• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Determinan Profitabilitas Bank Pemerintah Dan Bank Swasta Nasional Devisa di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisis Determinan Profitabilitas Bank Pemerintah Dan Bank Swasta Nasional Devisa di Indonesia"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Determinan Profitabilitas Bank Pemerintah

Dan Bank Swasta Nasional Devisa di Indonesia

Irvan Nuraditya, M. Budi Prasetyo

Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

ABSTRAK

 

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh faktor internal bank dan faktor eksternal bank (faktor spesifik industri dan kondisi makroekonomi) terhadap profitabilitas Bank Umum Pemerintah dan Bank Umum Swasta Nasional Devisa di Indonesia. 34 Bank Umum diambil sebagai sampel dengan periode penelitian Januari 2006 hingga Desember 2011. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor efisiensi operasi (BOPO) dan Permodalan (CAR) berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas Bank Umum Pemerintah dan Bank Umum Swasta Nasional Devisa di Indonesia. Faktor lain seperti Likuiditas (FDR), Risiko Kredit (NPL), Inflasi, Owner, Herfindhal-Hirschman Index (HHI) dan BI Rate tidak mempengaruhi profitabilitas bank secara signifikan .Analisis terhadap risiko usaha bank dan tingkat konsentrasi pasar (HHI) dilakukan untuk mencermati hubungan bentuk struktur pasar dengan profitabilitas pada Bank Umum Pemerintah dan Bank Umum Swasta Nasional Devisa periode 2006-2011

Kata Kunci : ROA, BOPO, FDR, CAR, NPL, Inflasi, Owner, HHI, BI rate

ABSTRACT  

This research aims to analyze the effect of bank internal factors and external factors (industry specific factors and macroeconomic condition) to State-owned Banks and Foreign Exchange Commercial Banks profitability in Indonesia. 34 Banks are choosen to be sample and the observation period is from Januari 2006 until December 2011. The result shows that operating efficiency (BOPO) and capital (CAR), determine State-Owned Banks and Foreign Exchange Commercial Banks Profitability in Indonesia. The other factors such as Liquidity (FDR), Credit Risk (NPL), Inflation, Owner, Herfindhal-Hirschman Index (HHI) and BI Rate do not affect State-Owned Banks and Foreign Exchange Commercial Banks profitability significantly. Analysis of the bank's business risk and the level of market concentration (HHI) is performed to examine the relationship between market structure and profitability in the State-Owned Banks and Foreign Exchange Commercial Banks 2006-2011

Key words : ROA, BOPO, FDR, CAR, NPL, Inflasi, Owner, HHI, BI rate              

(2)

1. Latar Belakang

Tujuan fundamental bisnis perbankan adalah memperoleh keuntungan optimal dengan jalan memberikan layanan jasa keuangan kepada masyarakat berupa pinjaman dan jasa simpanan atau deposito. Pada dasarnya profit bank yang diperoleh adalah selisih dari bunga bank yang diberikan kepada nasabah dan bunga pinjaman bank. Siamat (2005) mengatakan bahwa salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja suatu bank adalah dengan melihat kinerja profitabilitas bank tersebut. Profitabilitas perbankan adalah suatu kesanggupan atau kemampuan bank dalam memperoleh laba. Laba ini menjadi komponen utama yang mendukung keberlangsungan kegiatan operasional bank dalam memberikan layanan kepada masyarakat. Penilaian terhadap kinerja perbankan melalui pengukuran tingkat profitabilitas itu penting mengingat bank sebagai sebuah entitas bisnis dituntut untuk mampu menghasilkan performa keuangan yang baik demi eksistensi bank tersebut saat ini dan di masa mendatang. Analisis terhadap profitabilitas ini pun perlu dilakukan untuk mengetahui secara pasti faktor – faktor apa saja yang mempengaruhi profitabilitas bank.

Penelitian mengenai profitabilitas bank sudah pernah dilakukan sebelumnya oleh beberapa peneliti. Herrero et al. (2007) melakukan penelitian tentang apa yang menyebabkan rendahnya tingkat profitabilitas bank di Cina dengan menggunakan data dari 87 bank di Cina periode 1997 – 2004. Sama halnya dengan di Indonesia, sektor perbankan di Cina juga merupakan komponen yang paling penting dari sistem finansial (dengan 66% dari total aset finansial pada tahun 2006), namun sektor perbankan di Cina masih dalam kategori

undercapitalized dan masih banyak terdapat Non-performing loans (NPLs) atau jumlah kredit macet. Selain itu, bank capitalization, tingkat solvency dan tingkat profitabilitas sektor perbankan di Cina masih di bawah tingkat standar internasional. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa yang menyebabkan tingkat profitabilitas yang rendah adalah kualitas asset yang kurang baik, rendahnya tingkat efisiensi dan langkanya capitalization. Keadaan yang serupa di alami oleh industri perbankan di Indonesia pada tahun 1992-1993 dimana perbankan nasional mulai menghadapi permasalahan yaitu meningkatnya kredit macet (NPL) yang menimbulkan beban kerugian pada bank dan berdampak keengganan bank untuk melakukan ekspansi kredit (Santoso, 2003).

Pengelolaan aktiva bank untuk menghasilkan laba menghadapkan bank pada berbagai risiko usaha bank, antara lain risiko kredit risiko likuiditas, risiko modal dan risiko tingkat suku bunga Risiko merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi profitabilitas bank. Santoso (2003) dalam tulisannya yang berjudul Market Risk Asessment di Perbankan Nasional

(3)

menyatakan bahwa bank selalu berupaya memaksimalkan laba namun dengan konsekuensi risiko yang dihadapi semakin besar juga. Hal ini menyimpulkan bahwa risiko dan laba merupakan dua hal yang erat kaitannya.    

Salah satu aktiva bank yang paling beresiko adalah kredit. Semakin besar keuntungan yang diharapkan bank dalam penyaluran kredit, maka semakin tinggi pula risiko kredit yang akan muncul. Menurut Ali (2004), risiko kredit adalah risiko yang terjadi akibat gagalnya penerima kredit (debitur) dalam memenuhi perjanjian kredit untuk melunasi pembayaran angsuran pokok dan pembayaran bunga kredit pada bank.    Risiko likuiditas didefinisikan Manurung (2004) sebagai risiko yang terjadi bila bank tidak mampu menyediakan dana tunai untuk memenuhi kebutuhan transaksi para nasabah dan memenuhi kewajiban-kewajiban yang harus dilunasi dalam tempo lebih kecil dari satu tahun.  Manurung (2004) juga menyatakan bahwa risiko modal sebagai risiko yang berkaitan dengan ketidakmampuan bank untuk memenuhi ketentuan permodalan akibat penurunan kualitas aset karena adanya kredit macet yang memaksa bank untuk melakukan penambahan setoran modal oleh pemilik atau mencari investor baru untuk memperbaiki kondisi permodalannya. Peranan tingkat bunga juga ternyata memperhadapkan bank kepada risiko usaha yaitu risiko tingkat bunga. Risiko tingkat bunga adalah risiko yang dihadapi bank umum karena perubahan tingkat bunga (Manurung, 2004). Kondisi ini akan memberi pengaruh terhadap laba bank yang bersangkutan yang berarti juga berpengaruh terhadap profitabilitas bank tersebut.  

