commit to user 7
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Deskripsi Teori
1. Hakekat matematika
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 723) disebutkan bahwa,
“Matematika adalah ilmu tentang bilangan-bilangan, hubungan antara bilangan dan prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai bilangan”.
Purwoto (2003: 12-13) mengemukakan bahwa, “Matematika adalah pengetahuan tentang pola keteraturan pengetahuan tentang struktur yang terorganisasi mulai dari unsur-unsur yang tidak didefinisikan ke unsur-unsur yang didefinisikan ke aksioma dan postulat dan akhirnya ke dalil”.
Sedangkan R. Soejadi (2000: 11) mengemukakan bahwa ada beberapa definisi dari matematika, yaitu sebagai berikut:
1) Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara sistematik.
2) Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi.
3) Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logik dan berhubungan dengan bilangan.
4) Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk.
5) Matematika adalah pengetahuan tentang struktur-struktur yang logik.
6) Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat.
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak tentang bilangan, kalkulasi, penalaran, logik, fakta-fakta kuantitatif, masalah ruang dan bentuk, aturan-aturan yang ketat, dan pola keteraturan serta tentang struktur yang terorganisir.
2. Belajar
Seseorang yang telah belajar akan mengalami perubahan tingkah laku baik dalam aspek pengetahuan, ketrampilan, maupun dalam sikap. Perubahan tingkah
commit to user
laku dalam aspek pengetahuan yaitu dari tidak mengerti menjadi mengerti, dari bodoh menjadi pintar. Perubahan tingkah laku dalam aspek ketrampilan yaitu tidak bisa menjadi bisa, dari tidak trampil menjadi trampil. Sedangkan perubahan tingkah laku dalam sikap yaitu dari ragu-ragu menjadi yakin, dari tidak sopan menjadi sopan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Purwoto (2003: 21) bahwa,
”Belajar adalah proses yang berlangsung dari keadaan tidak tahu menjadi lebih tahu, dari tidak terampil menjadi terampil, dari belum cerdas menjadi cerdas, dari sikap belum baik menjadi baik, dari pasif menjadi aktif,dari tidak teliti menjadi lebih teliti dan seterusnya”.
Pengertian lain tentang belajar juga diberikan oleh ahli diantaranya adalah pengertian menurut psikologis. Slameto (1995: 2) menyatakan bahwa, “Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungan”.
Muhibbin Syah (1995: 90) menyatakan bahwa, “Belajar adalah perubahan yang relatif menetap yang terjadi dalam segala macam/keseluruhan tingkah laku suatu organisme sebagai suatu pengalaman”.
Selain beberapa pendapat mengenai definisi belajar tersebut, Sumadi Suryabrata (1995: 249) menyebutkan bahwa hal pokok dalam kegiatan yang disebut “belajar” adalah sebagai berikut:
1) Belajar itu membawa perubahan (dalam arti behavioural changes, aktual, maupun potensial ).
2) Perubahan itu pada pokoknya adalah didapatkannya kecakapan baru.
3) Perubahan itu terjadi karena adanya usaha (dengan sengaja).
Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu aktifitas yang dilakukan oleh individu yang mengakibatkan perubahan tingkah laku yang berupa pengetahuan (aspek kognitif), sikap (aspek afektif), ketrampilan (aspek psikomotor), pada diri individu tersebut berkat adanya interaksi antara individu dengan individu atau dengan lingkungan. Di dalam belajar terkandung suatu aktifitas yang dilakukan dengan segenap panca indra untuk memahami arti dari hubungan-hubungan kemudian menerapkan konsep-
commit to user
konsep yang dihasilkan ke situasi yang nyata. Belajar akan lebih baik kalau siswa mengalami sendiri.
3. Berpikir
Menurut Ngalim Purwanto (1990 : 43), “Berpikir adalah suatu keaktifan pribadi manusia yang mengakibatkan penemuan yang terarah kepada suatu tujuan”.
Sedangkan Poespoprodjo (1989 : 4) mengemukakan bahwa, “Berpikir adalah kegiatan akal untuk mengolah pengetahuan yang kita terima melalui panca indera, dan ditujukan untuk mencari suatu kebenaran”.
Pendapat lain tentang berpikir juga dikemukakan Agus Sujanto (2001 : 56), “Berpikir merupakan suatu proses dialektis, artinya selama kita berpikir, pikiran kita mengadakan tanya jawab pikiran kita untuk dapat meletakkan hubungan-hubungan antara pengetahuan kita dengan tepat”.
