• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERSEPSI MASYARAKAT SOPPENG TERHADAP MAKAM PENYIAR ISLAM DI KABUPATEN SOPPENG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERSEPSI MASYARAKAT SOPPENG TERHADAP MAKAM PENYIAR ISLAM DI KABUPATEN SOPPENG"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

PERSEPSI MASYARAKAT SOPPENG TERHADAP MAKAM PENYIAR

ISLAM DI KABUPATEN SOPPENG

THE PERSPECTIVE OF SOPPENG SOCIETY TO THE ISLAMIC ANNOUNCER TOMB IN SOPPENG REGENCY

Fatmawati P

Balai Pelestarian Nilai Budaya Sulawesi Selatan Jalan Sultan Alauddin / Tala Salapang Km.7 Makassar, 90221

Telepon (0411) 885119, 883748, Faksimile (0411) 865166 Pos-el: fatwawatipalle@yahoo.com

Handphone: 085242824485

Diterima: 11 Januari 2016; Direvisi: 7 Maret 2016; Disetujui: 30 Mei 2016 ABSTRACT

This research was conducted at two locations of Islamic announcertomb in Soppeng regency. The purpose of this study is to know he perception of Soppeng society to the tombs of Syekh Abdul Madjid and Petta Jangko. The method used in this research is descriptive qualitative approach with techniques of data collecting, such as: observation, library research, interviews with some community leaders, pilgrims, and the cemetery caretaker. The results showed that the perception of society about the two tombs, is one way to gain blessing, there are health, fortune, marriage, spiritual and physical safety. The view of society is manifested in the form of a pilgrimage to the tomb with routine and ritual activities around the tomb. This then implies the emergence of local economic activity that provides the needs of the pilgrims. The emergence of market mechanisms around the tomb is proved that there is simbioism of mutual benefit between the presence of pilgrims with society around the tomb. Keywords: Spiritual Culture, Tomb Sacred, Islamic Announcer, Soppeng.

ABSTRAK

Penelitian ini dilakukan di dua lokasi makam penyiar Islam yang ada di kabupaten Soppeng. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui persepsi masyarakat Soppeng terhadap makam Syekh Abdul Madjid dan makam Petta Jangko. Metode yang digunakan dalam penelitian ini bersifat deskriptif dengan pendekatan kualitatif melalui tehnik pengunpulan data, berupa : studi pustaka, observasi, dan wawancara. Wawancara dilakukan terhadap beberapa tokoh masyarakat, para peziarah, dan juru kunci makam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi masyarakat terhadap kedua makam tersebut, merupakan salah satu jalan untuk memperoleh keberkahan, yaitu kesehatan, rezeki, jodoh, keselamatan lahir dan bathin. Pandangan masyarakat ini termanifestasi dalam bentuk ziarah ke makam secara rutin dan aktivitas ritual disekitar makam. Hal ini kemudian berimplikasi dengan munculnya aktivitas ekonomi masyarakat setempat yang menyediakan kebutuhan kepada peziarah. Munculnya mekanisme pasar disekitar makam membuktikan bahwa terdapat simbioisme yang saling menguntungkan antara kehadiran peziarah dengan masyarakat di sekitar makam.

Kata kunci: budaya spiritual, makam keramat, penyiar Islam, Soppeng. PENDAHULUAN

Masyarakat Kabupaten Soppeng merupakan penganut ajaran Islam yang taat. Sebelum kedatangan Islam, masyarakat Soppeng telah mengenal kepercayaan-percayaan lokal berupa kepercayaan tentang adanya wujud yang Maha Tinggi, dan mereka mengembangkan cara tertentu untuk memuja dan menyembah-Nya sebagai bentuk ekspresi ritualnya.Sementara itu Islam

hadir dengan membawa misi tauhid sebagai inti dari ajaran Islam. Tauhid mengajarkan kepada manusia bagaimana berketuhanan yang benar, dan selanjutnya menuntun manusia untuk berkemanusiaan yang benar. Dalam kehidupan sehari-hari, tauhid menjadi pegangan pokok yang membimbing dan mengarahkan manusia untuk bertindak benar, baik dalam hubungan dengan Allah, dengan sesama maupun dengan alam

(2)

semesta. Menjalankan konsep tauhid secara benar, akan mengantarkan manusia menuju kebebasan asasi yang paling fundamental.

Aspek substansi dan aspek kultural dalam mempratekkan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Tinggi itu dipercaya sebagai klasifikasi substansi sebagai prinsip kebenaran tertinggi, yaitu bersifat jiwa semesta, ketiadaan yang mutlak, atau dilambangkan sebagai pesona (Sedyawati,2014:125). Pada umumnya orang beriman (percaya) kepada Tuhan hidup dalam komunitas tertentu dan komunitas itu kemudian dilembagakan lebih lanjut yang namanya agama. Banyak orang sekarang berpendapat bahwa “beriman” atau “percaya” berarti menerima doktrin-doktrin yang dihasilkan oleh kelompok agamanya. Dalam dunia pramodern, ritual bukanlah produk dari ide agama, sebaliknya ide-ide agama adalah produk dari ritual (Saksono,2014:1). Islam merupakan agama yang bersifat langsung dan lurus, wajar, alami, sederhana dan mudah dipahami (Rippin, 1991:99). Justru kualitas-kualitas itulah yang menjadi pangkal vitalitas dan dinamika Islam sehingga memiliki daya sebar sendiri yang sangat kuat. (Arkoum, 1996:202). Ini juga merupakan penjelasan, mengapa Islam pada awal-awal sejarahnya dengan cepat memperoleh kemenangan spektakuler yang tidak ada bandingannya dalam sejarah agama-agama. Namun, dalam perkembangan berikutnya, sebagai dampak proses akulturasi budaya yang tidak bisa dielakkan, perlahan-lahan mainstream

utama Islam mulai terdistorsi oleh kepercayaan-kepercayaan tradisional yang lebih dahulu telah berakar-kuat dalam tradisi lokal. Fenomena ini sampai sekarang seringkali terlihat dalam kehidupan keberagamaan kaum awam. Umumnya mereka selalu menghubungkan keyakinan agama dengan kejadian-kejadian supranatural dari orang-orang yang mereka pandang “suci”. Magisme itu timbul karena adanya harapan seseorang akan terjadinya hal-hal luar biasa untuk dirinya atau orang yang dikehendaki, sebagai cara yang tepat untuk memperoleh suatu manfaat semisal kesembuhan, keamanan, kekayaan, dan kekuatan. Pangkal magisme itu adalah kepercayaan tentang mukjizat atau karâmah sebab keduanya diakui adanya dalam agama.

Karen Amstrong (2001) memberi ulasan panjang tentang sejarah Tuhan dan bagaimana orang-orang memperlakukan, menafsirkan ketuhanan dalam periode yang panjang. Dalam pandangannya bahwa manusia mengenal dunia materi dan juga perlu memahami kebutuhannya terhadap agama. Agama itu sendiri memiliki kaitan erat dengan hal yang gaib yang memiliki logika tersendiri. Jika agama dipandang tidak lagi relevan pada masa sekarang, maka salah satu alasannya adalah banyak diantara manusia itu sendiri tidak lagi memiliki rasa bahwa manusia dikelilingi oleh yang gaib atau meletakkan logika kebathinan yang sejajar dengan akal duniawi. Padahal, kultur ilmiah manusia mendidik untuk memusatkan perhatiannya hanya kepada dunia fisik dan material yang hadir dihadapannya, sementara agama yang memiliki sisi gaib berhubungan dengan non materi. Oleh karena itu, untuk mengimbangi perlu ditumbuhkan sikap religius dan dorongan spiritual yang menempatkan Tuhan dalam jiwa manusia, termasuk paham tentang adanya yang sakral dan kepekaan dimensi spiritual, seperti bentuk kekuatan gaib, ritus dan bentuk tempat-tempat tertentu, khususnya tempat yang dianggap keramat bahkan sakral.

Tempat yang dikeramatkan mempunyai latar belakang yang unik, seperti makam yang memiliki latar belakang sejarah yang yang dikeramatkan. Banyak makam dianggap keramat dan dihormati sebagai tokoh suci yang mempunyai pengaruh besar pada umatnya di kemudian hari. Berlatar belakang sejarah dan perjuangannya dalam menegakkan syiar Islam, telah mengokohkan kepercayaan masyarakat akan tuah dan keramat makamnya (Masduki,2014:476).

