4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Produksi Tanaman Kelapa Sawit
Kelapa sawit (E. guineensis Jacq.) adalah tanaman yang dapat dikategorikan sebagai tanaman keras, dimana termasuk industri penghasil minyak masak, minyak industri, dan bahan bakar (biodiesel). Produksi (minyak sawit) tanaman kelapa sawit terus mengalami peningkatan yang signifikan, terhitung dari tahun 1970 hingga 2017. Produksi yang mulanya dari 216.827 ton/tahun melonjak terus menerus hingga 35.359.384 ton/tahun (Anonim, 2016).
Keuntungan besar yang dihasilkan dari perkebunan kelapa sawit ini tentu membuat areal hutan dan perkebunan yang sudah lama terbengkalai dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit.
2.2 Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) Taksonomi dari tanaman kelapa sawit adalah:
Devisi : Embryophyta siphonogama Kelas : Angiospermae
Ordo : Monocotyledonae
Famili : Arecaceae (Dahulu disebut Palmae) Subfamili : Cocoidae
Genus : Elaeis
Spesies : Elaeis guineensis Jacq.
(Lubis, 2008)
2.3 Botani dan Morfologi Kelapa Sawit
Tanaman kelapa sawit dapat dibedakan menjadi dua bagian yaitu bagian vegetatif dan generatif. Bagian vegetatif kelapa sawit meliputi akar, batang dan daun. Sedangkan bagian generatif yang merupakan alat perkembangbiakan terdiri dari bunga dan buah (Fauzi, 2012)
5 2.3.1 Bunga
Pembungaan merupakan suatu proses fisiologis dan morfologis dengan spektrum yang luas. Proses ini diawali dengan masa kritis, yaitu terjadi perubahan primordia bunga. Kelapa sawit termasuk dalam golongan monoceous, artinya tandan bunga jantan dan bunga betina terdapat pada satu pohon, tapi tidak dalam satu tandan yang sama (Hidayat Dkk, 2013)
Kelapa sawit merupakan tanaman berumah satu (monoceous), artinya bunga jantan dan bunga betina terdapat dalam satu tanaman serta masing – masing terangkai dalam satu tandan. Rangkaian bunga jantan terpisah dengan bunga betina. Setiap rangkaian bunga muncul dari pangkal pelepah daun (ketiak daun). Setiap ketiak daun hanya menghasilkan satu infloresen (bunga majemuk). Perkembangan infloresen dari proses inisiasi awal sampai membentuk infloresen lengkap yang siap diserbukkan memerlukan waktu 2,5 – 3 tahun.
Bunga yang siap diserbuki biasanya terjadi pada infloresen di ketiak daun nomor 15 pada tanaman tua ( > 12 tahun). Sebelum bunga mekar dan masih diselubungi seludang, sudah dapat dibedakan bunga jantan dengan bunga betina, yaitu dengan melihat bentuknya. Bunga jantan bentuknya lonjong memanjang dengan ujung kelopak agak meruncing dan garis tengah bunga lebih kecil, sedangkan bunga betina bentuknya agak bulat dengan ujung kelopak agak rata dan garis tengah lebih besar (Fauzi, 2012).
a. Bunga Betina
Bunga betina awalnya tertutup oleh seludang yang akan pecah pada 15 – 30 hari sebelum anthesis. Satu tandan bunga dapat memiliki sekitar 100 – 200 spiklet dan tiap spiklet memiliki 15 – 20 bunga betina, umumnya dalam satu tandan terdapat sekitar 3000 bunga betina. Anthesis bunga betina ini tidak serentak dalam satu tandan (Hidayat dkk, 2013).