Berdasarkan beberapa pengertian tentang berpikir, maka dapat dirumuskan bahwa berpikir merupakan kegiatan menggunakan pikiran untuk mencari makna dan pemahaman terhadap sesuatu, membuat pertimbangan dan keputusan atau menyelesaikan masalah. Hal ini menunjukkan bahwa berpikir adalah suatu aktifitas sehingga setiap orang memiliki kemampuan yang berbeda – beda dalam melakukan aktifitas tersebut. Oleh karena itu, setiap orang memiliki tingkat berpikir yang berbeda – beda.
4. Berpikir Kreatif
Menurut Harris (dalam Nursaumi,2003:12) dalam artikelnya yang menyatakan bahwa: "Kreatif dapat dipandang suatu kemampuan, sikap dan proses. Kreatif sebagai suatu kemampuan adalah kemampuan untuk menghasilkan ide-ide baru dengan mengkombinasikan, mengubah atau menerapkan kembali ide- ide yang telah ada. Kreatif sebagai sikap adalah kemampuan diri untuk melihat perubahan dan kebaruan, suatu keinginan untuk bermain dengan ide-ide dan kemungkinan-kemungkinan, kefleksibelan pemandangan, sifat menikmati kebaikan, sambil mencari cara-cara untuk memperbaikinya. Sedangkan kreatif sebagai proses adalah suatu keinginan yang terus menerus memperbaiki ide-ide
commit to user
dan solusi-solusi, dengan membuat perubahan yang bertahap dan memperbaiki karya-karya sebelumnya". Orang kreatif menggunakan pengetahuan yang kita semua memilikinya dan membuat lompatan untuk memungkinkan mereka memadang segala sesuatu dengan cara-cara yang baru (Deporter dkk,2000:295).
Lebih lanjut Deporter (2000:292): "Seseorang yang kreatif selalu mempunyai rasa ingin tahu, ingin meneoba-coba, bertualang, suka berpetualang, suka bermain- main, serta intuitif dan setiap orang bepotensi untuk menjadi orang kreatif ini".
Menurut Munandar (1999:48) menyatakan bahwa: "Kreativitas adalah kemampuan berdasarkan data atau informasi yang tersedia menemukan banyak kemungkinan jawaban terhadap suatu masalah, dimana penekanannya adalah pada kuantitas, ketepatgunaan dan keragaman jawaban". Makin banyak kemungkinan jawaban yang dapat diberikan terhadap suatu masalah makin kreatiflah seseorang.
Tentu saja jawaban jawaban itu harus sesuai dengan masalahnya. Jadi, tidak semata-mata banyaknya jawaban yang dapat diberikan yang menentukan kreativitas seseorang, tetapi juga kualitas atau mutu dari jawabannya. Terdapat hubungan yang sangat erat antara Berpikir kreatif dan kreativitas, Ini digambarkan sebagai proses dan hasil, berpikir kreatif adalah proses mengusahakan sesuatu / ide ide sedangkan kreativitas merupakan hasil dari proses berpikir kreatif yang dilakukan oleh seseorang.
5. Pengertian Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis
Berpikir kreatif dalam matematika dapat dipandang sebagai orientasi atau disposisi tentang instruksi matematika, termasuk tugas penemuan dan pemecahan masalah. Aktivitas tersebut dapat membawa siswa mengembangkan pendekatan yang lebih kreatif dalam matematika. Tugas aktivitas tersebut dapat digunakan oleh guru untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam hal yang berkaitan dengan dimensi kreativitas. Krutetskii (Hartono, 2009) menyatakan bahwa kreativitas identik dengan keberbakatan matematika.Ia mengatakan lebih lanjut bahwa kreativitas dalam pemecahan masalah matematika merupakan kemampuan dalam merumuskan masalah matematika secara bebas, bersifat penemuan, dan baru. ide-ide ini sejalan dengan ide-ide seperti fleksibilitas dan kelancaran dalam membuat asosiasi baru dan menghasilkan jawaban divergen yang berkaitan
commit to user
dengan kreativitas secara umum. Silver (1997) mengemukakan bahwa aktivitas matematika seperti pemecahan masalah dan pengajuan masalah berhubungan erat dengan kreativitas yang meliputi kefasihan, keluwesan, dan hal-hal baru.
Heylock dalam Hartono (2009) mengatakan bahwa kemampuan berpikir kreatif matematis dapat menggunakan dua pendekatan. Pendekatan pertama adalah dengan memperhatikan jawaban siswa dalam memecahkan masalah yang proses kognitifnya dianggap sebagai proses berpikir kreatif. Pendekatan kedua adalah menentukan kriteria bagi sebuah produk yang diindikasikan sebagai hasil dari berpikir kreatif atau produk-produk divergen. Selanjutnya Haylock dalam Hartono (2009) mencatat bahwa banyak usaha untuk menggambarkan kreatif matematik. Salah satunya dengan memperhatikan kemampuan untuk melihat hubungan baru antara teknik-teknik dan bidang-bidang dari aplikasi dan untuk membuat asosiasi-asosiasi antara yang tidak berkaitan dengan ide.