Kepercayaan magis - kekeramatan juga dijumpai pada masyarakat kabupaten Soppeng. Secara historis, semenjak Islam masuk ke daerah ini sekitar abad ke-17, dimana kondisi masyarakat marak dengan keyakinan animisme/dinamisme. Meskipun banyak hal dari keyakinan lama itu berhasil dipupus, kepercayaan kekeramatan pada orang-orang yang dipandang suci tidaklah bisa dihapuskan. Orang-orang yang disucikan itu antara lain adalah tokoh-tokoh sejarah yang telah berjasa dalam penyebaran Islam di kabupaten Soppeng, seperti makam Syekh Abdul Madjid

(3)

dan makam Petta Janggo. Masyarakat ramai mengunjungi kedua makam ini terutama pada hari minggu, hari libur umum, hari besar Islam, hari raya maulid dan hari-hari tertentu lainnya. Tujuan para peziarah mendatangi makam-makam tersebut sangat beragam; ada yang karena ingin kesembuhan dari suatu penyakit, keinginan segera menemukan jodoh, berharap mendapat rezeki melimpah, minta laris usaha perdagangan/bisnis, ingin terbebas dari mara bahaya, dan lainnya.

Persepsi kekeramatan terhadap makam oleh masyarakat Soppeng pada kenyataannya masih memiliki dimensi yang oleh beberapa kalangan dianggap berbeda/bertentangan dari aqidah Islam itu sendiri. Nampaknya masyarakat Soppeng menempatkan aspek lokasilitas sebagai salah satu unsur yang mempengaruhi Islam terhadap pemaknaan suatu makam-makam. Ataupun sebaliknya, kedatangan Islam yang telah mempengaruhi cara pandang orang Soppeng terhadap kekeramatan makam. Ini terlihat dari proses ritual, alat-alat yang digunakan, doa-doa yang dibacakan serta tujuan-tujuan dari ziarah makam tersebut. Ritual merupakan tindakan yang ditentukan aturan yang diperintah dengan simbol-simbol. Melalui ritual, kita dibawa ke dalam persekutuan dengan kekuasaan yang suci (Scott(ed), 2011:222).

Terkadang konsep sistem kepercayaan, religi, dan iman dalam cara pandang kebudayaan dipakai secara bergantian untuk menerangkan seperangkat kewajiban yang harus dijalankan oleh individu atau kelompok dalam setiap masyarakat. Sebuah sistem kepercayaan merupakan organisasi dari nilai-nilai yang dihormati dan dijalankan sebagai bagian keyakinan kolektif dari suatu masyarakat atau budaya tertentu yang merupakan pedoman dan pemandu dari pikiran, kata-kata, dan tindakan individu atau kelompok yang mencoba untuk menjelaskan dunia di sekitar kita (Liliweri,2014:109).

Koentjaraningrat (2005:202) mengatakan bahwa emosi keagamaan itu adalah suatu getaran jiwa yang pada suatu ketika pernah menghinggapi seorang manusia dalam waktu hidupnya. Walaupun getaran itu hanya berlangsung beberapa waktu saja. Emosi keagamaan ini ada dibelakang setiap kelakuan serba religi, sehingga

menyebabkan timbulnya sikap keramat, baik pada kelakuan manusia itu sendiri, maupun tempat dimana kelakuan itu dilakukan. Sementara itu, ada suatu anggapan bahwa tempat-tempat keramat adalah tempat bersemayamnya arwah leluhur atau dewa-dewi, juga kekuatan-kekuatan gaib yang ada pada benda tertentu, yang kebetulan tersimpan di tempat keramat. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa pengertian kekuatan gaib (magi) adalah kekuatan yang ada pada benda-benda dan terhadapnya manusia berusaha menguasainya untuk tujuan tertentu. Magi dalam kamus antropologi berarti kepercayaan bahwa beberapa aspek kehidupan dapat dikontrol atau direkayasa dengan kekuatan supranatural (Goo,2012:142).

Di tempat keramat ini bersemayam tokoh leluhur yang semasa hidupnya memiliki kharisma. Tokoh ini dimitoskan oleh pendukungnya dan dijadikan sebagai panutan prilaku kelompok orang. Mitos menurut Harry Levin (dalam Ghazali,2011:113) menyatakan bahwa arti asal mitos adalah “kata-kata” atau “ucapan”, yang kemudian berkembang menjadi mitologi yang berasal dari mythos dan logos, mengandung arti pengetahuan tentang mitos yang berarti pula pengetahuan tentang kata-kata atau ucapan. Dalam pengertian yang lebih luas, mitos mengandung arti suatu pernyataan, sebuah cerita, ataupun alur suatu drama.

Tempat-tempat keramat yang didukung oleh keberadaan tokoh mitos yang kharismatik itu menjadi tempat ziarah bagi mereka dengan tujuan dan maksud tertentu. Ziarah itu pada hakekatnya menyadarkan kondisi manusia sebagai pengembaradi dunia yang hanya mampir. Ziarah yang menuju tempat keramat, pura, makam leluhur, maksudnya sangat bervariasi dan salah satunya adalah untuk memperoleh restu leluhur yang dianggap telah lulus dalam ujian hidup (Subagya, 1981:141).

Pola-pola pemikiran semacam itulah yang masih mewarnai masyarakat Indonesia yang menganggap dunia sebagai satu kesatuan mitis yang utuh. Ia harus menjalin relasi yang baik dengan seluruh alam semesta. Begitu pula dengan dunia lain yang dianggap mampu untuk memberikan keselamatan dan mewujudkan suatu keinginan tertentu. Dan untuk mengeksperesikan

(4)

adanya getaran jiwa, suatu emosi membutuhkan suatu objek tujuan sebagai sarananya, yakni tempat-tempat keramat yang dianggap suci untuk mengesperesikan emosi keagamaan, kepada arwah leluhur. Hal-hal yang menyebabkan masyarakat pendukung kebudayaan tersebut untuk berkunjung ke tempat-tempat yang dianggap keramat karena mempunyai maksud dan tujuan, agar apa yang diinginkan dapat terkabul atau terlaksana atau dapat pula sebagai rasa ungkapan hormat, tunduk, sujud dan sebagainya.

Persoalan yang kemudian mengemuka sehubungan dengan studi ini adalah: bagaimana pandangan masyarakat terhadap makam; bagaimana perilaku masyarakat berkaitan dengan makam; bagaimana dampak makam tersebut, baik bagi pengunjung maupun terhadap masyarakat sekitar. Jawaban atas pertanyaan ini mengantar kepada kita pemahaman konstruksi berpikir masyarakat yang mempengaruhi pola tingkah laku dalam beragama.

METODE

Penelitian ini bersifat deskriptif-analitis, dan didesain dengan pendekatan kualitatif. Disebut deskriptif, karena ia menggambarkan fenomena apa adanya, perkembangan yang tengah terjadi, trend yang mengemuka, dan pendapat yang muncul, baik yang berhubungan dengan masa sebelumnya maupun masa sekarang. Sedangkan pendekatan kualitatif dipakai karena obyek penelitian berupa gejala atau proses yang sulit, yang lebih mudah dijelaskan dengan deskripsi kata-kata sehingga dinamikanya dapat ditangkap secara lebih utuh.

Subyek penelitian adalah para peziarah di kedua makam tersebut, para tokoh agama dan anggota masyarakat biasa. Teknik utama pengumpulan data adalah dengan observasi dan wawancara mendalam. Dalam hubungan ini teknik wawancara tak-berstruktur digunakan karena dapat lebih bebas dan leluasa dalam mengungkap keyakinan-keyakinan mereka. Wawancara mendalam diajukan kepada peziarah, penduduk sekitar makam dan juru kunci. Selain itu wawancara tidak mendalam juga dilakukan kepada puluhan orang lainnya untuk kelengkapan

data dan sebagai bahan perbandingan. Berdasarkan pengalaman, untuk menggali motivasi peziarah bukan hal mudah. Banyak diantara mereka yang agak tertutup, tidak mau diketahui tujuannya, dan menghindar untuk diwawancarai secara formal. Metode pengamatan terlibat atau observasi langsung juga digunakan, untuk melihat dari dekat fakta-fakta dan bentuk-bentuk ritual yang dilakukan para peziarah. Observasi dilakukan secara fulltime yang mana peneliti selama tujuh hari-full berada di lokasi untuk melihat secara komprehensif keberadaan mereka di makam.

PEMBAHASAN

Masuknya Agama Islam di Soppeng

Islam masuk di kerajaan Soppeng pada tahun 1609 oleh Datu Beo-e selaku Datu Soppeng III. Islam Masuk di kerajaan Soppeng setelah kerajaan Gowa melakukan misi sucinya menyebarkan agama Islam. Strategi perangnya dilakukan dengan cara perdamaian yaitu dengan cara memberi pengertian bahwa tujuannya hanyalah untuk menunjukkan jalan yang lebih baik sebagaimana yang telah ditemukannya yaitu memeluk agama Islam, sesuai perjanjian yang pernah disepakati bersama. Selain itu, juga dijelaskan bahwa hal ini bukanlah kepentingan kerajaan Gowa tetapi adalah untuk keselamatan dan kebahagiaan dunia akhirat bagi rakyat dari kerajaan itu sendiri. Dari segi politik, dalam mempertahankan diri dari niat-niat jahat bangsa asing seperti Spanyol, Portugis dan lain-lain, kita tidak lagi berdiri sendiri-sendiri tetapi kita bersama-sama dengan kerajaan-kerajaan Islam lainnya, baik di Timur maupun di Barat (Nur:2007:78).