6 b. Bunga Jantan
Tandan bunga jantan juga pada awalnya ditutupi oleh seludang dan akan membuka jika akan anthesis seperti bunga betina. Tiap tandan memiliki 100 – 250 spiklet yang panjangnya 10-20 cm dan diameter 1-1,5 cm. Tiap spiklet memiliki 100-1500 bunga kecil yang akan menghasilkan tepung sari. Tiap bunga jantan menghasilkan tepung sari sebanyak 40-60 gram (Hartley dalam Hidayat, 2013).
c. Bunga Hermaprodit
Bunga banci (hermaprodit) tergolong pada bunga abnormal dimana terdapat bunga jantan dan bunga betina dalam satu tandan. Umumnya pada tanaman muda jumlah bunga betina perpohon lebih banyak dibandingkan dengan bunga jantan. Nilai sex ratio pada tanaman kelapa sawit umur 3 tahun dapat mencapai 95% dan akan terus menurun dimana pada umur 10 tahun rata-rata nilai sex ratio tanaman kelapa sawit hanya 50%.
2.3.2 Buah
Buah disebut juga fructus. Pada umumnya tanaman kelapa sawit yang tumbuh baik dan subur sudah dapat menghasilkan buah serta siap dipanen pertama kali pada umur sekitar 3,5 tahun sejak penanaman biji kecambah di pembibitan. Dengan kata lain tanaman siap dipanen pada umur 2,5 tahun sejak penanaman di lapangan. Buah terbentuk setelah terjadi penyerbukan dan pembuahan. Waktu yang diperlukan mulai dari penyerbukan sampai buah matang dan siap dipanen adalah 5-6 bulan. Warna buah tergantung varietas dan umurnya (Fauzi, 2012).
Buah kelapa sawit tersusun dalam satu tandan kelapa sawit. Setiap tandan terdiri dari spiklet-spiklet tempat buah kelapa sawit berada. Secara garis besar buah kelapa sawit terdiri dari serabut buah (pericarp) dan inti (kernel).
Serabut buah kelapa sawit terdiri dari tiga lapis yaitu lapisan sebelah dalam disebut mesocarp atau pulp, lapisan kulit biji (testa), endosperm dan embrio.
7
Mesocarp mengandung kadar minyak rata-rata sebanyak 56%, inti (kernel) mengandung minyak sebesar 44%, dan endocarp tidak mengandung minyak.(Hidayat, 2013)
Secara anatomi, buah kelapa sawit terdiri dari dua bagian utama yaitu bagian pertama adalah perikaprium yang terjadi dari epikaprium dan mesokarpium, sedangkan yang kedua adalah biji, yang terdiri dari endokaprium, endosperm dan lembaga atau embrio. Epikarpium adalah kulit buah yang keras dan licin, sedangkan mesokarpium yaitu daging buah yang berserabut dan mengandung minyak dengan rendemen paling tinggi. Sementara itu, endokarpium merupakan tempurung berwarna hitam dan keras. Endosperm atau disebut juga kernel merupakan penghasil minyak inti sawit, sedangkan lembaga atau embrio merupakan bakal tanam (Fauzi, 2012).
Tanaman kelapa sawit rata-rata menghasilkan buah 20-22 tandan/tahun.
Untuk tanaman tua, produktivitasnya akan menurun menjadi 12-14 tandan /tahun. Pada tahun-tahun pertama tanaman berbuah, berat tandan buah hanya 3-6 kg, tetapi semakin tua berat tandan bertambah, yaitu bisa mencapai 25-35 kg/tandan. Banyaknya buah yang terdapat pada satu tandan tergantung pada faktor genetis, umur, lingkungan dan teknik budidayanya. Jumlah buah per tandan pada tanaman yang cukup tua mencapai 1.600 buah. Panjang buah (brondolan) 2-5 cm dan berat sekitar 20-30 gr/brondolan (Fauzi, 2012)
Buah sawit memiliki dua jenis minyak yang dihasilkan, yaitu CPO (Crude palm oil) dari bagian mesokaprium dan PKO (Palm kernel oil) dari bagian endosperm yang secara komersial diekstrak secara terpisah, karena kandungan dan kegunaannya pun berbeda. Minyak dalam mesokaprium mulai diantesis pada periode 120 hsa (hari setelah anthesis) dan berhenti pada saat buah mulai lepas dari tangkainya (akrab disebut membrondol). Sementara itu, minyak dalam endosperm mulai disintesis saat endosperm mulai memadat, yaitu di atas 70 hsa. Secara normal membrondolnya buah mulai terjadi pada
8
150 – 155 hsa (secara individu 120 – 200 hsa). Buah akan membrondol semua dari tandannya sekitar 2-4 minggu sejak membrondolnya buah pertama. Namun, bisa juga memerlukan waktu lebih lama pada tandan buah yang lebih besar. Proses membrondolnya buah dapat ditunda, yaitu dengan penyemprotan zat pengatur tumbuh jenis auksin, asam giberelat, atau etephon.