Tall (1991: 46) mengatakan bahwa berpikir kreatif matematis adalah kemampuan untuk memecahkan masalah dan/ atau perkembangan berpikir pada struktur-struktur dengan memperhatikan aturan penalaran deduktif, dan hubungan dari konep-konsep dihasilkan untuk mengintegrasikan pokok penting dalam matematika.
Kreativitas bukan hanya karakteristik dari seni dan sains,melainkan juga bagian dari kehidupan setiap hari.Dari hal tersebut diketahui bahwa kreativitas ditemukinan disetiap aspek kehidupan, tidak terkecuali pada matematika. Ali Mahmudi (2010:3) menegaskan bahwa “pembahasan mengenai kreativitas pada matematika lebih ditekankan pada prosesnya, yakni proses berpikir kreatif, sehingga kreativitas dalam matematika lebih tepat diistilahkan sebagai kemampuan berpikir kreatif matematis”. Untuk itu kretivitas dalam bidang matematika memiliki makna yang sama dengan kemampuan berpikir kreatif matematis. Sedangkan matematis memiliki makna bersangkutan dengan matematika, bersifat matematika. Jadi kemampuan berpikir kreatif matematis berarti kemampuan atau kecakapan dalam menggunakan akal budi untuk menciptakan sesuatu yang bersangkutan atau berkaitan dengan matematika.
Krutetskii (Hartono, 2009) dalam Mengukur Kemampuan Berpikir Kreatif karya Ali Mahmudi mendefinisikan kemampuan berpikir kreatif matematis
commit to user
sebagai kemampuan menentukan solusi masalah matematika secara mudah dan fleksibel.
Jadi kemampuan berpikir kreatif matematis merupakan suatu kemampuan yang digunakan ketika seseorang memunculkan suatu ide baru yang mudah dan fleksibel untuk menyelesaikan masalah matematika atau dengan menggabungkan ide-ide yang sebelumnya telah dilakukan.
6. Indikator Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis
Silver (1997) menjelaskan salah satu instrument untuk menilai kemampuan berpikir kreatif anak-anak dan orang dewasa adalah “The Torrance Tests of Creativity Thingking (TTCT)”.Melalui test ini ada tiga komponen kunci yang dinilai dalam kreativitas. Komponen tersebut meliputi kefasihan (fluency), fleksibilitas, serta kebaruan (novelty).Dari ketiga komponen tersebut yang kemudian diadaptasi oleh beberapa ahli matematika dan digunakan sebagai indikator untuk menilai kemampuan berpikir kreatif matematis. Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Silver “the notions of fluency, flexibility and novelty were adapted and applied in the domain of mathemathic”. Gagasan dari kefasihan, fleksibilitas dan kebaruan diadaptasi dan diaplikasikan pada ranah matematika.Ketiga hal tersebut yang kemudian dijadikan indikator dalam menilai kemampuan berpikir kreatif matematis.
Menurut green (1992) indikator adalah variabel yang mengindikasikan atau menunjukkan satu kecenderungan situasi, yang dapat dipergunakan untuk mengukur perubahan. Sedangkan menurut Wilson (1993) indikator adalah pengukuran tidak langsung terhadap suatu kondisi. Menurut Tatag (2006:6) indikator kemampuan berpikir kreatif matematis adalah sebagai berikut:
a. Kefasihan dalam pemecahan masalah mengacu pada keberagaman jawaban masalah yang dibuat siswa dengan benar, sedangkan dalam pengajuan masalah kefasihan mengacu pada keberagaman masalah yang diajukan siswa sekaligus penyelesaiannya dengan benar.
b. Fleksibilitas dalam pemecahan masalah dapat dilihat pada kemampuan siswa memecahkan masalah dengan cara yang berbeda, sedangkan untuk pengajuan masalah fleksibilitas mengacu pada kemampuan
commit to user
siswa dalam mengajukan masalah yang memiliki beragam penyelesaian.
c. Kebaruan dalam pemecahan masalah mengacu pada kemampuan siswa menjawab masalah dengan berbagai jawaban yang berbeda namun benar atau dapat pula dilihat dari kemampuan siswa menjawab masalah dengan satu jawaban yang “tidak biasa”. Sedangkan kebaruan dalam Mpengajuan masalah terlihat pada kemampuan siswa dalam mengajukan masalah yang berbeda dari masalah yang telah diajukan sebelumnya.
