• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perkembangan Kognitif

2.5.2.1 Pengertian Perkembangan Kognitif

Perkembangan kognitif merupakan dasar bagi kemampuan anak untuk berpikir. Hal ini sesuai dengan pendapat Ahmad Susanto (2011) bahwa kognitif adalah suatu proses berpikir, yaitu kemampuan individu untuk menghubungkan, menilai, dan mempertimbangkan suatu kejadian atau peristiwa. Jadi proses kognitif berhubungan dengan tingkat kecerdasan (intelegensi) yang menandai seseorang dengan berbagai minat terutama sekali ditujukan kepada ide-ide belajar. Perkembangan kognitif mempunyai peranan penting bagi keberhasilan anak dalam belajar karena sebagian aktivitas dalam belajar selalu berhubungan dengan masalah berpikir.

Menurut Ernawulan Syaodih dan Mubair Agustin (2008) perkembangan kognitif menyangkut perkembangan berpikir dan bagaimana kegiatan berpikir itu bekerja. Dalam kehidupannya, mungkin saja anak dihadapkan pada persoalan-persoalan yang menuntut adanya pemecahan. Menyelesaikan suatu persoalan merupakan langkah yang lebih kompleks pada diri anak. Sebelum anak mampu menyelesaikan persoalan anak perlu memiliki kemampuan untuk mencari cara penyelesaiannya. Husdarta dan Nurlan (2010) berpendapat bahwa perkembangan kognitif adalah suatu proses menerus, namun hasilnya

(2)

tidak merupakan sambungan (kelanjutan) dari hasil-hasil yang telah dicapai sebelumnya. Hasil-hasil tersebut berbeda secara kualitatif antara yang satu dengan yang lain. Anak akan melewati tahapan-tahapan perkembangan kognitif atau periode perkembangan. Setiap periode perkembangan, anak berusaha mencari keseimbangan antara struktur kognitifnya dengan pengalaman-pengalaman baru. Ketidakseimbangan memerlukan pengakomodasian baru serta merupakan transformasi keperiode berikutnya. Berdasarkan beberapa pendapat di atas disimpulkan bahwa factor kognitif mempunyai peranan penting bagi keberhasilan anak dalam belajar karena sebagian besar aktivitas dalam belajar selalu berhubungan dengan masalah mengingat dan berpikir.

Perkembangan kognitif dimaksudkan agar anak mampu melakukan eksplorasi terhadap dunia sekitar melalui panca inderanya sehingga dengan pengetahuan yang didapatkannya tersebut anak dapat melangsungkan hidupnya.

2.1.2 Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Kognitif

Perkembangan kognitif anak menunjukkan perkembangan dari cara berpikir anak. Ada faktor yang mempengaruhi perkembangan tersebut.

Faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif menurut Piaget dalam Siti Partini (2003 ) bahwa “pengalaman yang berasal dari lingkungan dan kematangan, keduanya mempengaruhi perkembangan kognitif anak”. Sedangkan menurut Soemiarti Patmonodewo (2008) perkembangan kognitif dipengaruhi oleh pertumbuhan sel otak dan perkembangan hubungan antar sel otak. Kondisi kesehatan dan gizi anak walaupun masih dalam kandungan ibu akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak.

Menurut Piaget dalam Asri Budiningsih (2005) makin bertambahnya umur seseorang maka makin komplekslah susunan sel sarafnya dan makin meningkat pada kemampuannya. Ketika individu berkembang menuju kedewasaan akan mengalami adaptasi biologis dengan lingkungannya yang akan menyebabkan adanya perubahan-perubahan

(3)

kualitatif di dalam sruktur kognitifnya. Ada pendapat lain yang menyatakan bahwa banyak faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan kognitif. Menurut Ahmad Susanto (2011) faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan kognitif antara lain :

2.1.2.1 Faktor Hereditas/Keturunan

Teori hereditas atau nativisme yang dipelopori oleh seorang ahli filsafat Schopenhauer, mengemukakan bahwa manusia yang lahir sudah membawa potensi tertentu yang tidak dapat dipengaruhi oleh lingkungan.Taraf intelegensi sudah ditentukan sejak lahir.

