• Tidak ada hasil yang ditemukan

ISOLASI DAN KARA KTERISASI VIRUS IBD DARI KEJADIAN AKUT WABAH PENYAKIT GUMBORO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ISOLASI DAN KARA KTERISASI VIRUS IBD DARI KEJADIAN AKUT WABAH PENYAKIT GUMBORO"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

WABAH PENYAKIT GUMBORO

LIES PAREDE, PURNOMO RONOIIARRIO, HELMY HAMID. RISA INDRIANI. SUDARISMAN. IMAN SALiii1N dan KUSMAEDI.

Dalai Penelitian Veteriner, Bogor (Diterima untuk publikasi 6 Februari 1994)

ABSTRACT

Parede Lies, Purnomo Ronohardjo, Helmy Hamid, Risa Indriani, Sudarisman, !man Salihin and Kusmacdi. 1993. Isolation and characterisation IBD virus from outbreaks of Gumboro disease. Penyakit Hewan 26 (47): 20-24.

Isolates of Infectious bursal disease virus (IBDV) were collected from outbreak areas. Four isolates were identified as pathogenic and one was non-pathogenic. Two among them were selected by plaque purification method.

Keys words:Gumboro, IBDV, ELISA

ABSTRAK

Parede Lies, Pumomo Ronohardjo, Helmy Hamid, Risa Indriani, Sudarisman, Iman Salihin dan Kusmaedi. 1993. Isolasi dan karakterisasi virus IBD dari kejadian akut wabah penyakit gumboro. Penyakit Hewan 26 (47): 20-24.

Isolat virus Infectious bursa! disease (IBD) dikumpulkan dari kejadian wabah Enipat isolat dapat dinyatakan bersifat ganas dan sate tidak ganas. Dua diantaranya diseleksi dengan metoda plaque purification.

Kata konei: Gumboro, IBDV, ELISA

PENDAHULUAN

Penyakit Gumboro yang disebabkan oleh virus infectious bursa! disease (IBD) menyerang ayam dengan angka morbiditas mencapai 100% dan angka mortalitas rendah, tetapi derajat kematian pada kejadian yang disebabkan oleh strain IBD yang ganas dapat mencapai 50% ataupun lebih tinggi bila disertai infeksi sekunder ataupun menejemen yang tidak baik.

Virus IBD termasuk golongan Birnavirus (Kibenge dkk, 1988). Genomik virus ini terdiri dari 2 segmen double stranded DNA (dsDNA) (Muller dkk 1979).

Segment yang besar (A) mempunyai panjang 3400 base pair (bp), sedangkan yang kecil mempunyai panjang 2900 by (Azad dkk 1985). Infeksi virus IBD menyebab- kan berbagai gejala klinik pada ayam-ayam muda. Ma- nifestasi ini bervariasi dari berat badan yang tidak tercapai (Lukert dan Saif, 1991), mudah terinfeksi bak- teri sampai dengan kehilangan daya kekebalan tubuh (Winterfield dkk, 1972).

Sejak beberapa tahun yang lalu sudah dilaporkan bahwa ada isolat ganas yang merupakan serotipe lain atau variant baru dari serotipe yang sekarang ada di- lapangan (Rosenberger dan Cloud, 1985; Rosales dkk, 1989).

Variant virus IBD yang dikenal di USA mempunyai perubahan antigenik yang tidak dapat dikendalikan dengan kekebalan bawaan yang ada (maternal antibodi = MA). Karena MA tidak mengenal variant baru, maka ayam-ayam yang mempunyai MA masih dapat terinfeksi virus variant tersebut. Variant virus IBD ini menyebab- kan kerusakan sel pada bursa Fabricius yang bersifat permanen dan bursa mengecil (atropi), sehingga sangat berdampak lebih imunosupresif dibandingkan infeksi oleh virus standar (klasik). Penelitian di USA menunjuk- kan bahwa variant ini menekan daya kerja imunitas sel (cell mediated immunity), lebih ganas dari virus standar, tetapi keduanya (virus variant dan standar) berefek sama terhadap imunitas humoral.