2.4 Varietas Berdasarkan Ketebalan Cangkang dan Daging Buah
Beberapa varietas kelapa sawit yang dapat dibedakan berdasarkan tebalan tempurung dan daging buahnya antara lain Dura, Psiefera dan Tenera.
Perbedaan ketebalan daging buah kelapa sawit menyebabkan perbedaan jumlah rendemen minyak sawit yang dikandungnya. Rendemen minyak paling tinggi terdapat pada varietas Tenera yaitu mencapai 22-24%, sedangkan pada varietas Dura hanya 16-18% (Fauzi, 2012)
Tabel 2.1 Varietas Kelapa Sawit Berdasarkan Ketebalan Tempurung dan Daging Buah
Varietas Deskripsi
Dura
• Tempurung tebal (2 – 8 mm).
• Tidak terdapat lingkaran serabut pada bagian luar tempurung.
• Daging buah relatif tipis, yaitu 35 -50% terhadap buah.
• Kernel (daging biji) besar dengan kandungan minyak rendah.
• Dalam persilangan, dipakai sebagai pohon induk betina.
Psiefera
• Ketebalan tempurung sangat tipis, bahkan hampir tidak ada.
• Daging buah tebal, lebih tebal dari daging buah Dura.
• Daging biji sangat tipis.
• Tidak dapat diperbanyak tanpa menyilangkan dengan jenis lain.
Tenera
• Hasil dari persilangan Dura dengan Psiefera.
• Tempurung tipis (0,5 – 4 mm).
• Terdapat lingkaran serabut di sekeliling tempurung.
• Daging buah sangat tebal (60 – 96% dari buah)
• Tandan buah lebih banyak, tetapi ukurannya relatif lebih kecil
Sumber : Fauzi,2012
9 2.5 Varietas Berdasarkan Kulit Buah
Berdasarkan warna kulit buahnya, varietas kelapa sawit dibedakan menjadi tiga jenis antara lain Nigrescens, Virescens, dan Albescens.
Tabel 2.2 Varietas Berdasarkan Warna Kulit Buah
Varietas Warna Buah Muda Warna Buah Masak Nigrescens Ungu kehitaman Jingga kehitam – hitaman
Virescens Hijau Jingga kemerahan, tetapi ujung buahnya tetap hijau
Albescens Keputih – putihan Kekuning – kuningan dan ujungnya ungu kehitaman.
2.6 Penyerbukan Bunga Kelapa Sawit
Dalam penyerbukan terdapat beberapa jenis kegiatan penyerbukan yaitu melalui angin (anemopili), melalui bantuan serangga (entomophili), melalui binatang seperti burung (zomophili). Adapun tipe penyerbukan bunga kelapa sawit adalah melalui angin (anemophili), melalui bantuan serangga (entomophili) dan sangat sedikit melalui binatang seperti burung (zoomophili), serta penyerbukan bantuan oleh manusia (Prasetyo, 2015).
Pada awalnya kelapa sawit dipercaya diserbuki oleh angin, karena dilihat dari jumlah polen yang berlimpah dan struktur bunga yang tereduksi merupakan ciri dari tanaman yang diserbuki oleh angin. Pada kenyataannya serangga penyerbuk kelapa sawit E. kamerunicus yang didatangkan dari Afrika ke Malaysia menunjukkan bahwa serangga penyerbuk berperan penting dalam pembentukan buah terfertilisasi dan meningkatkan hasil panen dari kelapa sawit (Kee dkk, 2008 ; Rahayu, 2009).