2.1.2.2 Faktor Lingkungan

John Locke berpendapat bahwa, manusia dilahirkan dalam keadaan suci seperti kertas putih yang belum ternoda, dikenal dengan teori tabula rasa. Taraf intelegensi ditentukan oleh pengalaman dan pengetahuan yang diperolehnya dari lingkungan hidupnya.

2.1.2.3 Faktor Kematangan

Tiap organ (fisik maupaun psikis) dikatakan matang jika telah mencapai kesanggupan menjalankan fungsinya masing-masing.

Hal ini berhubungan dengan usia kronologis.

2.1.2.4 Faktor Pembentukan

Pembentukan adalah segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi perkembangan intelegensi. Ada dua pembentukan yaitu pembentukan sengaja (sekolah formal) dan pembentukan tidak sengaja (pengaruh alam sekitar).

2.1.2.5 Faktor Minat dan Bakat

Minat mengarahkan perbuatan kepada tujuan dan merupakan dorongan untuk berbuat lebih giat dan lebih baik. Bakat seseorang akan mempengaruhi tingkat kecerdasannya.

(4)

Seseorang yang memiliki bakat tertentu akan semakin mudah dan cepat mempelajarinya.

2.1.2.6 Faktor Kebebasan

Keleluasaan manusia untuk berpikir divergen (menyebar) yang berarti manusia dapat memilih metode tertentu dalam memecahkan masalah dan bebas memilih masalah sesuai kebutuhan. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa faktor utama yang mempengaruhi perkembangan kognitif anak adalah factor kematangan dan pengalaman yang berasal dari interaksi anak dengan lingkungan.

Dari interaksi dengan lingkungan, anak akan memperoleh pengalaman dengan menggunakan asimilasi, akomodasi, dan dikendalikan oleh prinsip keseimbangan. Pada anak TK, pengetahuan itu bersifat subyektif dan akan berkembang menjadi obyektif apabila sudah mencapai perkembangan remaja atau dewasa.

2.1.3 Tahapan Perkembangan Kognitif Anak TK

Tahapan perkembangan kognitif anak menggambarkan tingkat kemampuan anak dalam berpikir. Menurut Piaget yang dikutip dalam Yudha M. Saputra dan Rudyanto (2005), “perkembangan kognitif anak terbagi menjadi 4 tahapan yaitu, sensorimotor (0-2 tahun), praoperasional (2-7 tahun), operasional konkrit (7-11 tahun) dan operasional formal (11-6 tahun)”. Sedangkan menurut Slamet Suyanto (2005) pada tahapan praoperasional anak mulai menunjukkan proses berpikir yang lebih jelas. Anak sudah belajar nama-nama benda, menggolong-golongkan, dan menyempurnakan kecakapan panca inderanya. Sifat egosentrisnya sangat menonjol. Anak menunjukkan kemampuannya melakukan permainan simbolis, misalnya anak menggerakkan balok kayu sambil menirukan bunyi mobil seakan-akan balok itu mobil. Pada tahapan praoperasional, anak sudah menggunakan

(5)

memorinya tentang mobil dan menggunakan balok untuk mengekspresikan pengetahuannya.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tahapan perkembangan kognitif anak TK kelompok A berada pada tahap praoperasional. Pada tahap ini aktivitas berfikirnya belum mempunyai sistem yang terorganisasi tetapi anak mulai bisa memahami realitas di lingkungannya. Kemampuan kognitif sering disebut juga sebagai daya piker yaitu, daya atau kemampuan seorang anak untuk berfikir dan mengamati, melihat hubungan-hubungan, kegiatan yang mengakibatkan seorang anak memperoleh pengetahuan baru. Ruang lingkup daya pikir yang ingin dicapai dalam rangka pengembangan kemampuan daya pikir seperti digariskan oleh Departemen Pendidikan Nasional yang dikutip dalam Siti Partini (2003) meliputi: (1) menyebut urutan bilangan; (2) membilang (mengenal konsep bilangan) dan benda- benda; (3) menghubungkan konsep bilangan dengan lambang bilangan (anak tidak diuruh menulis); (4) menciptakan berbagai bentuk dengan mengunakan benda sesuai dengan konsep bilangan yang sudah diketahui anak; (5) mengenal konsep bilangan sama dan tidak sama.