Tokoh Penyebar Agama Islam 1. Syekh Abdul Madjid

Islam masuk di Kabupaten Soppeng pada tahun 1609 pada akhir abad ke XVI yaitu pada masa Datu Soppeng ke III Beowe. Datuk Ribandang bersama seorang bangsa Arab yang bernama Syekh Abdul Madjid bin Syadiq al Khahar. Awal perjalanan beliau menuju ke Aceh atas permintaan sahabatnya

(5)

yaitu Syaidi Al-Mungkamil, untuk mengajarkan agama Islam dan menghalau bangsa Portugis, disanalah beliau bertemu saudagar yang bernama Lamampawa (cucu dari Lawaniaga arung Bila ke III) dan menceritrakan kampung asal mereka yang dikenal dengan “WanuaTuppu Ade” (Warganya diatur sesuai dengan tatanan adat). Atas ceritra Lamampawa tersebut maka beliau meminta agar diajarkan bahasa daerah mereka.

Beliau melanjutkan perjalanannya ke Kutai Kartanegara disanalah bertemu sahabatnya Yusuf Fatahillah. Merekapun berangkat ke tanah Jawa bersama-sama. Di sanalah bertemu Sunan Giri bersama dengan muridnya yaitu Sultan Makmur yang terkenal dengan gelar Datuk Ribandang. Atas Ajakan Datuk Ribandang mereka melanjutkan perjalanan ke Kerajaan Gowa. Di Kerajaan Gowa mereka bertemu dengan DatukDitiro, Datuk Ribandang, Datuk Patimang. Datuk Ribandang melanjutkan perjalanannya ke Kerajaan Luwu bersama Datuk Patimang dan Syekh Abdul Madjid. Datuk Patimang tinggal di Kerajaan Luwu untuk mengajarkan agama Islam di Wanua Sawerigading. Datuk Ribandang dengan Syekh Abdul Madjid melanjutan perjalananya ke Kerajaan Ajang Tappareng, selanjutnya ke Kerajaan Soppeng sebagai tujuan utama beliau (Syekh Abdul Madjid) bersama Datuk Ribandang. Setelah sampai di Kerajaan Soppeng, mereka menyampaikan maksud kedatangannya yang disaksikan oleh pemangku adat, para pemangku adat berselang pendapat dan terjadilah dialog antara pemangku adat dan syekh Abdul Madjid.

Dengan kearifan beliau menyampaikan ajaran agama Islam melalui tatanan adat mereka. Datu Soppeng bersama para pemangku adat dapat menerima ajaran agama Islam dan memeluk agama dengan mengucapkan Kalimat Syahadat di hadapan khatib tunggal sebagai saksi dari Kerajaan Gowa yang dituntun oleh Syekh Abdul Madjid Bin Syadiq . Al Khahar, maka berbunyilah gendang di Istana Datu Soppeng dan disertai teriakan Allahu Akabar oleh rombongan Datuk Ri Bandang, Maka Datu Soppeng BeoE Ke III secara resmi memeluk agama Islam dengan gelar “Petta Mula Sellengnge”.

Datuk Ribandang memberikan amanat kepada Datu Soppeng agar memberikan

bantuannya kepada Khalifah Syekh Abdul Madjid dalam menyiarkan agama Islam di Kerajaan Soppeng. Dengan keteguhan iman Datu Soppeng tersebut yang senantiasa memberikan bantuannnya baik moriil maupun materiil dalam menyiarkan agama Islam, maka agama Islam tersiar sampai ke kampung-kampung. Untuk memikirkan perkembangan Islam selanjutnya, maka Datu Soppeng menambah pemangku adat yang khusus mengurus masalah agama yang disebut “Ade Sara’. Ade Sara’ mempunyai seorang pemimpin yang disebut penghulu sara’. Syekh Abdul Madjid bermukim di sebelah barat kota Soppeng, kurang lebih 5 Km dari ibu kota Watansoppeng sebelah selatan Bulu Dua, disanalah beliau dimakamkan dengan nama kebesarannya “Tuan Uddungeng

(Wawancara Sarika, Mei 2013).

2. Makam Syekh Abd. Madjid

Kompleks Makam Syekh Abdul Madjid (Uddungeng) terletak disebelah selatan Gunung Bulu Dua, berjarak kurang lebih 3 kilometer sebelah barat kota Watansoppeng. Secara administratif kompleks makam ini masuk dalam wilayah pemerintahan Dusun Uddungeng Kelurahan Bila, kecamatan Lalabata. Perlu diketahui bahwa di sekeliling Makam telah di pagari kawat oleh kantor suaka peninggalan sejarah dan purbakala Sulawesi Selatan dan Tenggara pada tahun1993, namun status pemilikan lahannya berada ditangan perseorangan dan bukan tanah Negara. Lingkungan Makam berada di dekat sungai kecil Uddungeng. Di bagian Timurnya dikelilingi oleh kebun kelapa dan murbei yang di tanami oleh pemilik lahan. Bagian utaranya di kelilingi oleh pohon bambu. Sedang pada bagian Barat dan Selatannya ditumbuhi hutan jati.

Di kompleks makam Syekh Abdul Madjid, terdapat juga makam Arung Bila dan makam istri Syekh Abdul Madjid, yang kesemuanya berdekatan antara satu dengan yang lainnya. Olehnya itu setiap peziarah yang datang berkunjung lalu menyiram air di atas makam Syekh Abdul Madjid juga dianjurkan untuk menyiram makam Arung Bila. Walaupun makam Arung Bila tidak menjadi tujuan utama dari para

(6)

peziarah, namun hal ini dianjurkan oleh pemegang kunci makam Syekh Abdul Madjid.

Tata Cara yang Berlaku di Kompleks Makam

Setelah sampai di kompleks makam Syekh Abdul Madjid, pengunjung terlebih dahulu malapor kepada penjaga atau juru kunci makam, bahwa dia akan masuk berziarah ke makam Syekh Abdul Madjid. Apabila pengunjung sudah mengisi buku tamu yang telah disiapkan, maka pengunjung mendapatkan izin dari juru kunci makam, dan dibukalah pintu makam.

Sebelum pengunjung memasuki area makam tersebut ada suatu hal yang tidak boleh diabaikan oleh pengunjung dan aturan ini sudah berlaku sejak makam ini ada, yaitu pengunjung harus membersihkan diri dengan mengambil air wudhu terlebih dahulu di suatu sumur yang berada di dalam kompeks makam, yang konon kabarnya sumur ini tidak pernah kering walaupun musim kemarau tiba.

Setelah pengunjung membersihkan diri dengan mengambil air wudhu,maka pengunjung/ peziarah harus mempersiapkan segala sesuatunya untuk dipersembahkan ke makam sambil menunggu juru kunci yang sekaligus sebagai pembaca doa turun dari rumahnya. Setelah juru kunci sudah masuk di kompleks makam, maka peziarah yang telah mengambil air wudhu tadi sudah bisa mendekati makam Syekh Abdul Madjid, lalu duduk bersilah di atas makam bersama pambaca doa.

Selain aturan-aturan yang telah disampaikan tersebut di atas, juga tidak kalah pentingnya jika kita hendak memasuki makam Syekh Abdul Madjid ialah seluruh pengunjung diharuskan mengosongkan pikiran-pikiran dan membersihkan hatinya dari hal-hal yang dapat mengotori jiwa dan pikiran-pikiran tentang dunia ini.

Salah satu peran yang sangat mulia yang diemban oleh sang juru kunci ialah memberikan pengertian/nasehat kepada seluruh pengunjung yang datang berziarah ke makam tersebut bahwa jangan ada diantara kalian yang datang berkunjung ketempat ini untuk meminta-minta kepada kuburan terutama kuburan Syekh Abdul Madjid. Mintalah kepada Allah SWT., karena pada hakekatnya Allah lah yang memberikan segala sesuatu, bukan yang ada di dalam kuburan itu.

Setelah segala sesuatunya sudah siap, maka juru kunci membacakan doa keselamatan kepada pengunjung yang datang pada saat itu. Jika Seandainya pada waktu itu banyak pengunjung yang ingin berziarah kemakam tersebut, maka mereka harus antri satu persatu sampai gilirannya tiba untuk dipanggil.

Apabila pembacaan doa telah selesai, maka pengunjung yang akan pulang tidak diperkenankan pulang dengan begitu saja meninggalkan kompleks makam, tapi pengunjung harus membalikkan beberapa buah batu yang terletak di atas makam kemudian berdiri dan berjalan mundur secara perlahan-lahan dan tak lupa melangkahkan kaki keluar sambil membaca Doa.