Beberapa jawaban beragam adalah jawaban yang tampak berlainan tetapi mengikuti pola tertentu. Beberapa pengajuan masalah yang beragam adalah pengajuan masalah yang menggunakan konsep yang sama tetapi dengan atribut yang berbeda. Beberapa jawaban yang berbeda adalah jawaban yang tampak berlainan dan tidak mengikuti pola tertentu. Berapa pengajuan masalah yang berbeda bila konteks dan konsep matematika yang digunakan berbeda. Ketiga kategori tersebut digunakan sebagai dasar pengkategorian tingkat berpikir kreatif peserta didik dalam menyelesaikan masalah matematika.
Gagasan ketiga indikator tersebut digunakan untuk menilai kemampuan berfikir kreatif matematis melalui pemecahan serta pengajuan masalah. Ketiga indikator tersebut pula yang akan digunakan dalam dalam penelitian ini, dimana instrumen penelitian ini adalah soal open ended yang mencakup pengajuan serta pemecahan masalah.
7. Profil Tingkat Berpikir Kreatif Matematis
Profil tingkat kemampuan berpikir kreatif Matematis adalah gambaran hasil berpikir kreatif siswa dalam menyelesaikan permasalahan matematika yang kemudian diklasifikasikan ke dalam karakterisitik yang telah diungkapkan oleh Tatag Yuli Eko Siswono (2007) yaitu terdiri dari 5 tingkat, yaitu : tingkat 4 (sangat kreatif), tingkat 3 (kreatif), tingkat 2 (cukup kreatif),tingkat 1 (kurang kreatif), tingkat 0 (tidak kreatif). Adapun penjelasan lebih lanjut mengenai tingkat berpikir kreatif matematis adalah sebagai berikut :
commit to user
Tabel 2. Tingkat Berpikir Kreatif Matematis menurut Tatag
TBK Karakteristik
TBK 4 Peserta didik mampu menunjukan kefasihan, fleksibilitas, dan kebaruan atau kebaruan dan fleksibilitas dalam memecahkan maupun mengajukan masalah
TBK 3 Peserta didik mampu menunjukan kefasihan, dan kebaruan atau kefasihan dan fleksibilitas dalam memecahkan maupun mengajukan masalah
TBK 2 Peserta didik mampu menunjukkan kebaruan atau fleksibilitas dalam memecahkan maupun mengajukan masalah
TBK 1 Peserta Didik mampu menunjukan kefasihan dalam memecahkan maupun mengajukan masalah
TBK 0 Peserta didik tidak mampu menunjukkan ketiga aspek indikator berpikir kreatif
8. Masalah Open – Ended
Menurut Lee, Hwang, and seo (2003). Mengidentifikasi dan mengenali kemampuan siswa berpikir kreatif dapat dilakukan dengan mengembangkan tugas atau test berpikir kreatif. Getzles dan Jackson ( silver,1997) mengemukakan bahwa Open-ended problem atau sering disebut soal terbuka merupakan pengembangan test berpikir kreatif yang dapat mengidentifikasi kemampuan berpikir kreatif. Selain itu menurut Nohda (Susanti,2006) open ended problem juga dapat digunakan untuk mngembangkan kegiatan kreatif dan pola pikir matematika.
Menurut Becker dan Shigeru (Imprashita,2008) suatu soal dapat terbuka dalam tiga kemungkinan, yaitu :
a. Proses yang terbuka yaitu ketika soal menekankan pada cara dan strategi yang berbeda dalam menemukan jawaban yang tepat.
b. Hasil akhir yang terbuka yaitu ketika soal memiliki jawaban akhir yang beragam yang benar.
commit to user
c. Cara untuk mengembangkan yang terbuka, yaitu ketika soal menekankan pada bagaimana peserta didik dapat mengembangkan soal baru berdasarkan soal awal yang diberikan.
Ketiga kemungkinan di atas akan digunakan dalam menyusun instrumen test dalam penelitian ini. Untuk point a dan point b diklarifikasikan ke dalam pemecahan masalah (problem solving) sedangkan point c pada kemungkinan di atas digolongkan pada pengajuan masalah (problem possing). Salah satu contoh permasalahan open – ended :
Tipe 1 (jawaban beragam)
a. Suhu di dalam kulkas -10oC. Pada saat lampu mati, suhu di dalam kulkas perlahan-lahan mulai naik. Setelah beberapa saat, lampu kemudian menyala.
Suhu di dalam kulkas ketika lampu menyala adalah…….
Penyelesaiannya.