Klasifikasi Industri Perbankan juga dapat dinilai sebagai faktor yang dapat mempengaruhi profitabilitas bank secara industri (Industry-specific) karena pada umumnya margin laba akan suatu perusahaan meningkat ketika kekuatan pasar yang dimilikinya meningkat. William dan Molyneux (1994) mengatakan dalam teori Structure Conduct Performance (SCP) bahwa struktur pasar akan mempengaruhi kinerja suatu industri. Aliran ini didasarkan pada asumsi bahwa struktur pasar akan mempengaruhi perilaku dari perusahaan yang pada akhirnya akan mempengaruhi kinerja perusahaan dan industri secara agregat. Church dan Ware (2000) dalam bukunya yang berjudul Industrial Organization: A Strategic Approach mengatakan bahwa alat ukur yang umum digunakan dalam menentukan klasifikasi industri adalah Rasio Konsentrasi (Concentration Ratio) dan Herfindhal-Hirschman Index

(HHI)

Terdapat beberapa penelitian lain yang berkaitan dengan pengukuran kinerja perbankan dengan menggunakan rasio keuangan untuk menilai profitabilitas perbankan antara lain:

(4)

Molyneux dan Thornton (1992) mengidentifikasi determinan dari performa bank di 18 negara di Eropa pada periode 1986-1989. Mereka menggunakan Return on Capital dan Return on Asset sebagai variable terikat. Sedangkan untuk variable bebas mereka menggunakan Concentration Ratio, Interest Rate, pertumbuhan Money Supply, Capital and Reserves to Total Assets, Cash + Bank’s Deposits + Investment in Securities to Total Assets, percentage of increasing Customer Price Index, Staff Expenses to Total Assets, dan Government Ownership.

William dan Molyneux (1994) menginvestigasi pengaruh dari struktur pasar dan pangsa pasar terhadap profitabilitas bank di Spanyol. Dengan menggunakan ROA sebagai variable terikat dan Concentration Ratio, Market Share, Capital to Assets Ratio, Loan to Deposits Ratio, Assets, Owner sebagai variable bebas.

Dietrich dan Wanzenreid (2011) melakukan penelitian tentang determinan profitabilitas perbankan dari 372 bank komersial di Negara Swiss sebelum dan pada saat krisis periode 1999 sampai 2009. Mereka menggunakan Return on Asset (ROA), Return on Equity (ROE) dan Net Interest Margin (NIM) sebagai variabel terikat dan Cost to Income ratio, loan loss provision to total loans ratio, the growth of total loans, Herfindahl Index (HHI), tax rate, GDP growth interest income share, interest expense over average total deposit, Bank age dan

Bank Ownership sebagai variabel bebas dalam menentukan determinan profitabilitasdari 372 bank komersial di Swiss.

Dalam penelitian determinan profitabilitas bank, ukuran profitabilitas yang paling umum digunakan adalah ROA. Hampir seluruh penelitian yang telah disebutkan di atas menggunakan ukuran profitabilitas tersebut. Oleh karena itu, penulis pun menggunakan ukuran ROA sebagai variable terikat dan menggunakan variable bebas dari faktor internal bank yang di wakili BOPO (Rasio Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional), FDR (Financing Deposit Ratio), CAR (Capital Adequacy Ratio), NPL (Non Performing Loan) dan faktor eksternal bank yang di wakili oleh Ownership, INF (inflasi), Herfindhal-Hirschman Index (HHI) dan BI rate untuk mengetahui determinan profitabilitas bank umum pemerintah dan bank swasta nasional devisa di Indonesia.

Pada dasarnya penelitian ini dilakukan karena peneliti ingin mengetahui kondisi profitabilitas bank pemerintah dan bank swasta nasional devisa dimana kondisi perbankan di Indonesia sudah mulai stabil semenjak krisis global pada tahun 2008 lalu dan mencari hubungan antara faktor-faktor internal dan eksternal perbankan serta tingkat konsentrasi industri terhadap profitabilitas bank pemerintah dan bank swasta nasional devisa di Indonesia

(5)

pada periode januari 2006-Desember 2011 sehingga dapat memberikan gambaran dari kinerja bank umum pemerintah dan bank umum swasta nasional devisa secara menyeluruh.

2. Tinjauan Teoritis

Sebagai lembaga keuangan, kegiatan bank sehari-harinya tidak akan terlepas dari bidang keuangan. Fungsi perbankan secara sederhana dapat dikatakan adalah menghimpun dana dan menyalurkan dana kepada masyarakat umum. Kegiatan menghimpun dana merupakan kegiatan membeli dana dari masyarakat. Kegiatan ini dikenal juga dengan kegiatan funding. Kegiatan membeli dana dapat dilakukan dengan cara menawarkan berbagai jenis simpanan dan bunga simpanan. Jenis-jenis simpanan yang adalah simpanan giro, simpanan tabungan dan simpanan deposito.

Penyaluran dana (lending) kepada masyarakat dalam bentuk berbagai jenis kredit juga merupakan salah satu fungsi bank yang cukup penting dimana pendapatan bunga dapat diperoleh oleh bank dari penyaluran kredit. Fungsi bank sebagai lembaga intermediasi khususnya dalam penyaluran kredit juga mempunyai peranan penting bagi pergerakan roda perekonomian secara keseluruhan dan memfasilitasi pertumbuhan ekonomi.

Menurut Baiden (2011), penilaian tingkat kesehatan bank secara garis besar didasarkan pada faktor CAMEL (Capital, Assets Quality, Management, Earning dan Liquidity). Salah satu parameter untuk mengukur tingkat kesehatan suatu bank adalah kemampuan bank untuk memperoleh keuntungan (Earning). Perlu diketahui bahwa apabila bank selalu mengalami kerugian dalam kegiatan operasinya maka tentu saja lama kelamaan kerugian tersebut akan memakan modalnya. Apabila cadangan modal yang dimiliki semakin menipis maka bank nantinya tidak dapat melakukan kegiatan operasionalnya. Bank yang dalam kondisi demikian tentu saja tidak dapat dikatakan sehat.

Mudrajad dan Suharjono (2002) menjelaskan bahwa tujuan fundamental bisnis perbankan adalah memperoleh keuntungan optimal dengan jalan memberikan layanan jasa keuangan kepada masyarakat. Sebagai entitas bisnis, Bank tentunya sangat memperhatikan profitabilitas bank yang menjadi salah satu aspek penting dalam keberlangsungan operasional perbankan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Semakin mudah suatu bank mendapatkan profit, maka akan semakin menarik bank tersebut bagi para stakeholdernya baik investor, karyawan, nasabah penabung, maupun nasabah pembiayaan. Perubahan tingkat profitabilitas suatu bank dapat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Penelitian Herrero et al. (2007) serta Dietrich dan Wanzenreid (2011) menggunakan klasifikasi Bank-specific

(6)

factors, Industry-specific factors dan Macroeconomics factors sebagai determinan profitabilitas bank dimana Bank-specific factors yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi profitabilitas dari dalam bank itu sendiri, Industry-specific factors yaitu faktor yang mempengaruhi profitabilitas dalam skala industri perbankan dan Macroeconomic factors

yaitu faktor yang mempengaruhi profitabilitas bank secara agregat. Mereka berpendapat bahwa ketiga klasifikasi faktor tersebut dapat mempengaruhi profitabilitas bank. Ukuran – ukuran profitabilitas bank yang digunakan adalah Return on Asset (ROA), Return on Equity

(ROE) dan Net Interest Margin (NIM) dimana ROA adalah rasio Net income terhadap Total Asset, ROE adalah rasio Net Income terhadap Total Equity dan NIM adalah rasio Net interest Income terhadap Total Asset.