Gambar.1

Salah seorang pengunjung mengambil Air Wudhu Gambar. 2

Pengunjung membalikkan batu setelah pembacaan doa selesai

(7)

Salah satu hal yang perlu penulis jelaskan, bahwa apa yang dilakukan oleh para pengunjung di dalam melaksanakan ritual di makam keramat tersebut mempunyai arti dan makna tersendiri, seperti:

a. Berwudhu atau mensucikan diri dimaksudkan agar semua unsur yang ada pada diri kita, baik yang nampak berupa pakaian yang kita pakai maupun yang tidak nampak, seperti niat kita supaya bersih, sehingga tidak menjadi penghalang terkabulnya doa seseorang.

b. Menyiram air di atas batu nisan, dimaksudkan supaya arwah yang ada di dalam kubur selalu mendapatkan naungan di hari kiamat nanti.

c. Membalikkan batu,dimaksudkan supaya doa yang kita minta dapat dikabulkan oleh Allah swt.

Selain makna-makna yang terkadung di atas, ada juga simbol-simbol dalam peralatan pelaksanakan ritual, antara lain adalah:

a. Pisang (otti panasa) artinya perubahan yang terjadi pada diri seseorang, hingga melahirkan suatu kesenangan pada dirinya

(poleni minasae)

b. Nasi ketan putih (sokko pute) artinya di dalam hidup ini dibutuhkan persatuan dan kesatuan di dalam mencapai suatu tujuan. Itulah sebabnya songkolo ini selalu menyatu tidak pernah bercerai berai. c. Kelapa (kaluku), adalah salah satu simbol

minuman para wali pada masa lalu. Karena kelapa dapat digunakan dan bermanfaat bagi seluruh manusia, mulai dari daunnya sampai kulitnya.

Persepsi Masyarakat Terhadap Makam Syekh Abdul Madjid

Tempat keramat yang didukung oleh keberadaan tokoh mitos yang kharismatik, umumnya dijadikan tempat ziarah bagi masyarakat dengan maksud dan tujuan tertentu. Ziarah pada hakekatnya menyadarkan manusia bahwa hidup di dunia hanya sementara dan manusia merupakan pengembara yang hanya mampir.

Keberadaan Makam Syekh Abdul Madjid di Desa Uddungeng Kabupaten Soppeng memunculkan beragam persepsi masyarakat, sebagian masyarakat menganggap bahwa makam Syekh Abdul Madjid hanyalah sekedar makam saja. Tidak ada hal-hal yang istimewa dari makam itu, sama saja dengan makam yang lain, sedangkan pendapat lain mengatakan bahwa makam tersebut adalah tempat meminta sesuatu. Dari kedua persepsi tersebut, menunjukkan bahwa kebanyakan masyarakat mempunyai persepsi yang hanya mengartikan bahwa makam Syekh Abdul Madjid itu semata-mata hanyalah makam dan tempat orang berziarah.

Kunjungan atau ziarah ke makam, terutama makam leluhur atau nenek moyang, merupakan tindakan yang dianggap penting bagi sebagian besar masyarakat. Roh halus yang dianggap berada disekitar tempat tinggal semula atau sebagai leluhur, maupun yang tinggal disurga di sisi Allah. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa makam nenek moyang atau pejuang Islam adalah tempat melakukan kontak (berupa hubungan simbolik) antara orang yang masih hidup dengan roh yang telah meninggal. Di Makam tersebut, para peziarah memohon Do’a Restu agar apa yang diinginkan dapat memperoleh sesuatu.

Makam Syekh Abdul Madjid atau Tuan Uddungeng banyak di ziarahi oleh masyarakat, baik dari kota Watansoppeng sendiri maupun dari luar kota Watansoppeng. Makam ini dianggap memiliki “keramat” atau “karomah” karena mereka tahu persis bahwa di tempat ini ada seorang tokoh yang telah bejasa dalam penyiaran agama Islam. Sebagai seorang yang dianggap banyak meyebarkan keshoalihan atau kemaslahatan bagi ummat manusia di dunia ini, maka ia akan mendapatkan “Karomah” dari Allah swt.

Adanya persepsi sebagian masyarakat bahwa keberadaan makam Syekh Abdul Madjid seakan-akan didewakan sehingga motivasi masyarakat untuk berziarah ke makam Syekh Abdul Madjid berubah, menjurus ke kultus individu dan pada akhirnya makam keramat tersebut menjadi tempat pemujaan. Oleh karena itu petugas pemegang kunci makam tidak henti-hentinya berupaya meluruskan pemahaman

(8)

peziarah agar benar dan sesuai dengan kaidah atau ajaran Islam. Penjaga makam ini memberikan arahan, petunjuk, dan pedoman bahwa apabila berziarah ke makam (leluhur) yang utama adalah mendoakan arwah leluhur agar diterima di sisi Allah swt. dan diampuni segala dosanya.

Motivasi Masyarakat Datang ke Makam

Seperti apa yang telah dijelaskan di atas, bahwa ada dua kelompok besar yang memotivasi masyarakat datang berkunjung ke makam Syekh Abdul Madjid yang ada di kampung Uddungeng, yaitu datang berziarah hanya untuk mengenang jasa-jasa beliau sebagai pejuang Islam, dan berziarah untuk meminta sesuatu, baik itu masalah kesenangan dunia semata maupun keselamatan dan kesehatan. Dari kedua motivasi inilah sehingga makam Syekh Abdul Madjid sampai sekarang masih tetap ramai dikunjungi peziarah dari berbagai pelosok daerah yang ada di Sulaewesi Selatan bahkan di luar Sulawesi Selatan.

Menurut pengakuan La Hari (nama samaran) umur 42 tahun, semasa hidup kedua orang tuanya dia sering berkunjung di makam Syekh Abdul Madjid yang ada di kampung Uddungeng, sejak dia masih kecil. Sebelum kedua orang tuanya meninggal, dia pernah berpesan kepadanya, bahwa apabila nanti dia sudah meninggal jangan engkau lupa datang berziarah ke makam Syekh Abdul Madjid seperti apa yang sering saya lakukan sekarang ini. Pesan dan nasehat orang tuanya ketika itu, tidak pernah dilaksanakan, sehingga pada suatu malam melalui perantaraan istrinya diberi mimpi, dimana di dalam mimpinya ada yang membisikkan dangan mengatakan:

“Magi na dee’ naengka mujokka siarai ku’buruna Syekh” Artinya: Kenapa engkau tidak pernah lagi datang ziarah di makamnya Syekh. Dan di dalam mimpinya juga ia dituntun oleh seseorang ke makamnya Syekh. Besoknya istrinya minta sama suaminya untuk diantar ke suatu tempat sesuai yang ada dalam mimpinya, dan istrinya tidak tahu sama sekali tempat tersebut, dia hanya mengikuti jalan sesuai yang ada dimimpinya. Setelah sampai di tempat tersebut suaminya baru sadar dan mengingat pesan orang tuanya

dulu. Sampai saat ini La Hari bersama istrinya sudah rajin ke makam Syekh Abdul Madjid setelah kejadian tersebut di atas. Alhasil dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama apa yang di idam-idamkan La Hari bersama istrinya untuk mempunyai buah hati, sudah terkabulkan. Dan sekarang sudah dikarunia 3 orang anak.

Seorang peziarah lainnya yang tidak ingin disebut namanya bercerita dengan kami bahwa, pada suatu hari dia berjalan-jalan dari satu kampung ke kampung lainnya. Lalu secara tidak sengaja dia melewati suatu kampung yang namanya kampung Uddungeng, dimana kampung ini tempat makam Syekh Abdul Madjid. Sewaktu dia berada di tempat itu dan sejajar pada makam,dia tiba-tiba merinding,dan ada sesuatu yang dia rasakan yang tidak pernah dia rasakan semasa hidupnya, dan perasaan itu bercampur kaget. Dan disaat peristiwa itu terjadi pada dirinya, secara spontan dia berniat dalam hati dengan mengatakan bahwa apabila dia tidak mendapat musibah dalam perjalanan menuju ke rumah, dan dia bisa selamat sampai di rumah, maka dia akan datang berziarah ke makam Syekh Abdul Madjid. Keesokan harinya dia membuktikan janjinya seraya mengucapkan dalam hati “engkana’ pole paleppei jancikku” (Adama datang untuk menepati janjiku) dengan membawa sesajian berupa sepasang ayam yang sudah dimasak yaitu nasu lekku (masakan ayam dengan campuran lengkuas dan bumbu-bumbunya) dan sokko bampa(nasi ketan dicampur dengan santan) dan

otti panasa (pisang raja), dan kelapa. Setelah terjadinya peristiwa ini dia baru menyadari bahwa apa yang dulunya selalu diperbuat oleh orang tuanya semasa hidupnya yang sering berkunjung untuk berziarah di makam ini tidak pernah lagi dia lalai lakukan.

Dari kasus-kasus yang diungkapkan oleh peziarah, tampak bahwa motivasi atau dorongan kuat para peziarah dilandasi oleh usaha untuk memenuhi kebutuhan materi, dalam arti terpenuhi kebutuhan hidupnya (motivasi ekonomi). Adapun motivasi lainnya antara lain untuk menenangkan pikiran, mawas diri, mencari atau memohon keselamatan dan mendoakan arwah leluhur (motivasi Spritual). Dengan memperhatikan beberapa motivasi peziarah, terkesan bahwa

(9)

sebagian diantaranya datang ke makam Syekh Abdul Madjid dalam upaya mencari penyelesaian masalah, terutama yang ada kaitannya dengan keduniawian.