Diketahui : Suhu di dalam kulkas -10oC, saat lampu mati Ditanyakan : Suhu di dalam kulkas ketika lampu menyala.
a. Misalkan suhu kulkas naik 4oC tiap 4 menit
jika lampu mati selama 20 menit maka suhu di dalam kulkas mengalami kenaikan sebanyak 20 = 5 kali
besarnya suhu dengan kenaikan 5 kali adalah 5 x 4o C = 15 oC Jadi suhu kulkas pada saat lampu menyala menjadi
-10oC + 15oC = 5oC
b. Misalkan suhu kulkas naik 4oC tiap 4 menit
Jika lampu mati selama 30 menit maka suhu di dalam kulkas mengalami kenaikan sebanyak 30 = 7,5 kali
Besarnya suhu dengan kenaikan 7,5 kali adalah 7,5 x 4oC = 30oC Jadi suhu kulkas pada saat lampu menyala menjadi
-10oC + 30oC = 20oC
Soal diatas Mengukur kefasihan dalam jawaban.
c. Misalkan suhu kulkas mula-mula naik 4o C pada 4 menit pertama kemudian naik 3oC tiap 4 menit berikutnya dan akan berhenti naik ketika suhu kulkas
commit to user sama dengan suhu ruangan.
Jika lampu mati selama 16 menit dan suhu ruangan adalah 24oC maka suhu di dalam kulkas mengalami kenaikan sebanyak 4o C + 3x3oC = 130C
Maka suhu kulkas menjadi -10 oC + 13 oC = 3o C Soal diatas Mengukur kebaruan dalam jawaban
Tipe 2 (cara berbeda )
Diberikan dua buah kerucut dengan jari-jari alas kerucut besar adalah 14 cm sedang jari-jari alas kerucut kecil 7 cm, sedang panjang AB = 24 cm adalah jika panjang garis pelukis kerucut besar adalah 50 cm, tentukan volume kerucut yang kecil
Cara pertama :
a. mencari tinggi kerucut besar dengan phytagoras sehingga didapat tinggi = 48 cm
b. mencari tinggi kerucut kecil = 48 cm – 24 cm = 24 cm c. kemudian mencari volumenya
Cara kedua :
a. menggunakan kesebangunan untuk tinggi kerucut kecil =
Sehingga didapat x = 24 cm
b. mencari volume kerucut kecil sehingga didapat volume nya 1232 cm2
9. Tipe Kepribadian 1. Tipe Kepribadian
Menurut Agus Sujanto dkk (2004), menyatakan bahwa kepribadian adalah suatu totalitas psikofisis yang kompleks dari individu, sehingga nampak dalam tingkah lakunya yang unik.
Sedangkan kepribadian menurut Kartini Kartono dan Dali Gulo dalam Sjarkawim (2006) adalah sifat dan tingkah laku khas seseorang yang membedakannya dengan orang lain; integrasi karakteristik dari struktur-struktur, pola tingkah laku, minat, pendiriran, kemampuan dan potensi yang dimiliki
commit to user
seseorang; segala sesuatu mengenai diri seseorang sebagaimana diketahui oleh orang lain.
Allport(2005) juga mendefinisikan kepribadian sebagai susunan sistem- sistem psikofisik yang dinamis dalam diri individu, yang menentukan penyesuaian yang unik terhadap lingkungan. Sistem psikofisik yang dimaksud Allport meliputi kebiasaan, sikap, nilai, keyakinan, keadaan emosional, perasaan dan motif yang bersifat psikologis tetapi mempunyai dasar fisik dalam kelenjar, saraf, dan keadaan fisik anak secara umum.
Dari beberapa pendapat ahli diatas maka dapat disimpulkan bahwa kepribadian merupakan suatu susunan sistem psikofisik (psikis dan fisik yang berpadu dan saling berinteraksi dalam mengarahkan tingkah laku) yang kompleks dan dinamis dalam diri seorang individu, yang menentukan penyesuaian diri individu tersebut terhadap lingkungannya, sehingga akan tampak dalam tingkah lakunya yang unik dan berbeda dengan orang lain.
Tipe kepribadian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penggolongan tipe kepribadian David Keirsey (2009) karena berhubungan dengan perilaku cara berpikir siswa dalam menyelesaikan masalah matematika . David keirsey menggolongkan tipe kepribadian menjadi 4 tipe yaitu : guardian, artisan, rasional dan idealis Penggolongan ini didasarkan pada bagaimana seseorang memperoleh energinya (extrovert atau introvert), bagaimana seseorang mengambil informasi (sensing atau intuitive), bagaimana seseorang membuat keputusan (thinking atau feeling), dan bagaimana gaya dasar hidupnya(judging atau perceiving). Tentunya masing-masing tipe kepribadian tersebut akan mempunyai karakter yang berbeda dalam memecahkan masalah matematika.
Keirsey menamakan penggolongan tipe kepribadiannya sebagai The Keirsey Temperament Sorter (KTS). Pembagian ini dimulai dari kesadaran bahwa setiap manusia dapat bersifat observe (mengamati) dan instropective (mawas diri). Keirsey menyatakan hal ini sebagai sensing dan intuitive.