Sebelum digunakannya E. kamerunicus polinasi tanaman muda dilakukan dengan penyerbukan bantuan. Hal tersebut terjadi karena bunga betina dan bunga jantan tumbuh ditempat yang terpisah. Masa mekar (anthesis) bunga jantan yang tidak selalu sama dengan masa mekar (reseptif) kepala putik
10
bunga betina (Lubis, 2008). Kumbang E. kamerunicus yang telah membawa serbuk sari (pollen), ketika berkunjung ke bunga betina mekar secara langsung dapat menempatkan serbuk sari (pollen) pada putik bunga betina dan terjadinya penyerbukan bunga (Prasetyo dan Susanto, 2016). Adapun beberapa penyerbukan yang terjadi sebagai berikut :
2.6.1 Penyerbukan Oleh Angin
Penyerbukan oleh angin merupakan penyerbukan yang terjadi karena adanya serbuk sari yang terbawa oleh bantuan angin. Penyerbukan dengan bantuan angin terjadi dengan cara serbuk sari yang dihasilkan oleh bunga jantan terbawa oleh angin dan jatuh pada kepala putik bunga betina. Sehingga terjadinya pembuahan pada tanaman kelapa sawit.
2.6.2 Penyerbukan Oleh Serangga
Penyerbukan kelapa sawit dengan bantuan serangga dilakukan melalui mekanisme pemindahan tepung sari menuju putik melalui bantuan serangga.
Bunga kelapa sawit baik jantan ataupun betina saat mekar (anthesis) akan mengeluarkan aroma yang khas sehingga serangga penyerbuk tertarik untuk hinggap sekaligus mentransfer tepung sari keputik. E. kamerunicus merupakan serangga penyerbuk kelapa sawit yang efektif karena bersifat spesifik dan beradaptasi baik pada musim basah dan kering. Kumbang ini mulai dikembangkan di Malaysia sejak 1981 dan diintroduksi ke Indonesia pada tahun 1982 (Kahono dkk, 2012). Serangga E. kamerunicus yang hinggap dibunga jantan ternyata membawa sebanyak 65% serbuk sari (pollen) yang mampu hidup (viable) pada bunga jantan tanaman kelapa sawit (Nasution dan Tobing, 2015).
2.6.3 Penyerbukan Bantuan (Assisted pollination)
Penyerbukan bantuan merupakan penyerbukan yang dilakukan oleh bantuan manusia. Biasanya penyerbukan bantuan dilakukan pada areal pertanaman kelapa sawit muda atau pada areal bukaan baru dimana bunga jantan sangat
11
sedikit sehingga banyak bunga betina yang aborsi karena buah betina tidak dibuahi. Penyerbukan bantuan (assisted pollination) dilakukan jika pada suatu lahan kondisi buah jadinya (fruit set) rendah, yang disebabkan oleh rasio jenis kelamin (sex ratio) yang rendah, hal ini bisa berdampak pada produksi tanaman yang rendah baik secara kuantitas maupun kualitas (Hidayat dkk, 2013). Penyerbukan bantuan manusia juga memiliki perlakuan yang cukup rumit dan membutuhkan biaya yang cukup besar dalam pengaplikasian dilapangan.
2.7 Serangga Penyerbuk Elaedobius kamerunicus
Kumbang ini berasal dari Afrika sehingga kehidupannya sangat baik di daerah yang beriklim tropis. Indonesia yang beriklim tropis tidak jauh berbeda dengan negara asalnya sangat ideal bagi kehidupan kumbang E. kamerunicus. Topografi lahan sawit dengan variasi suhu yang beragam tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan pertumbuhan populasi kumbang. Buah jadi (fruit set) merupakan persentase buah kelapa sawit yang terbentuk sebagai keberhasilan penyerbukan. Keberhasilan serangga sebagai penyerbuk (pollinator) ditunjukkan kehadirannya pada bunga betina reseptif (Dhileepan, 1994 ; Prasetyo, 2013).