2.1.4 Perkembangan Kognitif Anak Usia 5 - 6 Tahun

Perkembangan kognitif pada usia ini anak mulai menyadari bahwa pemahamannya tentang benda-benda disekitarnya tidak hanya dapat dilakukan melalui kegiatan sensorimotor, akan tetapi juga dapat dilakukan melalui kegiatan yang bersifat simbolis. Kegiatan simbolis ini dapat berbentuk melakukan percakapan melalui telepon mainan atau berpura-pura menjadi bapak atau ibu, dan kegiatan simbolis lainnya.

Pada anak usia 5 - 6 tahun merupakan fase praoperasional, karena anak tidak berpikir secara operasional yaitu suatu proses berpikir yang dilakukan dengan jalan menginternalisasi suatu aktivitas yang memungkinkan anak mengkaitkannya dengan kegiatan yang telah dilakukan sebelumnya. Fase ini merupakan dasar permulaan bagi anak untuk membangun kemampuannya dalam menyusun pikirannya.

(6)

2.1.5 Cara Menilai Kognitif Anak

Cara menilai tingkat perkembangan anak menggunakan STTPA (Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak) yaitu standar untuk menentukan tingkat pencapaian aspek perkembangan anak pada jenjang pendidikan anak usia dini. Standar tersebut digunakan sebagai acuan dalam menentukan sejauh mana perkembangan anak yang menjalani pendidikan usia dini. Dengan demikian, guru dapat mengetahui bagaimana perkembangannya hingga kemudian dapat mengambil tindakan lanjut apabila standarnya belum terpenuhi.

Menurut STPPA (Standar Tingkat Pencapaian Perkembangan Anak) pada usia 5 - 6 tahun lingkup perkembangan kognitif anak terbagi menjadi 3 bagian :

2.1.5.1 Belajar dan Pemecahan Masalah

a. Menunjukkan aktivitas yang bersifat eksploratif dan menyelidik

b. Menunjukkan sikap kreatif dalam menyelesaikan masalah 2.1.5.2 Berpikir Logis

a. Mengenal perbedaan berdasarkan ukuran

b. Mengklasifikasikan benda yang berdasarkan warna, bentuk, dan ukuran

c. Mengenal pola ABCD-ABCD

d. Mengurutkan benda berdasarkan ukuran dari paling kecil ke paling besar atau sebaliknya

2.1.5.3 Berpikir Simbolik

a. Menyebutkan lambang bilangan

b. Menggunakan lambang bilangan untuk menghitung c. Mencocokan bilangan dengan lambang bilangan

d. Mengenal berbagai macam lambang huruf vokal dan konsonan

(7)

Menurut PAUD-DIKMAS penilaian yang dihasilkan dari penilaian kognitif anak ada 4 karakteristik sebagai berikut :