Kejadian Gumboro di Eropa, Afrika dan Israel ber- beda dengan di USA. Wabah dengan gejala klinik ini disebabkan oleh virus IBD yang diklasifikasikan sebagai variant yang patogenik tetapi bukan variant yang anti- genik. Variant tipe patogenik ini menyebabkan kematian sampai 80-100% pada ayam-ayam SPF (Berg dkk, 1991). Juga dibuktikan bahwa variant penyebab wabah ini lebih sulit dikontrol karena dapat menembus MA yang lebih tinggi dari semua strain vaksin yang dipakai (Lukert, 1991). Kejadian penyakit Gumboro di Jepang yang menyebabkan kematian mencapai 70% juga dibuk-

(2)

Penyakit Hewan Vol. XXVI No. 47, Semester I Th. 1994

tikan berbeda dengan virus IBD variant USA (Tsuko- moto dkk, 1992 dan Nunoya dkk, 1992).

Keganasan virus IBD strain lapang yang muncul pada tahun 1991 di Indonesia, menyebabkan kematian yang tinggi. Dibeberapa Peternakan, IBD ini tidak dapat dikendalikan dengan pemakaian vaksin yang beredar secara tuntas, sehingga perlu dipelajari sifat-sifat virus IBD lapang tersebut. Diduga bahwa kehadiran virus IBD strain lapang ini berasal dari luar Indonesia, tetapi duga- an lain bahwa sudah terjadi mutasi virus IBD secara alamiah sehingga berubah menjadi lebih ganas juga mungkin. Informasi dasar berupa sifat-sifat isolat virus IBD dari daerah wabah sangat perlu dipelajari sebelum melangkah kepenelitian lebih lanjut.

Tulisan ini melaporkan hasil isolasi dan karakterisasi isolat IBD dari lapang.

BAHAN DAN CARA Isolat virus

Isolat virus IBD dari lapangan dikumpulkan dari semua sampel kasus yang diduga Gumboro dan dikirim- kan ke Lab diagnostik Balitvet. Sumber lain untuk mendapatkan isolat lapang tersebut ialah dengan menga- dakan kunjungan kedaerah petemakan yang terserang Gumboro. Dengan cara tadi lebih dari 100 sampel organ (bursa Fabricius, limpa atau timus) diperiksa dari ayam tersangka Gumboro berdasarkan gambaran gejala klinik, perubahan patologi anatomi dan angka kematian. Untuk keperluan isolasi ini dipilih beberapa isolat dari daerah wabah Gumboro yang belum menggunakan vaksin Gumboro (Tabel 1).

Tabel 1. As& isolat dan kejadian wabah Gumboro Daerah

Denis Umur (minggu) Angka

kematian Tasikmalaya layer

4 mgg

20%

Medan layer jtn

3 mgg

40%

Cileungsi layer

6 mgg

50%

Cianjur layer

6 mgg

20%

Tangerang layer

6 mgg

50%

Gn.sindur broiler

3 mgg

50%

Sampel organ dibagi dua, sebagian untuk isolasi vi- rus IBD dan sebagian lagi untuk pemeriksaan histologi.

Sampel untuk isolasi virus dimasukkan kedalam PBS steril atau media transport (DMEM + Penicillin 200 IU + Streptomisin 200 gg). Sampel tersebut dibuat suspensi

20% dengan PBS steril mengandung antibiotik, kemu- dian disentrifus 3000 rpm selama 10 menit. Supematan yang dikumpulkan dipanaskan 56°C selama 30 menit, Supernatan ini ditambah dengan serum ayam yang me- ngandung 210 titer HI ND sebanyak 20% (v/v), dibiar- kan selama 10 menit pada suhu kamar untuk netralisasi kemungkinan ada virus ND. Suspensi ini difilter (0.20 nm) dan kemudian 100 ill diinokulasikan pada lapisan biakan sel CEF (chicken Embryo Fibroblast). Biakan jaringan diinkubasikan pada inkubator bersuhu 37°C dengan 5% CO2, diamati setiap hari terhadap adanya perubahan CPE (cytopathic effect). Sebagian suspensi organ diperiksa dengan teknik ELISA untuk mendeteksi antigen IBD.

Bagian yang untuk pemeriksaan histopatologi di- masukkan kedalam 10% NBF (Normal buffer formalin).

Kemudian diproses secara metoda rutin dan diwarnai dengan Hematoxyline Eosin (H&E).