Ketika seseorang menyentuh objek, memperhatikan permainan sepak bola, merasakan makanan, dan lain-lain dimana manusia menggunakan inderanya, maka manusia tersebut akan menggunakan sifat observant. Ketika manusia mereflleksikan diri dan menunjukkan perhatian pada apa yang terjadi di dalam
commit to user
otaknya, maka manusia tersebut akan bersifat instropective. Keirsey percaya bahwa manusia tidak dapat dalam waktu yang bersamaan menjadi observant sekaligus instropective, dan kecenderungan terhadap salah satunya akan mempunyai efek langsung pada tingkah lakunya.
Seseorang yang lebih bersifat observant akan lebih „membumi‟ dan lebih konkrit dalam memandang dunia, serta bertujuan untuk memperhatikan lebih pada kejadian-kejadian praktis, dan hubungan yang segera. Seorang observant akan menganggap segala yang dipentingkan lahir dari apa yang dialami, baik pengalaman itu kemudian dipastikan sebagai sesuatu yang benar (judging), maupun pengalaman tersebut dibiarkan tetap terbuka seperti apa adanya (perceiving), dengan perkataan lain dia akan lebih menggunakan fungsi dalam pengaturan hidupnya, baik melalui judging maupun perceiving. Keirsey menamakan orang konkrit ini sebagai guardian, jika orang tersebut bersifat sensing dan judging, serta artisan jika orang tersebut bersifat sensing dan perceiving.
Seseorang yang lebih bersifat instropective akan meletakkan otak di atas segalanya dan lebih abstrak dalam memandang dunia, serta berfokus pada kejadian global. Oleh karena bersifat instropective, maka sangatlah penting baginya untuk membentuk konsep di dalam dirinya. Konsep yangdibentuknya dapat berasal dari penalaran yang objektif dan tidak berdasar emosi (thinking), maupun konsep yang dibentuk berdasar perasaan atau emosinya (feeling). Keirsey menamakan orang instropective ini sebagai rational jika orang tersebut bersifat intuitive dan thinking, serta idealis jika orang tersebut bersifat intuitive dan feeling.
Keirsey juga berpendapat bahwa apa yang nampak pada tingkah laku seseorang merupakan cerminan dari apa yang dipikirkannya. Di dalam dunia pendidikan, hasil pemikiran seorang peserta didik akan dapat dilihat melalui hasil pekerjaannya terhadap soal yang diberikan kepadanya, baik dalam latihan maupun dalam tes. Akan tetapi, sebagai pengajar tentunya tidak akan dapat memahami hasil pemikiran peserta didiknya apabila pengajar tersebut hanya melihat tulisan dan hasil pekerjaan peserta didik. Untuk lebih memahami terhadap apa yang dipikirkan oleh peserta didik, maka pengajar harus menggali lebih dalam
commit to user
bagaimana seorang peserta didik sampai pada pemikiran tertentu. Hal ini biasanya dilakukan dengan wawancara, dimana peserta didik diminta untuk mengatakan apa yang sedang dipikirkannya.
Kepribadian sebenarnya adalah campuran dari hal-hal yang bersifat psikologis, kejiwaan dan juga yang bersifat fisik. Salah satu bagian dari kepribadian yang tampak secara fisik adalah gaya belajar siswa. Siswa yang memiliki tipe kepribadian yang berbeda akan memiliki gaya belajar yang berbeda pula. Dengan berdasarkan pada keempat temperamen, akan diuraikan gaya belajar pada masing-masing tipe kepribadian menurut Keirsey dan Bates (dalam Aries Yuwono, 2010) sebagai berikut.
a. Tipe Guardian
Tipe guardian ini menyukai kelas dengan model tradisional beserta prosedur yang teratur. Siswa dengan tipe ini menyukai pengajar yang dengan gamblang menjelaskan materi dan memberikan perintah secara tepat dan nyata. Materi harus diawali pada kenyataan nyata. Sebelum mengerjakan tugas, tipe guardian menghendaki instruksi yang mendetail, dan apabila memungkinkan termasuk kegunaan dari tugas tersebut. Segala pekerjaan dikerjakan secara tepat waktu. Tipe ini mempunyai ingatan yang kuat, menyukai pengulangan dan drill dalam menerima materi, dan penjelasan terstruktur. Meskipun tidak selalu berpartisipasi dalam kelas diskusi, tetapi tipe ini menyukai saat tanya-jawab..
b. Tipe Artisan
Pada dasarnya tipe ini menyukai perubahan dan tidak tahan terhadap kestabilan. Artisan selalu aktif dalam segala keadaan dan selalu ingin menjadi perhatian dari semua orang, baik guru maupun teman- temannya. Bentuk kelas yang disukai adalah kelas dengan banyak demonstrasi, diskusi, presentasi, karena dengan demikian tipe ini dapat menunjukkan kemampuannya. Artisan akan bekerja dengan keras apabila dirangsang dengan suatu konteks. Segala sesuatunya ingin dikerjakan dan diketahui secara cepat, bahkan sering cenderung terlalu tergesa-gesa.