2.8 Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Populasi E. kamerunicus
Adapun beberapa faktor yang dapat mempengaruhi populasi serangga penyerbuk kelapa sawit E. kamerunicus pada areal perkebunan kelapa sawit ialah :
2.8.1 Tikus
Spesies tikus yang sering ditemukan menyerang tandan bunga kelapa sawit, baik bunga betina maupun bunga jantan adalah Rattus tiomanicus, R. Argentiventer dan R.r. diardi. Tikus merusak tanaman kelapa sawit dengan mengerat bibit atau tanaman belum menghasilkan (TBM) pada pangkal pelepah sampai ke titik tumbuh dan mengerat bunga pada tanaman menghasilkan (TM) (Susanto dkk, 2007). Diperkirakan rerata jumlah larva dan pupa yang dimangsa tikus adalah 760 ekor/tandan. Berdasarkan ini tikus bisa dikatakan sebagai predator utama larva dan pupa E. kamerunicus (Purba dkk, 2010).
12
2.8.2 Ketersediaan Bunga Jantan Kelapa Sawit
Ketersediaan bunga jantan kelapa sawit juga merupakan faktor penting yang mempengaruhi perkembangan populasi E. kamerunicus. Idealnya, semakin banyak bunga jantan maka akan semakin tinggi populasi E. kamerunicus karena bunga jantan kelapa sawit memiliki sumber makanan dan merupakan sebagai tempat berkembang biak E. kamerunicus (Wahyuni dan Sinaga, 2014).
2.8.3 Penggunaan Insektisida
Penurunan populasi serangga E. kamerunicus dapat dipengaruhi oleh insektisida atau pengendalian hama penyakit tanaman yang diaplikasikan di kebun kelapa sawit pada umumnya yang merupakan racun bagi serangga E. kamerunicus. Efek penurunan populasi E. kamerunicus dapat secara nyata terjadi karena proses penyemprotan secara langsung akan mengenai tubuh kumbang maupun terserap ke dalam bunga dan mengenai larva E. kamerunicus dan mengakibatkan kematian bagi serangga dewasa dan larva yang terkontaminasi dengan pestisida yang diaplikasikan (Prasetyo dkk, 2013).
2.8.4 Curah Hujan
Selain adanya musuh alami dan ketersediaan bunga jantan, curah hujan juga menjadi faktor yang sangat mempengaruhi perkembangan populasi E.kamerunicus. Di Indonesia, perkembangan populasi E.kamerunicus lebih cepat
pada musim kemarau walaupun secara perilaku lebih aktif pada musim kemarau.
Perkembangan populasi E.kamerunicus akan pesat jika curah hujan bulanan mencapai lebih dari 250mm (Prasetyo et al, 2010)
2.9 Panen dan Kriteria Matang Panen
Panen adalah serangkaian kegiatan dimulai dari memotong tandan matang panen sesuai kriteria matang panen, mengumpulkan dan mengutip brondolan serta menyusun tandan di Tempat Pengumpulan Hasil (TPH) beserta brondolan. Tujuan panen adalah memperoleh minyak sawit dan inti sawit
13
yang optimal dari Tandan Buah Segar (TBS) dengan mutu Asam Lemak Bebas (ALB) yang standart.
Proses pemasakan buah kelapa sawit dapat dilihat dari perubahan warna kulit.
Awalnya buah kelapa sawit berwarna hijau disebabkan adanya zat klorofil, kemudian berubah menjadi kehitam-hitaman yang dipengaruhi oleh zat warna B-karoten. Setelah warna yang terakhir ini minyak kelapa sawit di dalam daging buah telah mencapai jumlah maksimum dan selanjutnya buah kelapa sawit akan membrondol.
Kriteria matang panen merupakan indikasi yang dapat membantu proses pemanenan tepat waktu. Besarnya tandan kosong kelapa sawit dan buah yang terikut di tandan kelapa sawit sangat dipengaruhi oleh kriteria panen. Buah yang terlalu muda akan sulit ditebak ketika mengalami proses thresing (Bantingan).
Tingkat kematangan buah akan berpengaruh pada kualitas dan kuantitas minyak sawit, bila pemanenan dilakukan pada keadaan buah lewat matang, kandungan asam lemak bebas yang terdapat pada minyak akan meningkat.