Siamat (2005) mengatakan bahwa profitabilitas bank sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor yang pada akhirnya mempengaruhi pola manajemen bank. Faktor-faktor tersebut bisa berasal dari dalam bank (faktor internal) yaitu Bank-specific factors dan bisa juga bersumber dari luar bank (faktor eksternal) yaitu Industry-specific factors dan

Macroeconomics factors.

3. Metode Penelitian

Pada penelitian ini yang menjadi obyek penelitian adalah empat Bank Umum Pemerintah dan tiga puluh Bank Umum Swasta Nasional Devisa pada tahun 2006-2011 .Peneliti hanya menggunakan 34 Bank Umum tersebut dikarenakan keterbatasan penelitian. Terdapat dua jenis variable dalam penelitian ini yaitu ,variable terikat (dependent variable) dan variable bebas (independent variable) dimana variabel terikat adalah variable yang dipengaruhi oleh variabel bebas, sedangkan variabel bebas adalah variabel yang berdiri sendiri dan tidak dipengaruhi oleh variable lain.

3.1 Variabel Terikat

ROA (Return on Assets) yaitu rasio yang menunjukkan kemampuan dari keseluruhan aktiva yang ada dan yang digunakan untuk menghasilkan keuntungan dimana ROA diperoleh dengan menghitung net income terhadap rata-rata total asset. Dalam menghitung profitabilitas bank , ROA paling sering digunakan oleh peneliti-peneliti sebelumya tentang profitabilitas bank diantaranya Molyneux dan Thornton (1992),William dan Molyneux (1994) dan Herrero et al. (2007).

(7)

3.2 Variabel Bebas

BOPO (Rasio Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional) sebagai proksi dari efisiensi operasional

BOPO menurut kamus keuangan adalah kelompok rasio yang mengukur efisiensi dan efektivitas operasional suatu perusahaan dengan jalur membandingkan satu terhadap lainnya. Berbagai angka pendapatan dan pengeluaran dari laporan rugi laba dan terhadap angka-angka dalam neraca.Rasio biaya operasional adalah perbandingan antara biaya operasional dan pendapatan operasional. Semakin rendah BOPO berarti semakin efisien bank tersebut dalam mengendalikan biaya operasionalnya, dengan adanya efisiensi biaya maka keuntungan yang diperoleh bank akan semakin besar.BOPO merupakan proksi dari tingkat efisiensi operasional bank.

FDR (Financing Deposit Ratio) sebagai proksi likuiditas

FDR adalah rasio antara jumlah kredit yang diberikan bank dengan dana yang diterima oleh bank. FDR ditentukkan oleh perbandingan antara jumlah pinjaman yang diberikan dengan dana masyarakat yang dihimpun yaitu mencakup giro, simpanan berjangka (deposito), dan tabungan. FDR tersebut menyatakan seberapa besar kemampuan bank dalam membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Semakin besar kredit maka pendapatan yang diperoleh naik, karena pendapatan naik secara otomatis laba juga akan mengalami kenaikan.

CAR (Capital Adequacy Ratio) sebagai proksi dari permodalan

Pada penelitian lainya seperti yang dilakukan Abreu dan Mendes (2001), mereka menggunankan EQTA (Equity to Total Asset) sebagai proksi dari modal, tetapi di Indonesia rasio dari CAR lebih mewakili.CAR merupakan salah satu rasio penting karena CAR adalah proksi dari modal suatu usaha , semakin tinggi CAR maka semakin kuat kemampuan bank tersebut untuk menanggung resiko dari setiap kredit/aktiva produktif yang berisiko. Jika nilai CAR tinggi berarti bank tersebut mampu membiayai operasi bank, keadaan yang menguntungkan bank tersebut akan memberikan kontribusi yang cukup besar bagi profitabilitas (Mudrajad dan Suhardjono, 2002). CAR diukur dengan membagi modal dengan aktiva tertimbang menurut resiko (ATMR).

(8)

NPL (Non Performing Loan) sebagai proksi risiko kredit

Dalam penilitian ini NPL digunakan sebagai proksi dari resiko kredit .NPL adalah tingkat pengembalian kredit yang diberikan deposan kepada bank dengan kata lain NPL merupakan tingkat kredit macet pada bank tersebut. NPL diketahui dengan cara menghitung Pembiayaan Non Lancar Terhadap Total Pembiayaan. Apabila semakin rendah NPL maka bank tersebut akan semakin mengalami keuntungan. Herrero et al. (2007) menggunakan NPL dalam penelitiannya di Cina sebagai proksi dari tingkat kredit macet.

Di samping variable – variable faktor internal (Bank-specific factor) di atas, penulis juga akan menggunakan faktor eksternal yang dapat mempengaruhi tingkat profitabilitas, yaitu faktor spesifik industri dan faktor makroekonomi.

Inflasi (Tingkat Inflasi) sebagai proksi dari kondisi makroekonomi

Untuk faktor eksternal lainya, penulis akan memasukan tingkat inflasi sebagai variable kondisi makroekonomi dimana Bourke (1989), Abreu dan Mendes (2001) dan Herrero et al. (2007) juga menggunakan variabel inflasi.

Inflasi  =  ((CPI(t)  –  CPI(t-­‐1))  /  CPI(t-­‐1))  x  100%  

*CPI = Consumer Price Index / Indeks Harga Konsumen

Owner (Klasifikasi Bank)

Peneliti akan menggunakan variabel dummy karena penelitian ini mencakup dua jenis klasifikasi bank yaitu bank pemerintah dan bank swasta nasional devisa,maka variabel dummy akan bernilai 1 jika merupakan bank pemerintah dan bernilai 0 jika bank swasta nasional devisa.

HHI (Herfindhal-Hirschman Index) sebagai proksi dari spesifik industri

Sebelum menghitung HHI, komponen market share diperlukan untuk melihat konsentrasi dari industri. Market share biasa digunakan sebagai variable faktor spesifik industri dimana Market share diperoleh dengan menghitung total aset sektor perbankan terhadap seluruh total aset industri perbankan.

(9)

Konsentrasi industri adalah alat ukur yang mengacu kepada jumlah penjual yang ada dalam industri. Alat ukur yang umum dipergunakan adalah Concentration Ratio (CR) dan Herfindhal-Hirschman Iindex (HHI). HHI dihitung dengan menjumlahkan kuadrat pangsa pasar setiap perusahaan dalam suatu industri.