Menurut pendapat Parsudi Suparlan (1991) bahwa orang-orang berkunjung ke tempat-tempat keramat dikaitkan dengan masa-masa dimana orang dihadapkan pada suatu kebingungan atau. Saat seperti itu orang itu harus timbul karena pranata agama tidak menyediakan jawaban atau petunjuk praktis yang mampu memecahkan ihwal duniawi. Namuan bagi para peziarah memiliki anggapan yang berbeda. Makam Syekh Abdul Madjid menurut peziarah tersebut di atas adalah salah satu tempat yang dianggap mempunyai kekuatan yang dapat mendatangkan kebaikan bagi kelompok masyarakat yang mempercayainya, tempat ini tetap berfungsi sebagai tempat untuk melakukan ritual-ritual, dan memohon kepada Sang Penguasa tempat ini agar diberi apa yang diinginkannya.

Makam ini juga merupakan simbol budaya spiritual dari pendukung kepercayaan sinkritisme di kalangan orang-orang Bugis. Makam ini adalah simbol pemujaan masa lampau yang kini tetap berlangsung dan diyakini oleh sebagian masyarakat dapat mendatangkan keberuntungan bagi yang memujanya.

Dampak Makam Syekh Abdul Madjid Terhadap Peziarah dan Kehidupan Masyarakat a. Dampak Terhadap Peziarah

Peziarah yang datang di Kompleks Makam Syekh Abdul Madjid yang ada di Desa Uddungeng Kabupaten Soppeng jumlahnya tidak menentu terkadang pada saat-saat tertentu makam tersebut sepi dari pengunjung, kalaupun ada itu hanya satu dua orang yang datang setiap hari. Pada umumnya peziarah yang datang ke makam memilih waktu-waktu tertentu, seperti setelah hari raya Idhul Fitri dan hari raya Idhul Adha. Peziarah ini datang secara rombongan dengan menggunakan kendaraan umum, atau kendaraan pribadi.

Sebagian besar peziarah yang datang berasal dari luar kabupaten Soppeng, yang setiap tahunnya sengaja untuk datang berkunjung pada makam tersebut. Dibawah ini ada beberapa pengunjung

yang datang pada saat itu mengutarakan kepada penulis tentang dampak yang dirasakan setelah berziarah ke makam tersebut, seperti yang dikemukakan oleh bapak H.Mhtr 45 tahun yang profesinya sebagai wiraswasta sangat merasakan adanya semangat untuk selalu menjalankan usahanya dengan baik walaupun terkadang usaha yang digelutinya mengalami penurunan omzet, namun hal tersebut tidak membuat dia putus asa bahkan dia tetap punya semangat hidup.

Peziarah lain yang bernama Thamrin 40 tahun yang berasal dari Kabupaten Wajo mengatakan, bahwa pada awal kunjungannya ke makam Syekh Abdul Madjid, dia merasa tidak mendapatkan manfaat dari kunjungan tersebut. Akan tetapi, setelah dia berkunjung beberapa kali ke makam tersebut, dia merasakan adanya ketenangan bathin dalam hidupnya, dimana sebelumnya perasaan yang ada dalam hatinya selalu bergejolak di dalam ketidak pastian hidupnya.

b. Dampak Terhadap Kehidupan Masyarakat

1) Bidang transportasi

Sebagai bukti nyata, bahwa keberadaan Makam Syekh Abdul Madjid dapat berdampak positif terhadap kehidupan masyarakat ialah dengan lancarnya arus transportasi yang menghubungkan antara kota Soppeng dengan lokasi dimana Makam Syekh Abdul Madjid berada, dimana kita ketahui bahwa makam tersebut jauh dari pusat kota Soppeng, yakni di suatu perkampungan yang dinamakan kampung Uddungeng, dimana lokasi tersebut tidak dapat ditempuh dengan berjalan kaki.

Begitu pula dengan masuknya transportasi, baik itu angkutan umum (pete-pete) maupun motor ojek membawa keuntungan besar bagi masyarakat yang ada disekitar lokasi makam Syekh Abdul Madjid, karena masyarakat yang hendak ke pasar, ke sekolah, dan ke kantor kini menjadi lebih mudah. Oleh karena jalan yang dulunya belum diaspal, membuat sopir angkot pun enggan untuk masuk di daerah tersebut.

Hal tersebut tidak terlepas dari peran pemerintah daerah untuk memperbaiki jalan tersebut. Dimana salah satu pertimbangan

(10)

pemerintah pada waktu itu, bahwa selain lokasi tersebut terdapat makam seorang ulama besar yang memberikan pengetahuan agama kepada masyarakat Soppeng pada waktu itu. Disamping itu makam Syekh Abdul Madjid ini tidak hanya dikunjungi oleh orang Soppeng sendiri, tetapi juga dari luar kota Soppeng, bahkan tidak jarang makam ini sering dikunjungi orang dari Aceh yang ada pertalian darah dengan Syekh Abdul Madjid.

2) Bidang kebersihan

Sudah dapat dipastikan bahwa kesadaran orang yang tinggal di daerah perkotaan dengan kesadaran orang yang tinggal di daerah pedesaan, tentang kebersihan sangat jauh berbeda. Untuk memelihara kebersihan lingkungan diperlukan adanya kebersamaan dalam menciptakan suatu lingkungan yang sehat. Masyarakat yang berdomisili di sekitar makam Syekh Abdul Madjid sangat peduli terhadap kebersihan dan keindahan. Hal ini terlihat disepanjang jalan yang menuju ke kompleks makam Syekh Abdul Madjid tidak sedikitpun ditemukan tumpukan-tumpukan sampah yang dapat menggangu dan merusak keindahan alam yang ada di daerah tersebut.

Apa yang dilakukan oleh masyarakat yang ada disekitar kompleks makam adalah bukti nyata bahwa daerah tersebut pernah berdomisili seorang penyebar ajaran Islam, yang mana dalam misinya menyeberluaskan agama Islam dan memberikan pengetahuan agama secara universal kepada masyarakat sekitarnya.

Petta Jangko

Menurut Sarika (wawancara:2013), Petta jangko atau Lasumampa nama sebenarnya dia adalah salah seorang pejuang Islam dari sekian banyak pejuang Islam yang ada di daerah Soppeng. Pada masa hidupnya beliau pernah membantu Arung Palakka dari Bone dalam perang melawan Gowa. Serangan-serangan dari Gowa selalu dapat dipatahkan oleh pasukan Bone pada waktu itu. Hal ini berkat kepiawaian Petta jangko dan kawan-kawannya, pada masa itu.

Dikalangan masyarakat pada masa pemerintahannya beliau sebagai pemimpin lokal

dan Petta Jangko dekenal sebagai seorang yang taat beragama dan pemberani dalam menegakkan kebenaran, khususnya dalam membela dan mempertahankan wilayah dan rakyat yang dipimpinnya atas ekspansi dari luar.

Sebagai seorang pejuang Islam, Petta Jangko sangat menekankan agar makam disederhanakan, tidak lebih sebagai tanda untuk membedakan bagian kepala dan bagian kaki serta memperlihatkan orientasi keletakan mayat. Namun pada kenyataannya nisan kubur sangat bertentangan dengan ketokohan beliau. Makam Petta Jangko telah memperoleh perlakuan khusus dari masyarakat, sehingga kompleks makam Petta Jangko ini seperti berada dalam konteks perilaku, yakni sebagai obyek persiarahan. Akhirnya menimbulkan dampak menjadi makam yang dikeramatkan dan secara keliru sebagai media tempat meminta sesuatu (Natsir: 2009:25-26).

Makam Petta Jangko

Secara administratif, makam Petta Jangko terletak di kelurahan Attang Salo, Kecamatan Marioriawa, Kabupaten Soppeng. Panjang keliling kompleks makam ini 125 m3, keadaan

lingkungannya di sebelah barat berbatasan dengan sungai Attang Salo, sedangkan yang lainnya berupa kebun rakyat dan perkampungan penduduk.

Jika ditinjau dari unsur bangunan aslinya, hanya terdiri dari nisan tunggal yang berbentuk gadah yang cenderung berprofil lurus sehingga terkesan monoton. Pada bagian atas nisan agak mengecil dibatasi oleh lekukan kedalam kemudian lurus pada bagian puncak nisan mengecil dengan permukaan yang rata. Sedangkan pada bagian tengah nisan terdapat ragam hias berupa garis-garis vertikal dan bahan baku nisan terbuat dari batu andesit berwarna hitam pekat.

Adapun jumlah makam yang ada di kompleks tersebut sebanyak 12 buah dan tokoh utama yang ada di makam tersebut adalah Petta Jangko. Di dalam kompleks makam ini terdapat sebuah Mushallah yang tepat disamping pintu masuk kompleks makam. Keberadaan mushallah ini tidak terlepas dari partisipasi dari para pengunjung yang selalu datang berziarah.