2.1.5.4 Belum berkembang yaitu anak tidak mau melakukan atau tidak mampu menyelesaikan semua perintah

2.1.5.5 Mulai berkembang yaitu anak mau melakukan perintah namun tidak selesai

2.1.5.6 Berkembang sesuai harapan yaitu anak mau melakukan perintah dan selesai dengan bantuan

2.1.5.7 Berkembang sangat baik yaitu anak mampu melakukan perintah tanpa bantuan

2.2 Permainan Puzzle

2.2.1 Pengertian Game Puzzle

Dalam dunia anak-anak terdapat berbagai jenis permainan, salah satu jenis permainan yang bermanfaat bagi anak dan bersifat edukatif adalah puzzle. Puzzle merupakan permainan yang membutuhkan kesabaran dan ketekunan anak dalam merangkainya. Dengan terbiasa bermain puzzle, lambat laun mental anak juga akan terbiasa untuk bersikap tenang, tekun, dan sabar dalam menyelesaikan sesuatu. Kepuasan yang didapat saat ia menyelesaikan puzzle pun merupakan salah satu pembangkit motifasi untuk mencoba hal-hal yang baru baginya. Puzzle sudah bisa dimainkan oleh anak berusia 5 tahun, tentunya dengan kepingan gambar (puzzle) yang sedikit dan tingkat kesulitannya lebih mudah. Untuk awal, kenalkan anak anda dengan puzzle sederhana yang terdiri dari sebuah keping saja, misalnya angka dari 1-15. Makin tinggi usia anak, biasanya tingkat kesulitan lebih rumit.

2.2.2 Jenis Permainan Puzzle 2.2.2.1 Mechanical Puzzles

Jenis puzzle ini adalah permainan yang paling umum ditemui di masyarakat. Contoh dari jenis puzzle mekanik antara lain puzzle jigsaw, nail puzzle dan kotak rubik. Anak-anak akan dengan

(8)

mudah menguasai keterampilan memecahkan puzzle jika mulai diajarkan sejak kecil.

2.2.2.2 Logic Puzzles

Logic puzzle merupakan game puzzle untuk anak yang harus diselesaikan dengan mengikuti beberapa aturan. Umumnya puzzle seperti ini memiliki solusi yang unik, dimana puzzle akan lebih mudah diselesaikan jika kita menyelesakan beberapa bagian yang menjadi solver. Contoh puzzle jenis ini diantaranya Sudoku, Picross dan logic grid puzzle.

2.2.2.3 Math Puzzle

Mengajarkan matematika secara tradisional akan menurunkan minat anak-anak terhadap matematika. Kebanyakan anak tidak menyukai matematika, namun jika metode pembelajaran dilakukan dengan media interaktif mungkin bisa beda ceritanya.

Menggunakan game puzzle matematika akan membuat kesan yang menyenangkan dalam memecahkan masalah perhitungan.

2.2.2.5 Word Puzzles

Word puzzles adalah game puzzle untuk anak yang dapat menambah wawasan tentang bahasa. Penguasaan kosakata menjadi kunci menyelesaikan permainan word puzzle. Contoh dari puzzle ini diantaranya teka-teki silang dan boggle.

2.2.2.5 Trivia Puzzles

Trivia puzzle identik dengan quiz yang ada di Internet.

Permainan ini identik dengan teka-teki yang menggunakan desain yang menarik dengan unsur grafis yang bagus. Puzzle ini juga identik dengan pesan eksplisit sehingga membutuhkan pengetahuan yang unik dan biasa ditemukan di Internet.

2.2.3 Manfaat Bermain Puzzle sebagai Game Edukasi Permainan puzzle memiliki banyak manfaat diantaranya :

a. Meningkatkan kemampuan berpikir dan membuat anak belajarberkonsentrasi.

(9)

Saat / Permain puzzle, anak akan melatih sel-sel otaknya untuk mengembangkan kemampuan berpikirnya dan berkonsentrasi untuk menyelesaikan potongan-potongan kepingan gambar tersebut.

b. Melatih koordinasi tangan dan mata

Puzzle dapat melatih koordinasi tangan dan mata anak untuk mencocokkan keping-keping puzzle dan menyusunnya menjadi satu gambar. Puzzle juga membantu anak mengenal dan menghapal bentuk.

c. meningkatkan Keterampilan Kognitif

Keterampilan kognitif (cognitive skill) berkaitan dengan kemampuan untuk belajar dan memecahkan masalah. Puzzle adalah permainan yang menarik bagi anak balita karena anak balita pada dasarnya menyukai bentuk gambar dan warna yang menarik. Dengan bermain puzzle anak akan mencoba memecahkan masalah yaitu menyusun gambar.

d. Belajar bersosialisasi

Dua anak yang bermain bersama-sama tentunya butuh diskusi untuk merancang kepingan-kepingan gambar dari puzzle tersebut. Anak yang lebih besar akan merasa senang jika dapat membantu anak yang lebih kecil, sebaliknya pun begitu, jadi akan tercipta suasana yang nyaman dan terciptanya interaksi ketika bermain.