HHI = MS12 + MS22 + MS32 + …+ MSn2

Kelebihan HHI dibandingkan CR4 adalah HHI merefleksikan distribusi dari pangsa pasar dari keempat perusahaan teratas dan komposisi dari pasar diluar keempat perusahaan tersebut dan memberikan bobot yang lebih besar secara proporsional kepada pangsa pasar untuk

perusahaan-perusahaan yang lebih besar. Hal ini mencerminkan peran yang lebih dominan bagi perusahaan yang lebih besar di dalam interaksi kompetisi.

BI rates sebagai proksi dari kondisi makroekonomi

Selain Inflasi, peneliti juga akan menggunakan data agregat BI rate sebagai faktor makroekonomi yang diduga akan mempengaruhi profitabilitas bank. Data BI rate ini di diperoleh dari situs resmi Bank Indonesia (www.bi.go.id) yang kemudian akan diolah penulis sehingga mendapat nilai agregat.

4. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Sampel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah 34 bank yang terdaftar di Direktori Perbankan Indonesia dimana 4 diantaranya adalah Bank Umum Pemerintah dan 30 sisanya adalah Bank Umum Swasta. Penulis melakukan ranking untuk mengetahui urutan peringkat dari sampel yang digunakan. Dalam hal ini proses ranking dilakukan berdasarkan

market share atas total aset. Berikut adalah urutan bank yang telah diranking.

Tabel Ranking 10 Besar Sampel Bank penelitian

No. Nama Bank

Rerata Total

Asset Rerata Market Share

1 PT. Bank Mandiri 360,578,311 16.13%

2 PT. Bank Rakyat Indonesia 295,667,937 12.74%

3 PT. Bank Central Asia 269,457,865 11.93%

4 PT. Bank Negara Indonesia 217,591,404 9.80%

5 PT. CIMB Niaga 121,888,015 5.08%

6 PT. Bank Danamon 100,951,461 4.78%

7 PT. PAN Indonesia Bank 75,470,857 3.24%

8 Bank Internasional Indo 61,886,724 2.76%

9 PT. Bank Permata 60,321,787 2.61%

(10)

Total 10 besar 71.45%

Lain lain 13.48%

Total 84.93%

Sumber : Hasil Olahan Penulis

Pada saat ini terdapat 120 bank umum yang terdaftar di Bank Indonesia. Dengan menggunakan 34 sampel yang di ambil, penulis menyimpulkan bahwa tabel diatas sudah dapat mewakili kondisi urutan ranking market share berdasarkan total aset yang sesungguhnya karena total rerata market share sampel yang digunakan mencapai 84,93% sedangkan 15,07% sisanya merupakan rerata market share dari 86 bank umum yang tidak digunakan sebagai sampel penelitian.

Sebelum melakukan analisis lebih jauh mengenai determinan profitabilitas Bank Umum Pemerintah dan Bank Umum Swasta Nasional Devisa, berikut penulis sajikan statistika deskriptif dari variabel yang dipergunakan di dalam penelitian.

Tabel Statitiska Deskriptif Variabel Penelitian BUP dan BUSN devisa

Bank Umum Pemerintah

No. Variable N Rerata St. Deviasi Min Max 1 ROA 4 0.0267 0.0126931 0.0047 0.0493 2 BOPO 4 0.789 0.0867705 0.6643 0.9502 3 FDR 4 0.7423 0.1704833 0.4898 1.0842 4 CAR 4 0.1693 0.0306724 0.133 0.2365 5 NPL 4 0.0228 0.032728 0.0032 0.1614 7 Inflasi 4 0.063 0.027013 0.0278 0.1106 8 BI Rates 4 0.0822 0.0186009 0.065 0.11792

    Bank Umum Swasta Nasional devisa

No. Variable N Rerata St. Deviasi Min Max 1 ROA 30 0.0163 0.0128403 -0.0164 0.066 2 BOPO 30 0.8315 0.1859173 0.5506 1.1913 3 FDR 30 0.6931 0.2441901 0.0658 1.0937 4 CAR 30 0.1954 0.1549223 0.0943 1.0793 5 NPL 30 0.018 0.0156787 0.0012 0.1041 7 Inflasi 30 0.063 0.026518 0.0278 0.1106 8 BI Rates 30 0.0822 0.0182601 0.065 0.11792 Sumber : Hasil Olahan Penulis

a. Return on Assets (ROA)

Pada Bank Umum pemerintah variabel ROA memiliki rerata sebesar 2,67% dengan standar deviasi sebesar 1,27%. Nilai standar deviasi tersebut menjelaskan bahwa ROA memiliki variasi yang kecil pada sample dari Bank Umum Pemerintah. Standar Deviasi

(11)

sebesar 1,27%. juga menunjukkan bahwa data bervariasi pada ± 1,27%. Sementara itu, nilai minimum 0,47% dan nilai maksimumnya sebesar 4,93% sedangkan pada BUSN devisa variabel ROA memiliki rerata sebesar 1,62% dengan standar deviasi sebesar 1,28%. Nilai standar deviasi tersebut juga menunjukan bahwa ROA memiliki variasi yang kecil pada sample dari Bank Umum Swasta Nasional Devisa. Sementara itu lebar rentangnya antara -1,64% dan 6,6% Dalam menghitung tingkat profitabilitas terdapat beberapa cara. Salah satu diantaranya adalah dengan melihat persentase dari Return on Asset (ROA) dimana persentase ini didapat dengan menghitung net income suatu perusahaan terhadap total asetnya. ROA sudah kembali stabil semenjak terjadinya krisis global pada tahun 2008 ke 2009. Elemen penting lain dalam menghitung profitabilitas adalah biaya (cost). Net Income didapatkan dengan mengurangi jumlah revenue yang didapat (pendapatan bunga) dengan biaya yang dikeluarkan (Beban Operasional). Oleh karena itu pergerakan grafik ROA berbanding terbalik dengan grafik pergerakan BOPO.

b. Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO)

BOPO adalah perbandingan Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional. Kedua komponen tersebut merupakan komponen penting dalam menghitung profit (Pendapatan-Beban) yang akan menentukan jumlah net income suatu bank. Oleh karena itu variabel BOPO memiliki pengaruh yang cukup dominan terhadap Rasio Return on Asset

(ROA). Pada Bank Umum pemerintah variabel BOPO memiliki nilai rerata sebesar 78,90%. Hal ini menunjukkan porsi Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional memiliki rata-rata sebesar 78,90%. Standar deviasi sebesar 8,68% menunjukkan bahwa variasi nilai BOPO dari pengamatan relatif kecil. Adapun nilai minimum dari persebaran data adalah 66,43% sedangkan nilai maksimumnya adalah 95,02%. Hal ini menunjukan bahwa rentang nilai dari BOPO cukup lebar pada Bank Umum Pemerintah Sedangkan pada Bank Umum Swasta Nasional Devisa rerata variabel BOPO bernilai 83,15% dan standar deviasi bernilai 18,60%. Untuk rentang data pada BUSN devisa ini cukup lebar yaitu antara 55,06% dan 119,13%.

c. Financing to Deposit Ratio (FDR)