Pemurnian isolat

Dari koleksi yang dikumpulkan, 2 isolat lapang IBD dimurnikan dengan cara plaque purification untuk men- dapatkan virus yang berasal dari satu sumber (plaque) sehingga dapat dibatasi kontaminasi dari berbagai virus atau koloni lain. Yaitu dengan cara:

Suspensi yang ternyata sudah positif Gumboro di- infeksikan lagi pada lapisan biakan jaringan CEF, di- biarkan 30 menit untuk penyerapan virus pada sel se- belum diberi agar 1% (Agar Nobel 2%, media penumbuh DMEM konsentrasi 2X (Sigma; FBS 5%) sebagai pelapis penutup. Sel tersebut diinkubasikan pada inkubator bersuhu 37°C dengan 5% CO2, dan diamati tiap hari terhadap perubahan CPE. Koloni yang terjadi dipanen secara individu, dimasukkan kedalam 1 ml media penumbuh steril (DMEM + 5% FBS), dan siap untuk diperbanyak dengan cara diinokulasikan kembali pada ayam SPF atau biakan jaringan CEF lagi. Tahapan ini diulang untuk mendapatkan klon yang lebih mumi.

Koloni yang dipanen diinokulasikan pada ayam SPF umur 2 minggu dan bursa ayam dipanen setelah 4 hari pasca infeksi untuk dipakai sebagai virus stok. Suspensi tersebut disimpan di 70°C.

Biakan sel fibrolast embrio ayam (primary CEF cells)

Biakan sel dibuat dari embrio ayam 8-9 hari me- nuruti metoda standar (AAAP, 1980). Sel dibiakan pada cawan 6 lubang (Falcon Ltd) dengan jumlah 105 sel/ml media penumbuh (DMEM, FBS 5% dan antibiotik),

(3)

diinkubasikan pada inkubator bersuhu 37

°

C dengan 5%

CO2 selama 24 jam. Sel dipakai 24-48 jam atau bila sudah membentuk sel selapis.

Antibodi monoklonal IBD (mouse anti IBD)

Panel antibodi monoklonal (AbMo) yang dipakai di- beli dari USA (Dr. Snyder 1989), dengan kode: B29, R63 dan B69.

Antibodi poliklonal (kelinci anti IBD)

Antibodi poliklonal (AbPo) disiapkan sebagai AbPo kontrol positif dengan cara disuntikan pada kelinci.

Yaitu dengan cara: Kelinci putih (Nz white) jantan umur 4 bulan disuntik dibawah kulit (Subcutan) 1 ml dari 10%

suspensi bursa Fabricius yang sudah diproses (suspensi diputar dengan kecepatan 6000 rpm selama 10 menit lalu supernatan dipanen dan diputar lagi dengan ke- cepatan 27.000 rpm selama 2 jam, pelet dipanen, dilarut- kan kembali dengan PBS steril sebanyak 10% volume asal, disimpan di -70

°

C). Isolat yang dipakai masing- masing #5-3- I dan #9-5- I . Kennel disuntik ulang (buster) 2X dengan selang 2 minggu dengan penambah- an Freund adjuvan sama banyak. Serum dipanen se- sudah 4 minggu setelah buster terakhir. Serum kelinci ini kemudian dilewatkan pada kolom Affigel-blue (Bio- Rad) untuk menghilangkan berbagai protein yang tidak spesifik. Fraksi yang sudah dimurnikan ini diuji dengan ELISA untuk mengukur kandungan titer zat kebal ter- hadap Gumboro.

Metode kompetitif ELISA (com-ELISA)

Metode corn-ELISA dipakai untuk membedakan 5 isolat Gumboro tersebut. Secara singkat dijelaskan sebagai berikut: Cawan mikrotiter 96 lubang (pvc, Titertek R) dilapisi dengan AbPo serum kelinci anti IBD sebanyak 100 1.t1/lubang (diencerkan 1:1000 dengan buf- fer Bicarbonat + 0.2% BSA) selama 1 malam pada tem- peratur 4

°

C, lalu dicuci dengan PBS-A. Antigen yang akan diperiksa (Tasik, Cileungsi, Medan, Lukert, #9 dan