2.2.4 Cara Melakukan Permainan Puzzle

Cara melakukan permainan puzzle dengan mengumpulkan berbagai macam jenis puzzle dan tuntun anak dengan memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih gambar dan jenis mana yang mereka sukai.

Setelah anak memilih, kita tuntun mereka dan menanyakan bentuk dan gambar apa yang mereka pilih dan kita pisahkan dari bentuk awalnya.

Setelah itu, anak memasang dan mencocokkan kembali satu persatu kepingan hingga selesai menjadi suatu bentuk utuh.

(10)

2.3 Anak Prasekolah

2.3.1 Pengertian Anak Prasekolah

Anak prasekolah adalah anak yang berusia antara 3-6 tahun. Dalam usia ini anak umumnya mengikuti program anak (3-5 tahun) dan kelompok bermain (Usia 3 Tahun), sedangkan pada usia 4-6tahun biasanya mereka mengikuti program Taman Kanak-Kanak (Patmonedowo, 2008). Menurut Supartini (2004) anak prasekolah adalah anak yang berusia 3 sampai 6 tahun yang mempunyai berbagai macam potensi – potensi yang harus di rangsang dan di kembangkan agar pribadi anak tersebut berkembang optimal.

Menurut Noorlaila (2010), dalam perkembangan ada beberapa tahapan yaitu : 1) sejak lahir sampai usia 3 tahun, anak memiliki kepekaan sensories dan daya pikir yang sudah mulai dapat “menyerap”

pengalaman-pengalaman melalui sensorinya,usia setengah tahun sampai kira-kira tiga tahun, mulai memiliki kepekaan bahasa dan sangat tepat untuk mengembangkan bahsanya, 2) masa usia 2-4 tahun, gerakan- gerakan otot mulai dapat dikoordinasikan dengan baik, untuk berjalan maupun untuk banyakbergerak yang semi rutin dan yang rutin, berminat pada benda-benda kecil, dan mulai menyadari adanya urutan waktu (pagi, siang, sore, malam). Rentang usia tiga sampai enam tahun, terjadi kepekaan untuk peneguhan sensoris, semakin memiliki kepekaan indrawi, khususnya pada usia 4 tahun memiliki kepekaan menulis dan pada usia 4-6 tahun memiliki kepekaan yang bagus untuk membaca.

Anak prasekolah adalah anak yang masih dalam usia 3-6 tahun, mereka biasanya sudah mampu mengikuti program prasekolah atau Taman Kanak–kanak. Dalam perkembangan anak prasekolah sudah ada tahapan-tahapanya, anak sudah siap belajar kususnya pada usia sekitar 4-6 tahun memiliki kepekaan menulis dan memiliki kepekaan yang bagus untuk membaca.

(11)

2.3.2 Pendidikan Anak Prasekolah

Anak usia Taman kanak-kanak termasuk dalam kelompok umum yaitu prasekolah. Pada usia 2-4 tahun anak ingin nermain,melakukan latihan berkelompok, melakukan penjelajahan, bertanya, menirukan, dan menciptakan sesuatu. Di taman kanakkanak, anak juga mengalami kemajuan pesat dalam penguasaan bahasa, terutama dalam kosakata.

Pada usia 5 tahun pada umumnya anak-anak baik secara fisik maupun kejiwaan sudah siap hal-hal yang semakin tidak sederhana dan berada pada waktu yang cukup lama disekolah.