(11)

Di depan kompleks makam juga sudah disediakan lahan parkir untuk para pengunjung, baik pengunjung yang menggunakan kendaraan roda dua maupun pengunjung yang menggunakan kendaraan roda empat, disamping lahan parkir yang luas juga telah tersedia balai-balai atau rumah yang terbuat dari bambu yang diperuntukkan bagi pengunjung yang datang sekeluarga untuk melaksanakan penyembelihan hewan sesuai dengan nazarnya .

Seperti telah dijelaskan di atas bahwa ketersediaan sarana ibadah atau Mushallah, lahan parkir dan tempat istirahat/balai-balai di lokasi makam Petta jangko adalah salah satu sarana yang sangat menunjang bagi peziarah yang datang di tempat tersebut. Olehnya itu tidak heran jika pengelola makam memberikan tarif kepada pengunjung yang datang berziarah ke makam Petta Jangko, dimana biaya untuk penyewaan satu petak balai-balai dikenakan biaya Rp. 30.000, per satu kelompok, dimana lamanya menyewa tidak ditentukan waktunya. Begitu pula dengan kendaraan roda empat dikenakan biaya parkir Rp. 10.000, sedangkan roda dua (motor) dikenakan biaya Rp. 5.000,.

Tata Cara yang Berlaku Di Kompleks Makam

Makam Petta Jangko dengan makam penyiar Islam lainnya yang ada di kabupaten Soppeng mempunyai perbedaan tersendiri di dalam hal tata cara memasuki kompleks makam. Khusus di makam Petta Jangko yang ada di desa Attang Salo tidak memberlakukan aturan secara ketat kepada pengunjung yang ingin masuk berziarah, baik itu dengan cara berwudhu terlebih dahulu, seperti yang berlaku pada makam Syekh Abdul Madjid.

Kendatipun tidak tertutup kemungkinan jika ada pengunjung yang ingin mengambil air wudhu terlebih dahulu sebelum memasuki kompleks makam Petta Jangko. Salah satu yang paling penting diketahui oleh pengunjung jika hendak masuk berziarah ialah dengan cara yang sopan , tidak mengucapkan kata-kata yang senonoh cukup dengan mengucapkan salam.

Setelah sampai ke makam Petta Jangko, maka pengunjung terlebih dahulu melapor kepada

juru catat, sehingga juru catat meregistrasi pada buku tamu yang telah disediakan. Setelah hal tersebut selesai, maka pengunjung atau peziarah duduk dihadapan makam Petta Jangko lalu kemudian dibacakan Ayat-Ayat Suci Al-Quran yang berhubungan dengan kematian, seperti Surat Al-Fatihah dan Al-Mulk sampai ayat terakhir.

Gambar. 3

Pembacaan Doa Dipimpin Oleh Imam Persepsi Masyarakat Terhadap Makam Petta Jangko

Para peziarah mempunyai pandangan yang berbeda tentang makam Petta Jangko, ada sebagian masyarakat pengunjung mengatakan bahwa makam Petta Jangko adalah makam tempat untuk meminta sesuatu. Orang yang menginginkan sesuatu berkenaan dengan hidupnya dapat minta tolong dengan datang ke makam Petta Jangko. Persepsi ini dapat diungkapkan lewat kasus atau pengalaman yang pernah dialaminya, sementara peziarah yang lainnya mengatakan, bahwa makam Petta Jangko adalah makam biasa seperti makam-makam yang lainnya, tidak lebih dari itu.

Menurut Rachmat Subagya (1981:141) bahwa tempat keramat yang didukung oleh keberadaan tokoh mitos yang kharismatik, umumnya dijadikan tempat ziarah bagi masyarakat dengan maksud dan tujuan tertentu. Ziarah pada hakekatnya menyadarkan manusia bahwa hidup di dunia hanya sementara dan manusia merupakan pengembara yang hanya mampir. Adapun tujuan ziarah yang menuju ketempat keramat adalah untuk memperoleh restu leluhur yang dianggap telah lulus dalam ujian hidup.

(12)

Masyarakat yang datang ke makam Petta Jangko dibagi dalam dua jenis yaitu berdasarkan tujuannya. Pertama ada orang yang datang ke makam Petta Jangko sekedar untuk datang berziarah saja tidak lebih dari itu, mereka yang datang ini tidak lain hanya untuk mengingat jasa-jasa beliau di dalam mengembangkan Islam dan tak kalah pentingnya bahwa pada suatu saat nanti kita akan mati juga seperti apa yang dialami oleh penghuni kubur. Kedua, tidak dapat dipungkiri dan hampir sebahagian besar yang datang ke makam Petta Jangko untuk meminta sesuatu yang bersifat ke duniaan, keselamatan, kesehatan dll. Walaupun mereka tidak menyadari bahwa apa yang dia lakukan bertentangan dengan prinsip hidup seorang Petta Jangko.

Di bawah ini penulis akan mengemukakan beberapa kasus yang terjadi pada pengunjung, sehingga muncul persepsi sebagian masyarakat bahwa makam Petta Jangko adalah makam yang dikeramatkan.

1. Pada suatu hari seorang pemuda lewat di depan makam Petta Jangko, tiba-tiba pemuda tersebut kaget dan merasa ada yang melempar dari dalam makam, sehingga pemuda tersebut merasa ketakutan dan langsung pulang ke rumahnya. Beberapa hari kemudian pemuda tersebut jatuh sakit sehingga dia pergi ke dokter. Dari hasil pemeriksaan dokter tidak ditemukan satu penyakit yang ada pada pemuda tersebut. Ketika itu baru dia ingat bahwa sewaktu lewat di depan makam Petta Jangko ada yang melemparnya, dan pada saat itu pula dia berangkat ke makam Petta Jangko untuk berziarah, semenjak dari makam Petta Jangko dia merasa sembuh dari penyakitnya. 2. Seperti halnya yang terjadi pada salah seorang

pengunjung yang ingin masuk untuk berziarah ke makam Petta Jangko, karena tidak ingin antri untuk sampai ke depan makam Petta Jangko, sehingga ia berusaha untuk mendahului para pengunjung yang sudah lama antri. Apa yang dilakukan pengunjung tersebut berdampak terhadap dirinya sendiri, dimana pada saat dia keluar dari makam Petta Jangko, tiba-tiba dia jatuh setelah dia berdiri dia kembali jatuh, sampai akhirnya dia pergi ke penjaga

makam dan menanyakan, apa yang terjadi pada dirinya. Si Penjaga makam mengatakan mungkin ada hal-hal yang kamu perbuat sebelum memasuki makam tadi. Sipengunjung ini menyadari kesalahannya, bahwa saya tidak sabar untuk antritadi, sampai saya masuk tanpa menghiraukan pengunjung yang sudah lama antri. Sampai pada akhirnya si penjaga makam memerintahkan pengunjung tersebut masuk minta maaf dan bertobat di depan makam Petta Jangko. Setelah pengunjung tersebut masuk dan melaksanakan apa yang dikatakan oleh si penjaga makam, pada saat itulah dia kembali bisa berjalan seperti biasa.Salah satu hal yang perlu diperhatikan oleh para pengunjung jika hendak masuk ke makam Petta Jangko ialah seseorang tidak diperkenankan mendahului sesama pengunjung, walaupun orang tersebut mempunyai status sosial yang tinggi.

3. Pammu (nama samaran) salah seorang pengunjung yang tidak ingin diketahui asal daerahnya mengatakan, bahwa selama dia rajin ke makam Petta Jangko dia selalu mendapatkan keajaiban pada dirinya. Pernah suatu waktu H. Rahman bersama istrinya mendapatkan musibah, dimana kalung yang ada dileher istrinya berusaha dijambret oleh seseorang yang tidak dikenal. Tapi Alhasil kalung yang ada dileher istrinya tidak sempat diambil oleh penjambret tersebut, oleh karena dia merasa selalu ada yang melindungi dirinya. Pammu meyakini sepenuhnya, bahwa makam yang ia selalu kunjungi adalah makam yang dikeramatkan oleh orang-orang yang mempercayainya.

4. Rahman (nama samaran) tukang batu dari Wajo, dalam 1 bulan ini (Mei 2013) sudah 2x datang potong kambing. Karena setiap habis dapat rezeki selalu saya sempatkan waktu ke sini.Masih kecil selalu ke sini, tapi kalau hari jumat tidak pernah ke sini, karena menurutnya dia pernah didatangi oleh Petta Jangko dan disampaikannya, bahwa kalau hari jumat saya (Petta Jangko) adaka di Mekkah. Dan kalau saya ke sini tidak pernah berniat,tapi kalau tiba-tiba muncul dalam hati langsung pada saat itu bikin persiapan untuk kelengkapan-kelengkapan ritual kami, dan mengajak kerabat

(13)

dan tetangga siapa saja yang mau berangkat. Kalau semua yang mau berangkat sudah siap dan kelengkapan-kelengkapan kami sudah siap, maka berangkatlah kami.