Financing to Deposit Ratio adalah rasio perbandingan antara jumlah kredit (loans) yang diberikan bank kepada debitur terhadap Dana Pihak Ketiga (DPK) yang dihimpun. Bank yang sehat memiliki porsi financing yang lebih besar dari deposito karena semakin besar pula jumlah pendapatan operasional (Bunga) yang akan diperoleh bank. Variabel FDR memiliki nilai rerata sebesar 74,23%. Hal ini menunjukkan porsi pembiayaan terhadap Dana Pihak

(12)

Ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun oleh Bank Umum Pemerintah pada periode pengamatan secara rata-rata sangat tinggi, sebesar 74,23%. Standar deviasi FDR adalah sebesar 17,05% dengan rentang nilai minimum dan maksimunya adalah 48,98% sampai dengan 108,42% dimana Bank Negara Indonesia (BNI) memiliki nilai FDR minimum dan Bank Tabungan Negara (BTN) memiliki nilai FDR maksimum. Sementara itu pada BUSN devisa rerata variabel FDR adalah 69,31% dan standar deviasi bernilai 24,42%. Untung rentang nilai variable FDR pada BUSN devisa sangat lebar antara 6,58% dan 109,37%.

d. Capital Adequacy Ratio (CAR)

Capital Adequacy Ratio adalah rasio perbandingan antara modal dan Aset tertimbang menurut resiko yang akan yang menunjukan seberapa besar kekuatan modal yang dimiliki oleh bank dalam melindungi aktiva yang rentan akan resiko. Bank yang memiliki rasio CAR yang besar akan memberikan sinyal positif kepada nasabah karena memiliki resiko modal yang kecil. Variabel CAR memiliki rerata sebesar 16,93%. Hal ini menunjukkan bahwa perbandingan antara modal yang dimiliki oleh Bank Umum Pemerintah dengan Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR) pada periode pengamatan secara rata-rata adalah sebesar 16,93%. Standar deviasi dari data seluruh nilai CAR adalah 3,07% dengan rentang nilai minimum adalah 13,3% dan rentang nilai maksimum adalah 23,65%. Dengan standar deviasi dan rentang nilai minimum -maksimum tersebut dapat dinyatakan bahwa variasi nilai CAR relatif kecil sedangkan pada BUSN devisa variabel CAR memiliki rerata sebesar 19,54% dan standar deviasi sebesar 15,50%. Rentang data pada variable ini antara Bank Umum Pemerintah dan BUSN devisa sangat berbanding terbalik dimana pada Bank Umum Pemerintah rentang data relatif kecil, Pada BUSN devisa sangat besar antara 9,43% dan 107,93 %.

e. Non Performing Loan (NPL)

Non Performing loan adalah rasio tingkat pengembalian kredit yang diberikan deposan kepada bank atau biasa disebut juga sebagai tingkat kredit macet. Semakin tinggi nilai NPL maka bank akan semakin mengalami kerugian karena deposan tidak dapat memenuhi kewajibannya dalam mengembalikan kredit. Pada Bank Umum Pemerintah variabel NPL memiliki rerata sebesar 2,28%. Standar deviasinya sebesar 3,28%. Rentang nilai NPL yang bervariasi dari 0,32% hingga 16,14% menunjukkan bahwa terdapat perbedaan jumlah kredit macet yang tidak terlalu lebar dan memiliki variasi yang relatif kecil di anatara Bank Umum Pemerintah sedangkan pada Bank Swasta Nasional Devisa variabel

(13)

NPL memiliki nilai rerata sebesar 1,80% dan standar deviasi sebesar 1,57%. Rentang data pada variable ini relatif kecil antara 0.12% dan 10,42%

f. Inflasi

Definisi Inflasi adalah kondisi dimana terjadinya kenaikan harga-harga barang atau jasa secara menyeluruh dalam kurun waktu tertentu. Inflasi akan berdampak pada perubahan pendapatan dan beban operasional bank yang tentunya akan mempengaruhi tingkat profit yang diperoleh. Variabel inflasi memiliki rerata sebesar 6,30%. Hal ini menunjukkan pada periode pengamatan harga-harga secara agregat mengalami kenaikan sebesar 6,30% per tahun. Sementara itu, nilai standar deviasinya adalah sebesar 2,65% dengan rentang nilai minimum-maksimumnya adalah 2,78% sampai dengan 11,06%.

i. BI Rates

BI Rates adalah kebijakan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia terhadap Bank Umum dalam mengontrol laju inflasi. Apabila diperkirakan tingkat laju inflasi akan tinggi maka Bank Indonesia akan menaikan BI rate. Apabila diperkirakan tingkat laju inflasi akan turun maka Bank Indonesia akan menurunkan BI rate. BI rate tentunya akan mempengaruhi pendapatan bunga yang diperoleh oleh bank. Variabel BI Rates memiliki rerata sebesar 8,22%. Hal ini menunjukkan pada periode pengamatan, tingkat BI rates secara agregat mengalami kenaikan sebesar 8,22% per tahun. Sementara itu, nilai standar deviasinya adalah sebesar 1,86% dengan rentang nilai minimum-maksimumnya adalah 6,50% sampai dengan 11,79%.

Pengujian Hipotesis yang disusun dilakukan dengan menggunakan uji signifikansi variabel. Untuk metode estimasi Pooled Least Square (PLS) dan Fixed Effect (FE) digunakan Uji t. Sementara itu, untuk metode estimasi Random Effect (RE) digunakan Uji Z. Berikut penulis sajikan rangkuman output dari regresi yang telah dilakukan dengan model estimasi RE.

Tabel Hasil Output Regresi Model Estimasi REM

Fixed  Effect  Model  (REM)  

Variabel Koefisien   Std.  Error   Z-­‐statistic   Prob  

BOPO -­‐0.00944   0.004884   -­‐19.33   0.000   FDR -­‐0.0045708   0.00249   -­‐1.84   0.066   CARt-1 0.0098617   0.003099   3.18   0.001   NPL -­‐0.0326838   0.019654   -­‐1.66   0.096   inflasi -­‐0.0022351   0.011762   -­‐0.19   0.849   owner 0.0039845   0.002083   1.91   0.056   HHI     0.0255412   0.151878   0.17   0.866  

(14)

BI  Rates   0.0467741   0.02743   1.71   0.088  

cons 0.0939737   0.014290   6.58   0.000  

0.8319              

Wald Chi2 461.64          

Prob> Chi2 0.000              

Sumber : Output STATA 11

Berdasarkan tabel di atas, terdapat 2 variabel yang berpengaruh secara signifikan pada α=5% dari 8 variabel yang diuji. Kedua variabel tersebut adalah BOPO dan CAR. Sedangkan variable yang tidak mempengaruhi secara signifikan adalah FDR , NPL, Owner, Inflasi, HHI dan BI rates. Berikut adalah analisis per variabel terhadap Return on Asset (ROA) :

Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO)