Menurut Montessori (dalam Noorlaila 2010), bahwa pada usia 3-5 tahun anak-anak dapat diajari menulis membaca, dikte dengan belajar mengetik. Sambil belajar mengetik anak-anak belajar mengeja, menulis dan membaca. Usia taman kanak-kanak merupakan kehidupan tahun- tahun awal yang kreatif dan produktif bagi anak-anak. Oleh karena itu sesuai dengan kemampuan tingkat perkembangan dan kepekaan belajar mereka kita dapat juga mengajarkan menulis, membaca dan berhitung pada usia dini. Jadi adanya pendidikan prasekolah dan adanya tugas perkembangan yang diemban anak-anak, diperlukan adanya pembelajaran yang menarik dan menyanangkan bagi anak-anak yang selalu “dibungkus” dengan permainan, suasana riang, enteng, bernyanyi dan menarik. Bukan pendekatan pembelajaran yang penuh dengan tugas-tugas berat apalagi dengan tingkat pengetahuan,keterampilan dan pembiasaan yang tidak sederhana lagi seperti paksaan untuk membaca, menulis, berhitung yang melebihi kemampuan anak-anak.

2.3.3 Ciri-ciri Anak Prasekolah

Snowman (dalam Soemarti Patmonodewo 2008) mengemukakan ciri- ciri anak prasekolah (3-6 tahun) yang biasanya ada di TK meliputi aspek fisik, emosi, social dan kognitif anak,yaitu: Ciri fisik anak prasekolah dalam penampilan maupun gerak gerik prasekolah mudah dibedakan dengan anak yang berada dalam tahapan sebelumnya yaitu umumnya anak sangat aktif, mereka telah memiliki penguasaan

(12)

(kontrol) terhadap tubuhnya dan sangat menyukai kegiatan yang dilakukan sendiri.seperti memberikan kesempatan kepada anak untuk lari memanjat dan melompat. Ciri sosial anak prasekolah biasanya bersosialisasi dengan orang di sekitarnya. Umumnya anak pada tahapan ini memiliki satu atau dua sahabat,tetapi sahabat ini cepat berganti,mereka mau bermain dengan teman. Sahabat yang dipilih biasanya sama jenis kelaminnya. Tetapi kemudian berkembang sahabat yang terdiri dari jenis kelamin yang berbeda. Ciri emosional anak prasekolah yaitu cenderung mengekspresikan emosinya dengan bebas dan terbuka. Sikap marah sering diperlihatkan oleh anak pada usia tersebut, dan iri hati sering terjadi. Mereka sering kali mempeributkan perhatian guru. Ciri kognitif anak prasekolah umumnya telah terampil dalam bahasa. Sebagai besar dari mereka senang bicara,kususnya dalam kelompoknya. Sebaiknya anak diberi kesempatan untuk bicara.

Sebagian mereka perlu dilatih untuk menjadi pendengaryang baik.

2.3.4 Tahap Perkembangan Anak 2.3.4.1 Anak usia 0-2 tahun

Secara umum pada masa bayi anak usia 0-2 tahun, anak mengalami perubahan yang pesat bila dibandingkan dengan yang akan dialami pada fase-fase berikutnya. Anak sudah memiliki kemampuan dan keterampilan dasar yang berupa:

keterampilan lokomotor (berguling, duduk, berdiri, merangkak dan berjalan), keterampilan memegang benda, penginderaan (melihat, mencium, mendengar dan merasakan sentuhan), maupun kemampuan untuk mereaksi secara emosional dan sosial terhadap orang-orang sekelilingnya. Segala bentuk stimulus (verbal maupun nonverbal) dari orang lain akan mendorong anak untuk belajar tentang pengalaman-pengalaman sensori dan ekspresi perasaan meskipun anak belum mampu memahami kata-kata. Menurut Monks (1992) menyatakan bahwa stimulasi verbal ternyata sangat penting untuk perkembangan bahasa. Hal ini disebabkan kualitas dan kuantitas