Artisan akan cepat bosan, apabila pengajar tidak mempunyai teknik yang berganti-ganti dalam mengajar.
commit to user c. Tipe Rational
Tipe rational menyukai penjelasan yang didasarkan pada logika.
Mereka mampu menangkap abstraksi dan materi yang memerlukan intelektualitas yang tinggi.Setelah diberikan materi oleh guru, biasanya rational mencari tambahan materi melalui membaca buku.Rational menyukai guru yang dapat memberikan tugas tambahan secara individu setelah pemberian materi.Dalam menerima materi, rational menyukai guru yang menjelaskan selain materinya, namun juga mengapa atau dari mana asalnya materi tersebut. Bidang yang disukai biasanya sains, matematika, dan filsafat, meskipun tidak menutup kemungkinan akan berhasil di bidang yang diminati. Cara belajar yang paling disukai adalah eksperimen, penemuan melalui eksplorasi, dan pemecahan masalah yang kompleks.
Kelompok ini cenderung mengabaikan materi yang dirasa tidak perlu atau membuang waktu, oleh karenanya, dalam setiap pemberian materi, guru harus dapat meyakinkan kepentingan suatu materi terhadap materi yang lain.
d. Tipe Idealis
Tipe idealis menyukai materi tentang ide dan nilai-nilai.Lebih menyukai untuk menyelesaikan tugas secara pribadi daripada diskusi kelompok.Dapat memandang persoalan dari berbagai perspektif. Menyukai membaca, dan juga menyukai menulis. Oleh karena itu, idealis kurang cocok dengan bentuk tes objektif, karena tidak dapat mengungkap kemampuan dalam menulis. Kreativitas menjadi bagian yang sangat penting bagi seorang idealis. Kelas besar sangat mengganggu idealis dalam belajar, sebab lebih menyukai kelas kecil dimana setiap anggotanya mengenal satu dengan yang lain.
B. Penelitian yang Relevan
1. Penelitian oleh Tatag Yuli Eko Siswono
Tatag Yuli Eko Siswono (2004) melakukan penelitian untuk mengetahui proses berpikir kreatif siswa kelas VII dalam pengajuan masalah (problem
commit to user
posing). Tujuan penelitian tersebut adalah memberikan gambaran tentang kreativitas siswa kelas I SMP (dalam hal ini SMP Negeri 4 dan SMP Negeri 26 Surabaya) dalam mengajukan masalah yang berpandu dengan model Wallas maupun Creative Problem Solving (CPS), proses berpikir kreatif siswa ketika mengajukan masalah matematika dan tingkat berpikir kreatif siswa dalam mengajukan masalah matematika.
Pendekatan penelitian yang dilakukan adalah deskriptif-kualitatif.
Pengumpulan data dilakukan dengan cara pemberian Tugas Pengajuan Masalah (TPM) dan wawancara. Analisis data dari hasil TPM dilakukan dengan mengidentifikasi soal matematika yang dapat diselesaikan. Kemudian dianalisis dengan berdasar kriteria produk kreativitas yaitu kefasihan, kebaruan dan fleksibilitas. Hasil analisis akan menunjukkan sekelompok siswa yang memenuhi semua kriteria, sebagian kriteria atau tidak memenuhi semua kriteria. Kelompok siswa tersebut secara berurutan dinamakan kelompok siswa kreatif, kurang kreatif dan tidak kreatif.
Penelitian yang dilakukan oleh Tatag Yuli Eko Siswono memiliki kesamaan dengan penelitian ini yakni meneliti tingkat berpikir kreatif siswa, sedangkan perbedaannya, pada penelitian Tatag Yuli Eko Siswono meneliti tingkat berpikir kreatif dalam pengajuan masalah dan pada penelitian ini proses berpikir kreatif dalam memecahkan masalah dan mengajukan masalah.
2. Penelitian oleh Aries Yuwono
Aries Yuwono (2010) melakukan penelitian untuk melihat profil siswa SMA dalam memecahkan masalah matematika ditinjau dari tipe kepribadian.
Penelitian ini berusaha mendeskripsikan profil siswa kelas XII SMA (dalam hal ini SMA Negeri 1 Kedungwaru) dalam memecahkan masalah matematika berdasarkan tipe kepribadian menurut Keirsey, yaitu tipe guardian, artisan, rational dan idealist, dimana dalam memecahkan masalah mengacu pada langkah- langkah pemecahan masalah model Polya.