Persepsi sebagian masyarakat mengenai keberadaan makam Petta Jangko seakan-akan didewakan sehingga motivasi masyarakat untuk berziarah ke makam Petta Jangko berubah, menjurus ke kultus individu dan pada akhirnya makam keramat tersebut menjadi tempat pemujaan.

Motivasi Masyarakat Datang Ke Makam Petta Jangko

Terdapat dua motivasi yang paling dominan dimiliki oleh peziarah, pertama, berziarah hanya untuk mengenang jasa-jasa beliau sebagai pejuang Islam, dan kedua, berziarah untuk meminta sesuatu, baik itu masalah kesenangan dunia semata maupun keselamatan dan kesehatan. Dari ke dua motivasi inilah sehingga makam Petta Jangko sampai sekarang masih tetap ramai dikunjungi peziarah dari berbagai pelosok daerah yang ada di Sulawesi Selatan, baik datang secara perorangan maupun datang secara berkelompok. Dan hampir sebagian besar yang datang ke makam Petta Jangko untuk berziarah adalah pengunjung lama yang sudah sering ke tempat tersebut.Sangat jarang kita jumpai pengunjung baru atau pertama kali datang ke makam tersebut.

Berdasarkan kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar peziarah yang datang pada makam tersebut didorong dengan adanya keinginan kuat untuk meminta dengan melalui perantara yang tujuan akhirnya adalah kesenangan hidup mereka. Dibawah ini ada beberapa kasus menunjukkan, bahwa motivasi orang berziarah ke makam Petta Jangko adalah untuk meminta sesuatu, seperti dibukakan pintu rezeki, usahanya lancar, dimudahkan dalam mencari pekerjaan, dimudahkan jodohnya, diberi keselamatan dunia dan akhirat, diantaranya adalah:

1. Bapak Sulaiman (43 tahun), beliau berasal dari suatu Desa yang ada di Kabupaten Sinjai profesinya sebagai petani membuatnya ia

berusaha untuk selalu menjaga agar supaya pertaniannya tidak digangu oleh hal-hal yang dapat merusak tanamannya. Menurut pengakuannya bahwa kedatangannya ke makam ini untuk kesekian kalinya dimana setiap ia datang tujuannya adalah untuk memohon doa agar supaya pertanian yang dikelola di kampungnya dapat membuahkan hasil dengan baik. Semenjak dia selalu datang ke makam Petta Jangko semenjak itupula hasil tanamanya selalu meningkat dan yang paling penting lagi tanaman padinya tidak pernah terserang hama yang dapat merusak tanamannya.

2. Ibu Sumarni (35 tahun ) berasal dari Kabupaten Pinrang semenjak dia berumah tangga dengan seorang laki-laki yang berasal dari daerah lain suaminya tidak mempunyai pekerjaan tetap, hal tersebut berdampak terhadap pemenuhan kebutuhan sehari-hari menjadi tidak cukup. Suatu ketika temannya menyarangkan agar supaya mencoba untuk pergi merantau di daerah orang lain, pada saat itupulah dia meminta izin kepada istrinya agar supaya di izinkan untuk pergi mencari pekerjaan di luar Sulawesi dan sang istri mengiyakan. Semenjak suaminya pergi merantau ibu Sumarni merasa perlu untuk selalu medoakan suaminya dan salah satu caranya ialah dengan mendatangi makam Petta Jangko yang sudah lama dikenalnya melalui orang tuanya. Ibu Sumarni menyebutkan bahwa kedatangannya di makam ini untuk meminta keselamatan agar supaya suaminya yang pergi merantau ke luar Sulawesi mencari pekerjaan semoga dapat selamat diperantau dengan mendapatkan pekerjaan. Semenjak suaminya pergi merantau sang istri setiap saat pergi berkunjung ke makam ini untuk selalu berdoa.

3. Bapak La massi (35 tahun) berasal dari kota Pare-Pare bekerja sebagai buruh bangunan, dia terrmasuk pendatang yang sudah lama tinggal di Pare-Pare, walaupun pekerjaanya sebagai buruh bangunan, namun dia mampu hidup bertahan di kampung orang. Suatu ketika ada temannya yang mengajak pergi ke makam Petta Jangko untuk meminta agar

(14)

nasibnya dapat berubah dan pada saat itu pulah dia terpnggil untuk pergi. Pada awal-awal kedatangannya dia merasa tidak mendapat apa-apa dari kunjungannya kesana, namun setelah dia berulang-ulang mendatangani makam Petta Jangko, maka sedikit demi sedikit dia sudah merasakan adanya perubahan nasibnya yang dulunya cuma tukang batu, sekarang ini dia sudah bisa membeli motor baru untuk dipakai transportasi ojek. Semenjak nasibnya sudah berubah sejak itupulah dia selalu pergi berziarah ke makam tersebut untuk mengharapkan agar supaya ada keberkahan dari pekerjaan yang digelutinya.

4. Bapak Firman (43 tahun) berasal dari kota Sengkang yang bekerja sebagai pemborong bangunan. Pada awal mulai bekerja ia cuma sebagai tukang batu yang setiap saat selalu ikut kepada seorang kepala tukang, hampir sebagian besar waktunya dipergunakan untuk mencari uang tanpa mengenal lelah, terkadang ia harus tinggal dilokasi dimana ia bekerja tanpa didampngi oleh seorang istri dan anak-anaknya. Suatu ketika istrinya mengajak suaminya pergi berziarah ke makam Petta Jangko yang berada di Desa Attang Salo Kabupaten Soppeng untuk berdoa sekaligus meminta agar supaya pekerjaannya mendapat keberkahan sehingga ada perubahan pada nasibnya. Pada awal kedatangan di makam ini mereka hanya berdua pergi dengan mengendarai sepeda motor, seiring dengan perjalanan waktu, maka ia mendapatkan tawaran dari seseorang untuk memborong sebuah rumah yang tidak jauh dari tempat tinggalnya. Alhasil, rumah yang dibangunnya selesai pada waktunya dan mendapatkan keuntungan yang tidak pernah ia dapatkan sebelumnya. Menyadari hal tersebut mereka sekeluarga berangkat menuju makam Petta Jangko untuk melepaskan nazar yang pernah mereka ucapakan ketika pertama kali datang di tempat ini.

5. Bapak Kamaruddin (35 tahun) dari Kota Palopo Kabupaten Luwu, pekerjaaanya sebagai pedagang berbagai jenis kebutuhan pokok yang sudah lama digelutinya, sebagai seorang pedagang ia selalu berharap agar

supaya dagangannya laris terjual, namun pada kenyataannya tidak demikian. Keuntungan yang diharapkan justru malah kerugian yang dialaminya, hal ini membuatnya berpikir untuk berbalik haluan untuk berusaha di bidang lain. Suatu ketika seorang keluarganya mencoba untuk memberikan saran agar supaya menyempatkan diri untuk berziarah sekaligus berdoa ke makam Petta Jangko mudah-mudahan menemukan jalan yang tepat sehingga ada kemajuan dalam berdagang. Mendengar hal tersebut, maka ia berangkat dengan niat yang tulus. Setelah ia berziarah beberapa kali ke makam tersebut, maka ia sudah mendapatkan titik terang dari pekerjaannya semula sebagai pedagang dan sedikit demi sedikit perkembangan usahanya semakin meningkat sesuai yang diinginkannya dan sampai sekarang ia tidak pernah lupa ke makam tersebut.

Dari beberapa peziarah tersebut di atas, apabila permohonan atau hajatnya terkabulkan, maka peziarah akan kembali berkunjung ke makam untuk melepaskan nazarnya karena apa yang diingingkan sudah terkabulkan. Lain halnya dengan peziarah yang datang ke makam Petta Jangko karena menganggap makam tersebut memiliki nilai sejarah dan punya andil di dalam penyebaran agama Islam, biasanya yang datang orang-orang tertentu saja, seperti pejabat, para ulama, dan para ilmuan.

Dampak Makam Petta Jangko Terhadap Peziarah dan Kehidupan Masyarakat sekitarnya.

1) Dampak bagi peziarah

Makam Petta Jangko yang ada di Desa Attang Salo justru berbeda dengan makam Syekh Abdul Madjid terutama dari segi pengunjung. Pengunjung yang datang untuk berziarah ke makam Petta Jangko jauh lebih ramai, baik pada hari-hari biasa terlebih lagi pada waktu-waktu tertentu, sepeti akan memasuki bulan Suci Ramadhan dan setelah hari raya Idul Fitri/Idul Adha. Para peziarah yang datang ke makam ini kebanyakan datang dengan cara rombongan, yang biasanya datang dengan sanak keluarga,

(15)

dan tetangga terdekat yang satu sama lain saling mengajak bahkan tidak jarang dari kelompok masyarakat yang datang ke makam tersebut membawa hewan untuk disembelih, dimasak secara bersama-sama dan dimakan secara bersama-sama.