(13)

vokalisasi seorang anak dapat bertambah dengan pemberian reinforsement verbal. Stimulasi verbal yang terusmenerus juga akan memudahkan anak untuk belajar melafalkan suara-suara dan Dapat disimpulkan bahwa anak usia dini merupakan masa yang kritis dalam sejarah perkembangan manusia. Masa anak usia dini ini terjadi pada anak usia 0-6 tahun atau sampai anak mengikuti pendidikan pada jenjang pendidikan anak usia dini atau prasekolah. Pada masa ini terjadi pertumbuhan fisik dan psikis yang sangat pesat. gerakan-gerakan yang mengkomunikasikan suasana emosinya, seperti marah, cemas, tidak setuju dan lain-lain.

2.3.4.2 Anak usia 2-3 tahun

Pada fase ini anak sudah memiliki kemampuan untuk berjalan dan berlari. Anak juga mulai senang memanjat, meloncat, menaiki sesuatu dan lain sebagainya. Solehuddin (1997) berpendapat bahwa pada anak usia 2-3 tahun lazimnya sangat aktif mengeksplorasi benda-benda di sekitarnya. Anak memiliki kekuatan observasi yang tajam. Anak juga menyerap dan membuat perbendaharaan bahasa baru, mulai belajar tentang jumlah, membedakan antara konsep satu dengan banyak dan senang mendengarkan cerita-cerita sederhana, yang kesemuanya diwujudkan anak dalam aktivitas bermain maupun komunikasi dengan orang lain. Kemampuan anak menguasi beberapa patah kata juga mulai berkembang. Anak mulai senang dengan perckapan walaupun dalam bentuk dan kalimat yang sederhana.

Selain itu juga, sikap egosentrik anak sangat menonjol. Anak belum bisa memahami persoalan-persoalan yang dihadapinya dari sudut pemikiran orang lain. Anak cenderung melakukan sesuatu menurut kemauannya sendiri tanpa memperdulikan kemauan dan kepentingan orang lain. Sebagai contoh, anak sering merebut mainan dari orang lain jika anak menginginkannya.

(14)

2.3.4.3 Anak usia 3-4 tahun

Secara umum, anak pada fase ini masih mengalami peningkatan dalam berperilaku motorik, sosial, berfikir fantasi maupun kemampuan mengatasi frustasi. Untuk kemampuan motorik, anak sudah menguasai semua jenis gerakan-gerakan tangan, seperti memegang benda atau boneka. Akan tetapi sifat egosentriknya masih melekat. Tingkat frustasi anak juga cenderung menurun. Hal ini disebabkan adanya peningkatan kemampuan dalam mengatasi kesulitan-kesulitan yang dialaminya secara lebih aktif atau sudah ada sifat kemandirian anak. Pada usia ini anak memiliki kehidupan fantasi yang kaya dan menuntut lebih banyak kemandirian. Dengan kehidupan fantasi yang dimilikinya ini, anak akan memperlihatkan kesiapannya untuk mendengarkan cerita-cerita secara lebih lama, bahkan anak juga sudah dapat mengingatnya. Selanjutnya dengan sifat kemandirian yang dimilikinya mulai membuat anak tidak mau banyak diatur dalam kegiatankegiatannya. Pada aspek kognitif anak juga sudah mulai mengenal konsep jumlah, warna, ukuran dan lain-lain.

2.3.4.4 Anak usia 4-6 tahun

Ciri yang menonjol anak pada usia ini adalah anak mempunyai sifat berpetualang (adventuroussness) yang kuat. Anak banyak memperhatikan, membicarakan atau bertanya tentang apa sempat ia lihat atau didengarnya. Minatnya yang kuat untuk mengobservasi lingkungan benda-benda di sekitarnya membuat anak senang bepergian sendiri untuk mengadakan eksplorasi terhadap lingkugan disekitarnya sendiri. Pada perkembangan motorik, anak masih perlu aktif melakukan berbagai aktivitas.