#5) masing-masing 50 1.t1 dimasukkan pada setiap lubang dan cawan mikrotiter tersebut diinkubasikan selama 1 jam pada suhu kamar. Sesudah pencucian dengan PBS-A, tahap berikut yaitu pemberian 50 1.t1 AbPo yang akan diuji atau AbMo (B29, R63, B669) sebagai standar pada masing-masing lubang yang sudah direncanakan (AbPo diencerkan 1:1000 dengan buffer TEN casein Tween), dan cawan diinkubasikan selama I jam pada suhu kamar. Tanpa cawan dicuci hanya dibuang AbMo atau AbPonya, dimasukkan 50 1.t1 AbPo

ayam anti IBD #9 (1:100) dan cawan diinkubasikan selama 30 menit pada suhu kamar. Sesudah pencucian dengan PBS-A, tahap berikut yaitu pemberian AbPo kambing anti ayam yang sudah dikonjugasikan dengan HRPO (BioRad) (diencerkan 1:1000 dengan buffer TEN casein Tween) sebanyak 50 tl dan diinkubasikan selama 1 jam pada suhu kamar. Sesudah pencucian, cawan diberi substrat (ABTS) sebanyak 100 1.t1 diinkubasikan selama 15 menit dan dibaca dengan pembaca ELISA (Titertek; mode 2; filter 414 dan 469).

HASIL

Berdasarkan hasil deteksi antigen dengan cara ELI- SA, perubahan CPE dan imunoperoksidase pada CEF menunjukkan bahwa isolat tersebut adalah virus IBD.

Gejala klinik dan perubahan patologik pada ayam yang diinfeksi dengan inokulum yang diuji menunjukkan iso- lat dengan kode #9, Medan, Cileungsi dan Tasik meru- pakan strain IBD yang bersifat ganas sedangkan isolat

#5 bersifat tidak ganas.

Tiga isolat IBD dipurifikasi dengan metode dua kali plaque purification dan didapat 14 klon (Tabel 2).

Selanjutnya dipilih 2 klon, #9-5-1 yang bersifat ganas dan satu isolat virus tidak ganas (isolat #5-3-1) untuk di- pelajari lebih lanjut.

Tabel 2. Perubahan CPE dan deteksi Antigen isolat IBD yang dikloning

!Code CPE

liA deteksi Ag ELISA

#9-51. ÷÷÷

#9-5-3 ÷÷

#9•5-4 ++

#9-5-5 ++

#9-3- I +++

#9-3-4 ++

#5-3- I. ++

#5-3-2 ++ NT

#5-3-3 +4-

#5-3-4 NT

#5-3-5

#Lebak I + +

#Lebak2 NT

#Lebak3 NT

NT = tidak ditest HA = Hcmagglutinasi + = reaksi positif

IIP Inderect imunoperoksidase - = reaksi negatif

* = Klon yang diteliti lebih lanjut

Hasil reaksi memakai AbMo dan AbPo disajikan pa- da Histogram I. Isolat-isolat yang ganas menunjukkan reaksi yang berbeda dibandingkan dengan isolat yang tidak ganas (#5), virus standar dan virus vaksin.

(4)

Vaksin kom Cileungsi Medan #9 Antigen

Lukert PBS

#5

IM 1129

I

1B69

am

R63

IM Poly #9 OD

1

0.8

0.6

0.4

0.2+

0

Penyakit Hewan Vol. XXVI No. 47, Semester 1Th. 1994

Histogram 1. Reaksi isolat IBD terhadap Antibodi monoklonal dan Antibodi poliklonal

DISKUSI

Kejadian penyakit Gumboro di Indonesia sudah di- laporkan sejak 1976 (Akiba dkk; Partadiredja dkk 1983;

Darminto dkk 1985 dan Partadiredja & Joeniman 1985), tetapi kejadian wabah Gumboro yang menyerang peter- nakan ayam diseluruh P. Jawa dan Sumatera Utara pada tahun 1991 merupakan masalah Nasional bagi Indo- nesia, karena hal ini menyebabkan penurunan berat ba- dan terutama terlihat pada ayam pedaging sehingga be- rat badan minimum tidak tercapai dan angka kematian mencapai 50%.

Koleksi isolat IBD dari lapang berupa 4 isolat yang bersifat ganas (Medan, Tasik, Cileungsi dan #9-5-1 yang sudah diklon, sedangkan #5-3-1 yang sudah diklon ber- sifat tidak ganas.