Hampir sebagian besar pengunjung yang datang berziarah adalah pengunjung lama yang secara rutin selalu ada di tempat ini. Mereka sangat merasakan dampak positif setelah berkunjung ke makam Petta Jangko. Seperti penuturan dari salah seorang ibu rumah tangga yang berasal dari Sengkang bernama Sari Banong 37 tahun mengatakan bahwa setiap saya datang di tempat ini saya selalu meminta supaya diberi rezeki yang melimpah dari pekerjaan saya sebagai penjual barang campuran dan Alhamdulillah dari pekerjaan yang saya geluti ini sudah bisa menyekolahkan anak-anak, dan hal tersebut tidak terlepas dari kerja keras yang selama ini saya lakukan.

Hal serupa dikatakan oleh Darman (28 tahun) tinggal di Kota Pare-Pare sebagai penjual variasi mobil, sebagai seorang pemuda lajang dia masih mudah terpengaruh dengan teman-temannya ke hal-hal yang tidak bermanfaat yang sifatnya hura-hura, sehingga terkadang usahanya tidak dikelola dengan baik. Salah satu upaya yang dilakukan oleh kedua orang tuanya agar anaknya bisa sadar adalah dengan cara akan menikahkan anaknya dengan seorang gadis, namun justru permintaan kedua orang tuanya ditolak oleh sang anak. Suatu ketika kedua orang tua meminta kepada anaknya untuk diantarkan ke makam Petta Jangko untuk berziarah, setelah menempuh beberapa jam perjalanan maka tibalah di kompleks makam dan tak lama kemudian mereka bertiga langsung masuk dan duduk bersimpuh dihadapan makam Petta Jangko yang disambut dengan seorang imam pembaca doa. Kedua orang tua ini dengan khusu’nya mendoakan anaknya supaya anaknya dapat berubah. Alhasil setelah beberapa bulan kemudian anak tersebut menikah dengan seorang gadis dan usaha yang di kelolahnya semakin baik. Pada waktu-waktu tertentu kedua pasangan ini selalu meluangkan waktunya untuk berkunjung ke makam Patta Jangko seperti yang dilakukan oleh orang tuanya dulu.

2) Dampak bagi masyarakat sekitarnya

Makam Petta Jangko memberi dampak bagi masyarakat yaitu dampak di bidang ekonomi, di bidang transportasi, dan juga fasilitas umum yang mendukung. Secara ekonomi, masyarakat turut terbantu dengan adanya makam tersebut karena adanya peluang bagi masyarakat sekitar mendapatkan sumber rejeki dari para pengunjung makam. Di bidang transportasi, memberi dampak positif dimana banyaknya pengunjung yang pergi menuju makam tersebut sehingga arus transportasi sangat membantu para pengunjung makam. Selain itu berbagai fasilitas umum sebagai pendukung dalam aktivitas ritual di makam diupayakan agar berjalan dengan lancar, tidak ada hambatan serta memberikan rasa aman bagi para pesiarah makam di tempat tersebut.

PENUTUP

Makam Syekh Abdul Madjid di kampung Uddungeng dan makam Petta Jangko di desa Attang Salo, kecamatan Marioriawa merupakan makam pejuang Islam. Keberadaan makam ini mendapat perhatian masyarakat sebagai makam yang dikeramatkan. Aktivitas masyarakat dalam memperlakukan makam merupakan tradisi yang telah berlanjut dan diteruskan secara turun temurun.

Keberadaan makam ke dua tokoh penyebar agama Islam ini mengundang persepsi dan motivasi para pengunjung untuk datang berziarah guna mendapat berkah dan memohon selamat. Namun dari sekian banyak pengunjung yang datang berziarah di dua makam tersebut mempunyai maksud dan tujuan tertentu, yakni diperbanyak rezekinya, dimudahkan usahanya, dan lain-lain sebagainya yang bersifat ke duniaan.

Di dalam upaya memperoleh apa yang diinginkan para peziarah melakukan tindakan-tindakan yang didasarkan atas keyakinan mereka masing-masing. Hal ini terlihat apabila merasa permintaannya terkabulkan, maka para peziarah datang kembali untuk melepaskan hajatnya dengan menyembelih hewan kurban sesuai dengan apa yang pernah mereka niatkan dan dimakan secara bersama-sama di makam keramat tersebut.

(16)

Keberadaan Makam Syekh Abdul Madjid dan Makam Petta Jangko, memberi dampak, baik dampak terhadap pengunjung/peziarah maupun terhadap masyarakat sekitarnya. Bagi masyarakat setempat keberadaan makam dapat meningkatkan perekonomian masyarakat. Pada saat tertentu, seperti setelah lebaran, jumlah peziarah makam juga bertambah sehingga mendorong munculnya aktivitas ekonomi baru, seperti layanan jasa transportasi dan bahan logistik bagi peziarah.

Sedangkan dampak terhadap peziarah adalah adanya keinginan kuat untuk merubah diri menjadi energi yang positif sehingga termotivasi untuk bekerja lebih keras demi untuk kesuksesan dimasa akan datang, sekaligus dapat kembali berziarah ke makam Petta jangko yang ada di Desa Attang Salo Kabupaten Soppeng.

DAFTAR PUSTAKA

Arkoun, Mohammed. 1996. Rethinking Islam.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Armstrong, Karen. 2001Sejarah Tuhan: Kisah Pencarian Tuhan Yang Dilakukan OlehOrang-Orang Yahudi, Krislen Dan Islam Selama 4.000 Tahun,Bandung: Mizan, 2001.

Ghazali, Adeng Muchtar. 2011. Antropologi Agama, Upaya memahami Keragaman, Kepercayaan, Keyakinan, dan Agama.

Bandung: Alfabeta.

Goo, A. Andreas. 2012. Kamus Antropologi. Jayapura: Lembaga Studi Meeologi Makeewaapa-Papua.

Koentjaraningrat. 2005. Pengantar Antropologi

pokok-pokok etnografi II. Jakarta: Rineka Cipta.

Liliweri, Alo. 2014. Pengantar Studi Kebudayaan. Bandung: Nusa Media.

Masduki, Aam. 2014. “Tempat-Tempat Keramat di Kecamatan Panjalu Kabupaten Ciamis”

Jurnal Patanjala Vol.6 No.3 Hlm.475-501. Natsir, Mohammad. 2009. Potensi Kepubakalaan Kabupaten Soppeng. Makassar: Balai PelestarianPeninggalan Purbakala

Nur, M. Rafiuddin. 2007. Lontara’-na Soppeng dari kerajaan-kembar menuju kabupaten. Makassar: Rumah Ide.

Rippin, Andrew. 1991. Muslims Their Religious Beliefes and Practise. New York: Routledge. Saksono, Ign. Gatut. 2014. Tuhan dalam Budaya

Jawa. Yogyakarta: Kaliwangi.

Scott, Jhon (Editor). 2011. Sosiologi The key Concepts. Tim penerjemah Labsos FISIP UNSOED. Jakarta: RajaGrafindo Persada. Sedyawati, Edi. 2014. Kebudayaan di Nusantara.

Depok: Komunitas Bambu.

Subagya, Rachmat, 1981. Agama Asli Indonesia. Jakarta: Sinar Harapan dan Yayasan Cipta Loka Caraka

Suparlan, Parsudi. 1991. Gunung Kawi. (Intisari No. 232, Maret XXVIII).

Wawancara

Sarika. Penjaga makam syekh Abdul Madjid, di Soppeng, 12 Mei 2013.

Referensi

Dokumen terkait

Pada penderita pruritus uremia, konsentrasi histamin plasma lebih tinggi dari pada yang tanpa pruritus tetapi tidak ada korelasi antara beratnya gatal dengan konsentrasi

angkutan penumpang jarak jauh adalah pesawat udara, sedangkan untuk angkutan barang kereta api bersaing dengan kapal laut yang mempunyai jangkauan yang lebih luas dan dapat

12 Iqbal, (Bagian Gudang UD.. maka konsumen tersebut mendapatkan galaxy tab, sedangkan 88 kupon maka konsumen mendapatkan blacberry gemini dan lain-lain. Produk sepeda merek Wimcycle

Persamaan dari kedua penafsiran adalah; kedua mufassir memiliki pandangan yang sama dalam merumuskan konsep pendidikan anak yang terangkum dalam surat Luqman ayat

dan permukaan keras tadi, pada gambar tiga plat sirkuler dengan ra- dius, dan tekanan yang berbeda ditancapkan bersama dengan kedala- man

bahwa sehubungan dengan ditetapkannya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 77 Tahun 2014 tentang Pedoman

Laporan Hasil Kuisioner Grafik Hasil Kuisioner 0 SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN ANALISA KEPUASAN PENGUNJUNG LABORATORIUM KOMPUTER UNIKAMA DENGAN METODE SERVQUAL Generate

Hasil yang didapatkan dari penelitian ini adalah dengan adanya bukaan yang cukup, cahaya dapat masuk secara merata ke dalam ruangan, perkecualian pada kamar