Sementara jika panen dilakukan pada buah mentah, akan menurunkan kandungan minyak dari buah. Penentuan saat panen sangat mempengaruhi kandungan ALB minyak yang dihasilkan.
Pengetahuan mengenai kriteria matang panen berdasarkan jumlah brondolan yang jatuh berperan cukup penting dalam menentukan derajat kematangan buah. Kematangan tandan yang di panen terdiri dari beberapa tingkatan yaitu sebagai berikut.
Tabel 2.3 Fraksi Panen
14 Fraksi Jumlah buah lepas
(% buah luar)
Tingkat kematangan
Rendemen minyak (%)
Kadar ALB%
00
Tidak ada buah,buah masih hitam
Sangat mentah - -
0 1 buah s/d 12,5 % Mentah 16,0 1,6
1 12,5% - 25% Kurang matang 21,4 1,7
2 25 – 50% Matang 1 22,1 1,8
3 50 – 75% Matang 2 22,2 2,1
4 75 – 100% Lewat matang
1 22,2 2,6
5 Buah dalam ikut membrondol
Lewat matang
2 21,9 3,8
Sumber ; Lubis, 2008
2.10 Rendemen
Rendemen merupakan banyaknya hasil yang didapat dari suatu pengolahan.
Jika dalam pengolahan kelapa sawit, maka rendemen adalah banyaknya minyak dan inti yang diperoleh dari pengolahan buah kelapa sawit yang biasanya dinyatakan dalam persen.
Ekstraksi atau pengutipan minyak dari buah kelapa sawit tidak akan pernah mencapai 100%. Kehilangan minyak pasti terjadi, tetapi harus diusahakan sekecil mungkin atau pada batas – batas yang ditolerir. Salah satu parameter untuk menentukan apakah suatu PKS dapat bekerja efektif dan efisien yaitu angka-angka kehilangan minyak dan inti yang sudah distandarkan sehingga rendemen yang dihasilkan tinggi. Jika pada suatu proses pengolahan pabrik ternyata angka-angka kehilangan minyak yang terjadi melebihi dari angka- angka yang telah distandarkan maka dapat dikatakan pabrik tersebut kurang efisien dan efektif.
15
Definisi rendemen kelapa sawit, yaitu perbandingan jumlah antara minyak kelapa sawit kasar atau CPO yang diproduksi dalam setiap kilogram TBS.
Dalam satu kilogram buah kelapa sawit perlu diketahui seberapa besar rendemennya. Terdapat rumus yang dipergunakan untuk menghitung rendemen dari kelapa sawit dalam sebuah pabrik. Yaitu, RKS = (CPO/TBS) x 100%. RKS merupakan persentase rendemen kelapa sawit dengan satuan dalam persen (%).
CPO merupakan jumlah atau kuantitas dari Crude Palm Oil yang diproduksi dengan satuan dalam kilogram (kg). TBS merupakan jumlah atau kuantitas dari Tandan Buah Segar yang dilakukan pengolahan dengan satuan dalam kilogram.
2.11 Hubungan Antara Ketinggian Tempat dengan Potensi Rendemen
Kelapa sawit yang diusahakan di dataran lebih rendah yaitu 50m dpl dan 368m dpl rendemen minyaknya lebih tinggi jika dibandingkan dengan kelapa sawit yang dibudidayakan didataran lebih tinggi yaitu 693 m dpl dan 886 m dpl. Hal ini disebabkan oleh intensitas radiasi matahari yang lebih tinggi di dataran rendah mengakibatkan laju akumulasi bahan kering ke tandan buah segar juga lebih kuat dibandingkan dengan di dataran tinggi. Laju akumulasi bahan kering yang tinggi menstimulasi sintesis minyak didalam TBS karena minyak pada hakekatnya berasal dari bahan kering hasil fotosintesis. Oleh karena itu, TBS yang dihasilkan di dataran rendah memiliki rendemen minyak yang jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan TBS yang dihasilkan di dataran tinggi (Listia, dkk. 2015).