Variabel BOPO menunjukan memiliki pengaruh negatif yang signifikan terhadap profitabilitas Bank Umum Pemerintah dan BUSN devisa di Indonesia. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai prob> z sebesar 0.000 (lebih kecil daripada α=5%) dan nilai koefisien variabel sebesar -0.00944. Pengaruh negatif BOPO terhadap ROA sesuai dengan harapan penulis di mana semakin kecil BOPO yang mengindikasikan semakin efisien aktivitas operasi atau pengelolaan biaya perbankan maka akan semakin rendah porsi biaya operasional terhadap pendapatan operasional. Dengan demikian, pada akhirnya hal tersebut akan mengakibatkan meningkatnya profitabiltas. Hasil serupa juga ditunjukan pada penelitian Widiasari (2010) terhadap profitabilitas Bank Umum Syariah dan Bank Umum Konvensional di Indonesia bahwa BOPO berpengaruh negatif signifikan terhadap ROA. Sebagaimana yang diketahui, BOPO adalah perbandingan antara beban operasional terhadap pendapatan operasional. Komponen beban operasional pada perbankan terdiri atas beban administrasi umum,beban personalia, beban valuta asing dan beban operasional lainya sedangkan komponen pendapatan operasional adalah pendapatan bunga. Profit adalah selisih antara pendapatan bunga dan beban operasional jadi semakin kecil beban operasional suatu bank maka profit yang didapatkan semakin besar. Sebaliknya, jika Bank memiliki beban operasi yang lebih besar dari pendapatan bunganya maka dapat dikatakan bank tersebut tidak efisien dan memiliki resiko operasional yang besar karena tidak mampu menghasilkan profit secara operasional. jika dianalisa lebih lanjut mengenai rasio BOPO bank dapat diketahui bahwa nilai tertinggi BOPO pada Bank Umum Pemerintah adalah 95.02% dan 119.13% pada BUSN devisa. Hal ini menunjukan bahwa terdapat kinerja bank yang tidak efisien karena Beban Operasional memiliki perbandingan yang hampir sama atau lebih besar dari Pendapatan Bunga. Dengan kata lain masih terdapat beberapa bank di Indonesia yang memiliki efisiensi operasional yang rendah dimana bank yang sehat menurut ketentuan BI harus memiliki

(15)

BOPO<93,52%. Artinya jika sebuah bank memiliki BOPO lebih dari ketentuan BI maka bank tersebut kategori tidak sehat dan tidak efisien. Namun secara agregat Bank Umum Pemerintah dan Bank Umum Swasta Nasional devisa masih tergolong bank yang sehat karena memiliki nilai rerata dibawah 90%.

Financing to Deposit Ratio (FDR)

FDR menunjukan bahwa variabel ini memiliki pengaruh negatif yang tidak signifikan terhadap profitabilitas Bank Umum Pemerintah dan BUSN devisa di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan nilai prob> z sebesar 0.066 yang lebih besar daripada nilai α (5%) sehingga FDR tidak berpengaruh signifikan terhadap ROA. Koefisien variabel sebesar -0.0045708menunjukan pengaruhnya yang negatif. Hal ini menunjukan bahwa semakin besar pendanaan yang dilakukan oleh Bank (Pinjaman) maka akan menurunkan tingkat profitabilitas bank. Hasil ini tidak sejalan dengan harapan penulis yang berpendapat bahwa porsi pembiayaan yang semakin tinggi (indikasi rendahnya likuiditas) akan menghasilkan tingkat keuntungan yang semakin tinggi pula karena pendapatan bunga dari banyaknya pinjaman semakin besar. Namun, Hasil penelitian William dan Molyneux (1994) tentang profitabilitas bank di Spanyol menunjukan bahwa variable Loan to Deposit Ratio (LDR) bukan merupakan indikator yang signifikan. Pada penelitian ini Financing to Deposito Ratio dan Loan to Deposito Ratio merupakan rasio yang sama karena memiliki perhitungan yang sama yaitu dengan menghitung total kredit terhadap dana pihak ketiga (DPK). Baiden (2011) berpendapat bahwa pihak bank harus dapat menilai calon debitur yang mempunyai karakter kuat (Character), kemampuan mengembalikan uang (Capacity), jaminan yang berharga (Collateral), modal yang kuat (Capital), dan kondisi perekonomian yang aman (Condition) agar bank tidak mengalami kerugian dari sisi kredit. Penulis menduga koefisien negatif pada variable ini dikarenakan untuk saat ini Bank Umum Konvensional lebih cenderung melakukan ekspansi daripada menghasilkan profit dari porsi pembiayaan karena hal ini selaras dengan penurunan tingkat HHI yang menunjukan pertambahannya jumlah bank yang dominan. Ekspansi ini dilakukan dengan cara memperbanyak jumlah debitur sehingga meningkatkan market share yang berimbas pada tingkat konsentrasi industri. Namun sebaiknya manajemen bank tetap memperhatikan tingkat likuiditas agar tetap pada level aman karena jika likuiditas bank terlalu rendah hal ini dapat menimbulkan resiko likuiditas dimana bank tidak mampu menyediakan dana tunai untuk memenuhi kebutuhan transaksi para nasabah dan memenuhi kewajiban-kewajiban yang harus dilunasi dalam tempo jangka pendek.

(16)

Capital Aquedacy Ratio (CAR)

CAR menunjukan memiliki pengaruh positif yang signifikan terhadap profitabilitas Bank Umum Pemerintah dan BUSN devisa di Indonesia. Hal ini ditunjukkan dengan nilai prob> z sebesar 0.001 yang lebih kecil daripada nilai α (5%) sehingga CAR berpengaruh signifikan terhadap ROA dengan koefisien positif sebesar 0.0098617. CAR merupakan proksi dari modal dengan demikian semakin tinggi nilai CAR maka semakin baik bank tersebut mengelola risiko dan semakin baiknya kegiatan bisnis perbankan yang akan terjadi. Rasio CAR yang dimasukan kedalam model adalah periode 2005 sampai 2010 karena variabel CAR pada model adalah t-1 .Dalam penelitian ini CAR sesuai dengan harapan penulis dan sejalan dengan pendapat Anthanasoglou et al. (2008) yang menjelaskan bahwa permodalan (capital) erat kaitannya dengan jumlah dana internal yang tersedia untuk mendukung kegiatan bisnis perbankan. Semakin tinggi modal yang dimiliki oleh bank maka akan mendorong bank semakin agresif dalam menjalankan operasional bisnis untuk memberikan layanan jasa keuangan bagi masyarakat. Pendapat ini diperkuat oleh Sorensen (2012) yang menginvestigasi Capital adequecy yang optimal pada bank di Norwegia. Semakin tinggi

capital level maka semakin meningkat kapasitas bank dalam mengantisipasi kerugian dan menghindari krisis sehingga terhindar dari menurunnya profitabilitas. Dengan kata lain, semakin tinggi CAR maka semakin baik pengeloaan resiko sehingga mengakibatkan meningkatnya profitabilitas bank dan berimbas pada peningkatan modal yang dimiliki oleh bank. Dengan demikian CAR dan ROA memiliki hubungan yang positif.

Non Performing Loan (NPL)

NPL menunjukan memiliki pengaruh negatif yang tidak signifikan terhadap profitabilitas Bank Umum Pemerintah dan BUSN devisa di Indonesia. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai prob> z sebesar 0.096 (lebih besar daripada α=5%) dan nilai koefisien variabel sebesar -0.0326838. Pengaruh negatif NPL terhadap ROA juga sesuai dengan harapan penulis di mana semakin kecil NPL yang ditandai dengan semakin sedikitnya jumlah kredit macet maka tingkat profitabilitas akan meningkat. Hasil serupa juga ditemukan pada penelitian Herrero et al. (2007) yang menginvestigasi rendahnya tingkat profitabilitas bank di Cina dikarenakan banyaknya debitur yang tidak mampu memenuhi kewajibanya sesuai kesepakatan sehingga hal ini berimplikasi pada tingginya jumlah kredit macet ( Non-Performing Loan).