Sejalan dengan perkembangan fisiknya, anak usia ini makin berminat terhadap teman sebayanya. Anak sudah menunjukkan hubungan dan kemampuan bekerjasama dengan teman lain terutama yang memiliki kesenangan dan aktivitas yang sama.

(15)

Kemampuan lain yang ditunjukkan anak adalah anak sudah mampu memahami pembicaraan dan pandangan orang lain yang disebabkan semakin meningkatnya keterampilan berkomunikasi.

Berdasarkan tahap perkembangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa anak usia dini merupakan masa yang kritis dalam sejarah perkembangan manusia. Masa anak usia dini ini terjadi pada anak usia 0-6 tahun atau sampai anak mengikuti pendidikan pada jenjang pendidikan anak usia dini atau prasekolah. Pada masa ini terjadi pertumbuhan fisik dan psikis yang sangat pesat.

2.4 Kerangka Konsep

Kerangka konsep adalah model pendahuluan dari sebuah masalah penelitian dan merupakan refleksi dari hubungan variabel-variabel yang diteliti (Swarjana, 2015).

Berdasarkan uraian diatas maka dapat disusun kerangka konsep penelitian sebagai berikut :

Variabel independen (bebas) Variabel dependen (tergantung)

Keterangan : : Diteliti : Tidak diteliti Skema 2.4.1 Kerangka konsep penelitian Permainan Puzzle

Jenis-jenis Permainan : 1. Mechniccal puzzles

Perkembangan Kognitif Anak Usia 5-6 Tahun

Manfaat permainan Puzzles

1. Meningkatkan Kemampuan berfikir dan membuat anak belajar

berkosentrasi

2. Melatih kordinasi tangan dan mata 3. Meningkatkan keterampilan Kognitif 4. Belajar bersosialisasi

2. Mechniccal puzzles 3. Logic puzzles 4. Matc Puzles 5. World puzzle 6. Triva puzzle

(16)

2.5 Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau pertanyaan penelitian (Nursalam, 2014).

Berdasarkan uraian dalam latar belakang, perumusan masalah dan kerangka konseptual yang telah disusun maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Ha : Ada pengaruh antara permainan puzzle terhadap perkembangan kognitif anak usia 5-6 tahun di TK Harapan Ibu, Sungai Lulut Kecamatan Banjarmasin Timur, Kota Banjarmasin Tahun 2018.

Referensi

Dokumen terkait

critical theory in contemporary world politics but new social movements that explicitly connect capitalism with US imperial power remind us of the remaining relevance of Marxism

Kondisi stabilitas tanah di lapangan cukup baik dan memungkinkan untuk dilakukan pemindahan dinding penahan tanah dalam rangka mengurangi luas area lahan pondasi

Kader posyandu lansia berkunjung ke rumah lansia yang tidak hadir dalam kegiatan posyandu lansia untuk memantau keadaan

4 Tahu, Faham dan Boleh Buat dengan Beradab B4 Mengaplikasi pengetahuan saintifik dan kemahiran saintifik dalam membentuk konsep dan prinsip sains dalam penyelesaian

Reksa Finance akan melakukan eksekusi/menarik mobil yang menjadi obyek jaminan fidusia tersebut jika terdakwa tidak melakukan pembayaran angsuran atas pembiayaan

Partus lama pada umumnya disebabkan oleh kelainan dari tiga aspek seperti kelainan tenaga (kelainan his), kelainan janin, serta kelainan jalan lahir dan dapat

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Strategi Pemasaran Bisnis Toko Dafi‟ Dalam Meningkatkan Jumlah Penjualan Barang di Kota Palangkaraya Perspektif

kepatuhan wajib pajak atas pajak rumah kos. Hal tersebut disebabkan karena pajak rumah kos masih kategori pajak baru, yang mulai diterapkan pada akhir tahun 2013 dan