Pendekatan yang digunakan dalam penelitan ini adalah pendekatan kualitatif-eksploratif dengan jenis penelitian deskriptif. Data yang diperoleh dalam penelitian ini berwujud data tertulis dan data lisan. Data tertulis diperoleh dari hasil pengerjaan subjek penelitian terhadap instrumen penggolongan tipe
commit to user
kepribadian dan instrumen lembar tugas pemecahan masalah matematika. Data lisan diperoleh dari wawancara yang dilakukan peneliti dengan subjek penelitian.
Kemudian data dianalisis berdasarkan langkah-langkah pemecahan masalah model Polya.
Penelitian yang dilakukan oleh Aries Yuwono memiliki kesamaan dengan penelitian ini yakni penelitian ini meneliti proses berpikir siswa dalam memecahkan masalah ditinjau dari tipe kepribadian menurut Keirsey. Sedangkan perbedaannya, dalam penelitian Aries Yuwono, menelaah tentang proses berpikir kreatif mengacu pada langkah-langkah Polya dan pada penelitian ini mengacu pada tingkat berpikir kreatif menurut tatag.
C. Kerangka Berpikir
Pemecahan masalah merupakan hal yang penting dalam pembelajaran matematika. Dalam aspek pemecahan masalah matematika diperlukan pemikiran- pemikiran kreatif. Pada dasarnya setiap orang memiliki kemampuan berpikir kreatif. Tetapi pada kenyatannya masih banyak siswa yang mengalami hambatan untuk berpikir kreatif. Matematika sebagai ilmu pasti yang menggunakan langkah-langkah pasti dalam setiap penyelesaiannya, dapat digunakan sebagai salah satu cara menganalisis tingkat berpikir kreatif siswa.
Dengan melihat hasil pengerjaan wawancara berbasis tugas, dapat dilihat proses berpikir kreatif siswa berdasar tipe kepribadiannya. Analisis hasil wawancara berbasis tugas ini didasarkan pada tingkatan kemampuan berpikir kreatif matematis menurut Tatag Yuli eko Siswono (2007) yang mengklasifikasikannya menurut 4 kategori
Dalam penelitian ini, peneliti memilih soal open ended dari berbagai sub Babmatematika yang diajarkan di SMP sebagai instrument test dikarenakan menurut beberapa ahli soal open ended dapat digunakan untuk menganilisis tingkat berpikir kreatif matematis siswa. Konsep yang beragam dapat memudahkan dalam pembuatan soal open ended dan kevariasian soal .
Menurut Sternberg (1988) salah satu atribut kreativitas adalah kepribadian. Kepribadian ini akan mempengaruhi proses berpikir kreatif seseorang dalam memecahkan suatu masalah. Dalam penelitian ini, tipe
commit to user
kepribadian dikelompokkan ke dalam empat kategori yaitu guardian, artisan, rational dan idealis.
Siswa dengan tipe kepribadian guardian yang menyukai prosedur yang teratur (Aries Yuwono, 2010), akan menemukan kesulitan dalam memecahkan masalah yang penyelesaiannya tidak cukup menggunakan prosedur yang sudah diajarkan di kelas. Siswa dengan tipe kepribadian ini juga cenderung akan menemukan ide penyelesaian yang kurang beragam.
Siswa dengan tipe kepribadian artisan yang menyukai perubahan (Aries Yuwono, 2010), akan bekerja keras dalam memecahkan masalah yang diberikan.
Namun sifatnya yang tergesa-gesa akan mengakibatkan kurang teliti dalam pengerjaan soal. Artisan yang cepat bosan juga akan mudah menyerah jika tidak dapat dengan segera menemukan pemecahan dari masalah yang diberikan.
Siswa dengan tipe kepribadian rational yang mampu menangkap materi yang memerlukan intelektualitas yang tinggi dan cenderung menyukai matematika dan sains (Aries Yuwono, 2010), akan bersemangat dalam menyelesaikan masalah matematika. Rational yang menyukai pemecahan masalah yang kompleks akan menemukan ide-ide yang lebih beragam.
Siswa dengan tipe kepribadian idealis yang menyukai materi tentang ide dan dapat memandang persoalan dari berbagai perspektif (Aries Yuwono, 2010), akan dapat memandang masalah matematika yang diberikan dari berbagai perspektif sehingga memungkinkan timbulnya ide yang beragam. Kreativitas juga menjadi hal yang penting bagi seorang idealis.
Berdasarkan hubungan diatas peniliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang tingkat berpikir kreatif matematis siswa dengan tinjauan salah satu atributya yaitu tipe kepribdian