(17)

Inflasi

Variable Inflasi ditemukan tidak mempengaruhi profitabilitas secara signifikan dengan prob >z sebesar 0.849 dan memiliki koefisien yang negatif sebesar -0.0022351. Koefisien negatif ini menunjukan bahwa semakin tingginya nilai inflasi maka akan menurunkan profitabilitas Bank Umum Pemerintah dan BUSN devisa namun tidak secara signifikan.  

Menurut Heimeshoff dan Uhde (2009) dampak dari perubahan laju inflasi tergantung pada kemampuan bank dalam mengantisipasinya. Inflasi tentunya akan mengakibatkan naiknya beban operasional yang dikeluarkan oleh bank namun, Inflasi yang terkendali juga dapat menguntungkan tergantung bagaimana bank menyikapinya karena inflasi akan meningkatkan suku bunga yang pada akhirnya meningkatkan Net Interest Margin (NIM) dan profitabilitas. Namun yang perlu diperhatikan adalah perbandingan dari kenaikan beban operasional dan pendapatan bunga. Jika kenaikan beban operasional lebih besar dari pada kenaikan pendapatan bunga maka hal ini akan mengakibatkan turunnya profitabilitas. Pengaruh inflasi ditemukan tidak signifikan pada Bank Umum Pemerintah dan Bank Umum Swasta Nasional Devisa. Hal ini menunjukan bahwa Bank Umum Pemerintah dan Bank Umum Swasta Nasional sudah dapat mengantisipasi inflasi dengan mengontrol tingkat beban pendanaan dan pendapatan bunga imbas dari inflasi.

Owner

Variable Owner ditemukan tidak mempengaruhi profitabilitas secara signifikan dengan prob >z sebesar 0.056 dan Koefisien positif sebesar 0.0039845. Hal ini menunjukan bahwa status kepemilikan bank antara pemerintah dan swasta tidak mempengaruhi kinerja dari bank secara signifikan. Hasil ini didukung oleh hasil penelitian Bourke (1989), Molyneux and Thornton (1992) and Athanasoglou et al. (2008) yang menunjukan bahwa status kepemilikan (private atau state-owned) tidak mempengaruhi profitabilitas bank secara signifikan.

Herfindhal-Hirschman Index (HHI)

Hasil penelitian pada variabel HHI menunjukan bahwa variabel ini tidak mempengaruhi profitabilitas secara signifikan dengan prob > z 0.866 dan memiliki koefisien yang positif sebesar 0.0255412. Koefesien positif ini menandakan bahwa semakin besar nilai HHI maka industri perbankan semakin terkonsentrasi dan akan meningkatkan profitabilitas pada bank yang memiliki konsentrasi yang tinggi. Hal ini sejalan dengan Bourke (1989), William dan Molyneux (1994) yang mengatakan dalam teori Structure Conduct

(18)

Performance (SCP) bahwa struktur pasar akan mempengaruhi kinerja suatu industri. Aliran ini didasarkan pada asumsi bahwa struktur pasar akan mempengaruhi perilaku dari perusahaan yang pada akhirnya akan mempengaruhi kinerja perusahaan dan industri secara agregat. Profit bank dapat dilihat dari pendapatan bunga yang diperoleh. Jika industri perbankan berbentuk persaingan sempurna maka bank akan sulit untuk menentukan suku bunga pinjaman dan deposito karena bank bertindak sebagai price taker. Nasabah akan memilih bank yang memiliki suku bunga pinjaman yang rendah atau bunga deposito yang tinggi sehingga bank sulit untuk meningkatkan profitnya. Sedangkan pada industri bank yang berbentuk monopoly dimana hanya terdapat satu bank yang dominan maka bank akan bertindak sebagai price maker yaitu dengan menentukan suku bunga pinjaman dan deposito. Bank akan meningkatkan suku bunga pinjaman untuk meningkatkan profit sehingga profitabilitas bank semakin meningkat. Dengan kata lain, semakin tinggi nilai HHI maka industri mengarah ke bentuk monopoly sehingga sehingga akan meningkatkan profitabilitas bank.

Tabel Pergerakan Nilai HHI Industri Perbankan Indonesia periode 2006-2011

Tahun Herfindhal-Hirschman Index Jumlah Bank Dominan

2006 671 15 2007 668 15 2008 645 15 2009 702 14 2010 667 15 2011 643 16

Sumber : Hasil Olahan Penulis

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa nilai HHI mengalami penurunan yang cukup tinggi pada tahun 2009 sampai tahun 2011. Hal ini menunjukan bahwa tingkat konsentrasi pada industri perbankan di Indonesia mengalami penurunan yang menyebabkan bertambahnya jumlah bank yang dominan. Jika dilihat dari koefisien FDR yang negatif, kondisi ini menjadi cukup masuk akal dan dapat diartikan bank mencari debitur untuk

melakukan ekspansi dan tidak lagi hanya untuk mencari debitur yang berkualitas.

BI Rates

Variabel BI rates ditemukan memiliki pengaruh positif namun tidak signifikan dengan prob > z sebesar 0.088 (lebih besar dari α=5%) dan koefesien 0.0467741. Hal ini menunjukan bahwa pengaruh suku bunga BI tidak terlalu signifikan terhadap profitabilitas bank. Pada Dasarnya BI rates adalah kebijakan Bank Indonesia untuk mengontrol tingkat inflasi yang

(19)

terjadi. Apabila tingkat inflasi diperkirakan akan meningkat maka BI rate akan dinaikan. Sebaliknya, apabila tingkat inflasi diperkirakan akan menurun maka BI rate akan diturunkan. Pengaruh BI Rate seharusnya tidak berbeda dengan pengaruh tingkat Inflasi terhadap profitabilitas bank, karena BI Rate merupakan kebijakan yang dibuat sebagai dampak dari perubahan tingkat inflasi.