Asal isolat yang dikerjakan dibatasi dari daerah Jawa Banat dan Medan mengingat Gumboro di Jawa Timur dan Jawa Tengah sudah ditangani oleh BPPH wilayah.

Isolat lokal yang dikoleksi menyebabkan kematian pada petelur yang mencapai 50% pada kondisi lapangan, sedangkan pada infeksi buatan bervariasi dari 14%

(secara kontak) s/d 60% (virus ditetes langsung). Hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh sanitasi dan infeksi se- kunder lainnya.

Hasil SNT menunjukkan bahwa isolat tersebut mem- punyai reaksi yang berbeda dari yang tidak ganas (data ditahan). Hasil com-ELISA menunjukkan nilai optical density (OD) yang lebih tinggi pada isolat lokal yang ganas. Nilai OD dari ke empat isolat ganas lapang hanya bervariasi sedikit. Walaupun reaksi isolat Tasik mirip dengan isolat vaksin, akan tetapi nilai OD isolat ganas lebih tinggi. Hal ini dapat diterangkan bahwa strain vak- sin sudah melalui proses tertentu untuk menghilangkan sifat keganasannya, sedangkan isolat #5 mempunyai reaksi mirip dengan strain standar isolat Lukert. Hasil ini menunjang untuk membedakan sifat keganasan isolat lapang.

Penentuan serotipe membutuhkan standar Ab sero- tipe-2. Hal ini dirasakan perlu untuk dilakukan walau- pun virus ganas serotipe-2 tidak menyebabkan wabah pada ayam dan belum pernah berhasil diisolasi dari wa- bah Gumboro (Cummings dkk, 1986; McFerran dkk, 1980; Jackwood dkk, 1982).

Gambaran kerusakan jaringan bursa Fabricius oleh isolat ganas jelas dapat dibedakan dari ayam yang ter- infeksi strain yang tidak ganas. Gejala klinis dan pe- rubahan patologis isolat lapang tersebut pada percobaan dilaboratorium menunjukkan sifat keganasan virus IBD yang seperti dilaporkan oleh Nunoya dkk (1992).

(5)

Mengingat vaksin yang beredar berasal dari impor dan kemasan yang besar, dapat disarankan untuk pem- buatan vaksin IBD memakai isolat lokal dan isolat ganas Iainnya sebagai vaksin yang dibunuh dengan kemasan yang Iebih kecil ataupun sebagai virus tantang pada uji coba hasil produksi vaksin.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penelitian ini dibiayai oleh Proyek ARMP 1992- 1993 No. PL.420.705.6546/P4N. Penults mengucapkan terima kasih pada Murni, Ismed, dan Achmad atas bantuan teknis yang baik.

DAFTAR PUSTAKA

AKIBA K.K., Y. IwKrsuRt. Y. SASAKI. FURUYA dan Y. ANDO. 1976.

Report on the investigation of poultry disease in Indonesia. Japan International Cooperation Agency.

AZAD A.A., S.A. BARRETT and K.J. FAHEY. 1985. The characterization and molecular cloning of the double-stranded RNA genome of an Australian strain of infectious bursal disease virus. Virology 143:

35-44.

BERG. T.P VAN-DEN.. M. GONZE. G. MEULEMANS. T.P. VAN-DEN-BERG 1991 Acute infectious bursal disease in poultry: isolation and characterisation of a highly virulent strain. Avian Pathology 20: I.

133-143.

CUMMINGS T.S.. C.T. BROUSSARD. R.K. PAGE. S.G. THAYER and P.D.

LUKERT. 1986. Infectious bursal disease virus in turkeys. Vet. Bull.

56: 757-762.

DARMINTO, L. PAREDE, P. RONOHARD10. 1985. Identification of the virus of infectious hursal disease in Indonesia. Penyakit Hewan.

17: 258-261

JAcRwooD D.H., Y.M. SAIF and J.H. Blows. 1982. Characteristics and serological studies of two semtypes of Infectious bursa' disease virus in turkeys. Avian Dis. 26! R71-882.

)(MENGE F.S.B-. A.S. Ditit.i.oN and R.G. RUSSELL 1988. Biochemistry and immunology of Infectious bursa! disease virus J. Gen. Virol.

69:1757 I775.

