR, penel- iti telah mendapatkan data melalui �a�ancara, contohnya ada informan yang menja�ab

Penelitian tentang modifikasi bentonit dari Kuala Dewa, Aceh Utara menjadi bentonit terpilar alumina dan uji aktivitasnya pada reaksi dehidrasi etanol, 1-propanol dan 2-propanol telah