5. Kesimpulan

Pada Penelitian ini, terdapat dua faktor internal bank (Bank-specific factors) yang digunakan dalam penelitian berpengaruh secara signifikan profitabilitas antara lain BOPO dan CAR dimana BOPO sebagai proksi dari efisiensi operasional berpengaruh negatif pada a= 5% sedangkan variable CAR sebagai proksi dari permodalan berpengaruh positif pada a=5%. Faktor internal bank yang tidak mempengaruhi profitabilitas bank secara signifikan adalah FDR dan NPL pada a=5%. Variable dummy (owner) yang digunakan memiliki koefisien positif namun tidak mempengaruhi profitabilitas bank secara signifikan. Faktor spesifikasi industri yang direpresentasikan oleh HHI tidak mempengaruhi profitabilitas bank secara signifikan. Namun secara struktur pasar dapat penulis simpulkan bahwa tingkat konsentrasi industri perbankan mengalami penurunan. Hal ini disebabkan oleh menurunnya nilai HHI industri perbankan sehingga jumlah bank dominan bertambah. Hal lain yang dapat disimpulkan adalah bentuk struktur pasar industri perbankan adalah oligopoli dimana terdapat sedikit penjual, produk yang homogen atau terdiferensiasi namun hambatan untuk masuk ke pasar tinggi. Terdapat 16 bank yang dominan dari 120 bank yang terdaftar. Faktor Makroekonomi yang direpresentasikan oleh Inflasi dan BI rate juga tidak mempengaruhi profitabilitas bank secara signifikan. Di duga hal ini dikerenakan Bank Umum Pemerintah dan Bank Umum Swasta nasional devisa sudah dapat mengantisipasi pergerakan laju inflasi dengan meningkatkan tingkat suku bunga seiring dengan pertumbuhan laju inflasi sehingga dapat meningkatkan Net Interest Margin (NIM) dan Profitabilitas.

Referensi

Abreu, M. and Mendes, V., 2001. Commercial Bank Interest Margin and Profitability; Evidence for Some EU Countries. Working Papers, Presented at Pan European Conference Jointly Organized by IEFS-UK and The University of Macedonia, Economic and Social Sciences Thessalonika, Greece, 2001.

Athanasoglou, P., Brissimis, S., Delis, M., 2008. Bank-specific, industry-specific and macroeconomic determinants of bank profitability. Journal of International Financial Markets, Institutions and Money 18, 121–136.

Anwar.M , Herwan .A, 2002. The Determinants of Successful Bank Profitability in Indonesia : Empirical Study for Provincial Government’s Banks and Private Non-Foreign Banks. http://papers.ssrn.com/sol3/papers_id=1670707

Berger,A., 1995.The profit–structure relationship in banking : tests of market-power and efficient-structure hypotheses. Journal of Money, Credit and Banking 27, 404–431.

(20)

Baiden E.,John, 2011. The 5 C's of Credit in the Lending Industry. Central University College. http://papers.ssrn.com/sol3/papers._id=1872804

Baltagi, Badi H., 2001. Econometric Analysis of Panel Data. Wiley & Sons, Incorporated, John. ISBN-10: 0471499374 | ISBN-13: 9780471499374.

Bourke, Philip, 1989. Concentration and Other Determinants of Bank Profitability in Europe, North America, and Australia. Journal of Banking and Finance 13, 65-79.

Church, J. and Ware, R., 2000. Industrial Organization: A Strategic Approach, McGraw Hill, Boston. Siamat, Dahlan,2005. Manajemen Lembaga Keuangan; Kebijakan Moneter dan Perbankan Edisi ke 5.

Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Dietrich, A. and Wanzenried, G., 2011.Determinants of bank profitability before and during the crisis: Evidence from Switzerland. Journal of International Financial Market, Institution and Money 21, 307-327.

Garcia-Herrero,A. Gavilá, S and Santabárbara, D., 2007.What Explains The Low Profitabilityof Chinese Bank ?. Journal of Banking and Finance 33, 2080-2092.

Gilbert, A., 1984. Studies of bank market structure and competition. A review and evaluation. Journal of Money, Credit and Banking 16, 617–644.

Goldberg, L.G., Rai, A., 1996. The Structure-performance relationship for European Banking. Journal of Banking and Finance 20, 745-771.

Goddard, J., Molyneux, P., Wilson, J., 2004. The profitability of European Banks: a cross-sectional and dynamic panel analysis. Manchester School 72, 363–381.

Gujarati,  Damodar dan Porter, Dawn, 2010. Dasar – Dasar Ekonometrika. Jakarta: Penerbit Salemba. Hefferman, S., Fu, Maggie, 2008. The Determinants of Bank Performance in China. Available at

SSRN : http://ssrn.com/abstract=1247713  

Heimesoff, U., Uhde A., 2009. Consolidation in banking and financial stability in Europe : Empirical Evidence. Journal of Banking and Finance 33, 1299-1311

Iannotta, G., Nocera, G., Sironi, A., 2007. Ownership structure, risk and performance in the European banking industry. Journal of Banking and Finance 31, 2127–2149.

Lee, Chen-Chiang, Hsieh, Men-Feng, 2012. The impact of capital on bank profitability and risk in Asian Banking. Journal of International Money and Finance 45, 1-3.

Manurung A.H (2004). Strategi memenangkan transaksi saham di Bursa. PT Elex Media Koputindo:Jakarta. Manurung, M dan Rahardja, P., 2004 Pengantar Ilmu Ekonomi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi

Universitas Indonesia.

Molyneux, P., Thornton, J., 1992. Determinants of European Bank Profitability: A Note. Journal of Banking and Finance 16 ,1173–1178.

Molyneux, Philip, D. Lloyd-Williams, M., and Thornton, J., 1994. “Competitive Conditions in European Banking.” Journal of Banking and Finance 18, 445-459.

Mudrajad, Kuncoro, dan Suharjono, 2002. Manajemen Perbankan Teori dan Aplikasi. Penerbit BPFE, Yogyakarta.

Short, B., 1979. The relation between commercial bank profit rates and banking concentration in Canada, Western Europe and Japan. Journal of Banking and Finance 3 (3), 209–219.

Sorensen, K., 2012. Credit conditions indices: controlling for regime shifts in the Norwegian credit market. Jurnal of Economic Literature 15, 35-38.

Statistik Perbankan Indonesia, Desember 2012. www.bi.go.id

Susetyo, Wasis, 2012. Determinan Profitabilitas Bank Umum Syariah di Indonesia. Skripsi FEUI. Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 1998 tanggal 10 November 1998 tentang Perbankan.

Widiasari, Santi, 2010.Analisis pengaruh faktor internal Bank dan kondisi makroekonomi terhadap profitabilitas Bank Umum Syariah dan Bank Umum Konvensional di Indonesia. Skripsi FEUI.

Referensi

Dokumen terkait

Setelah peneliti melakukan penelitian lapangan pada objek yang telah dipilih oleh peneliti yaitu buruh perempuan pabrik rokok di Kabupaten Kudus, maka dapat

Whilst, In short term, working capital ratio and quick assets ratio has been decreased over the past five years which means its current assets is not able to cover up its

Universitas Sumatera

Bersama teman dalam kelompok empat-enam orang, hafalkan bacaan salat secara bergantian.. Insya Allah

Manfaat bagi masyarakat yaitu mendapatkan dana, yang perolehan dana tersebut dapat digunakan untuk pembiayaan produktif atau pembiayaan konsumtif, sedangkan bagi

Hal serupa dikatakan oleh Darman (28 tahun) tinggal di Kota Pare-Pare sebagai penjual variasi mobil, sebagai seorang pemuda lajang dia masih mudah terpengaruh dengan teman-

Apabila Equity nasabah tidak cukup untuk mempertahankan posisi overnight, maka Kami berhak melikuidasi sebagian atau seluruh posisi open nasabah dengan menggunakan harga

Dalam proses penetapan rencana strategis ini dilakukan sinkronisasi dan verifikasi oleh Badan Perencanaan dan Pembangunan (Bappeda) Provinsi DKI Jakarta yang bertujuan untuk