LUKBRE P.D. and Y.M. SAIF. 1991. Infectious hursal disease. Diseases of poultry [edited by Calnek, B. W.; Barnes, H. J.: Beard, C. W.;

Reid, W. M.; Yoder, H. W., Jr.). ed. 9. 648-663. Ames, IA 50010, USA; Iowa State University Press.

MCFERRAN J., M. MCNULTY. E. McKILLOP. T. CONNER. R.

MCCRACKEN. D. COLLINS and G. ALLAN. 1980. Isolation and serological studies with infectious bursa! disease virus from fowl, turkeys and ducks: demonstration of second serotype. Avian Pathol. 9: 395-404.

MULLER H., C. SCFIOLTISSEK and H. BECHT. 1979. The genome of infectious bursa! disease virus consits of two segments of double-stranded RNA. J. Viral. 31: 584-589.

NUNOYA T., Y. OTAKI. M. TAJIMA. M. HIRAGA and T, SAITO. 1992.

Occurence of acute infectious bursal disease with high mortality in Japan and Pathgenicity of field isolates in specific pathogen-free chickens. Avian diseases 36: 597-609.

PARTADIREDJA. M. dan B. JOENIMAN. 1985. [sofas' dan ldentifiksi virus Gumboro di Indonesia. Hemera Zoa 72: 7-14.

PARTADIREDJA M., W. RUMAWAS dan I. SUHARYANTO. 1981. Penyakit Gumboro di Indonesia serta akibatnya bagi peternakan ayam.

Disampaikan pada Seminar Penelitian Peternakan, Cisarua, Bogor.

ROSALES A.G., P. VILLEGAS. P.D. LUCKERT. O.J. FLETCHER, M.A.

MOHAMED, and J. BROWN. 1989. Isolation, identification and pathogenicity of two field strains of Infectious bursa! disease virus. Avian-Diseases 33: 1, 35-41.

ROSENBERGER J.K. and S.S. CLOUD. 1985. Isolation and characterization of variant Infectious bursa] disease viruses.

Abstract I 23rd American Veterinary Medical Ass.. p. 357.

TSUKAMOM K.. N. TANIMURA, H. NTHARA, J. SHIRAI. K. IMAI. K.

NAKAMURA and M. MAEDA. 1992. Isolation of virulent infectious hursal disease virus from field outbreaks with high mortality in Japan. J. Vet. Med. Sci. 54(1): 153-155.

WikriERripLo R.W., A.M. FAN.), and A. BICKFORD. 1972. Infectivity and distribution of Infectious bursal disease virus in the chickens.

Persistence of the virus and lesions. Avian Dis. 16: 622-632.

Gambar

Tabel 1.  As& isolat dan kejadian wabah Gumboro Daerah
Tabel 2. Perubahan CPE dan deteksi Antigen isolat IBD yang dikloning !Code	 CPE	 liA	 deteksi Ag ELISA #9-51

Referensi

Dokumen terkait

Diferensiasi hormon Perubahan fungsi sel Penurunan imunology Hipertermia Inaktifasi tumor supresor Mual , muntah Infalamasi Perubahan nutrisi kurang dari Nyeri akut..

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan sarcotesta dan cahaya berpengaruh nyata terhadap viabilitas umur pengamatan 21 hss dan 35 hss, rata-rata jumlah

Daya tahan hidup (umur) sperma baik yang disimpan pada suhu kamar maupun suhu dingin sama dengan daya tahan hidup imagoA. Hal ini berarti bahwa sperma masih hidup

Faktor lain seperti Likuiditas (FDR), Risiko Kredit (NPL), Inflasi, Owner, Herfindhal-Hirschman Index (HHI) dan BI Rate tidak mempengaruhi profitabilitas bank

Intensitas birahi Sapi Induk Simmental Peranakan Ongole (SimPO) dengan Body Condition Score (BCS) berbeda tidak memperlihatkan pengaruh yang signifikan atau tidak

Dilihat dari koefisien regresinya maka variabel suku bunga riil domestik berpengaruh negatif dan tidak signifikan pada taraf keyakinan 95% terhadap jumlah permintaan uang kuasi.

Pemanfaatan media teknologi aplikasi Sparkol Videoscribe tidak hanya digunakan dalam proses pembelajaran di sekolah tetapi dalam sosialisasi terhadap karang taruna untuk membuat